OLEH :
2021
BAB I
PENDAHULUAN
A. Konsep Medis
1. Definisi Kebutuhan Rasa Nyaman Dan Definisi Nyeri
Menurut koziar (2010), mengatakan bahwa keamanan adalah keadaan bebas dari
segalah fisik fisiologis yang merupakan kebutuhan dasar manusia yang harus dipenuhi,
serta dipengaruhi oleh faktor lingkungan. Sedangkan kenyamanan sebagai suatu keadaan
terpenuhi kebutuhan dasar manusia meliputi kebutuhan akan ketentraman, kepuasan,
kelegaan dan tersedia.
Kolcaba (1992, dalam Potter & Perry, 2005) mengungkapkan kenyamanan/rasa
nyaman adalah suatu keadaan telah terpenuhinya kebutuhan dasar manusia yaitu kebutuhan
akan ketentraman (suatu kepuasan yang meningkatkan penampilan sehari-hari), kelegaan
(kebutuhan telah terpenuhi), dan transenden (keadaan tentang sesuatu yang melebihi
masalah dan nyeri). Kenyamanan mesti dipandang secara holistik yang mencakup empat
aspek yaitu:
a. Fisik, berhubungan dengan sensasi tubuh,
b. Sosial, berhubungan dengan hubungan interpersonal, keluarga, dan sosial,
c. Psikospiritual, berhubungan dengan kewaspadaan internal dalam diri sendiri yang
meliputi harga diri, seksualitas, dan makna kehidupan).
d. Lingkungan, berhubungan dengan latar belakang pengalaman eksternal manusia seperti
cahaya, bunyi, temperatur, warna, dan unsur alamiah lainnya.
Meningkatkan kebutuhan rasa nyaman diartikan perawat telah memberikan kekuatan,
harapan, hiburan, dukungan, dorongan, dan bantuan. Secara umum dalam aplikasinya
pemenuhan kebutuhan rasa nyaman adalah kebutuhan rasa nyaman bebas dari rasa nyeri,
dan hipo / hipertermia. Hal ini disebabkan karena kondisi nyeri dan hipo / hipertermia
merupakan kondisi yang mempengaruhi perasaan tidak nyaman pasien yang ditunjukan
dengan timbulnya gejala dan tanda pada pasien.
Nyeri merupakan kondisi berupa perasaan yang tidak menyenangkan, bersifat sangat
subyektif karena perasaan nyeri berbeda pada setiap orang dalam hal skala atau
tingkatannya, dan hanya pada orang tersebutlah yang dapat menjelaskan atau mengevaluasi
rasa nyeri yang dialaminya. Berikut adalahpendapart beberapa ahli rnengenai pengertian
nyeri:
a. Mc. Coffery (1979), mendefinisikan nyeri sebagai suatu keadaan yang mempengaruhi
seseorang yang keberadaanya diketahui hanya jika orang tersebut pernah
mengalaminya.
b. Wolf Weifsel Feurst (1974), mengatakan nyeri merupakan suatu perasaan menderita
secara fisik dan mental atau perasaan yang bisa menimbulkan ketegangan.
c. Artur C Curton (1983), mengatakan bahwa nyeri merupakan suatu mekanisme bagi
tubuh, timbul ketika jaringan sedang dirusak, dan menyebabkan individu tersebut
bereaksi untuk menghilangkan rangsangan nyeri.
d. Scrumum mengartikan nyeri sebagai suatu keadaan yang tidak menyenangkan akibat
terjadinya rangsangan fisik maupun dari serabut saraf dalam tubuh ke otak dan diikuti
oleh reaksi fisik, fisiologis maupun emosional.
