Anda di halaman 1dari 28

A.

Pengertian nyeri
Nyeri adalah bagian integral dari kehidupan. Nyeri adalah alasan paling
sering bagi seseorang untuk mencari bantuan medis. Sekalipun begitu, meski
lazim terjadi, nyeri tetap sulit untuk didefinisikan. Satu definisi umum
menyatakan bahwa “nyeri adalah pengalaman apa pun yang dikatakan
seseorang, ada ketika ia mengatakannya”. Nyeri tidak hanya sensasi tidak
menyenangkan dan tidak mengenakkan yang timbul akibat cedera, keseleo,
atau penyakit. Nyeri dapat juga merupakan pengalaman emosi yang tidak
berhubungan dengan kerusakan jaringan. Contohnya, nyeri adalah istilah
yang digunakan untuk menggambarkan perasaaan yang terkait dengan
kehilangan, dukacita, dan bahkan cinta tak terbalas. Nyeri juga merupakan
pengalaman individu dan pribadi. Cara seseorang mengungkapkan dan
mengatasi nyeri akan ditentukan oleh budaya, pengalaman hidup, dan
kepribadian seseorang (Nair dkk, 2015).
Nyeri adalah pengalaman sensori dan emosional yang tidak
menyenagkan akibat dari kerusakan jaringan yang actual atau potensial.
Nyeri adalah alasan utama seseorang untuk mencari bantuan perawatan
kesehatan. Nyeri terjadi bersama banyak proses penyakit atau bersamaan
dengan beberapa pemeriksaan diagnostic atau pengobatan . Nyeri sangat
mengganggu dan menyulitkan lebih banyak orang dibandingkan suatu
penyakit manapun (Brunner & Suddarth, 2001).

Nyeri yang tidak tertangani dapat memiliki pengaruh merugikan pada


sistem kardiovaskuler, pernafasan, pencernaan, neuroendokrin, dan
muskuluskeletal. Nyeri juga dapat meningkatkan ansietas dan kesulitan tidur.
Penatalaksanaan nyeri sering kali berkaitan dengan pemberian analgesia;
namun demikian, terdapat bermacam – macam metode pereda nyeri
nonfarmakologi yang tersedia. Karena nyeri bergantung pada rencana asuhan
holistik seseorang, yang mengunakan penanganan farmakologi dan non
farmakologi (Nair dkk, 2015).

Nyeri Page 1
B. Klasifikasi nyeri
Nyeri diklasifikasikan menurut durasinya (Nair dkk, 2015).
1. Nyeri akut terkait dengan awitan tiba – tiba yang parah ; tetapi seperti
nyeri transien, nyeri berlangsung lama dan terus – menerus sampai
penyembuhan berlangsung. Nyeri akut sangat hebat dan dapat menjadi
pengalaman yang tidak tertahankan; sebagai respon area pada otak
berusaha untuk memulihkan homeostatis dengan memulai respon
otonom. Talamus, hipotalamus, dan formasi retikuler (gambar 15.8),
contohnya, meningkatkan diaforesis, takikardia, hipertensi, dan takipnea
sebagai respons terhadap nyeri akut.
2. Istilah nyeri kronis digunakan untuk mendeskripsikan nyeri yang
berlanjut meskipun penyembuhan telah usai. Meskipun nyeri mungkin
tetap hebat seperti nyeri akut, terdapat sedikit atau tidak ada respons
otonom. Nyeri akut adalah gejala cedera atau kondisi medis terkait.
Sebaliknya, nyeri kronik timbul sesudah cedera atau penyakit telah pulih.
Untuk alasan ini, nyeri kronik sering kali dianggap sebagai suatu sindrom
kondisi medis tanpa penyebab lain.

Berdasarkan lokasinya, nyeri dapat dibedakan menjadi nyeri perifer, nyeri


sentral, dan nyeri psikogenik Satyanegara. (2014).
1. Nyeri perifer bisa dibagi menjadi 3, yaitu nyeri kutaneus
(superfisial)perifer, nyeri dalam (profunda), dan nyeri alih (refered pain).
a. Nyeri superfisial berasal dari saraf perifer di kulit dan mukosa
b. Nyeri dalam/profunda berasal dari reseptor sendi tendon, fasia, dan
organ dalam (visera). Nyeri ini bersifat tumpul, terus=meners atau
seperti terbakar, dipicu oleh stimulasi mekanik seperti tekanan,
kerusaka jaringan, dan stimulasi kimiawi. Msalnya pada keadaan
distensi atau kontrkasi otot polos, peregangankapsul yang
mengelilingi organ, iskemia dan nekrosis, atau iritasi dari senyawa
kimiawi yang dihasilkan proses inflamasi. Nyeri viseral bersifat

Nyeri Page 2
difus, dapat disertai dengan respon otonomik seperti berkeringat
dan mual, perubahan tekanan darah dan denyut jantung.
c. Nyeri alih (referrd pain) merupakan nyeri yang dirasakan di tempat
jauh dari sumber nyeri, diakaibatkan bersatunya serabut-serabut
aferern yang berbeda pada neuron-neuron kornu posterior yang
sama di medulla spinalis.
2. Nyeri sentral
Merupakan nyeri yang diakiatkan oleh adanya rangsangan pada sum-sum
tulang belakang, batang otak. Talamus, maupun korteks serebri.
3. Nyeri psikognik
Adalah nyeri yang dipicu dan dieksaserbasi oleh faktor psikologis.
C. Stimulus nyeri
Seseorang dapat menoleranasi menahan nyeri atau dapat mengenali jumlah
stimulasi nyeri sebelum merakan nyeri. Ada beberapa jenis stimulus nyeri,
diantaranya adalah sebagai berikut:
1. Trauma oada jaringan tubuh
2. Ganggua pada jaringan tubuh
3. Tumor
4. Iskemia pada jaringan
5. Spasme otot (Triyana, yani 2013).
D. Sifat-sifat nyeri
1. Nyeri menyebabakan kelelahan dan membutuhkan banyak energi
2. Nyeri bersifat subjektif dan individual
3. Nyeri tak dapat dinilai secara objektif seperti siar X dan lab darah
4. Peawat hanya dapat mengkaji nyeri pasien dengan melihat perubahan
fisiologis tingkah laku dan dari pernyataan klien
5. Hanya klien yang menegtahui saat nyeri timbul dan rasanya.
6. Nyeri merupakan mekanisme pertahanan fisiologis
7. Nyeri merupakan tanda peringatan adanya kerusakan jaringan
8. Nyeri mengawali ketidakmampuan
9. Persepsi yang salah tentang nyeri menyebabkan manjemen nyeri jadi
tidak optimal (Triyana, yani 2013)

