Anda di halaman 1dari 41

MODUL E-LEARNING

MANAJEMEN NYERI

00
MODUL E- LEARNING
MANAJEMEN NYERI

A. PENDAHULUAN
Pencapaian kesehatan optimal sebagai hak asasi manusia
merupakan salah satu unsur kesejahteraan umum yang akan turut
menjamin terwujudnya pembangunan kesehatan dalam meningkatkan
kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang.
Untuk mencapai hal tersebut perlu diciptakan berbagai upaya untuk
meningkatkan pelayanan kesehatan dari pelayanan kesehatan ditingkat
pertama sampai di tingkat lanjutan. Rumah sakit merupakan salah satu
fasilitas kesehatan yang memberikan pelayanan dibidang kesehatan salah
satunya termasuk pelayanan pasien nyeri. Keluhan nyeri yang dirasakan
pasien merupakan alasan yang paling banyak menyebabkan pasien
memeriksakan dirinya kefasilitas kesehatan.

Nyeri adalah bentuk pengalaman sensorik dan emosional yang


tidak menyenangkan yang berhubungan dengan adanya kerusakan
jaringan atau cendrung akan terjadi kerusakan jaringan atau suatu
keadaan yang menunjukkan kerusakan jaringan. Permasalahannya saat
ini adalah nyeri sering ditangani secara kurang adekuat. Penanganan
nyeri yang kurang adekuat merupakan tindakan yang kurang manusiawi
serta dapat meningkatkan morbiditas dan mortalitas, menimbulkan
kerugian secara fisik, psikologis dan finansial. Penanganan nyeri yang
adekuat dan efektif memberikan keuntungan antara lain pasien merasa
nyaman sehingga meningkatkan kepuasan pasien, mobilisasi bisa lebih
dini, menurunkan resiko deep vein thrombosis, pemulihan lebih cepat dan
pada akhirnya akan mengurangi biaya perawatan. Pemahaman akan
mekanisme nyeri yang baik dapat meningkatkan kualitas penanganan
terhadap nyeri.

MODUL E-LEARNING MANAJEMEN NYERI 1


Penanganan nyeri telah dijadikan sebagai elemen penilaian
akreditasi rumah sakit sesuai dengan Standar Nasional Akreditasi Rumah
Sakit (SNARS) Edisi I, maupun standar akreditasi rumah sakit yang di
tetapkan oleh Joint Commission International (JCI). Rumah sakit
diwajibkan untuk membuat kebijakan, pedoman, standar pelayanan terkait
nyeri, pengelolaan pelayanan, fasilitas serta profesional pemberi asuhan
(PPA) yang menangani pasien nyeri. Profesional pemberi asuhan (PPA)
yang melayani pasien nyeri diwajibkan telah mengikuti pelatihan
penanganan pasien nyeri atau manajemen nyeri.

Untuk itu Bidang Pendidikan dan pelatihan bekerja sama dengan


TIM Nyeri RSUP Sanglah, telah menyusun modul pembelajaran
Manajemen Nyeri yang bisa digunakan sebagai bahan untuk dipelajari
pada pelatihan yang berbasis e-learning.

B. Tujuan Pembelajaran :
1. Tujuan Pembelajaran Umum
Setelah selesai membaca peserta diharapkan mempunyai
pemahaman terhadap manajemen nyeri.
2. Tujuan Pembelajaran Khusus
Setelah selesai membaca peserta diharapkan mempunyai
pemahaman terhadap :
a. Konsep nyeri.
b. Tatalaksana nyeri sesuai panduan manajemen nyeri RSUP
Sanglah Denpasar

MODUL E-LEARNING MANAJEMEN NYERI 2


C. Konsep Nyeri
1. Definisi Nyeri

Nyeri adalah bentuk pengalaman sensorik dan emosional yang


tidak menyenangkan yang berhubungan dengan adanya kerusakan
jaringan atau cendrung akan terjadi kerusakan jaringan atau suatu
keadaan yang menunjukkan kerusakan jaringan. Berdasarkan batasan
tersebut diatas, terdapat dua asumsi perihal nyeri, yaitu : Pertama, bahwa
persepsi nyeri merupakan sensasi yang tidak menyenangkan, berkaitan
dengan pengalaman emosional menyusul adanya kerusakan jaringan
yang nyata (pain with nociception). Keadaan nyeri seperti ini disebut
sebagai nyeri akut. Kedua, bahwa perasaan yang sama dapat juga terjadi
tanpa di sertai dengan kerusakan jaringan yang nyata (pain without
nociception). Keadaan nyeri seperti ini disebut sebagai nyeri kronis.

Nyeri selain menimbulkan penderitaan, juga berfungsi sebagai


mekanisme proteksi, defensif dan penunjang diagnostik. Sebagai
mekanisme proteksi, sensibel nyeri memungkinkan seseorang untuk
bereaksi terhadap suatu trauma atau penyebab nyeri sehingga dapat
menghindari terjadinya kerusakan jaringan tubuh. Sebagai mekanisme
defensif, memungkinkan untuk immobilisasi organ tubuh yang mengalami
inflamasi atau patah sehingga sensibel yang dirasakan akan mereda dan
bisa mempercepat penyembuhan. Nyeri juga dapat berperan sebagai
penuntun diagnostik, karena dengan adanya nyeri pada daerah tertentu,
proses yang terjadi pada seorang pasien dapat diketahui, misalnya nyeri
yang dirasakan oleh seseorang pada daerah perut kanan bawah,
kemungkinan pasien tersebut menderita radang usus buntu. Contoh lain,
misalnya seorang ibu hamil cukup bulan, mengalami rasa nyeri di daerah
perut, kemungkinan merupakan tanda bahwa proses persalinan sudah
mulai. Pada penderita kanker stadium lanjut, apabila penyakitnya sudah
menyebar ke berbagai jaringan tubuh seperti misalnya ke dalam tulang,

MODUL E-LEARNING MANAJEMEN NYERI 3


nyeri yang dirasakannya tidak lagi berperan sebagai mekanisme proteksi,
defensif atau diagnostik, tetapi menambah penderitaannya semakin berat.

2. Etiologi

Etiologi nyeri sangat beraneka ragam dengan lokasi nyeri yang juga
bisa terjadi di semua sistem organ tubuh dimana nyeri bisa akibat suatu
penyakit medis, trauma, paska operasi, nyeri akibat tumor, kanker atau
metastase kanker, nyeri persalinan, dsb. Secara garis besar, etiologi nyeri
dapat dirangkum sebagai berikut:
a) Nyeri fisiologis
Pada nyeri fisiologis, stimulus nyeri berlangsung singkat dan tidak
menimbulkan kerusakan jaringan. Ketika stimulus nyeri hilang, proses
di nosiseptor juga ikut hilang sehingga tidak menimbulkan kerusakan
jaringan dan proses yang berkepanjangan. Nyeri fisiologis ini penting
untuk mempertahankan kelangsungan hidup setiap makhluk sebab
sangat diperlukan dalam mengaktivasi reflek menghindari rangsangan
nyeri dan meningkatkan kewaspadaan.
b) Nyeri inflamasi / nosiseptif
Merupakan nyeri yang disebabkan suatu proses inflamasi dan
kerusakan jaringan selain jaringan saraf. Bila jaringan mengalami
inflamasi atau kerusakan, maka akan dikeluarkan berbagai macam
mediator inflamasi seperti prostaglandin, bradikinin, serotonin,
histamin, dsb. Mediator-mediator tersebut tersebut dapat mengaktivasi
dan mensensitisasi nosiseptor secara langsung dan tidak langsung
yang akan merubah stimulus nyeri dalam bentuk aksi potensial yang
akan diteruskan dari perifer ke sentral.
c) Nyeri neuropathic
Merupakan nyeri yang didahului oleh disfungsi atau lesi primer pada
sistem saraf, baik saraf perifer maupun saraf sentral. Nyeri
neuropathic antara lain : nyeri neuropati diabetika, trigeminal

MODUL E-LEARNING MANAJEMEN NYERI 4


neuralgia, post herpetika neuralgia, dll. Tanda dari nyeri neuropatik
antara lain terjadi hiperalgesia, alodynia dan nyeri spontan tiba-tiba,
dengan rasa nyeri seperti terbakar, tertusuk. Mekanism terjadinya
nyeri neuropatic sangat kompleks dan sampai sekarang belum
dipahami sepenuhnya.