2. Sifat Nyeri
a. Nyeri melelahkan dan membutuhkan banyak energi
b. Nyeri bersifat subyektif dan individual
c. Nyeri tak dapat dinilai secara objektif seperti sinar X atau lab darah
d. Perawat hanya dapat mengkaji nyeri pasien dengan melihat perubahan fisiologis tingkah
laku dan dari pernyataan klien
e. Hanya klien yang mengetahui kapan nyeri timbul dan seperti apa rasanya
f. Nyeri merupakan mekanisme pertahanan fisiologis
g. Nyeri merupakan tanda peringatan adanya kerusakan jaringan
h. Nyeri mengawali ketidakmampuan
i. Persepsi yang salah tentang nyeri menyebabkan manajemen nyeri jadi tidak optimal
Secara ringkas, Mahon mengemukakan atribut nyeri sebagai berikut:
3. Fisiologi Nyeri
Fisiologi nyeri merupakan alur terjadinya nyeri dalam tubuh. Rasa nyeri merupakan
sebuah mekanisme yang terjadi dalam tubuh, yang melibatkan fungsi organ tubuh, terutama
sistem saraf sebagai reseptor rasa nyeri.
Reseptor nyeri adalah organ tubuh yang berfungsi untuk menerima rangsang nyeri.
Organ tubuh yang berperan sebagai reseptor nyeri adalah ujung syaraf bebas dalam kulit
yang berespon hanya terhadap stimulus kuat yang secara potensial merusak. Reseptor nyeri
disebut juga nosireceptor, secara anatomis reseptor nyeri (nosireceptor) ada yang bermielien
dan ada juga yang tidak bermielin dari syaraf perifer.
Berdasarkan letaknya, nosireseptor dapat dikelompokkan dalam beberapa bagaian
tubuh yaitu pada kulit (Kutaneus), somatik dalam (deep somatic), dan pada daerah viseral,
karena letaknya yang berbeda-beda inilah, nyeri yang timbul juga memiliki sensasi yang
berbeda.
Nosireceptor kutaneus berasal dari kulit dan sub kutan, nyeri yang berasal dari daerah
ini biasanya mudah untuk dialokasi dan didefinisikan.
Reseptor jaringan kulit (kutaneus) terbagi dalam dua komponen yaitu:
Reseptor A delta : merupakan serabut komponen cepat (kecepatan tranmisi 6-30
m/det) yang memungkinkan timbulnya nyeri tajam yang akan cepat hilang apabila
penyebab nyeri dihilangkan.
Serabut C : merupakan serabut komponen lambat (kecepatan tranmisi 0,5 m/det) yang
terdapat pada daerah yang lebih dalam, nyeri biasanya bersifat tumpul dan sulit
dilokalisasi.
Struktur reseptor nyeri somatik dalam meliputi reseptor nyeri yang terdapat pada
tulang, pembuluh darah, syaraf, otot, dan jaringan penyangga lainnya. Karena struktur
reseptornya komplek, nyeri yang timbul merupakan nyeri yang tumpul dan sulit
dilokalisasi.
Reseptor nyeri jenis ketiga adalah reseptor viseral, reseptor ini meliputi organ-organ
viseral seperti jantung, hati, usus, ginjal dan sebagainya. Nyeri yang timbul pada reseptor
ini biasanya tidak sensitif terhadap pemotongan organ, tetapi sangat sensitif terhadap
penekanan, iskemia dan inflamasi.
Proses Terjadinya Nyeri
Mekanisme nyeri secara sederhana dimulai dari transduksi stimuli akibat
kerusakan jaringan dalam saraf sensorik menjadi aktivitas listrik kemudian
ditransmisikan melalui serabut saraf bermielin A delta dan saraf tidak bermielin C ke
kornu dorsalis medula spinalis, talamus, dan korteks serebri. Impuls listrik tersebut
dipersepsikan dan didiskriminasikan sebagai kualitas dan kuantitas nyeri setelah
mengalami modulasi sepanjang saraf perifer dan disusun saraf pusat. Rangsangan yang
dapat membangkitkan nyeri dapat berupa rangsangan mekanik, suhu (panas atau
dingin) dan agen kimiawi yang dilepaskan karena trauma/inflamasi.
Fenomena nyeri timbul karena adanya kemampuan system saraf untuk mengubah
berbagai stimuli mekanik, kimia, termal, elektris menjadi potensial aksi yang
dijalarkan ke sistem saraf pusat.
