Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN


PEMENUHAN KEBUTUHAN RASA AMAN DAN NYAMAN
DI RUANG GARDENIA RSUD TARAKAN JAKARTA PUSAT

Disusun oleh:
Wiwik Puji Rahayu

Pembimbing
Ns Syamikar M.Kep., Sp.Kom

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA
2023
I. Konsep Kebutuhan Rasa Aman dan Nyaman
A. Definisi Aman dan Nyaman
Keamanan adalah kondisi bebas dari cedera fisik dan psikologi (Potter & Perry, 2006). Perawat
harus mengkaji bahaya yang mengacam keamanan klien dan lingkungan, dan selanjut nya melakukan
intervensi yang diperlukan. Dengan melakukan hal ini, maka perawat adalah orang yang perperan aktif
dalam usaha pencegahan penyakit, pemeliharaan kesehatan, dan peningkatan kesehatan. Ketika
kebutuhan fisiologis seseorang telah terpenuhi secara layak, kebutuhan akan rasa aman mulai muncul.
Keaadaan aman, stabilitas, proteksi dan keteraturan akan menjadi kebutuhan yang meningkat.
Jika tidak terpenuhi ,maka akan timbul rasa cemas dan takut sehingga dapat menghambat pemenuhan
kebutahan lainnya. Keyamanan atau rasa aman adalah suatu keadaan terpenuhinya kebutuhan dasar
manusia yaitu kebutuhan akan ketenteraman (suatu kepuasaan yang menngkatkan penanmpilan sehari-
hari), kelegaan (kebutuhan telah terpenuhi), dan transenden keadaan tentang sesuatu melebihi masalah).
Kenyaman di pandang secara holistik, yaitu :
1. Fisik berhubungan dengan sensasi tubuh.
2. Sosial berhubungan dengan hubungan interpersonal keluarga dan sosial.
3. Psikospritual berhungan dengan kewaspadaan internal dalam diri sendiri yang meliputi harga diri,
seksualitas, dan makna kehidupan.
4. Lingkungan berhubungan dengan latar belakang pengalaman eksternal manusia seperti cahaya,
bunyi, temperatur, warna, dan unsur alamiah lainya.

B. Definisi Nyeri
Nyeri merupakan kondisi berupa perasaan yang tidak menyenangkan, bersifat sangat subjektif.
Perasaan nyeri pada setiap orang berbeda dalam hal skala ataupun tingkatannya, dan hanya orang
tersebutlah yang dapat menjelaskan atau mengevaluasi rasa nyeri yang dialaminya.
Nyeri akut adalah pengalaman sensori dan emosional tidak menyenangkan yang muncul akibat
kerusakan jaringan aktual atau potensial atau yang digambarkan sebagai kerusakan (International
Association fol the Study of Pain); awitan yang tiba-tiba atau lambat dari intensitas ringan hingga berat
dengan akhir yang dapat diantisipasi atau diprediksi dan dengan durasi kurang dari 3 bulan.
Nyeri kronis adalah pengalaman sensorik dan emosional tidak menyenangkan yang muncul
akibat kerusakan jaringan aktual atau potensial atau yang digambarkan sebagai suatu kerusakan
(International Association fol the Study of Pain); awitan yang tiba-tiba atau lambat dari intensitas ringan
hingga berat, terjadi konstan atau berulang tanpa akhir yang dapat diantisipasi atau diprediksi dan
berlangsung lebih dari tiga bulan.

