Anda di halaman 1dari 32

LAPORAN PENDAHULUAN

KEBUTUHAN DASAR MANUSIA

KONSEP NYERI

Disusun Oleh:

Esa Nurul Bait 1720210012

DIII KEPERAWATAN
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM AS-SYAFI’IYAH
A. KONSEP DASAR
1. DEFINISI
Nyeri merupakan kondisi berupa perasaan tidak menyenangkan bersifat
sangat subjektif karena perasaan nyeri berbeda pada setiap orang dalam skala
atau tingkatannya, dan hanya orang tersebutlah yang dapat menjelaskan atau
mengevaluasi rasa nyeri yang dialaminya. Berikut adalah pendapat beberapa
ahli mengenai pengertian nyeri :
a) Mc. Cofeery (1979), mendefinisikan nyeri sebagai suatu keadaan yang
mempengaruhi seseorang yang keberadaannya diketahui hanya jika orang
tersebut pernah mengalami nyeri.
b) Wolf Weifsel Feurst (1974), mengatakan bahwa nyeri merupakan suatu
perasaan menderita secara fisik dan mental atau perasaan yang bisa
menimbulkan ketegangan.
c) Arthur C. Curton (1983), mengatakan bahwa nyeri merupakan suatu
mekanisme produksi bagi tubuh, timbul ketika jaringan sedang di rusak,
dan menyebabkan individu tersebut bereaksi untuk menghilangkan rasa
nyeri.
d) Scrumum, mengartikan nyeri sebagai suatu keadaan yang tidak
menyenangkan akibat terjadinya rangsangan fisik maupun dari serabut
saraf dalam tubuh ke otak dan diikuti oleh reaksi fisik, fisiologis dan
emosional.
2. FISIOLOGI NYERI
Munculnya nyeri berkaitan erat dengan reseptor dan adanya rangsangan.
Reseptor nyeri yang dimaksud adalah nociceptor, merupakan ujung-ujung
saraf sangat bebas yang memiliki sedikit atau bahkan tidak memiliki myelin
yang tersebar pada kulit dan mukosa, khususnya pada visera, persendian,
dinding arteri, hati, dan kandung empedu. Reseptor nyeri yang dapat
memberikan respons akibat adanya stimulasi atau rangsangan. Stimulasi
tersebut dapat berupa zat kimiawi seperti histamin, bradikinin, prostaglandin,
dan macam-macam asam yang dilepas apabila terdapat kerusakan pada
jaringan akibat kekurangan oksigenasi. Stimulasi yang lain dapat berupa
termal, listrik, atau mekanis.
Selanjutnya, stimulasi yang diterima oleh reseptor tersebut di
transmisikan berupa impuls-impuls nyeri ke sumsum tulang belakang oleh
dua jenis serabut yang bermyelin rapat atau serabut A (delta) dan serabut
lamban (seabut C). Impuls-impuls yang di transmisikan oleh serabut delta A
mempunyai sifat inhibitor yang ditransmisikan ke serabut. Serabut-serabut
aferen masuk ke spinal melalui akar dorsal (dorsal root) serta sinaps pada
dorsal horn. Dorsal horn terdiri atas beberapa lapisan atau laminae yang
saling bertautan. Diantara lapisan dua dan tiga terbentuk substantia gelatinosa
yang merupakan saluran utama impuls. Kemudian, impuls nyeri
menyeberangi sumsum tulang belakang pada interneuron dan bersambung ke
jalur spinal asendens yang paling utama, yaitu jalur spinothalamic tract (STT)
atau jalur spinothalamus dan spinoreticular tract (SRT) yang membawa
informasi tentang sifat dan lokasi nyeri. Dari proses transimisi terdapat dua
jalur mekanisme terjadinya nyeri, yaitu jalur opiate dan jalur nanopiate. Jalur
opiate ditandai oleh pertemuan reseptor pada otak yang terdiri atas jalur spinal
desendens dari thalamus yang melalui otak tengah dan medula ke tanduk
dorsal dari sumsum tulang belakang yang berkonduksi dengan nociceptor
impuls supresif. Serotonin merupakan neurotransmiter dalam impuls supresif.
Sistem supresif lebih mengaktifkan stimulasi nociceptor yang di transmisikan
oleh serabut A. Jalur nonopiate merupakan jalur desendens yang tidak
memberikan respons terhadap naloxone yang kurang banyak diketahui
mekanismenya (Barbara C. Long, 1989).
3. STIMULUS NYERI
Seseorang dapat menoleransi, menahan nyeri (pain tolerance), atau dapat
mengenali jumlah stimulasi nyeri sebelum merasakan nyeri (pain threshold).
Terdapat beberapa jenis stimulus nyeri, di antaranya:
a) Trauma pada jaringan tubuh, misalnya karena bedah akibat terjadinya
kerusakan jaringan dan iritasi secara langsung pada reseptor.
b) Gangguan pada jaringan tubuh, misalnya karena edema akibat terjadinya
penekanan pada reseptor nyeri..
c) Tumor, dapat juga menekan pada reseptor nyeri.
d) Iskemia pada jaringan, misalnya terdapat blokade pada arteria koronaria
yang menstimulasi reseptor nyeri akibat tertumpuknya asam laktat.
e) Spasme otot, dapat menstimulasi mekanik.
4. TEORI NYERI
Terdapat beberapa teori tentang terjadinya rangsangan nyeri, diantaranya
(Barbara C. Long, 1989):
a) Teori Pemisahan ( Specificity Theory )
Menurut teori ini, rangsangan sakit masuk ke medulla spinalis (Spinal
cord) melalui kornu dorsalis yang bersinaps di daerah posterior,
kemudian naik ke tractus lissur dan menyilang di garis median ke sisi
lainnya, dan berakhir di korteks sensoris tempat rangsangan nyeri tersebut
di teruskan.
b) Teori Pola ( Pattern Theory )
Rangsangan nyeri melalui akar ganglion dorsal ke medulla spinalis dan
merangsang aktivitas Sel T. Hal ini mengakibatkan suatu respons yang
merangsang kebagian yang lebih tinggi, yaitu korteks serebri, serta
kontraksi menimbulkan persepsi dan otot berkontraksi sehingga
menimbulkan nyeri. Persepsi di pengaruhi oleh modalitas respons dari
reaksi Sel T.
c) Teori Pengendalian Gerbang ( Gate Control Theory )
Menurut teori ini, nyeri tergantung dari kerja serat saraf besar dan kecil
yang keduanya berada dalam akar ganglion dorsalis. Rangsangan pada
serat saraf besar akan meningkatkan aktivitas substansia gelatinosa yang
mengakibatkan tertutupnya pintu mekanisme sehingga aktivitas sel T
terhambat dan menyebabkan hantaran rangsangan ikut terhambat.