3. Klasifikasi

Nyeri dapat diklasifikasi dalam berbagai cara, antara lain:


a. Menurut sumber terjadinya nyeri nosiseptif:
1) Nyeri somatik, terjadi akibat adanya eksitasi dan sensitisasi
nosiseptor di kulit dan jaringan seperti, tulang, jaringan lunak
periartikuler, sendi dan otot. Nyeri somatik ini sifatnya terlokalisir,
intermiten atau terus menerus. Nyeri somatik ditandai dengan rasa
nyeri yang tajam, sakit berdenyut atau seperti ditekan (Bloomstone
& Borsook , 2002).
2) Nyeri viseral, berawal dari nosiseptor-nosiseptor yang terdapat
pada jaringan viseral, seperti jaringan kardiovaskuler, jaringan
respirasi, jaringan gastrointestinal, dan jaringan genitourinaria.
Nosiseptor visera, tidak seperti nosiseptor kutaneus, tidak
dirancang sebagai reseptor nyeri tunggal karena organ visera
jarang terpapar dengan kerusakan yang berat. Berbagai stimuli
yang merusak (pemotongan, terbakar, clamping) tidak
menghasilkan nyeri saat diberikan pada struktur visera. Namun,
inflamasi, iskemia, peregangan mesenterikus, dilatasi atau spasme
organ berongga mungkin menghasilkan spasme yang berat. Stimuli
ini biasanya berkaitan dengan proses patologis dan nyeri yang
dihasilkan mungkin berperan sebagai pertahanan dengan
menimbulkan immobilisasi. Berbeda dengan nyeri somatik, nyeri ini
tidak terlokalisasi secara topografik, nyeri ini difus, bersifat
intermiten atau konstan, ditandai dengan rasa perih dan kram

MODUL E-LEARNING MANAJEMEN NYERI 5


b. Nyeri Neuropatik
Nyeri terjadi akibat gangguan saraf tepi dan kranial tanpa ada
kerusakan jaringan. Misalnya nyeri pada diabetes, nyeri paska infeksi
Herpes.
c. Menurut penyebabnya:
1) Nyeri onkologik / nyeri kanker
2) Nyeri non-onkologik
d. Menurut asal embriologis jaringan :
1) Referred pain : nyeri alih dari suatu organ yang dirasakan nyeri
di tempat lain, misalnya nyeri akibat infark miokard dirasakan
juga menjalar pada lengan dan jari tangan kiri
2) Phantom pain : nyeri yang terjadi pada jaringan yang memiliki
asal embriologis yang sama, misalnya akibat amputasi kaki atau
tangan yang akan tetap dirasakan sebagai nyeri.
e. Menurut derajat nyerinya : nyeri ringan, sedang, dan berat
d. Menurut timbulnya nyeri : nyeri akut dan nyeri kronik
1) Nyeri akut : penyebabnya biasanya diketahui, dapat terjadi pada
paskaoperasi, trauma, proses penyakit sebelumnya dengan
durasi relatif pendek, dan bila penyebabnya dihilangkan maka
nyeri juga akan sembuh sendirinya, dan nyeri ini lebih dikenal
dengan sebutan "simtomatik". Nyeri akut dibagi atas: Pertama,
nyeri yang muncul pada pasien, dimana sebelumnya tidak ada
nyeri kronik. Untuk pasien dengan nyeri akut tipe ini, pengobatan
ditujukan terhadap nyeri dan penyebabnya. Kedua, nyeri yang
datang tiba-tiba pada pasien yang sebelumnya sudah menderita
nyeri kronik akan tetapi nyeri akut tidak berhubungan dengan
nyeri kronik. Misalnya: pasien dengan nyeri kanker yang diderita
selama ini, kemudian menderita patah tulang tanpa berhubungan
dengan kankernya, dan mengalami nyeri. Keadaan seperti ini
selain pengobatan untuk nyeri yang lama, perlu ditambahkan
analgetik yang sesuai untuk patah tulang. Ketiga, nyeri akut

MODUL E-LEARNING MANAJEMEN NYERI 6


yang merupakan eksaserbasi nyeri kronik yang selama ini
diderita oleh pasien. Misalnya: seorang pasien dengan nyeri
kanker kronik dan mengalami nyeri patah tulang oleh karena
memberatnya penyakit. Oleh karena itu kecemasan sangat
mempengaruhi intensitas nyeri. Untuk kasus seperti ini, terapi
ditujukan untuk menurunkan kecemasan yang dapat berupa
dukungan emosional.
2) Nyeri kronik: penyebabnya sering sulit diketahui, biasanya
disertai oleh penyakit sebelumnya atau injury misalnya rematoid
artritis, osteoartritis, nyeri tulang belakang, nyeri bahu, kanker,
nyeri tetap terjadi meskipun telah terjadi penyembuhan jaringan
dalam waktu > 3 bulan, durasi panjang, dan nyeri ini lebih dikenal
dengan "penyakit". Tujuan penanganan nyeri pada nyeri kronik
adalah mengontrol nyeri, bukan menyembuhkan nyeri. Nyeri
kronik dapat berupa :
Persistent pain / Nyeri persisten : nyeri yang tetap terjadi dalam
12 jam atau lebih setiap harinya.
Breakthrough pain – bangkitan nyeri tiba-tiba yang terjadi pada
periode pengobatan dimana nyeri sebelumnya sudah dalam
keadaan terkontrol, biasanya berupa serangan nyeri yang terjadi
dalam 3 menit dan bisa bertahan sampai 30 menit atau lebih.
Klasifikasi berdasarkan nyeri akut dan nyeri kronik saat ini paling
sering digunakan pada praktek klinis sehari-hari.

MODUL E-LEARNING MANAJEMEN NYERI 7


4. Tanda dan Gejala

Tanda dan gejala klinis dari pasien dengan nyeri adalah keluhan
nyeri itu sendiri. Karena nyeri merupakan pengalaman sensorik dan
emosional yang bersifat subyektif, maka setiap pasien yang mengeluh
nyeri berarti memang benar-benar dalam keadaan nyeri. Jangan pernah
sekalipun meragukan keluhan nyeri yang disampaikan pasien. Gejala
klinis akibat nyeri yang dialamai pasien dapat berupa respon simpatis atau
parasimpatis. Pemeriksaan fisik dan gejala klinis lainnya hanya
merupakan penunjang diagnosa nyeri yang dialami pasien, dan tidak bisa
dijadikan sebagai patokan utama diagnosa nyeri.

Respon simpatis akibat nyeri antara lain :


1. Peningkatan tekanan darah
2. Takikardi
3. Pucat
4. Peningkatan frekuensi nafas
5. Spasme otot
6. Berkeringat banyak

Respon parasimpatis antara lain :


1. Penurunan tekanan darah
2. Bradikardi
3. Mual-muntah
4. Terasa lemas
5. Pucat
6. Kehilangan kesadaran

MODUL E-LEARNING MANAJEMEN NYERI 8


5. Patofisiologi Nyeri

Rangkaian proses yang menyertai antara kerusakan jaringan


(sebagai sumber stimuli nyeri) sampai dirasakannya persepsi nyeri adalah
suatu proses elektro- fisiologik, yang disebut sebagai nosisepsi
(“nociception”). Ada 4 (empat) proses yang jelas yang terjadi mengikuti
suatu proses elektro fisiologik nosisepsi, yakni :

a. Transduksi (“transduction”), merupakan proses stimuli nyeri (“naxious


stimuli”) yang diterjemahkan atau diubah menjadi suatu aktifitas listrik
pada ujung-ujung saraf.
b. Transmisi (“transmission”), merupakan proses penyaluran impuls
melalui saraf sensoris menyusul proses transduksi. Impuls ini akan
disalurkan oleh serabut saraf A delta dan serabut C sebagai neuron
pertama dari perifer ke medulla spinalis.
c. Modulasi (“modulation”), adalah proses interaksi antara sistem
analgesik endogen dengan impuls nyeri yang masuk ke kornu
posterior medula spinalis. Sistem analgesik endogen meliputi,
enkefalin, endorfin, serotonin dan noradrenalin yang mempunyai efek
menekan impuls nyeri pada kornu posterior medulla spinalis.
d. Persepsi (“perseption”), adalah hasil akhir dari proses interaksi yang
kompleks dan unik yang dimulai dari proses transduksi, transmisi dan
modulasi yang pada gilirannya menghasilkan suatu perasaan yang
subyektif yang dikenal sebagai persepsi nyeri

Rangsang nosiseptif menyebabkan respons hormonal bifasik,


artinya terjadi pelepasan hormon katabolik, sebaliknya terjadi penekanan
sekresi hormon anabolik. Hormon katabolik akan menyebabkan
hiperglikemia melalui mekanisme resistensi terhadap insulin dan proses
glukoneogenesis, selanjutnya terjadi katabolisme protein dan lipolisis.
Kejadian ini akan menimbulkan balans nitrogen negatif. Aldosteron,
kortisol, ADH menyebabkan terjadinya retensi Na dan air.

