Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PENDAHULUAN

KONSEP KEBUTUHAN RASA NYAMAN NYERI

Oleh :

NALFRIZA ALFIANTI

(2001023)

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN

FAKULTAS SAINS DAN KESEHATAN

UNIVERSITAS AN NUUR PURWODADI


LAPORAN PENDAHULUAN

KONSEP KEBUTUHAN RASA NYAMAN NYERI

A. Pengertian
1. Pengertian
Kenyamanan adalah suatu kondisi perasaan seseorang yang merasa nyaman
berdasarkan persepsi masing-masing individu. Sedangkan nyaman merupakan
suatu keadaan telah terpenuhinya kebutuhan dasar manusia yang bersifat
individual akibat beberapa faktor kondisi lingkungan.Dalam kamus besar bahasa
Indonesia, nyaman memiliki arti 1) segar; sehat, 2) sedap; sejuk; enak.
Sedangkan kenyamanan adalah keadaan nyaman; kesegaran; kesejukan.
Nyeri merupakan sensasi yang rumit, unik, universal, dan bersifat individual.
Disebut individu karena respons individu terhadap sensasi nyeri beragam dan
tidak dapat disamakan satu dengan yang lainnya. Ada kesamaan presepsi
mengenai nyeri yaitu suatu sensasi yang tidak menyenangkan baik secara sensori
maupun emosional yang berhubungan dengan adanya suatu kerusakan jaringan
atau faktor lain (Asmadi, 2008, hlm. 145).
Nyeri adalah perasaan yang tidak nyaman yang sangat subyektif dan hanya
orang yang mengalaminya yang dapat menjelaskan dan mengevaluasi perasaan
tersebut. (Mubarak, 2014, hlm. 204).

2. Macam Nyeri
Nyeri berdasarkan sifat dan intensitas nyeri antara lain;
1. Sifat Nyeri
a. Incidental pain yaitu nyeri yang timbul sewaktu waktu lalu menghilang
b. Steady pain yaitu nyeri yang timbul dan menetap serta disarankan dalam
waktu lama
c. Proximal pain yaitu nyeri yang dirasakan berintesitas tinggi dan kuat sekali.
Nyeri tersebut biasanya ±10-15 menit lalu menghilang kemudian timbul
lagi
2. Intensitas Nyeri
a. Nyeri Ringan 0-3
b. Nyeri Sedang 4-6
c. Nyeri Berat 7-9
d. Nyeri Tak tertahankan 10 (Mubarak, 2014)
3. Pola Pemenuhan Kebutuhan Nyeri
Menurut Mubarak, 2014 Pengkajian pada masalah nyeri dapat dilakukan
dengan melihat adanya riwayat nyeri, keluhan nyeri seperti lokasi, intensitas,
kualitas dan waktu serangan terjadinya nyeri. Pengkajian nyeri dapat dilakukan
dengan menggunakan teknik PQRST:
a. P (Pemacu) : merupakan faktor yang menyebabkan berat ringannya nyeri
b. Q (Quality) : menanyakan rasa nyeri, apakah nyerinya seperti rasa tajam,
tumpul atau terasa tersayat
c. R (Region) : daerah/ lokasi terjadinya nyeri
d. S (Severity) : tingkat keparahan nyeri
e. T (Time) : lama nya serangan atau frekuensi nyeri. (Alimul, 2009).
Penilaian skala nyeri 0-10 dapat dilihat pada penjelasan berikut :