Rangsangan serat besar dapat langsung merangsang korteks serebri. Hasil
persepsi ini akan di kembalikan kedalam medulla spinalis melalui serat
eferen dan reaksinya mempengaruhi aktivitas sel T. Rangsangan pada
serat kecil akan menghambat aktivitas substansia gelatinosa dan membuka
pintu mekanisme, sehingga merangsang aktivitas sel T yang selanjutnya
akan menghantarkan rangsangan nyeri.
d) Teori Transmisi dan Inhibisi
Adanya stimulus pada nociceptor memulai transmisi impuls-impuls saraf,
sehingga transmisi impuls nyeri menjadi efektif oleh neurotransmitter
yang spesifik. Kemudian, inhibisi impuls nyeri menjadi efektif oleh
impuls-impuls pada serabut-serabut besar yang memblok impuls-impuls
pada serabut lamban dan endogen opiate system supresif.
5. KLASIFIKASI NYERI
Wolf (1989) Secara kualitatif membagi nyeri menjadi dua jenis, yakni nyeri
fisiologi dan nyeri patologis. Perbedaan utama antara kedua jenis nyeri ini
adalah nyeri fisiologis sensor normal berfungsi sebagai alat proteksi tubuh.
Sementara nyeri patologis merupakan sensor abnormal yang dirasakan oleh
seseorang yang dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya adanya
trauma dan infeksi bakteri maupun virus. Nyeri patologis merupakan sensasi
yang timbul sebagai konsekuensi dari adanya kerusakan jaringan atau akibat
adanya kerusakan saraf.
a) Klasifikasi Nyeri Berdasarkan Durasi
1) Nyeri akut
Nyeri akut adalah nyeri yang terjadi setelah cedera akut, penyakit,
atau intervensi bedah dan memiliki awitan yang cepat, dengan
intensitas yang bervariasi (ringan sampai berat) dan berlangsung untuk
waktu singkat (Meinhard dan Mc. Coferry, 1983: NIH, 1986 dalam
Smeltzer, 2002). Untuk tujuan definisi, nyeri akut dalam dijelaskan
sebagai nyeri yang berlangsung dari beberapa detik hingga enam
bulan. Fungsi nyeri akut ialah memberi peringatan akan suatu cedera
atau penyakit yang akan datang.
Nyeri akut akan berhenti dengan sendirinya (Self-Limiting dan
akhirnya menghilang dengan atau tanpa pengobatan setelah keadaan
pulih pada area yang terjadi kerusakan. Nyeri akut berdurasi singkat
(kurang dari enam bulan), memiliki omset yang tiba-tiba, dan
terlokalisasi. Nyeri ini biasanya disebabkan trauma bedah atau
inflamasi. Kebanyakan orang pernah mengalami nyeri jenis ini, seperti
pada sakit kepala, sakit gigi, terbakar, tertusuk duri, pasca persalinan,
pasca pembedahan dan sebagainya.
Nyeri akut terkadang disertai aktivasi sistem saraf simpatis yang
akan memperlihatkan gejala-gejala seperti peningkatan respirasi,
peningkatan tekanan darah, peningkatan denyut jantung, diaphoresis,
dan dilatasi pupil. Secara verbal klien yang mengalami nyeri akan
melaporkan adanya ketidaknyamanan berkaitan dengan nyeri yang
dirasakannya. Klien yang mengalami nyeri akut biasanya juga akan
memperlihatkan respons emosi dan perilaku seperti menangis,
mengerang kesakitan, mengerutkan wajah, atau menyeringai.
2) Nyeri Kronik
Nyeri kronik adalah nyeri konstan atau intermitten yang menetap
sepanjang suatu periode waktu. Nyeri kronik berlangsung lama,
intensitas yang bervariasi, dan biasanya berlangsung lebih dari enam
bulan (Mc. Coffery, 1986 dalam Potter & Perry, 2005). Nyeri kronik
dapat tidak mempunyai awitan yang ditetapkan dengan tepat dan
sering sulit untuk diobati karena biasanya nyeri ini tidak memberikan
respon terhadap pengobatan yang dirahkan pada penyebabnya.
Nyeri kronis dibagi menjadi dua, yaitu nyeri kronik nonmalignan
dan malignan (Potter & Perry, 2005). Nyeri kronis nonmalignan
merupakan nyeri yang timbul akibat cedera jaringan yang tidak
progresif atau yang menyembuh (Shceman, 2009 dalam Potter &
Perry, 2005), bisa timbul tanpa penyebab yang jelas misalnya nyeri
pinggang bawah, dan nyeri yang didasari atas kondisi kronis, misalnya
ostheoarthtritis (Tantra, 2005 dalam Potter & Perry, 2005). Sementara
nyeri kronik malignan yang disebut juga nyeri kanker memiliki
penyebab nyeri yang dapat diidentifikasi, yaitu terjadi akibat
perubahan pada saraf. Perubahan ini terjadi bisa karena penekanan
pada saraf akibat metastasis sel-sel kanker maupun pengaruh zat-zat
kimia yang dihasilkan oleh kanker itu sendiri (Portenoy, 2007 dalam
Potter & Perry, 2005).
Kebanyakan penderita nyeri kanker tidak berasal dari pengalaman
nyeri. Beberapa penderita mengalami nyeri psikologis yang berasal
dari proses keganasan. Bagaimapun juga, banyak pengalaman nyeri
pada stadium akhir dan penyakitnya, dan umumnya berhubungan
dengan metastasis. Sekitar enam puluh sampai delapan puluh persen
kanker yang dirawat di rumah sakit menderita nyeri yang hebat (Louis,
1983).
Manifestasi klinis yang tampak pada nyeri kronis sangat berbeda
dengan yang diperlihatkan oleh nyeri akut. Dalam pemeriksaan tanda-
tanda vital, sering kali didapatkan masih dalam batas normal dan tidak
disertai dilatasi pupil. Manifestasi yang biasanya muncul berhubungan
dengan respon psikososial seperti rasa keputusaan, kelesuan,
penurunan libido (gairah seksual), penurunan berat badan, perilaku
menarik diri, iritabel, mudah tersinggung, marah dan tidak tertarik
pada aktivitas fisik. Secara verbal klien mungkin akan melaporkan ada
ketidaknyamanan, kelemahan, dan kelelahan.
Klien yang mengalami nyeri kronik sering kali mengalami
periode remisi (gejala hilang sebagian atau keseluruhan) dan
eksaserbasi (keparahan meningkat). Sifat nyeri kronik, yang tidak
dapat diprediksi ini, membuat klien frustasi dan sering kali mengarah
pada depresi psikologis. Table berikut ini menggambarakan perbedaan
karakteristik antara nyeri akut dan nyeri kronis.

