Anda di halaman 1dari 27

LAPORAN PENDAHULUAN

KEBUTUHAN DASAR PROFESI : NYERI AKUT

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Mata Kuliah Keperawatan Dasar Profesi
Dosen Koordinator : Juju Juhaeriah, S.Kp., M.Kes
Dosen Pembimbing : Juju Juhaeriah, S.Kp., M.Kes

DISUSUN OLEH :
FADHOLY RAJA SULAEMAN
2350321116

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU DAN TEKNOLOGI KESEHATAN
UNIVERSITAS JENDERAL ACHMAD YANI
CIMAHI
2023
A. Konsep Dasar Teori
1. Definisi
Nyeri merupakan pengalaman buruk, dihubungkan dengan adanya
kerusakan jaringan secara aktual maupun potensial, dengan komponen
sensori, kognitif, dan sosial (Butterworth JF, 2013).
Nyeri menurut International Association for the Study of Pain
(IASP) merupakan pengalaman sensorik dan emosional yang tidak
menyenangkan akibat adanya kerusakan atau ancaman kerusakan pada
jaringan (Swleboda P et.al, 2013).
Dari definisi diatas dapat disimpulkan bahwa nyeri merupakan
rusaknya jaringan secara potensial atau actual yang membuat
terganggunya sensorik dan emosionalnya seseorang.
2. Klasifikasi Nyeri
a. Klasifikasi nyeri berdasarkan durasi menurut Herdman, T, (2015)
yaitu :
1) Nyeri akut
Nyeri akut adalah pengalaman sensori dan emosional yang
tidak menyenangkan yang muncul akibat kerusakan jaringan
potensial atau aktual yang digambarkan sebagai kerusakan awitan
yang tiba-tiba atau lambat dari intensitas ringan hingga berat
dengan akhir yang dapat diantisipasi atau diprediksi.
2) Nyeri kronik
Nyeri kronik adalah pengalaman sensori dan emosional
yang tidak menyenangkan yang muncul akibat kerusakan jaringan
potensial atau aktual yang digambarkan sebagai kerusakan awitan
yang tiba-tiba atau lambat dari intensitas ringan hingga berat,
terjadi konstan atau berulang tanpa akhir yang dapat diantisipasi
atau diperdiksi dan berlangsung lebih dari tiga bulan.
b. Klasifikasi nyeri berdasarkan asal menurut Andarmoyo (2013) yaitu :
1) Nyeri nosiseptif

Nyeri nosiseptif merupakan nyeri yang diakibatkan oleh


aktivitas atau sensitivitas nosiseptor perifer yang merupakan
reseptor khusus yang menghantarkan stimulus naxius. Nyeri ini
dapat berlangsung karena adanya stimulus yang mengenai kulit,
tulang, sendi, otot, jaringan ikat, dan lain-lain.

