TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Definisi nyeri menurut International Association for the Study of Pain
(IASP) adalah pengalaman emosional serta sensori yang tidak menyenangkan dan
berkaitan dengan kerusakan jaringan yang aktual maupun potensial, atau
digambarkan sebagai suatu kerusakan1. Nyeri adalah suatu pengalaman sensorik
yang multidimensional. Fenomena ini dapat berbeda dalam intensitas
(ringan,sedang, berat), kualitas (tumpul, seperti terbakar, tajam), durasi (transien,
intermiten,persisten), dan penyebaran (superfisial atau dalam, terlokalisir atau
difus). Meskipun nyeri adalah suatu sensasi, nyeri memiliki komponen kognitif
dan emosional, yang digambarkan dalam suatu bentuk penderitaan. Nyeri juga
berkaitan dengan reflex menghindar dan perubahan output otonom2. Ketika suatu
jaringan mengalami cedera, atau kerusakan mengakibatkan dilepasnya bahan-
bahan yang dapat menstimulus reseptor nyeri seperti serotonin, histamine, ion
kalium, bradikinin, prostaglandin, dan substansi P yang akan mengakibatkan
respon nyeri3.
1
2
jantung, Nyeri dada dapat timbul karena gejala arthritis pada spinal dan
gangguan abdomen. Sebagai lansia terkadang pasrah terhadap hal yang
dirasakan, menganggap bahwa hal tersebut merupakan konsekuensi
penuaan yang tidak bisa dihindari.5,6
b. Jenis kelamin
2.3 Klasifikasi
Berdasarkan sumber nyeri, maka nyeri dibagi menjadi1,8:
a. Nyeri somatik superficial
Nyeri yang stimulusnya berasal dari kulit, jaringan subkutan dan membran
mukosa. Nyeri biasanya dirasakan seperti terbakar, tajam dan terlokalisasi
di tempat yang jelas.
b. Nyeri somatik dalam
Nyeri tumpul (dullness) dan tidak terlokalisasi dengan baik akibat
rangsangan pada otot rangka, tulang, sendi, jaringan ikat
c. Nyeri visceral
Nyeri karena perangsangan organ viseral atau membran yang menutupinya
(pleura parietalis, perikardium, peritoneum). Nyeri tipe ini dibagi lagi
menjadi nyeri viseral terlokalisasi, nyeri parietal terlokalisasi, nyeri alih
viseral dan nyeri alih parietal. Nyeri visceral hanya bisa ditimbulkan oleh
beberapa organ visceral, tidak berhubungan dengan cedera organ visceral,
4
bersifat difus dan tidak terlokalisasi, disertai dengan refleks otonomik dan
motoric yang berlebihan sehingga pasien Nampak sakit berat disertai
gejala mual, muntah, berkeringat serta perubahan tekanan darah dan nadi
Berdasarkan patofisiologi nyeri juga dapat diklasifikasikan menjadi9:
a. Nyeri nosiseptif
Nyeri nosiseptif terjadi akibat aktivasi nosiseptor saraf A-gamma dan C
yang berlangsung secara terus menerus oleh stimulus noxius. Stimulasi
nosiseptor baik secara langsung maupun tidak langsung akan
mengakibatkan pengeluaran mediator inflamasi dari jaringan, sel imun dan
ujung saraf sensoris dan simpatik.
b. Nyeri neuropatik
Nyeri neuropatik disebabkan gangguan sinyal pada sistem saraf pusat atau
perifer yang biasanya disebabkan oleh trauma, inflamasi penyakit
metabolic, infeksi, tumor, toksin, atau penyakit neurologis primer. Sifat
nyeri neuropatik adalah terbakar atau panas, geli, tertusuk, seperti disengat
listrik, diremas, nyeri dalam, spasme.
Berdasarkan timbulnya nyeri dapat diklasifikasikan menjadi8-9:
1) Nyeri akut
Nyeri yang timbul mendadak dan berlangsung sementara. Nyeri ini
ditandai dengan adanya aktivitas saraf otonom seperti: takikardi,
hipertensi, hiperhidrosis, pucat dan midriasisdan perubahan wajah:
menyeringai atau menangis. Nyeri akut saat timbul awal jejasnya
dirasakan sebagai nyeri dengan intensitas tinggi kemudian berangsur-
angsur menghilang bersamaan dengan sembuhnya jejas yang mendasari
dan nyeri akut bersifat nosiseptif. Bentuk nyeri akut dapat berupa1:
a. Nyeri somatik luar
b. Nyeri somatik dalam
c. Nyeri viseral
2) Nyeri kronik
Nyeri berkepanjangan dapat berbulan-bulan tanpa tanda aktivitas otonom
kecuali serangan akut. Nyeri tersebut dapat berupa nyeri yang tetap
5
2.4 Patofisiologi
Patofisiologi nyeri secara umum berupa rangsangan nyeri diterima oleh
nociceptors pada kulit bisa intesitas tinggi maupun rendah seperti perennggangan
dan suhu serta oleh lesi jaringan. Sel yang mengalami nekrotik akan merilis K+
dan protein intraseluler. Peningkatan kadar K+ ekstraseluler akan menyebabkan
depolarisasi nociceptor, sedangkan protein pada beberapa keadaan akan
menginfiltrasi mikroorganisme sehingga menyebabkan peradangan/inflamasi.
