(NYERI)
Disusun Oleh :
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui pengertian Nyeri
2. Untuk mengetahui Anatomi Nyeri
3. Untuk mengetahui Fisiologi Nyeri
4. Untuk mengetahui Etiologi Nyeri
5. Untuk mengatahui faktor-faktor yang mempengaruhi nyeri
6. Untuk mengetahui Batasan Karakteristik Nyeri
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian Nyeri
Nyeri merupakan suatu kondisi berupa perasaan yang tidak
menyenangkan, yang bersifat sangat subjektif. Perasaan nyeri pada setiap
orang berbeda dalam hal skala maupun tingkatannya, dan hanya orang
tersebutlah yang dapat menjelaskan atau mengevaluasi rasa nyeri yang
dialaminya (Tetty, 2015). Menurut Handayani (2015) nyeri adalah kejadian
yang tidak menyenangkan, mengubah gaya hidup dan kesejahteraan individu).
Nyeri merupakan suatu perasaan atau pengalaman yang tidak nyaman baik
secara sensori maupun emosional yang dapai ditandai dengan kerusakan
jaringan ataupun tidak, ketidaknyamanan nyeri yang dapat disebabkan oleh
efek dari penyakit-penyakit tertentu atau akibat cedera yang mengganggu
seorang individu ketika sedang menjalankan aktivitas.
Nyeri akut adalah suatu pengalaman sensorik atau emosional yang
berkaitan dengan kerusakan jaringan aktual atau fungsional, dengan onset
mendadak atau lambat dan berintensitas ringan hingga berat yang berlangsung
kurang dari tiga bulan. Nyeri akut biasanya awitannya tiba- tiba dan
umumnya berkaitan dengan cedera spesifik. Nyeri akut mengindikasikan
bahwa kerusakan atau cedera telah terjadi. Hal ini menarik perhatian pada
kenyataan bahwa nyeri ini benar terjadi dan mengajarkan kepada kita untuk
menghindari situasi serupa yang secara potensial menimbulkan nyeri. Jika
kerusakan tidak lama terjadi dan tidak ada penyakit sistematik, nyeri akut
biasanya menurun sejalan dengan terjadi penyembuhan; nyeri ini umumnya
terjadi kurang dari enam bulan dan biasanya kurang dari satu bulan. Untuk
tujuan definisi, nyeri akut dapat dijelaskan sebagai nyeri yang berlangsung
dari beberapa detik hingga enam bulan.
Nyeri kronis adalah pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan
dengan kerusakan jaringan aktual atau fungsional, dengan onset mendadak
atau lambat dan berintensitas ringan hingga berat dan konstan, yang
berlangsung lebih dari tiga bulan (PPNI, 2016). Nyeri kronik adalah nyeri
konstan atau intermiten yang menetap sepanjang suatu periode waktu. Nyeri
ini berlangsung di luar waktu penyembuhan yang diperkirakan dan sering
tidak dapat dikaitkan dengan penyebab atau cedera spesifik. Nyeri kronis
dapat tidak mempunyai awitan yang ditetapkan dengan tetap dan sering sulit
untuk diobati karena biasanya nyeri ini tidak memberikan respons terhadap
pengobatan yang diarahkan pada penyebabnya. Meski nyeri akut dapat
menjadi signal yang sangat penting bahwa sesuatu tidak berjalan sebagaimana
mestinya, nyeri kronis biasanya menjadi masalah dengan sendirinya.
B. Anatomi Nyeri
Anatomi jalur nyeri dibagi menjadi :
1. Neuron Aferen Primer
Sistem sensoris perifer diklasifikasikan kedalam 3 kelompok neuron (A, B
dan C) berdasarkan area cross-sectional. Serabut saraf A bermyelin
merupakan yang paling besar dalam ukuran dan paling cepat dalam
konduksi impuls saraf. Kelompok A tersubdivisi kedalam serabut α, β, γ
dan (1-20 µm). Serabut s Ϫ araf delta-A bermyelin merupakan paling kecil
dan terkahir dari serabut saraf A dan hanya serabut saraf A yang
mentransmisikan impuls nyeri, sebagai contoh, ketajaman yang diketahui,
lokalisasi yang mudah oleh orang yang cedera. Serabut saraf beta-A, lebih
besar dan banyak termyelin daripada serabut saraf delta-A, tekanan
transmisi, sentuhan dan getaran tetapi bukan impuls nyeri, meskipun bisa
memodulasi impuls nyeri yang memasuki spinal cord. Serabut saraf C
yang tidak bermyelin dengan lambat mengkonduksi impuls nyeri,
transmisi, lokalisasi yang sedikit, dan perpanjangan nyeri setelah cedera.
Meskipun neuron A-alpha dan Agamma adalah eferen, dan tidak
mentransmisikan impuls sensoris, mereka merupakan secara sekunder
terlibat pada nyeri karena jalur mereka dalam mengaktivasi serabut otot
dan menyebabkan spasme otot. Serabut saraf B terlibat pada nyeri dengan
sarana sistem saraf simpatis, yang mana didiskusikan kemudian.
2. Kornu Dorsalis
Neuron dibahas pada terminasi bagian pendahuluan pada neuron kedua
pada kornu dorsalis, yang mana naik spinal cord ke sinaps pada neuron
ketiga di otak. Neuron kedua pada spinal cord dibagi kedalam lapisan
yang disebut lamina rex. Terdapat 10 lamina rex : 6 pada kornu dorsalis, 3
pada kornu ventralis, dan 1 pada kanal sentral dari spinal cord. Serabut
saraf beta-A, delta-A, dan C dierminasi pada lamina campuran dari kornu
dorsalis. Serabut saraf delta-A diterminasi secara primer pada lamina I dan
V, serabut C secara primer pada lamina II, dan serabut beta-A secara
primer pada lamina III dan IV. Kornu dorsalis kaya akan neurotransmiter
dan melayani sebagai pintu menuju seluruh impuls nyeri yang harus
dilalui; juga memainkan peran menonjol pada proses nyeri. Disfungsi
kornu dorsalis dapat terlihat pada nyeri kronis (Fig. 2-2).
3. Traktus Spinothalamus
Neuron mulanya pada lamina I, II dan V melalui midline spinal cord dan
naik pada bagian anterolateral, dinamakan traktus spinothalamus (STT),
yang mana naik spinal cord ke sinaps pada nuklei thalamus. Itu
merupakan sistem konduksi langsung antara kornu dorsalis dan thalamus.
STT terdivisi kedalam sistem medial dan lateral. Sistem lateral dinamakan
traktus neospinothalamus dan memiliki konduksi cepat yang
mentransmisikan ketajaman inisial, pengalaman nyeri terlokalisasi pada
cedera. Sistem medial dinamakan traktus paleospinothalamus dan
memiliki hubungan ke batang otak dan struktur otak tengah, seperti
formasi retikula, periaqueductal grey, sistem limbus, dan 2 hipothalamus
sebelum mencapai nuklei thalamus. Itu merupakan sistem konduksi
lambat yang mentransmisikan perpanjangan dan pengalaman nyeri
terlokalisasi secara sedikit setelah cedera. Sistem medial ini juga
mengaktivasi batang otak dan struktur midbrain yang membangkitkan
organisme dan mengaktivasi respons simpatik dan penderitaan (Fig. 2-3).
4. Proyeksi Thalamus
Nukleus posterolateralis ventralis (VPL) menerima masukan dari traktus
kolumna dorsalis (yang mana mengandung neuron pada lamina II dan IV,
tekanan transmisi, sentuhan, dan getaran) dan traktus neospinothalamus.
Proyeksi nukleus ini ke korteks sensoris dan melayani sebagai fungsi
diskriminasi sensoris persepsi nyeri. Nukleus thalamus medial dan
posterior menerima masukan dari traktus paleospinothalamus dan proyeksi
ke area asosisasi korteks. Sistem inimelayani fungsi afektif pada persepsi
nyeri dan regulasi emosional atau aspek yang tidak nyaman dari nyeri.
Traktus paleospinothalamus juga mengaktivasi sistem limbus, yang mana
bisa menjelaskan mengapa respons individual yang beda pada stimulus
nyeri yang sama (Fig. 2-4).
5. Penurunan Modulasi Nyeri dan Jalur Supresi
Ada tiga bagian antara struktur midbrain dan kornu dorsalis,yang mana
berfungsi untuk memodulasi peningkatan impuls nyeri dari sistem saraf
perifer : jalur satu berasal dari nukleus magnus raphe, jalur dua timbul dari
nukleus lokus ceruleus dari pons, dan jalur tiga dari nukleus Ediger-
Westphal. Ketiga jalur tersebut menurun untuk terminasi dan menghalangi
nyeri-neuron responsif pada 3 kornu dorsalis. Ketika teraktivasi, jalur satu,
dua, dan tiga mengeluarkan serotonin, norefineprin, dan kolesistokinin,
masing-masing. Periaqueductal grey (PAG) membuat sambungan ke
ketiga jalur tersebut. PAG banyak pada reseptor opiate, dan ketika
reseptor tersebut teraktivasi, PAG mengaktifkan tiga jalur untuk impuls
modulasi nyeri memasuki kornu dorsalis. Reseptor opiate PAG tersebut
dapat diaktifkan dengan pengeluaran endogen dari endorphin dan
administrasi eksogen dari opioid. Pengeluaran endogen dari endorphin
dapat dipicu oleh nyeri dan stress. Kornu dorsalis dari spinal cord juga
banyak pada reseptor opiat, yang mana terlokalisasi di lamina II dan,
ketika terstimulasi, menghasilkan supresi bertenaga dari pemasukan
aktivitas serabut saraf C.
C. Fisiologi Nyeri
Nyeri dapat berasal dari dalam ataupun luar sistem saraf. Nyeri yang berasal
dari luar sistem saraf dinamakan nyeri nosiseptif. Sedangkan nyeri yang
berasal dari dalam dinamakan nyeri neurogenik atau neuropatik. Nyeri dapat
dirasakan ketika stimulus yang berbahaya mencapai serabut-serabut saraf
nyeri. Mekanisme proses terjadinya nyeri terdiri dari empat proses yaitu
transduksi, transmisi, modulasi dan persepsi. Transduksi nyeri adalah proses
rangsangan yang mengganggu sehingga menimbulkan aktifitas listrik di
reseptor nyeri. Transmisi nyeri melibatkan proses penyaluran impuls nyeri
dari tempat transduksi melewati saraf perifer sampai ke terminal di medulla
spinalis dan jaringan neuron-neuron pemancar yang naik dari medulla spinalis
ke otak. Modulasi nyeri melibatkan aktifitas saraf melalui jalur-jaur saraf
desenden dari otak yang dapat memengaruhi transmisi nyeri setinggi medulla
spinalis. Modulasi juga melibatkan faktor-faktor kimiawi yang menimbulkan
atau meningkatkan aktifitas di reseptor nyeri aferen primer. Persepsi nyeri
adalah pengalaman subyektif nyeri yang bagaimanapun juga dihasilkan oleh
aktifitas transmisi nyeri oleh saraf (Derrickson, 2012).
D. Etiologi Nyeri
Etiologi atau penyebab nyeri menurut PPNI (2016), antara lain :
1. Agen pencedera fisiologis (misal inflamasi, iskemia, neoplasma)
2. Agen pencedera kimiawi (misal terbakar, bahan kimia iritan)
3. Agen pencedera fisik (misal abses, amputasi, terbakar, terpotong,
mengangkat berat, prosedur operasi, trauma, latihan fisik berlebihan).
3. Comfort Scale
Instrumen ini sangat cocok digunakan dalam mengkaji tingkat distres
psikologis pada pasien kritis anak-anak di bawah usia 18 tahun dan juga
pada pasien dewasa yang terpasang ventilator. Comfort scale terdiri dari 8
item indikator penilaian yakni kewaspadaan, ketenangan, respon
pernapasan, gerakan fisik, ketegangan wajah, gerakan otot, tekanan darah
dan denyut nadi. Hasil penilaian terdiri dari 1-5, dimana 1 merupakan tidak
berespon dan 5 paling tidak nyaman. Perhatikan gambar dibawah ini.
4. Behavior Pain Scale (BPS)
Instrumen pengkajian nyeri pada pasien kritis. BPS terdiri dari tiga item
penilaian yakni ekspresi wajah, pergerakan bibir atas dan komplians
terhadap ventilator. Setiap item tersebut memiliki 1-4 skor. Jika ditemukan
hasil <3 menandakan tidak nyeri, sementara jika skor 12 (sangat nyeri).
5. CRIES Scale
Pengkajian nyeri dengan melihat adanya tangisan, oksigenasi, vital signs,
ekspresi wajah dan tidur (sleepless).
6. Critical-Care Pain Observasion Tool (CPOT)
Instrumen pengkajian nyeri yang terdiri dari 4 item penilaian yakni
ekspresi wajah, pergerakan badan, tegangan otot dan keteraturan dengan
ventilator (pasien terintubasi) dan tidak terintubasi. Total skor CPOT
adalah 8 (semakin tinggi skor yang didapat mengindikasikan tingkat nyeri
yang dialami pasien).
BAB III
A. PENGKAJIAN
I. BIODATA
1. Identitas Klien
Nama Klien : Tn. S
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Jetis, Suruhkalang, Karanganyar.
Umur : 59 Tahun
Agama : Islam
Status Perkawinan : Menikah
Pendidikan : SMK
Pekerjaan : Wiraswasta
2. Identitas Penanggung jawab
Nama : Ny. S
Jenis Kelamin : Perempuan
Umur : 55 Tahun
Pendidikan : SMK
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Alamat : Jetis, Suruhkalang, Karanganyar
Hubungan dengan Klien : Istri
Tn.S
Keterangan:
: Keluarga laki-laki
: Keluarga perempuan
: Pasien
10. Komunikasi
Hubungan klien dengan keluarga dan sekitarnya :
Klien mengatakan jika hubungan dengan keluarga sangat baik
dan hubungannya dengan sekitar juga baik
Cara klien menyatakan emosi, kebutuhan, dan pendapat :
Klien mengatakan selalu berdiskusi dengan istri dan anak
mengenai kebutuhan dan juga perasaannya.
11. Aspek spiritual dan dukungan sosial
Kepercayaan klien dan aspek ibadah :
Klien mengatakan beragama Islam, mengatakan juga sholat
serta menjalankan apa yang telah ditentukan. Klien mengatakan
walaupun sakit tetap menjalankan ibadah.
Dukungan keluarga klien terhadap klien :
Klien mengatakan bahwa keluarga klien mendukung
kesembuhan klien.
12. Kebutuhan rekreasi
Klien mengatakan sering rekreasi dengan teman-temannya.
V. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan laboratorium
Tanaggal pemeriksaan
2. Pemeriksaan diagnostik
Tanggal pemeriksaan
B. ANALISA DATA
Nama : Tn. S No. CM : 57XXXX
Umur : 59 tahun Diagnosa Medis : Apendisitis Akut
C. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisiologis di buktikan dengan
mengeluh nyeri perut dibagian kanan, tampak merintih kesakitan dan
gelisah. (D. 0077)
2.
D. RENCANA KEPERAWATAN/INTERVENSI
Nama : Tn. S No. CM : 57XXXX
Umur : 59 Tahun Diagnosa Medis : Apendisitis Akut
16.25 2 Mengidentifikasi S:
toleransi fisik Pasien mengatakan
melakukan ambulasi agak susah tanpa
(melibatkan keluarga) dibantu keluarga
O:
Pasien tampak
menjelaskan dengan
baik dan tenang
Kamis/4 Nov 1 Mengidentifikasi skala S:
2021/ nyeri -pasien mengatakan
80:00 nyeri berada di skala
3
O:
-pasien tampak
meringis menahan
nyeri
09.00 1 Mengkolaborasi S:
dengan dokter -pasien mengatakan
pemberian analgesik nyeri berkurang
setelah diberkan
terapi obat
O:
-pasien tampak tidak
rileks setelah
diberikan inj
norages500mg/8jam
dan ceftriaxone
1gr/12 jam
-TD : 100/70 mmHg
-suhu : 370C
-RR : 20x/menit
-HR: 109x/menit
Skala nyeri : 2
09.00 1 Mengkolaborasi S:
dengan dokter -pasien mengatakan
pemberian analgesik nyeri berkurang
setelah diberkan
terapi obat
O:
-pasien tampak tidak
rileks setelah
diberikan inj
norages500mg/8jam
dan ceftriaxone
1gr/12 jam
-TD : 120/80 mmHg
-suhu : 36,50C
-RR : 21x/menit
-HR: 98x/menit
Skala nyeri : 2
F. EVALUASI
Nama :Nn. D No. CM : 00XX
Umur : 21 tahun Diagnosa Medis : rupture ACL
No. Hari/tgl/jam Evaluasi Ttd
Dx
I Rabu/3 Nov S:
2021 -pasien mengatakan nyeri di sekitar lutut
16:00 bagian kanan
-pasien mengatakan dari 1-10 nyeri pada skala
5
-pasien mengatakan nyeri seperti tertusuk-
tusuk
-pasien mengatakan nyeri hilang timbul
-pasien mengatakan nyeri lebih berasa Ketika
malam hari
O:
-pasien tampak merintih kesakitan
-pasien tampak gelisah
-pasien tampak menahan sakit
-TD : 100/60 mmHg
-suhu : 370C
-RR : 22x/menit
-HR: 113x/menit
A: masalah teratasi sebagian
P: lanjutkan intervensi
1. Identifikasi skala nyeri
2. Berikan terapi obat analgesic
II Rabu/3 Nov S :
2021/18:00 -pasien mengatakan sulit menggerakan kaki
sebelah kanan
-pasien mengatakan tidak bisa berpindah tanpa
bantuan orang lain
-pasien mengatakan sulit bergerak karena nyeri
O:
-kekuatan otot bawah kanan 1 kiri 5
-tampak terpasang balutan luka di kaki kanan
-tampak terpasang kateter
-TD : 100/70 mmHg
-suhu : 36,90C
-RR : 20x/menit
-HR: 110x/menit
A: Masalah teratasi sebagian
P: Lanjutkan intervensi
1. Identifikasi adanya nyeri/keluhan fisik
lainnya,
2. Berikan terapi analgesik
I Kamis/4 Nov S :
2021/10:00 -pasien mengatakan nyeri skala 1-10 berada di
skala 4
-pasien mengatakan merasa lebih baik setelah
diberikan relaksasi
-pasien mengatakan merasa lebih baik setelah
diberikan obat analgesik
O:
-pasien tampak menahan sakit
-pasien tampak lebih tenang
-telah diberikan terapi obat Norages dengan
dosis 1 gr
-TD : 100/70 mmHg
-suhu : 370C
-RR : 20x/menit
-HR: 109x/menit
A : Masalah teratasi sebagian
P : Lanjutkan intervensi
1. Ajarkan Teknik non farmakologi
(Teknik relaksasi) untuk mengurangi
rasa nyeri
II Kamis/4 Nov S :
2021/13:00 -pasien mengatakan masih merasa nyeri di
kaki kanan
-pasien mengatakan masih merasa kesemutan
di kaki kanan
-pasien mengatakan kaki masih sulit untuk
berjalan
O:
-pasien tampak lebih tenang
-pasien tampak relaks
-telah diberikan obat norages 1gr, dan
ceftriaxone 2ml
-TD : 90/60 mmHg
-suhu : 370C
-RR : 20x/menit
-HR: 100x/menit
A : Masalah teratasi sebagian
P : Lanjutkan intervensi
1. Fasilitasi aktifitas ambulasi dengan alat
bantu (kruk)
I Jum’at/5 Nov S :
2021/10:00 -pasien mengatakan skala nyeri berkurang
menjadi 3
- pasien mengatakan sebelumnya belum
mengetahui teknik relaksasi dengan
mendengarkan musik
- pasien mengatakan bersedia diajarkan teknik
relaksasi nafas dalam dan mendengarkan
musik
- pasien mengatakan merasa lebih nyaman
ketika dengan mendengarkan musik
- pasien mengatakan mual berkurang
- pasien mengatakan akan melakukan teknik
relaksasi ketika nyeri terasa
O:
- pasien tampak antusias mengikuti arahan dari
perawat
-pasien mampu melaksanakan teknik relaksasi
nafas dalam
-pasien sudah terlihat relaks
-telah diberikan obat norages 1gr, dan
ceftriaxone 2ml
-TD : 90/60 mmHg
-suhu : 36,80C
-RR : 20x/menit
-HR: 100x/menit
A : Masalah teratasi
P : Intervensi dihentikan
II Jum’at/5 Nov S :
2021/13:00 -pasien mengatakan masih belum bisa
berpindah tempat
-pasien mengatakan masih memerlukan
bantuan alat untuk berpindah tempat
-pasien mengatakan syukur setelah diberi kruk
O:
-pasien tampak antusias untuk menggunakan
kruk
-pasien tampak mulai belajar menggunakan
kruk
-pasien tampak menguasai kruk
- pasien tampak bisa jalan dengan kruk
-telah diberikan obat norages 1gr, dan
ceftriaxone 2ml
-TD : 90/60 mmHg
-suhu : 36,80C
-RR : 20x/menit
-HR: 100x/menit
A : Masalah teratasi
P : Intervensi dihentikan
I & Jum’at/5 Nov Pasien Boleh Pulang
II 2021/13:00
BAB IV
PEMBAHASAN
Nyeri adalah gejala subjektif hanya klien yang dapat mendeskripsikannya. Salah
satu penyebab nyeri adalah tindakan pembedahan atau operasi. Nyeri paska operasi
didefinisikan sebagai nyeri yang dialami setelah intervensi bedah. Nyeri menjadi
suatu alasan ketidaknyamanan yang dialami seseorang atau individu dan sering kali
menjadi alasan individu untuk mendapatkan perawatan medis. Rasa nyaman
dibutuhkan setiap individu, bebas dari rasa nyeri menjadi salah satu kebutuhan
pasien. Nyeri bersumber dari area tertentu sebagai situasi yang tidak menyenangkan
yang disebabkan oleh kerusakan jaringan (Tamsuri, 2015). Berdasarkan asuhan
keperawatan yang telah dilakukan kepada pasien, pasien mengalami luka post operasi
di lutut sebelah kanan akibat kecelakaan beberapa bulan yang lalu. Pasien mengalami
nyeri akut setelah dilakukan operasi di lutut kaki sebelah kanan, sesuai pada jurnal
yang yang digunakan dalam pemberian teknik intervensi untuk menghilangkan nyeri
harus efektif karena apabila tidak ditangani secara serius dapat berlanjut ke nyeri
kronik . Intervensi yang diberikan kepada pasien adalah dengan teknik farmakologis
kolaborasi pemberian analagesik dan teknik non-farmakologis relaksasi nafas dalam.
Berdasarakan jurnal dari (Ngasu dkk, 2021) memberikan terapi non-farmakologi
dengan teknik dikstrasi dengan metode mendengarkan musik untuk menurunkan
intensitas nyeri post operasi.
Intervensi menunjukkan data subjektif pada pasien rasa nyeri pada luka post
operasi berkurang. Pemberian intervensi dilakukan selama 3 hari post operasi. Sesuai
pada jurnal pemberian teknik farmakologi yaitu dengan pemberian obat analgesik
Petidine, Buvipacain, Ketorolac, dan Paracetamol. Pada jurnal pasien diberikan terapi
farmakalogi segera setelah operasi yaitu pemberian analgesic golongan opioid
(petidine) dan NSAID (ketorolac), sedangkan satu pasien menggunakan Buvivakain
(golongan anastesi) pada 24 jam pertama pasca operasi. Pada hari selanjutnya, tiga
pasien diberikan analgesik golongan NSAID (ketorolac 30 mg iv, 2-3 x/hari) dan satu
pasien lansia mendapat Paracetamol 1g iv drip. Pemberian analgesik pasca operasi
sudah memenuhi obat standar analgesik yang sebaiknya diberikan pada pasien pasca
operasi yaitu, Pethidine (opioid lemah) + ketorolac (NSAID) untuk nyeri sedang –
berat, dan NSAID diberikan untuk nyeri ringan-sedang. Pada penerapan intervensi
yang diterapkan kepada pasien sesuai kolaborasi dengan dokter yaitu menggunakan
analgesik Norages (500 mg/8 jam) dan Pronalges (50 mg/8 jam). Teknik non-
farmakologis sesuai jurnal yaitu menggunakan teknik relaksasi dan teknik distraksi.
Teknik relaksasi merupakan perasaan bebas secara mental dan fisik dari ketegangan
aatau stres yang membuat individu mempunyai rasa kontrol terhadap dirinya.
Perubahan fisiologis dan perilaku berhubungan dengan relaksasi yang mencakup
menurunnya denyut jantung, tekanan darah, dan kecepatan pernafasan, meningkatnya
kesadaran secara global, menurunnya kebutuhan oksigen, perasaan damai, serta
menurunnya ketegagan otot dan kecepatan metabolisme. Untuk lebih efektif, ajar
teknik ini ketika klien tidak terdistraksi oleh kenyamanan/nyeri akut. Penerapan
pemberian intervensi pada pasien dengan teknik relaksasi dilakukan pada saat pasien
merasakan nyeri pada luka post operasi. Teknis non-farmakologis (relaksasi) pada
pasien nyeri akut pasca operasi dapat diberikan oleh perawat secara mandiri dengan
tujuan untuk mengurangi nyeri dan kecemasan. Teknik distraksi yaitu salah satunya
dengan teknik mendengarkan musik. Musik menghasilkan perubahan status
kesadaran melalui bunyi, kesunyian, ruang, dan waktu. Pada keadaan perawatan nyeri
akut, mendengarkan musik klasik dapat memberikan hasil yang sangat efektif dalam
upaya mengurangi nyeri pasca operasi pasien.
Dari hasil penerapan dari jurnal mendapatkan hasil nyeri pada pasien post operasi
berkurang sesuai dengan hasil yang terdapat pada jurnal. Tidak ada kesenjangan teori
antara teori yang terdapat dijurnal dan penerapan intervensi langsung ke pasien.
Teknik distraksi dengan mendengarkan musik harus diedukasikan kepada pasien
untuk dapat diterapkan dirumah usai perawatan di rumah sakit.
BAB V
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Kesimpulan dari asuhan keperawatan pada pasien dengan masalah
keperawatan gangguan rasa nyaman (Nyeri) intervensi berdasarkan jurnal
yang ada yaitu:
1. Pasien diberikan intervensi sesuai jurnal yang ada berpengaruhan efektif
diterapkan kepada pasien dengan hasil rasa nyeri pada pasien post operasi
skala nyeri menurun.
2. Manajemen nyeri yang digunakan menurut teori yang ada pada jurnal dan
pengaplikasian langsung kepada pasien dengan pemberian intervensi
farmakologis efektif mengurangi nyeri, dan intervensi non-farmakologis
dapat diberikan sebagai pelengkap untuk meningkatkan keefektifan
farmakologis.
B. SARAN
Diisarankan untuk mengkombinasikan dengan teknik lain dengan metode
yang berbeda untuk mengurasi rasa nyeri yang lebih efektif.
DAFTAR PUSTAKA
Potter, P.A., Perry, A.G. (2010). Fundamental Keperawatan. Buku 3. Edisi 7.
Jakarta: Salemba Medika
Tarwoto, W. &. (2015). Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses Keperawatan. Jakarta:
Salamba Medika
LAMPIRAN
ANALISA JURNAL
1. Judul
Analisis studi kasus pengalaman dan manajemen nyeri pada pasien pasca
operasi
2. Nama dan NIM
Nama : Estu Aji Pangesti, Leni Kuswati, Rini Kusuma
NIM : SN211054, SN211079, SN211117
3. Judul Artikel
PENGALAMAN DAN MANAJEMEN NYERI PASIEN PASCA OPERASI
DI RUANG KEMUNING V RSUP DR. HASAN SADIKIN BANDUNG :
(STUDI KASUS )
4. Nama Jurnal
Jurnal Ilmu Keperawatan dan Kebidanan
5. Penulis Jurnal
a. Ana Ikhsan Hidayatulloh
b. Early Octavia Limbong
c. Kusman Ibrahim
d. Nandang
6. Keterangan Jurnal
a. Volume : 11
b. Nomor : 2
c. Tahun : 2020
d. Halaman : 187 - 204
7. Link Jurnal
https://ejr.stikesmuhkudus.ac.id/index.php/jikk/article/view/795
8. Metode jurnal
Metode studi fenomena dengan studi kasus menelaah pengalaman nyeri dan
pengelolaan nyeri paska operasi.
9. Tujuan Jurnal
Penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan pengalaman nyeri pada pasien
paska operasi, untuk menganalisis manajemen nyeri pada pasien paska
operasi, dan untuk mengevaluasi efektifitas manajemen nyeri pada tingkat
nyeri pada pasien paska operasi.
10. Kelebihan Jurnal
a. Referensi menggunakan sumber terbaru
b. Pembahasan pada jurnal menggunakan bahsa yang mudah dipahami
c. Pembahasan pada jurnal dijelaskan secara terperinci dan terfokus
11. Kekurangan Jurnal
a. Pembahasan terlalu meluas sehingga pembaca harus benar-benar fokus
untuk memahami isi jurnal
b. Daftar pustaka masih menggunakan sumber yang lama.
12. Saran
Sebaiknya dalam pembahasan isi jurnal lebih memperhatikan keefektifan
dalam penggunakan kata dan bahasa.
13. Kesimpulan
Kesimpulan dari studi kasus mengenai pengalaman dan manajemen nyeri ini
adalah format pengkajian berisikan elemen COLDSPA dapat digunakan
dalam mengkaji nyeri pasca operasi secara komprehensif. Berbagai macam
skala nyeri yang tersedia dapat digunakan sesuai dengan kebutuhan dan
karakteristik pasien itu.
14. Daftar Pustaka
ANALISA JURNAL
1. Judul
Analisis pengaruh terapi musik terhadap penurunan intensitas nyeri pada
pasien post operasi.
2. Nama dan NIM
Nama : Estu Aji Pangesti, Leni Kuswati, Rini Kusuma
NIM : SN211054, SN211079, SN211117
3. Judul Artikel
Pengaruh Terapi Musik terhadap Penurunan Intensitas Nyeri pada Pasien Post
Operasi.
4. Nama Jurnal
Jurnal Ilmu Kesehatan
5. Penulis Jurnal
a. Kristina Everentia Ngasu
b. Achmad Abdul Luftbis
c. Meynur Rohmah
d. Dewi Nur Puspita Sari
e. Yhola Amelia
6. Keterangan Jurnal
e. Volume : 13
f. Nomor : 1
g. Tahun : 2021
h. Halaman : 139 - 143
7. Link Jurnal
http://jurnal.umla.ac.id/index.php/Js/article/view/165/133
8. Metode jurnal
Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini dimulai
dengan menentukan topik, kata kunci dan kriteria inklusi dan eklusi. alur
untuk mendapatkan artikel yang memenuhi inklusi dan eklusi mengikuti alur
Preferred Reporting Items for Systematic Reviews And Metaanalyses
(PRISMA).
9. Tujuan Jurnal
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah ada pengaruh terapi music
terhadap penurunan intensitas nyeri post operasi berdasarkan literature review.
10. Kelebihan Jurnal
d. Referensi menggunakan sumber terbaru
e. Kesimpulan jurnal jelas
11. Kekurangan Jurnal
c. Tujuan jurnal tidak dijelaskan secara spesifik
d. Pembahasan terlalu menggunakan bahasa yang terbelit-belit
e. Bagian pembahasan jurnal tidak dijelaskan secara secara detail dan belum
berfokus
12. Saran
Sebaiknya dalam menggunakan bahasa tidak terlalu terbelit-belit agar
pembaca bisa berfokus dari yang dibahas pada jurnal
13. Kesimpulan
Berdasarkan hasil kajian literature dari 19 jurnal yang dianalisis menunjukan
bahwa terapi musik cukup signifikan mempengaruhi perubahan intensitas
nyeri pada pasien post operasi.
14. Daftar Pustaka
Ani, A., & Diah, M. (2016). Pengaruh terapi musik klasik terhadap
penurunan tingkat skala nyeri pasien post operasi. Jurnal ipteks terapan, 148-
154.
Djamal, R., Rompas, S., & Bawotong, J. (2015). Pengaruh Terapi Musik
Terhadap Skala Nyeri Pada Pasien Fraktur di Irina A RSUP Prof.Dr. R.D
Kandou Manado. e-Journal Keperawatan (eKp), 1-6.
Frida, M., & Masihin, T. (2019). Pengaruh terapi musik klasik terhadap
intensitas nyeri pada pasien pasca operasi sectio caesarea di RSU Gmim
Pancaran Kasih Manado. Journal of community & emergency), 17-26.