Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN PENDAHULUAN

GANGGUAN RASA NYAMAN (BEBAS NYERI)

RSUD KANJURUHAN

Jl. Panji No.100,Krajan, Kec. Kepanjen Kab.Malang Jawa Timur 65163

Disusun oleh:

Yunika Natasya Amalia P

211060

KELAS 2B

PRODI D3 KEPERAWATAN

INSTITUT TEKNOLOGI SAINS DAN KESEHATAN

RS dr. SOEPRAOEN MALANG

2022/2023
FORMAT LAPORAN PENDAHULUAN

NAMA MAHASISWA : Yunika Natasya Amalia P

NIM : 211060

RUANG : Klinik Mata

PEMENUHAN KEBUTUHAN DASAR GANGGUAN RASA NYAMAN ( BEBAS NYERI)

KONSEP DASAR KEBUTUHAN

1. Definisi
Nyeri adalah pengalaman sensori atau emosional yang berkaitan
dengan kerusakan jaringan aktual atau fungsional, dengan onset mendadak
atau lambat dan berintensitas ringan hingga berat yang berlangsung kurang
dari 3 bulan. (SDKI, 2016)
Nyeri adalah pengalaman sensorik dan emosional yang tidak
menyenangkan akibat kerusakan jaringan, baik aktual maupun potensial atau
yang digambarkan dalam bentuk kerusakan tersebut. Nyeri adalah suatu
pengalaman sensorik yang multidimensional, fenomena ini dapat berbeda
dalam intensitas (ringan,sedang, berat), kualitas (tumpul, seperti terbakar,
tajam), durasi (transien, intermiten,persisten), dan penyebaran (superfisia)
atau dalam, terlokalisir atau difus). Meskipun nyeri adalah suatu sensasi,
nyeri memiliki komponen kognitif dan emosional, yang digambarkan dalam
suatu bentuk pende ritaan. Nyeri juga berkaitan dengan reflex menghindar
dan perubahan output otonom. (Meliala, 2004)
McCaffery (1980), menyatakan bahwa nyeri adalah segala sesuatu
yang dikatakan seseorang tantang nyeri tersebut dan terjadi kapan saja saat
seseorang mengatakan merasakan nyeri. Definisi ini menempatkan seseorang
sebagai expert (ahli) di bidang nyeri, karena hanya pasienlah yang tahu
tentang nyeri yang ia rasakan. Bahkan nyeri adalah sesuatu yang sangat
subjektif, tidak ada ukuran yang objektif padanya, sehingga hanyalah orang
yang merasakannya yang paling akurat dan tepat dalam mendefinisikan
nyeri. (Prasetyo, 2010)
2. Jenis Gangguan Kebutuhan Dasar
Nyeri dapat dibedakan berdasarkan jenis dan bentuknya :
a. Jenis nyeri
 Nyeri perifer
 Nyeri superfisial : rasa nyeri muncul akibat rangsangan pada kulit
dan mukosa
 Nyeri viseral : rasa nyeri timbul akibat rangsangan pada reseptor
nyeri rongga abdomen , cranium dan thorax
 Nyeri alih : rasa nyeri dirasakan di daerah lain yang jauh dari
jaringan penyebab nyeri
 Nyeri sentral
Nyeri sentral adalah nyeri yang muncul akibat rangsangan pada
medula spinalis, batang otak, dan talamus.
 Nyeri psikogenik
Nyeri psikogenik adalah nyeri yang penyebab fisiknya tidak
diketahui. Umumnya nyeri ini disebabkan oleh faktor psikologis.
Selain jenis-jenis nyeri yang telah disebutkan sebelumnya, terdapat
juga beberapa jenis nyeri yang lain.
 Nyeri somatik : nyeri yang berasal dari tendon, tulang, saraf, dan
pembuluh darah.
 Nyeri menjalar : nyeri yang terasa di bagian tubuh yang lain,
umumnya disebabkan oleh kerusakan atau cedera pada organ
viseral.
 Nyeri neurologis : bentuk nyeri tajam yang disebabkan oleh
spasme di sepanjang atau di beberapa jalur saraf
 Nyeri phantom : nyeri yang dirasakan pada bagian tubuh yang
hilang, misalnya pada bagian kaki yang sebenarnya sudah
diamputasi.
b. Bentuk nyeri
 Nyeri akut
Nyeri akut merupakan nyeri yang timbul secara mendadak
dan cepat menghilang. Umumnya nyeri ini berlangsung tidak
lebih dari enam bulan. Penyebab dan lokasi nyeri biasanya sudah
diketahui. Nyeri akut ditandai dengan peningkatan tegangan otot
dan kecemasan.
 Nyeri kronis
Nyeri kronis merupakan nyeri yang berlangsung
berkepanjangan, berulang atau menetap selama lebih dari enam
bulan. Sumber nyeri dapat diketahui atau tidak. Umumnya nyeri
ini tidak dapat disembuhkan. Nyeri kronis dapat dibagi menjadi
beberapa kategori, antara lain nyeri terminal, sindrom nyeri
kronis, dan nyeri psikosomatis
3. Patofisiologi

