Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Mata Kuliah Keperawatan Dasar Profesi
Dosen Koordinator : Juju Juhaeriah, S.Kp., M.Kes
Dosen Pembimbing : Juju Juhaeriah, S.Kp., M.Kes
DISUSUN OLEH :
FADHOLY RAJA SULAEMAN
2350321116
2) Nyeri Neuropatik
Nyeri neuropatik adalah hasil suatu cedera atau abnormalitas
yang didapat pada struktur saraf perifer maupun sentral. Nyeri
jenis ini lebih sulit diobati.
c. Klasifikasi nyeri berdasarkan tempat yaitu :
1) Nyeri perifer : rangsangan pada area kulit.
2) Nyeri superficial : nyeri pada permukaan kulit dan mukosa.
3) Nyeri deep : nyeri pada daerah visceral, sendi, pleura, peritoneum
terangsang akan timbul rasa yang nyeri dan dalam.
4) Nyeri reffered pain : nyeri alihan yang berada jauh dari tempat
yang terangsang atau yang bukan asal nyeri. Biasanya terlihat pada
nyeri dalam dan menyebar.
5) Nyeri sentral : nyeri pada pusat otak dan sumsum tulang belakang.
6) Nyeri psikogenetik : gangguan psikologis, tidak ada gangguan
organic.
d. Klasifikasi nyeri berdasarkan sifat, yaitu :
1) Nyeri isidental : nyeri yang timbul sewaktu-waktu lalu menghilang
2) Nyeri steady : nyeri menetap dan dirasakan dalam waktu yang
lama (misalnya : abses, ulcus ventriculi)
3) Nyeri paroxysmal : nyeri yang dirasakan berintensitas tinggi dan
kuat sekali dan biasanya menetap kurang lebih 10-15 menit lalu
hilang dan kemudian timbul lagi.
3. Etiologi
a. Trauma
1) Trauma mekanik yaitu rasa nyeri yang timbul akibat ujung saraf
bebas mengalami kerusakan, misalnya akibat benturan, gesekan,
dan luka.
2) Trauma termis yaitu nyeri timbul akibat ujung saraf reseptor
mendapat rangsangan akibat panas dan dingin.
3) Trauma kimiawi yaitu nyeri timbul karena kontak dengan zat
kimia yang bersifat asam atau basa kuat.
b. Peradangan
Nyeri yang timbul karena adanya kerusakan di ujung-ujung saraf
reseptor akibat terjepit oleh pembengkakan. Contohnya nyeri pada
abses.
c. Kelainan pembuluh darah dengan gangguan sirkulasi darah
Hal ini dapat dicontohkan dengan pasien infark miokard akut
ataupun angina pectoris. Yang dirasakan adalah adanya nyeri dada
yang khas.
d. Trauma psikologis
Jenis kerusakan jiwa yang terjadi sebagai akibat dari peristiwa
traumatik. Ketika trauma yang mengarah pada gangguan stress pasca
trauma, kerusakan mungkin melibatkan perubahan fisik didalam otak
dan kimioa otak mempengaruhi respon seseorang terhadap stress masa
depan.
4. Tanda dan Gejala
Tanda dan gejala menurut PPNI, (2017) yaitu :
a. Nyeri Akut
1) Tanda dan gejala mayor
a) Subjektif : Mengeluh nyeri
b) Objektif : Tampak meringis, bersikap protektif (misal,
waspada, posisi menghindari nyeri), gelisah, frekuensi nadi
meningkat, dan sulit tidur.
2) Tanda dan gejala minor
a) Objektif : Tekanan darah meningkat, pola napas berubah,
nafsu makan berubah, proses berpikir terganggu, menarik diri,
berfokus pada diri sendiri, dan diaphoresis.
b. Nyeri Kronis
1) Tanda dan gejala mayor
a) Subjektif : Mengeluh nyeri dan merasa depresi (tertekan)
b) Objektif : Tampak meringis, gelisah, dan tidak mampu
menuntaskan aktivitas.
2) Tanda dan gejala minor
a) Subjektif : Merasa takut mengalami cedera berulang
b) Objektif : Bersikap protektif (misal posisi menghindari nyeri),
waspada, pola tidur berubah, anoreksia, focus menyempit,
berfokus pada diri sendiri.