1
C. Fisiologi Nyeri
Menurut Potter & Perry (2007), terdapat 3 komponen dalam fisiologi nyeri yaitu, resepsi,
persepsi dan reaksi, stimulus penghasil nyeri mengirimkan implus melalui serabut saraf perifer. Serabut
nyeri memasuki medulla spinalis dan menjalani salah satu dari beberapa rute saraf dan akhirnya sampai
di dalam masa berwarna abu-abu di medulla spinalis. Terdapat pesan nyeri dapat berinteraksi dengan
sel saraf inhibitor, mencegah stimulus nyeri sehingga tidak mencapai otak atau transmisi tanpa
hambatan ke korteks serebral, maka otak menegiterpretasikan kualitas nyeri dan memproses informasi
tentang pengalaman dan pengetahuan yang dimiliki serta asosiasi kebudayaan dalam upaya
mempersiapkan nyeri (Wahyudi dan Wahid, 2016).
1. Resepsi
Pemaparan terhadap panas atau dingin, tekanan, friksi, dan zat-zat kimia menyebabkan pelepasan
subtansi, seperti histamine, brakdikin dan kalium, yang bergabung dengan lokasi receptor di
nosiseptor (reseptor yang berespons terhadap stimulus yang membahayakan) untuk memulai
transmisi neural, yang dikaitkan dengan nyeri. Beberapa reseptor hanya berespons pada satu jenis
nyeri, sedangkan reseptor yang lain juga sensirif terhadap tekanan dan temperature. Apabila
kombinasi dengan reseptor nyeri mencapai ambang nyeri (tingkat instensitas stimulus minimum
yang dibutuhkan untuk membangkitkan suatu implus saraf), kemudian terjadilah aktivitas neuron
nyeri. Karena terdapat variasi dalam bentuk ukuran badan, makan distribusi reseptor nyeri disetiap
bagian tubuh bervariasi.
Impuls saraf, yang dihasilkan oleh stimulus nyeri, menyebar disepanjang saraf serabut perifer
aferen. Dua tipe serabut saraf perifer mengkonduksi stimulus nyeri: serabut A-Delta yang
bermielinasi dengan cepat dan serabut C yang tidak bermielinasi dan berukuran sangat kecil serta
lambat. Serabut A mengirim sensasi tajam, terlokasi, dan jelas yang melokalisasi sumber nyeri dan
mendeteksi intensitas nyeri. Serabut C menghantarkan impuls yang terlokalisasi buruk, visceral,
dan terus-menerus. Ketika serabut C dan A-delta mentransmisikan implus dari serabut saraf
perifer, maka akan melepaskan mediator biokimia yang mengaktifkan dan membuat peka respons
nyeri. Misalnya, kalsium, prostaglandin dilepaskan ketika sel-sel local mengalami kerusakan.
Transmisi stimulus nyeri berlanjut sampai transmisi tersebut berakhir sibgaian kornu dorsalisasi
medulla spinalis. Didalam kornu dorsalis, neurotransmitter, seperti subtansi P dilepaskan, sehingga
menyebabkan suatu transmisi spinalis dari saraf perifer ke saraf traktus spinotalamus. Hal ini
memungkinkan implus nyeri ditransmisikan lebih jauh ke dalam sistem saraf pusat.
2. Neuroregulator
Neuroregulator memegang peranan penting dalam suatu pengalaman nyeri. Substansi ini
ditemukan di lokasi nosiseptor. Neuroregulator dibagi menjadi dua kelompok, yakni
neurotransmitter dan neuromodulator. Neurotransmitter seperti subtansi P mengirim implus listrik
melewati celah sinap diantara dua serabut saraf (eksitator dan inhibitor). Neuromodulator
memodifikasi aktivitas neuron dan menyesuaikan atau memvariasikan transmisi stimulus nyeri

2
tanpa secara langsung mentransfer tanda saraf melalui sebuah sinap. Endorphin merupakan salah
satu contoh neuromodulator.
3. Teori Pengontrol Nyeri (Gate Control)
Teori Gate Control dari Melzack dan Wall (1965), mengusulkan bahwa implus nyeri dapat diatur
atau bahkan dihambat oleh mekanisme pertahanan disepanjang system saraf pusat. Mekasnisme
pertahanan dapat ditemukan di sel-sel gelatinos substansia di dalam kornu dorsalis pada medulla
spinalis, talamus, dan sistem limbik. Suatu keseimbangan aktivitas dari neuron dan serabut control
desenden dari otak mengatur proses pertahanan. Neuron delta-A dan C melepaskan subtansi P
untuk mentransmisikan implus melalui mekanisme pertahanan. Neuron beta-A yang lebih tebal,
yang lebih cepat yang melepaskan neurotransmitter penghambat. Apabila masukan yang dominan
berasal dari serabut beta-A, maka akan menutup mekanisme pertahanan. Apabila masukan yang
dominan berasal dari serabut delta-A dan serabut C, maka akan membuka pertahanan tersebut dan
klien akan mempersepsikan nyeri. Saat implus di antarkan ke otak, terdapat pusat kortek yang lebih
tinggi di otak yang memodifikasi persepsi nyeri. Alur saraf desenden melepaskan opiate endogen,
seperti endorfin dan dinorfin, suatu pembunuh nyeri alami yang berasal dari tubuh.
Neuromodulator ini menutup mekanisme pertahanan dengan menghambat pelepasan substansi P.