2) Nyeri Neuropatik
Nyeri neuropatik adalah hasil suatu cedera atau abnormalitas
yang didapat pada struktur saraf perifer maupun sentral. Nyeri
jenis ini lebih sulit diobati.
c. Klasifikasi nyeri berdasarkan tempat yaitu :
1) Nyeri perifer : rangsangan pada area kulit.
2) Nyeri superficial : nyeri pada permukaan kulit dan mukosa.
3) Nyeri deep : nyeri pada daerah visceral, sendi, pleura, peritoneum
terangsang akan timbul rasa yang nyeri dan dalam.
4) Nyeri reffered pain : nyeri alihan yang berada jauh dari tempat
yang terangsang atau yang bukan asal nyeri. Biasanya terlihat pada
nyeri dalam dan menyebar.
5) Nyeri sentral : nyeri pada pusat otak dan sumsum tulang belakang.
6) Nyeri psikogenetik : gangguan psikologis, tidak ada gangguan
organic.
d. Klasifikasi nyeri berdasarkan sifat, yaitu :
1) Nyeri isidental : nyeri yang timbul sewaktu-waktu lalu menghilang
2) Nyeri steady : nyeri menetap dan dirasakan dalam waktu yang
lama (misalnya : abses, ulcus ventriculi)
3) Nyeri paroxysmal : nyeri yang dirasakan berintensitas tinggi dan
kuat sekali dan biasanya menetap kurang lebih 10-15 menit lalu
hilang dan kemudian timbul lagi.
3. Etiologi
a. Trauma
1) Trauma mekanik yaitu rasa nyeri yang timbul akibat ujung saraf
bebas mengalami kerusakan, misalnya akibat benturan, gesekan,
dan luka.
2) Trauma termis yaitu nyeri timbul akibat ujung saraf reseptor
mendapat rangsangan akibat panas dan dingin.
3) Trauma kimiawi yaitu nyeri timbul karena kontak dengan zat
kimia yang bersifat asam atau basa kuat.
b. Peradangan
Nyeri yang timbul karena adanya kerusakan di ujung-ujung saraf
reseptor akibat terjepit oleh pembengkakan. Contohnya nyeri pada
abses.
c. Kelainan pembuluh darah dengan gangguan sirkulasi darah
Hal ini dapat dicontohkan dengan pasien infark miokard akut
ataupun angina pectoris. Yang dirasakan adalah adanya nyeri dada
yang khas.
d. Trauma psikologis
Jenis kerusakan jiwa yang terjadi sebagai akibat dari peristiwa
traumatik. Ketika trauma yang mengarah pada gangguan stress pasca
trauma, kerusakan mungkin melibatkan perubahan fisik didalam otak
dan kimioa otak mempengaruhi respon seseorang terhadap stress masa
depan.
4. Tanda dan Gejala
Tanda dan gejala menurut PPNI, (2017) yaitu :
a. Nyeri Akut
1) Tanda dan gejala mayor
a) Subjektif : Mengeluh nyeri
b) Objektif : Tampak meringis, bersikap protektif (misal,
waspada, posisi menghindari nyeri), gelisah, frekuensi nadi
meningkat, dan sulit tidur.
2) Tanda dan gejala minor
a) Objektif : Tekanan darah meningkat, pola napas berubah,
nafsu makan berubah, proses berpikir terganggu, menarik diri,
berfokus pada diri sendiri, dan diaphoresis.
b. Nyeri Kronis