Rangsangan nyeri diterima oleh nociceptors pada kulit bisa intesitas


tinggi maupun rendah seperti perennggangan dan suhu serta oleh lesi
jaringan. Sel yang mengalami nekrotik akan merilis K + dan protein
intraseluler . Peningkatan kadar K + ekstraseluler akan menyebabkanm
depolarisasi nociceptor, sedangkan protein padambeberapa keadaan akan
menginfiltrasi mikroorganisme sehingga menyebabkan peradangan /
inflamasi. Akibatnya, mediator nyeri dilepaskan seperti leukotrien,
prostaglandin E2, dan histamin yang akan merangasng nosiseptor sehingga
rangsangan berbahaya dan tidak berbahaya dapat menyebabkan nyeri
(hiperalgesia atau allodynia). Selain itu lesi juga mengaktifkan faktor
pembekuan darah sehingga bradikinin dan serotonin akan terstimulasi dan
merangsang nosiseptor. Jika terjadi oklusi pembuluh darah maka akan terjadi
iskemia yang akan menyebabkan akumulasi K + ekstraseluler dan H + yang
selanjutnya mengaktifkan nosiseptor. Histamin, bradikinin, dan
prostaglandin E2 memiliki efek vasodilator dan meningkatkan permeabilitas
pembuluh darah. Hal ini menyebabkan edema lokal, tekanan jaringan
meningkat dan juga terjadi Perangsangan nosisepto. Bila nosiseptor
terangsang maka mereka melepaskan substansi peptida P (SP) dan kalsitonin
gen terkait peptida (CGRP), yang akan merangsang proses inflamasi dan
juga menghasilkan vasodilatasi dan meningkatkan permeabilitas pembuluh
darah. Vasokonstriksi (oleh serotonin), diikuti oleh vasodilatasi, mungkin
juga bertanggung jawab untuk serangan migrain . Peransangan nosiseptor
inilah yang menyebabkan nyeri. (Silbernagl & Lang, 2000)

4. Tanda dan Gejala Nyeri


Tanda dan gejala nyeri ada bermacam–macam perilaku yang tercermin dari
pasien. Secara umum orang yang mengalami nyeri akan didapatkan respon
psikologis berupa :
1. Suara: Menangis, merintih, menarik/menghembuskan nafas
2. Ekspresi wajah: Meringiu mulut
3. Menggigit lidah, mengatupkan gigi, dahi berkerut, tertutup
rapat/membuka mata atau mulut, menggigit bibir
4. Pergerakan tubuh: Kegelisahan, mondar – mandir, gerakan menggosok
atau berirama, bergerak melindungi bagian tubuh, immobilisasi, otot
tegang.
5. Interaksi sosial: Menghindari percakapan dan kontak sosial, berfokus
aktivitas untuk mengurangi nyeri, disorientasi waktu
5. Etiologi Kebutuhan Dasar
a. Usia
Usia merupakan variabel penting yang mempengaruhi nyeri, khususnya
pada anak-anak dan lansia. Anak kecil mempunyai kesulitan memahami
nyeri dan prosedur yang dilakukan perawat yang menyebabkan nyeri.
Anak-anak juga mengalami kesulitan secara verbal dalam
mengungkapkan dan mengekspresikan nyeri. Sedangkan pasien yang
berusia lanjut, memiliki risiko tinggi mengalami situasi yang membuat
mereka merasakan nyeri akibat adanya komplikasi penyakit dan
degeneratif.
b. Jenis kelamin
Beberapa kebudayaan yang mempengaruhi jenis kelamin misalnya
menganggap bahwa seorang anak laki-laki harus berani dan tidak boleh
menangis, sedangkan anak perempuan boleh menangis dalam situasi
yang sama. Namun secara umum, pria dan wanita tidak berbeda secara
bermakna dalam berespons terhadap nyeri.
c. Perhatian
Tingkat seorang pasien memfokuskan perhatiannya pada nyeri dapat
mempengaruhi presepsi nyeri. Perhatian yang meningkat dihubungkan
dengan nyeri yang meningkat sedangkan upaya pengalihan (distraksi)
dihubungkan dengan respons nyeri yang menurun.
d. Makna nyeri
Individu akan mempresepsikan nyeri berbeda-beda apabila nyeri tersebut
memberi kesan ancaman, suatu kehilangan, hukuman, dan tantangan.
Makna nyeri mempengaruhi pengalaman nyeri dan cara seseorang
beradaptasi terhadap nyeri.
e. Ansietas
Ansietas seringkali meningkatkan presepsi nyeri tetapi nyeri juga dapat
menimbulkan suatu perasaan ansietas. Apabila rasa cemas tidak
mendapat perhatian dapat menimbulkan suatu masalah penatalaksanaan
nyeri yang serius.
f. Gaya koping
Individu yang memiliki fokus kendali internal mempresepsikan diri
mereka sebagai individu yang dapat mengendalikan lingkungan mereka
dan hasil akhir suatu peristiwa seperti nyeri. Sebaliknya, individu yang
memiliki lokus kendali eksternal mempresepsikan faktor lain di dalam
lingkungan mereka seperti perawat sebagai individu yang bertanggung
jawab terhadap hasil akhir suatu peristiwa.
g. Keletihan
Rasa keletihan menyebabkan sensasi nyeri semakin intensif dan
menurunkan kemampuan koping sehingga meningkatkan prespsi nyeri.
h. Pengalaman sebelumnya
Setiap individu belajar dari pengalaman nyeri sebelumnya namun tidak
selalu berarti bahwa individu tersebut akan menerima nyeri dengan lebih
mudah di masa datang.
i. Dukungan keluarga dan sosial
Kehadiran orang-orang terdekat dan bagaimana sikap mereka terhadap
klien dapat memengaruhi respons nyeri. Pasien dengan nyeri
memerlukan dukungan, bantuan dan perlindungan walaupun nyeri tetap
dirasakan namun kehadiran orang yang dicintai akan meminimalkan
kesepian dan ketakutan (Wahyudi & Wahid, 2016)
j. Agen pencedera fisiologis (misal; Inflamasi, iskemia, neoplasma)
k. Agen pencedera kimiawi (misal; terbakar, bahan kimia iritan)
l. Agen pencedera fisik (misal; abses, amputasi, terbakar, terpotong,
mengangkat berat, prosedur operasi, trauma , latihan fisik berlebihan)
(PPNI, 2016)
Pengukuran Nyeri
1. Numerical Rating Scale (NRS)
Numerical Rating Scale (NRS) menilai nyeri dengan menggunakan
skala 0-10. Skala ini sangat efektif untuk digunakan saat mengkaji
intensitas nyeri sebelum dan setelah intervensi terapeutik (Wahyudi &
Wahid, 2016)