Nyeri Page 3
E. Fisiologi nyeri
Fase nyeri mengikuti tiga langkah proses dasar yaitu :
1. Gangguan atau cedera, seperti terluka atau terbakar, dideteksi pada sistem
saraf perifer oleh saraf khusus yang disebut nosiseptor
2. Impuls saraf kemudian dihasilkan, yang mengirim impuls nyeri ke sistem
saraf pusat.
3. Pesan ini diterima oleh otak, dimana tingkat dan signifikasi gangguan atau
cedera diinterpretasikan dan nyeri dirasakan (Nair dkk, 2015)..
F. Nosiseptor
Nosiseptor adalah ujung saraf bebas yang ada disetiap jaringan ditubuh,
kecuali otak. Nosiseptor diaktfkan oleh stimulus berbahaya, yang terdiri dari
tiga jenis luas – termal, mekanik dan kimia. Seperti namanya, stimulus termal
adalah sensasi dingin atau panas hebat. Sebaliknya, stimulus mekanik
dihasilkan oleh kerusakan jaringan yang disebabkan oleh trauma atau
penyakit, yang mencakup :
Kerusakan pada jaringan akibat trauma atau cedera minor
Kurangnya aliran darah dan oksigen, misalnya iskemia dan hipoksia
Ulserasi
Infeksi
Kerusakan saraf
Inflamasi (Nair dkk, 2015)..
Stimulus kimia mendeteksi adanya zat kimia, seperti histamin, kinin
dan prostaglandin, yang dilepas akibat adanya kerusakan dan inflamasi
jaringan.
G. Patofisiologi nyeri
Menurut patofisiologinya, nyeri dibagi menjadi nyeri nyeri nosiseptif,
inflamasi, dan neuropatik. Secara uum, rangsangan nyeri yang diterima oleh
reseptor berjalan melalui traktus spinotalamikus ke talamaus dan kemudia
berakhir di korteks somatosensorik primer.
1. Nyeri nosiseptif

Nyeri Page 4
Reseptor nyeri atau bisa disebut dengan nosisptoe adalh ujung saraf
bebas. Nosiseptor berada dikulit, oto, sendi, dan visera dngan densitas
yang berbeda-beda yang menghasilkan impuls ke medulla spinalis.
Dari nosiseptor, impuls nyeri dibawa oleh akson (serabut saraf) ke
medulla spinalis. Serabut saraf dibedakan berdasarkna diamter, kecepatan
hatar, dan fungsinya. Serabut A diameternya besar dan bermielin,
kecepatan hantar sarafnya tinggi dan membawa impuls motorik dan
sensorik. Seranut B diameternya lebih kecil, kecepatan hantar saraf kurang
bila dibandingkan dengan serabut A dan membawa impuls otonom.
Serabut C memiliki diameter terkecil, tidak bermielin, kecepatan hnatar
sarafya paling lambat dan membawa impuls nyeri dan ototnom.
Jenis serabut Kecepatan hantar
Diameter (µm) Fungsi
saraf (m/s)
A 12-20 70-120 Propriosepsi,
motorik
5-12 30-70 Raba, tekanan
3-6 15-30 Motorik ke
spindel otot
2-5 12-30 Nyeri, suhu,
raba
B <3 3-15 Preganaglion
otonom
C radiks 0.4 -1.2 0.5-2 Nyeri, respons
refleks
Simpatis 0.3 – 1.3 0.7-2.3 Postganglion
simpatis

Potensial aksi yang terbentuk di salah satu jenis organ reseptor


dihantarkan ke arah sentral sepanjang seraf aferen, yang badan selnya
terleta diganglion rdiks dorsalis. Serabu aferen dari area tubuh tersebut

Nyeri Page 5
berjalan dalam selubung jaringan ikat yang membentuk kabel saraf yang
mengandung pembuluh darah yang menyuplai saraf.
Proses nosisepsi terdiri dari empat tahap (1) transduksi, (2) transmisi,
(3) modulasi, dan (4) persepsi. Transduksi adalah suatu proses penerjemah
stimulus nyeri pada ujung saraf aferen. Transmisi adalah prose pengiriman
impuls nyeri ke mornu posterior medulla spinalis dan dilanjutkan melaului
traktur sensorik ke ortak. Modulasi merupakan proses interkasi antara
sistem aalgesik edogen dengan impuls nosiseptif yang masuk ke kornu
posterior medulla spinalis, dimana terjadi pengurangan atau penguatan
impuls tersebut. Persepsi adalah hasil akhir dari proses transduksi,
trnasmisi, dan modulasi yan gpada akhirnya menghasilkan suatu perasaan
yang subjektif yang dikenal dengan nyeri.
Keempat proses diatas berkaitan erat dengan “Gat Control Theory of
Pain” yang dikemukakan oleh Melzack dan Wll pada tahun 1965. Menurut
teroi ini, setiap kornu posterior medulla spinalis terdaat mekanisme seperti
gerbang yang menginhibisi atau memfasilitasi impuls saraf aferen ke
medulla spinalis sebelum timbul persepsi dan respon nyeri. Serabut besar
dan kecil yang menghantarkan nyeri bersama-sama memamsuiki radiks
dorsalis medulla spnalis. Aktivitas berdiamter besar menyebabkan
“penutupan” gerbang, sehingga menurunkan rangsangan nyeri. Sedangkan
serabut berdiameter kecil untuk “pembukaan” gerbang sehigga
memperkuat rangsangan nyeri.

Gate Control Teori

Nyeri Page 6
2. Nyeri inflamsi
Infalmasi dapat melepaskan mediator-mediator inflamasi seperti
bradikinin, serotonin, histamin, nitric oxide (NO), prostagladin, dan
sitokinin. Substansi-substasi ini berkontribusi terhadapa tnada-tnada
radang klasik : kemerahan (rubor), panas (color), pembekakan (tumor),
nyeri (dolor), dan gangguan fungsi (functio laesa). Di antara substansi
diatas yang memainkan perenan penting dalam proses inflamasi dan nyeri
adalah metabolit dari asam arakhidonat (tromboksan, prostagladin,
leukotrien, lipoksin, dan epoxyeico satrienoic acids [ETT], isoprostan dan
cylopentenone prostaglandin).
a. Sensitasi perifer
Cedera da inflamsi jaringan akan menyebabakan perubahan
kimiawi pad ujung nosiseptor. Sel yang rusak akan melepaskan
komponen intaseluler seperti adenosin trifosfat, sitokin, chmokine,
faktor pertumbuhan dan ion K+, serta pH yang menurun.
Produksi prostanoid pada tempat cedera merupakan komponen
utama reaksi inflmasi. Prostanoid terbentuk dari asa arakodonat.
Cyclooxygenase-2 (COX-2) berperan mengkonversi asalam
arakidonat menjadi prostaglandin H yang kemudian dikonversi
menjadai spesies prostanoid yang spesifik. Cyclooxygenase-2 (COX-
2) dipicu oleh interleukin 1-β dan tumor necrosis factor-α ang
keduanya terbentuk beberapa jam setelah permulaan inflamasi.