Akibatnya, mediator nyeri dilepaskan seperti leukotrien, prostaglandin E2, dan
histamin yang akan merangasng nosiseptor sehingga rangsangan berbahaya dan
tidak berbahaya dapat menyebabkan nyeri (hiperalgesia atau allodynia). Selain itu
lesi juga mengaktifkan faktor pembekuan darah sehingga bradikinin dan serotonin
akan terstimulasi dan merangsang nosiseptor. Jika terjadi oklusi pembuluh darah
maka akan terjadi iskemia yang akan menyebabkan akumulasi K+ ekstraseluler
dan H+ yang selanjutnya mengaktifkan nosiseptor. Histamin, bradikinin, dan
prostaglandin E2 memiliki efek vasodilator dan meningkatkan permeabilitas
pembuluh darah. Hal ini menyebabkan edema lokal, tekanan jaringan meningkat
dan juga terjadi Perangsangan nosisepto. Bila nosiseptor terangsang maka mereka
melepaskan substansi peptida P (SP) dan kalsitoningen terkait peptida (CGRP),
yang akan merangsang proses inflamasi dan juga menghasilkan vasodilatasi dan
meningkatkan permeabilitas pembuluh darah.Vasokonstriksi (oleh serotonin),
6
Impuls sepanjang saraf aferen sinaps di sumsum tulang belakang dan lulus
melalui anterolateral saluran ke talamus dan dari sana, antara lain, korteks
somatosensori, yang Cingular gyrus, dan insularkorteks. Koneksi yang tepat
memproduksi berbagai komponen sensasi nyeri: sensorik (Misalnya,persepsi
lokalisasi dan intensitas), afektif (penyakit), motor (refleks pelindung, tonus otot,
mimikri), dan otonom (perubahan di tekanan darah, takikardia, dilatasi pupil,
berkeringat, mual). Sambungan di thalamus dan sumsum tulang belakang
dihambat oleh yang turun saluran dari otak tengah, korteksperiaqueductal abu-abu
materi, dan rafe inti, initraktat mempekerjakan norepinefrin, serotonin, dan
terutama endorphines. Lesi thalamus, misalnya, dapat menghasilkan rasa sakit
melalui tidak adanya hambatan ini (Sindrom talamus). Untuk mengatasi nyeri,
pengaktifan rasa sakit reseptor dapat dihambat misalnya, dengan pendinginan
daerah yang rusak dan oleh prostaglandin inhibitor sintesis. Transmisi nyeri dapat
dihambat dengan pendinginan dan bloker kanal Na +. Transmisi di thalamus
dapat dihambat oleh anestesi dan alkohol. Jika penyebab nyeri tidak dihilangkan,
konsekuensinya dapat mengancam jiwa2.
8
BAB III
PENUTUP
Nyeri merupakan tanda dari proses patologis yang terjadi dalam tubuh
manusia. Nyeri dapat diklasifikasikan berdasarkan patofisiologi menjadi nyeri
nosiseptif, neuropatik, dan campuran. Berdasarkan klinisnya, terdapat 2 jenis
nyeri yaitu akut dan kronis. Berdasarkan tingkatannya, nyeri terbagi menjadi nyeri
ringan, sedang, dan berat. Penilaian nyeri dapat dilakukan dengan beberapa skala
yang umum dipakai seperti Numering Rating Scale, Visual Analog Scale, dan
instrumen lainnya. Manajemen nyeri terbagi menjadi farmakologi dan non-
farmakologi. Untuk terapi farmakologi, manajemen nyeri dapat menggunakan
panduan WHO three steps ladder sesuai intensitas nyeri ataupun dengan WFSA
Analgesic Ladder untuk nyeri akut. Sementara untuk terapi non-farmakologi
dilakukan dengan 4 modalitas yakni modalitas fisik, modalitas kognitif-behaviour,
modalitas invasif, dan modalitas psikoterapi.
9
DAFTAR PUSTAKA
1. 9. Rehatta NM, Hanindito E, Tantri AR, Redjeki IS, Soenarto RF, Bisri DY,
et al. Anestesiologi dan Terapi Intensif Edisi I. 1st ed. Jakarta: PT Gramedia
Pustaka Utama; 2019. 1114–1123 p.
2. 10. Bahrudin M. Patofisiologi Nyeri (Pain). Saintika Med. 2017;13(1).
3. 11. Kozier, Barbara, dkk .Buku Ajar Keperawatan Klinis. (Edisi : 5).
Jakarta:EGC. 2006.
4. 12. Armstrong AD, Hassenbein SE, Hollenbeak CS. Risk Factors for
Increased Postoperative Pain and Recommended Orderset for Postoperative
Analgesic Usage. 2020;36(11). doi:10.1097/AJP.0000000000000876
5. 13. A, Potter P; G PA. Buku Ajar Fundamental Keperawatan Konsep, Proses,
Dan Praktik. 4th ed. EGC; 2006.
6. 14. W N. Keperawatan Gerontik Dan Geriatrik. 3rd ed. EGC; 2008.
7. 15. Smeltzer B. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddart.
8th ed. EGC; 2002.
8. 16. Wardani NP. Manajemen Nyeri Akut. Univ Udayana. 2014
9. 17. Suprapto, N., & Karyanti, M. R. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta:
Media Aesculapius. 2014
10. 18. Mangku G, Senapathi TGA. Buku Ajar Ilmu Anatesia dan Reanimasi.
Jakarta: Indeks. 2017