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Keterangan :
0 Tidak ada nyeri (merasa normal)
1 Nyeri hampir tidak terasa (nyeri sangat ringan). Sebagian besar
tidak pernah berfikir tentang rasa sakit, seperti gigitan nyamuk
2 Tidak menyenangkan. Nyeri ringan, seperti cubitan ringan pada
kulit.
3 Bisa ditoleransi. Nyeri sangat terasa, seperti suntikan oleh dokter
4 Menyedihkan. Kuat, nyeri yang dalam, seperti sakit gigi atau rasa
sakit dari sengatan lebah
5 Sangat menyedihkan. Kuat dalam, nyeri yang menusuk, seperti
kaki terkilir
6 Intens. Kuat dalam, nyeri yang menusuk begitu kuat sehingga
tampak memengaruhi sebagian indra, menyebabkan tidak fokus,
komunikasi terganggu
7 Sakit intens. Sama seperti skala 6, rasa sakit benar-benar
mendominasi indra, tidak mampu berkomunikasi dengan baik dan
tidak mampu melakukan perawatan diri
8 Benar – benar mengerikan. Nyeri sangat kuat dan sangat
mengganggu sampai sering mengalami perubahan perilaku jika
nyeri terjadi
9 Menyiksa tak tertahankan. Nyeri sangat kuat, tidak bisa ditoleransi
dengan terapi
10 Nyeri tak terbayangkan dan tak dapat diungkapkan. Nyeri sangat
berat sampai tidak sadarkan diri

1. Visual Analogue Scale (VAS)


Visual Analogue Scale (VAS) telah digunakan sangat luas dalam beberapa
dasawarsa belakangan ini dalam penelitian terkait dengan nyeri dengan hasil
yang handal, valid dan konsisten.VAS adalah suatu instrumen yang
digunakan untuk menilai intensitas nyeri dengan menggunakan sebuah tabel
garis 10 cm dengan pembacaan skala 0–100 mm dengan rentangan makna :
Skala VAS Interpretasi
>0 – <10mm Tidak nyeri
≥10 – 30 mm Nyeri ringan
≥30 – 70 mm Nyeri sedang
≥70 – 90mm Nyeri berat
≥90 – 100mm Nyeri sangat berat
Cara penilaiannya adalah penderita menandai sendiri dengan pensil pada nilai
skala yang sesuai dengan intensitas nyeri yang dirasakannya setelah diberi
penjelasan dari peneliti tentang makna dari setiap skala tersebut. Penentuan
skor VAS dilakukan dengan mengukur jarak antara ujung garis yang
menunjukkan tidak nyeri hingga ke titik yang ditunjukkan pasien.