Sensitisasi perifer pada nyeri inflamasi

Nyeri Page 7
Keterangan : stimlus nyeri dapat menyebabkan sensitasi respn sistem
saraf terhadap stimulus berikutnya. Respon nyeri yang normal
ditunjukan oleh kurva sebelah kanan. Pada cedera jaringan, kurva
terebut akan bergeser kekiri, sehinggga stimulus nyeri dirasakan lebih
nyeri (hiperalgesia), dan stimulus bukan nyeri juga dirasakan sebagai
nyeri (allodinia)
b. Sensitasi sentral
Sensitasi sentral memfasilitasi dan memperkuat transfer sinaptik
dari noriseptor ke neuron kornus dorsalis. Pada alanya proses ini
dipacu oleh input nosiseptor ke medulla spinalis, kemudian terjadi
perubahan molekuler neuron. Selain itu, sensitasi sentral dapat juga
terjadi akibat sesitasi nosiseptor akibat inflamasi dan aktivitas ektopik
spontan stelah cedera syaraf.
Proses sensitasi sentrak serupa denga sensitasi perifer, diawali
dengan aktivitas kinase intaaseluler memacu fosforilasi saluran ion
dan reseptor dan terjadi perubahan fenotf neuron. Hal ini merupakan
bentuk plastisitas sistem saraf, dimana terjadi perubahan fungsi
sebagai rspon perbahan input (kerusakan jaringan). Pada keadaan
aliran impuls sensoris masif akibat kerusakan hebat jaringan, dalam
bebepa detik detik neuron dimedulla spinalis akan menjadi
hiperresponsif. Reaksi ini menyebabkan munculnya nyeri akibat
stimulus bukan nyeri
3. Nyeri neuropatik
Nyeri neuropatik dapat muncul sebagai konsekuensi langsung sebuah
lesi atau peyakit yang mempengaruhi sistem somatosensorik. Faktor-faktor
pecetus bervariasi dan meliputi kanker, gangguan metabolik dan infeksi
viral. Secara koinin gejala meliputi peningkata respon nyeri terhadap
stimulus nyeri (hiperalgesia) dan tidak berbahaya (alodinia) dan nyeri
spontan seperti tersengat listrik.
Mekanisme nyeri neuropatik termasuk aktivitas saraf ektopik
(spontan), sensitasi perifer dan sentral, perubahan fenotipik srabut saraf
perifer dan palstisitas struktural dalm sistem pusat.

Nyeri Page 8
a. Mekanisme perifer
Setelah lesi saraf, neuro aferen primer yang rusak dan yang tidak
cedera menunjukan aktivitas ektopik (spontan) yang mendorong
terjadinya nyeri neuropatik. Rekaman elektrofisiologis
menggambarkan setelah lesi pada saraf, aktivitas ektopik, eksibilitas
abnormal da peningkatan sensivitas terhadap stimulus kimiawi,
termal, dan mekanik terjadi pada neuroma (tempat lesi dengan
pertumbuhan akson tang terhambat), dibadan sel neuro ganglion
radiks dorsalis yang cedera dan diserabut aferen yang berdekatan.
Hiperaktivitas yang melibatkan aferen primer nosiseptif disebut
sebagai sensitasi perifer.
b. Mekanisme sentral
Setelah lesi syaraf, akibat ssitifitas perifer, terjadi penngkatan aktivitas
neuron nosideptif tingkat kedua, wiliyah penerimaan impuls meluas
dan terjadi peningkatan respon terhadap impuls aferen termasuk
stimulus taktil yang tidak berbhaya. Dalam keadaan patologis ini,
hipraktivitas nosiseptor perifer menyebabbkan perubahan sekunder
yang besar dala kornu posterior medulla spialis, mekanoreseptor Aβ
yang memiliki ambang rangsang rendah dapat mengaktivasi neuron
nosisptif tingkat kedua sebagai respon terhadap stimulu nyeri,
terminal sentral aferen nosiseptif di kornu posterio medulla spinalis
melepaskan neurotransmiter eksitatorik glutamat dan substansi P dan
juga faktor-faktor neurotropik lain sehingga terjadi aktivasi jaur sinyal
nyeri. Fenomena ii disebut dengan sensitasi sentral.
H. Faktor-faktor yang mempengaruhi respons nyeri
Nyeri dialami oleh pasien dipengaruhi oleh sejumlah factor, termasuk
pengalaman masa lalu dengan nyeri; ansietas; usia; dan harapan tentang
penghilang nyeri(efek plasebo). Factor-faktor ini dapat meningkatkan atau
menurunkan persepsi nyeri pasien. Meningkat dan menurunnya toleransi
terhadap nyeri dan pengaruh sikap respons terhadap nyeri.
1. Pengalaman masa lalu dengan nyeri

Nyeri Page 9
Adalah menarik untuk berharap dimana individu yang mempunyai
pengalaman multiple dan berkepnjangan dengan nyeri akan lebih sedikit
gelisah dan lebih toleran terhadap nyeri dibanding orang yang mengalami
sedikit nyeri. Bagi kebanyakan orang, bagaimanapun hal ini tidak selalu
bena. Seringkali, lebih berpengalaman individu dengan nyeri yang
dialami, makin takut individu tersebut terhadap peristiwa menyakitkan
yang akan diakibatkan. Individu ini mungkin akan sedikit mentoleransi ;
akibanya ia ingin nyerinya segera reda dan sebelum nyeri tersebut
menjadi lebih parah. Reaksi ini hamper pasti terjadi jika individu tersebut
menerima peredaan nyeri yang tidak adekuat dimasa lalu. Sekali individu
mengalami nyeri berat, individu tersebut mengetahui hanya seberapa
berat nyeri itu dapat terjadi. Sebaliknya, individu yang tidav pernah
mengalami nyeri hebat tidak mempunyai rasa takut terhadap nyeri itu
Cara seseorang berespons terhadap nyeri adalah akibat dari banyak
kejadian nyeri selama rentang kehidupannya. Bagi beberapa orang, nyeri
masa lalu dapat saja menetap dan tidak terselesaikan , seperti pada nyeri
berkepanjangan atau ronis dan persisten. Individu yang mengalami nyeri
selama berbulan-bulan atau bertahun-tahun dapat mudah marah, menarik
diri dan depresi.
Efek yang tidak diinginkan yang diakibatkan dari pengalaman
sebelumnya menunjukan pentingnya perawat untuk waspada terhadap
pengalaman masa lalu pasien dengan nyeri. Jika nyerinya teratasi dengan
cepat dan dengan adekuat, individu mungkin lebih sedikit ketakutan
terhadap nyeri dimasa mendatang dan mampu mentoleransi lebih baik.
2. Ansietas dan nyeri
Mesikipun umum diyakini bahwa ansietas akan meningkatkan nyeri,
mungkin tidak seluruhnya benar dalam semua keadaan. Riset tidak
memperlihatkan suatu hubungan yang konsisten antara ansietas dan nyeri
juga tidak memperlihatkan bahwa pelatihan pengurangan stress pra
operatif menurunkan nyeri pascaoperatif. Namun, ansietas yang relevan
atau berhubungan dengan nyeri dapat mengkatkan persepsi pasien
terhadap nyeri. Sebagai contoh, pasien yang telah mendapatkan

