1/1/2019
BAB I
DEFINISI
A. LATAR BELAKANG
Nyeri merupakan manifestasi dari suatu proses patologis. Rasa nyeri dapat
dirasakan oleh seseorang apabila mengalami cedera atau kerusakan pada tubuh. Rasa
nyeri tersebut dapat berupa perasaan sakit seperti tertusuk jarum, terbakar atau
hantaman benda tumpul. Perasaan tersebut hanya dapat diketahui melalui ungkapan
verbal seseorang, perubahan tanda vital atau melalui pemeriksaan tertentu yang dapat
menggambarkan bentuk kerusakan yang terjadi pada tubuh seseorang.
Nyeri merupakan salah satu alasan paling umum bagi pasien untuk mencari
bantuan medis. Ini artinya sebagian besar masalah kesehatan dapat menimbulkan rasa
nyeri. Nyeri mempunyai sifat yang sangat unik karena disatu sisi nyeri akan
menimbulkan penderitaan bagi yang merasakan, tetapi disisi lain nyeri juga dapat
menunjukkan manfaatnya. Nyeri disebut bermanfaat karena merupakan indikator
kerusakan jaringan yang dapat timbul tanpa adanya penyebab yang diketahui.
Pemahaman tentang mekanisme dan fisiologi nyeri sangatlah penting sebagai landasan
menanggulangi nyeri yang diderita oleh pasien.
Rumah Sakit Umum Fandika perlu membuat panduan bagi staf pemberi
pelayanan kesehatan tentang pengelolaan nyeri pasien. Hal ini bertujuan untuk
meningkatkan mutu pelayanan kesehatan di Rumah Sakit Umum Fandika. Dalam
panduan pengelolaan nyeri ini meliputi cara melakukan asessmen nyeri dan
pengelolaan nyeri yang dilakukan pada pasien yang dirawat di Rumah Sakit Umum
Fandika.
B. TUJUAN
1. Tujuan Umum
Untuk meningkatkan kualitas pelayanan Rumah Sakit Umum Fandika terhadap
pasien dan keluarga pasien.
2. Tujuan Khusus
a. Identifikasi pasien dengan keluhan nyeri;
b. Optimalisasi pengkajian/asesmen nyeri;
c. Optimalisasi manajemen nyeri dengan kolaborasi dokter;
d. Mengurangi level nyeri pasien Rumah Sakit Umum Fandika;
e. Meningkatkan kenyamanan pasien dalam perawatan di rumah sakit;
f. Sebagai acuan untuk staf pemberi layanan kesehatan dalam mengelola nyeri
pasien di Rumah Sakit Umum Fandika;
g. Menyeragamkan cara pengelolaan nyeri pasien di Rumah Sakit Umum Fandika.
C. SASARAN
Sasaran dari panduan ini yaitu semua staf pemberi pelayanan kesehatan di
Rumah Sakit Umum Fandika.
BAB II
RUANG LINGKUP
b) Nyeri Kronik
Nyeri kronik diartikan sebagai nyeri yang menetap melebihi proses yang
terjadi akibat penyakitnya atau melebihi waktu yang dibutuhkan untuk
penyembuhan, biasanya 1 atau 6 bulan setelah onset, dengan kesulitan
ditemukannya patologi yang dapat menjelaskan tentang adanya nyeri atau
tentang mengapa nyeri tersebut masih dirasakan setelah proses penyembuhan
selesai.1,3 Nyeri kronik juga diartikan sebagai nyeri yang menetap yang
mengganggu tidur dan kehidupan sehari-hari, tidak memiliki fungsi protektif,
serta menurunkan kesehatan dan fungsional seseorang. Penyebabnya bermacam-
macam dan dipengaruhi oleh factor multidimensi, bahkan pada beberapa kasus
dapat timbul secara de novo tanpa penyebab yang jelas.Nyeri kronik dapat
berupa nyeri nosiseptif atau nyeri neuropatik ataupun keduanya.
