Anda di halaman 1dari 12

1.

Pengertian Nyeri

Nyeri adalah pengalaman perasaan emosional yang tidak menyenangkan

karena adanya kerusakan yang bersifat aktual maupun potensial. Nyeri bisa

digambarkan kondisi terjadinya kerusakan di dalam tubuh. Nyeri digolongkan ke

dalam tanda vital ke 5. Nyeri perlu dikelola dengan baik karena dapat

memberikan perubahan fisiologi, ekonomi, sosial, dan emosional yang

berkepanjangan International Association for Study of Pain (IASP)(Chamorro,

2016).

Nyeri dapat mengenai semua orang, tanpa memandang jenis kelamin,

umur, ras, status sosial, dan pekerjaan. Tipe nyeri yang digunakan secara luas

adalah nosiseptif, inflamasi, neuropatik, dan fungsional. Saat ini mulai jelas

mekanisme neurobiologi yang mendasari berbagai tipe nyeri tersebut. Tipe nyeri

yang berbeda memiliki faktor etiologik yang berbeda pula(Gélinas, 2016).

Nyeri tidaklah selalu berhubungan dengan derajat kerusakan jaringan

yang dijumpai. Nyeri bersifat individual yang dipengaruhi oleh genetik, latar

belakang kultural, umur dan jenis kelamin. Anak belum bisa mengungkapkan

nyeri sedangkan orang dewasa mengungkapkan nyeri jika sudah patologis dan

mengalami kerusakan fungsi. Jenis kelamin tidak mempunyai perbedaan yang

signifikan, namun penelitian yang dilakukan oleh Burn mempelajari bahwa

kebutuhan narkotik pascaoperasi pada wanita lebih banyak dibandingkan dengan

pria. Pengalaman masa lalu dengan nyeri juga memberikan pengaruh terhadap

nyeri. Individu yang lebih berpengalaman dengan nyeri yang dialaminya, makin

takut individu tersebut terhadap peristiwa yang akan diakibatkan(Gélinas, 2016).

Nyeri pasca operasi adalah gabungan dari beberapa pengalaman sensori,

emosional, dan mental yang tidak menyenangkan akibat trauma operasi dan
hubungkan dengan respon otonom, metabolisme endokrin, fisiologis dan

perilaku.

2. Fisiologi nyeri

Nyeri dibagi menjadi 2 yaitu nyeri nosiseptif dan nyeri neuropatik.

1) Nyeri nosiseptif

Nosiseptor adalah ujung saraf bebas yang bertindak sebagai reseqptor khusus

nyeri. Nosiseptor sebagian besar berada dalam lapisan dermal kulit,

periosteum tulang, permukaan artikular sendi, dinding arteri dan durameter.

Jaringan dalam memiliki sedikit nosiseptor. Trauma jaringan dalam dan organ

menimbulkan sedikit nyeri dibandingkan trauma dermal dan resptor nyeri

kutaenus memiliki ambang nyeri yang tinggi.

Nyeri somatik diartikan sebagai nyeri yang tibul akibat cedera atau

pembedahan pada tulang sendi, otot, kulit, atau jaringan ikat. Nyeri ini

terlokalisasi dan mereda seiring waktu.

Nyeri visceral timbul dariorgan visceral, seperti jantung dan usus. Nyeri ini

cenderung kurang terlokalisasi, dan dapat menyebar ke bagian tubuh lain serta

nerhubungan dengan mual dan muntah.

2) Nyeri neuropatik

Nyeri neuropatik berhubungan dengan cedera atau penyakit pada

sistem saraf perifer atau pusat (Maclntyre & Ready,2001). Setelah cedera,

terjadi perubahan secara perifer atau pada medula spinalis, seperti

hipereksitabilitas saraf perifer.

Gejala nyeri neuropatik meliputi keterlambatan awitan nyeri setelah

cedera dan hilangnya nyeri pada area sensorik. Pasien mengalami dan
menjelaskan sensasi yang berbeda, misalnya tertembak, terbakar, tertusuk,

atau syok listrik. Jenis nyeri ini kurang berespons terhadap opioid.