Nyeri Page 10
pengobatan aner payudara 2 tahun yang lalu dan sekarang mengalami
nyeri pinggang merasa takut bahwa nyeri tersebut merupakan indikasi
dari metastasis. Dalam kasus ini ansietas dapat mengakibatkan
peningktan nyeri. Ansietas yang tidak berhubungan dengan nyeri dapat
mendidtraksi pasien dan secara actual dapat menurunkan persepsi nyeri.
Sebagai contoh, seorang ibu yang dirawat dengan komlikasi akibat
kolesistektomi dan cemas tentang anak-anaknya meningkat.
Penggunaan rutin medikasi antiansietas untuk mengatasi ansietas
pada seseorang dengan nyeri dapat membuat orang tidak melaporkan
nyeri karena sedasi yang berlebihan dan dapat merusak kemampuan
pasien untuk melakukan nafas dalam, turun dari tempat tidur dan kerja
sama dengan rencana pemulihan. Secara umum, cara yang lebih efetif
untu menghilangkan nyeri adalah dengan mengarahkan pengobatan pada
nyeri etimbang ansietas.
3. Budaya dan nyeri
Budaya dan etniksitas mempunyai pengaruh pada bagaimana
seseorang berespons terhadap nyeri (bagaimana nyeri diuraikan atau
seseorang berperilaku dalam berespons terhadap nyeri). Namun, budaya
dan etni tidak mempengaruhi persepsi nyeri .
Sejak dini pada masa kanak-kanak individu belajar dari sekitar
mereka respons nyeri yang bagaimana yang dapat diterima atau tidak
diterima. Sebagai contoh, anak dapat belajar bahwa cedera akibat
olahraga tidak diperkirakan akan terlalu menyakitkan disbanding dengan
cedera akibat kecelakaan motor. Yang lainnya mengajarkan anak stimuli
apa yang diperkirakan akan menimbulkan nyeri dan respons perilaku apa
yang diterima. Keyakinan ini beragam dari satu budaya dengan
budayalainnya; arena orang dari budaya yang berbeda yang mengalami
nyeri dengan intensitas yang sama dapat tidak melaporkannya atau
berespons terhadap nyeri tersebut dengan cara yang sama.
Harapan budaya tentang nyeri yang individu pelajari sepanjang
hidupnya jarang dipengaruhi oleh pemajanan terhadap nilai-nilai yang

Nyeri Page 11
berlawanan dengan budaya lainnya. Akibatnya individu yakin bahwa
persepsi dan reaksi mereka terhadap nyeri adalah normal dapat diterima.
Nilai-nilai budaya perawat dapat berbeda dengan nilai-nilai budaya
pasien dari budaya lain. Harapan dan nilai-nilai budaya perawat dapat
mencakup menghindari ekspresi nyeri yang berlebihan, seperti
meringanva atau atau menangis yang berlebihan.
4. Usia dan nyeri
Pengaruh usia pada persepsi nyeri dan toleransi nyeri tidak diketahui
secara luas. Pengkjian nyeri pada lansia mungkin sulit karena perubahan
fisiologis dan psikologis yang menyertai proses penuaan. Cara lasia
berespons terhadap nyeri dapat berbeda dengan cara berespons orang yang
berusia lebih muda. Persepsi nyeri pada lansia mungkin berkurang sebagai
akibat dari perubaha patologis berkaitan dengan beberapa penyakit (mis.,
diabetes), tetapi pada individu lansia yang shat persepsi nyeri mungkin
tidak berubah. Lansia cenderung untuk mengabaikan nyeri dan menahan
nyeri yang berat dalam waktu yang lama sebelum melaporkannya atau
mencari perawatan kesehatan. Banyak individu lansia yang sangat
ketakutan terhadap adiksi dan sebagai akibatya mereka tidak akan
melaporkan bahwa mereka mengalami nyeri atau meminta obat-obat untuk
nyerinya.
5. Efek plasebo
Efek plasebo terjadi ketika seseorang berespon terhadap pengobatan
atau tindakan lain karena suatu harapan bahwa pengobatan atau tindakan
tersebut akan memberikan hasil bukan karena tindakan atau pengobatan
tersebuut benar-benar bekerja.
Efek plasbo timbul dari produksi alamiah (endogen) endorfin dalam
sistem kontrol desenden. Efek ini merupakan respons fisiologis sejati yang
dapat diputar-balik oleh nalokson, suatu antagonis narkotik.
Harapan positif pasien tentang pengobatan dapat meningkatkan
keefektifan medikasi atau intervensi lainnya. Sering kali makin banyak
petunjuk yang diterima pasien tentang keefktifan itervensi, maka efektif
intervensi tersebut nantinya.

Nyeri Page 12
Menurut Triyana, yani (2013) faktor-faktor yang mempengaruhi nyeri antara
lain:
1. Kultur
Orang belajar dari budaya tetang bagaimana seharusnya mereka merespons
terhadapa nyeri. Misalnya suatu daerah yang mneganut kepercayaan
bahwa nyeri adalah akibat yang harus diterima karena mereka melakukan
kesalahn, maka mereka tidak mnegeluh jika ada nyeri
2. Perhatian
Tingkat seorang dalam memfokuskan perhatian pada nyeri dapat
mempengaruhi persepsi nyeri. Menurut Gill perhatian yang meningkat
dihubungkan dengan nyeri yang meningkat. Sedangkan , upaya distraksi
dihubungkan dengan respon nyeri yang menurun.
3. Dukungan dari keluarga dan sosial
Indiviud yang mengalami nyeri sering kali bergantung pada anggota
keluarga dan tean dekat untuk memperoleh dukungan dan perlindungan
4. Arti nyeri
Arti nyeri bagi setiap orang berbeda-bda, namun mayoritas mengganggap
bahwa nyeri cenderung negatif, seperti membahayakan, merusak, dll.
Keadaan ini dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti usis, jenis kelamin,
latar belakang sosial kultural, lingkungan, dan pangalaman.
5. Persepsi nyeri
Persepsi nyeri merpakan peniliaian yang sangat subjektif bagi setiap orang.
Persepsi diproses dibagian korteks. Persepsi dipengaruhi oleh faktor yang
dapat memicu stimulasi nociceptor.
6. Toleransi nyeri
Toleransi erat kaitannya dengan adanya intensitas nyeri yang dapat
mempengruhi seseorang menahan nyeri. Faktor yang dapat memengaruhi
peningkatan tolerasni nyeri antara lain obat-obatan, hipnosis, pengalihan
perhatian, kepercayaan yang kuat. Sedangkan yang menurukan toleransi
antara lain kelelahan, rasa marah, bosan, cemas, dan sakit.