Nyeri kronik sering di bagi menjadi nyeri kanker (pain associated with
cancer) dan nyeri bukan kanker (chronic non-cancer pain, CNCP). Banyak ahli
yang berpendapat bahwa nyeri kanker diklasifikasi terpisah karena komponen
akut dan kronik yang dimilikinya, etiologinya yang sangat beragam, dan berbeda
dalam secara signifikan dari CNCP baik dari segi waktu, patologi dan strategi
penatalaksanaannya.Nyeri kanker ini disebabkan oleh banyak faktor yaitu karena
penyakitnya sendiri (invasi tumor ke jaringan lain, efek kompresi atau invasi ke
saraf atau pembuluh darah, obstruksi organ, infeksi ataupun radang yang
ditimbulkan), atau karena prosedur diagnostik atau terapi (biopsy, post operasi,
efek toksik dari kemoterapi atau radioterapi).
1. Tahap Trasduksi
a. Stimulus akan memicu sel yang terkena nyeri untuk melepaskan mediator
kimia (prostaglandin, bradikinin, histamin, dan substansi P) yang mensensitisasi
nosiseptor.
b. Mediator kimia akan berkonversi menjadi impuls-impuls nyeri elektrik.
2. Tahap Transmisi
a. Nyeri merambat dari serabut saraf perifer (serabut A-delta dan serabut C) ke
medula spinalis.
b. Transmisi nyeri dari medula spinalis ke batang otak dan thalamus melalui jaras
spinotalamikus (STT) mengenal sifat dan lokasi nyeri.
c. Impuls nyeri diteruskan ke korteks sensorik motorik, tempat nyeri di
persepsikan.
3. Tahap Persepsi
a. Tahap kesadaran individu akan adanya nyeri.
b. Memunculkan berbagai strategi perilaku kognitif untuk mengurangi kompenen
sensorik dan afektif nyeri.
4. Tahap Modulasi
a. Disebut juga tahap desenden.
b. Fase ini neuron di batang otak mengirim sinyal-sinyal kembali ke medulla spinalis.
c. Serabut desenden itu melepaskan substansi (opioid, serotonin, dan norepinefrin)
yang akan menghambat impuls asenden yang membahayakan di bagian dorsal
medula spinalis.
BAB III
TATA LAKSANA
A. PRINSIP
1) Pasien diusahakan mengalami pengalaman nyeri yang minimal selama dirawat.
2) Proses anamneses keluhan dan assessment nyeri hingga penatalaksanaannya serta
assessment ulangnya
Perawat atau bidan menerima keluhan nyeri pasien, kemudian melakukan
assessment nyeri tersebut. Perawat atau bidan melaporkan keluhan nyeri tersebut
kepada dokter penanggung jawab pasien (DPJP) dan melakukan penanganan nyeri
setelah mendapat advice dari dokter. Setelah melakukan penanganan terhadap nyeri,
perawat atau bidan melakukan assesment ulang terhadap pasien. Apabila pasien masih
merasakan nyeri maka perawat atau bidan melaporkan kepada DPJP.
dengan cara bertanya kepada pasien apakah terdapat keluhan nyeri dan dimana lokasi
nyeri. Pelaksanaan Skrining nyeri dilakukan pada saat:
1) pasien masuk atau melakukan kunjungan layanan kesehatan ( IGD dan Poliklinik
Rawat Jalan),
2) saat terdapat Perubahan Satus Medis,
3) saat sebelum, selama dan sesudah Prosedur tindakan dilakukan.
Pelaksanaan skrining nyeri pada pasien yang tidak sadar atau tidak kompeten bisa
dilakukan langsun g dengan menggunakan instrument penilaian nyeri sesuai kebutuhan
pasien (BPS, PAINAD, CPS). Sedangkan pada pasien anak dibawah usia 10 tahun dan
terdapat gangguan kognitif menggunakan instrument Nyeri FLACC. Skrining nyeri
dilakukan oleh petugas medis dan didokumentasikan ke dalam Rekam Medis.