D. Penyebab Nyeri
1. Mekanik
Menimbulkan nyeri karena ujung-ujung saraf bebas, mengalami kerusakan akibat benturan,
gesekan ataupun luka.
2. Spasme
Kerusakan jaringan, iritasi langsung pada reseptor nyeri inflamasi, penekanan pada reseptor
nyeri.
3. Thermal (panas atau dingin)
Menimbulkan nyeri karena ujung saraf reseptor mendapat rangsangan akibat panas atau dingin.
4. Kimia
Trauma kimiawi terjadi karena tersentuh zat asam atau basa yang kuat.
5. Neoplasma
Neoplasma menyebabkan nyeri karena terjadinya tekanan atau kerusakan jaringan yang
mengandung reseptor nyeri dan juga karena tarikan, jepitan atau metastase.

E. Klasifikasi Nyeri
1. Nyeri berdasarkan tempatnya:
a) Pheriperal pain, yaitu nyeri yang terasa pada permukaan tubuh misalnya pada kulit, mukosa
b) Deep pain, yaitu nyeri yang terasa pada permukaan tubuh yang lebih dalam atau pada organ-
organ tubuh viseral.

3
c) Refered pain, yaitu nyeri dalam yang disebabkan karena penyakit organ/struktur dalam tubuh
yang ditransmisikan ke bagian tubuh di daerah yang berbeda, bukan daerah asalnya.
d) Central pain, yaitu nyeri yang terjadi karena perangsangan pada sistem saraf pusat, spinal
cord, batang otak, thalamus dan lain-lain.
2. Nyeri berdasarkan sifatnya:
a) Incidental pain, yaitu nyeri yang timbul sewaktu-waktu lalu menghilang
b) Steady pain, yaitu nyeri yang timbul dan menetap serta dirasakan dalam waktu yang lama
c) Paroxymal pain, yaitu nyeri yang dirasakan berintensitas tinggi dan kuat sekali. Nyeri tersebut
biasanya menetap lebih ± 10 – 15 menit lalu menghilang, kemudian timbul lagi.
3. Nyeri berdasarkan berat ringannya:
a) Nyeri ringan, yaitu nyeri dengan intensitas rendah
b) Nyeri sedang, yaitu nyeri yang menimbulkan reaksi
c) Nyeri berat, yaitu nyeri dengan intensitas yang tinggi
4. Nyeri berdasarkan waktu lamanya serangan:
a) Nyeri akut, yaitu nyeri yang dirasakan dalam waktu yang singkat dan berakhir kurang dari 6
bulan, sumber dan daerah nyeri diketahui dengan jelas.
b) Nyeri kronis, yaitu nyeri yang dirasakan lebih dari 6 bulan, pola beragam dan berlangsung
berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun.

F. Faktor-faktor yang Memengaruhi Nyeri


1. Usia
Usia merupakan variabel penting yang mempengaruhi nyeri, khususnya pada anak-anak dan
lansia. Anak kecil mempunyai kesulitan memahami nyeri dan prosedur yang dilakukan perawat
yang menyebakan nyeri. Anak-anak juga mengalami kesulitan secara verbal dalam
mengungkapkan dan mengekspresikan nyeri. Sedangkan pasien yang berusia lanjut, memiliki
risiko tinggi mengalami situasi yang membuat mereka merasakan nyeri akibat adanya
komplikasi penyakit dan degeneratif.
2. Jenis Kelamin
Beberapa kebudayaan yang mempengaruhi jenis kelamin misalnya menganggap bahwa
seseorang anak laki-laki harus berani dan tidak boleh menangis, sedangkan anak perempuan
boleh menangis dalam situasi yang sama. Namun secara umum, pria dan wanita tidak berbeda
secara bermakna dalam berespons terhadap nyeri.
3. Kebudayaan
Beberapa kebudayaan yakin bahwa memperlihatkan nyeri adalah sesuatu yang alamiah.
Kebudayaan lain cenderung untuk melatih perilaku yang tertutup (introvert). Sosialisasi budaya
menentukan perilaku psikologi seseorang. Dengan demikian hal ini dapat mempengaruhi
pengeluaran fisiologi opial endogen sehingga terjadilah persepsi nyeri.