Tahapan Fisiologi Nyeri
1. Tahap Trasduksi
Stimulus akan memicu sel yang terkena nyeri utk melepaskan mediator kimia
(prostaglandin, bradikinin, histamin, dan substansi P) yg mensensitisasi
nosiseptor
Mediator kimia akan berkonversi mjd impuls2 nyeri elektrik
2. Tahap Transmisi
Terdiri atas 3 bagian :
Nyeri merambat dari serabut saraf perifer (serabut A-delta dan serabut C) ke
medula spinalis
Transmisi nyeri dari medula spinalis ke batang otak dan thalamus melalui
jaras spinotalamikus (STT) -> mengenal sifat dan lokasi nyeri
Impuls nyeri diteruskan ke korteks sensorik motorik, tempat nyeri di
persepsikan
3. Tahap Persepsi
Tahap kesadaran individu akan adanya nyeri
Memunculkan berbagai strategi perilaku kognitif utk mengurangi kompenen
sensorik dan afektif nyeri
4. Tahap Modulasi
Disebut juga tahap desenden
Fase ini neuron di batang otak mengirim sinyal-sinyal kembali ke medula spinalis
Serabut desenden itu melepaskan substansi (opioid, serotonin, dan norepinefrin)
yg akan menghambat impuls asenden yg membahayakan di bag dorsal medula
spinalis
4. Klasifikasi Nyeri
a. Berdasarkan sumbernya
1) Cutaneus/ superfisial, yaitu nyeri yang mengenai kulit/ jaringan subkutan. Biasanya
bersifat burning (seperti terbakar). (contoh: terkena ujung pisau atau gunting)
2) Deep somatic/ nyeri dalam, yaitu nyeri yang muncul dari ligament, pembuluh Darah,
tendon dan syaraf, nyeri menyebar & lebih lama daripada cutaneous. (contoh: sprain
sendi)
3) Visceral (pada organ dalam), stimulasi reseptor nyeri dlm rongga abdomen, cranium
dan thorak. Biasanya terjadi karena spasme otot, iskemia, regangan jaringan
b. Berdasarkan penyebab:
1) Fisik. Bisa terjadi karena stimulus fisik (contoh: fraktur femur)
2) Psycogenic. Terjadi karena sebab yang kurang jelas/susah diidentifikasi, bersumber
dari emosi/psikis dan biasanya tidak disadari. (contoh: orang yang marah-marah,
tiba-tiba merasa nyeri pada dadanya)
Biasanya nyeri terjadi karena perpaduan 2 sebab tersebut
c. Berdasarkan lama/durasinya
1) Nyeri akut. Nyeri akut biasanya awitannya tiba- tiba dan umumnya berkaitan dengan
cedera spesifik. Nyeri akut mengindikasikan bahwa kerusakan atau cedera telah
terjadi. Hal ini menarik perhatian pada kenyataan bahwa nyeri ini benar terjadi dan
mengajarkan kepada kita untuk menghindari situasi serupa yang secara potensial
menimbulkan nyeri. Jika kerusakan tidak lama terjadi dan tidak ada penyakit
sistematik, nyeri akut biasanya menurun sejalan dengan terjadi penyembuhan; nyeri
ini umumnya terjadi kurang dari enam bulan dan biasanya kurang dari satu bulan.
Untuk tujuan definisi, nyeri akut dapat dijelaskan sebagai nyeri yang berlangsung dari
beberapa detik hingga enam bulan.