Asessment nyeri dilakukan oleh perawat atau bidan yang nantinya akan
dilaporkan kepada Dokter Penanggung Jawab (DPJP). Pelaksanaan assessment nyeri
bisa secara rutin yaitu ketika perawat melakukan kunjungan ke pasien kemudian
pasien mengatakan keluhan nyeri. Selain itu, assessment nyeri dapat dilakukan
secara insidentil yaitu ketika pasien merasakan nyeri diluar visite dokter atau
perawat kemudian keluarga melaporkan keluhan nyeri tersebut kepada perawat
atau bidan
2. Pengkajian Nyeri
Pengkajian ini merupakan langkah awal yang dilakukan untuk mendeteksi pasien
yang mengalami nyeri secara langsung.Pengkajian ini bisa dilakukan pada saat pasien
masuk atau periksa ke layanan kesehatan, adanya perubahan status medis, dan
selama atau setelah dilakukan prosedur tindakan. Dalam hal ini pengkajian nyeri
dibagi menjadi 2 yaitu;
a. Pengkajian Kualitatif
Pengkajian dengan menggunakan akronim OPQRST
Bagaimanakah keefektifannya ?
b. Pengkajian Kuantitatif
Pengakajian kuantitatif bisa dilakukan dengan menggunakan instrument
berupa kuesioner dan lembar observasi. Pada pengkajian nyeri ini disesuaikan
dengan populasi antara lain:
Ekspresi Wajah :
Tangisan
Menerus
Pola Nafas
Tungkai
1: Fleksi / Biasa
Tingkat
Kesadaran Tenang tidur lelap/ bangun
1: Gelisah
Interpretasi
Sakit
2 : Kaki menendang-nendang
Normal
MENANGIS Mengeluh
Mengeluh
BICARA
ATAU
SUARA
Total skor
SKALA NYERI
0 Tidak nyeri
3 Seperti perih
4 Seperti keram
4 – 6 (Nyeri sedang)
7 – 10 (Nyeri berat)
Skala numeric hanya dapat digunakan pada pasien dewasa dan pasien
dalam kondisi sadar serta dapat berkomunikasi dengan baik, sehingga
pasien dapat mengatakan / memilih angka untuk melambangkan intensitas
nyeri yang dirasakannya Maka dalam pengkajian nyeri pemilihan instrumen
sangat penting, dan harus disesuaikan dengan umur dan kondisi pasien.
Pengkajian nyeri BPS ini ditujukan pada pasien kritis atau penurunan
kesadaran. Komponen penilaian BPS terdiri dari tiga item, yaitu ekspresi
wajah, pergerakan bibir atas dan komplians terhadap ventilator. Skor dari
masing- masing item tersebut antara skor 1-4, dengan nilai total dari BPS
berada dalam rentang skor 3 (tidak nyeri) sampai skor 12 (sangat nyeri).
Kelebihan dari instrumen BPS adalah dapat digunakan pada pasien yang
terintubasi dan tidak terintubasi pada pasien kritis di ICU.
Items Deskripsi Skor
kelopak mata
Meringis 4
pada jari
Retraksi permanen 4
Melawan ventilator 3
ventilator
Materi 0 1 2 Nilai
Hiperventilasi Hiperventilasi
pendek panjang.
Pernafasan
cheyne stokes.
Menentang
ketakutan,
cemberut
gelisah mendorong
menjauh,
memukul keluar
sentuhan
Total
a. Kewaspadaan
b. Ketenangan
c. Distress pernapasan
d. Menangis
e. Pergerakan
f. Tonus otot
g. Tegangan wajah
h. Tekanan darah basal
i. Denyut jantung basa
Kategori Skor
3 – gelisah
5 – hiper alert
Ketenangan 1 – tenang
2 – agak cemas
3 – cemas
4 – sangat cemas
5 – panic
Tersedak
Menangis
2 – terisak-isak
3 – meraung
4 – menangis
5 – berteriak
tonus otot
Kaki
Kaki
Nyata
terlihat nyata
Interpretasi:
8) CRIES Scala
Parameter Nilai
Garis
2 : anak terjaga
Total Skor
Asessmen awal di poliklinik di rawat jalan dilakukan pada semua pasien baru
atau pasien yang melakukan kunjungan baru dan hasilnya didokumentasikan di form
asessmen awal keperawatan /kebidanan rawat jalan.