Tabel 3.1
Perbandingan Karakteristik Nyeri Akut dan Nyeri Kronis
Karakteristik Nyeri Akut Nyeri Kronis

 Tujuan/  Memperingatkan adanya  Tidak ada


keuntungan cedera atau masalah

 Awitan  Mendadak  Terus menerus atau


intermiten

 Intensitas  Ringan sampai berat  Ringan sampai berat

 Durasi  Durasi singkat (dari  Durasi lama (6 bulan atau


beberapa detik sampai 6 lebih)
bulan)

 Respon  Konsisten dengan respon  Tidak terdapat respon


otonom stress simpatis otonom
 Frekuensi jantung
meningkat
 Volume sekuncup
meningkat
 Tekanan darah meningkat
 Dilatasi pupil meningkat
 Motilitas gastrointestinal
menuru
 Aliran saliva menurun
(mulut kering)

 Komponen  Ansietas  Depresi


psikologis  Mudah marah
 Menarik diri dan minat
dunia luar
 Menarik diri dari
persahabatan

 Respon jenis  Tidur terganggu


lainnya  Libido menurun
 Nafsu makan menurun

 Contoh  Nyeri bedah, trauma  Nyeri kanker, artritis,


neuralgia trigeminal

Dikutip dari Porth CM. Pathopysiology: Concepts of Altered Health State,


Philadelphia, JBLippincott, 1995 dalam Smeltzer, 2002.
Tindakan keperawatan yang direncanakan pada klien yang
mengalami nyeri kronis berbeda dengan tindakan keperawatan yang
diberikan pada nyeri akut. Tindakan keperawatan yang diberikan harus
sesuai dengan pernyataan klien sebagai expert terhadap nyeri yang ia
rasakan, tidak semata-mata berdasarkan tanda-gejala yang tampak
(Bonoca, 1990 dalam Prasetyo, 2010). Manajemen yang direncanakan
termasuk mengidentifikasi penyebab nyeri, mengenali respons
emosional klien serta faktor lingkungan eksternal yang berpengaruh
terhadap nyeri klien dan tindakan rehabilitasi untuk meningkatkan
kemampuan klien dalam beraktivitas.

b) Klasifikasi Nyeri Berdasarkan Asal


Nyeri diklasifikasi berdasarkan asalnya dibedakan menjadi nyeri
nosiseptif dan myeri neuropatik.
1) Nyeri Nosiseptif
Nyeri nosiseptif (nociceptive pain) merupakan nyeri yang
diakibatkan oleh aktivitas atau sensitisasi nosiseptor perifer yang
merupakan reseptor khusus yang mengantarkan stimulus noxious.
Nyeri nosiseptif perifer dapat terjadi karena adanya stimulus yang
mengenai kulit, tulang, sendi, otot, jaringan ikat, dan lain-lain. Hal ini
dapat terjadi pada nyeri post operatif dan nyeri kanker.
Dilihat dari sifat nyerinya maka nyeri nosiseptif merupakan nyeri
akut. Nyeri akut merupakan nyeri nosiseptif yang mengenai daerah
perifer dan letaknya lebih terlokalisasi.
2) Nyeri Neuropatik
Nyeri neuropatik merupakan hasil suatu cedera atau abnormalitas
yang didapat pada stuktur saraf perifer maupun sentral. Berbeda
dengan nyeri nosiseptif, nyeri neuropatik bertahan lebih lama dan
merupakan proses input saraf sensorik yang abnormal oleh sistem
saraf perifer. Nyeri ini lebih sulit diobati. Pasien akan mengalami nyeri
seperti rasa terbakar, tingling, shooting, shock like, hypergesia, atau
allodynia. Nyeri neuropatik dari sifat nyerinya merupakan nyeri
kronis.
c) Klasifikasi Nyeri Berdasarkan Lokasi
Klasifikasi nyeri berdasarkan lokasinya menurut Potter & Perry
(2006) dibedakan sebagai berikut.
1) Superficial atau Kutaneus
Nyeri superficial adalah nyeri yang disebabkan stimulus kulit.
Karateristik dari nyeri berlangsung sebentar dan terlokalisasi. Nyeri
biasanya terasa sebagai sensasi yang tajam. Contohnya tertusuk jarum
suntik dan lalu luka potong kecil atau laserasi.
2) Viseral Dalam
Nyeri viseral adalah nyeri yang terjadi akibat stimulasi organ-
organ internal. Karakteristik nyeri bersifat difus dan dapat menyebar
kebeberapa arah. Durasinya bervariasi tetapi biasanya berlangsung
lebih lama daripada nyeri superficial. Pada nyeri ini menimbulkan rasa
yang tidak menyenangkan, dan berkaitan dengan mual dan gejala-
gejala otonom. Nyeri dapat terasa tajam, tumpul, atau unik tergantung
organ yang terlibat. Contoh sensasi pukul (crushing) seperti angina
pectoris dan sensasi terbakar seperti pada ulkus lambung.
3) Nyeri Alih (Referred Pain)