Amputasi Antebrachii menyebabkan perubahan sensasi yang umumnya

terasa sebagai nyeri Antebrachii fantom, yaitu sensasi yang terasa pada

Antebrachii yang telah diamputasi. Pengobatan untuk nyeri ini membutuhkan

kombinasi terapi farmakologis, fisik, dan perilaku (Maclntyre & Ready, 2001).

3. Serabut nyeri

Ada dua serabut saraf nyeri yang utama: serabut delta A dan serabut C.

1) Serabut Delta A

Serabut delta A meruppakan serabut kecil bermielin yang cepat,

meneruskan nyeri dengan kecepatan 2,5-20 meter perdetik. Serabut ini

mengahntarkan nyeri yang menusuk tajam, yang terlokalisasi dengan tepat

(Park et al, 2000). Nyeri delta A tidak terpengaruh oleh opiat (Carr & Mann,

200)

Yang berarti bahwa nyeri dan nyeri tekan yang dihantarkan oleh serabut

ini tidak akan berkurang oleh analgesia opiat, seperti yang biasanya

diperkirakan. Akibatny, pasien yang mengalami trauma terus merasakan nyeri

saat bergerak setelah pemberian analgesia opioat.

2) Serabut C

Serabut C adalah serabut tak bermielin yang lambat, menghantarkan nyeri

dengan kecepatan kurang dari 2,5 meter perdetik, sehingga pasien menjelaskan

nyeri sebagai sensasi yang tumpul, terbakar, menusuk, berdenyut, persisten,

dan tidak terlekalisasi. Nyeri ini berespons baik terhadap opiat.


Dua jenis serabut saraf tersebut bekerja bersama, memberi senssai

yang berbeda: misalnya, nyeri segera pasca dihantarkan oleh serabut delta A,

tetapi menyebarnya nyeri tersebut karena pengaruh transmisi serabut C.

4. Substansi pemicu nyeri

Kerusakan jaringan karena cedera memicu pelepasan histamin,

prostaglandin, dan bradikinin. Substansi tersebut bergabung dengan area reseptor

nosiseptor untuk memicu transmisi neural. Otak menafsirkan intensitas nyeri

berdasarkan jumlah implus nyeri yang diterima selama periode tertentu. Semakin

besar implus yang diterima, semakin besar pula intensitas nyeri yang dirasakan.

Prostaglandin dihasilkan dari pemecahan fosfolipid yang membentuk

dinding sel. Prostaglandin merupakan mediator nyeri yang paling penting dan

disintesis dari asam arakidonik oleh enzim siklooksigenase. Prostaglandin

membuat nosiseptor peka dan meningkatkan pengaruh dari substansi pemicu nyeri

yang lain, termasuk mempertahankan kadar bradikinin tetap tinggi.

Sebagai bagian dari respons inflamasi terhadap trauma, bradikinin

dihasilkan dari kininogen dalam pembuluh darah kecil dan jaringan disekitarnya.

Bradikinin merangsang area pengikat reseptor nosiseptor, memicu rangkaian

kejadian dalam merespons nyeri.

Histamin juga dihasilkan sebagai respons imun terhadap kerusakan

jaringan. Histamin merupakan agens inflamasi yang efektif, yang menyebabkan

pembengkakan dengan menimbulkan edema dan mempertahankan produk sisa

secara lokal. Pda kadar yang rendah , histamin menyebabkan sensasi gatal, tetapi

pada kadar yang tinggi, histamin menimbulkan sensasi nyeri yang hebat.

Adanya substansi P, suatu neurotransmiter nyeri, memicu pelepasan

bradikinin, serotonin, dan histamin. Kerusakan jaringan juga mengahasilkan


substansi lain yang merangsang jalur nyeri, misalnya kalium. Setiap individu

menghasilkan jumlah substansi pemicu nyeri dan neurotransmiter inhibitor yang

berbeda.

5. Jalur nyeri

Ada empat tahap yang terlibat dalam fisiologi nyeri: transduksi, transmisi,

persepsi, dan modulasi.