MODUL E-LEARNING MANAJEMEN NYERI 9


Gambar 1. Pejalanan signal nyeri dari perifer menuju sentral

Katekolamin merangsang reseptor nyeri sehingga intensitas nyeri


bertambah. Pelepasan Katekolamin, Aldosteron, Kortisol, ADH dan aktifasi
Angiotensin II akan menimbulkan efek langsung pada miokardium atau
pembuluh darah dan meningkatkan retensi Na dan air. Angiotensin II
menimbulkan vasokonstriksi. Katekolamin menimbulkan takikardia,
meningkatkan kontraktilitas otot jantung dan resistensi vaskuler perifir,
sehingga terjadilah hipertensi.
Bertambahnya cairan ekstra seluler di paru-paru akan menimbulkan
kelainan ventilasi perfusi. Nyeri di daerah dada atau abdomen akan
menimbulkan peningkatan tonus otot di daerah tersebut sehingga dapat
muncul resiko hipoventilasi, kesulitan bernafas dalam dan mengeluarkan
sputum, sehingga penderita mudah mengalami penyulit atelektasis dan

MODUL E-LEARNING MANAJEMEN NYERI 10


hipoksemia. Peningkatan aktifitas simpatis akibat nyeri menimbulkan
inhibisi fungsi saluran cerna. Gangguan pasase usus sering terjadi pada
penderita nyeri. Terhadap fungsi immunologik; nyeri akan menimbulkan
limfopenia, leukositosis, dan depresi RES. Akibatnya resistensi terhadap
kuman patogen rnenurun. Kemudian, terhadap fungsi koagulasi; nyeri
akan rnenimbulkan perubahan viskositas darah dan fungsi platelet,
sehingga adesivitas trombosit meningkat. Ditarnbah dengan efek
katekolamin yang menimbulkan vasokonstriksi dan immobilisasi akibat
nyeri, maka akan mudah terjadi komplikasi trombosis.

6. Faktor-faktor yang mempengaruhi nyeri


a. Usia
Usia mempengaruhi persepsi dan ekspresi seseorang terhadap nyeri.
Perbedaan perkembangan pada orang dewasa dan anak sangat
mempengaruhi bagaimana bereaksi terhadap nyeri. Anak yang masih
kecil mempunyai kesulitan dalam mengiterprestasikan nyeri, anak
akan kesulitan mengungkapkan secara verbal dan mengekspresikan
nyeri pada orang tua atau petugas kesehatan.
b. Jenis kelamin
Secara umum pria dan wanita tidak berbeda secara bermakna dalam
berespon terhadap nyeri. Beberapa kebudayaan mempengaruhi jenis
kelamin dalam memaknai nyeri.
c. Kebudayaan
Keyakinan dan nilai-nilai kebudayaan mempengruhi cara individu
mengatasi nyeri.individu mempelajari apa yang diharapkan dan apa
yang diterima oleh kebudayaan mereka. Hal ini meliputi bagaimana
berekasi terhadap nyeri (Potter & Perry, 2006)
d. Perhatian
Perhatian yang meningkat dihubungkan dengan peningkatan nyeri,
sedangkan upaya untuk mengalihkan perhatian dihubungkan dengan
penurunan sensasi nyeri. Pengalihan perhatian dilakukan dengan cara

MODUL E-LEARNING MANAJEMEN NYERI 11


memfokuskan perhatian dan kosentrasi klien pada stimulus yang lain
sehingga sensasi yang dialami klien dapat menurun (Ana Zakiyah,
2015).
e. Makna nyeri
Individu akan mempersepsikan nyeri dengan cara berbeda-beda,
apabila nyeri tersebut memberi kesan ancaman, suatu kehilangan,
hukuman, dan tantangan. Misalnya seorang wanita yang bersalin akan
mempersepseikan nyeri berbeda dengan sorang wanita yang
mengalami nyeri akibat cedera karena dipukul pasangannya. Derajat
dan kualitas nyeri akan dipersepsikan klien berhubungan dengan
makna nyeri (Potter & Perry, 2006)
f. Ansietas
Hubungan Antara ansietas dengan nyeri merupakan suatu hal yang
kompleks. Ansietas dapat meningkatkan persepsi nyeri dan
sebaliknya, nyeri juga dapat menyebabkan timbulnya ansietas bagi
klien yang mengalami nyeri. Adanya bukti bahwa system limbic yang
diyakini dapat mengendalikan emosi seseorang khususnya ansietas
juga dapat memproses reaksi emosi terhadap nyeri yaitu dapat
memperburuk atau menghilangkan nyeri.
g. Mekanisme koping
Nyeri dapat menyebabkan ketidak mampuan, baik sebagian maupun
keseluruhan/total. Klien sering kali menemukan berbagai cara untuk
mengembangkan koping terhadap efek fisik dan psikologis nyeri.
h. Keletihan
Rasa kelelahan menyebabkan peningkatan sensasi nyeri dan dapat
menurunkan kemampuan koping untuk mengatasi nyeri, apabila
kelelahan disertai dengan masalah tidur maka sensasinyeri terasa
bertambah berat.
i. Pengalaman sebelumnya
Seorang klien yang tidak pernah merasakan nyeri, maka persepsi
pertama dapat menggangu mekanisme koping terhadap nyeri, akan

MODUL E-LEARNING MANAJEMEN NYERI 12


tetapi pengalaman nyeri sebelumnya tidak selalu berarti bahwa klien
tersebut akan dengan mudah menerima nyeri pada masa yang akan
datang.
j. Dukungan keluarga dan sosial
Faktor lain yang bermakna mempengaruhi respon nyeri ialah
kehadiran orang-orang terdekat klien dan bagaimana sikap mereka
terhadap klien. Individu yang mengalami nyeri sering kali bergantung
pada anggota keluarga atau teman dekat untuk memperoleh
dukungan, bantuan atau perlindungan.

7. Efek Nyeri Terhadap Kualitas Kehidupan

Nyeri yang hebat akan menyebabkan pasien sangat menderita,


tidak mampu bergerak, tidak mampu bernafas dan batuk dengan baik,
susah tidur, tidak enak makan/dan minum, cemas, gelisah, perasaan tidak
akan tertolong dan putus asa. Keadaan seperti ini sangat menggangu
kehidupan normal penderita sehari-hari, sehingga kehidupannya menjadi
tidak bermutu baik bagi dirinya sendiri, keluarganya maupun masyarakat

D. TATA LAKSANA PASIEN NYERI

1. Anamnesa pada pasien nyeri


Manajemen nyeri yang baik tentu saja memerlukan pula kerjasama
antara dokter dan pasien yang optimal. Untuk itu, dokter perlu
mengajukan beberapa pertanyaan sehubungan dengan nyeri yang
diderita pasien, agar dokter mendapatkan informasi yang jelas, lengkap
sehingga pelayanan nyeripun dapat dilaksanakan dengan efektif, efisien
dan holistik. Berikut terdapat beberapa pertanyaan yang dapat kita berikan
pada pasien dengan nyeri akut:

MODUL E-LEARNING MANAJEMEN NYERI 13


a. Lokasi nyeri
b. Apakah nyeri yang diderita merupakan keluhan utama atau penyerta
dari penyakit lain
c. Lokasi dari nyeri, dan penyebarannya
d. Onset dan situasi yang dapat menimbulkan nyeri
e. Intensitas atau skala nyeri, saat istirahat atau bergerak, dan
perubahan skala nyeri yang terjadi akibat aktivitas tertentu
f. Karakter nyeri, seperti apakah nyeri terasa menusuk tajam, berdenyut,
rasa terbakar. Selain itu perlu dilakukan pemeriksaan sehubungan
dengan adanya tanda-tanda nyeri neuropati seperti rasa terbakar,
tertusuk, alodinia (nyeri yang timbul hanya dengan sentuhan normal)
g. Berapa lama nyeri berlangsung, apakah terus menerus atau hilang
timbul.