Gambar 3.1
Mekanisme Nyeri Alihan dan Hiperalgesia Alihan
(Sumber: Guyton, 1995)
Nyeri alih merupakan fenomena umum dalam nyeri viseral karena
banyak organ tidak memiliki reseptor nyeri. Jalan masuk neuron sensori
dari organ yang terkena ke dalam segmen medulla spinalis sebagai
neuron dari tempat asal nyeri dirasakan, persepsi nyeri pada daerah
yang tidak terkena. Karakteristik nyeri dapat terasa di bagian tubuh
yang terpisah dari sumber nyeri dan dapat terasa dengan berbagai
karakteristik. Contoh nyeri yang terjadi pada infark miokard, yang
menyebabkan nyeri alih ke radang, lengan kiri; batu empedu, yang
dapat mengalihkan nyeri ke selangkangan.
Mekanisame nyeri alihan. Gambar 3.1 melukiskan mekanisme
yang paling diterima mengenai pengalihan kebanyakan nyeri. Dalam
gambar tersebut, cabang-cabang serabut nyeri viseral diperlihatkan
bersinaps di dalam medulla spinalis dengan beberapa neuron urutan
kedua serupa yang menerima serabut nyeri dari kulit. Bila serabut nyeri
viseral tersebut dirangsang kuat, sensasi nyeri dari visera menyebar ke
dalam beberapa neuron yang biasanya menghantarkan sensasi nyeri
dari visera menyebar ke dalam beberapa neuron yang biasanya
menghantarkan sensasi nyeri hanya dari kulit, dan orang tersebut
mempunyai perasaan bahwa sensasi itu benar-benar berasal dari dalam
kulit itu sendiri (Guyton, 1995).
4) Radiasi
Nyeri radiasi merupakan sensasi nyeri yang meluas dari tempat
awal cedera ke bagian tubuh yang lain. Karakteristiknya nyeri terasa
seakan menyebar ke bagian tubuh bawah atau sepanjang bagian tubuh.
Nyeri dapat menjadi intermiten atau konstan. Contoh nyeri punggung
bagian bawah akibat diskus intravertebral yang ruptur disertai nyeri
yang meradiasi sepanjang tungkai dari iritasi saraf skiatik.
6. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI NYERI
Pengalaman nyeri pada seseorang dapat dipengaruhi oleh beberapa hal, di
antaranya adalah:
1. Arti Nyeri
Arti nyeri bagi seseorang memiliki banyak perbedaan dan hampir
sebagian arti nyeri merupakan arti yang negatif, seperti membahayakan,
merusak, dan lain-lain. Keadaan ini dipengaruhi oleh berbagai faktor,
seperti usia, jenis kelamin, latar belakang sosial budaya, lingkungan dan
pengalaman.
2. Persepsi Nyeri
Persepsi nyeri merupakan penilaian yang sangat subjektif tempatnya pada
korteks (pada fungsi evaluasi kognitif). Persepsi ini dipengaruhi oleh
yang dapat memicu stimulasi nociceptor.
3. Toleransi Nyeri
Toleransi ini erat hubungannya dengan intensitas nyeri yang dapat
memengaruhi kemampuan seseorang menahan nyeri. Faktor yang dapat
memengaruhi peningkatan toleransi nyeri antara lain alkohol, obat-
obatan, hipnotis, gesekan atau garukan, pengalihan perhatian,
kepercayaan yang kuat, dan sebagainya. Sedangkan faktor yang
menurunkan toleransi antara lain kelelahan, rasa marah, bosan, cemas,
nyeri yang tidak kunjung hilang, sakit, dan lain-lain.
4. Reaksi terhadap Nyeri
Reaksi terhadap nyeri merupakan bentuk respons seseorang terhadap
nyeri, seperti ketakutan, gelisah, cemas, menangis dan menjerit. Semua
ini merupakan bentuk respons nyeri yang dapat dipengaruhi oleh
beberapa faktor, seperti arti nyeri, tingkat persepsi nyeri, pengalaman
masa lalu, nilai budaya, harapan sosial, kesehatan fisik dan mental, rasa
takut, cemas, usia, dan lain-lain.
7. PENATALAKSANAAN NYERI
a) Penatalaksanaan Nyeri Nonfarmakologis
Manajemen nyeri nonfarmakologis merupakan tindakan menurunkan
respons nyeri tanpa menggunakan agen farmakologi. Berikut ini beberapa
tindakan penatalaksanaan nyeri nonfarmakologis:
1) Bimbingan Antisipasi
Bimbingan antisipasi adalah memberikan pemahaman kepada klien
mengenai nyeri yang dirasakan. Pemahaman yang diberikan oleh
perawat ini bertujuan untuk memberikan informasi kepada klien, dan
mencegah salah interpretasi tentang peristiwa nyeri. Informasi yang
diberikan kepada klien meliputi aspek-aspek sebagai berikut:
 Kejadian, awitan, dan durasi nyeri yang akan dialami
 Kualitas, keparahan, dan lokasi nyeri
 Informasi tentang cara keamanan klien telah dipastikan
 Penyebab nyeri
 Metode mengatasi nyeri yang digunakan oleh perawat dan
klien
 Harapan klien selama menjalani prosedur (Potter & Perry,
2006)
2) Terapi Es dan Panas/Kompres Panas dan Dingin
Terapi es (dingin) dan panas diduga bekerja dengan menstimulasi
reseptor tidak nyeri (non-nosiseptor) dalam bidang reseptor yang sama
pada cedera.
Pemakaian kompres panas biasanya dilakukan hanya setepat saja
pada bagian tubuh tertentu. Dengan pemberian panas, pembuluh-
pembuluh darah akan melebar sehingga memperbaiki peredaran darah
di dalam jaringan tersebut. Dengan cara ini penyaluran zat asam dan
bahan makanan ke sel-sel diperbesar dan pembuangan zat-zat yang
dibuang akan diperbaiki. Aktivitas sel yang meningkat akan
mengurangi rasa sakit/nyeri dan akan menunjang proses penyembuhan
luka dan proses peradangan (Stevens dkk, 2000)
Terapi es dapat menurunkan prostaglandin yang memperkuat
sensitivitas reseptor nyeri dan subkutan lain pada tempat cedera
dengan menghambat proses inflamasi. Agar efektif, es dapat
diletakkan pada tempat cedera segera setelah cedera terjadi. Sementara
terapi panas mempunya keuntungan meningkatkan aliran darah ke
suatu area dan kemungkinan dapat menurunkan nyeri dengan
mempercepat penyembuhan.
3) Stimulasi Saraf Elektris Transkutan/TENS (Transcutaneous Elektrical
Nerve Stimulation)
Transcutaneous Elektrical Nerve Stimulation (TENS) adalah suatu
alat yang menggunakan aliran listrik, baik dengan frekuensi rendah
maupun tinggi, yang dihubungkan dengan beberapa elektroda pada
kulit untuk menghasilkan sensasi kesemutan, menggetar, atau
mendengung pada area nyeri. TENS adalah prosedur non-invasif dan
merupakan metode yang aman untuk mengurangi nyeri, baik akut
maupun kronis.
TENS diduga dapat menurunkan nyeri dengan menstimulsdi
reseptor tidak nyeri (non-nosiseptor) dalam area yang sama seperti
pada serabut yang menstransmisikan nyeri. Reseptor tidak nyeri
diduga memblok transmisi sinyal nyeri ke otak pada jaras ascenden
sistem saraf pusat. Mekanisme ini digunakan pada area yang sama
seperti pada cedera. Sebagai perhatian untuk keamanan klien,
elektroda sebaiknya tidak dipasang pada bagian yang dekat dengan
mata, mulut, bagian depan leher, atau pada area kulit yang cedera/luka.
Penggunaan TENS juga perlu dipertimbangkan pada klien epilepsy
atau pada Wanita hamil.
4) Distraksi
Distraksi adalah memfokuskan perhatian pasien pada sesuatu
selain nyeri, atau dapat diartikan lain bahwa distraksi adalah suatu
tindakan pengalihan perhatian pasien ke hal-hal di luar nyeri. Distraksi
diduga dapat menurunkan persepsi nyeri dengan menstimulasi sistem
control desenden, yang mengakibatkan lebih sedikit stimuli nyeri yang
ditransmisikan ke otak. Keefektifan distraksi tergantung pada
kemampuan pasien untuk menerima dan membangkitkan input sensori
selain nyeri (Smeltzer & Bate, 2002). Teknik ini biasanya tidak efektif
diberikan pada pasien yang mengalami nyeri berat atau nyeri akit.
Jenis Teknik Distraksi:
a) Distraksi visual/penglihatan
Distraksi visual atau penglihatan adalah pengalihan perhatian
selain nyeri yang diarahkan ke dalam tindakan-tindakan visual atau
melalui pengamatan. Misalnya melihat pertandingan olahraga,
menonton televisi, membaca koran, melihat pemandangan/gambar
yang indah, dsb.
b) Distraksi audio/pendengaran
Pengalihan perhatian selain nyeri yang diarahkan ke dalam
tindakan-tindakan melalui organ pendengaran. Misalnya,
mendengarkan musik yang disukai atau mendengarkan suara
kicauan burung serta gemercik air. Saat mendengarkan musik,
individu dianjurkan untuk memilih music yang disukai dan music
tenang seperti music klasik dan diminta untuk berkonsentrasi pada
lirik dan irama lagu. Klien juga diperbolehkan untuk menggerakan
tubuh mengikuti irama lagu seperti bergoyang, mengetukkan jari
atau kaki (Tamsuri, 2007).
Table 6.1
Menggunakan Musik untuk Mengontrol Nyeri