1) Tanda dan gejala mayor
a) Subjektif : Mengeluh nyeri dan merasa depresi (tertekan)
b) Objektif : Tampak meringis, gelisah, dan tidak mampu
menuntaskan aktivitas.
2) Tanda dan gejala minor
a) Subjektif : Merasa takut mengalami cedera berulang
b) Objektif : Bersikap protektif (misal posisi menghindari nyeri),
waspada, pola tidur berubah, anoreksia, focus menyempit,
berfokus pada diri sendiri.
5. Patofisiologi
Munculnya nyeri berkaitan erat dengan reseptor dan adanya
rangsangan.Reseptor nyeri yang dimaaksud adalah nociceptor, merupakan
ujung- ujung saraf sangat bebas yang memiliki sedikit atau bahkan tidak
memiliki myelin yang tersebar pada kulit dan mukosa, khususnya pada
visera, persendian, dinding arteri, hati, dan kantong empedu.Reseptor
nyeri dapat memberikan respons akibat adanya stimunasi atau
rangsangan.Stimunasi tersebut dapat berupa zat kimiawi seperti hystami,
bradikinin, prostaglandin, dan macam-macam asam yang dilepas apabila
terdapat kerusakan pada jaringan akibat kekurangan oksigenasi. Stimulasi
yang lain dapat berupa termal, listrik atau mekanis
.Selanjutnya, stimulasi yang diterima oleh reseptor tersebut
ditransmisikan berupa impuls-implus nyeri kesumsum tulang belakang
oleh dua jenis serabut yang bermyelin rapat atau serabut A ( delta ) dan
serambut lamban ( serabut C ).
Impuls-impuls yang ditransmisikan oleh serabut delta A
mempunyai sifat inhibitor yang di transmisikan keserabut C. serabut-
serabut aferen masuk kespinal melalui akar dorsal (dorsal root) serta
sinaps pada dorsal horn. Dorsal horn terdiri atas beberapa lapisan atau
laminae yang saling bertautan.Diantara lapisan 2 dan 3 terbentuk
substantia gelatinosa yang merupakan saluran utama impuls. Kemudian,
impuls nyeri menyebrangi sumsum tulang belakang pada interneuron dan
bersambung ke jalur spinal asenden yang paling utama, yaitu jalur
spinothalamic tract ( STT ) atau jalur spinothalamus dan spinoreticula
tract ( SRT ) yang membawa informasi tentang sifat dan lokasi nyeri. Dari
proses transmisi terdapat 2 jalur mekanisme terjadinya nyeri, yaitu jalur
opiate dan jalur nonopiate.
Jalur opiate ditandai oleh pertemuaan reseptor pada otak yang terdiri
atas jalur spinaldesendens dari thalamus yang melalui otak tengah dan
menular ke tanduk dorsal dari sumsum tulang belakang yang berkonduksi
dengan nonciceptor impuls supresir. Seroyoning merupakan
neurotransmitter dalam impuls supresif. System supresif lebih
mengaktifkan stimulasi nociceptor yang ditransmisikan oleh serabut A.
jalur nonopiate merupakan jalur desendens yang tidak memberikan
respons terhadap naloxone yang kurang banyak diketahui
mekanisme nya.
6. Pathway