1) Tahap satu: transduksi

Ujung saraf atau nosiseptor mendeteksi stimulus dari satu proses atau

lebih.Mekanoreseptor dirangsang oleh rangsangan mekanis, seperti kompresi

atau peregangan.

(1) Temperatur yang bervariasi dari panas sampai dingin merangsang

termoreseptor.

(2) Stimulasi kimia nosiseptor dengan dilepaskannya bradikinin, asam

laktat, kalium, atau prostaglandin, yang disebabkan oleh kerusakan

jaringan akibat cedera, inflamasi, atau pembedahan.

Ketika stimulasi nosiseptor yang terhubung dengan ujung distal srabut

nyeri aferen primer mencapai level tertentu, stimulasi tersebut dikonversi

mencapai implus listrik.


Gambar 2 1 Proses Terapi Nonfarmakologis

2) Tahap dua: transmisi

Impuls listrik diteruskan sepanjang serabut ke sistem sraf, pusat, yang

kemudian memasuki medula spinalis pada substansia grisea di tanduk dorsal

(Gambar 2.14). Disini sinaps dari serabut nyeri impuls nyeri melintas dari

tanduk dorsal ke area yang berlawanan dengan medula spinalis sebelum

menjalar naik ke traktus spinotalamus dan menuju talamus di otak (Buck &

Paice, 1994).

3) Tahap tiga : persepsi

Pusat nyeri yang lebih tinggi di otak menafsirkan impuls elektrokimia.

Dari talamus, sinaps serabut nyeri yang berisi lebih banyak neuron, menjalar

pada area basal otak dan korteks

somatosensorik. Nyeri diraskan pada otak tengah, tetapi apresiasi terhadap

kualitas nyeri yang tak menyenangkan bergantung pada korteks serebral (Buck

& Paice, 1994).

4) Tahap empat : modulasi

Traktus saraf desenden yang sebagian besar merupakan inhibitori,

bertanggung jawab terhadap modulasi persepsi nyeri (Park et al, 2000).

Kontrol desenden dari pusat yang lebih tinggi di otak, yang meliputi batang

otak, formasi retikular, hipotalamus, dan korteks serebral, dapat

mengkombinasi nyeri.
Opiat endogen, analgesik alami tubuh, dilepaskan dalam tanduk dorsal

medula spinalis oleh neuron desenden. Opiat endogen atau medulator neuron

ini mengikat area reseptor opiat pada membran presinaptik serabut nyeri dan

menghambat produksi substansi P.

Aspek psikofisiologis penatalaksanaan nyeri, seperti distraksi,

konseling, dan efek plasebo, di jabarkan melalui modulasi.

Jalur nyeri tidak dapat menjelaskan kejadian nyeri yang berbeda

karena setiap individu memiliki rentang identitas anatomis, fisiologis, sosial,

dan psikologis yang unik. Pereda nyeri bersifat individual, berdasarkan pada

pengetahuan terkait dengan latar belakang pasien, progres penyakit, perilaku

terhadap nyeri, dan penafsiran personal terhadap situasi, serta berkaitan

dengan keberhasilan penatalaksanaan nyeri (Buck & Paice, 1994).

Gambar 2 2.Teori gate control


6. Teori gate control

Melzack & Wall (1965) mengatakan bahwa substansia gelatinosa pada

substansia grisea di medula spinalis merupakan area utama kontrol nyeri. Area kontrol

ini, yang disebut “gate”, dipengaruhi oleh faktor eksternal dan internal. Gate adalah
simbolik sinaps antara neuron aferen dan berbagai traktus asenden dan desenden.

Gate menjelaskan bebrapa aspek multidimensi nyeri dan berbagai reaksi terhadap

kejadian nyeri.

Informasi mengenai nyeri hanya dapat disampaikan jika gate dibuka oleh

neurotransmiter eksitatori yang di lepaskan pada sinaps dari implus nyeri. Gate

tersebut ditutup oleh pelepasan neurotransmiter inhibitori dan neuromodulater.