Selain pertanyaan tentang nyeri, beberapa hal lain yang harus


dievaluasi dari pasien sehubungan dengan kondisi medis dan psikisnya
antara lain :
a. Gejala yang berhubungan dengan nyeri seperti mual/muntah. Hal ini
dapat membantu kita mengetahui penyebab dari nyerinya dan
mengidentifikasi kebutuhan akan penanganan gejala tersebut.
b. Efek dari nyeri terhadap aktivitas, seperti gangguan tidur dan kegiatan
sehari-hari
c. Terapi yang pernah dilakukan dan efek terapi tersebut terhadap nyeri
d. Riwayat penggunan obat-obatan
e. Riwayat keluarga
f. Pemeriksaan psikososial. Adanya kecemasan, mekanisme pembelaan
ego, atau okupasi
g. Pemeriksaan fisik
h. Evaluasi terhadap disabilitas akibat nyeri

MODUL E-LEARNING MANAJEMEN NYERI 14


Pasien-pasien dengan nyeri kronis, diperlukan anamnesa lain seperti:
a. Apakah onset nyeri berhubungan dengan trauma ataukah
tersembunyi?
b. Sudah berapa lama pasien merasakan nyeri?
c. Tanyakan kepada pasien bagaimana cedera yang berhubungan
dengan nyeri tersebut terjadi?
d. Dimanakah nyeri dirasakan? (apakah lebih dari satu lokasi?)
e. Apakah pasien merasakan nyeri alih?
f. Apakah nyeri tidak terasa pada kondisi tertentu?
g. Gerakan bagaimana yang membuat nyeri bertambah?
h. Apakah ada cuaca tertentu yang membuat nyeri bertambah?
i. Hal apa yang menyembuhkan nyeri?
j. Apakah level nyeri yang dideskripsikan oleh pasien menggunakan
skala penilaian?
k. Apakah ada suatu pola nyeri ketika pasien bangun pagi harinya?
Apakah nyeri bertambah dengan berlalunya hari? Ini mengindikasikan
nyeri bertambah dengan aktivitas
l. Bagaimana efek obat analgesik terhadap nyeri?
m. Apakah nyeri membangunkan pasien?
n. Apakah pasien berespon psiko-fisiologis terhadap nyeri berat,
misalnya letargi, muntah dan perubahan mood?
o. Mintalah pasien untuk mendeskripsikan nyerinya
p. Apakah ada mati rasa maupun hilangnya kekuatan motorik yang
berkaitan dengan nyeri?
q. Apakah stimuli normal membuat nyeri bertambah, seperti misalnya
sentuhan ringan, mandi shower?
r. Apakah nyeri dapat ditolerir sehari-harinya?
s. Apakah pola nyeri tidak lazim?
t. Apakah nyeri bersifat intermittent?
u. Apakah nyerinya kronik?
v. Apakah nyeri hilang ketika pasien melakukan aktivitas sehari-hari?

MODUL E-LEARNING MANAJEMEN NYERI 15


w. Apakah nyeri tersebut memiliki komponen neuropatik atau elemen dari
‘complex regional pain syndrome’ ketika pasien mengeluh tentang
rasa nyeri terbakar yang kronik pada salah satu tungkai?
x. Apakah ada respon psiko-fisiologis terhadap nyeri?

2. Penilaian Intensitas Nyeri Pasien


a. Vas (Visual Analog Scale)
Skala numerikal dalam bentuk tertulis dikenal sebagai visual
analogue scale (VAS) dan saat ini merupakan instrumen pengukur nyeri
yang paling luas digunakan dalam praktek klinis maupun dalam penelitian.
VAS berupa suatu garis lurus horizontal dengan panjang 100 mm, pada
ujung kiri ditandai dengan tidak ada nyeri sedangkan pada ujung kanan
ditandai dengan sangat nyeri, kemudian pasien diminta untuk memberi
tanda pada garis tersebut yang kemudian akan diukur jaraknya dari
sebelah kiri. Jarak tersebut dihitung dalam satuan milimeter (mm) dan
mencerminkan tingkat nyeri yang dialami pasien. Selain dalam posisi
horizontal, VAS juga dapat diposisikan vertikal dan hasilnya tetap valid
(Coll dkk, 2004). Interpretasi nilai VAS sangat bervariasi tergantung
definisi yang digunakan. Hasil dari penilaian VAS ini dapat digunakan
sebagai salah satu pedoman dalam menyesuaikan dosis obat anti nyeri
yang diberikan (Aubrun dkk, 2003 ; Bodian dkk, 2001). Skala ini
mempunyai keuntungan oleh karena sederhana, mudah dan cepat
menggunakannya, memungkinkan pasien menentukan sendiri tingkat
nyerinya dalam rentang yang cukup lebar. Akan tetapi dalam menentukan
skala ini diperlukan konsetrasi dan koordinasi yang cukup baik sehingga
tidak dapat dipergunakan pada anak-anak (Cousin, 2005). Perubahan nilai
VAS juga mempengaruhi tingkat kepuasan pasien. Penurunan nilai VAS
kira-kira 10 mm atau 15 % dikatakan sebagai nyeri sedikit menurun,
penurunan nilai 20-30 mm atau 33% dianggap sebagai penurunan nyeri
yang bermakna dari sudut pasien dan penurunan VAS hingga 66%

MODUL E-LEARNING MANAJEMEN NYERI 16


dianggap sebagai menghilangnya nyeri yang substansial (Jensen dkk,
2003).
Interpretasi nilai VAS:
 Nyeri ringan : VAS < 40 mm
 Nyeri sedang : VAS 40-69 mm
 Nyeri berat : VAS ≥ 70 mm

b. NRS (Numerical Rating Scale)


Skala numerikal dalam kalimat verbal dikenal sebagai numerical
rating scale (NRS ), disampaikan oleh Downie pada tahun 1978, dimana
pasien diminta untuk menyatakan tingkat nyerinya dalam skala numerikal,
biasanya antara 0 – 10 dimana 0 sebagai tidak nyeri dan 10 sebagai
sangat nyeri.
Interpretasi NRS:
 Nyeri ringan : NRS 1-3
 Nyeri sedang : NRS 4-6
 Nyeri berat : NRS ≥ 7

c. Penilaian Nyeri Pada Pasien Rawat Inap:


1) Penilaian derajat nyeri dilakukan oleh perawat, dokter PPDS dan atau
DPJP minimal: setiap 6 jam untuk nyeri ringan, 1 jam untuk nyeri
sedang, dan setiap 30 menit untuk nyeri berat.
2) Bila nyeri ringan, DPJP akan langsung melakukan penanganan nyeri.
3) Bila nyeri sedang, DPJP melakukan konsultasi penanganan nyeri
kepada unit penanganan nyeri di KSM masing-masing.
4) Tim nyeri KSM melakukan evaluasi terhadap penanganan nyeri
pasien.
5) Tim nyeri KSM menjawab konsultasi DPJP dan menyatakan pasien
rawat bersama dalam penanganan nyeri bila pasien membutuhkan.

MODUL E-LEARNING MANAJEMEN NYERI 17


6) Bila nyeri berat, DPJP langsung melakukan konsultasi penanganan
nyeri kepada unit penanganan nyeri KSM Anestesi untuk
penanganan nyeri pasien.
7) Penanganan nyeri oleh tim nyeri dilaksanakan sampai nyeri
berkurang menjadi nyeri ringan yang dapat ditolerir oleh pasien dan
bila memungkinkan sampai nyeri hilang total, dan penanganan
selanjutnya diserahkan kembali kepada DPJP.
8) Pada pasien yang dilakukan operasi / pembedahan, penanganan
nyeri dimulai dari preoperasi hingga paska operasi, minimal sampai
hari ketiga paska operasi atau selama DPJP tetap mengkonsulkan
kepada tim nyeri KSM Anestesi untuk rawat bersama. (Pedoman
Manajemen Nyeri RSUP Sanglah Denpasar, 2019)

d. Penilaian Nyeri Pada Pasien Rawat Jalan:


1) Bila nyeri sedang-berat, DPJP langsung melakukan konsultasi
penanganan nyeri kepada unit penanganan nyeri KSM Anestesi
untuk penanganan nyeri pasien di poliklinik perioperatif Anestesia
(pada jam kerja) atau kepada tim jaga unit pelayanan nyeri KSM
Anestesi (diluar jam kerja)
2) Evaluasi tata laksana nyeri dan derajat nyeri dilakukan dalam 24 jam
setelah terapi dimulai
3) Bila nyeri belum hilang dengan terapi yang telah diberikan, dapat
diberikan adjuvant analgesia lainnya dan dipertimbangkan rawat inap
4) Bila nyeri telah hilang, pasien melakukan kontrol rawat jalan melalui
poliklinik.

e. Penilaian Ulang Nyeri setelah intervensi farmakologi sebagai


berikut :
1) Terapi oral: 1 jam setelah intervensi diberikan
2) Terapai Intra vena: 30 menit setelah intervensi diberikan

MODUL E-LEARNING MANAJEMEN NYERI 18


3) Terapi supositoria: 1 jam setalah intervensi diberikan dan selanjutnya
disesuaikan dengan derajat nyeri yaitu bila:
a) Nyeri ringan dilakukan asesmen setiap 6 jam
b) Nyeri sedang dilakukan asesmen setiap 60 menit
c) Nyeri berat dilakukan asesmen setiap 30 menit

3. PENANGANAN NYERI DENGAN ANALGESIA NSAID


Prosedur
a. Pemberian NSAID dapat dilakukan pada pasien dengan derajat
nyeri ringan sampai sedang sebagai kombinasi obat atau pasca
pemberian opioid, anestesi regional ataupun blok perifer
b. Pemberian dapat dilakukan secara oral ataupun intravena
c. Obat-obatan yang dapat diberikan oral contohnya:
1) Aspirin 600-1200 mg
2) Diklofenak 50-100 mg
3) Piroksikan 20-40 mg
4) Celecoxib 200-400 mg
5) Valdecoxib 20-40 mg
6) Ketorolac 30 mg
7) Paracetamol 500-1000 mg
d. Obat-obatan yang dapat diberikan intravena
1) Parecoxib 40 mg
2) Ketorolac 30 mg
3) Paracetamol 500-1000 mg
e. Awasi efek samping pemberian NSAID secara berkala

4. PENANGANAN NYERI DENGAN INTENSITAS NYERI SEDANG


Prosedur
a. Anamnesa dan evaluasi mengenai riwayat nyeri pasien secara
menyeluruh
b. Penilaian VAS 40-69 mm atau NRS 4-6.