Stimulus Stimulus Stimulus Stimulus


mekanik kimiawi thermal neurologi

Stimulus Stimulus
psikologi elektrik

Pelepasan mediator biokimia

(prostaglandin, bradikinin, histamin, substansi P)

Nyeri

Nyeri akut Nyeri kronis

Meringis kesakitan, merasa cemas dan


takut akan penyakitnya

Nyeri dan
kenyamanan

Nociceptor menerima
rangsangan

Rangsangan ditransmisi ke medulla


spinalis, thalamus, dan korteks sensori
somatik
7. Penilaian Respon Nyeri
a. Penilaian Respon Nyeri PQRST
Deskripsi Contoh pertanyaan
P Provocation Tanyakan apa yang memperburuk nyeri
atau ketidaknyamanan. Apakah posisi?
Apakah memperburuk dengan menarik
nafas dalam atau palpasi dada, apakah
nyeri menetap?
Q Quality Tanyakan bagaimana jenis nyerinya?
Biarkan pasien menjelaskannya dengan
Bahasa sendiri
R Radiation Apakah nyeri menjalar ke bagian tubuh
yang lain? Dimana?
S Severity Gunakan perangkat penilaian skala nyeri
(sesuai dengan pasien) untuk pengukuran
keparahan nyeri yang konsisten. Gunakan
skala nyeri yang sama untuk menilai
kembali keparahan nyeri dan apakah nyeri
berkurang atau memburuk.
T Time Berapa lama nyeri berkurang? Dan apakah
hilang timbul atau terus menerus.

b. Penilaian nyeri menurut Mc. Guire atau skala nyeri deskriptif


(Smeltzer, S.C. Bare B.G. 2002)
Keterangan :
0 -1 : tidak nyeri
2 -3 : nyeri ringan
4–6 : nyeri sedang
7–8 : nyeri berat
9 – 10 : sangat nyeri
c. The Wong / Baker Faces Rating Scale (For child) menurut Brunner,
suddart (2002) yaitu :

Keterangan :
0 : gembira (tidak ada nyeri)
1 : sedikit meringis
2 : nyeri ringan
3 : nyeri sedang
4 : nyeri berat
5 : sangat nyeri
d. Skala intensitas nyeri dari FLACC
Skala FLACC merupakan alat pengkajian nyeri yang dapat digunakan
pada pasien yang secara non verbal yang tidak dapat melaporkan
nyerinya (Judha, 2012).
No Kategori Skor 0 Skor 1 Skor 2 Skor
1. Wajah Tidak ada Terkadang Sering
ekspresi meringis/menarik menggertakan
khusus, diri dagu dan
senyum mengatupkan
rahang
2. Kaki Normal, Gelisah, tegang Menendang,
rileks kaki tertekuk,
melengkungkan
punggung
3. Aktivitas Berbaring Menggeliat, tidak Kaku atau
tenang, bisa diam, kaku menghentak
posisi mengerang
normal,
mudah
bergerak
4. Menangis Tidak Merintih, Terus
menangisr merengek, menangis,
kadang-kadang berteriak, sering
mengeluh mengeluh
5. Hiburan Rileks Dapat Sulit dibujuk
ditenangkan
dengan sentuhan,
pelukan,
bujukan, dapat
dialihkan
Jumlah skor :
Keterangan :
0 : santai dan nyaman