2) Nyeri kronik. Nyeri kronik adalah nyeri konstan atau intermiten yang menetap
sepanjang suatu periode waktu. Nyeri ini berlangsung di luar waktu penyembuhan
yang diperkirakan dan sering tidak dapat dikaitkan dengan penyebab atau cedera
spesifik. Nyeri kronis dapat tidak mempunyai awitan yang ditetapkan dengan tetap
dan sering sulit untuk diobati karena biasanya nyeri ini tidak memberikan respons
terhadap pengobatan yang diarahkan pada penyebabnya. Meski nyeri akut dapat
menjadi signal yang sangat penting bahwa sesuatu tidak berjalan sebagaimana
mestinya, nyeri kronis biasanya menjadi masalah dengan sendirinya.
d. Berdasarkan lokasi/letak
1) Radiating pain. Nyeri menyebar dari sumber nyeri ke jaringan di dekatnya (contoh:
cardiac pain)
2) Referred pain. Nyeri dirasakan pada bagian tubuh tertentu yg diperkirakan berasal
dari jaringan penyebab
3) Intractable pain. Nyeri yg sangat susah dihilangkan (contoh: nyeri kanker maligna)
4) Phantom pain. Sensasi nyeri dirasakan pada bagian.Tubuh yg hilang (contoh: bagian
tubuh yang diamputasi) atau bagian tubuh yang lumpuh karena injuri medulla
spinalis
Nyeri secara esensial dapat dibagi atas dua tipe yaitu nyeri adaptif dan nyeri
maladaptif. Nyeri adaptif berperan dalam proses survival dengan melindungi organisme
dari cedera atau sebagai petanda adanya proses penyembuhan dari cedera. Nyeri
maladaptif terjadi jika ada proses patologis pada sistem saraf atau akibat dari
abnormalitas respon sistem saraf. Kondisi ini merupakan suatu penyakit (pain as a
disease).
a) Nyeri Nosiseptif
Nyeri dengan stimulasi singkat dan tidak menimbulkan kerusakan jaringan. Pada
umumnya, tipe nyeri ini tidak memerlukan terapi khusus karena perlangsungannya yang
singkat. Nyeri ini dapat timbul jika ada stimulus yang cukup kuat sehingga akan
menimbulkan kesadaran akan adanya stimulus berbahaya, dan merupakan sensasi
fisiologis vital. Intensitas stimulus sebanding dengan intensitas nyeri. Contoh: nyeri pada
operasi, nyeri akibat tusukan jarum, dll.
b) Nyeri Inflamatorik
Nyeri dengan stimulasi kuat atau berkepanjangan yang menyebabkan kerusakan atau lesi
jaringan. Nyeri tipe II ini dapat terjadi akut dan kronik dan pasien dengan tipe nyeri ini,
paling banyak datang ke fasilitas kesehatan. Contoh: nyeri pada rheumatoid artritis.
c) Nyeri Neuropatik
Merupakan nyeri yang terjadi akibat adanya lesi sistem saraf perifer (seperti pada
neuropati diabetika, post-herpetik neuralgia, radikulopati lumbal, dll) atau sentral (seperti
pada nyeri pasca cedera medula spinalis, nyeri pasca stroke, dan nyeri pada sklerosis
multipel).
d) Nyeri Fungsional
Bentuk sensitivitas nyeri ini ditandai dengan tidak ditemukannya abnomalitas perifer dan
defisit neurologis. Nyeri disebabkan oleh respon abnormal sistem saraf terutama
hipersensitifitas aparatus sensorik. Beberapa kondisi umum memiliki gambaran nyeri tipe
ini yaitu fibromialgia, iritable bowel syndrome, beberapa bentuk nyeri dada non-kardiak,
dan nyeri kepala tipe tegang. Tidak diketahui mengapa pada nyeri fungsional susunan
saraf menunjukkan sensitivitas abnormal atau hiper-responsifitas (Woolf, 2004).
Nyeri nosiseptif dan nyeri inflamatorik termasuk ke dalam nyeri adaptif, artinya
proses yang terjadi merupakan upaya tubuh untuk melindungi atau memperbaiki diri dari
kerusakan. Nyeri neuropatik dan nyeri fungsional merupakan nyeri maladaptif, artinya
proses patologis terjadi pada saraf itu sendiri sehingga impuls nyeri timbul meski tanpa
adanya kerusakan jaringan lain. Nyeri ini biasanya kronis atau rekuren, dan hingga saat
ini pendekatan terapi farmakologis belum memberikan hasil yang memuaskan ().