MODUL E-LEARNING MANAJEMEN NYERI 19


c. Diberikan kombinasi obat sesuai konsep multimodal analgesia.
d. Berikan asetaminophen secara oral, bila tidak memungkinkan oral
diberikan secara parenteral, dosis 10-15 mg/kgbb setiap 4-6 jam,
dengan maksimal dosis 4 gr/24 jam (dewasa). Pemberian secara
parenteral diberikan dalam waktu 15 menit, tidak boleh lebih cepat
dari 15 menit. Tidak direkomendasikan pada pasien dengan
gangguan fungsi hati
e. Tambahkan NSAID non selektif atau NSAID selektif secara oral
ataupun parenteral sesuai indikasi dan kontraindikasi, yang
diberikan sesuai jadwal waktunya (setiap 8 atau 12 jam sekali),
tidak direkomendasikan pemberian NSAID kontinyu menggunakan
infus mikrodrip. Tidak direkomendasikan menggunakan kombinasi
2 NSAID yang segolongan.
f. Evaluasi intensitas nyeri dilakukan setelah 30-60 menit setelah
obat diberikan, bila intensitas nyeri tidak berkurang, diberikan
tambahan opioid ringan:
1) Tramadol 1-2 mg/kgbb oral atau intravena. Bila diberikan
secara intravena, jangan dibolus, berikan secara perlahan-
lahan, sebaiknya diberikan dengan drip NaCl 0,9% 100 ml.
2) Codein tablet, 10-60 mg (3 mg/kgbb/hari), maksimal 240
mg/hari diberikan dalam dosis terbagi 4-6 kali/hari.
g. Evaluasi ulang dilakukan setelah 30-60 menit, bila intensitas nyeri
berkurang menjadi nyeri ringan yang tolerable, terapi dilanjutkan
sesuai medikamentosa tersebut, tetapi bila nyeri tidak berkurang,
diberikan opioid kuat secara sistemik.
h. Pilihan opioid sistemik dapat dilihat pada protokol nyeri berat.

5. PENANGANAN NYERI DENGAN INTENSITAS NYERI BERAT


Prosedur
a. Anamnesa dan evaluasi mengenai riwayat nyeri pasien secara
menyeluruh.

MODUL E-LEARNING MANAJEMEN NYERI 20


b. Penilaian VAS ≥ 70 mm atau NRS ≥7.
c. Diberikan kombinasi obat sesuai konsep multimodal analgesia.
d. Dapat diberikan kombinasi asetaminophen, NSAID non selektif
dan selektif sesuai indikasi dan kontraindikasi seperti pada
penanganan nyeri sedang.
e. Berikan opioid kuat:
1) Morfin/fentanyl intravena menggunakan mesin Patient
Controlled Analgesia (PCA) yang didahului dengan bolus awal
morfin/fentanyl intravena untuk menurunkan intensitas nyeri
2) Regional Analgesia atau blok saraf tepi menggunakan
kombinasi anestesi lokal dan atau opioid bila memungkinkan
sesuai indikasi dan kontraindikasi.
f. Evaluasi terapi dilakukan setiap 15-30 menit untuk mencapai
penurunan intensitas nyeri berat menjadi nyeri ringan yang
tolerable.
g. Bila dengan pemberian opioid pasien masih tetap nyeri tapi telah
terjadi efek samping kearah overdosis opioid (sedasi berlebihan
dan depresi nafas), dapat diberikan tambahan obat adjuvant
seperti antikonvulsan, antidepresan, antagonis NMDA, clonidine,
dll.
h. Bila nyeri telah terkontrol dan stabil, pemberian opioid intravena
dapat dirubah menjadi opioid oral dengan konversi dosis intravena
menjadi oral sesuai dosis ekuianalgesia.

6. PENANGANAN NYERI AKUT PERIOPERATIF


Prosedur
a. Setiap pasien pada periode perioperatif harus dilakukan
penilaian secara menyeluruh untuk keperluan teknik penanganan
nyeri yang aman, efektif dan memuaskan paien
b. Penanganan nyeri dimulai dari periode preoperatif, meliputi :

MODUL E-LEARNING MANAJEMEN NYERI 21


1) Penanganan untuk mengurangi kecemasan dan nyeri yang
ada sebelum operasi
2) Melanjutkan terapi nyeri yang sudah ada atau menyesuaikan
terapi nyeri sebelumnya

3) Premedikasi sebelum operasi merupakan bagian dari


multimodal analgesia
c. Dilakukan informed consent kepada pasien tentang teknik
penanganan nyeri yang akan dilakukan mengenai keuntungan
dan resikonya.
d. Dokter spesialis anestesi dan atau PPDS I anestesi akan
menentukan teknik penanganan nyeri yang akan digunakan
berdasarkan kondisi pasien dan jenis operasi, dengan memilih
salah satu diantara tiga teknik, yaitu
1) Central Regional analgesia (spinal dan epidural ),
2) Patient controlled analgesia (PCA) dengan opioid sistemik
intravena,
3) Analgesia dengan blok saraf tepi ( blok plexus, blok
intercostal, blok TAP, dsb ).
Bila diantara ketiga teknik tersebut tidak dapat dilakukan karena
alasan tertentu, maka pilihan selanjutnya dengan menggunakan
infus kontinyu dengan syringe pump atau infusion pump.
e. Teknik penanganan nyeri oleh dokter spesialis anestesi dan atau
PPDS I anestesi dilakukan selama periode puncak inflamasi (72
jam) atau diperpanjang bila diperlukan
f. Monitoring dan dokumentasi outcome dan efek samping
penanganan nyeri dilakukan oleh perawat ruangan, dokter
jaga/MOD dan dokter spesialis anestesi:
1) Untuk nyeri ringan (VAS < 40mm atau NRS < 1-3)
dilakukan setiap 6-8 jam

MODUL E-LEARNING MANAJEMEN NYERI 22


2) Untuk nyeri sedang (Vas 40-69 mm atau NRS 4-6) setiap 2-
4 jam
3) Untuk nyeri berat (VAS >70 mm atau NRS ≥7) setiap 1-2
jam
g. Dokumentasi dilakukan di rekam medis pasien.

7. PENANGANAN NYERI PADA NEONATUS

Skala Nyeri dan Deskripsinya

Penilaian nyeri pada semua pasien neonatus (<28 hari) yang dirawat
di RS Sanglah menggunakan Neonatal Pain Assessment (NPA) ,
seperti tersebut di bawah ini :

A. FISIK
Postur/tonus Fleksi dan atau 2 Ekstensi 1
kaku/tegang
Pola tidur Agitasi atau lemas 2 Relaks 0
Ekspresi Meringis 2 Mengerutkan 1
dahi
Tangis Ya 2 Tidak 0
Warna Pucat: kehitaman 2 Merah muda 0
atau kemerahan
B. FISIOLOGIS
Laju napas Apne 2 Takipne 1
Denyut jantung Fluktuasi 2 Takikardi 1
Saturasi Desaturasi 2 Normal 0
Tekanan darah Hipo/hipertensi 2 Normal 0
C. PERSEPSI
PERAWAT
Ada nyeri 2 Tidak nyeri 0

Deskripsi :
A. FISIK
Postur/tonus 2 Fleksi dan atau Tangan mengepal, punggung tegak,
kaku/tegang tungkai aduksi, kepala dan bahu
posisi tetap
1 Ekstensi Jari-jari melebar, punggung kaku,