1-3 : ketidaknyamanan ringan


4-6 : nyeri sedang

7-10 : ketidaknyamanan/nyeri parah

8. Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan USG untuk data penunjang apabila ada nyeri tekan
abdomen.
b. Rontgen untuk mengetahui tulang atau organ dalam yang abnormal.
c. Pemeriksaan lab sebagai data penunjang pemeriksaan lainnya.
d. CT-Scan (cedera kepala) untuk mengetahui adanya pembuluh darah
yang pecah diotak.
9. Komplikasi
a. Gangguan pola istirahat dan tidur
b. Oedema pulmonal
c. Kejang
d. Masalah mobilisasi
e. Hipertensi
f. hipertemi
10. Penatalaksaan
a. Pengobatan farmakologi
Pengobatan analgesic dibagi menjadi 4 golongan yaitu :
1) Analgesic non opinoid : AINS, asetaminofen, tramadol. Hanya
diberikan bila diduga ada proses peradangan dan adanya kompresi
pada jaringan saraf.
2) Analgesic ajuvan-medikasi neuroaktif : antikonvulsan, anti
depresan, antihistamin, amfetamin, steroid, benzodiazepine,
simpatolitik, obat anti spasme otot dan neuroleptika.
Antikonvulsan dan antidepresan yang paling sering digunakan
karena mempunyai efek sentral dan memperbaiki mood dan
depress. Carbamazepine telah diizinkan oleh FDA untuk terapi
nyeri.
3) Analgesic opioid : kodein, morfin, oksikodon kurang responsive
untuk NN, sehingga kadang dibutuhkan dosis tinggi
4) Analgesil topical : capsasicin topical menghilangkan substansi P,
mempengaruhi nosiseptor serabut C dan reseptor panas. Banyak
digunakan pada neuralgia herpetic akut dan neuralgia post
herpetic.
b. Pengobatan nonfarmakologi
Bertujuan untuk merangsang pengeluaran endorphin dan enkefalin
yang merupakan peredam nyeri alami yang ada dalam tubuh.
1) Modifikasi perilaku
2) Stimulation (TENS), akupuntus, Latihan otot seperti peregangan,
myofascial release, spray and stretch.
3) Rehabilitasi vaksional
Pada tahap ini kapasitas kerja dan semua kemampuan penderita
yang masih tersisa dioptimalkan agar penderita dapat kembali
bekerja.
c. Pengobatan invasive : pada kasus-kasus intractable neuropathic pain
mungkin diperlukan intervensi disiplin ilmu lain seperti anestesi, dan
bedah saraf.
B. Konsep Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
Mengkaji identitas pasien dan identitas penanggung jawab pasien
dengan format nama, umur, jenis kelamin, status, agama, pekerjaan, suku
bangsa, alamat, pendidikan, diagnose medis, sumber biaya, hubungan
antara pasien dengan penanggung jawab.
a. Riwayat Keperawatan
1) Keluhan utama :
Memfokuskan pada hal-hal yang menyebabkan klien meminta
bantuan pelayanan, seperti: mengeluh nyeri
2) Riwayat penyakit sekarang :
Apa yang pasien keluhkan pada saat dikaji
3) Riwayat penyakit dahulu :
Tanyakan pada pasien menyenai riwayat penyakit
sebelumnya.
4) Riwayat alergi :
Tanyakan pada pasien mengenai Riwayat alergi yang
dimilikinya. Seperti alergi makanan, obat-obatan, dan cuaca
5) Riwayat kesehatan keluarga :
Tanyakan pada pasien mengenai penyakit genetic dan menular
yang dimiliki oleh pasien
6) Riwayat psikososial dan spiritual
Tanyakan pada pasien mengenai status emosi, konsep diri,
data sosial, dan data spiritual
7) Pola aktivitas sehari-hari
Pola ADL Aktivitas saat dirumah Aktivitas saat di RS
Makan
- Frekuensi 3 kali sehari 3 kali sehari
- Jenis Nasi, daging, sayur Bubur, daging
sayur
- Porsi Satu porsi habis Habis setengah
porsi
- Pantangan Tidak ada Tidak ada
- Keluhan Tidak ada Tidak ada
Minum
- Frekuensi 1-1,5 liter 1-1,5 liter
- Jenis Air putih Air putih
- Pantangan Tidak ada Tidak ada
- Keluhan Tidak ada Tidak ada
BAK
- Frekuensi 3-5 kali sehari 3-5 kali sehari
- Warna Kuning jernih Kuning jernih
- keluhan Tidak ada Tidak ada
BAB
- frekuensi 1-2 kali sehari 1-2 kali sehari
- konsistensi Lembek Lembek
- keluhan Tidak ada Tidak ada
Istirahat/tidur
- kuantitas 7-8 jam 4-6 jam
- kualitas Nyenyak Kurang nyenyak
- keluhan Tidak ada Tidak ada
Personal hygene
- Mandi Dua kali sehari Dua kali sehari
- Oral care Dua kali sehari Dua kali sehari
- Hair care Dua hari sekali Dua hari sekali
- kuku Seminggu sekali Tidak perawatan