4
4. Makna Nyeri
Individu akan mempersepsikan nyeri berbeda-beda apabila nyeri tersebut member kesan
ancaman, suatu kehilangan, hukuman, dan tantangan. Makna nyeri mempengaruhi pengalaman
nyeri dan cara seseorang beradaptasi terhadap nyeri.
5. Perhatian
Tingkat seorang pasien pasien memfokuskan perhatiannya pada nyeri dapat mempengaruhi
persepsi nyeri. Perhatian yang meningkat dihubungkan dengan nyeri yang meningkat
sedangkan upaya pengalihan (distraksi) dihubungkan dengan respons nyeri yang menurun.
6. Ansietas
Ansietas seringkali meningkatkan persepsi nyeri tetapi nyeri juga dapat menimbulkan suatu
perasaan ansietas. Apabila rasa cemas tidak mendapat perhatian dapat menimbulkan suatu
masalah penatalaksanaan.
7. Keletihan
Rasa kelelahan menyebabkan sensasi nyeri semakin intensif dan menurunkan kemampuan
koping sehingga meningkatkan persepsi nyeri.
8. Pengalaman sebelumnya
Setiap individu belajar dari pengalaman nyeri sebelumnya namun tidak selalu berarti bahwa
individu tersebut akan menerima nyeri dengan lebih mudah di masa datang.
9. Gaya koping
Individu yang memiliki lokus kendali internal mempersepsikan diri mereka sebagai individu
yang dapat mengendalikan lingkungan mereka dan hasil akhir suatu peristiwa seperti nyeri.
Sebaliknya, individu yang memiliki lokus kendali eksternal mempersepsikan factor lain di
dalam linkungan mereka seperti perawat sebagai individu yang bertanggung jawab terhadap
hasil akhir suatu peristiwa.
10. Dukungan keluarga dan sosial
Kehadiran orang-orang terdekat pasien dan bagaimana sikap mereka terhadap pasien
mempengaruhi respons nyeri. Pasien dengan nyeri memerlukan dukungan, bantuan dan
perlidungan walaupun nyeri tetap dirasakan namun kehadiran orang yang dicintai akan
meminimalkan kesepian dan ketakutan.

G. Faktor-faktor yang Memengaruhi Aman dan Nyaman


Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi keamanan dan kenyamanan, antara lain:
1. Emosi kecemasan, depresi, dan marah yang tidak terkendali akan mudah terjadi dan mempengaruhi
keamanan dan kenyamanan. Kecemasan adalah emosi perasaan yang timbul sebagai respon awal
terhadap stress psikis dan ancaman terhadap nilai-nilai yang berarti bagi individu.

5
2. Status mobilisasi keterbatasan aktivitas, paralisis,kelemahan otot, dan kesadaran menurut
memudahkan terjadinya resiko injury menyebabkan klen selalu merasa tidak aman dalam
beraktivitas dan tidak nyaman dengan keterbatasan fisik yang dialaminya
3. Gangguan persepsi sensori mempengaruhi adaptasi terhadap rangsangan yang berbahaya seperti
gangguan penciuman, pendengaran dan penglihatan yang lebih sering tidak nyata menimbulkan rasa
tidak nyaman saat gangguan datang.
4. Keadaan imunitas gangguan ini akan menimbulkan daya tahan tubuh kurang sehingga mudah
terserang penyakit.
5. Tingkat kesadaran pada pasien koma, respon akan menurun terhadap rangsanganya, paralisis,
disorientasi dan kurang tidur.
6. Informasi atau komunikasi gangguan kominikasi seperti aphasia atau tidak dapat membaca dapat
menimbulkan kecelakaan bagi pasien.
7. Gangguan tingkat pengetahuan kesadaraan akan terjadi gangguan keselamatan dan keamanan dapat
diprediksi sebelumnya.
8. Status nutrisi keadaan nutrisi yang kurang menimbulkan kelemahan dan mudah menimbulkan
penyakit, demikian sebaliknya kelebihan nutrisi berisiko terhadap penyakit tertentu.
9. Usia perbedaan usia membedakan akibat yang terjadi dari apa yang dilakukan.
10. Jenis kelamin secara umum pria dan wanita tidak berbeda secara bermakna dalam berespon terhadap
tingkat kenyamanannya.
11. Kebudayaan keyakinan dan nilai-nilai kebudayan mempengaruhi cara individu meningkatkan dan
mengatasi kenyamanan dalam hidupnya.