MODUL E-LEARNING MANAJEMEN NYERI 23


tungkai abduksi, bahu terangkat dari
tempat tidur
Pola tidur 2 Agitasi atau lemas Bangun dengan terkejut, mudah
terbangun, rewel, menggeliat, tidak
ada siklus tidur-bangun yang jelas,
mata terbuka
0 Relaks Tidur R.E.M, mata menutup
Ekspresi wajah 2 Meringis Garis kerutan alis dalam, mata
tertutup, pupil dilatasi
1 Mengerutkan dahi Garis kerutan alis ringan, mata
tertutup
Tangis 2 Ya Ketika terganggu, tidak berhenti
setelah digendong, keras, merengek
Warna 2 Pucat, kehitaman, berkeringat di
telapak tangan
0 Perfusi baik, merah muda
B. FISIOLOGIS
Laju napas 2 Apne Saat istirahat atau dalam gendongan
1 Takipne Saat istirahat
Denyut jantung 2 Fluktuasi Lebih dari normal untuk bayi ini
1 Takikardi Saat istirahat
Saturasi 2 Desaturasi Dengan atau tanpa gendongan
Tekanan darah 2 Hipertensi Saat istirahat
C. PERSEPSI
PERAWAT
2 Ya Menurut saya, bayi mengalami nyeri
0 Tidak Nyeri hanya perasaan saya

Cara Menggunakan Skor Neonatal Pain Assessment (NPA)


a. Observasi neonatus selama 15-30 detik (perilaku, warna dan
ekspresi wajah)
b. Setelah itu sentuh secara lembut anggota gerak (tangan atau kaki)
untuk menentukan tonus otot atau kekuatan
c. Berikan skor untuk masing-masing parameter perilaku, psikologi,
serta persepsi perawat
d. Setiap indikator memiliki skor 0-2, dengan total skor 0-20 (semakin
tinggi jumlah skor, semakin tinggi derajat nyeri).

MODUL E-LEARNING MANAJEMEN NYERI 24


Frekuensi Penilaian Nyeri Pada Neonatus
a. Skor NPA dasar harus dilengkapi minimal 1 kali setiap periode jaga
untuk semua neonatus di ruang intensif ataupun di ruang
perawatan khusus
b. Nilai segera skor NPA post operasi dan dilanjutkan setiap 1 jam
hingga kondisi stabil dan pemberian analgesia sudah optimal
c. Nilai skor NPA yang dilakukan setiap 4 jam, harus dicatat selama
minimal 48 jam atau sampai 48 jam setelah penghentian
analgesia.
d. Skor NPA harus dilengkapi sebelum dan selama prosedur yang
dilakukan pada neonatus
e. Nilai skala nyeri 30 menit setelah dilakukan suatu intervensi
penanganan nyeri, untuk mengetahui efektifitas terapi
f. Neonatus yang terventilasi atau mendapat analgesia, harus
memiliki skor NPA yang tercatat minimal setiap 4 jam
g. Pasien yang menggunakan ventilator dalam jangka waktu lama,
harus memiliki setidaknya 1 skor NPA pada setiap awal periode
jaga
h. Penilaian skor NPA secara rutin akan membantu pada saat proses
penghentian analgesia. Skor NPA harus dievaluasi kembali oleh
staf medis sebelum proses penghentian analgesia
i. Skor NPA yang kurang dari 5 bisa digunakan sebagai patokan
untuk penghentian analgesia, penilaian per individu tetap dilakukan
j. Jika memungkinkan, skor NPA didiskusikan antar perawat dan
antar dokter, saat operan jaga
k. Perawat dapat melakukan peniilaian nyeri lebih sering, bila
dianggap neonatus tersebut sedang mengalami nyeri.

Intervensi Yang Diperlukan :


SCORE < 5 : Pemberian Kenyamanan Keperawatan [Nursing
Comfort Measures (NCM)]

MODUL E-LEARNING MANAJEMEN NYERI 25


SCORE ≥5 : Paracetamol

SCORE >10 : NCM, paracetamol, narkotik

a. Nursing Comfort Measures (Pemberian Kenyamanan


Keperawatan)
 Reposisi, selimuti, mengusap lembut telapak kaki, berbicara
dengan bayi
 Ganti popok, pemberian empeng, tawarkan makanan atau
mainan, dan kurangi rangsang lingkungan dengan pemberian
sukrosa 25%
b. Medikamentosa
Analgetik merupakan pilihan utama terapi nyeri pada neonatus.
Obat-obatan sedatif dan hipnotik tidak memberikan efek analgetik.
Berikut merupakan obat-obatan yang dapat digunakan :
 Paracetamol
 Merupakan analgesik ringan
 Diberikan dengan dosis 10-15 mg/kg/kali
 Narkotik
Morfin
 Morfin dapat digunakan sebagai analgetik dan sedasi.
 Dosis : 0,05 – 0,2 mg/kg setiap 2-4 jam, IV/IM/SC atau drip
kontinyu dengan dosis 5-40 mcg/kgBB/menit
 Fentanyl
 Dapat digunakan sebagai analgetik, sedasi dan anestesi.
 Dosis untuk analgetik dan sedasi : 1-2 mcg/kg setiap 4-6
jam, secara IV pelan. Dapat juga diberikan secara drip
kontinu IV, dengan dosis 2 mcg/kg/jam.
 Sedatif
 Midazolam dengan dosis 1-2 mcg/kg/menit IV, bermanfaat
sebagai obat sedasi apabila nyeri telah teratasi.

MODUL E-LEARNING MANAJEMEN NYERI 26


2. Kondisi tertentu
Nyeri pada neonatus dapat ditimbulkan oleh kondisi tertentu seperti
pemasangan nasal CPAP, jalur infus intravena dan lumbal pungsi
dimana pemberian analgesik direkomendasikan untuk mencegah
nyeri tersebut. Jika memungkinkan dapat diberikan analgesia topikal
seperti EMLA atau jelly lidokain

8. PENANGANAN NYERI PADA BAYI

Prosedur

a. Penilaian dapat menggunakan Neonatal/Infant Pain Scale (NIPS)


b. Pasien berusia 28 hari – 1 tahun
c. Keluarga pasien dijelaskan mengenai prosedur penilaian yang
akan dilakukan
d. Pengamat memperhatikan dengan seksama bayi tersebut
e. Pengamat memberikan skor pada tiap item dan menjumlahkan
skor-skor tersebut
f. Skor lebih dari 4 menandakan adanya nyeri pada NIPS

Alat Penilaian Nyeri Neonatal/Infant Pain Scale (NIPS)

Direkomendasikan untuk anak usia dibawah 1 tahun.


Nilai lebih dari 3 mengindikasikan nyeri
Ekspresi Penilaian Nyeri Nilai
Ekspresi wajah
0 – Relaksasi otot Wajah tenang, ekspresi netral
1 – Meringis Otot wajah tegang, alis berkerut,
dagu, rahang, (ekspresi wajah
negatif - hidung, mulut dan alis)
Menangis
0 – Tidak menangis Diam, tidak menangis
1 -- Merengek Mengerang ringan, hilang timbul
2 – Menangis kuat Berteriak keras, kuat, melengking
terus menerus. Jika bayi terintubasi,
menangis diam dapat dilihat dari
gerakan mulut dan wajah

MODUL E-LEARNING MANAJEMEN NYERI 27


Ekspresi Penilaian Nyeri Nilai
Pola bernafas
0 – Santai, tenang Pola biasa untuk sesuai usia
1 – Perubahan pola nafas Lebih berat, tidak teratur, lebih cepat
dari biasanya, tersedak, menahan
napas
Lengan
0 – Relaks, terkendali Tidak ada kekakuan otot-otot;
gerakan acak sesekali dari lengan
1 – Fleksi atau ekstensi Tegang, kaki lurus, kaku dan atau
ekstensi cepat, fleksi
Kaki
0 – Relaks, terkendali Tidak ada kekakuan otot-otot;
gerakan acak sesekali dari kaki
1 – Fleksi atau ekstensi Tegang, kaki lurus, kaku dan atau
ekstensi cepat, fleksi
Tingkat kesadaran
0 – Tidur / sadar Tidur tenang, atau waspada
terhadap sedikit pergerakan kaki
1 – Rewel Waspada, gelisah, meronta

9. PENANGANAN NYERI PADA ANAK

Menentukan Skala Nyeri ada anak menggunakan skala prilaku nyeri


FLACC

Kategori Skor
0 1 2
Face Tidak ada Menyeringai, Dagu gemetar,
(wajah) ekspresi mengerutkan gigi gemertak
khusus, senyum dahi, tampak (sering)
tidak tertarik
(kadang-
kadang)
Legs (kaki) Normal, rileks Gelisah, tegangMenendang,
kaki tertekuk
Activity Berbaring Menggeliat, Kaku atau
(aktivitas) tenang, posisi tidak bisa diam, kejang
normal, gerakan tegang
mudah
Cry Tidak menangis Merintih, Terus menangis,
(menangis) merengek, berteriak, sering
kadang-kadang mengeluh