8) Terapi dan obat-obatan


Pada pasien dengan keluhan nyeri, dokter biasanya
memberikan terapi analgetic untuk mengurangi rasa nyeri.
Beberapa obat untuk mengurangi rasa nyeri adalah ketorolac,
parasetamol, morfin, kodein, asam mefenamat, dan lain
sebaginya.
9) Pemeriksaan fisik :
a) Keadaan Umum
Keadaan umum meliputi: kesan umum, kesadaran, postur
tubuh, warna kulit,turgor kulit, dan kebersihan diri
b) Tanda-tanda vital
Tekanan darah : pada pemeriksaan teknaan darah biasanya
cenderung meningkat
Nadi : pada pemeriksaan nadi meningkat lebih dari 120
x/menit
Suhu : pada pemeriksaan suhu normal yaitu 36,5
Respirasi : pada pemeriksaan respirasi normal yaitu
20x/menit
a. Kepala
Bentuk kepala, adakah ditemukan adanya mikrochepal
dan makrochepal, kebersihan kulit kepala, bekas luka
dan operasi, tbenjolan, terdapat keluhan nyeri di kepala
b. Rambut
Warna rambut, kebersihan rambut, kerontokan
c. Mata
Kesimetrisan mata dstribusi rambut halis, warna
rambut halis, warna konjungtiva, warna sklera,
ketajaman penglihatan, gangguan pergerakan bola
mata, nyeri, penggunaan kacamata
d. Wajah
Kesimetrisan wajah, otot facialis, bekas luka atau
operasi
e. Telinga
Kesimterisan telinga, kebersihan, fungsi pendengaran,
pemeriksaan rinne, webber, swabach
f. Hidung
Kesimetrisan bentuk hidung, nyeri tekan, kebersihan,
cuping hidung, kepatenan jalan nafas, fungsi
penciuman
g. Mulut
Kesimetrisan bentuk mulut, warna, sianosis,
kebersihan, jumlah gigi, pembekakan gusi dan tonsil,
posisi ovula
h. Leher
Posisi trakea, kemampuan menelan, pembekakan
kelenjar
i. Dada
Warna kulit, taktil fremitus, lokasi iktus kordis, suara
nafas tambahan
j. Abdomen
Suara bising usus, kesimetrisan, warna kulit, bekas
luka, nyeri tekan, pembesaran hepas
k. Punggung
Warna kulit, kelainan tulang belakang, vocal fremitus
l. Ekstermitas atas
Kesimetrisan, warna kulit, jumlah jari, clubbing finger,
kebersihan, kekuatan otot, ROM, turgor, akral
m. Ekstermitas bawah
Kesimetrisan, warna kulit, jumlah jari, reflek patella
dan achiles, ROM, kekuatan otot
n. Genetalia
Kebersihan, nyeri, bau , luka
o. Anus dan rectum
Bau, bentuk feses, benjolan, nyeri, luka
10) Pengkajian data focus :
Pengkajian nyeri yang akurat penting untuk upaya
penatalaksanaan nyeri yang efektif. Karena nyeri merupakan
pengalaman yang subjektif dan dirasakan secara berbeda pada
masing-masing individu. Maka perlu dikaji semua faktor yang
mempengaruhi nyeri, seperti faktor fisiologis, faktor
psikologis, emosional dan sosiokultural. Pengkajian dapat
dilakukan dengan PQRST yaitu :
P : (Provoking) atau pemicu. Yaitu faktor yang memicu
timbulnya nyeri. Yang mempengaruhi peningkatan pertahana
terhadap nyeri adalah alcohol, obat-obatan hipnotis, gesekan,
pengalihan perhatian, kepercayaan yang kuat dan sebagainya.
Sedangkan faktor yang dapat menurunkan pertahanan
terhadap nyeri adalah kelelahan, bosan, cemas, nyeri yang tak
kunjung hilang, sakit dan lain-lain.
Q : (Quality) atau kualitas nyeri. Apakah taja, tumpul atau
tersayat.
R : (Region) atay daerah. Yaitu daerah lokasi nyeri. Baiknya
perawat meminta pasien untuk menunjuk bagian tubuh mana
yang dirasa sakit. Hal ini sulit dilakukan jika nyeri bersifat
difusi (menyebar).
S : (Severity) adalah keparahan atau intensitas nyeri dengan
menggunakan skala. Skala yang digunakan dapat berupa
numeric scale, wong baker scale dan lain-lain.
T : (Time) atau waktu frekuensi terjadinya nyeri menurut
(Mubarak & Chayatin, 2008).
11) Riwayat nyeri
Saat mengkaji nyeri, perawat sebaiknya memberi klien
kesempatan untuk mengungkapkan cara pandang mereka
terhadap nyeri dan situasi tersebut dengan kata-kata mereka
sendiri. Langkah ini akan membantu perawat memahami
makna nyeri bagi klien dan bagaimana ia berkoping terhadap
situasi tersebut. Secara umum pengkajian umum nyeri meliputi
:
1. Lokasi
Pengkajian lokasi mencakup 2 dimensi :
a. Tingkat nyeri, nyeri dalam atau superficial
b. Posisi atau lokasi nyeri.