0mm 100mm
Tidak nyeri Sangat nyeri

Persyaratan melakukan pengukuran nyeri dengan menggunakan skala VAS


a). Penderita sadar atau tidak mengalami gangguan mental/kognitif sehingga
dapat berkomunikasi dengan fisioterapis
b). Penderita dapat melihat dengan jelas, sehingga penderita dapat menunjuk
titik pada skala VAS berkaitan dengan kualitas nyeri yang dirasakannya.
c). Penderita kooperatif, sehingga pengukuran nyeri dapat terlaksana.
Catatan: anak kecil, meskipun sadar, namun tidak kooperatif untuk
berkomunikasi. Agar pengukuran dapat berjalan sebagai mestinya,
sebelum dilakukan pengukuran pasien diberi penjelasan mengenai
pengukuran yang akan dilakukan beserta prosedurnya. Kemudian pasien
diminta untuk memberi tanda pada garis sesuai dengan intensitas nyeri
yang dirasakan pasien.
VAS merupakan metode pengukuran intensitas nyeri yang sensitif, murah dan
mudah dibuat, VAS lebih sensitif dan lebih akurat dalam mengukur nyeri
dibandingkan dengan pengukuran deskriptif, Mempunyai korelasi yang baik
dengan pengukuran yang lain, VAS dapat diaplikasikan pada semua pasien,
tidak tergantung bahasa bahkan dapat digunakan pada anakanak di atas usia 5
tahun, VAS dapat digunakan untuk mengukur semua jenis nyeri namun VAS
juga memiliki kekurangan yaituVAS memerlukan pengukuran yang teliti
untuk memberikan penilaian, pasien harus hadir saat dilakukan pengukuran,
serta secara visual dan kognitif mampu melakukan pengukuran.VAS sangat
bergantung pada pemahaman pasien terhadap alat ukur 0 mm 100 mm 0 mm
10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 mm tersebut. Sehingga edukasi / penjelasan
terapis / pengukur tentang VAS terhadap pasien sangat dibutuhkan.
2. Verbal Rating Scale (VRS)
Skala ini menggunakan angka-angka 0 sampai 10 untuk menggambarkan
tingkat nyeri. Dua ujung ekstrem juga digunakan pada skala ini, sama seperti
pada VAS atau skala reda nyeri. Skala numerik verbal ini lebih bermanfaat
pada periode pascabedah, karena secara alami verbal / kata-kata tidak terlalu
mengandalkan koordinasi visual dan motorik. Skala verbal menggunakan
kata - kata dan bukan garis atau angka untuk menggambarkan tingkat nyeri.
Skala yang digunakan dapat berupa tidak ada nyeri, sedang, parah.
Hilang/redanya nyeri dapat dinyatakan sebagai sama sekali tidak hilang,
sedikit berkurang, cukup berkurang, baik/ nyeri hilang sama sekali. Karena
skala ini membatasi pilihan kata pasien, skala ini tidak dapat membedakan
berbagai tipe nyeri.

4. Wong Baker Pain Rating Scale


Digunakan pada pasien dewasa dan anak >3 tahun yang tidak dapat
menggambarkan intensitas nyerinya dengan angka
Penilaian Skala nyeri ekspresi wajah, Wong-Baker FACES:
 Wajah Pertama 0 : tidak ada rasa sakit sama sekali.
 Wajah Kedua 2: Sedikit sakit.
 Wajah Ketiga 4: Lebih sakit dan agak mengganggu aktifitas.
 Wajah Keempat 6: Jauh lebih sakit dan mengganggu aktifitas.
 Wajah Kelima 8: Sangat sakit dan sangat mengganggu aktifitas.
 Wajah Keenam 10: Sangat sakit tak tertahankan sampai-sampai
menangis
5. Children’s Hospital of Eastern Ontario Pain Scale (CHEOPS)
Untuk derajat nyeri yang lama dirasakan, seperti nyeri pasca bedah, skala
pengukuran berdasarkan tingkah laku yang digunakan antara lain Children’s
Hospital of Eastern Ontario Pain Scale (CHEOPS). Pengamatan ini terdiri
dari pengamatan terhadap 6 jenis tingkah laku (menangis, ekspresi fasial,
ekspresi verbal, posisi tubuh, posisi sentuh dan posisi tungkai) pada anak 1 –
5 tahun.