No Menggunakan musik untuk mengontrol nyeri

1. Pilih music yang sesuai dengan selera klien. pertimbangan usia dan
latar belakang.

2. Gunakan earphone supaya tidak mengganggu klien atau staff yang lain
dan membantu klien

3. Pastikan tombol-tombol di radio atau pesawat tape mudang ditekan,


dimanipulasi dan dibedakan

4. Minta anggota keluarga untuk membawa pesarawat tape dari rumah

5. Apabila nyeri yang klien rasakan akut, kuatkan volume music. Apabila
nyeri berkurang, kurangi volume.

6. Apabila tersedia music latar, pilih jenis music umum yang sesuai
dengan keinfinan klien

7. Minta klien berkonsentrasi pada music dan mengikuti irama dengan


mengetuk-ngetukkan jari atau menepuk-nepuk paha.

8. Hindari interupsi yang diakibatkan cahaya yang remang-remang dan


dihindari menutup dari gorden atau pintu.

9. Instuksikan kien untuk tidak menganalisis music: “nimkati musik


kemana pun musik membawa anda

Tinggalkan klien sendirian ketika mereka mendengarkan musik

c) Distraksi Intelektual
Pengalihan perhatian selain nyeri yang diarahkan ke dalam
tindakan-tindakan dengan menggunakan daya intelektual yang
pasien miliki. Misalnya dengan mengisi teka-teki silang, bermain
kartu, melakukan kegemaran di tempat tidur seperti mengumpukan
perangko, menulis buku cerita, dan sebagainya.
5) Relaksasi
Relaksasi adalah suatu tindakan untuk membebaskan mental dan
fisik dari ketegangan dan stress sehingga dapat meningkatkan toleransi
terhadap nyeri. Teknik telaksasi yang sederhana terdiri atas napas
abdomen denga frekuensi lambat, berirama. Pasien dapat memejamkan
matanya dan bernapas dengan perlahan dan nyaman. Irama yang
konstan dapat dipertahankan dengan menghitung dalam hati dan
lambar Bersama setiap inhalasi (“hirup, dua tiga”) dan ekshalasi
(“Hembuskan, dua, tiga”). Napas yang lambat, berirama, juga dapat
digunakan sebagai teknik distraksi. Periode relaksasi yang teratur
dapat membantu untuk melawan keletihan dan keteganganotot yang
terjadi dengan nueri kronis dan yang meningkatkan nyeri (Smeltzer &
Bare, 2002). Efek dari tek ik relaksasi tang baik dan benar adalah:
Table 6.2
Efek Relaksasi

1. Penurunan nadi, tekanan darah, dan pernapasan


2. Penurunan konsumsi oksigen

3. Penurunan ketegangan otot

4. Penurunan kecepatan metabolise

5. Peningkatan kesadaran global

6. Kurang perhatian terhadap stimulus lingkungan

7. Tidak ada perubahan posisi yang volunteer

8. Perasaan damai dan sejahtera

9. Periode kewaspadaan yang santai, terjaga, dan dalam

Relaksasi dapat dilakukan dengan posisi duduk maupun dengan


berbaring. Berbagai posisi tubuh untuk tindakan relaksasi sebagai
berikut:
Table 6.3
Posisi Tubuh untuk Relaksasi