Nyeri Page 13
I. Mengkaji Persepsi Nyeri
Alat-alat pengkajian nyeri dapat digunakan untuk mengkaji persepsi
nyeri seseorang. Agar alat-alat pengkajian nyeri dapat bermanfaat, alat
tersebut harus memenuhi kriteria berikut :
1. Mudah dimengerti dan digunakan
2. Memerlukan sedikit upaya pada pihak pasien
3. Mudah dinilai
4. Sensitive terhadap perubahan kecil dalam intensitas nyeri
Alat-alat pengkajian nyeri dapat digunakan untuk mendokumentasikan
kebutuhan intervensi, untuk mengevaluasi efektivitas intervensi dan untuk
mengidentifikasi kebutuhan akan intervensi alternatif atau tambahan jika
intervensi sebelumnya tidak efektif dalam meredakan nyeri individu.
Deskripsi Verbal tentang nyeri. Individu merupakan penilai terbaik dari
nyeri yang dialaminya dan karenanya harus diminta untuk menggambarkan
dan membuat tingkatnya. Informasi yang diperlukan harus menggambarkan
nyeri individual dalam beberapa cara yang berikut :
1. Intensitas nyeri

Individu dapat meminta untuk membuat tingkatan nyeri pada skala verbal
(misalnya tidak nyeri, sedikit nyeri, nyeri hebat, atau sangat hebat; atau 0
sampai 10: 0 = tidak ada nyeri, 10 = nyeri sangat hebat).
2. Karakteristik nyeri
Termasuk letak, durasi (menit, jam, hari, bulan, dsb), irama (misalnya
terus-menerus, hilang timbul, periode bertambah dan berkurangnya
intensitas atau keberadaan dari nyeri) dan kualitas (misalnya nyeri seperti
ditusuk, seperti terbakar, sakit, nyeri seperti digancet)
3. Factor-faktor yang meredakan nyeri
Misalnya gerakan, kurang gerak, pengerahan tenaga, istirahat, obat-obat
bebas, dsb) dan apa yang dipercaya pasien dapat membantu mengatasi
nyerinya. Banyak orang yang mempunyai ide-ide tertentu tentang apa
yang akan menghilangkan nyerinya. Perilaku ini sering didasarkan pada
pengalaman atau trial and eror.

Nyeri Page 14
4. Efek nyeri terhadap aktifitas kehidupan sehari-hari
Misalnya tidur, napsu makan, konsentasi, interaksi dengan orang lain,
gerakan fisik, bekerjan dan aktivitas-aktivitas santai). Nyeri akut sering
berkaitan dengan ansietas dan nyeri kronis dengan depresi.
5. Kekhawatiran individu tentang nyeri
Dapat meliputi berbagai masalah yang luas, seperti beban ekonomi,
prognosis, pengaruh terhadap peran dan perubahan citra diri.

J. Pedoman untuk menggunakan skala pengkajian nyeri

jika digunakan sebagai grafik skala peringkat, dianjurkan nilai dasar 10cm
nilai dasar 10cm dianjurkan untu skala VAS

Skala Analog Visual (VAS), Skala analogi visual sangat berguna dalam
mengkaji intensitas nyeri. Skala tersebut adalah berbentuk horizontal
sepanjang 10cm, dan ujungnya mengidentifiasi nyeri yang berat. Pasien
diminta untu menunju titik pada garis yang menunjukan letak nyeri terjadi
disepanjang rentang tersebut. Ujung kiri biasanya menandakan “tidak ada”
atau “tidak nyeri”, sedangkan ujung kanan menandakan “berat” atau “nyeri
yang paling buruk”. Untuk menilai hasil, sebuah penggaris diletakkan

Nyeri Page 15
sepanjang garis dan jarak yang dibuat pasien pada garis dari “tidak ada nyeri”
diuur dan ditulis dalam sentimeter.
Menggunakan sala tertulis untuk mengkaji nyeri tidak mungkin
dilakukan jika pasien sakit seius atau baru saja mengalami pembedahan.
Dalam kasus ini pasien dapat ditanya: ‘pada skala dari nol sampai dengan
sepuluh’ nyeri paling buru yang dapat terjadi ,’seberapa berat nyeri yang anda
rasaan saat ini?” pasien biasanya dapat berespon tanpa kesulitan. Jika mungin
perawat dapat menunjukkan kepada pasien bagaimana skala nyeri bekerja jika
nyeri belum terjadi (yaitu saat praoperasi) tingkat angka individu dapat
dicatat dan digunakan untuk mengkaji efektifitas dari intervensi pereda nyeri.
Jika pasien tidak dapat berbahasa Indonesia atau tidak mampu
mengkomunikasian dengan jelas informasi yang dibuthkan untuv mengatasi
nyeri, seorang interpreter penerjemah, atau anggota eluarga yang terbiasa
dengan metode komunikasi pasien harus dikonsulkan dan metode untuk
pengkajian nyeri dibuat.
Apabila seseorang dengan nyeri dirawat di rumah oleh keluarga atau
perawat, skala nyeri mungvin membantu dalam mengkaji efektifitas
intervensi yang diterapkan jia sala digunakan sbelum dan sesudah intervensi
diberikan. Skala yang menunjukkan letak dan pola nyeri dapat berguna bagi
perawat rumah dan mengidentifiasi sumber atau tempat nyeri baru pada
pasien yang saikit kronis atau pasien sakit terminal dan dalam memantau
perubahan tingat nyeri pasien. Pasien dan keluarga yang memberi perawatan
dapat diajari cara menggunakan skala pengkajian nyeri untuk mengkaji dan
mengatasi nyeri pasien. Perawat rumah yang mengunjungi pasien hanya pada
interval waktu tertentu dapat menggunakkan catatan tertulis nilai nyeri dalam
mengevaluasi seberapa efektif strategi penatalaksanaan nyeri yang telah
dijlani.
Pada suatu kesempatan, seorang akan menyangal merasaan nyeri ketika
kebanyakan orang dalam keadaan yang sama akan melaporkan nyeri yang
signifikan. Sebagai contoh, bukanlah hal yang tidak biasa pasien yang pulih
dari penggantian sendi total untuk menyangkal rasa nyeri tetapi pada
pertanyaan selanjutnya akan dengan mudah mengakui, mengalami “sakit

Nyeri Page 16
yang sangat hebat, tetapi saya tidak akan menyebutnya nyeri.”Selanjutnya,
saat mengevaluasi nyeri pasien ini, perawat akan menggunakan kata-kata
pasien dari pada kata “nyeri”.