Parameter Point
Menangis Tidak menangis 1
Merengek 2
Menangis 2
Menjerit 3
Fasial Tersenyum 0
Tenang 1
Meringis 2
Verbal Positif 0
Tidak ada 1
Keluhan non nyeri 1
Keluhan nyeri 2
Keluhan nyeri dan non nyeri 2
Sikap tubuh Netral 1
Terus menerus berubah posisi 2
Kaku 2
Menggigil 2
Duduk tegak 2
Tidak mau berubah posisi 2
Menyentuh bagian Tidak menyentuh bagian yang 1
yang nyeri nyeri
Meraih bagian yang nyeri 2
Menyentuh dan memegang erat 2
bagian yang nyeri
Tangan tidak mau berubah posisi 2
Tungkai bawah Netral 1
Menendang sambil menjerit 2
Kaku dan ditarik 2
Berdiri 2
Tidak mau mengubah posisi 2

S adalah jumlah nilai dari keenam parameter.


Skor minimum : 4, skor maksimum : 13
6. Penatalaksaan Kebutuhan Dasar
1. Penanganan nyeri farmakologis
Analgesik narkotik
Analgesik narkotik terdiri dari berbagai derivate opium seperti
morfin dan kodein. Narkotik dapat memberikan efek penurunan nyeri dan
kegembiraan karena obat ini mengaktifkan penekan nyeri endogen pada
susunan saraf pusat. Namun penggunaan obat ini menimbulkan efek
menekan pusat pernapasan di medulla batang otak sehingga perlu pengkajian
secara teratur terhadap perubahan dalam status pernapasan jika
menggunakan analgesik jenis ini
Analgesik non narkotik
Analgesik non narkotik seperti aspirin, asetaminofen, dan ibuprofen
selain memiliki efek anti nyeri juga memiliki efek anti inflamasi dan anti
piretik. Obat golongan ini menyebabkan penurunan nyeri dengan
menghambat produksi prostalglandin dari jaringan yang mengalami atau
inflamasi. Efek samping yang paling umum terjadi adalah gangguan
pencernaan seperti adanya ulkus gaster dan perdarahan gaster
Ada tiga jenis pengobatan yang bisa dilakukan untuk mengendalikan
nyeri, yaitu :
1. Opioid, analgesik opioid bekerja dengan cara melekat diri pada
reseptor-reseptor nyeri spesifik di dalam SSP.
2. Analgesik non opioid, asetaminofen dan aspirin adalah dua jenis
analgesik non opioid yang paling sering digunakan. Obat-obat ini
bekerja terutama pada tingkat perifer untuk mengurangi nyeri.
3. Adjuvant. Adjuvant bukan merupakan analgesik yang sebenarnya,
tetapi zat tersebut dapat membantu jenis-jenis nyeri tertentu, terutama
nyeri kronis.
Penanganan nyeri non farmakologis
1. Distraksi
Distraksi adalah memfokuskan perhatian pasien pada sesuatu selain
nyeri, atau dapat diartikan lain bahwa distraksi adalah suatu tindakan
pengalihan perhatian pasien ke hal-hal di luar nyeri. Dengan demikian,
diharapkan pasien tidak terfokus pada nyeri lagi dan dapat menurunkan
kewaspadaan pasien terhadap nyeri bahkan meningkatkan toleransi terhadap
nyeri. Distraksi diduga dapat menurunkan presepsi nyeri dengan
menstimulasi sistem kontrol desenden, yang mengakibatkan lebih sedikit
stimuli nyeri yang ditransmisikan ke otak. Keefektifan distraksi tergantung
pada kemampuan pasien untuk menerima dan membangkitkan input sensori
selain nyeri. Berikut jenis-jenis teknik distraksi:
 Distraksi visual/penglihatan yaitu pengalihan perhatian selain nyeri
yang diarahkan ke dalam tindakan-tindakan visual atau melalui
pengamatan.
 Distraksi audio/pendengaran yaitu pengalihan perhatian selain nyeri
yang diarahkan ke dalam tindakan melalui organ pendengaran.
 Distraksi intelektual yaitu pengalihan perhatian selain nyeri yang
dialihkan ke dalam tindakan-tindakan dengan menggunakan daya
intelektual yang pasien miliki
2. Relaksasi
Relaksasi adalah suatu tindakan untuk membebaskan mental dan fisik
dari ketegangan dan stres sehingga dapat meningkatkan toleransi terhadap
nyeri. Teknik relaksasi yang sederhana terdiri atas napas abdomen dengan
frekuensi lambat, berirama. Pasien dapat memejamkan matanya dan
bernapas dengan perlahan dan nyaman. Irama yang konstan dapat
dipertahankan dengan menghitung dalam hati dan lambat bersama setiap
inhalasi (“hirup, dua, tiga”) dan ekhalasi (“hembuskan, dua, tiga”). Pada saat
perawat mengajarkan ini, akan sangat membantu bila menghitung dengan
keras bersama pasien pada awalnya. Napas yang lambat, berirama, juga
dapat digunakan sebagai teknik distraksi. Hampir semua orang dengan nyeri
mendapatkan manfaat dari metode-metode relaksasi. Periode relaksasi yang
teratur dapat membantu untuk melawan keletihan dan ketegangan otot yang
terjadi dengan nyeri akut dan yang meningkatkan nyeri
3. Imajinasi terbimbing
Imajinasi terbimbing adalah menggunakan imajinasi seseorang dalam
suatu cara yang dirancang secara khusus untuk mencapai efek positif
tertentu. Tindakan ini membutuhkan konsentrasi yang cukup. Upayakan
kondisi lingkungan klien mendukung untuk tindakan ini. Kegaduhan,
kebisingan, bau menyengat, atau cahaya yang sangat terang perlu
dipertimbangkan agar tidak mengganggu klien untuk berkonsentrasi.
Beberapa klien lebih rileks dengan cara menutup matanya (Andarmoyo,
2013)
4. Kompres air panas dan dingin
Reseptor panas dan dingin mengaktivasi serat-serat A-beta ketika
temperatur mereka berada antar 40-50C dari temperature tubuh. Reseptor-
reseptor ini mudah beradaptasi, membutuhkan temperature untuk
disesuaikan pada interval yang sering berkisar tiap 5-15 menit. Kompres
panas dapat diberikan dengan menghangatkan peralatan (seperti bantal
pemanas, handuk hangat). Kompres dingin juga dapat menurunkan atau
meredakan nyeri. Es dapat digunakan untuk mengurangi nyeri dan untuk
mencegah edema dan inflamasi.
5. Akupresur
Akupresur memungkinkan alur energi yang terkongesti untuk
meningkatkan kondisi lebih sehat. Perawat ahli terapi mempelajari alur
energi atau meridian tubuh dan memberikan tekanan pada titik-titik tertentu
di sepanjang jalur.
6. Napas dalam
Napas dalam untuk relaksasi mudah dipelajari dna berkontribusi dalam
menurunkan atau meredakan nyeri dengan mengurangi tekanan otot dan
ansietas.
7. Musik
Individu yang kesakitan akan merasa rileks saat mendengarkan musik.
Mekanisme fisiologis yang tepat, namun beberapa teori yang mungkin
termasuk distraksi, pelepasan opioid endogen atau disosiasi.