Duduk
- Duduk dengan seluruh punggung bersandar pada kursi
- Letakkan kaki datar pada lantai
- letakkan kaki terpisah satu sama lain
- gantungan kepala sejajar dengan tulang belakang
Berbaring
- letakkan kaki terpisah satu sama lain dengan jari-jari akia gak
meregang liris kea rah luar
- letakkan lengan pada sisi tanpa menyentuh sisi tubuh
- pertahankan kepala sejajar dengan tulang belakang
- gunakan bantal yang tipis dan kecil di bawah kepala
Sumber: Potter & Perry, 2002

6) Imajinasi Terbimbing
Imajinasi terbimbing adalah menggunakan imajinasi seseorang
dalam suatu cara yang dirancang secara khusus untuk mencapai efek
positif tertenu (Smeltzer &Bare, 2002). Berikut ini merupakan cntoh
bagaimana melakukan latihan imajinasi terbimbing kepada klien yang
mengalami nyeri dengan menggabungkan napas berirama lambat
dengan suatu bayangan mental relaksasi dan kenyamanan. “bayangkan
bahwa setiap desah napas yang anda hirup saat ini adalah energi
penyembuh yang sedang mengalir pelan melalui urat nadi ke bagian
sakit yang sedang anda alami. Lalu, bayangkan bahwa setiap
hembusan napas yang anda keluarkan telah membawa pergi jauh rasa
sakit atau nyeri yang anda rasakan”. Lakukan kegiatan ini secara
berulang dan teratur dalam beberapa menit (10-15 menit) untuk
mendapatkan hasil yang maksimal.
7) Hypnosis
Hypnosis/hipnosa adalah sebuah teknik yang menghasikan suatu
keadaan yang tidak sadarkan diri, yang dicapai melalui gagasan-
gagasan yang disampaikan oleh orang yang menghipnotisnya (Depkes,
1984). Hypnosis dapat membantu mengubah persepsi nyeri melaui
pengaruh sugesti positif. Suatu pendekatan holistic, hypnosis diri
menggunakan sugesti diri dan kesan tentang perasaan yang rileks dan
damai. Terdapat beragam teknik yang dilakukan untuk menginduksi
tigkat hipnotik. Namun, kebanyakan teknik menggunakan beberapa
tahap berikut: a) induksi ketidaksadaran, b) deepening, c) penguatan
ego d) sugesti pasca-hipnotik, e) sugesti pasca-hipnotik, dan f)
mengakhiri tahap ketidaksadaran (Basford & Slevin, 2006)
8) Akupuntur
Akupuntur adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan
proses memaukkan jarum-jarum tajam pada titik-titik strategis pada
tubuh untuk mencapai efek terapeutik. Teknik akupuntur ini adalah
suatu teknik tusuk jarum yang mempergunakan jarum-jarum kecil
Panjang (ukuran bervariasi dari 1,7 cm hingga 10 cm) untuk menusuk
bagian-bagian tertentu di badan area yang paling digunakan adalah
kaki, tungkai bawah, tangan, dan lengan bawah (Basford & Slevin,
2006), guna menghasilkan ketidakpekaan terhadap rasa sakit atau
nyeri. Setelah dimasukkan ke dalam tubuh, jarum-jarum itu diputar-
putar atau dipakai untuk menghantar arus listrik yang kecil. Titik –
titik akupuntur dapat distimulasi dengan memasukkan dan mencabut
jarum menggunakan panas, tekanan/pijatan, laser, atau stimulasi
elektrik atau kombinasi dari berbagai macam cara tersebut (Murray &
Pizzorno, 1991 dalam Prasetyo, 2010)

9) Umpan Balik Biologis


Prinsip kerja dari metode ini adalah mengukur respons fisiologis,
seperti gelombang pada otak, kontraksi otot atau temperature kulit
kemudian “mengembalikan” memberikan informasi tersebut kepada
klien. kebanyakan alat umpan balik biologis/biofeedback terdiri dari
beberapa elektroda yang ditempatkan pada kulit dan sebuah amplifier
yang mentransformasikan data berupa tanda visual seperti lampu yang
berwarna. Klien kemudian mengenali tanda dan gejala tersebut sebagai
respons stress dan menggantikannya dengan respons relaksasi
(Prasetyo, 2010)
10) Masase
Masase adalah melakukan tekanan tangan pada jaringan lunak, biasnya
otot, tendon, atau ligamentum, tanpa menyebabkan gerakan atau
perubahan posisi sendi untuk meredakan nyeri, menghasilkan
relaksasi, dan/atau memperbaiki sirkulasi (Mander, 2004)
b) Penatalaksanaan Nyeri Farmakologis
1) Analgesik non-narkotik dan obat antiinflamasi nonsteroid (NSAID)
NSAID Non-narkotik umumnya menghilangkan nyeri ringan dan
nyeri sedang, seperti nyeri yang terkait dengan artritis rheumatoid,
prosedur pengobatan gigi, dan prosedur bedah minor, episiotomy, dan
masalah pada punggung bagian bawah. Satu pengecualian, yaitu
ketotolak (Toradol), merupakan agens analgesik pertama yang dapat
diinjeksikan yang kemanjurannya dapat dibandingkan dengan morfin
(McKenry dan Salerno, 1995 dalam Potter & Perry, 2006)
2) Analgesik narkotik atau opiat
Analgesik narkotik atau opiat umumnya diresepkan dan digunakan
untuk nyeri sedang sampai berat, seperti pascaoperasi dan nyeri
maligna. Analgesik ini bekerja pada sistem saraf pusat untuk
menghasilkan kombinasi efek mendepresi dan menstimulasi.
3) Obat tambahan (Adjuvan)
Adjuvan seperti sedative, anticemas, dan relaksasi otot meningkatkan
control nyeri atau menghilangkan gejala lain yang terkait dengan nyeri
seperti mual dan muntah. Agens tersebut diberikan dalam bentuk
tunggal atau disertai dengan analgesik. Sedatif sering kali diresepkan
untuk penderita nyeri kronik. Obat-obatan ini dapat menimbulkan rasa
kantuk dan kerusakan koordinasi, keputusan, dan kewaspadaan mental.