Secara sederhana, bayangkan sebuah gerbang taman. Individu yang masuk

melalui gerbang menggambarkan impuls nyeri dan ketika gerbang di buka. Mereka

akan melewati gerbang dengan mudah. Apabila gerbang dibuka sebagian, hanya

sedikit individu yang dapat masuk, seperti halnya sedikit nyeri yang diteruskan.

Apabila impuls yang lebih besar atau lebih cepat menjalar sepanjang serabut beta A

yang bermielin dan lebih tebal melewati gate, lebih sulit bagi impuls nyeri untuk

melewatinya. Serabut beta A dirangsang oleh gosokan atau perubahan temperatur

kulit. Oleh sebab itu, dengan menekan area injeksi sebelum melakukan injeksi dapat

membantu mengaktivasi serabut beta A, mengurangi atau menghambat sinyal nyeri

dari jarum, dengan cara yang sma, aplikasi panas atau dingin pada kulit akan

mengirimkan pesan perubahan temperatur melalui gate dari pada pesan nyeri. Ketika

individu masuki gerbang dari sisi lain, lebih seikit individu atau tidak ada yang dapat

melewati gerbang tersebut. Implus desenden dari otak, batang otak, korteks sebral,

dan talamus juga memiliki efek terhadap gate. Sinyal inhibitori dari korteks karena

perasaan tenang dan terkontrol membantu dan menurunkan persepsi nyeri. Demikian

pula modulasi dengan distraksi menggunakan imajinasi terbimbing dapat mencegah

atau meredahkan nyeri yang dirasakan.

Persepsi nyeri melibatkan pelepasan berbagai substansi kimia yang mengiritasi

ujung saraf. Menyebabkan pesan diteruskan di sepanjang saraf ke sistem saraf pusat
(SSP), yang mulanya melewati medula spinalis lalu ke oak. Setelah impuls tersebut

ditafsirkan, respons nyeri dapat berupa respons fisik atau emosional, stimulasi dan

persepsi bergantung pada sejumlah faktor yang telah dijelaskan. Hal ini membantu

menjelaskan berbagai reaksi individu yang mengalami cedera yang sama.

6. Faktor yang Mempengaruhi Persepsi dan Reaksi Individu Terhadap Nyeri

1. Usia

Anak – anak cenderung menunjukkan perilaku nyeri, meringis, berguling,

dan menangis, sedangkan individu yang lebih tua cenderung enggan bergerak

ketika mengalami nyeri dan umumnya cenderung lebih tenang.

2. Pengalaman

Pengalaman nyeri sebelumnya mempengaruhi sensasi control individu.

Pengalaman yang positif menimbulkan keyakinan diri, sedangkan pengalaman

negative dapat menyebabkan ketakutan dan rasa tidak percaya.

3. Riwayat pengobatan sebelumnya

Ketakutan dan antisipasi terhadap nyeri menimbulkan kecemasan, dengan

sensani nyeri yang lebih pada pasien yang mengalami peningkatan distres

emosional. Oleh sebab itu, sensasi kontrol membantu pasien dalam mengatasi

situasi yang penuh tekanan.

4. Kurang pengetahuan

Kurangnya pengetahuan mempengaruhi keyakinan individu, apakah ia

mampu mengendalikan situasi tersebut. Hal ini dibuktikan dengan pemberian

informasi sebelum pembedahan yang disadari berdampak positif terhadap nyeri

dengan menggunakan analgesia sedikit.

5. Sosial budaya
Umumnya budaya barat menghargai pendekatan ilmiah terhadap nyeri dan

pentingnya menegakkan diagnose medis dan pengobatan. Hal ini menimbulkan

harapan yang tidak realistis terhadap pengobatan dan pereda nyeri, khususnya

bagi individu yang mengalami nyeri kronis. Budaya lain lebih menerima dan

menemukan makna dalam nyeri yang dirasakan. Di beberapa budaya, perilaku

menunjukkan nyeri secara terbuka dapat diterima. Sedangkan pada budaya lain,

pasien cenderung menarik diri dan diam. Perawat harus menyadari nilai budaya

yang dianut mereka dan pasiennya untuk menghindari terjadinya perilaku yang

berbeda yang tak dapat diterima.