0 : Tidak ada rasa nyeri / normal


1 : Nyeri hampir tidak terasa (sangat ringan) seperti gigitan nyamuk
2 : Tidak menyenangkan (nyeri ringan) seperti dicubit
3 : Bisa ditoleransi (nyeri sangat terasa) seperti ditonjok bagian wajah atau
disuntik
4 : Menyedihkan (kuat, nyeri yang dalam) seperti sakit gigi dan nyeri disengat
tawon
5 : Sangat menyedihkan (kuat, dalam, nyeri yang menusuk) seperti terkilir,
keseleo
6 : Intens (kuat, dalam, nyeri yang menusuk begitu kuat sehingga tampaknya
mempengaruhi salah satu dari panca indra)menyebabkan tidak fokus dan
komunikasi terganggu.
7 : Sangat intens (kuat, dalam, nyeri yang menusuk begitu kuat) dan merasakan
rasa nyeri yang sangat mendominasi indra sipenderita yang menyebabkan tidak
bisa berkomunikasi dengan baik dan tidak mampu melakukan perawatan sendiri.
8 : Benar-benar mengerikan (nyeri yang begitu kuat) sehingga menyebabkan
sipenderita tidak dapat berfikir jernih, dan sering mengalami perubahan
kepribadian yang parah jika nyeri datang dan berlansung lama.
9 : Menyiksa tak tertahankan (nyeri yang begitu kuat) sehingga si penderita tidak
bisa mentoleransinya dan ingin segera menghilangkan nyerinya bagaimanapun
caranya tanpa peduli dengan efek samping atau resiko nya.
10 : Nyeri Hebat
B. Fungsi Fisiologis
1. Anatomi

Reseptor Nyeri adalah organ tubuh yang berfungsi untuk menerima rangsang
nyeri. Organ tubuh yang berperan sebagai reseptor nyeri adalah ujung syaraf bebas
dalam kulit yang berespon hanya terhadap stimulus kuat yang secara potensial
merusak. Reseptor nyeri disebut juga (nosireseptor) secara otonomis reseptor nyeri
ada yang bermielien dan nada juga yang tidak bermielien dari saraf perifer.

Bedasarkan letaknya, nosireseptor dapat dikelompokkan dalam beberapa bagian


tubuh yaitu pada kulit, somatic dalam, dan pada daerah visceral, karena letaknya
yang berbeda beda. Nosireseptor kutaneus berasal dari kulit yang subkutan.
Reseptor jaringan kulit terbagi dalam dua komponen yaitu:
1. Reseptor A delta, merupakan serabut komponen cepat ( kecepatan transmisi 6-
30 m/det) yang memungkinkan timbulnya nyeri dihilangkan.
2. Serabut C, merupakan serabut komponen lambat ( kecepatan transmisi 0,5
m/det) yang terdapat pada daerah yang lebih dalam, nyeri biasanya bersifat
tumpul dan sulit dialokasi struktur reseptor nyeri somatic dalam meliputi
reseptor nyeri yang terdapat pada tulang, pebuluh darah, syaraf, otot, dan
jaringan penyangga lainnya. Karena reseptornya komplek, nyeri yang timbul
merupakan nyeri yang tumpul dan sulit dialokalisasi. Reseptor nyeri jenis ketiga
adalah reseptor visceral. Nyeri yang timbul pada reseptor ini biasanya tidak
sensitive terhadap pemotongan organ, tetapi sangat sensitive terhadap
penekanan, iskemia dan inflamasi. (Mubarak, 2014)
2. Proses Fisiologi & Faktor yang mempengaruhi Nyeri
Menurut (Mubarak, 2014) terdapat 5 fisiologi nyeri yaitu :
1. Nosisepsi
Sistem saraf tepi meliputi saraf sensorik primer yang khusus mendeteksi
kerusakan jaringan dan menimbulkan sensasi sentuhan, panas, dingin, nyeri dan
tekanan. Reseptor yang menyalurkan sensasi nyeri disebut nosiseptor. Reseptor
nyeri atau nosiseptor ini dapat diesksitasi oleh stimulus mekanis, suhu, kimia
Proses fisiologi yang berhubungan dengan persepsi nyeri digambarkan sebagai
nosisepsi. Empat proses terlibat dalam nosisepsi: transduksi, transmisi, persepsi,
modulasi.
2. Tranduksi
Selama fase transduksi, stimulus berbahaya (cidera jaringan) memicu
pelepasan mediator biokimia (misalnya prostagladin, bradikinin, serotonin,
histamin, zat P) yang mensensitisasi nosiseptor. Stimulasi menyakitkan atau
berbahaya juga menyebabkan pergerakan ion-ion menembus membran sel, yang
membangkitkan nosiseptor. Obat nyeri dapat bekerja selama fase ini dengan
menghambat produksi prostagladin atau dengan menurunkan pergerakan ion-ion
menembus membran sel misalnya, anastesi local.
3. Transmisi
Proses nosisepsis kedua, transmisi nyeri, meliputi tiga segmen. Selama
segmen pertama, implus nyeri berjalan dari serabut saraf tepi ke medula
spinalis. Zat P bertindak sebagai sebuah neurotrasmiter, yang meningkatkan
pergerakan impuls menyeberangi sinaps saraf dari neuron aferen primer ke
neuron ordo kedua di kornu dorsalis medula spinalis Dua tipe serabut nosiseptor
menyebabkan transmisi ini ke kornu dorsalis medula spinalis : serabut C yang
menstimulasikan nyeri tumpul yang berkepanjangan dan serabut A-delta yang
menstramisikian nyeri tajam dan lokal. Segmen ke du adalah trasmisi dari
medula spinalis dan asendens melalui traktus spinotalamikus ke batang otak dan
talamus. Segmen ke tiga melibatkan transmisi sinyal antara talamus ke korteks
sensori somatik tempat terjadinya persepsi nyeri.