MODUL E-LEARNING MANAJEMEN NYERI 28


mengeluh
Consolability Rileks Dapat Sulit dibujuk
ditenangkan
dengan
sentuhan,
pelukan,
bujukan, dapat
dialihkan

Tabel 3. Intepretasi skala FLACC


NYERI Skala FLACC
Tidak nyeri 0
Nyeri ringan 1-3
Nyeri sedang 4-7
Nyeri berat 8-10

Prosedur
a. Non-Farmakologi
 Intervensi fisik: pijat, mengatur posisi, kompres hangat atau
dingin, mengurangi rangsangan
 Intervensi kognitif: memberi keyakinan, mengalih perhatian
dengan seni, musik, serta aktivitas sehari-hari
 Intervensi psikologi
b. Farmakologi
Analgesik: non-opiat dan opiat

Tabel 4. Tingkat nyeri dan jenis obat anti nyeri


Tidak ada Nyeri ringan Nyeri sedang Nyeri berat
nyeri
Parasetamol Parasetamol Parasetamol
NSAID reguler NSAID reguler
-Ibuprofen -Ibuprofen
-Ketorolak -Ketorolak
Morfin
Fentanil
Epidural

MODUL E-LEARNING MANAJEMEN NYERI 29


Tabel 5. Dosis analgesik non-opiat
Obat Dosis Interval Dosis maksimal
Parasetamol 10-15 4-6 jam 90 mg/kg/24 jam
mg/kg/kali
Ibuprofen 5-10 6-8 jam 40 mg/kg/24 jam
mg/kg/kali
Ketorolak
 Intravena 0.5 mg/kg/kali 6-8 jam 30 mg tiap 6 jam
atau 120 mg tiap
 oral (anak 10 mg 6 24 jam
>50 kg) 120 mg/24 jam

Tabel 6. Dosis inisial analgesik opiat


Obat Dosis (mg/kg)
Morfin Bolus: 0.1-0.2 mg/kg/kali setiap 2-4 jam. Dosis
maksimal 15 mg/ kali
Drip: -post operasi : 0.01-0.04 mg/kg/jam
-kanker : 0.04-0.07 mg/kg/jam
Fentanil Bolus: 1-2 mcg/kg/kali setiap 30-60 menit (bila
diperlukan)
Drip: 1.0-3.0 mcg/kg/jam

9. PENANGANAN NYERI PADA REMATOLOGI

Tujuan
a. Memberikan pedoman penatalaksanaan nyeri yang optimal di
bidang rematologi
b. Memberikan pedoman untuk edukasi kepada pasien dan keluarga
pasien.

Penatalaksanaan
a. Non-Farmakologi
1) Edukasi pasien dan keluarga pasien
2) Terapi psikologis :

MODUL E-LEARNING MANAJEMEN NYERI 30


cognitive behavioral therapy, biofeedback, latihan relaksasi,
psikoterapi suportif, terapi kelompok dan konseling
3) Rehabilitasi fisik :
Peregangan, latihan, krioterapi, elektroanalgesia
(transcutaneus electrical nerve stimulation) dan akupuntur
b. Farmakologi
1) Analgetik non opioid : asetaminofen dan NSAID
2) Analgetik opioid
3) Analgetik adjuvan atau koanalegsik :
antiepileptik (fenitoin, karbamazepin, asam valproat,
gabapentin), antidepresan (antidepresan trisiklik, selective
serotonin reuptake inhibitor), anestesi lokal

10. PENANGANAN NYERI PADA PASIEN DENGAN PENURUNAN


KESADARAN
Prosedur/Teknis Pelaksanaan
a. Penilaian nyeri harus dilakukan sesuai dengan yang dilaporkan
atau dirasakan oleh pasien karena bersifat subyektif.
b. Bila pasien berada dalam kondisi tidak sadar atau dalam
pengaruh obat sehingga tidak mampu memberitahukan kondisi
nyeri yang dialaminya, dapat digunakan penilaian yang didasari
pada tanda vital pasien (frekuensi nadi dan tekanan darah) serta
dilanjutkan dengan penilaian sikap dan perilaku pasien.
c. Penilaian ditujukan untuk mendapatkan sebuah nilai yang
nantinya akan dikonversi menjadi perkiraan intensitas nyeri yang
dialami pasien.
d. Tata cara penilaian tersebut meliputi:
1) Apabila terjadi kondisi dimana tekanan darah pasien meningkat
dan juga disertai peningkatan frekuensi nadi, maka segera
dilakukan evaluasi untuk mencari hal-hal yang dapat
menyebabkan keadaan tersebut.

MODUL E-LEARNING MANAJEMEN NYERI 31


2) Lanjutkan dengan mencari apakah ditemukan keadaan yang
mungkin menyebabkan nyeri pada pasien seperti trauma,
prosedur medis (pemasangan WSD, CVC dll), pengambilan
darah, prosedur rutin (suction, perubahan posis), pencabutan
drainage atau kateter, perawatan luka, atau pasien dengan
ventilasi mekanis.
3) Lanjutkan juga dengan penilaian menggunakan Behavioral Pain
Scale (BPS), yang meliputi:

Ekspresi Wajah
Tenang 1
Sebagian Muka menegang (Dahi mengerenyit) 2
Seluruh muka menegang (kelopak mata menutup) 3
Wajah menyeringai 4
Pergerakan atau posisi ekstremitas atas
Tenang 1
Menekuk sebagian didaerah siku 2
Menekuk total dengan disertai jari-jari mengepal 3
Menekuk total secara terus menerus 4
Toleransi terhadap ventilasi mekanik
Dapat mengikuti pola ventilasi 1
Batuk tetapi masih dapat mengikuti pola ventilasi 2
Melawan pola ventilasi 3
Pola ventilasi tidak ditoleransi 4

 Nilai < 5 berarti pasien bebas nyeri


 Nilai >5 berarti pasien mengalami nyeri yang perlu diterapi.

Penilaian menggunakan BPS dilakukan secara simultan setiap


didapati kondisi yang di anggap sebagai pemicu nyeri.

MODUL E-LEARNING MANAJEMEN NYERI 32


11. PENANGANAN NYERI PADA PASIEN GERIATRI
Prosedur
a. Penilaian derajat nyeri pada pasien geriatri dilakukan
menggunakan VAS atau Faces pain scale.
b. Pemberian terapi nyeri pada pasien geriatri harus
mempertimbangkan perubahan fisiologis berkaitan dengan
bertambahnya usia pasien, laju perubahan yang berbeda-beda
antarindividu.
c. Mempertimbangkan pengukuran nyeri yang dirasakan saat ini
pada pasien geriatri mungkin lebih bisa dipercayai dibandingkan
dengan nyeri masa lampau, khususnya pada pasien dengan
gangguan kognitif
d. Mencatat pada status penilaian derajat nyeri pasien.
e. Menentukan pilihan obat yang digunakan pada tatalaksana nyeri
pada pasien geriatri. Bila diberikan opioid, dosis opioid yang
diberikan adalah setengah dari dosis dewasa muda.
f. Paracetamol dan AINS serta COX-2 dapat diberikan dengan
pemantauan efek samping.
g. Menentukan teknik penanganan nyeri pada pasien geriatri PCA
dan analgesia lebih efektif pada pasien geriatri dibandingkan
opioid secara konvensional,
h. Melakukan evaluasi ulang secara rutin terhadap derajat nyeri
dan efektifitas terapi nyeri pada pasien geriatri, termasuk efek
samping yang muncul karena terapi tersebut.
i. Menurunkan dosis obat antinyeri pada pasien geriatri bila derajat
nyeri makin berkurang atau menghentikan terapi tersebut bila
tidak ada lagi keluhan nyeri yang bersifat permanen

MODUL E-LEARNING MANAJEMEN NYERI 33


12. PENANGANAN NYERI PADA PASIEN KRITIS DI RTI/HCU
Prosedur :
a. Penilaian nyeri pada pasien kritis mengalami nyeri segera
dilakukan penilaian intensitas nyeri dengan menggunakan
modalitas VAS (Visual Analog Score), BPS (Behavioral Pain
Scale), dan dikonfirmasi dengan keadaan klinis pasien (co/
frekuensi nadi atau tekanan darah)
b. Evaluasi juga sumber dan jenis nyerinya, apakah memang
memiliki sumber nyeri yang menetap (contoh: keganasan), akut
(luka pasca pembedahan), atau bersifat prosedural baik rutin
(suction, perawatan luka, dll) maupun non rutin (pemasangan
ETT, catheter atau drainage).
c. Evaluasi juga tatalaksana yang saat ini sedang dijalani oleh
pasien terutama apakah pasien sudah mendapatkan analgetik
sebelumnya.
d. Apabila perlu diterapi dapat digunakan regimen meliputi:
1). Penggunaan NSAID untuk nyeri ringan
 NSAID yang dapat digunakan baik dari Cox 1 seperti
asetaminophen atau cox 2 seperti ketoprofen,
dexketoprofen
2). Penggunaan NSAID disertai adjuvan opioid lemah seperti
tramadol
3). Penggunaan opioid untuk nyeri yang bersifat menengah
sampai berat
 Opioid yang dapat digunakan baik yang alami seperti
morfin atau sintetik seperti fentanyl, remifentanyl atau
golongan pethidin
4). Anestesia lokal
5). Paracetamol

MODUL E-LEARNING MANAJEMEN NYERI 34


e. Teknik pemberiannya adalah dengan menggunakan jalur
intravena, patient controlled analgesia, epidural analgesia, blok
perifer .
f. Pemilihan obat yang akan digunakan juga harus disertai
pertimbangan terhadap keadaan umum pasien, tanda vital,
penyakit yang mendasari, gangguan organ yang ada serta
keadaan alergi terhadap obat yang akan diberikan.