K. Sistem Kontrol Desenden


System kontrol desending adalah suatu system serabut berasal dalam otal
bagian bawah dan bagian tengah (terutama periaqueductal gray matter) atau
berakhir pada serabut interneuronal inhibitor dalam kornu dorsalis dari
medulla spinalis. System ini kemungkinan selalu aktif; keadaan aktif ini
mencegah transmisi terus, meneus stimulus nyeri, sebagian melalui aksi dari
endorphin.
Proses kognitif dapat menstimulasi produksi endorfin dalam system
kontrol descenden. Efektivitas dari system ini digambarkan oleh efek
distraksi. Sebagai contoh, individu yang mencoba meyelamatkan diri dari api
sering tidak menyadari bahwa mereka menderita luka bakar sampai mereka
mecapai keselamatan, otak menutup. Persepsi nyeri yang secara relatif kurang
penting, dengan menstimulasi system kontrol descenden. Begitu pula,
aktivitas fisik yang berat diperkirakan meningkatkan produksi endorfin dalam
system kontrol desenden. Sama halnya, aktifitas fisik yang berat diduga dapat
meningkatkan pembentukan endorfin dalam system kontrol desenden. Selain
itu, distraksi pengunjung atau acara TV kesukaan dapat meningkatkan
aktivitas dalam system kontrol desenden. Karenanya, individu yang
mempunyai pengunjung dapat melaporkan tidak merasa nyeri karena aktivitas
system kontrol desenden yang menghasilkan informasi kurang nyeri atau
kurang sakit ditransmisikan ke kesadaran. Manakah distraksi dari pengunjung
berakhir, aktivitas dalam system kontrol desenden menurun mengakibatkan
peningkatan transmisi stimuli nyeri.
Depresi dapat mempunyai efek berlawanan dari distraksi. Orang dengan
depresi sering melaporkan menderita nyeri kronik. Nyeri kronis yang hebat
dapat menyebabkan depresi; depresi pada gilirannya dapat mengakibatkan
menurunnya aktivitas dalam system kontrol desenden dan meningkatkan

Nyeri Page 17
persepsi nyeri. Perbedaan dalam persepsi nyeri diantara individu
kemungkinan merupakan fungsi tidak sadar namun merupakan aktivitas yang
persisten dalam system kontrol desenden (Brunner & Suddarth, 2001).

L. Mediator kimia dan nyeri


Sejumlah substansi yang mempengaruhi sensitivitas ujung-ujung saraf
atau septor nyeri dilepaskan ke jaringan ekstraseluler sebagai akibat dari
kerusakan jaringan. Zat-zat kimiawi yang meningkatkan transmisi atau
persepsi nyeri meliputi histamin, bradykinin, asetillkolin dan substansi
P.Postaglandin adalah zat kimiawi yang diduga dapat meningkatkan
sensitivitas reseptor nyeri dengan meningkatkan efek yang menimbulkan
nyeri dari bradikinin.
Endorfin dan Engkefatin. Substansi lain dalam tubuh yang berfungsi
sebagai inhibitor terhadap transmisi nyeri. Endorphin dan enkefalin, substansi
seperti morfin yang diproduksi oleh tubuh, adalah contoh dari substansi yang
menghambat transmisi impuls nyeri. Istilah endorphin adalag suatu
kombinasi dari dua kata : endogenous dan morfin. Apabila tubuh
mengeluarkan substansi-substansi ini, satu efeknya adalah Pereda nyeri.
Endorphin dan enkefalin ditemukan dalam konsentrasi yang kuat dalam
system saraf pusat. Endorfindan enkefalin terutama diaktifkan melalui
aktivitas dari (1) serabut perifer non-nosiseptor (serabut yang normalnya tidak
mentransmisikan stimuli nyeri atau yang menyakitkan) pada tempat reseptor
yang sama dengan reseptor nyeri atau nosiseptor dan (2) serabut desenden,
berkumpul Bersama dalam suatu system yang disebut “descending control”.
Enkefalin dan endorfin diduga capat menghambat impuls nyeri dengan
memblok transmisi impuls ini didalam otak dan medulla spinalis.
Keberadaan enkefalin dan endorfin membantu menjelaskan bagaimana
orang yang berbeda merasakan tingkat nyeri yang berbeda dari stimuli nyeri
yang sama. Kadar endorfin beragam diantara individu, seperti halnya factor-
faktor, seperti ansietas, yang mempengaruhi kadar endorfin. Individu dengan

Nyeri Page 18
endorfin yang banyak lebih sedikit merasakan nyeri dan mereka dengan
sedikit endorfin merasakan nyeri lebih besar (Brunner & Suddarth, 2001).
M. Alur perjalanan nyeri
1. Alur Nyeri Asendens
Stimulasi nosiseptor berpengaruh langsung pada transmisi impuls nyeri
disepanjang serabut sensori khusus menuju talamus dan korteks
somatosensori didalam otak, tempat keparahan dan arti nyeri dianalisis.
Garis komunikasi ini disebut alur nyeri asendens. Alur ini terdiri dari tiga
neuron yang saling terhubung yang disebut neuron urutan pertama, kedua
dan ketiga yang bergantung pada tempatnya didalam alur.neuron urutan
pertama berjalan dari nosiseptor ke tulang belakang; neuron urutan kedua
berjalan keatas melewati korda spinalis menuju talamus di otak ; dan
neuron urutan ketiga berjalan dari tamalus melalui otak menuju area
somatosensori dikorteks serebral. Garis komunikasi antara neuron urutan
pertama, kedua dan ketiga ini dijaga oleh sejumlah neurotransmiter,
seperti substansi P dan serotonin.
2. Alur Nyeri Descendens
Alur nyeri desendens berupaya untuk menghalangi sensasi nyeri. Alur ini
melibatkan pelepasan neuropeptida khusus yang mempunyai khasiat
analgesia. Mereka mengikat reseptor opiat, yang ada disepanjang sistem
saraf pusat, dan menghalangi kerja neurotransmiter, senyawa P. Karena
mempunyai efek analgesia neuropeptida ini sering disebut sebagai opiat
endogenosa atau opiat alami. Terdapat tiga kelompok opiat endogenosa –
endorfin, ensefalin, dan dinorfin dan ada empat kategori utama reseptor
opiat – mu (μ), kappa (ϰ), sigma (∑) dan delta (δ). Kadar endorfin,
ensefalin dan dinorfin meningkat selama gembira dan sejahtera, dan
merupakan opiat endogenosa seperti endorfin yang terkait dengan sensasi
menyenangkan yang dialami selama kegembiraan, aktivitas seksual dan
bahkan latihan.
3. Arkus Refleks
Karena nyeri tidak dirasakan sampai pesan nyeri dari nosiseptor telah
ditafsirkan oleh otak, terdapat perbedaan waktu satu menit antara cedera