Asessmen ulang nyeri dilakukan pada semua pasien rawat inap sesuai dengan
kebutuhan pasien dan hasilnya didokumentasikan pada lembar asessmen awal
keperawatan rawat inap. Selanjutnya asessmen ulang nyeri dapat dilakukan kembali
sesuai kebutuhan pasien, dan hasilnya didokumentasikan dalam lembar CPPT
(Catatan Perkembangan Pasien Terintegrasi).
Berikut tabel asessmen ulang nyeri lanjutan:
7 – 10 Per 30 menit
8 – 10 Per 30 menit
7 – 10 Per 30 menit
5 BPS (behavioural Pain Sacale) 3–6 Per 8 jam
7 – 10 Per 6 jam
11 - 12 Per 30 menit
17 – 26 Per 4 – 6 jam
27 – 45 Per 30 menit
5- 6 Per 4 – 6 jam
7 – 10 30 me anit
Nb : Jika pasien tidak ada nyeri atau skala nyeri 0 untuk asessment ulang
nyeri bisa dilakukan jika terjadi perubahan kondisi, contoh pasien masuk
ICU, Pasien menjalani operasi, dilakukan prosedur invansif,dll.
D. MANAJEMEN NYERI
1. Manajemen Nyeri Non farmakologi
a) Manajemen Nyeri Pada Bayi
Minor
diketahui preterm
diketahui dikombinasikan
manis
diketahui
Peringatan diketahui
Peringatan diketahui
Minor n
dikombinasikan dengan
Distraksi
Perawat dianjurkan
dianjurkan
tua dianjurkan
pasien
i. Masase kulit
Masase kulit dapat memberikan efek penurunan kecemasan
dan ketegangan otot. Rangsangan masase otot ini dipercaya akan
merangsang serabut berdiameter besar, sehingga mampu memblok
atau menurunkan implus nyeri.
ii. Kompres
Kompers panas dingin, selain menurunkan sensasi nyeri juga
dapat meningkatkan prosrs penyernbuhan jaringan yang mengalami
kerusakan.
iii. Imobilisasi
Imobilisasi terhadap organ tubuh yang mengalami nyeri hebat
mungkin dapat meredakan nyeri.Kasus seperti rheumatoid arthritis
mungkin memerlukan teknik untuk mengatasi nyeri.
iv. Distraksi
Distraksi merupakan pengalihan dari fokus perhatian terhadap
nyeri. Teknik distraksi terdapat beberapa macam yaitu : distraksi visual,
distraksi pendengaran, distraksi pernafasan, distraksi intelektual,
teknik pernafasan, imajinasi terbimbing.
v. Relaksasi
Relaksasi otot rangka dipercaya dapat menurunkan nyeri
dengan merelaksasikan ketegangan otot yang mendukung rasa nyeri.
Teknik relaksasi mungkin perlu diajarkan beberapa kali agar mencapai
hasil yang normal.
a. Digunakan untuk nyeri ringan dan sedang adalah obat golongan non opioid
seperti aspirin, asetaminofen, atau AINS, ini diberikan tanpa obat
tambahan lain. Jika nyeri masih menetap atau meningkat.
b. Ditambah dengan opioid, untuk non opioid diberikan dengan atau tanpa
obat tambahan lain. Jika nyeri terus-menerus atau intensif.
c. Meningkatkan dosis potensi opioid atau dosisnya sementara dilanjutkan
non opioid dan obat tambahan lain.
1. Nyeri Akut
a. Karaktristik: nyeri akut biasanya datang secara tiba-tiba, umunya berkaitan dengan
cidera spesifik, jika kerusakan tidak lama terjadi dan tidak ada kerusakan sistemik,
nyeri akut biasanya menurun sejalan dengan penyembuhan. Nyeri akut
berlangsung beberapa detik hingga enam bulan.