13. PENANGANAN NYERI PADA IBU HAMIL


Prosedur
a. Nilai derajat nyeri pasien
b. Berdasarkan assesmen nyeri pasien tentukan jenis metode
pemberian analgesi yang tepat.
c. Pertimbangkan penatalaksanaan nonfarmakologi dan
asetaminofen
d. Pertimbangkan pemakaian aspirin atau NSAID lain bila nyeri
tidak dapat ditatalaksana dengan terapi nonfarmakologi dan
asetaminophen
e. Pertimbangkan penggunaan NSAID secara seksama karena
berpotensi mengakibatkan keguguran
f. Secara garis besar pemberian opioid untuk tatalaksana nyeri
akut pada ibu hamil dinilai aman, sedangkan untuk tatalaksana
nyeri kronik pada ibu hamil, penggunaan opioid tidak dianjurkan
g. Metode pemberian analgesi yang tersedia dapat secara oral,
injeksi bolus, infuse kontinyu, infuse dengan PCA, blok perifer
kontinyu dan epidural kontinyu.

MODUL E-LEARNING MANAJEMEN NYERI 35


Tabel 1. Metode Penanganan Nyeri Persalinan
Non Farmakologi Farmakologi

Sistemik Regional

Transcutaneus Agen anestesi inhalasi Intratekal Labour


electrical nerve Analgesia
stimulation (TENS)

Relaksasi dan meditasi Analgesia opioid Combined Spinal


Epidural Analgesia
- Drip kontinyu opioid

- PCA

Modulasi suhu tubuh Non opioid analgesia Lumbar Epidural


Analgesia :

Intermiten Bolus
Epidural

Continous Infusion
Epidural

PCEA (Patient
Controlled Epidural
Analgesia)

Terapi hipnotis Peripheral Nerve Block

- Blok transversus
abdominis

- Blok pudendal

MODUL E-LEARNING MANAJEMEN NYERI 36


- Blok paraservikal

- Blok lumbar simpatis

Massage

Akupunktur

Aromaterapi

11. PENANGANAN NYERI KRONIS PADA PASIEN PALIATIF


Prosedur
Prinsip Terapi
a. Terapi nyeri harus merupakan bagian yang tergabung dalam
suatu rencana keseluruhan perawatan. Untuk itu gunakan
modalitas terapi yang sesuai dengan stadium penyakit dan
berbagai modalitas terapi untuk mengatasi nyeri digunakan
secara bersama-sama dengan pendekatan multi disipliner.
b. Assess problem psikososial serta spiritual dan segera diatasi.
c. Terapi harus konsisten , tidak berubah-ubah dan kontinyu.
d. Reassessment perlu dilakukan untuk memonitor kasiat dan efek
samping pengobatan, dilakukan setiap hari dan membuat
perubahan yang sesuai dengan progresifitas penyakitnya dan
mencegah timbulnya efek samping.
e. Menentukan hasil atau pencapaian pengobatan sehingga dapat
mengurangi nyeri yang diderita. Ditandai dengan perbaikan
fungsi fisik, perbaikan keadaan psikologis, perbaikan kualitas
tidur sehingga dapat meninggkatkan kualitas hidup penderita
Terapi
Penanganan nyeri kanker/ paliatif dibagi menjadi tiga kelompok

MODUL E-LEARNING MANAJEMEN NYERI 37


a. Terapi spesifik anti kanker yang bertujuan untuk menghilangkan
atau mengurangi ukuran tumor penyebab nyeri, terdiri dari
tindakan bedah, radioterapi, kemoterapi dan terapi hormon.
b. Prosedur non invasif , terdiri dari analgesik sistemik serta obat-
obat adjuvant, tehnik psikologis (seperti progressive relaxation,
biofeedback, behavior modification, hypnosis, other cognitive
behavioral interventions), tehnik neurostimulasi, dan terapi fisik.
c. Prosedur invasif, terdiri dari regional achieved dengan injeksi
narkotika intraspinal, prolonged regional analgesia dengan
injeksi neurolitytic agents dan ablative neurosurgical techniques.
d. Panatalaksanaan manajemen terapi mengacu pada
“Pendekatan 3-Step-Ladder WHO” .

E. KESIMPULAN

Nyeri adalah bentuk pengalaman sensorik dan emosional yang


tidak menyenangkan yang berhubungan dengan adanya kerusakan
jaringan atau cendrung akan terjadi kerusakan jaringan atau suatu
keadaan yang menunjukkan kerusakan jaringan.

Nyeri merupakan keluhan yang sangat subyektif, banyak faktor


yang mempengaruhi terhadap nyeri yang dirasakan pasien, karena hal
tersebut sebagai PPA yang akan menangani nyeri harus memahami
terlebih dahulu konsep nyeri, teknik penilaian nyeri serta tatalaksana pada
pasien nyeri. Pemahaman akan mekanisme nyeri yang baik dapat
meningkatkan kualitas penanganan terhadap nyeri.

Penanganan nyeri telah dijadikan sebagai elemen penilaian


akreditasi rumah sakit sesuai dengan Standar Nasional Akreditasi Rumah
Sakit (SNARS) Edisi I, maupun standar akreditasi rumah sakit yang di

MODUL E-LEARNING MANAJEMEN NYERI 38


tetapkan oleh Joint Commission International (JCI). Rumah sakit
diwajibkan untuk membuat kebijakan, pedoman, standar pelayanan terkait
nyeri, pengelolaan pelayanan, fasilitas serta profesional pemberi asuhan
(PPA) yang menangani pasien nyeri. Profesional pemberi asuhan (PPA)
yang melayani pasien nyeri diwajibkan telah mengikuti pelatihan
penanganan pasien nyeri atau manajemen nyeri.

Asesmen nyeri dilakukan dengan baik dan benar sehingga


penilaian nyeri yang akurat akan menjadi acuan untuk melakukan asuhan
intervensi terhadap nyeri yang dialami pasien. Asesmen awal nyeri,
tatalaksana nyeri, penilaian ulang dan monitoring pasien dilakukan sesuai
kebijakan pelayanan yang ditetapkan RSUP Sanglah Denpasar.

MODUL E-LEARNING MANAJEMEN NYERI 39


DAFTAR PUSTAKA

Ana Zakiyah. 2015. Nyeri konsep dan penatalaksanaan dalam praktik


keperawatan berbasis bukti. Jakarta. Salemba Medika.
American Pain Society. 2008. Principles of Analgesic use in acut chronic
pain. Edisi ke-6. Chicago. American Pain Society
Gde Mangku, Tjokode Gde Agung Senapathi. 2010. Buku ajar ilmu
anesthesia dan reanimasi. Jakarta. Indeks
International Association for the study of pain. 2001. Faces Pain Scale-
revised. www.iasp_pain.org.
Kozieer & Erb. 2009. Buku ajar keperawatan kritis. Edisi 5. Jakarta. EGC.
Mc Caffery, M, Pasero C. 2004. Understanding your pain: using pain rating
scale. Pain clinical manual. St. Lois, Mo . Mosby Inc.
Porth, C. M. 2004. Phatofisiology concept of altered health states. 7 th ed.
Philladelphia : Lippincott William & wilkins.
Potter, Perry. 2006. Fundamental of nursing. Edisi ke-7. St. Louis. Mosby.
Elsiever
RSUP Sanglah, 2019. Panduan Manajemen Nyeri. Denpasar.
Sherwood, L. 2011. Fisiologi manusia dari sel ke sistem. Edisi ke 2.
Jakarta. EGC

MODUL E-LEARNING MANAJEMEN NYERI 40

Anda mungkin juga menyukai