7. Pathway

Trauma jaringan infeksi

Kerusakan sel

Pelepasan mediator nyeri (histamine, bradikinin,


prostaglandin, serotonin, ion kalium, dll)

Merangsang nosiseptor Tekanan mekanis


deformasi, suhu extrim
(Reseptor nyeri)
Dihantarkan
Serabut tipe A
Serabut tipe B

Medulla spinalis

Sistem Aktivasi Sistem Aktivasi Area crisea


Retikular Retikuler periakueduktus

Thalamus Hipotalamus
Sistem Limbik
sistem limbik

Otak
(Korteks sematosensorik)

Sinyal nyeri berulang


Persepsi nyeri sampai >3 bulan

Perubahan kimia pada


NYERI AKUT jalur saraf

Hipersensitifitas terhadap
sinyal nyeri

NYERI KRONIS

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

PENGKAJIAN

1. Riwayat Keperawatan
Anamnesa (tanya jawab)
2. Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik merupakan sebuah proses pemeriksaan pada tubuh


pasien untuk menentukan ada atau tidaknya masalah fisik yang bertujuan untuk
mendapatkan informasi yang falid tentang kesehatan pasien. Dalam kasus ini,
Tn. M dilakukan pemeriksaan Head to Toe yang terdiri dari pemeriksaan
keadaanumum, pemeriksaan kepala dan leher, pemeriksaan hidung,
pemeriksaan mulut dan tenggorokan, pemeriksaan telinga dan pemeriksaan
leher, pemeriksaan jantung, pemeriksaan paru-paru, pemeriksaan payudara dan
ketiak, pemeriksaanabdomen, pemeriksaan genertalia dan anus, pemeriksaan
ekstremitas, pemeriksaan system neurologi, pemeriksaan kuku dan kulit.