Nyeri superficial biasanya dapat secara akurat
ditunjukan oleh klien, sedangkan nyeri yang hilang
timbul dari bagian dalam (Visceral) lebih dirasakan
secara umum. Nyeri dapat pula dijelaskan menjadi
empat kategori yang berhubungan dengan lokasi.
1) Nyeri terlokalisir
Nyeri dapat terlihat pada area asalnya
2) Nyeri terproyeksi
Nyeri sepanjang saraf atau serabut saraf spesifik
3) Nyeri radiasi
Penyebaran nyeri sepanjang area yang tidak
dapat dilokalisir
4) Reffered Pain (nyeri alih)
Nyeri dipersiapkan pada area yang jauh dari area
rangsangan nyeri
Untuk menentukan lokasi nyeri yang spesifik,
minta klien untuk menunjukan area nyerinya.
a) Intensitas nyeri : penggunaan skala intensitas nyeri
adalah metode mudah dan terpercaya untuk
menentukan intensitas nyeri klien.
Skala nyeri menurut Hayward yaitu :
0 : tidak nyeri
1-3 : nyeri ringan
4-6 : nyeri sedang
7-10 : sangat nyeri dan tidak bisa dikontrol
b) Kualitas nyeri
Minta pasien untuk menjelaskan nyeri yang dirasakan
apakah seperti dipukul atau ditusuk dan sebagainya
c) Pola nyeri
Pola nyeri meliputi waktu, durasi, dan kekambuhan
atau interval nyeri
d) Faktor presipitasi
Terkadang aktivitas tertentu dapat memicu timbulnya
nyeri. Seperti aktivitas fisik yang berat dapat memicu
timbulnya nyeri dada. Selain itu, lingkungan, stressor
fisik dan emosional juga dapat memicu timbulnya
nyeri.
e) Gejala yang menyertai
Gejala ini meliputi mual, muntah, pusing dan diare.
Gejala tersebut dapat terjadi disebabkan oleh awitan
nyeri atau nyeri itu sendiri
f) Pengaruh pada aktivitas sehari-hari
Dengan mengetahui sejauh mana nyeri
mempengaruhi aktivitas klien akan membantu
memahami perspektif klien tentang nyeri. Beberapa
askpek kehidupan yang dikaji terkait nyeri adalah
tidur, nafsu makan, konsentrasi, pekerjaan, hubungan
interpersonal, hubungan pernikahan, aktivitas
dirumah, aktivitas diwaktu senggang dan status
emosional.
g) Sumber koping
Setiap individu memiliki strategi koping yang
berbeda beda dalam menghadapi nyeri. Strategi
tersebut dapat dipengaruhi oleh pengalaman nyeri
sebelumnya atau pengaruh agama dan budaya.
h) Respons afektif
Respons afektif klien terhadap nyeri bervariasi.
Bergantung pada situasi, derajat, dan durasi nyeri.
Interpretasi tentang nyeri dan banyak faktor lainnya.
Perlu dikaji adanya ansietas, takut, Lelah, depresi
atau perasaan gagal pada diri klien (Mubarak &
Chayatin, 2008).
12) Observasi respons perilaku dan fisiologis
Banyak respon nonverbal yang bisa dijadikan indicator
nyeri. Salah satu yang paling utama adalah ekspresi wajah.
Perilaku seperti menutup mata rapat-rapat atau membukanya
lebar-lebar, menggigit bibir bawah, dan seringai wajah yang
dapat mengindikasikan nyeri. Selain ekspresi wajah respons
nyeri dapat berupa vokalisasi (mengerang, menangis,
berteriak) mobilisasi bagian tubuh yang mengalami nyeri,
gerakan tubuh tanpa tujuan (menendang-nendang, membolak-
balikan tubuh dikasur dll).
Sedangkan respons fisiologis untuk nyeri bervariasi,
tergantung pada sumber dan durasi nyeri. Pada awal nyeri
akut, responns fisiologis dapat meliputi peningkatan tekana
darah, nadi dan pernafasan, diaphoresis serta dilatasi pupil
akibat terstimulasinya system saraf simpatis. Jika nyeri
berlangsung lama dan saraf simpatis telah beradaprasi, respon
fisiologis tersebut mungkin akan berkurang atau mungkin
tidak ada (Mubarak & Chayatin, 2008).
13) Kemungkinan pemeriksaan penunjang
Pada pasien dengan keluhan nyeri, dokter memberikan intruksi
untuk periksa lab darah, CT Scan, dan USG jika terdapat nyeri
di abdomen
2. Analiasa data
DATA PATHWAY MASALAH
KEPERAWATAN
DS : pasien Pelepasan mediator Nyeri akut
mengatakan nyeri nyeri (histamin, berhubungan dengan
bradikinin, agen cedera fisik
DO : serotonin) ditandai dengan
- Pasien tampak frekuensi nadi
meringis Merangsang meningkat
- Pasien gelisah reseptor
- Sulit tidur
- Bersikap Dihantarkan ke
protektif serabut tipe A
- Frekuensi nadi serabut tipe C
meningkat
Medulla spinalis