8. PENGKAJIAN
Pengkajian adalah pemikiran dasar dari proses keperawatan yang bertujuan
untuk mengumpulkan informasi atau data tentang pasien, agar dapat
mengidentifikasi, mengenali masalah-masalah, kebutuhan kesehatan dan
keperawatan pasien (Istianah, 2017).
A. Pengumpulan data
1. Biodata
Meliputi nama, unsur, umur, jenis kelamin, agama, pekerjaan,
pendidikan, alamat.
2. Riwayat kecelakaan
Adanya perasaan tidak nyaman, antara lain nyeri, kekakuan pada
tangan atau kaki dalam beberapa periode/waktu sebelum klien
mengtahui dan merasakan adanya perubahan sendi.
3. Pemeriksaan fisik
Inspeksi persendiaan untuk masing-masing sisi, amati adanya
kemerahan, pembengkakan, teraba hangat, dan perubahan bentuk
(deformitas).
a. Lakukan pengukuran rentang gerak pasif pada sendi. Catat jika
terjadi keterbatasan gerak sendi, krepitasi dan jika terjadi nyeri
saat sendi digerakan.
b. Ukur kekuatan otot.
c. Kaji skala nyeri dan kapan nyeri terjadi.
4. Riwayat psikososial
Penderita mungkin merasa khwatir mengalami deformitas pada
sendi-sendinya. Ia juga merasakan adanya kelemahan-kelemahan
pada fungsi tubuh dan perubahan pada kegiatan sehari-hari.
5. Aktivitas/istirahat
Nyeri sendi karena pergerakan, nyeri tekan, kekakuan sendi pada
pagi hari. Keterbatasan fungsional yang berpengaruh pada gaya
hidup, aktivitas istirahat, dan pekerjaan. Gejala lain adalah keletihan
dan kelelahan yang hebat.
6. Kardiovaskuler
Fenomena Raynaud jari tangan/ kaki (missal: pucat intermitten,
sianosis, kemudian kemerahan pada jari sebelum warna kembali
normal).
7. Integritas ego
Faktor stress akut/kronis, misalnya finansial, pekerjaan,
ketidakmampuan, keputusasaan dan ketidakberdayaan. Acaman
konsep diri, citra diri, perubahan bentuk badan.
8. Makanan / cairan
Ketidakmampuan untuk mengonsumi makan/cairan yang adekuat:
mual, anoreksia. Menghindari makanan yang tinggi purin seperti:
kacang-kacangan, daun singkong, jeroan. Menghindari minum kopi.
9. Hygene
Berbagai kesulitan untuk melaksanakan aktivitas perawatan pribadi
secara mandiri. Ketergantungan pada orang lain.
10. Neurosensori
Kebas/kesemutan pada tangan dan kaki, hilangnya sensasi pada jari
tangan, pembengkakan sendi simetris.
11. Nyeri/keamanan
Fase akut dari nyeri (disertai/tidak disertai pembengkakan jaringan
lunak pada sendi. Rasa nyeri kronis dan kekakuan pada pagi hari).
12. Keamanan
Kulit mengilat, tegang. Kesulitan dalam menangani
tugas/pemeliharaan rumah tangga, kekeringan pada mata dan
membrane mukosa.
13. Interaksi sosial
Kerusakan interaksi dengan keluarga/orang lain, perubahan peran.
B. Analisa Data
Analisa data merupakan kemampuan kognitif dalam pengembangan daya
berfikir dan penalaran yang dipengaruhi oleh latar belakang ilmu dan
pengetahuan , pengalaman, dan pengertian keperawatan. Dalam
melakukan analisa data, diperlukan kemampuan mengaitkan data dan
menghubungkan data tersebut dengan konsep, teori dan prinsip yang
relevan untuk membuat kesimpulan dalam menentukan masalah
kesehatan dan keperawatan klien.
C. Diagnosa Keperawatan
Berdasarkan SDKI diagnosa keperawatan difokuskan pada masalah
pemenuhan kebutuhan dasar manusia. Diagnosa keperawatan yang
muncul pada nyeri yaitu (SDKI, 2017)
1. Nyeri akut
a) Definisi: pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan
dengan kerusakan jaringan aktual atau fungsional, dengan onset
mendadak atau lambat dan berintesitas ringan hingga berat yang
berlangsung kurang dari 3 bulan.
b) Penyebab:
1) Agen pencedera fisiologis (mis. Inflamasi, iskemia,
neoplasma)
2) Agen pencedera kimiawi (mis. Terbakar, bahan kimia iritan)
3) Agen pencedera fisik (mis. Abses, amputasi, terbakar,
terpotong, mengangkat berat, prosedur operasi, trauma,
latihan fisik berlebihan)

c) Gejala dan Tanda Mayor


Subjektif:
1) Mengeluh nyeri

Objektif:

1) Tampak meringis
2) Bersikap protektif (mis. Waspada, posisi menghindari nyeri)
3) Gelisah
4) Frekuensi nadi meningkat
5) Sulit tidur
d) Gejala dan Tanda Minor
Subjektif:
(tidak tersedia)
Objektif:
1) Tekanan darah meningkat
2) Pola napas berubah
3) Nafsu makan berubah
4) Proses berpikir terganggu
5) Menarik diri
6) Berfokus pada diri sendiri
7) Diaforesis
2. Nyeri Kronis
a) Definisi: pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan
dengan kerusakan jaringan aktual atau fungsional, dengan onset
mendadak atau lambat dan berintesitas ringan hingga berat yang
berlangsung lebih dari 3 bulan.
b) Penyebab
1) Kondisi muskuloskeletal kronis
2) Kerusakan sistem saraf
3) Penekanan saraf
4) Infiltrasi tumor
5) Ketidakseimbangan neurotransmitter, neuromudolator, dan
reseptor
6) Gangguan imunitas (mis. Neuropati terkait HIV, virus
varicella-zoster)
7) Gangguan fungsi metabolic
8) Riwayat posisi kerja stasis
9) Peningkatan indeks massa tubuh
10) Kondisi pasca trauma
11) Tekanan emosional
12) Riwayat penganiayaan (mis. Fisik, psikologis, seksual)
13) Riwayat penyalanggunaan obat/zat
c) Gejala dan Tanda Mayor
Subjektif:
1) Mengeluh nyeri
2) Merasa depresi (tertekan)

Objektif :

1) Tampak meringis
2) Gelisah
3) Tidak mampu menyelesaikan aktivitas
d) Gejala dan Tanda Minor
Subjektif:
1) Merasa takut mengalami cedera berulang