5. Stimulus Nyeri
Seseorang dapat Menoleransi menahan nyeri (pain tolerance), atau dapat mengenali jumlah
stimulasi nyeri sebelum merasakan nyeri (pain threshold). Terdapat beberapa jenis stimulus
nyeri, di antaranya:
a. Motorik disebabkan karena
Gangguan dalam jaringan tubuh
Tumor, spasme otot
Sumbatan dalam saluran tubuh
Trauma dalam jaringan tubuh
b. Thermal (suhu)
Panas dingin yang ekstrim
c. Kimia
Spasme otot dan iskemia jaringan
6. Teori Nyeri
Ada 4 teori yang berusaha menjelaskan bagaiman nyeri itu timbul dan terasa, yaitu :
a. Teori spesifik ( Teori Pemisahan)
Teori yang mengemukakan bahwa reseptor dikhususkan untuk menerima suatu
stimulus yang spesifik, yang selanjutnya dihantarkan melalui serabut A delta dan serabut
C di perifer dan traktus spinothalamikus di medulla spinalis menuju ke pusat nyeri di
thalamus. Teori ini tidak mengemukakan komponen psikologis.
Menurut teori ini rangsangan sakit masuk ke medula spinalis (spinal cord) melalui kornu
dorsalis yang bersinaps di daerah posterior. Kemudian naik ke tractus lissur dan
menyilang di garis median ke sisi lainnya dan berakhir di korteks sensoris tempat
rangsangan nyeri tersebut diteruskan.
b. Teori pola (pattern)
Teori ini menyatakan bahwa elemen utama pada nyeri adalah pola informasi
sensoris. Pola aksi potensial yang timbul oleh adanya suatu stimulus timbul pada tingkat
saraf perifer dan stimulus tertentu menimbulkan pola aksi potensial tertentu. Rangsangan
nyeri masuk melalui akar ganglion dorsal ke medulla spinalis dan merangsang aktivitas
sel. Hal ini mengakibatkan suatu respons yang merangsang ke bagian yang lebih tinggi,
yaitu korteks serebri serta kontraksi menimbulkan persepsi dan otot berkontraksi
sehingga menimbulkan nyeri. Persepsi dipengaruhi olch modalitas respons dari reaksi
sel.tu. Pola aksi potensial untuk nyeri berbeda dengan pola untuk rasa sentuhan.
c. Teori kontrol gerbang (gate control)
Pada teori ini bahwa impuls nyeri dapat diatur atau dihambat oleh mekanisme
pertahanan di sepanjang sistem saraf pusat. Teori ini mengatakan bahwa impuls nyeri
dihantarkan saat sebuah pertahanan dibuka dan impuls dihambat saat sebuah pertahanan
tertutup. Upaya menutup pertahanan tersebut merupakan dasar teori menghilangkan
nyeri. Suatu keseimbangan aktivitas dari neuron sensori dan serabut kontrol desenden
dari otak mengatur proses pertahanan. Neuron delta-A dan C melepaskan substansi C
melepaskan substansi P untuk mentranmisi impuls melalui mekanisme pertahanan.
Selain itu, terdapat mekanoreseptor, neuron beta-A yang lebih tebal, yang lebih cepat
yang melepaskan neurotransmiter penghambat. Apabila masukan yang dominan berasal
dari serabut beta-A, maka akan menutup mekanisme pertahanan. Diyakini mekanisme
penutupan ini dapat terlihat saat seorang perawat menggosok punggung klien dengan
lembut. Pesan yang dihasilkan akan menstimulasi mekanoreseptor, apabila masukan
yang dominan berasal dari serabut delta A dan serabut C, maka akan membuka
pertahanan tersebut dan klien mempersepsikan sensasi nyeri. Bahkan jika impuls nyeri
dihantarkan ke otak, terdapat pusat kortek yang lebih tinggi di otak yang memodifikasi
nyeri. Alur saraf desenden melepaskan opiat endogen, seperti endorfin dan dinorfin,
suatu pembunuh nyeri alami yang berasal dari tubuh. Neuromedulator ini menutup
mekanisme pertahanan dengan menghambat pelepasan substansi P. tehnik distraksi,
konseling dan pemberian plasebo merupakan upaya untuk melepaskan endorphin.