6. Jenis kelamin

Secara umum wanita menyadari masalah kesehatan yang ia alami dan

cenderung menerima bantuan, sedangkan pria enggan menggungkapkan nyeri

yang dialami, terutama pada perawat wanita. Sikap jantan atau mampu menahan

nyeri cenderung dipilih oleh pria tetapi tidak berarti bahwa mereka mengalami

nyeri yang lebih ringan dibandingkan wanita (Perry and Potter, 2006).

7. Respon nyeri

Beberapa respon yang dimanifestasikan oleh tubuh dengan adanya stimulasi nyeri

adalah sebagai berikut:

1. Respons psikologis

Respon psikologis sangat berkaitan dengan pemahaman klien terhadap

nyeri yang terjadi atau arti nyeribagi klien. Arti nyeri bagi setiap individu

berbeda-beda antara lain: Bahaya atau merusak, komplikasi seperti infeksi,

penyakit yang berulang, penyakit baru, penyakit yang fatal, peningkatang

ketidakmampuan dan kehilangan mibilitas (Smeltzer and Brenda, 2002).


2. Respon fisiologis

Prasetyo (2010) menyatakan bahwa pada saat impuls nyeri naik ke

modulla spinalis menuju ke batang otak dan thalamus, sistem syaraf otonom

menjadi terstimulasi sebagai bagian respon fisiologis tubuh sebagai berikut:

1) Respon simpatis

(1)Dilatasi saluran bronchial dan peningkatan respirsi rate

(2)Peningkatan heart rate

(3)Vasokontriksi perifer (pucat, peningkatan tekanan darah)

(4)Peningkatan glukosa darah

(5)Dilatasi pupil

(6)Penurunan motilitas gaster intestinal

2) Respon parasimpatis

(1) Muka pucat

(2) Otot mengeras

(3) Penurunan denyut jantung dan tekanan darah

(4) Nafas cepat dan ireguler

(5) Nausea dan Vomitus

(6) Kelelahan dan keletihan

(7) Respon Tingkah Laku

Menurut Respond (2008), secara umum respon pasien terhadap nyeri

terbagi atas respon prilaku dan respon yang dimanifestasikan oleh otot dan

kelenjar otonom. Perilaku nyeri diantaranya:

1) Keluhan verbal mengenai rasa nyeri

2) Menggunakan otot
3) Berusaha mencari terapi/pengobatan

4) Ketidaksempurnaa atau perubahan fungsi fisik atau social: menarik diri,

menolak makan atau bermain, tidak tenang, agitasi, waktu untuk memberi

perhatian kurang, bingung, iritabilitas, pusing, berkeringat, lelah.

5) Ekspresi wajah: kaku/grimace, kening berkerut, mata atau mulut terkunci

rapat atau terbuka lebar, ekspresi aneh lainnya, meringis.

6) Gerakan badan: tegak kaku, bergoyang-goyang, menarik/menekuk kaki

kearah perut, gerakan kepala atau jari bertambah, perubahan postur tubuh,

lemas, tidak melakukan gerakan yang biasa dilakukan.

7) Vocal/suara: menangis, mengerang, berteriak, terisak-isak, ngomel

8. Pengukuran skala nyeri

Numeratic Rating scale adalah penilaian skala nyeri yang dianggap sederhana dan

mudah dimengerti, sensitive terhadap dosis, jenis kelamin dan perbedaan etnis. Lebih

baik dari pada VAS terutama untuk menilai nyeri akut. Namun kekurangannya

adalah keterbatasan pilihan kata untuk menggambarkan rasa nyeri, tidak

memungkinkan untuk membedakan tingkat nyeri dengan lebih teliti dan dianggap

terdapat jarak yang sama antar kata yang menggambarkan efek analgesik

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

No Moderate Worst
Pain Pain Possible
Pain

Gambar 2 3 Numeratic Rating Scale (NRS)


Sumber :(Yusliana et al., 2015)

Anda mungkin juga menyukai