Objektif:

1) Bersikap protektif (mis. Posisi menghindari nyeri)


2) Waspada
3) Pola tidur berubah
4) Anoreksia
5) Fokus menyempit
6) Berfokus pada diri sendiri
3. Gangguan Rasa Nyaman
a. Definisi: perasaan kurang senang, lega dan sempurna dalam
dimensi fisik, psikospiritual, lingkungan dan sosial.
b. Penyebab:
1) Gejala penyakit
2) Kurang pengendalian situasional/lingkungan
3) Ketidakadekuatan sumber daya (mis. Dukungan finansial,
sosial dan pengetahuan)
4) Kurang privasi
5) Gangguan stimulus lingkungan
6) Efek samping terapi (mis. Medikasi, radiasi, kemoterapi)
7) Gangguan adaptasi kehamilan
c. Gejala dan Tanda Mayor
Subjektif:
1) Mengeluh tidak nyaman

Objektif:

1) Gelisah
d. Gejala dan Tanda Minor
Subjekti:
1) Mengeluh sulit tidur
2) Tidak mampu rileks
3) Mengeluh kedinginan/kepanasan
4) Merasa gatal
5) Mengeluh mual
6) Mengeluh lelah

Objektif:

1) Menunjukkan gejala distress


2) Tampak merintih/gelisah
3) Pola eliminasi berubah
4) Postur tubuh berubah
5) Iritabilitas
D. Rencana Keperawatan
Intervensi keperawatan/perencanaan merupakan proses penyusunan
strategi yang dibutuhkan untuk mencegah, mengurangi atau mengatasi
masalah kesehatan klien yang telah diidentifikasi dan divalidasi pada
tahap perumusan diagnose keperawatan, intervensi dilakukan dengan
menetapkan tujuan dan kriteria hasil. Intervensi dilakukan dalam rangka
pemenuhan kebutuhan dasar klien baik fisiologi maupun psikologis.
Intervensi dapat berupa tindakan mandiri, kolaboratif, langsung dan tidak
langsung yang terdiri dari tindakan pengobatan, pencegahan dan promosi
kesehatan (Riasmini dkk, 2017)

Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi


Keperawatan
1. Nyeri Akut Manajemen Nyeri (I.08238)
2. Nyeri Kronis Observasi
3. Gangguan Rasa 1) Identifikasi lokasi,
Nyaman karakteristik, durasi,
frekuensi, kualitas, intensitas
nyeri
2) Indentifikasi skala nyeri
3) Indentifikasi respons nyeri
non verbal
4) Identifikasi faktor yang
memperberat dan
memperingan nyeri
5) Identifikasi pengetahuan dan
kenyakinan tentang nyeri
6) Identifikasi pengaruh budaya
terhadap respon nyeri
7) Identifikasi pengaruh nyeri
terhadap kualitas hidup
8) Monitor keberhasilan terapi
komplementer yang sudah
diberikan
9) Monitor efek samping
penggunaan analgetik
Terpeutik
1) Berikan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri (mis.
Tens, hipnotis, akupresur,
terapi music, biofeedback,
terapi pijat, aromaterapi,
teknik imajinasi terbimbing,
kompres hangat/dingin, terapi
bermain)
2) Control lingkungan yang
memperberat rasa nyeri (mis.
Suhu ruangan, pencahayaan,
kebisingan)
3) Fasilitasi istirahat dan tidur
4) Pertimbangkan jenis dan
sumber nyeri dalam
pemilihan strategi meredakan
nyeri
Edukasi
1) Jelaskan penyebab, periode
dan pemicu nyeri
2) Jelaskan strategi meredakan
nyeri
3) Anjurkan monitor nyeri
secara mandiri
4) Anjurkan menggunakan
analgetik secara tepat
5) Anjurkan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi
1) Kolaborasi pemberian
analgetik, jika perlu

E. Implementasi keperawatan
Implementasi merupakan pelaksanaan tindakan yang sudah direncakan
dengan tujuan kebutuhan pasien terpenuhi secara optimal dalam rencana
keperawatan. Tindakan keperawatan mencakup tindakan mandiri
(independent), saling ketergantungan/kolaborasi, dan tindakan
rujukan/ketergantungan (dependent) (Tartowo & Wartonah, 2015).
F. Evaluasi Keperawatan
Proses keperawatan dengan cara melakukan identifikasi sejauh mana
tujuan dari rencana keperawatan tercapai atau tidak dan perbandingan
yang sistematis dan terencana tentang kesehatan klien dengan tujuan yang
telah ditetapkan, keluarga dan tega kesehatan lainnya. Tujuan evaluasi
untuk melihat kemampuan klien dalam mencapai tujuan yang disesuaikan
dengan kriteria hasil pada tahap perencanaan. Untuk mempermudah
mengevaluasi atau memantau perkembangan pasien digunakan komponen
SOAP adala sebagai berikut:
S : Data Subjektif
Perawat menuliskan keluhan pasien yang masih dirasakan setelah
dilakukan tindakan keperawatan
O : Data Objektif
Data berdasarkan hasil pengukuran atau observasi perawat secara
langsung kepada pasien dan yang dirasakan pasien setelah dilakukan
tindakan keperawatan.
A : Analisa
Merupakan suatu masalah atau diagnosis keperawatan yang masih terjadi,
atau juga dapat juga dituliskan suatu masalah/ diagnosis baru yang terjadi
akibat perubahan status kesehatan pasien yang telah teridentifikasi
datanya dalam data subjektif dan objektif.
P : Planning
Perencanaan keperwatan yang dilanjutkan, dihentikan, dimodifikasi atau
ditambahkan dari rencana tindakan keperawatan yang telah ditentukan
sebelumnya, tindakan yang telah menunjukkan hasil yang memuaskan
data tidak memerlukan tindakan ulang pada umumnya dihentikan.

DAFTAR PUSTAKA

Andarmoyo, S. (2013). Konsep & Proses Keperawatan Nyeri (R. KR (ed.); I). Ar-
Ruzz Media.

Hidayat, A. A. A. (2009). Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia Aplikasi Konsep


dan Proses Keperawatan (D. Sjabarna (ed.); I). Salemba Medika.

Anda mungkin juga menyukai