4. Persepsi
Proses ketiga, persepsi adalah saat klien menyadari rasa nyeri. Diyakini bahwa
persepsi nyeri terjadi dalam struktur kortikal, yang memungkinkan stategi
kognitif-perilaku yang berbeda dipakai untuk mengurangi komponen sensorik
dan afektif nyeri misalnya, intervensi nonfarmakologi seperti distraksi, imajinasi
terbimbing, dan musik dapat mengalihkan perhatian klien ke nyeri.
5. Modulasi
Seringkali digambarkan sebagai “sistem desendens” proses keempat ini terjadi
saat neuron di batang otak mengirimkan sinyal menuruni kornu dorsalis medula
spinalis. Serabut desendens ini melepaskan zat seperti opioid endogen, serotinin,
dan neropinefrin, yang dapat menghambat naiknya implus berbahaya
(menyakitkan) di kornu dorsalis. Namun, neurotrasmiter ini diambil kembali
oleh tubuh, yang membatasi kegunaan analgetiknya. Klien yang mengalami
nyeri kronik dapat diberi resep antidepresan trisiklik, yang menghambat kembali
norepinefrin dan serotonin. Tindakan ini menigkatkan fase modulasi yang
membantu menghambat naiknya stimulus yang menyakitkan.
Faktor yang mempengaruhi nyeri dapat dibedakan menjadi dua menurut asmadi
tahun 2008 hlm.144 - 145 yaitu penyebab nyeri yang berhubungan dengan fisik
dan berhubungan dengan psikis.
a. Nyeri yang berhubungan dengan fisik
Adanya trauma baik trauma mekanik, kimiawi maupun elektrik, peradangan,
gangguan sirkulasi darah. Nyeri yang disebabkan karena factor fisik berkaitan
dengan terganggunya serabut syaraf resptor nyeri. Serabut syaraf ini terletak
dan tersebar pada lapisan kulit dan pada jaringan-jaringan tertentu yang
terletak lebih dalam.
b. Nyeri yang berhubungan dengan psikis
Secara psikis, penyebab nyeri dapat terjadi oleh karena adanya traumas
psikologis. Nyeri ini dirasakan bukan karena penyebab organik, melainkan
akibat trauma psikologis dan pengaruhnya terhadap fisik. Nyeri karena factor
ini disebut pula psychogenic pain.
Sedangkan menurut Mubarak tahun 2014, hlm. 212 penyebab nyeri dapat
dikarenakan:

a. Pengalaman nyeri sebelumnya


Pengalaman akan rasa nyeri lalu berpengaruh terhadap presepsi nyeri individu
dan kepekaannya terhadap nyeri. Pada individu yang sebelumnya pernah
merasakan nyeri dan melihat penderitaan orang terdekat terhadap nyeri yang
dirasakan. Sehingga individu tersebut merasa terancam dengan peristiwa nyeri
yang akan terjadi dibandingkan individu tersebut belum mengetahui bagaimana
rasa nyeri itu.
b. Ansietas dan stress
Ancaman yang tidak jelas asalnya dan ketidakmampuan mengkontrol nyeri atau
peristiwa di sekelilingnya dapat memperberat presepsi nyeri yang dirasakan.
Maka sebaliknya, pada individu yang percaya mampu mengontrol rasanyeri
yang dirasakan akan mengalami penurunan rasa takut dan penurunan kecemasan
tersebut menurunkan presepsi rasa nyeri.
C. Gangguan Pemenuhan Kebutuhan Dasar Nyeri
1. Jenis Nyeri
Menurut Mubarak tahun 2014 hlm 208-210 klasifikasi nyeri yaitu:
1.) Nyeri perifer
a. Nyeri superfisial, merupakan rasa nyeri yang muncul akibat rangsangan pada
kulit dan mukosa.
b. Nyeri viseral, merupakan rasa nyeri yang muncul akibat stimulasi pada
reseptor nyeri di rongga abdomen, kranium, dan toraks.
c. Nyeri alih, merupakan rasa nyeri yang dirasakan pada daerah lain yang jauh
dari jaringan penyebab nyeri.
2.) Nyeri sentral
Merupakan nyeri yang muncul akibat stimulasi pada medulla spinalis, batang
otak, dan thalamus.
3.) Nyeri psikogenik
Merupakan nyeri yang tidak diketahui penyebab fisiknya. Rasa nyeri yang
dirasakan pasien dikarenakan pikiran dari pasien sendiri. Biasanya nyeri ini
muncul karena faktor psikologi, bukan fisiologis.
4.) Nyeri akut
Nyeri ini biasanya berlangsung tidak lebih selama enam bulan. Gejala yang
muncul mendadak, dan biasanya penyebab serta lokasi nyeri sudah diketahui.
Nyeri akut ditandai dengan peningkatan tegangan otot dan kecemasan yang
dapat meningkatkan presepsi nyeri.
5.) Nyeri kronis
Nyeri ini berlangsung lebih dari enam bulan. Sumber nyeri bisa diketahui atau
tidak. Nyeri yang muncul atau dirasakan biasanya hilang timbul dan biasanya
tidak dapat disembuhkan. Selain itu, pengindraan nyeri menjadi lebih dalam
sehingga pasien kesulitan memberitahu lokasi nyeri. Adakalanya penderita
terbebas dari rasa nyeri misalnya sakit kepala migrain.
2. Tanda dan Gejala
a. Nadi meningkat
b. Perubahan nafsu makan
c. Pernafasan meningkat
d. Raut wajah yang kesakitan
e. Posisi menghindari nyeri
f. Sakit kepala.
g. Nyeri sendi.
h. Nyeri otot.
i. Sensasi seperti terbakar atau kesemutan pada bagian tubuh manapun.
(Mubarak, 2014)
3. Penyebab Nyeri
Menururt teori The SpecificityTheory (teori spesifik) otak menerima informasi
mengenai obyek eksternal dan struktur tubuh melalui saraf sensori. Menururt teori
ini, munculnya sensasi nyeri berhubungan dengan pengaktifan ujung-ujung serabut
saraf bebas oleh perubahan mekanik, rangsangan kimia, atau temperature yang
berlebih. Menurut teori The Intensity Theory nyeri adalah hasil rangsangan yang
berlebihan pada reseptor. Setiap rangsangan sensori punya potensi untuk
menimbulkan nyeri jika intensitasnya cukup kuat. (Mubarak, 2014, hlm. 148)
D. Penatalaksanaan
1. Prinsip
1. Penatalaksanaan medis
a. Memonitor tanda-tanda vital
b. Distraksi dan Relaksasi
c. Pemberian obat analgesic (Kozier, 2011)
2. Pedoman Penanganan Gangguan Nyeri
a. Distraksi
Teknik ini mengajak pasien untuk mengalihkan rasa nyerinya dengan
membayangkan hal-hal yang menyenangkan atau melakukan suatu aktifitas
sehingga pasien dapat lupa dengan rasa nyeri yang dirasakan.
b. Teknik relaksaksi
Teknik ini membantu mengurangi rasa cemas karena nyeri yang dialami pasien.
Dengan latihan pernapasan perlahan lahan dirasakan setiap hembusan nafas
yang dilakukan sebanyak enam kali. (Asmadi, 2008, hlm.149-153)
A. Pengkajian
1. Identitas
a. Pasien
b. Penanggung jawab
2. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan Utama
Keluhan yang dirasakan saat pengkajian
b. Riwayat Kesehatan Sekarang Mulai kapan dimulai terjadinya nyeri
c. Riwayat Penyakit Dahulu
Pengalaman nyeri di masa lalu
d. Riwayat Penyakit Keluarga
Meliputi penyakit menular atau menahun yang disebabkan oleh di nyeri
3. Pola Pengkajian Fungsional
a. Pola Oksigenasi
Keluhan sesak napas, bersihan napas, pola napas