H. Pengukuran Intensitas Nyeri


1. Skala Deskriptif
Skala pendeskripsi verbal (Verbal Description Scale/ VDS) merupakan sebuah garis yang
terdiri dari tiga sampai lima kata pendeskripsian yang tersusun dengan jarak yang sama di
sepanjang garis. Pendeskripsian ini dirangking dari “tidak terasa nyeri” sampai “nyeri tidak
tertahankan”.

6
2. Skala Penilaian Numerik
Numerical rating scale (NRS) menilai nyeri dengan menggunakan skala 0-10. Skala ini sangat
efektif untuk digunakan saat mengkaji intensitas nyeri sebelum dan setelah intervensi
terapeutik.

3. Wong-Baker Pain Rating Scale


Wong-Baker Pain Rating Scale adalah metode penghitungan skala nyeri yang diciptakan dan
dikembangkan oleh Donna Wong dan Connie Baker. Cara mendeteksi skala nyeri dengan
metode ini yaitu dengan melihat ekspresi wajah yang sudah dikelompokkan ke dalam beberapa
tingkatan rasa nyeri.
Skala nyeri ini awalnya dikembangkan untuk anak-anak. Namun, dapat digunakan untuk semua
pasien berusia 3 tahun ke atas. Ini berguna untuk anak-anak karena mereka mungkin tidak
memahami penilaian rasa sakit mereka pada skala 0-10, tetapi mampu memahami wajah kartun
dan emosi yang mereka wakili dan menunjuk ke salah satu yang "paling sesuai dengan tingkat
rasa sakit mereka". Skala nyeri ini juga sesuai untuk pasien yang tidak tahu cara menghitung,
dan mereka yang mungkin memiliki gangguan fungsi otak.

Saat menjalankan prosedur ini, dokter atau perawat akan meminta pasien untuk memilih wajah
yang kiranya paling menggambarkan rasa nyeri yang sedang mereka alami. Seperti terlihat pada
gambar, skala nyeri dibagi menjadi:
- Raut wajah 1, tidak ada nyeri yang dirasakan

7
- Raut wajah 2, sedikit nyeri
- Raut wajah 3, nyeri
- Raut wajah 4, nyeri lumayan parah
- Raut wajah 5, nyeri parah
- Raut wajah 6, nyeri sangat parah

4. Skala Analog Visual


Visual analog scale (VAS) merupakan pengukuran derajat nyeri dengan cara menunjukan satu
titik pada garis skla nyeri (0-10). Satu ujung menunjukkan tidak nyeri dan ujung lain
menunjukan nyeri hebat, panjang garis mulai dari titik nyeri sampai titk ditunjukan besarnya
nyeri. Besarnya dalam satuan millimeter, misalnya 10-20-30 mm. Skala ini memberikan
kebebasan penuh pada pasien untul mengidentifikasi keparahan nyeri.

