Anda di halaman 1dari 32

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Perkembangan di bidang peternakan di indonesia sudah sangat pesat. Bali


merupakan salah satu contoh peternakan babi di Indonesia, begitu juga di
Kabupaten Badung, Kecamatan Mengwi di Desa Gulingan, masyarakat masih
banyak yang berternak khususnya ternak babi, selain harga babi yang mahal babi
juga sangat penting untuk upacara adat dibali.

Pakan ternak terdiri dari konsentrat, jagung giling, dedak padi dan mineral
untuk mempercepat penggemukan babi. Dengan pencapuran pakan ternak
menggunakan cara manual atau tenaga manusia yang kurang efektif. Hal tersebut
diketahui dari hasil pengadukan pakan dalam jumlah yang relatif banyak
memerlukan waktu pengadukan yang relatif lama sehingga pemenuhan kebutuhan
pakan untuk babi dalam jumlah banyak kurang maksimal.

Berdasarkan masalah di atas, penullis memberikan alternatif untuk


mempermudah proses pemberian pakan ternak dengan menggunakan alat
pencampur pakan ternak menggunakan motor bensin. Hasil rancang bangun alat
ini diharapkan dapat mempermudah peternak dalam pemberian pakan yang tepat
dan produktivitas semakin meningkat.

1.2 Rumusan Masalah

Berangkat dari latar belakang masalah yang ada, maka dapat ditarik
beberapa rumusan masalah sebagai berikut:

1. Bagaimana rancangan alat pencampur pakan ternak?


2. Apakah alat pencampur pakan ternak menghasilkan
pencampuran pakan yang merata?

1.3 Batasan Masalah

Adapun batasan masalah dari pembuatan rancang bangun alat pencampur


pakan ternak adalah sebagai berikut:

1. Rancangan alat pencampuran pakan ternak hanya untuk kapasitias


100kg

2. Perencanaan alat pencampur pakan ternak ini hanya digunakan sebagai


alat pencampur pakan kering seperti konsentrat, polar dan bahan
mineral lainnya.

1.4 Tujuan

Adapun tujuan umum dan khusus dari pembuatan rancang bangun alat
pencampur pakan ternak sebagai berikut:

1.4,1 Tujuan Umum

Adapun tujuan umum dari rancang bangun alat pencampur pakan ternak
sebagai berikut:

1. Memenuhi salah satu syarat akademik dalam menyelesaikan pendidikan


Diploma III Teknik Mesin Politeknik Negeri Bali.

2. Mengaplikasikan ilmu-ilmu yang telah didapatkan selama perkuliahan


di Jurusan Teknik Mesin Politeknik Negeri Bali

3. Untuk menguji dan mengembangkan ilmu pengetahuan yang telah


diperoleh dibangku kuliah dan menerapkan kedalam bentuk
perancangan.

1.4.2 Tujuan Khusus

Adapun tujuan khusus dari pembuatan rancang bangun alat pengaduk pakan
ternak adalah sebagai berikut:
1. Dapat menentukan rancang bangun alat pancampur pakan ternak yang
menghasilkan pencampuran dan pengadukan pakan yang merata

2. Rancang bangun alat pencampur pakan ternak mampu memproduksi


daya tampung 100 kg pakan ternak

1.5 Manfaat

Adapun manfaat dari pembuatan rancang bangun alat pencampur pakan


ternak diantaranya:

1.5.1 Manfaat bagi penulis

Adapun manfaat bagi penulis dari pembuatan alat pencampur pakan


ternakadalah sebagai berikut:

1. Rancang bangun ini sebagai sarana untuk menerapkan ilmu ilmu yang
diperoleh selama mengikuti perkuliahan di Jurusan Teknik Mesin
Politeknik Negeri Bali baik dibidang rancang bangun, mengembangkan
ide-ide dan langsung mengatasi masalah yang ada disekitar kita.

2. Dapat mengetahui produktivitas alat pencampur pakan ternak hasil


rancang bangun

1.5.2 Manfaat bagi Politeknik Negeri Bali

1. Menambah sumber informasi dan bacaan di perpustakaan Politeknik


negeri Bali

2. Hasil rancang bangun diharapkan bisa menjadi referensi akademik di


Politeknik Negeri Bali

1.5.3 Manfaat bagi masyarakat

1. hasil dalam pembuatan rancang bangun alat pencampur pakan ternak


ini dapat menghasilkan produktivitas pakan yang tercampur merata dan
mempermudah peternak dalam pemberian pakan terhadap babi.
BAB II
LANDASAN TEORI

2.1 Pakan Ternak

Bahan makanan untuk pakan ternak babi adalah Bahan makanan yang

mengandung sumber protein antara lain: Tepung ikan, Susu skim, Susu skim

bubuk, Bungkil kacang kedelai. Menurut Cristofel B. Sendow 2019 bahan

makanan sebagai sumber energi antara lain: Jagung, Dedak Padi, Konsentrat.

Bahan makanan sumber mineral dan Bahan makanan sumber vitamin.

Penyusunan pakan ternak babi yang terdiri dari konsentrat, jagung giling dan

dedak padi yang diberikan pada ternak induk dimaksudkan untuk menjaga bobot

badan ternak agar tidak terlalu gemuk yang dapat menyebabkan kesukaran dalam

melahirkan.

Gambar 2.1 Pemberian Pakan Kering


Sumber : Babinesia 2021
Menurut Onike Lailogo, 2019 Pemberian pakan Sistem Kering, tujuan
pemberian pakan semacam ini ialah untuk memberikan rangsangan agar bisa
diperoleh berat hidup yang maksimal. Maka sistem ini sangat baik buat babi-babi
potong, yang umur sekitar 3 ½ - 4 bulan dengan berat 45 – 55 kg. Pemberian
pakan ini dapat disebar dilantai atau tempat khusus seperti tempat pakan otomatis.
Keuntungan dalam pemberian secara kering, adalah sebagai berikut: Pengisian
makanan cukup dilakukan dua kali sehari. Makanan yang tersisa tidak mudah
menjadi basi; Tempat atau kandang tidak mudah kotor; Lebih menghemat tenaga,
karena peternak tidak setiap kali harus membersihkan tempat makan dan tidak
selalu mengisikan makanan.

2.2 Rancang Bangun

Rancang bangun adalah suatu perencanaan, perancangan, dan perhitungan


teknik material dan komponen, uji simulasi, dan pembuatan modal suatu alat.
Perencanaan merupakan suatu kreasi untuk mendapatkan suatu hasil akhir dengan
mengambil suatu tindakan yang jelas, atau suatu kreasi atas sesuatu yang
mempunyai kenyataan fisik. Pembuatan suatu alat memerlukan perencanaan
komponen yang akan digunakan untuk memenuhi kebutuhan mekanisme alat
yang dibuat. Kekuatan merupakan pertimbangan dalam rancang bangun yang
penting, dimana kekuatan tergantung dari pemilihan, perlakuan atau perancangan
suatu konstruksi harus mempertimbangkan beberapa kriteria sebagai berikut:

1. Mudah dan sederhana, mudah dibuat atau komponen yang umum ada di
pasaran.

2. Ekonomis adalah suatu tindakan atau perilaku dimana kita dapat


memperoleh barang atau jasa yang mempunyai kualitas terbaik dengan
tingkat harga yang sekecil mungkin.

3. Estetik adalah rasa yang timbul dari seberapa indah atau mempesonanya
suatu objek yang dilihat dan alat tersebut harus estetik bentuk dan
kelihatannya.
4. Tepat guna adalah sebuah teknologi yang ditemukan atau diciptakan dengan
tujuan untuk semakin meningkatkan atau membuat pekerjaan manusia
semakin lancar. Hal ini kemudian bisa meningkatkan nilai ekonomi juga.

2.3 Dasar Pemilihan Bahan

Menurut Mott (2004) Elemen-elemen sering dibuat dari salah satu logam
paduan seperti baja, alumunium, besi cor, seng, titanium atau perunggu. Bagian
ini menjelaskan sifat sifat penting dari bahan.

Sifat-sifat kekuatan, elastis dan keuletan logam, plastis dan jenis bahan
lainnya ditentukan dari uji tarik. Besarnya gaya pada patang dan perubahan
panjang dipantau selama pengujian, karena tegangan sebanding dengan gaya yang
bekerja pada batang.

Adapun hal-hal yang harus diperhatikan dalam pemelihan bahan untuk


rancang bangun adalah sebagai berikut:

1. Kekerasan (hardness)

Ketahanan bahan terhadap penetrator merupakan imdikasi dari kekerasan.


Beberapa jenis alat, prosedur dan penetrator untuk mengukur kekerasan: alat
uji kekerasan brinell dan alat uji kekerasan rockwell, alat uji kekerasan
Brinell menggunakan bola bajaberdiameter 10 mm sebagai penetrator
dibawah beban sebesar 300 kg gaya.

2. Kekuatan (strengths)

Kemampuan bahan menahan tegangan tanpa kerusakan atau kemampuan


suatu bahan dalam menerima beban, semakin besar beban yang mampu
diterima oleh bahan maka bahan tersebut dikatakan memiliki kekuatan yang
lebih tinggi dalam kurva tegangan-tegangan kekuatan dapat dilihat dari
sumbu - y (stress) semakin tinggi nilai stress maka bahan tersebut lebih
kuat.
3. Kerapuhan (brittleness)

Kemampuan suatu bahan bila mengalami pertambahan panjang atau pendek


sebelum patah disebut berittle seperti besi tuang dan gelas pengukuran
dilakukan terhadap % pertambahan panjang benda uji.

2.4 Baja

Menurut Davis, Troxell dan Hauck (1998) baja adalah paduan besi (Fe) dan
karbon (C) dengan keberadaan membahas paduan lainnya. Baja yang paling
banyak digunakan sebagai hasil akhir adalah komponen otomotof, trenfomer
listrik dan untuk proses manufaktur lainnya seperti proses pembuatan lembaran
bedsi, proses ekstruksi dan lain-lain. Dasar penggunaan bajasering
berkembangnya industri otomotif dan kebutuhan masyarakat dangan kendaraan,
komponen pemesinan, kemampuan pengerasan sebuah baja memiliki rentangan
yang sangat besar dapat disesuaikan pada sifat mekanik yang sesuai dengan yang
diinginkan dari baja. Pada paduan logam baja karbon rendah yang terdiri dari besi
(Fe) dan tidak karbon (C), Silikon (Si), Mangan (Mn), Fospor (P) dan unsur unsur
lainnya. Diantaranya tujuan terpenting dalam suatu pengembangan materi yaitu
menentukan struktur dan sifat-sifat bahan, agar tahan yang dicapai tertinggi.

2.4.1 Jenis-jenis baja Karbon

Menurut Ir. Oentong (1998) baja karbon dibagi menjadi beberapa jenis, di
antaranya sebagai berikut:

1) Baja karbon rendah


Baja karbon rendah memiliki kandungan karbon 0.10% s/d 0.30%. Baja
karbon ini diaplikasikan dalam pembuatan strip baja, baja batangan atau profil dan
plat baja.

2) Baja karbon menengah

Baja karbon menengah mengandung karbon antara 0,30% s/d 0,60%. Baja
karbon ini digunakan untuk keperluan perkakas bagian mesin. Berdasarkan total
karbon yang ada dalam baja ini maka baja karbon dapat digunakan sebagai
keperluan-keperluan industri.

3) Baja karbon tinggi

Baja karbon tinggi adalah baja yang memiliki elemen paduan sebanyak lebih
dari 8% yang termasuk dalam baja paduan tinggi contohnya adalah stainless steel,
baja tahan aus, baja tahan panas, baja perkakas, baja berkekuatan tinggi.

2.5 Motor Bensin

(Ketut Bangsa, 2015), Motor bensin adalah suatu tipe mesin pembakaran
dalam (Internal Combustion Engine) yang dapat mengubah panas dari bahan
bakar menjadi energi mekanik berupa daya poros pada putaran poros engkol.
Energi panas diperoleh dari proses pembakaran bahan bakar dengan udara yang
terjadi pada ruang bakar (Combustion Chamber) dengan bantuan bunga api yang
berasal dari percikan busi untuk menghasilkan gas pembakaran. Berdasarkan
siklus kerjanya motor bensin dibedakan menjadi dua jenis yaitu motor bensin dua
langkah dan motor bensin empat langkah. Motor bensin dua langkah adalah motor
yang memerlukan dua kali langkah torak, satu kali putaran poros engkol untuk
menghasilkan satu kali daya (usaha). Sedangkan motor bensin empat langkah
adalah motor bensin yang memerlukan empat kali langkah torak, dua kali putaran
poros engkol untuk menghasilkan satu kali daya (usaha). Dalam menentukan daya
yang diberikan untuk menggerakan sistem, hal yang perlu diketahui adalah torsi
yang terjadi, maka digunakan rumus sebagai berikut:

T = F. r (2.1)

2. π .n . T
P= (2.2)
60

Dimana:

T = Mp = Torsi atau momen puntir yang terjadi (N.m)

F = Gaya (N)

r = jari-jari (m)

P = Daya nominal (HP)

N = Putaran pada poros motor listrik (rpm)

π=¿ 3,14

2.6 Poros

Poros merupakan salah satu bagian yang terpenting dari setiap mesin.
Sularso dan Suga (2004). Hampir semua mesin meneruskan tenaga bersama-sama
dengan putaran. Peranan utama dalam transmisi seperti itu dipegang oleh poros.

2.6.1 Macam-macam poros

1. Poros transmisi

Poros macam ini mendapat beban puntir murni atau puntir dan lentur. Daya
ditransmisikan kepada poros ini melalui kopling, roda gigi, puli, sabuk atau
sprocket rantai.

2. Spindel

Poros transmisi yang relatif pendek, seperti poros utama mesin perkakas,
dimana beban utamanya berupa puntiran, disebut spindle. Syarat yang
dipenuhi poros ini adalah deformasi harus kecil dan bentuk serta ukurannya
harus teliti.

3. Gandar

Poros seperti yang dipasang diantara roda-roda kereta barang, dimana tidak
mendapat beban puntir, bahkan kadang-kadang tidak boleh berputar, disebut
gandar, gandar ini hanya mendapatkan beban lentur, kecuali digerakan oleh
penggerak mula dimana akan mengalami beban putir juga. (Sularso dan
Suga, 2004, p. 1).

2.6.2 Hal-hal penting dalam perencanaan poros

Dalam perencanaan poros ada beberapa hal – hal penting yang harus
diperhatikan, menurut Sularso dan Suga (2004) berikut ini adalah hal – hal
penting yang harus diperhatikan dalam perencanaan poros.

a. Kekuatan poros

Suatu poros transmisi dapat mengalami beban punter atau lentur atau gabungan
antara punter dan lentur. Juga ada poros yang mendapat beban tarik atau tekan
seperti poros baling – baling kapal atau turbin. Kelelahan, pengaruh konsentrasi
tegangan bila diameter poros diperkecil atau mempunyai alur pasak harus
diperhatikan. Sehingga poros harus direncanakan hingga cukup kuat untuk
menahan beban yang diberikan.

b. Kekakuan poros

Meskipun sebuah poros mempunyai kekakuan yang cukup tetapi jika lenturan
puntiran terlalu besar akan menimbulkan suara atau getaran. Karena itu kekakuan
dari poros harus diperhatikan dan disesuaikan dengan jenis mesin yang akan
dilayani oleh poros tersebut.

c. Putaran kritis

Bila putaran suatu mesin dinaikan maka pada harga tertentu akan menimbulkan
getaran yang luar biasa besarnya. Putaran ini disebut putaran kritis. Hal ini dapat
terjadi pada turbin, motor torak, motor listrik dan sebagainya. Jika mungkin poros
harus direncanakan sedemikian rupa hingga dengan putaran kerja di bawah
putaran kritisnya.

d. Korosi

Bahan–bahan tahan korosi (termasuk plastik) harus dipilih untuk poros dan pompa
bila terjadi kontak dengan fluida yang korosif. Demikian pula untuk poros–poros
yang terancam kavitasi dan poros–poros mesin yang sering berhenti lama. Sampai
batas–batas tertentu dapat pula dilakukan perlindungan terhadap korosi.

e. Bahan poros

Poros untuk mesin biasanya terbuat dari baja batang yang ditarik dingin dan
difinis, baja karbon konstruksi mesin (disebut bahan S-C) yang dihasilkan dari
igot baja yang dioksidasikan dengan ferrosilicon dan di cor, kadar karbonnya
terjamin. Meskipun demikian, bahan ini kelurusannya agak kurang tetap dan dapat
mengalami deformasi karena tegangan yang kurang seimbang misalnya diberi alur
pasak, karena ada tegangan sisa di dalam terasnya. Tetapi penarikan dingin
membuat permukaan poros menjadi keras dan kekuatannya bertambah besar.

2.6.3 Perhitungan pada poros

Dalam perencanaan poros didasarkan atas kekuatan dan kekakuannya,


dalam hal ini poros direncanakan hanya berdasarkan kekuatan. Jika diketahui
bahwa poros yang akan direncanakan tidak mendapat beban lain selain torsi,
meskipun demikian akan terjadi pembebanan berupa lenturan, tarikan, atau
tekanan, misalnya jika sebuah sabuk, rantai, atau roda gigi dipasangkan pada
poros, maka kemungkinan adanya pembebanan tambahan tersebut perlu
diperhitungkan dalam faktor keamanan yang diambil. Perhitungan yang
digunakan dalam perencanaan poros yaitu seperti berikut ini.

a. Menghitung daya rencana


Pd = f c . P (kW ) (2.3)
Dimana :
Pd = Daya rencana (kW)
fc = Faktor koreksi
P = Daya nominal (kW)

Tabel 2.1 Faktor-faktor koreksi daya yang akan di transmisikan, f c

Daya yang akan ditransmisikan fc

Daya rata-rata yang diperlukan 1,2-2,0


Daya maksimum yang diperlukan 0,8-1,2
Daya normal 1,0-1,5

Sumber : Sularso dan Suga, 2004, p. 7

b. Momen putir atau torsi pada poros


5 pd
τ =9.74 x 10 (2.4)
n1
Dimana:
T = Momen putir (N X m)
PD = Daya yang direncanakan (Kw)
N 1 = Jumlah putaran pada poros (rpm)

c. Menghitung diameter poros


d S = 3 5.1 xKtxcbxT
ta
(2.5)

(Sularso dan suga,2004)


Dimana :
d s = Diameter poros (mm)
K t = Faktor koreksi momen puntir (1,0 – 1,5)
C b = Faktor lentur (1,2 – 2,3)
2.7 Puli

Puli berfungsi untuk meneruskan dan merubah putaran bersama sabuk dari
sumber penggerak ke poros atau komponen yang akan digerakan. Puli sabuk
dibuat dari besi cor atau baja. Untuk konstruksi ringan ditetapkan puli dari paduan
aluminium. Puli pada sabuk ada macam – macam jenisnya menurut sabuk yang
digerakan yaitu puli untuk sabuk datar, puli untuk sabuk V kita perlu mengetahui
diameter minimum yang diijinkan dan dianjurkan untuk memperoleh perpindahan
putaran yang lembut dan keausan sabuk pada sisi luar menjadi rata dengan sisi
luar puli (Sularso dan Suga, 2004).

Gambar 2.2 Puli


Sumber: Kurniawan, 2010

Keuntungan menggunakan puli sabuk:


1. Bidang kontak sabuk puli luas, tegangan puli biasanya lebih kecil sehingga
lebar puli bisa dikurangi.
2. Tidak menimbulkan suara bising dan lebih tenang.
Untuk mendapatkan perbandingan reduksi maka digunakanlah rumus sebagai
berikut:
n1
I=
n2
(2.6)
Dimana :
n1 = Putaran penggerak (rpm)
n2 = Putaran yang digerakkan (rpm)
I = Perbandingan reduksi
Untuk menentukan diameter puli yang digerakan maka rumus yang digunakan
adalah sebagai berikut:
Dp = I . dp (2.7)

Dimana:
I = Perbandingan reduksi
d p = Diameter puli penggerak (inch)
D p= Diameter puli yang digerakkan (inch)
2.8 V - Belt
Sabuk-V terbuat dari karet dan mempunyai penampang trapesium.
Tenunan, teteron dan semacamnya digunakan sebagai inti sabuk untuk membawa
tarikan yang besar (Gambar 2.5). Sabuk-V dibelitkan pada alur puli yang
berbentuk V pula. Bagian sabuk yang membelit akan mengalami lengkungan
sehingga lebar bagian dalamnya akan bertambah besar. Gaya gesekan juga akan
bertambah karena pengaruh bentuk baji yang akan menghasilkan transmisi daya
yang besar pada tegangan yang relatif rendah. Hal ini merupakan salah satu
keunggulan dari sabuk-V jika dibandingkan dengan sabuk rata. Dalam Gambar
2.6 diberikan berbagai proporsi penampang sabuk-V yang umum dipakai.
(Sularso dan Suga, 2004, p. 163-164).

Gambar 2.3 Kontruksi sabuk-V


Sumber : Sularso dan Suga, 2004, p. 164

Keterangan Gambar 2.3 :


1. Terpal
2. Bagian penarik
3. Karet pembungkus
4. Bantal karet
Gambar 2.4 Ukuran penampang sabuk V
Sumber : Sularso dan Suga, 2004, p. 164

2.8.1 Perhitungan Puli dan Sabuk


Perencanaan sabuk V haruslah menggunakan perhitungan. Rumus
perhitungan sabuk V antara lain untuk menentukan perbandingan transmisi,
kecepatan sabuk, jumlah sabuk yang diperlukan dan panjang sabuk. Maka
digunakanlah rumus sebagai berikut:
1. Panjang sabuk
π 1
L=2 C+ ( dp + DP )+ ¿ (2.8)
2 4. C

Gambar 2.5 Perhitungan panjang keliling sabuk


Sumber: Sularso dan Suga (2004)

Dimana :
L = Panjang keliling sabuk (mm)
C = Jarak antar poros (mm)
dp = Diameter pully penggerak (mm)
Dp = Diameter pully yang digerakkan (mm)
2. Kecepatan sabuk
π . d . n₁
v= (m/ s) (2.9)
60.1000
Dimana:
v = kecepatan sabuk (m/s)
d = diameter puli motor (mm)
n₁ = putaran motor listrik (rpm)
3. Jumlah sabuk yang diperlukan
Pd
N= (2.10)
Po . Kθ
Dimana:
N = jumlah sabuk yang diperlukan
Pd = daya rencana motor (Kw)
Po = kapasitas daya yang ditransmisikan untuk satu sabuk tunggal (kW)
Kθ = faktor koreksi
2.9 Pasak
Pasak merupakan suatu elemen mesin yang dipakai untuk menetapkan
bagian-bagian mesin seperti roda gigi, sprocket, puli, kopling pada poros. Barulah
momen diteruskan dari poros ke naf atau ke poros.
Dalam pembahasan kali ini hanya diuraikan tetang pasak saja. Pasak pada
umumnya dapat digolongkan atas beberapa macam sebagai berikut :
Pada Gambar 2.9 Menurut letaknya poros dapat dibedakan antara pasak pelana,
pasak rata, pasak benam, dan pasak singgung yang umumnya semuanya
berpenampang persegi empat, dengan arah memanjang dalam bentuk prismatiks
dan bentuk tirus. Pasak benam prismatiks ada yang khusus dipakai sebagai pasak
luncur, selain macam-macam pasak yang ada diatas ada pula pasak tembereng dan
pasak jarum.
Pasak benam biasanya banyak digunakan, karena pasak ini dapat meneruskan
momen besar. Untuk momen dengan tumbukan, dapat dipakai pasak singgung.
(Sularso dan Suga, 2004, p. 23-24)
Gambar 2.6 Macam-macam pasak
Sumber : Sularso dan Suga, 2004, p. 24

Pasak benam umunya mempunyai bentuk penampang segi empat, dimana


pada penampang berbentuk prismatis dan tirus yang kadang-kadang diberikan
kepala untuk memudahkan pencabutan. Kemiringan pada pasak tirus ini
umumnya sebesar 1/100, dan dalam pengerjaan haruslah hati-hati agar naf tak
menjadi eksentrik. Pada pasak yang rata, sisi samping harus pas dengan alur pasak
agar pasak tidak goyang dan rusak. Untuk pasak, umumnya dipilih bahan yang
mempunyai kekuatan tarik lebih dari 60 (Kg/mm2), lebih kuat dari porosnya.

Kadang-kadang sengaja dipilih bahan yang lemah untuk pasak, sehingga


menyebabkan pasak akan lebih dahulu rusak dari pada poros atau nafnya. Ini
disebabkan harga pasak yang relatif lebih murah serta mudah menggantinya.

Gambar 2.7 Gaya geser pada pasak


Sumber : Sularso dan Suga, 2004, p. 25
2.10 Bantalan
Bantalan adalah elemen mesin yang menumpu poros berbeban, sehingga
putaran atau gerakan bolak-baliknya dapat berlangsung secara halus, aman dan
panjang umur. Bantalan harus cukup kokoh untuk memungkinkan poros serta
elemen mesin lainnya bekerja dengan baik. Jika bantalan tidak berfungsi dengan
baik maka prestasi seluruh sistem akan menurun atau tidak dapat bekerja secara
semestinya. Jadi bantalan dalam permesinan dapat disamakan perannya dengan
pondasi pada gedung (Sularso dan Suga, 2004, p. 103).
Bantalan dapat diklasifikasikan atas dasar gerakan bantalan terhadap poros
dan atas dasar beban terhadap poros. Menurut Sularso dan Suga (2004, p. 103)
bantalan atas dasar gerakan terhadap poros terdapat 2 jenis, yaitu:
1. Bantalan Luncur
Pada bantalan ini terjadi gesekan luncur antara poros dan bantalan karena
permukaan poros ditumpu oleh permukaan bantalan dengan perantaraan lapisan
pelumas.
2. Bantalan Gelinding
Pada bantalan ini terjadi gesekan gelinding antara bagian yang berputar
dengan yang diam melalui elemen gelinding seperti bola (peluru), rol atau rol
jarum, dan rol bulat.

Menurut Sularso dan Suga (2004, p. 103) bantalan atas dasar arah beban
terhadap poros terdapat 3 jenis, yaitu:
1. Bantalan Radial
Arah beban yang ditumpu bantalan ini adalah tegak lurus sumbu poros.
2. Bantalan Axial
Arah beban bantalan ini sejajar dengan sumbu poros.
3. Bantalan Gelinding Khusus
Bantalan ini dapat menumpu beban yang arahnya sejajar dan tegak lurus
sumbu poros.
Ga
mb ar
2.8

Bagian-bagian bantalan
Sumber : Mott, (2009)

Suatu beban sedemikian rupa hingga memberikan umur yang sama dengan
umur yang diberikan oleh beban dan kondisi putaran sebenarnya disebut beban
Eqivalen dinamis. Jika suatu deformasi permanen, eqivalen dengan deformasi
permanen maksimum yang terjadi karena kondisi beban statis yang sebenarnya di
mana elemen gelinding membuat kontak dengan cincin pada tegangan maksimum,
maka beban menimbulkan deformasi tersebut dinamakan eqivalen statis.
Perhitungan yang digunakan dalam perencanaan bantalan yaitu seperti berikut ini.
a. Mencari beban eqivalen
P = (Fr.V.X) + (Fa.Y) (2.11)
Dimana :
P = beban eqivalen (kg)
X = faktor radial
Y = faktor aksial
V = faktor putaran
Fr = beban radial (kg)
Fa= beban aksial (kg)
b. Mencari faktor keamanan bantalan

( )
1 /3
33,3
Fn = (2.12)
n
Dimana :
fn = faktor keamanan
n = putaran poros yang digerakan (rpm)
c. Mencari faktor umur bantalan
C
f h=f n (2.13)
P
Dimana :
fh = faktor umur bantalan
C = beban nominal dinamis (kg)
P = beban ekivalen (kg)
d. Perhitungan umur nominal bantalan
Umur bantalan L (90 % dari jumlah sampel, selama berputar 1 juta putaran
tidak memperhatikan kerusakan karena kelelahan gelinding) dapat ditentukan
sebagai berikut :
Jika C (kg) menyatakan beban nominal dinamis spesifik dan P(kg) beban
eqivalen dinamis maka faktor kecepatan fn adalah:

( )
1
33,3
Untuk bantalan bola,f n= 3
(2.14)
n

( )
1
33,3 10
Untuk bantalan rol, f n= (2.15)
n

Umur nominal untuk bantalan bola ( Lh )adalah:


3
Lh = 500 f h (2.16)

Dimana:
P = Beban equivalent dinamis (kg)
f n= Faktor kecepatan
C= Beban nominal (kg)
fh= Faktor umur
Lh= Umur nominal bantalan (Jam)

2.11 Baut dan Mur


Baut dan mur merupakan alat pengikat yang sangat penting untuk
mencegah kecelakaan dan kerusakan pada mesin, pemilihan baut dan mur sebagai
alat pengikat harus dilakukan dengan cara seksama untuk mendapatkan ukuran
yang sesuai. Seperti pada Gambar

Gambar 2.9 Baut dan Mur

Sumber: Klikmro 2017

Untuk menentukan ukuran baut dan mur, berbagai faktor harus


diperhatikan seperti sifat gaya yang bekerja pada baut, syarat kerja, kekuatan
bahan, kelas ketelitian, dan lain sebagainya. Adapun gaya-gaya yang bekerja pada
baut dapat berupa :
1. Beban statis aksial murni.
2. Beban aksial, bersama dengan beban puntir.
3. Beban geser.
4. Beban tumbukan aksial. (Sularso dan Suga, 2004, p. 296)
Tabel 2.2 Tekanan permukaan yang diizinkan pada ulir
Bahan Tekanan permukaan yang diizinkan qɑ
(kg/mm2)

Ulir luar Ulir dalam Untuk pengikat Untuk penggerak

Baja liat Baja liat atau 3 1


perunggu

Baja liat atau


Baja keras perunggu 4 1,3

Besi cor
Baja keras 1,5 0,5

Sumber : Sularso dan Suga, 2004, p. 298


Dalam perencanaa sambungan baut, sebaiknya menjamin bahwa tidak ada
ulir pada bidang yang terkena gaya geser. Dengan demikian bodi baut akan
mempunyai diameter sama dengan diameter mayor ulir. (Mott, 2004, p. 116)

2.12 Perhitungan kekuatan Las

Menurut Deutche Industries Normen (DIN) yang dikutip Oleh


Wiryosumarto dan Okumura (2004, p. 1) las adalah ikatan metalurgi pada
sambungan logam atau logam paduan yang dilaksanakan dalam keadaan lumer
atau cair. Dari definisi tersebut dapat dijabarkan lebih lanjut bahwa las adalah
sambungan setempat dari beberapa batang logam yang menggunakan energi
panas.

Dalam pengertian lain, las adalah penyambungan dua buah logam sejenis
maupun tidak sejenis dengan cara memanaskan (mencairkan) logam tersebut di
bawah atau di atas titik leburnya, disertai dengan atau tanpa tekanan dan disertai
atau tidak disertai logam pengisi.

2.12.1 Berdasarkan cara pengelasan.

Berdasarkan cara kerjanya, pengelasan diklasifikasikan menjadi tiga kelas utama


yaitu pengelasan cair, pengelasan tekan, dan pematrian. (Wiryosumarto dan
Okumura, 2004, p. 157)
a. Pengelasan cair adalah metode pengelasan dimana bagian yang akan
disambung dipanaskan sampai mencair dengan sumber panas dari busur
listrik ataupun busur gas.

b. Pengelasan tekan adalah metode pengelasan dimana bagian yang akan


disambung dipanaskan sampai lumer (tidak sampai mencair), kemudian
ditekan hingga menjadi satu tanpa bahan tambahan.

c. Pematrian adalah cara pengelasan dimana bagian yang akan disambung


diikat dan disatukan dengan menggunakan paduan logam yang
mempunyai titik cair yang rendah.

2.12.2 Klarifikasi las

Berikut ini adalah klasifikasi las listrik berdasarkan sambungan dan


bentuk alurnya: (Wiryosumarto dan Okumura, 2004, p. 157)
a. Sambungan tumpul
Sambungan tumpul adalah jenis sambungan las yang paling
efisien, sambungan ini terbagi menjadi dua yaitu :
- Sambungan penetrasi penuh.
- Sambungan penetrasi sebagian.
Sambungan penetrasi penuh terbagi lagi menjadi sambungan tanpa plat
pembantu dan sambungan dengan plat pembantu. Bentuk alur dalam sambungan
tumpul sangat mempengaruhi efisiensi pekerjaan dan jaminan sambungan.Pada
dasarnya dalam pemilihan bentuk alur harus mengacu pada penurunan masukan
panas dan penurunan logam las sampai harga terendah yang tidak menurunkan
mutu sambungan.
b. Sambungan bentuk T dan bentuk silang
Sambungan bentuk T dan bentuk silang ini secara garis besar terbagi
menjadi dua jenis, yaitu :
- Jenis las dengan alur datar.
- Jenis las sudut.
Dalam pelaksanaan pengelasan mungkin ada bagian batang yang
menghalangi, hal ini dapat diatasi dengan memperbesar sudut alur.
Ganbar 2.10 Macam-macam sambungan T.
Sumber : Wiryosumarto dan Okumura, 2008, p. 159

c. Sambungan tumpang
Sambungan tumpang dibagi menjadi tiga jenis seperti yang ditunjukan pada
gambar Gambar 2.11 Sambungan Tumpang dikarenakan sambungan jenis ini
tingkat keefisienannya rendah, maka jarang sekali jarang sekali digunaka untuk
pelaksanaan sambungan konstruksi utama.

Gambar 2.11 Sambungan tumpang.


Sumber : Wiryosumarto dan Okumura, 2008, p. 160

d. Sambungan sisi
Sambungan sisi dibagi menjadi dua (Gambar 2.12), yaitu :
- Sambungan las dengan alur : Untuk jenis sambungan ini platnya harus
dibuat alur terlebih dahulu.
- Sambungan las ujung : Sedangkan untuk jenis sambungan ini pengelasan
dilakukan pada ujung plat tanpa ada alur. Sambungan las ujung hasilnya
kurang memuaskan, kecuiali jika dilakukan pada posisi datar dengan aliran
listrik yang tinggi. Oleh karena itu, maka pengelasan jenis ini hanya dipakai
untuk pengelasan tambahan atau pengelasan sementara pada pengelasan
plat-plat yang tebal.

Gambar 2.12 Sambungan sisi.


Sumber : Wiryosumarto dan Okumura, 2008, p. 161

e. Sambungan dengan plat penguat


Sambungan ini dibagi dalam dua jenis yaitu sambungan dengan plat penguat
tunggal dan sambungam dengan plat penguat ganda seperti yang ditunjukan pada
Gambar 2.13 Sambungan jenis ini mirip dengan sambungan tumpang, maka
sambungan jenis ini jarang digunakan untuk penyambungan konstruksi utama.

a. Penguat Tunggal b. Penguat Ganda

Gambar 2.13 Sambungan dengan penguat.


Sumber : Wiryosumarto dan Okumura , 2008, p. 161
BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Dalam proyek akhir ini penulis memilih membuat rancang bangun alat
pencampur pakan ternak. Penulis merancang alat ini karena hasil pencampuran
pakan ternak sebelumnya yang masih mencampur dengan cara manual atau
menggunakan tangan masih belum tercampur merata
Berdasarkan permasalahan di atas, maka perlu merancang alat pencampur
pakan ternak untuk meningkatkan produktivitas dengan waktu yang lebih cepat
dan hasil yang maksimal. Model desain alat pencampur pakan ternak yang
direncanakan yaitu menggunakan pisau pencampur dan pencampuran diharapkan
nantinya dapat mempermudah dan mempercepat proses pengolahan pakan ternak
agar waktu dan tenaga yang dibutuhkan lebih efektif.
3.1.1 Konsep Rancang Bangun

Gambar 3.1 Rancangan Alat Pencampur Pakan Ternak

Sumber: dokumen pribadi


Keterangan:
1. Rangka
2. Mesin
3. V-Belt Kit
4. Gear Box
5. Pillow Blok
6. Trobong
7. Pisau Pengaduk
8. Tutup Trobong

3.1.2 Prinsip Kerja

Mekanisme kerja alat pencampur pakan ternak adalah dengan


menggerakan pengaduk untuk menghancurkan material padat sehingga memiliki
ukuran yang sesuai kemudian dicampur dengan bahan pendukung lainya atau
bahan utama pakan. Kerja mesin berupa putaran motor yang di transmisikan kel
belt yang menggerakan pisau pengaduk.

3.2 Alur Penelitian

Alur pelaksanaan penelitian pada pembuatan alat pencampur pakan ternak


ini diuraikan kedalam bentuk skema yang menjelaskan singkat tahap-tahapan
dalam pengerjaan alat pencampur pakan ternak, pada diagram alir berikut ini:
Mulai

Pengamatan di Lapangan

Analisa Kebutuhan Alat

Konsep Desain :
Pemilihan Bentuk dan
Mekanisme Sketsa Desain

Perhitungan Kekuatan dan Pemilihan Bahan:


Ukuran atau Dimensi Material/Bahan Baku
Komponen Pendukung

Pembuatan Gambar Kerja

Pengadaan Bahan Baku

Pembuatan Komponen

Perakitan & Finishing

Tidak
Indikator :
1. Alat dapat berfungsi
dengan baik. Apakah Hasil Uji Coba
2. Hasil yang diperoleh Rancang Bangun Dapat
sesuai dengan yang Berfungsi Dengan Baik ?
diharapkan.
Ya
Ya
Pembuatan Laporan

Selesai

Gambar 3.2 Alur Penelitian


3.3 Lokasi dan Waktu Penelitian
Lokasi pengambilan data penelitian ini adalah dilakukan di Desa
Gulingan, Mengwi, Bali. Waktu penelitian dirancang sesuai jadwal yang sudah di
perkirakan selama bulan Februari sampai dengan bulan Agustus pada tahun 2022.
Pengambilan data dilakukan di Desa Gulingan, Mengwi, pada masyarakat yang
berternak babi yang ada di Desa Gulingan, sehingga memudahkan penulis dalam
melakukan proses pengambilan data. Adapun waktu pelaksanaan penelitian
dengan jadwal kegiatan seperti pada Tabel 3.1.

Tabel 3.1 Waktu Penelitian


Bulan
No Nama Kegiatan Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
1 Penyusunan Proposal PA
2 Registrasi Proposal PA
3 Seminar Ujian Proposal PA
4 Pembuatan Gambar Kerja
5 Perhitungan Alat dan Bahan
6 Pengadaan Alat dan Bahan
7 Pembuatan Komponen
8 Perakitan Komponen
9 Finishing Komponen
10 Pengujian Hasil Rancangan
11 Pemngambilan Data
12 Pembuatan Laporan
13 Ujian Proyek Akhir

3.4 Penentuan Sumber

Data dalam pelaksanaan pembuatan alat pencampur pakan ternak ini,


penulis memperoleh data langsung dari peternak di desa Gulingan dan
pengambilan data dari buku-buku refrensi maupun dimedia internet.
3.5 Sumber Daya Penelitian

Dalam perencanaan rancang bangun alat pencampur pakan ternak ini


dibutuhkan beberapa alat dan bahan yang menunjang proses pembuatan. Pada
tahap rancang bangun, peralatan yang digunakan adalah peralatan bengkel seperti:
mesin bubut, mesin frais, mesin las, alat potong plat, alat lipat plat, gerinda
potong, kompresor, alat pengecat, dan lain-lain.

3.6 Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian yang diperlukan dalam rancang bangun alat


pencampur pakan ternak yaitu:

1. Stopwatch yang akan digunakan untuk mengukur selama proses


pencampuran berlangsung.

2. Timbangan digunakan untuk mengukur berat hasil pencampuran pakan


tersebut.

3. Siku-siku untuk mengukur kesikuan rangka mesin.

3.7 Prosedur Penelitian

Prosedur penelitian yang dilakukan penulis untuk menjawab dan


memecahkan masalah yang ada, serta mendapatkan hasil yang diinginkan, maka
penulis melakukan penelitian dengan tahapan sebagai berikut:

1. Melakukan pengamatan dan penelitian dilapangan untuk mencari


pemasalahan yang terdapat dilapangan sehingga mesin dapat berfungsi
dengan baik dan tepat guna.

2. Menganalisa kebutuhan mesin untuk menentukan konsep dari mesin


sehingga efektif dan efisien.

3. Membuat gambar atau desain untuk menentukan bentuk dan mekanisme


sketsa mesin yang akan dibuat.
4. Menentukan rincian anggaran biaya yang dibutuhkan untuk mesin yang
akan dibuat.

5. Proses pembuatan atau pengerjaan mesin sesuai gambar kerja.

6. Proses perakitan dan finishing.

7. Melakukan uji coba hasil rancangan bangun.

8. Menganalisa dan menyimpulkan data hasil dari uji coba.

Anda mungkin juga menyukai