Nyeri Page 19
awal dan sensasi nyeri. Arkus refleks bertujuan untuk mengurangi jumlah
kerusakan jaringan dengan memaksa tubuh menjauhi sumber cedera
secepatnya dan sebelum otak merespon pesan nyeri yang tidak dapat
dihindari. Menginjak peniti merupakan contoh baik arkus refleks saat
beraksi. Sesudah menginjak peniti, arkus refleks memastikan bahwa
tanpa sengaja kaki mengangkat dan menjauhi peniti sebelum nyeri
dirasakan, sehingga mengurangi banyaknya kerusakan jaringan. Arkus
refleks bekerja dengan mengumpulkan impuls nyeri dari neuron urutan
pertama dan selanjutnya mengirimkan impuls secepatnya, via interneuron
disepanjang saraf motorik kembali ke otot rangka (Nair dkk, 2015).
N. Penatalaksanaan nyeri
Penatalaksanaan atau pengontrolan nyeri dapat farmakologi atau non –
farmakologi. Penatalaksanaa nyeri farmakologi melibatkan pemberiak obat –
obatan. Obat – obata ynag digunakan untuk pereda nyeri disebut analgesia
atau analgesik. Ada dua jenus analgesia utama – opioid (opiat) dan non –
opioid
1. Opioid
Obat – obatan opioid digunakan untuk nyeri sedang hingga hebat.
Obat ini bekerja dengan meniru opiat endogenosa dengan mengikat
reseptor opiat pada sistem saraf pusat. Reseptor opiat seperti μ, k dan δ
menghalangi kerja substansi P saat dirangsang. Namun demikian,
berbeda dari opiat endogenosa seperti endorfin, opioid tidak dipecah
dengan cepat oleh tubuh. Oleh sebab itu, efek analgesiknya sangat kuat
dan tahan lama. Selain analgesia, stimulasi reseptor opiat
menyebabkanbanyak perubahan fisiologi lain, yang perlu diwaspadai
oleh tenaga kesehatan profesional :
 Depresi pernafasan
 Konstipasi
 Mual dan muntah
 Mengantuk
 Bradikardia

Nyeri Page 20
 Hipotensi
2. Obat – Obatan Non – Opioid
Analgesia non opioid digunakan untuk nyeri ringan hingga sedang
dan jarang efektif untuk nyeri akut atau pasca operasi. Namun demikian,
obat ini dapat meningkatkan efek obat opioid, dan ketika digunakan
dalam kombinasi dengan opioid dapat menurunkan penggunaan opioid
sebanyak 20-40%. Obat non opioid yang paling umum adalah
paracetamol. Kerja pasti paracetamol tetap kontroversial; tetapi, dianggap
secara luas menekan produksi prstaglandi. Prostaglandin adalah substansi
mirip-hormon yang meningkatkan inflamasi dan juga merangsang
nosiseptor dan meningkatkan nyeri. Paracetamol adalah analgesia yang
efektif; namun demikian, 0obat ini jarang bekerja lebih dari 4 jam dan
oleh sebab itu mungkin tidak tepat untuk nyeri yang berlanjut. Meskipun
cukup aman, paracetamol dapat menyebabkan kerusakan hati bahkan
overdosis kecil.

Bebas dari nyeri

Langkah Ketiga
Opioid Kuat
Misalnya morfin, diamorfin,
oksikodon, fentanil, petidin
+
Non-Opioid
Dengan atau tanpa agen
penguat-obat

Nyeri berlanjut atau bertambah

Langkah Kedua
Opioid Lemah
Misalnya, Codein, dihidrokodein,
tramadol
+
Non – Opioid
Dengan atau tanpa agen
penguat-obat

Nyeri Page 21
Nyeri berlanjut atau bertambah

Langkah Pertama
N Non – opioid
Misalnya parasetamol, obat anti
– inflamasi non steroid (NSAID)
+
Dengan atau tanpa agen
penguat - obat

Jenjang Analgesia World Health Organization

3. Penatalaksanaan Nyeri Non – Farmakologi


Ada banyak bentuk intervensi penatalaksanaan nyeri non – farmakologi
berbeda yang tersedia di UK :
 Terapi perilaku kognitif
 Stimulasi saraf listrik transkutaneus (TENS)
 Aplikasi substansi panas dan dingin
 Akupuntur
 Teknik alexander
 Aromaterapi
 Masase
 Penanganan kiropraktik
 Hipnosis
 Homeopati
 Meditasi
 Osteopati
 Refleksologi

Nyeri Page 22
 Relaksasi
 Shiatsu (Nair dkk, 2015).

Menurt (Brunner & Suddarth, 2001) pe Menurunkan nyeri sampai tingkat


”yang dapat ditolerasi” pernah dianggap sebagai tujuan dari penatalaksanaan
nyeri. Dengan mengingat efek membahayaka nyeri dan penatalaksanaan nyeri
dapat ditolerasi telah digantikan oleh tujuan meghilangkan nyeri. Strategi
penatalaksanaan nyeri mencakup baik pendekatan farmakologis dan non
farmakologis.
Tindakan nonfarmakologi
1. Stimulasi dan masase kutaneus
Teori gate control nyeri seperti telah dijelaskan sebelumnya,
bertujuan menstimulasi serabut-serabut yang menstranmisikan sensai
tidak nyeri memblok atai menurunkan transmisi impuls nyeri. Beberapa
strategi penghilang nyeri farmakologis termasuk menggosok kulit dan
menggunaka panas da dingin adalah berdasarkan mekanisme ini.
Masase adalah stimulasi kutaneus tubuh secara umum, sering
dpusatka pada punggung dan bahu, masesi tidak secara spesifik
menstimulasi reseptor tidak nyeri pada bagian reseptor yang sama seperti
reseptor nyeri tetapii dapat mempuyai dampak melaului sistem kontrol
desenden. Masase dapat embuat pasien lebih nyaman karena masase
membuat relaksasi otot.
2. Terapi es dan panas
Terapi es (dingin) dapat menuru kan prostglandin ang memperkuat
sesivitas reseptor nyeri dan subkuta lain pada tempat cedera dngan
mengahmbat proses inflamasi. Agar efektif, es harus diletakkan pada
tempat cedera segera setelah cedera terjadi. Cohn dkk menunjukan
bahwa saat es diletakkan di sekitar lutut seera setelah pembedahan dan
selama 4 hari pascaoperasi, kebutuna analgesik menurun sekitar 50%.
Penggunaan panas mempunyai keuntungan meningkatkan aliran
darah kesuatu area dan kemungkinan daoat menurunkan nyeri dengan