b. Pola Nutrisi
Asupan nutrisi, pola makan, kecukupan gizi, pantangan makanan
c. Pola Eliminasi
Pola BAB dan BAK
d. Pola Aktivitas dan Latihan
Meliputi gerakan (mobilitas), aktivitas
e. Pola Istirahat Tidur
Meliputi kebiasaan tidur/istirahat pasien
f. Pola Kognitif dan Persepsi
Meliputi apa yang dirasakan oleh pasien
g. Pola Konsep Diri
Meliputi Harga diri Pasien, Ideal diri, Identitas diri, Gambaran diri, Peran diri
h. Pola Peran dan Hubungan
Meliputi peran pasien didalam keluarga
i. Pola Sekesualitas
Hubungan dengan pasien dan jumlah anak
j. Pola Mekanisme Koping dan Stress
Meliputi dengan siapa pasien cerita mengenai penyakitnya
k. Pola Kepercayaan
Meliputi kepercayaan yang dianut oleh pasien
B. Pemeriksaan
a. Pemeriksaan Umum
1) Kesadaran umum
2) Kesadaran
3) Tekanan darah
4) Nadi
5) Suhu
6) Respirasi rate
b. Pemeriksaan Fisik
1) Kepala
Ada lesi atau tidak, hematom maupun ada kelainan bentuk kepala pasien
serta keadaan rambut pasien.
2) Mata
Bentuk simetris atau tidak, konjungtiva anemis atau tidak, ada nyeri atau
tidak, ada alat bantu atau tidak. Fungsi dari pemeriksaan mata untuk
mengetahui adanya kelainan atau tidak.
3) Hidung
Bentuk simetris atau tidak, ada sekret atau tidak, ada pembengkakan
didaerah polip atau tidak, ada alat bantu atau tidak. Fungsi dari pemeriksaan
hidung untuk mengetahui adanya secret dan pembengkakan.
4) Telinga
Bentuk simetris atau tidak, ada cairan berlebih atau tidak, ada infeksi atau
tidak, ada alat bantu atau tidak. Fungsi dari pemeriksaan telinga untuk
mengetahui ada cairan yang berlebih atau adanya infeksi di sekitar telinga.
5) Mulut
Bibir kering atau tidak, gigi kotor atau tidak. Fungsi untuk
pemeriksaan mulut untuk mengetahui adanya infeksi mulut atau adanya
gigi kotor dan berlubang.
6) Leher
Ada lesi atau tidak, ada pembengkakak kelenjar getah bening atau tidak,
ada pembengkakan kelenjar tiroid atau tidak
7) Dada
Ada lesi atau tidak, inspirasi dan ekspirasi, suara paru, suara jantung
a. Inspeksi : Normal. Tujuan untuk mengetahui bentuk dada
b. Perkusi : Sonor/Resonan.
c. Palpasi : Kesimestrisan Dada
d. Auskultasi : Terdengar suara lapang paru normal.
8) Abdomen
Ada lesi atau tidak, suara bising usus
a. Inpeksi : simetris, tidak ada benjolan.
b. Palpasi : Nyeri tekan pada abdomen.
c. Perkusi : Normal tidak ada gangguan.
d. Auskultasi : Tidak terdengar bising usus.
9) Integumen
a. Warna kulit : Sawo Matang
b. Keadaan kulit : Kering
c. Turgor kulit : Normal
10) Genetalia
Ada kelainan atau tidak, kebersihan genetalia
C. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut (D.0077)
2. Defisit Nutrisi (D.0019)
D. Intervensi
1. Nyeri akut (D.0077)
SIKI : Manajemen Nyeri (I.08238)
1) Observasi
a) Lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas nyeri
b) Identifikasi skala nyeri
c) Identifikasi respon nyeri non verbal
d) Identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan nyeri
e) Identifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang nyeri
f) Identifikasi pengaruh budaya terhadap respon nyeri
g) Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas hidup
h) Monitor keberhasilan terapi komplementer yang sudah diberikan
i) Monitor efek samping penggunaan analgetik
2) Terapeutik
a) Berikan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri (mis.
TENS, hypnosis, akupresur, terapi musik, biofeedback, terapi pijat,
aroma terapi, teknik imajinasi terbimbing, kompres hangat/dingin,
terapi bermain)
b) Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri (mis. suhu
ruangan, pencahayaan, kebisingan)
c) Fasilitasi istirahat dan tidur
d) Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam pemilihan strategi
meredakan nyeri
3) Edukasi
a) Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri
b) Jelaskan strategi meredakan nyeri
c) Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri
d) Anjurkan menggunakan analgetik secara tepat
e) Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri
4) Kolaborasi
a) Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu.
a. Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas,
intensitas nyeri
b. Identifikasi skala nyeri
c. Berikan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri
d. Mengobservasi TTV

2. Defisit Nutrisi (D.0019)

SIKI : Manajemen Nutrisi (I. 03119)

1). Observasi

a) Identifikasi status nutrisi


b) Identifikasi alergi dan intoleransi makanan
c) Identifikasi makanan yang disukai
d) Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis nutrient
e) Identifikasi perlunya penggunaan selang nasogastrik
f) Monitor asupan makanan
g) Monitor berat badan
h) Monitor hasil pemeriksaan laboratorium

2). Terapeutik

a) Lakukan oral hygiene sebelum makan, jika perlu


b) Fasilitasi menentukan pedoman diet (mis. Piramida makanan)
c) Sajikan makanan secara menarik dan suhu yang sesuai
d) Berikan makan tinggi serat untuk mencegah konstipasi
e) Berikan makanan tinggi kalori dan tinggi protein
f) Berikan suplemen makanan, jika perlu
g) Hentikan pemberian makan melalui selang nasigastrik jika asupan oral dapat
ditoleransi

3). Edukasi

a) Anjurkan posisi duduk, jika mampu


b) Ajarkan diet yang diprogramkan

4). Kolaborasi

a) Kolaborasi pemberian medikasi sebelum makan (mis. Pereda nyeri, antiemetik), jika
perlu
b) Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan jenis nutrient yang
dibutuhkan, jika perlu

E. Implementas

DAFTAR PUSTAKA

Alimul, (2008), Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia : Aplikasi konsep dan proses

keperawatan. Jakarta : Salemba Medika

Asmadi. (2008). Teknik Prosedural Keperawatan Konsep dan Aplikasi Kebutuhan


DasarKlien. Jakarta: Salemba Medika
Bulecheck. (2015). NursingInterventions Classification. ELSHEVIER
Herdman.(2015). Diagnosa keperawatan Definisi & Klassifikasi 2015-2017.
Jakarta:EGC
Hidayat, A . Aziz Alimul. (2009). Metode Penelitian Keperawatan Dan Analisis
Data. Jakarta: Salemba Medika
Huda amin.(2016). Asuhan Keperawtan Praktis Jilid 2. Yogyakarta: Mediaction
Kozier.(2010). Buku Ajar Fundamental Keperawatan.Jakarta : EGC
Mubarak.(2014) .Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep, Proses, dan
Praktik.
Jakarta:EGC
Potter, PA & Perry, A.G. (2009). Fundamentals Of Nursing. Sydney: Mosby
Wartonah, Tarwoto. (2010). Kebutuhan Dasar Manusia Dan Proses Keperawatan.
Jakarta :Salemba Medika
Tim Pokja SLKI DPP PPNI, (2018), Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI),
Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia

Anda mungkin juga menyukai