5. Patofisiologi
Munculnya nyeri berkaitan erat dengan reseptor dan adanya
rangsangan.Reseptor nyeri yang dimaaksud adalah nociceptor, merupakan
ujung- ujung saraf sangat bebas yang memiliki sedikit atau bahkan tidak
memiliki myelin yang tersebar pada kulit dan mukosa, khususnya pada
visera, persendian, dinding arteri, hati, dan kantong empedu.Reseptor
nyeri dapat memberikan respons akibat adanya stimunasi atau
rangsangan.Stimunasi tersebut dapat berupa zat kimiawi seperti hystami,
bradikinin, prostaglandin, dan macam-macam asam yang dilepas apabila
terdapat kerusakan pada jaringan akibat kekurangan oksigenasi. Stimulasi
yang lain dapat berupa termal, listrik atau mekanis
.Selanjutnya, stimulasi yang diterima oleh reseptor tersebut
ditransmisikan berupa impuls-implus nyeri kesumsum tulang belakang
oleh dua jenis serabut yang bermyelin rapat atau serabut A ( delta ) dan
serambut lamban ( serabut C ).
Impuls-impuls yang ditransmisikan oleh serabut delta A
mempunyai sifat inhibitor yang di transmisikan keserabut C. serabut-
serabut aferen masuk kespinal melalui akar dorsal (dorsal root) serta
sinaps pada dorsal horn. Dorsal horn terdiri atas beberapa lapisan atau
laminae yang saling bertautan.Diantara lapisan 2 dan 3 terbentuk
substantia gelatinosa yang merupakan saluran utama impuls. Kemudian,
impuls nyeri menyebrangi sumsum tulang belakang pada interneuron dan
bersambung ke jalur spinal asenden yang paling utama, yaitu jalur
spinothalamic tract ( STT ) atau jalur spinothalamus dan spinoreticula
tract ( SRT ) yang membawa informasi tentang sifat dan lokasi nyeri. Dari
proses transmisi terdapat 2 jalur mekanisme terjadinya nyeri, yaitu jalur
opiate dan jalur nonopiate.
Jalur opiate ditandai oleh pertemuaan reseptor pada otak yang terdiri
atas jalur spinaldesendens dari thalamus yang melalui otak tengah dan
menular ke tanduk dorsal dari sumsum tulang belakang yang berkonduksi
dengan nonciceptor impuls supresir. Seroyoning merupakan
neurotransmitter dalam impuls supresif. System supresif lebih
mengaktifkan stimulasi nociceptor yang ditransmisikan oleh serabut A.
jalur nonopiate merupakan jalur desendens yang tidak memberikan
respons terhadap naloxone yang kurang banyak diketahui
mekanisme nya.
6. Pathway
Stimulus Stimulus
psikologi elektrik
Nyeri
Nyeri dan
kenyamanan
Nociceptor menerima
rangsangan
Keterangan :
0 : gembira (tidak ada nyeri)
1 : sedikit meringis
2 : nyeri ringan
3 : nyeri sedang
4 : nyeri berat
5 : sangat nyeri
d. Skala intensitas nyeri dari FLACC
Skala FLACC merupakan alat pengkajian nyeri yang dapat digunakan
pada pasien yang secara non verbal yang tidak dapat melaporkan
nyerinya (Judha, 2012).
No Kategori Skor 0 Skor 1 Skor 2 Skor
1. Wajah Tidak ada Terkadang Sering
ekspresi meringis/menarik menggertakan
khusus, diri dagu dan
senyum mengatupkan
rahang
2. Kaki Normal, Gelisah, tegang Menendang,
rileks kaki tertekuk,
melengkungkan
punggung
3. Aktivitas Berbaring Menggeliat, tidak Kaku atau
tenang, bisa diam, kaku menghentak
posisi mengerang
normal,
mudah
bergerak
4. Menangis Tidak Merintih, Terus
menangisr merengek, menangis,
kadang-kadang berteriak, sering
mengeluh mengeluh
5. Hiburan Rileks Dapat Sulit dibujuk
ditenangkan
dengan sentuhan,
pelukan,
bujukan, dapat
dialihkan
Jumlah skor :
Keterangan :
0 : santai dan nyaman
8. Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan USG untuk data penunjang apabila ada nyeri tekan
abdomen.
b. Rontgen untuk mengetahui tulang atau organ dalam yang abnormal.
c. Pemeriksaan lab sebagai data penunjang pemeriksaan lainnya.
d. CT-Scan (cedera kepala) untuk mengetahui adanya pembuluh darah
yang pecah diotak.