Perioperative Nyeri pada pasien bedah karena Bedah kepala dan leher
Ortopedi
akut.
kimia.
Suturing
b. Manajemen nyeri
akut Tujuan :
1) Mengurangi nyeri sampai pada level / skala yang dapat diterima (skala
ringan).
2) Member fasilitas penyembuhan dari penyakit atau cedera yang diderita.
3) Intervensi awal untuk mengontrol nyeri.
Relaksasi
Imagery
Teknik Distraksi
Relaksasi
Imagery
Teknik Distraksi
Hypnosis
Akupuntur
Massage / pijat
Trauma Istirahat
Relaksasi
Hypnosis
Teknik distraksi
Relaksasi
Teknik distraksi
Imagery
Terapi music
Massage
Relaksasi
Teknik pernafasan
Teknik distraksi
ANALGESICS
operasi) bupivacain)
penyembuhan
(regionalized atau oral selama fase selama fase emergency (sangat jarang
trauma)
jarang)
Sedang
Ketamine
(morphine, fentanyl,
dan hydromorphone)
2. Nyeri Kronis
a. Tujuan Umum Manajemen
1) Mengurangi penderitaan, termasuk nyeri dan masalah emosional.
2) Meningkatkan / memperbaiki fungsi fisik, sosial, vocational dan
recreational.
3) Mengoptimalkan kesehatan, termasuk kesejahteraan psikologis.
4) Memperbaiki kemampuan koping (misal mengembangkan strategi
pertolongan diri, mengurangi ketergantungan pada sistem asuhan
kesehatan) dan hubungan dengan yang lain (misal keluarga, teman,
tenaga kesehatan).
b. Strategi Manajemen Nyeri Kronis
1) Pengobatan dari kelas obat yang berbeda (terapi obat kombinasi).
2) Terapi rehabilitasi (misal terapi fisik, terapi okupasional) dan
pengobatan.
3) Anestesi regional (misal blockade neural) dan pengobatan
4) Manajemen interdisiplin, misalnya:
Edukasi Pasien Konseling nyeri, factor penyebab dan yang bisa mengurangi
lainnya
psikologis
spinal fision.
hypnosis, akupuntur.
Sickle cell desease Massage, psikoterapi, teknik nafas dalam dan relaksasi,
Psikoterapi, relaksasi.
inhibitor
(misal cyclobenzaprine).
inhibitor cyclobenzaprine).
Sickle cell Paracetamol, NSAIDs Short or Sedative anxiolytics
Opioids
(misal cyclobenzaprine).
nifedipin) codein)
TCAs Dehydroergotamine,
NSAIDs rizapritan,
Naratriptan
Dehydroergotamine,
inhalasi oksigen
3. Nyeri Kanker
Penyebab rasa nyeri pada penderita kanker antara lain invasi langsung tumor
pada jaringan tubuh disekitar tumor; nyeri akibat metastase tulang; osteoporotic
tulang dan nyeri degenerative pada pasien lanjut usia; obstruksi visceral; tekanan
pada saraf dan invasi pembuluh darah; penyempitan pembuluh darah; inflamasi.
pituitary axis
Rute pemberian:
d. Pendekatan Psikolologi
Pendekatan psikologi dalam manajemen nyeri kanker dilakukan dengan
melatih keterampilan / mekanisme koping pasien terhadap masalah nyeri yang
dihadapi. Contoh intervensi yang dapat dilakukan adalah:
1) Latihan relaksasi
2) Latihan pernafasan diafragma
3) Guided Imagery
4) Stimulasi aktivitas dan pemahaman terhadap konsep diri dalam menghadapi
situasi.
BAB IV
DOKUMENTASI
1. Asessmen awal nyeri ditulis di form Asessmen Awal Keperawatan Gawat Darurat ,
Asessmen Awal Keperawatan / Kebidanan Rawat Jalan , Asessmen Awal
Keperawatan / Kebidanan Rawat Inap. Dilakukan di UGD, Poliklinik Rawat Jalan, IKB,
Rawat Inap.