II. Rencana Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Kebutuhan Aman dan Nyaman
A. Pengkajian
1. Riwayat Keperawatan
a) Riwayat Penyakit Sekarang
Lingkungan, kebisingan mempengaruhi rasa aman dan nyaman. Lingkungan pasien
mencakup semua faktor fisik dan psikososial yang mempengaruhi atau berakibat terhadap
kehidupan atau kelangsungan hidup pasien. Keamanan yang ada dalam lingkungan ini akan
mengurangi insiden terjadinya penyakit dan cedera yang akan mempengaruhi rasa aman dan
nyaman pasien.
b) Riwayat Penyakit Terdahulu
Trauma pada jaringan tubuh, misalnya ada luka bekas operasi/bedah menyebabkan terjadinya
kerusakan jaringan dan iritasi secar langsung pada reseptor sehingga mengganggu rasa
nyaman pasien.
c) Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat ini bisa dapat menyebabkan gangguan rasa aman dan nyaman, karena dengan adanya
riwayat penyakit maka klien akan beresiko terkena penyakit sehingga menimbulka rasa tidak
nyaman seperti nyeri.

8
d) Perilaku Non Verbal
Beberapa perilaku non verbal yang dapat kita amati antara lain ekspresi wajah, gemeretak
gigi, menggigit bibir bawah.
e) Karakteristik Nyeri (PQRST)
P (provokatif) : faktor yang mempengaruhi gawat dan ringannya nyeri
Q (quality) : seperti apa nyeri tersebut (tajam, tumpul, atau tersayat)
R (region) : daerah perjalanan nyeri
S (Skala nyeri) : keparahan/intensitas nyeri
T (time) : lama/waktu serangan/frekuensi nyeri
Pengkajian Skala Nyeri:
• Skala nyeri 1-3 nyeri ringan (masih bisa ditahan, aktivitas tak terganggu)
• Skala nyeri 4-6 nyeri sedang (mengganggu aktivitas fisik)
• Skala nyeri 7-10 nyeri berat (tidak dapat melakukan aktivitas secara mandiri)
2. Pemeriksaan Fisik
a) Ekspresi Wajah
➢ Menutup mata rapat-rapat
➢ Membuka mata lebar-lebar
➢ Menggigit bibir dibawah
b) Verbal
➢ Menangis
➢ Beteriak
c) Ekstremitas
➢ Amati gerak tubuh pasien untuk mengalokasi tempat atau rasa yang tidak nyaman.
d) Tanda-tanda vital
➢ Tekanan darah
➢ Nadi
➢ Pernafasan
3. Pemeriksaan Penunjang
➢ Pemeriksaan dengan skala nyeri.
➢ Pemeriksaan USG untuk data penunjang apabila ada nyeri tekan di abdomen.
➢ Rontgen untuk mengetahui tukang dalam yang abnormal.
➢ Pemeriksaan laboratorium sebagai data penunjang pemeriksaan fisik lainnya.
➢ CT-Scan mengetahui adanya pembuluh darah yang peah diotak.
➢ EKG.
➢ MRI.

9
B. Diagnosa Keperawatan yang Mungkin Muncul
1. Nyeri Akut (D.0077)
a) Definisi
Pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan dengan kerusakan jaringan aktual atau
fungsional, dengan onset mendadak atau lamat dan berintensitas ringan hingga berat yang
berlangsung kurang 3 bulan.
b) Batasan Karakteristik
➢ Tampak meringis
➢ Bersikap protektif (mis. waspada, posisi menghindari nyeri)
➢ Gelisah
➢ Frekuensi nadi meningkat
➢ Sulit tidur
➢ Tekanan darah meningkat
➢ Diaforesis
➢ Pola napas berubah
➢ Nafsu makan berubah
c) Faktor yang Berhubungan
➢ Kondisi pembedahan
➢ Cedera traumatis
➢ Infeksi
➢ Sindrom Koroner akut
➢ Glaukoma

2. Nyeri Kronis (D.0078)


a) Definisi
Pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan dengan keruskan jaringan aktual tau
fungsional, dengan onset mendadak atau lambat dan berintensitas ringan hingga berat dan
konstan, yang berlangsung lebih dari 3 bulan.
b) Batasan Karakteristik
➢ Mengeluh nyeri
➢ Merasa depresi (tertekan)
➢ Tampak meringis
➢ Gelisah
➢ Tidak mampu menuntaskan aktivitas
➢ Gejala dan Tanda Minor
➢ Merasa takut mengalami cedera berulang
➢ Bersikap protektif (mis. posisi menghindari nyeri)