Hipotalamus,
thalamus dan
system limbik

Otak

Persepsi nyeri

Nyeri akut
DO : status kesehatan Deficit perawatan diri
- Pasien tidak menurun berhubungan dengan
mampu kelemahan ditandai
merawat kuku menghambat dengan
- Kuku tampak kemampuan pasien ketidakmampuan
Panjang untuk merawat diri pasien dalam merawat
- Kuku tampak kuku
kotor penurunan motivasi

deficit perawatan
diri

3. Diagnosa Keperawatan

Rumusan diagnose keperawatan didapatkan setelah dilakukan


Analisa masalah sebagai hasil dan pengkajian kemudian dicari etiologi
permasalahannya sebagai penyebab timbulnya masalah keperawatan.
Perumusan diagnose keperawatan disesuaikan dengan sifat masalah
keperawatan yang ada. Apakah bersifat aktual potensial maupun resiko.
a. nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik ditandai
dengan frekuensi nadi meningkat
b. deficit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan ditandai
dengan ketidakmampuan pasien dalam merawat kuku

4. Perencanaan
No Diagnose Perencanaan
keperawatan Tujuan dan kriteria intervensi
hasil
1. nyeri akut Setelah dilakukan Manajemen nyeri
berhubungan tindakan keperawatan - Observasi
dengan agen selama 3x24 jam a. Identifikasi
cedera fisik diharapkan nyeri akut lokasi,
ditandai dengan berkurang dengan karakteristik,
frekuensi nadi kriteria hasil : durasi,
meningkat - Keluhan nyeri frekuensi,
menurun kualitas,
- Meringis intensitas nyeri
menurun b. Indentifikasi
- Gelisah menurun skala nyeri
c. Monitor efek
samping
penggunaan
analgetik
- Terapeutik
a. Berikan Teknik
nonfarmakologis
untuk
mengurangi rasa
nyeri
b. Control
lingkungan yang
memperberat
rasa nyeri
c. Fasilitasi
istirahat dan
tidur
- Edukasi
a. Jelaskan
penyebab,
periode, dan
pemicu nyeri
b. Jelaskan strategi
dalam
meredakan nyeri
c. Anjurkan
monitor nyeri
secara mandiri
- Kolaborasi
a. Kolaborasikan
pemberian
analgetic jika
perlu

2 Deficit Setelah dilakukan Perawatan kuku


tindakan keperawatan
perawatan diri Observasi
selama 3x24 jam
berhubungan diharapkan deficit - Monitor
perawatan diri teratasi
dengan kebersihan dan
dengan kriteria hasil :
kelemahan - Pasien dapat kesehatan
mempertahankan
ditandai dengan kuku
kebersihan diri
ketidakmampuan - Meningkatkan - Monitor
minat perawatan
perubahan
diri
pasien dalam - Memverbalisasi yang terjadi
keinginan
merawat kuku pada kuku
melakukan
perawatan diri Terapeutik
- Rendam kuku
dengan air
hangat
- Bersihkan
kuku dengan
bahan alami
- Lembabkan
daerah sekitar
kuku
Edukasi
- Anjurkan
memotong dan
membersihkan
kuku secara
rutin
- Anjurkan
mengkonsumsi
makanan kaya
biotin

5. Implementasi
Implementasi adalah tindakan yang direncanakan dalam rencana
keperawatan. Implementasi juga adalah suatu komponen dari proses
keperawatan yang merupakan kategori dari perilaku keperawatan dimana
tindakan yang diperlukan dari asuhan keperawatan yang dilakukan dan
diselesaikan.
6. Evaluasi
Evaluasi keperawatan yaitu tahapan terakhir dari proses
keperawatan untuk mengukur respon klien terhadap tindakan keparahan
dan kemajuan klien kearah capaian tujuan.
Evaluasi merupakan kegiatan yang terjadi pada setiap langkah dari
proses keperawatan dan pada kesimpulan. Evaluasi keperawatan dicatat
dan disesuaikan dengan setiap diagnose keperawatan.
Evaluasi untuk setiap diagnose keperawatan meliputi data subjektif,
data objektif, Analisa permasalahan, serta perencanaan ulang berdasarkan
Analisa data diatas. Evaluasi ini juga disebut evaluasi proses. Semua
dicatat pada formular pencatatan perkembangan.
DAFTAR PUSTAKA

Berman, Snyder, Kozier, Erb.. (2009). Buku Ajar Keperawatan Klinis. Jakarta : EGC.
Brunner & Suddarth, 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah . Jakarta. EGC.
Butterworth JF, Mackey DC, Wasnick JD. 2013. Morgan & Mikhail’s Clinical Anesthesiology
Fifth Edition. Mc Graw Hill Education.

Smeltzer S.C., Bare B.G. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC.

Swleboda P et.al. Assessment of Pain: Types, Mechanism, and Treatment.Ann Agric Environ
Med. 2013 December 29; Special Issue 1:2-7.

Herdman T, &. K. 2015. Diagnosis Keperawatan Definisi & Klasifikasi . Jakarta : EGC

Tim Pokja SDKI PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia Definisi dan
Indikator Diagnostik. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional
Indonesia .

Tim Pokja SIKI PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia Definisi dan
Tindakan Keperawatan . Jakarta: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional
Indonesia.

Tim Pokja SLKI PPNI. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia Definisi dan Kriteria
Hasil Keperawatan. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional
Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai