Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PENDAHULUAN

KETERAMPILAN DASAR PROFESI

DI RUANG IGD RSU AISYIYAH PADANG

“MANAJEMEN NYERI”

OLEH :

SHONIA PUJI ANDIKA, S.Kep


NIM : 2114901043

PEMBIMBING AKADEMIK PEMBIMBING AKADEMIK

( Ns. Weni Mailita, M.Kep ) (Ns. Welly, M.Kep)

PEMBIMBING KLINIK

(Ns. Rika Gusneri, M.Kep)

PENDIDIKAN PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN ALIFAH PADANG
TAHUN 2021
MANAJEMEN NYERI

A. Definisi Nyeri

Menurut The International Association for the Study of Pain (IASP 2018)

adalah suatu pengalaman sensori dan emosional yang tidak menyenangkan, yang

berhubungan dengan kerusakan jaringan secara aktual atau potensial.

Nyeri merupakan campuran reaksi fisik, emosi, dan perilaku. Stimulus

penghasil nyeri mengirimkan impuls melalui serabut syaraf perifer. Serabut nyeri

memasuki medula spinalis dengan menjalani salah satu dari beberapa rute syaraf.

Terdapat pesan nyeri berinteraksi dengan sel-sel syaraf inhibitor, mencegah stimulasi

nyeri, sehingga tidak mencapai otak atau ditransmisikan tanpa hambatan ke korteks

serebral. Sekali stimulus nyeri mencapai korteks serebral, maka otak akan

menginterpretasikan kualitas nyeri dan memproses informasi tentang pengalaman dan

pengetahuan yang lalu serta kebudayaan dalam mempersepsikan nyeri (Potter &

Perry, 2019).

Manajemen nyeri adalah cara meringankan nyeri atau mengurangi nyeri

sampai tingkat kenyamanan yang dapat diterima. Tujuan dilakukannya manajemen

nyeri adalah untuk mengurangi rasa nyeri yang dirasakan dan memberikan rasa

nyaman. Sebelum melakukan intervensi manajemen nyeri, perlu dilakukan

pengkajian nyeri. Pengkajian. (AMA, 2018).


B. Anatomi dan Fisiologi

Nyeri dapat berasal dari dalam ataupun luar sistem saraf. Nyeri yang berasal

dari luar sistem saraf dinamakan nyeri nosiseptif. Sedangkan nyeri yang berasal dari

dalam dinamakan nyeri neurogenik atau neuropatik. Nyeri dapat dirasakan ketika

stimulus yang berbahaya mencapai serabut-serabut saraf nyeri. Mekanisme proses

terjadinya nyeri terdiri dari empat proses yaitu transduksi, transmisi, modulasi dan

persepsi. Transduksi nyeri adalah proses rangsangan yang mengganggu sehingga

menimbulkan aktifitas listrik di reseptor nyeri. Transmisi nyeri melibatkan proses

penyaluran impuls nyeri dari tempat transduksi melewati saraf perifer sampai ke

terminal di medulla spinalis dan jaringan neuron-neuron pemancar yang naik dari

medulla spinalis ke otak. Modulasi nyeri melibatkan aktifitas saraf melalui jalur-jaur

saraf desenden dari otak yang dapat memengaruhi transmisi nyeri setinggi medulla

spinalis. Modulasi juga melibatkan faktorfaktor kimiawi yang menimbulkan atau

meningkatkan aktifitas di reseptor nyeri aferen primer. Persepsi nyeri adalah

pengalaman subyektif nyeri yang bagaimanapun juga dihasilkan oleh aktifitas

transmisi nyeri oleh saraf. (Price and Wilson, 2018).

Nosiseptor merupakan reseptor nyeri, yang ada di akhiran saraf bebas pada

setiap jaringan tubuh kecuali otak. Stimulus suhu, mekanik, ataupun kimia dapat

mengaktivasi nosiseptor. Jaringan yang rusak akan mengeluarkan zat-zat kimia

seperti prostaglandin, kinin, dan potassium yang menstimulasi nosiseptor

(Derrickson, 2019).
Pengalaman nyeri dapat digambarkan dalam tiga komponen: 1) sensorik, 2)

emosional, dan 3) kognitif. Sensorik: Komponen sensorik dikendalikan oleh sistem

saraf kita. Jika ada stimulasi, maka sistem saraf yang mengirimkan pesan ke otak

akan diaktifkan. Otak kemudian akan menganalisis pesan-pesan ini dan memberitahu

kita mana yang sakit dan seberapa kuat intensitasnya. Ini merupakan sistem yang

biasanya diaktifkan pada saat cedera jaringan dan dimatikan ketika proses

penyembuhan jaringan. Namun, pada beberapa pasien dengan nyeri kronis, sistem ini

menyala dan tetap aktif bahkan jika kerusakan jaringan tidak ada. Dokter dapat

mengontrol komponen sensorik dengan obat-obatan, terapi fisik dan blok saraf

(Wallace,2019).

Emosional: Ketika rasa sakit mengaktifkan sistem saraf sensorik, sistem saraf

sensorik akan mengaktifkan struktur jauh di dalam otak kita yang mengendalikan

emosi, denyut jantung, dan tekanan darah. Jika seorang anak mengalami rasa sakit,

reaksi langsung adalah untuk menangis. Hal ini karena anak-anak memiliki kontrol

yang minimal atas emosi mereka. Seorang psikolog dapat mengajarkan teknik

biofeedback kepada pasien untuk mengurangi respons emosional. Kognitif:

pengetahuan adalah aspek yang penting dalam dimensi kognitif. Pengetahuan tentang

nyeri dapat mempengaruhi respon dan penanganan seseorang terhadap nyeri. Nyeri

sendiri dapat dimodifikasi oleh seseorang berdasarkan cara berpikir tentang nyeri

yang dirasakannya, apa saja pengharapan atas nyerinya, dan makna nyeri tersebut

dalam kehidupannya (Ardinata, 2018).


Gambar 2.1. Lintasan sensibitlitas

C. Etiologi

Menurut Lynda Juall (2018) etiologi nyeri dapat di sebabkan oleh beberapa

faktor, yaitu :

1. Intensitas teori Timbulnya nyeri disebabkan oleh stimulus yang bertubi-

tubi dari reseptor.


2. Pattern Teori Persepsi nyeri akibat intensitas stimulasi (waktu dan jumlah

rangsangan yang terlibat).

Proses Terjadinya nyeri yaitu, respon nyeri timbul apabila suatu stimulus

nyeri mengaktifkan reseptor nyeri. Informasi dari reseptor nyeri mencapai sistem

saraf sentral melalui serabut desenden. Bila informasi telah sampai di hipotalamus,

maka seseorang akan merasakan adanya suatu sensori serta mempelajari tentang

lokasi dan kekuatan stimulus. Bila informasi telah sampai di korteks serebri maka

seseorang menjadi lebih terlibat dengan sensori nyeri mencoba menginterprestasikan

arti nyeri dan mencari jalan untuk menghindari sensori nyeri lebih lanjut

D. Klasifikasi

1. Berdasarkan sumbernya

a. Cutaneus/ superficial, yaitu nyeri yang mengenai kulit atau jaringan

subkutan. Biasanya bersifat burning (seperti terbakar). Contoh: Terkena

ujung pisau atau tergunting.

b. Deep somatic/ nyeri dalam, yaitu nyeri yang muncul dari ligament,

pembuluh darah, tendon dan saraf, nyeri menyebar dan lebih lama daripada

cutaneus. Contoh: Sprain sendi.

c. Visceral (pada organ dalam), stimulasi reseptor nyeri dalam rongga

abdomen, cranium dan thorak. Biasanya terjadi karena spasme otot,

ischemia, regangan jaringan.


2. Berdasarkan Penyebabnya

a. Fisik Bisa terjadi karena stimulus. Contoh: fraktur femur.

b. Psycogenik Terjadi karena sebab yang kurang jelas/ susah diidentifikasi,

bersumber dari emosi/ psikis dan biasanya tidak disadari. Contoh: orang

yang marah-marah, tiba-tiba merasa nyeri pada dadanya.

3. Berdasarkan lama/ durasi

a. Nyeri akut

Nyeri yang terjadi segera setelah tubuh mengalami cedera, atau intervensi

bedah dan memiliki awitan yang cepat, dengan intensitas bervariasi dari

berat sampai ringan. Fungsi nyeri ini adalah sebagai pemberi peringatan

akan adanya cedera atau penyakit yang akan datang. Nyeri ini kadang bisa

hilang sendiri tanpa adanya intervensi medis, setelah keadaan pulih pada

area yang rusak.

b. Nyeri kronik

Nyeri kronik adalah nyeri konstan atau intermiten yang menetap sepanjang

suatu periode tertentu, berlangsung lama, intensitas bervariasi, dan

biasanya berlangsung lebih dari 6 bulan. Nyeri ini disebabkan oleh kanker

yang tidak terkontrol, karena pengobatan kanker tersebut atau karena

gangguan progresif lain. Nyeri ini dapat berlangsung terus sampai

kematian. Klien yang mengalami kronis akan mengalami periode remisi

(gejala hilang sebagian/ keseluruhan) dan eksaserbasi (keparahan

meningkat). Nyeri ini biasanya tidak memberikan respon terhadap


pengobatan yang diarahkan pada penyebabnya. Nyeri ini merupakan

penyebab utama ketidakmampuan fisik dan psikologis. Sifat nyeri kronis

yang tidak dapat diekspresikan membuat klien menjadi frustasi dan

seringkali mengarah pada depresi psikologis. Individu yang mengalam

kronik akan timbul perasaan yang tidak aman, karena ia tidak tahu apa

yang akan dirasakan dari hari ke hari (Mubarak,dkk 2017).

E. Manifestasi/tanda dan gejala

1) Mayor. Pengungkapan tentang descriptor nyeri (individu akan melaporkan

bahwa nyeri masih terasa).

2) Minor. Mengatakan rahang atau mengepalkan tangan, Ansietas, Peka

rangsangan, Menggosok bagian yang nyeri, Mengorok, Gangguan

konsentrasi, Perubahan pola tidur, Menarik bila disentuh, Mual dan muntah,

Dilatasi pupil, Perut kembung.

F. Pemeriksaan penunjang

Menurut Wahit Chayatin, N.Mubarak (2019), pemeriksaan penunjang nyeri

yaitu :

1) Pemeriksaan USG untuk data penunjang apa bila ada nyeri tekan di abdomen.

2) Rontgen untuk mengetahui tulang atau organ dalam yang abnormal.

3) Pemeriksaan LAB sebagai data penunjang pemefriksaan lainnya.

4) Ct Scan (cidera kepala) untuk mengetahui adanya pembuluh darah yang pecah

di otak.
G. Penatalaksanaan

1) Penatalaksanaan keperawatan

Menurut Board of Nursing (2018) Pengelolaan nyeri keperawatan

pasien pasca bedah dilakukan melalui pendekatan proses keperawatan

meliputi pengakuan dan penerimaan nyeri pasien, antara lain :

a. Mengidentifikasi sumber nyeri pasien.

b. Mengkaji interval nyeri secara teratur, melaporkan tingkat nyeri

pasien, mengembangkan rencana keperawatan yang melibatkan

antardisiplin untuk mengelola nyeri.

c. Melaksanakan strategi pengelolaan nyeri meliputi antisipasi efek

amping pengobatan, dan pendidikan kesehatan kepada pasien dan

keluarga mengevaluasi efektivitas strategi dan perencanaan.

d. Mendokumentasikan respon pasien dan hasil; dan advokasi pada

pasien dan keluarga terhadap pengelolaan nyeri Pengelolaan nyeri

yang baik, tergantung dari pengkajian nyeri yang akurat.

Menurut Mackintosh, (2018), pengkajian yang akurat pada nyeri pasca

bedah adalah hal yang penting untuk memastikan nyeri dikelola secara efektif.

Tanpa pengkajian adalah hal yang mustahil untuk mengidentifikasi sifat nyeri,

karakterisktik nyeri individu atau mengukur keefektifan pengelolaan nyeri.


2) Penatalaksanaan Medis

a. Pemberian analgesic

b. Analgesik akan lebih efektif diberikan sebelum pasien merasakan

nyeri yang berat dibandingkan setelah mengeluh nyeri.

c. Plasebo, merupakan obat yang tidak mengandung komponen obat

analgesik seperti gula, larutan garam/ normal saline, atau air. Terapi

ini dapat menurunkan rasa nyeri, hal ini karena faktor persepsi

kepercayaan pasien.

H. Komplikasi

Nyeri pasca operasi yang tidak diatasi akan mengakibatkan pemulihan pasca

operasi yang tertunda, peningkatan morbiditas paska operasi, pengembalian fungsi

normal tertunda, terbatasnya mobilitas dengan resiko thromboemboli dan respons

katekolamin yang tinggi mampu meningkatkan konsumsi oksigen. Nyeri yang tidak

terkontrol juga bisa menjadi penyebab utama disfungsi pulmonal pasca operasi

dengan turunnya pembersihan sekret (sputum), atelektasis, ketidakseimbangan

perfusi, shunting venous, penurunan kapasitas residual, yang semuanya berkontribusi

pada hipoksia.
I. Penilaian Derajat Skala Nyeri

Pengukuran skala nyeri pada orang dewasa

1. Skor nyeri (comfort pain scale)

a. Skor nyeri Skala 1-3 : observasi dilakukan bersama dengan pemeriksaan

fisik (edukasi untuk relaksasi dan distraksi).

b. Skor nyeri 4-6: observasi setiap 4 jam (dilakukan kolaborasi medis untuk

pemberian terapi jenis NSAID/opioid ringan.

c. Skor nyeri 7-10 : observasi setiap 30 menit – 1jam, (dilakukan kolaborasi

medic untuk pemberian opioid.

2. FLACC Behavioral Tool (Face, Legs, Activity, Cry and Consolability)

pengukuran nyeri pada anak atau anak dengan gangguan kognitif atau pasien

anak yang tidak dapat di nilai dengan skala lain.


0 1 2
Face = wajah Tidak ada Menyeringai, Menyeringai lebih sering,
perubahan berkerut, tangan
ekspresi (senyum) menarik diri, mengepal, menggigil,
tidak tertarik gemetar

Legs = Posisi normal atau Tidak nyaman, Mengejang/ tungkai


tungkai relaksasi gelisah, tegang dinaikkan ke atas

Activity= Posisi nyaman dan Menggeliat, Posisi badan melengkung,


aktivitas normal, gerakan tegang, badan kaku atau menghentak tiba
ringan bolak balik, tiba, tegang, menggesekkan
bergerak pelan, badan
terjaga
dari tidur
Cry = Tidak Mengerang, Menangis keras menjerit,
tangisan menangis/merintih merengek, mengerang, terisak,
(posisi terjaga atau kadangkala menangis rewel setiap saat
tertidur pulas) menangis,
rewel

Interpretasi:
Skor total dari lima parameter di atas menentukan tingkat keparahan nyeri dengan
skala 0-10. Nilai 10 menunjukan tingkat nyeri yang hebat.
3. NIPS (Neonatal Infant Pain Scale)
Assessment nyeri

Ekspresi wajah Wajah tenang, ekspresi netral


0 –Otot relaks Otot wajah tegang, alis berkerut (ekspresi
1 – Meringis wajah negatif)
Tangisan Tenang, tidak menangis Mengerang lemah
0 –Tidak menangis intermiten
1 –Merengek Menangis kencang, melengking terus menerus
2 –Menangis keras (catatan: menangis tanpa suara diberi skor bila
bayi diintubasi)
Pola napas Bernapas biasa
0 – Relaks Terikan ireguler, lebih cepat disbanding biasa,
1 – Perubahan nafas menahan napas, tersedak

Tungkai Tidak ada kekakuan otot, gerakan tungkai


0 – Relaks biasa Tegang kaku
1 – Fleksi / Ekstensi
Tingkat kesadaran Tenang tidur lelap atau
0 – Tidur / bangun bangun Sadar atau gelisah

Interpretasi:
Skor 0 tidak perlu intervensi
Skor 1-3 intervensi non-farmakologis

Skor 4- 5 terapi analgetik non-opioid

Skor 6-7 terapi opioid


J. Faktor-faktor yang mempengaruhi nyeri

Menurut Potter dan Perry (2019) faktor-faktor yang mempengaruhi adalah

sebagai berikut :

1. Usia

Anak belum bisa mengungkapkan nyeri, sehingga perawat harus

mengkaji respon pada anak. Pada orang dewasa kadang melaporkan nyeri jika
sudah patologis dan sudah mengalami kerusakan fungsi pada lansia cenderung

memendam nyeri yang dialami, karena mereka menganggap nyeri adalah hal

alamiah yang harus di jalani dan mereka takut kalau mengalami penyakit berat

atau meninggal jika nyeri di periksakan.

2. Jenis kelamin

Laki-laki dan wanita tidak berbeda secara signifikan dalam merespon

nyeri, justru lebih dipengaruhi faktor budaya (tidak pantas kalau mengeluh

nyeri, wanita boleh mengeluh nyeri).

3. Kebudayaan

Orang belajar dari budayanya, bagaimana seharusnya mereka berespin

terhadap nyeri misalnya seperti suatu daerah menganut kepercayaan bahwa

nyeri adalah akibat yang harus diterima karena mereka melakukan kesalahan,

jadi mereka tidak mengeluh jika ada nyeri.

4. Makna nyeri

Berhubungan dengan bagaimana pengalaman seseorang dalam

pengalaman nyeri dan bagaimana mengatasinya.

5. Ansietas/cemas.

Cemas meningkatkan persepsi terhadap nyeri dang nyeri bisa

menyebabkan seseorang cemas.

6. Keletihan

Rasa kelelahan menyebabkan sensasi nyeri semakin intensif dan


menurunkan kemampuan koping.

7. Pengalaman sebelumnya

Seseorang yang pernah berhasil mengatasi nyeri di masa lampau, dan

saat ini nyeri yang sama timbul, maka ia akan lebih mudah mengatasi

nyerinya. Mudah tidaknya seseorang mengatasi nyeri terganting pengalaman

di masa lalu dalam mengatasi nyeri.

8. Gaya koping

Pola koping adaptif akan mempermudah seseorang mengatasi nyeri

dan sebaliknya pola koping yang maladaptive akan menyulitkan seseorang

dalam mengatasi nyeri.

9. Dukungan sosial dan keluarga

Individu yang mengalami nyeriseringkali bergantung pada anggota

keluarga atau teman dekat untuk memperoleh dukungan dan perlindungan.


DAFTAR PUSTAKA

American Medical Association. 2018. Pediatric Pain Manajement. Chicago: AMA


Pawar, D,. & Garten, L. Pain Management in Children. Chapter 34.
International Association for Study

Carpenito, Lynda Juall (2018), Buku Saku Diagnose Keperawatan Edisi 10 Ali
Bahasa Yasmin Asih S.Kep.Penerbit Buku Kedokteran, Jakarta:EGC

IASP (International Association for the Study of Pain) 2010 Global Year Againts
Acute Pain

Mubarak (2019). Promosi Kesehatan sebuah penanganan proses belajar mengajar


dalam pendidikan, Yogyakarta:Graha Ilmu

Perry Anne Griffin, Potter Pattricia A. 2019. Fundamental Keperawatan, Konsep


Klinik dan Praktek, Ed 4, Vol. 2, Ahli Bahasa: Renata Kumalasari, Dian
Evriani, Enie Novieastari, Alfrina Hany dan Sari Kurnianingsi. Jakarta:
Penerbit buku Kedokteran, EGC

Price A, Sylvia dan Wilson M Lorraine. 2019. Patofisiologi Konsep Klinis Proses
Proses Penyakit, (Edisi 6). Jakarta: penerbit buku kedokteran. EGC

Tortora, GJ,Derrickson, B 2018. Principles of anatomy dan Pysiology 13th


edition.United of American: Jhon Wiley & Sons,Inc

https://www.google.com/amp/s/docslide.net/amp/documents/lp-manajemen-nyeri-
5584650de9511.htmlof Pain ( di akses pada tanggal 09-03-2019 pukul 20.00
WIB)

Anda mungkin juga menyukai