9. Komplikasi
a. Gangguan pola istirahat dan tidur
b. Oedema pulmonal
c. Kejang
d. Masalah mobilisasi
e. Hipertensi
f. hipertemi
10. Penatalaksaan
a. Pengobatan farmakologi
Pengobatan analgesic dibagi menjadi 4 golongan yaitu :
1) Analgesic non opinoid : AINS, asetaminofen, tramadol. Hanya
diberikan bila diduga ada proses peradangan dan adanya kompresi
pada jaringan saraf.
2) Analgesic ajuvan-medikasi neuroaktif : antikonvulsan, anti
depresan, antihistamin, amfetamin, steroid, benzodiazepine,
simpatolitik, obat anti spasme otot dan neuroleptika.
Antikonvulsan dan antidepresan yang paling sering digunakan
karena mempunyai efek sentral dan memperbaiki mood dan
depress. Carbamazepine telah diizinkan oleh FDA untuk terapi
nyeri.
3) Analgesic opioid : kodein, morfin, oksikodon kurang responsive
untuk NN, sehingga kadang dibutuhkan dosis tinggi
4) Analgesil topical : capsasicin topical menghilangkan substansi P,
mempengaruhi nosiseptor serabut C dan reseptor panas. Banyak
digunakan pada neuralgia herpetic akut dan neuralgia post
herpetic.
b. Pengobatan nonfarmakologi
Bertujuan untuk merangsang pengeluaran endorphin dan enkefalin
yang merupakan peredam nyeri alami yang ada dalam tubuh.
1) Modifikasi perilaku
2) Stimulation (TENS), akupuntus, Latihan otot seperti peregangan,
myofascial release, spray and stretch.
3) Rehabilitasi vaksional
Pada tahap ini kapasitas kerja dan semua kemampuan penderita
yang masih tersisa dioptimalkan agar penderita dapat kembali
bekerja.
c. Pengobatan invasive : pada kasus-kasus intractable neuropathic pain
mungkin diperlukan intervensi disiplin ilmu lain seperti anestesi, dan
bedah saraf.
B. Konsep Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
Mengkaji identitas pasien dan identitas penanggung jawab pasien
dengan format nama, umur, jenis kelamin, status, agama, pekerjaan, suku
bangsa, alamat, pendidikan, diagnose medis, sumber biaya, hubungan
antara pasien dengan penanggung jawab.
a. Riwayat Keperawatan
1) Keluhan utama :
Memfokuskan pada hal-hal yang menyebabkan klien meminta
bantuan pelayanan, seperti: mengeluh nyeri
2) Riwayat penyakit sekarang :
Apa yang pasien keluhkan pada saat dikaji
3) Riwayat penyakit dahulu :
Tanyakan pada pasien menyenai riwayat penyakit
sebelumnya.
4) Riwayat alergi :
Tanyakan pada pasien mengenai Riwayat alergi yang
dimilikinya. Seperti alergi makanan, obat-obatan, dan cuaca
5) Riwayat kesehatan keluarga :
Tanyakan pada pasien mengenai penyakit genetic dan menular
yang dimiliki oleh pasien
6) Riwayat psikososial dan spiritual
Tanyakan pada pasien mengenai status emosi, konsep diri,
data sosial, dan data spiritual
7) Pola aktivitas sehari-hari
Pola ADL Aktivitas saat dirumah Aktivitas saat di RS
Makan
- Frekuensi 3 kali sehari 3 kali sehari
- Jenis Nasi, daging, sayur Bubur, daging
sayur
- Porsi Satu porsi habis Habis setengah
porsi
- Pantangan Tidak ada Tidak ada
- Keluhan Tidak ada Tidak ada
Minum
- Frekuensi 1-1,5 liter 1-1,5 liter
- Jenis Air putih Air putih
- Pantangan Tidak ada Tidak ada
- Keluhan Tidak ada Tidak ada
BAK
- Frekuensi 3-5 kali sehari 3-5 kali sehari
- Warna Kuning jernih Kuning jernih
- keluhan Tidak ada Tidak ada
BAB
- frekuensi 1-2 kali sehari 1-2 kali sehari
- konsistensi Lembek Lembek
- keluhan Tidak ada Tidak ada
Istirahat/tidur
- kuantitas 7-8 jam 4-6 jam
- kualitas Nyenyak Kurang nyenyak
- keluhan Tidak ada Tidak ada
Personal hygene
- Mandi Dua kali sehari Dua kali sehari
- Oral care Dua kali sehari Dua kali sehari