10
➢ Bersikap Waspada
➢ Pola tidur berubah
➢ Anoreksia
➢ Fokus menyempit
➢ Berfokus pada disi sendiri
c) Faktor yang Berhubungan
➢ Kondisi kronis (mis arthritis reumatoid)
➢ Infeksi
➢ Cedera modula spinalis
➢ Kondisi pasca trauma
➢ Tumor
3. Gangguan Rasa Nyaman (D.0074)
a) Definisi
Perasaan kurang senang, lega dan sempurna dalam dimensi fisik, psikospirtual, lingkungan
dan sosial.
b) Batasan Karakteristik
➢ Mengeluh tidak nyaman
➢ Gelisah
➢ Mengeluh sulit tidur
➢ Merasa gatal
➢ Mual
➢ Mengeluh lelah
➢ Tidak mampu rileks
➢ Menunjukkan gejala distress
➢ Mengeluh kedinginan/ kepanasan
➢ Iritabilitas
➢ Postur tubuh berubah
➢ Tampak merintih/ menangis
➢ Pola eliminasi berubah
c) Faktor yang Berhubungan
➢ Penyakit kronis
➢ Keganasan
➢ Distress psikologis
➢ Kehamilan

11
4. Nausea (D.0076)
a) Definisi
Perasaan tidak nyaman pada bagian belakang tenggorokan atau lambung yang dapat
mengakibatkan muntah.
b) Batasan Karakteristik
➢ Mengeluh mual
➢ Merasa ingin muntah
➢ Tidak berminat makan
➢ Merasa asam di mulut
➢ Sensasi panas/dingin
➢ Sering menelan
➢ Salva meningkat
➢ Pucat
➢ Diaforesis
➢ Takikardia
➢ Pupil dilatasi
c) Faktor yang Berhubungan
➢ Meningitis
➢ Labrinitis
➢ Uremia
➢ Ketoasidosis diabetik
➢ Ulkus petikum
➢ Penyakit esofagus
➢ Tumor intaabdomen
➢ Neuroma akustik
➢ Tumor otak
➢ Kanker
➢ Glaukoma

12
C. Perencanaan Keperawatan
No Diagnosa Keperawatan Kriteria Hasil Intervensi
1 Nyeri Akut (D.0077) Tingkat Nyeri: Menurun (L.08066) Manajemen Nyeri (I.08238)
Kriteria Hasil: Observasi:
➢ Keluhan nyeri menurun ➢ Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas,
➢ Meringis menurun intensitas nyeri
➢ Gelisah menurun ➢ Indetifikasi skala nyeri
➢ Diaforesis menurun ➢ Identifikasi respon nyeri non verbal
➢ Frekuensi nadi membaik ➢ Identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan nyeri
➢ Identifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang nyeri
➢ Identifikasi pengaruh budaya terhadap respon nyeri
➢ Identifikasi pengaruh nyeri terhadap kualitas hidup
➢ Monitor keberhasilan terapi komplementer yang sudah di berikan
➢ Monitor efek samping penggunaan analgetik
Terapeutik:
➢ Berikan teknik non farmakologis untuk mengurangi rasa nyeri
(mis:TENS,hipnosis,akupresur, terapi musik, biofeedback, terapi
pijat, aromaterapi, teknik imajinasi terbimbing, kompres hangat /
dingin, terapi bermain)
➢ Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri (mis: suhu
ruangan, pencahayaan, kebisingan)
➢ Fasilitas istirahat dan tidur
➢ Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam pemilihan strategi
meredakan nyeri
Edukasi:

13
➢ Jelaskan penyebab periode dan pemicu nyeri
➢ Jelaskan strategi meredakan nyeri
➢ Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri
➢ Anjurkan menggunakan anlgetik secara tepat
➢ Ajarkan teknik non farmakologis untuk mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi:
Kolaborasi pemberian analgetik jika perlu
2 Nyeri Kronis (D.0078) Tingkat Nyeri: Menurun (L.08066) Manajemen Nyeri (I.08238)
Kriteria Hasil: Observasi:
➢ Keluhan nyeri menurun ➢ Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas,
➢ Meringis menurun intensitas nyeri
➢ Gelisah menurun ➢ Indetifikasi skala nyeri
➢ Diaforesis menurun ➢ Identifikasi respon nyeri non verbal
➢ Frekuansi nadi membaik ➢ Identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan nyeri
➢ Identifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang nyeri
➢ Identifikasi pengaruh budaya terhadap respon nyeri
➢ Identifikasi pengaruh nyeri terhadap kualitas hidup
➢ Monitor keberhasilan terapi komplementer yang sudah di berikan
➢ Monitor efek samping penggunaan analgetik
Terapeutik:
➢ Berikan teknik non farmakologis untuk mengurangi rasa nyeri
(mis:TENS,hipnosis,akupresur, terapi musik, biofeedback, terapi
pijat, aromaterapi, teknik imajinasi terbimbing, kompres hangat /
dingin, terapi bermain)
➢ Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri (mis: suhu
ruangan, pencahayaan, kebisingan)

14
➢ Fasilitas istirahat dan tidur
➢ Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam pemilihan strategi
meredakan nyeri
Edukasi:
➢ Jelaskan penyebab periode dan pemicu nyeri
➢ Jelaskan strategi meredakan nyeri
➢ Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri
➢ Anjurkan menggunakan anlgetik secara tepat
➢ Ajarkan teknik non farmakologis untuk mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi:
➢ Kolaborasi pemberian analgetik jika perlu

15
DAFTAR PUSTAKA

Alimul Aziz, H. (2008). Pengantar Konsep Dasar Keperawatan. Ed.2, Jakarta:


Salemba Medika.
Alomedika.com. (2021). Farmakologi Diazepam. Diakses dari laman web:
https://www.alomedika.com/obat/antiepilepsi-antikonvulsi/benzodiazepin/diazepam. Pada
tanggal 12 Juni 2022.
Alomedika.com. (2021). Farmakologi Diklofenak. Diakses dari laman web:
https://www.alomedika.com/obat/analgesik/analgesik-non-narkotik-
antipiretik/diklofenak/farmakologi, pada tanggal 12 Juni 2022.
Kementerian Kesehatan RI. (2013). Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 312/Menkes/SK/IX/2013
tentang Daftar Obat Esensial Nasional 2013. Jakarta : Kementerian Kesehatan.
Kozier, B., Erb, Berman, Snyder. (2012). Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep, Proses, dan
Praktik. (Pamilih, E, K., Devi, Y., Yuyun, Y., Ana, L.,&Wilda, E., Penerjemah). Ed. 7, Vol 1.
Jakarta: EGC.Notoatmodjo, S. (2003). Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta : Rineka
Cipta.
Mashudi, S. (2021). Buku ajar proses keperawatan: Pendekatan sdki, slki, siki. Surabaya: Global Aksara
Press.
Mayasari, C Dewi. (2016). Pentingnya Pemahaman Manajemen Nyeri Non Farmakologi Bagi Seorang
Perawat, Jurnal Wawasan Kesehatan, Vol. 1, hal 35-42.
National Library of Medicine. (2012). Pentazocine. Diakses dari laman web:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK548498/#_ncbi_dlg_citbx_NBK548498. Pada
tanggal 12 Juni 2022.
Potter, A Patricia, et.al. (2021). Fundamentals of Nursing, 10th Edition. St. Louis, Missouri : Elsevier.
Rahayu, S & Harnanto, A. (2016). Kebutuhan dasar manusia II. Jakarta: Pusdik SDM Kesehatan
BPSDM Kesehatan, Kementerian Kesehatan.
Rinawati, Sri Arini Winarti. (2021). Asuhan Keperawatan Terminal. Yogyakarta : Poltek Usaha
Mandiri.
Suwardi A, Rosandi & Rahayu, D Ariyana, (2019). Efektifitas Terapi Murottal Terhadap Penurunan
Tingkat Nyeri Pada Pasien Kanker, Jurnal Keperawatan Jiwa, Vol. 7, No. 1, hal 27-32.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Jakarta : DPP PPNI.
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. (2017). Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Jakarta : DPP PPNI.
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2017). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Jakarta : DPP PPNI.
Wahyudi, A. S. & Wahid, A. (2016). Buku Ajar Ilmu Keperawatan Dasar. Jakarta: Mitra Wacana
Medika.

16

Anda mungkin juga menyukai