Dikemukanan oleh Melzack dan wall pada tahun 1965
Teori ini mengusulkan bahwa impuls nyeri dapat diatur atau bahkan dihambat oleh
mekanisme pertahanan di sepanjang sistem saraf pusat.
Dalam teori ini dijelaskan bahwa Substansi gelatinosa (SG) yg ada pada bagian
ujung dorsal serabut saraf spinal cord mempunyai peran sebagai pintu gerbang
(gating Mechanism), mekanisme gate control ini dapat memodifikasi dan merubah
sensasi nyeri yang datang sebelum mereka sampai di korteks serebri dan
menimbulkan nyeri.
Impuls nyeri bisa lewat jika pintu gerbang terbuka dan impuls akan di blok ketika
pintu gerbang tertutup
Menutupnya pintu gerbang merupakan dasar terapi mengatasi nyeri
Berdasarkan teori ini perawat bisa menggunakannya untuk memanage nyeri pasien
Neuromodulator bisa menutup pintu gerbang dengan cara menghambat pembentukan
substansi P.
Menurut teori ini, tindakan massase diyakini bisa menutup gerbang nyeri
d. Teori Transmisi dan Inhibisi.
Adanya stimulus pada nociceptor memulai transmisi impuls-impuls saraf, sehingga
transmisi impuls nyeri menjadi efektif oleh neurotransmiter yang spesifik. Kemudian,
inhibisi impuls nyeri menjadi efektif oleh impuls-impuls pada scrabut-serabut besar yang
memblok impuls-impuls pada serabut lamban dan endogcn opiate sistem supresif.
d. Menurut waktunya
Nyeri Kronis
Berkembang secara progresif selama 6 bulan lebih
Reaksinya menyebar
Respon parasimpatis
Penampilan Depresi dan menarik diri
Pola serangan tidak jelas.
Nyeri akut
Berlangsung singkat kurang dari 6 bulan
Terelokasi
Respon system saraf parasimpati
Penampilan: Gelisah , cemas
Pola serangan jelas
Faktor-faktor yang mempengaruhi nyeri
1) Usia
2) Lingkungan
3) Keadaan fisik
4) Pengalaman masa lalu
5) Mekanisme penysuaian diri
6) Nilai-nilai budaya
7) Penilaian tingkat nyeri
8) Skala nilai menurut Mc. Gill
1 = tidak Nyeri
2 = Nyeri ringan
3 = Tidak menyenangkan
4 = Nyeri menekan
5 = Sangat Nyeri
6 = Nyeri yang menyiksa
9) Skala penilaian expresi wajah nyeri (whole dan Wrong)
o Skema tubuh (body outline)
o Skala numeric ( 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 )
1. Trauma
Trauma mekanik : benturan, gesekan, dll
Trauma thermis : panas dan dingin
Trauma Chermis :tersentuh asam/basa kuat
2. Neoplasama
Neoplasama jinak
Neoplasma ganas
3. Peradangan : Abses ,pleuritis,dll
4. Gangguan pembuluh darah
5. Trauma psikologis
Teori keperawatan yang membahas tentang kebutuhan dasar manusia yaitu teori
keperawatan Virginia Henderson. Virginia Henderson mengidentifikasi 14 kebutuhan dasar
manusia (klien), antara lain:
H.Alimul, A. Aziz. 2011. Pengantar Konsep Dasar Manusia 1. Jakarta: Salemba Medika
Hidayat A. 2009. Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia, Buku 1. Salemba Medika, Jakarta.
Price, Sylvia Anderson dan Loraine MW, Patofisiologi Vol. I Edisi 6, Jakarta : EGC, 2009
Sudoyo WA, Setyo Hadi B, Alwi I, dkk. Ilmu Penyakit dalam Edisi Ke-5, Jakarta Pusat
Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam 2009
Tamsuri A. 2010. Konsep dan Penatalaksanaan Nyeri. Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.