- Hair care Dua hari sekali Dua hari sekali
- kuku Seminggu sekali Tidak perawatan
Hipotalamus,
thalamus dan
system limbik
Otak
Persepsi nyeri
Nyeri akut
DO : status kesehatan Deficit perawatan diri
- Pasien tidak menurun berhubungan dengan
mampu kelemahan ditandai
merawat kuku menghambat dengan
- Kuku tampak kemampuan pasien ketidakmampuan
Panjang untuk merawat diri pasien dalam merawat
- Kuku tampak kuku
kotor penurunan motivasi
deficit perawatan
diri
3. Diagnosa Keperawatan
4. Perencanaan
No Diagnose Perencanaan
keperawatan Tujuan dan kriteria intervensi
hasil
1. nyeri akut Setelah dilakukan Manajemen nyeri
berhubungan tindakan keperawatan - Observasi
dengan agen selama 3x24 jam a. Identifikasi
cedera fisik diharapkan nyeri akut lokasi,
ditandai dengan berkurang dengan karakteristik,
frekuensi nadi kriteria hasil : durasi,
meningkat - Keluhan nyeri frekuensi,
menurun kualitas,
- Meringis intensitas nyeri
menurun b. Indentifikasi
- Gelisah menurun skala nyeri
c. Monitor efek
samping
penggunaan
analgetik
- Terapeutik
a. Berikan Teknik
nonfarmakologis
untuk
mengurangi rasa
nyeri
b. Control
lingkungan yang
memperberat
rasa nyeri
c. Fasilitasi
istirahat dan
tidur
- Edukasi
a. Jelaskan
penyebab,
periode, dan
pemicu nyeri
b. Jelaskan strategi
dalam
meredakan nyeri
c. Anjurkan
monitor nyeri
secara mandiri
- Kolaborasi
a. Kolaborasikan
pemberian
analgetic jika
perlu
5. Implementasi
Implementasi adalah tindakan yang direncanakan dalam rencana
keperawatan. Implementasi juga adalah suatu komponen dari proses
keperawatan yang merupakan kategori dari perilaku keperawatan dimana
tindakan yang diperlukan dari asuhan keperawatan yang dilakukan dan
diselesaikan.
6. Evaluasi
Evaluasi keperawatan yaitu tahapan terakhir dari proses
keperawatan untuk mengukur respon klien terhadap tindakan keparahan
dan kemajuan klien kearah capaian tujuan.
Evaluasi merupakan kegiatan yang terjadi pada setiap langkah dari
proses keperawatan dan pada kesimpulan. Evaluasi keperawatan dicatat
dan disesuaikan dengan setiap diagnose keperawatan.
Evaluasi untuk setiap diagnose keperawatan meliputi data subjektif,
data objektif, Analisa permasalahan, serta perencanaan ulang berdasarkan
Analisa data diatas. Evaluasi ini juga disebut evaluasi proses. Semua
dicatat pada formular pencatatan perkembangan.
DAFTAR PUSTAKA
Berman, Snyder, Kozier, Erb.. (2009). Buku Ajar Keperawatan Klinis. Jakarta : EGC.
Brunner & Suddarth, 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah . Jakarta. EGC.
Butterworth JF, Mackey DC, Wasnick JD. 2013. Morgan & Mikhail’s Clinical Anesthesiology
Fifth Edition. Mc Graw Hill Education.
Smeltzer S.C., Bare B.G. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC.
Swleboda P et.al. Assessment of Pain: Types, Mechanism, and Treatment.Ann Agric Environ
Med. 2013 December 29; Special Issue 1:2-7.
Herdman T, &. K. 2015. Diagnosis Keperawatan Definisi & Klasifikasi . Jakarta : EGC
Tim Pokja SDKI PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia Definisi dan
Indikator Diagnostik. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional
Indonesia .
Tim Pokja SIKI PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia Definisi dan
Tindakan Keperawatan . Jakarta: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional
Indonesia.
Tim Pokja SLKI PPNI. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia Definisi dan Kriteria
Hasil Keperawatan. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional
Indonesia.