Nyeri Page 23
mempercepat penyembuhan. Namun demikian, menggunakan panas
kering dengan lampu pemanas tampak tidak seefektif penggunaan es.
Baik terapi panas kering dan lembab kemungkinan memberi analgesia
tetapi penelitian tambahan diperluka untuk memahami mekanisme
kerjanya dan indikasi penggunaanya yang sesuai.
3. Stimulasi saraf elektris transkutan
Stimulasi saraf elektris transkutan (TENS) menggunakan unit yang
dijalankan oleh betrai dengan eletroda yang dipasang pada kulit untuk
menghasilan sensai kesemutan, menggetar dan mendengung pada area
kulit. TENS telah digunakan baik pada menghiilangan nyeri akut dan
kronik, TENS diduga dapat menurunkan yeri dengan menstimulasi
reseptor tidak nyeri (non-nosiseptor) dalam area yang sama seperti pada
serabut yang mentransmisikan nyeri. Mekanisme ini sesuai dengan teori
nyeri gate control. reseptor tidak nyeri diduga memblok transmisi sinyal
nyeri diotak pada jaras asendes sistem saraf pusat. Mekanisme ini aka
menguraikan keefektifan stimulasi kutan saat digunakan pada area yang
sama seperti pada cedera. Beberapa pasien, terutama pasien-pasie dengan
nyeri krois, akan melaporan penurunan nyeri sebanyak 50% dengan
menggunkan TENS.

Nyeri Page 24
TENS yang digunakan pada nyeri insisi pascaoperatif
4. Distraksi
Distraksi yang mencakup memfokuskna perhatian pasien pada
sesuatu selain pada nyeri, dapat menjadi strtegi yang sangat berhasil dan
mungkin merupakan mekanisme yang sangat berhasil dan mungkin
merupakan mekanisme yang bertanggung jawab terhadap teknik kognitif
efektif lainnya. Distraksi diduga dapat menurunkan nyeri dengan
mestimulasi sistem kontrol dsenden, yang mengakibatkan lebih sedikit
stimuli nyeri yang ditransmisikan ke otak. Keefektifan distraksi
tergantung pada kemampuan pasien untuk menerima dan membangkitkan
input sensori selain nyeri.
Distraksi dapat berkisar dari hanya pencegahan monoton samai
mngguakan aktivitas fisik dan mental ang sangat kompleks. Kunjungan
dari keluarga dan tema sangat efektif dalam meredakan nyeri. Melihat
flm layar lebr dengan “surround sound” melalui headphone dapat efektif.
Melalui permainan dan aktivitas (mis. Catur) yang membutuhkan
konsentrasi. Tidak semua pasien mencapai peredaan nyeri melaui
distraksi, terutama mereka yang dalam nyeri hebat.
5. Teknik relaksasi
Relaksasi otot skeletal dipercaya dapat menunrunkan nyeri dengan
merileksasikan ketegangan otot yang menunjang nyeri. Beberapa
penelitian telah menunjukan bahwa relaksasi efektif dalam menurunkan
nyeri pascaoperasi. Ini mungkin karena relatif kecilnya peran otot-otot
skeletal dalam nyeri pascaoperatif atau kebutuhan pasin untuk melakukan
teknik relaksasi tersebut efektif.
Teknik relaksasi yang sederhana terdiri atas nafaas abdomen dengan
frekuensi lambat berirama. Pasien dapat memejamkan maanya dan
bernafas dengan perlahan-lahan dan nyaman. Irama yang konstan dapat
dipertahankan dengan menghitung dalam hati dan lamabat bersama
setiap inhalasi (“hirup, dua, tiga”) dan ekhalasi (hembuskan, dua, tiga)
6. Imajinasi terbimbing

Nyeri Page 25
Imajinasi terbimbing adalah menggunakan imajinasi seseorang
dalam suatu cara yang drancang secara khusus untuk mencaai efek positif
tertentu. Sebagai contoh imajinasi terbimbing untuk relaksasi dan
meredakan nyeri dapat terdiri atas menggabungkan nafas berirama
lamabat dengan suatu bayangan mental relaksasi dan kenyamanan.
Dengan mata terpejam , individu diinstrusikan untuk membanyangan
bahwa dengan setiapa nafas yang diekhalasikan secara lambat ketgangan
otot dan ketidaknyamanan dikeluarkan, menyebabkan tubuh yang rileks
dan nyaman setiap kali menghirup nafas, pasien harus membanyangkan
energi penyembuh dialirkan ke bagian yang tidak nyaman. Setiap kali
nafas dihembuskan, pasien diinstrusikan untuk membanyangkan bahwa
udara yang dihembuska membawa pergi nyeri dan ketegangan.
7. Hipnosis
Hipnosis efektif dalam merekan nyeri atau menurunkan jumlah analgesik
yang dibutuhkan pada nyeri akut dab kronis. Keefektifan hipnosis
tergantung pada kemudahan hipnoyik individu. Pda beberapa kasus
hipnosis keefktifannya meningkat dengan tambahan sesi hipnotik
berikutnya.
O. Kelainan persepsi nyeri
Ada bebepa kondisi dimana seseorang tidak dapat merasakan nyeri. Yang
paling sering terjadi adalah kerusakan pada thalamus atau girus pascasentral
sebagai pusat integrasi sensorik di otak. Selain kerusakn struktur utama pusat
integrasi sensorik, ada kelaian yang jarang terjadi yaitu congenital insensivity
to pain (CIP) ataiu congenital alagesia dimana seseorang tidak mersakan
nyeri sejak lahir, karena kelainan koengenital berupa tidak adanya neuron
nyeri di ganglion radiks dorsallis, polineuropati, atau kurangya reseptor nyeri
di neurin aferen primer.
Kelainan persepsi nyeri lain adalah hereditary sensory and automatic
neuropathy (HSAN) atau hereditary sensory neuropathy (HSN) yang
mrupakan kelompok peyakit herediter yang berhubugan dengan disfunfsi
sensorik dan motorik.

Nyeri Page 26
Familial dysautonomia FD) bisa diturunkan scara autosomal resesif ddan
terdapat sejak lahir dan progresif diman terjadi gangguan sensorik dan
otonomik yang berta. Bayi baru lahir tidak atau hanya sedikit memiliki
reflkeks hisap, hipotonis, dan hipotermia. Pemeriksaan saraf perifer
menunjuka berkurangnya akson dan hilangnya ujung katkolamin (Brunner &
Suddarth, 2001).

Nyeri Page 27
Daftar Pustaka
Brunner & Suddarth. (2001). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8.
Jakarta : EGC
Nair, dkk. (2015). Dasar-dasar Patofisiologi Terapan Panduan Penting untuk
Mahasiswa Keperawatan dan Kesehatan. Jakarta : Bumi Medika
Satyanegara. (2014). Ilmu bedah syaraf edisi V. Jakarta : gramedia pustaka umum
Triyana, yani. (2013). Teknik prosedural keperawatan. Jogjakarta: D-Medika

Nyeri Page 28

Anda mungkin juga menyukai