3. Pemeriksaan Diagnosis

HEMATOLOGI

- Hemoglobin 11.1 g/Dl (13.4-17.7) Tidak Normal

- Hematokrit 31.8% (40-47) Tidak Normal

Index Eritrosit

- MCV 81.7 fl (80-93) Normal

- MCH 28.5 pg (27-31) Normal

- MCHC 34.7 g/dl (32-36) Normal

- Eritrosit 3.89 juta/cmm (4.0-5.5) Tidak Normal

- Leukosit 6.170 sel/cmm (4.300-10.300) Normal

- Trombosit 258.000 sel/cmm (142.000-424.000) Normal

Hitung Jenis Lekosit

- Eosinofil 0.0% (0-4) Normal

- Basofil 0.2% (0-1) Normal

- Neutrofil 84.6% (51-67) Tidak Normal

- Limfosit 12.8% (25-33) Tidak Normal

- Monosit 7.2% (2-5) Tidak Normal


KIMIA KLINIK

- Glukosa Darah Sewaktu 132 mg/dl (<200) Normal

- AST (SGOT) 24 U/L (0-40) Normal

- ALT (SGPT) 44 U/L (0-41) Normal

- Ureum 26 mg/dl (19-49) Normal

- Kreatinin 0.95 mg/dl (<1.2) Normal

DIAGNOSA KEPERAWATAN

A. (D.0074)Gangguan rasa nyaman b.d ketidaknyamanan akibat kerusakan jaringan

B. (D.0075)Ketidaknyamanan pasca pantrum b.d kondisi setelah melahirkan

C. (D.0076)Nausea b.d faktor psikologis

D. (D.0077)Nyeri akut b.d agen pencedera fisiologis

E. (D.0078)Nyeri kronis b.d penekanan saraf


F. (D.0079)Nyeri melahirkan b.d proses persalinan
PERENCANAAN

DIAGNOSA KEPERAWATAN KRITERIA HASIL INTERVENSI

(D.0074) Gangguan Rasa (L.08066) Tingkat Nyeri Manajemen Nyeri (1.08238)


Nyaman
Setelah dilakuakn intervensi Observasi
Definisi keperawatan selama 3x24 jam
tingkatan nyeri diharapkan -Identifikasi lokasi, karakteristik,
Perasaan kurang senang, lega, dan menurun, dengan kriteria hasil: durasi, frekuensi, kualitas, dan
sempurna dalam dimensi fisik intensitas nyeri
psikospiritual, lingkungan, dan 1. Kemampuan menuntaskan
sosial aktivitas meningkat (5) -Identifikasi skala nyeri

Eriologi: 2. Keluhan nyeri menurun (5) -Identifikasi respon nyeri non


verbal
1. Gejala penyakit 3. Meringis menurun (5)
-Identifikasi faktor yang
2. Kurangnya pengendalian 4. Sikap protektif menurun (5) memperberat dan memperingan
situasional/lingkungan nyeri
5. Geliasah menurun (5)
3. Ketidakadekuatan -Identifikasi pengetahuan dan
semberdaya 6. Kesulitan tidur menurun (5) keyakinan tentang nyeri

4. Kurangnya privasi 7. Menarik diri menurun (5) -Identifikasi pengaruh budaya


terhadap respon nyeri
5. Gangguan stimulus 8. Berfokus pada diri sendiri
lingkungan menurun (5) -Identifikasi pengaruh nyeri pada
kualitas hidup
6. Efek samping terapi 9. Diaforesis menurun (5)
(medikasi, radiasi, -Monitor keberhasilan terapi
kemoterapi) perasaan depresi(tertekan) menurun komplementer yang sudah
(5) diberikan
7. Gangguan adaptasi
kehamilan 10. Perasaan takut mengalami -Monitor efek samping penggunaan
cedera berulang menurun anakgetik
(5)
Terapeutik
11. Anoreksia menurun (5)
-Berikan teknik nonfarmakologis
12. Parineum terasa tertekan untuk mengurangi rasa nyeri
menurun (5) (TENS,hipnosis,akupresur,dll)
13. Uterus teraba mebulat -Kontrol lingkungan yang
menurun (5) memperberat rasa nyeri (suhu
ruangan,pencahayaan, dan
14. Ketegangan otot menurun kebisingan
(5)
-Fasilitasi istirahat tidur
15. Pupil dilatasi menurun (5)
-Pertimbangakan jenis dan sumber
16. Muntah & mual menurun nyeri dalam pemilihan strategi
(5) meredakan nyeri

Edukasi

-Jelaskan penyebab,periode, dan


pemicu nyeri

-Jelaskan strategi meredakan nyeri

-Anjurkan memonitor nyeri secara


mandiri

-Anjurkan menggunakan analgetik


secara tepat

-Anjurkan teknik nonfarmakologis


untuk mengurangi rasa nyeri

Kolaborasi

-Kolaborasikan penggunaan
analgetik (jika perlu)
(D.0077)Nyeri akut (L.08066) Tingkat Nyeri (1.08243) Pemberian Analgesik

Definisi Setelah dilakuakn intervensi Observasi


keperawatan selama 3x24 jam
Pegalaman sensorik/emosional tingkatan nyeri diharapkan -Identifikasi karakteristik nyeri
yang berkaitan dengan kerusakan menurun, dengan kriteria hasil: (pencetus, pereda, kualitas, lokasi,
jariangan aktual/fungsional, dengan intensitas, frekuensi, durasi)
onset mendadak/lambat dan 1. Kemampuan menuntaskan
aktivitas meningkat (5) -Identifikasi riwayat alergi obat
berintensitas ringan hingga berat
yang bderlangsung >3 bulan -Identifikasikan kesesuaian jenis
2. Keluhan nyeri menurun (5)
Etiologi analgesik (narkotika, non-
3.Meringis menurun (5) narkotika, NSAID) dengan tingkat
1. Agen pencedera fisiologis keparahan nyeri
(mis.
Inflamasi,iskemia,neoplasm 4.Sikap protektif menurun (5) -Monitor ttv sebelum dan sesudah
a) pemberian analgesik
5.Geliasah menurun (5)
2. Agen pencedera kimiawi -Monitor efektifitas analgesik
(mis. Terbakar, bahan kimia 6.Kesulitan tidur menurun (5)
iritan) Terapeutik
7.Menarik diri menurun (5)
3. Agen pencedera fisik (mis. -Diskusikan jenis analgesik yang
8. Berfokus pada diri sendiri
Abses, amputasi, terbakar, disukai untuk mencapai analgesia
menurun (5) optimal (jika perlu)
terpotong, dll)
9. Diaforesis menurun (5) -Pertimbangkan penggunaan infus
perasaan depresi(tertekan) menurun kontinuatau bolus opiod untuk
(5) memepertahankan kadar dalam
serum
10. Perasaan takut mengalami
cedera berulang menurun (5) -Terapkan target efektifitas
analgesik untuk mengoptimalkan
11. Anoreksia menurun (5) respon pasien

12. Parineum terasa tertekan -Dokumentasikan respon terhadap


menurun (5) efek analgesik dan efek yang tidak
diinginkan
13. Uterus teraba mebulat menurun
(5) Edukasi

14. Ketegangan otot menurun (5) -Jelaskan efek terapi dan efek
samping obat
15.Pupil dilatasi menurun (5)
Kolaborasi
16.Muntah & mual menurun (5)
-Kolaborasi pemberian dosis dan
jenis analgesik (jika perlu)
PELAKSANAAN

Tata laksana yang dilakukan pada Tn.M yaitu mengidentifikasi


lokasi,intensitas dan skala nyeri, memonitor TTV, menganjurkan penggunaan
analgetik, mengontrol lingkungan serta menganjurkan tekni nofarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri

EVALUASI

Setelah dilakukan tindakan keperawatan pasien mengatakn nyeri sudah


berkurang bahkan dan sudah mendingan. Pasien juga mengatakan bahwa tidurnya sudah
mulai nyaman dan nyenyak. Nyeri sudah berkurang setelah rutin pemberian analgesik
selama perawatan. Mukosa bibir sudah lembab, TD:180/90 mmHg, N: 90 x/menit, S:
36,8 C, SPO2: 95. Masalah sudah teratasi, intervensi dihentikan karena pasien sudah
dibolehkan KRS.
DAFTAR PUSTAKA
Dinasti Alifananda, S. (2021). Asuhan Keperawatan Pasien Cedera Kepala Ringan Dalam
Pemenuhan Kebutuhan Aman Dan Nyaman. Program Studi Keperawatan Program Diploma
Tiga Universitas Kusuma Husada Surakarta

Andina Dan Yuni. (2017). Kebutuhan Dasar Manusia Teori Dan Aplikasi Dalam Praktik
Keperawatan Profesional. Pustaka Baru Press..

Asrawati. (2021). Asuhan Keperawatan Pada Tn. B Dengan Diagnosa Fraktur 1/3 Tibia Et
Fibula Dengan Pemeberian Teknik Relaksasi Nafas Dalam Dan Terapi Murottal Dalam
Manajemen Nyeri.

Cindy Vernani, I. R. (2020). Asuhan Keperawatan Pasien Post Orif Fraktur Tibia Dextra Dalam
Pemenuhan Kebutuhan Aman Dan Nyaman. Program Studi D3 Keperawatan Fakultas Ilmu
Kesehatan Universitas Kusuma Husada Suarakarta 2020.

Hidayat, A. A. (2010). Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia: Aplikasi Konsep Dan Proses
Keperawatan. Salemba Medik

Mayasari. (2016). Pentingnya Pemahaman Manajemen Nyeri Non Farmakologi Bagi Seorang
Perawat. Jurnal Wawasan Kesehatan. Https://Doi.Org/Https://Doi.Org/10.1016/J.Hsag.2015.0
8.002

Mubarak & Chayatin. (2008). Buku Ajar Kebutuhan Dasar Manusia Teori Dan Aplikasi Dalam
Praktik. Egc

Ppni, Tim Pokja Siki Dpp. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (Siki). Dewan
Pengurus Pusat Ppni.

Prasetyo, S. (2010). Konsep Dan Proses Keperawatan Nyeri. Graha Ilmu

Anda mungkin juga menyukai