Anda di halaman 1dari 35

2019

PANDUAN ASESMEN NYERI

RUMAH SAKIT UMUM


FANDIKA
Jl. H.M.Hasan Gayo, Lingkungan Temil
Blang Kolak 1 Bebesen

Telp. / Fax : 0643 – 21880 Takengon, Aceh Tengah

1/1/2019
BAB I

DEFINISI

A. LATAR BELAKANG

Nyeri merupakan manifestasi dari suatu proses patologis. Rasa nyeri dapat
dirasakan oleh seseorang apabila mengalami cedera atau kerusakan pada tubuh. Rasa
nyeri tersebut dapat berupa perasaan sakit seperti tertusuk jarum, terbakar atau
hantaman benda tumpul. Perasaan tersebut hanya dapat diketahui melalui ungkapan
verbal seseorang, perubahan tanda vital atau melalui pemeriksaan tertentu yang dapat
menggambarkan bentuk kerusakan yang terjadi pada tubuh seseorang.

Nyeri merupakan salah satu alasan paling umum bagi pasien untuk mencari
bantuan medis. Ini artinya sebagian besar masalah kesehatan dapat menimbulkan rasa
nyeri. Nyeri mempunyai sifat yang sangat unik karena disatu sisi nyeri akan
menimbulkan penderitaan bagi yang merasakan, tetapi disisi lain nyeri juga dapat
menunjukkan manfaatnya. Nyeri disebut bermanfaat karena merupakan indikator
kerusakan jaringan yang dapat timbul tanpa adanya penyebab yang diketahui.
Pemahaman tentang mekanisme dan fisiologi nyeri sangatlah penting sebagai landasan
menanggulangi nyeri yang diderita oleh pasien.

Rumah Sakit Umum Fandika perlu membuat panduan bagi staf pemberi
pelayanan kesehatan tentang pengelolaan nyeri pasien. Hal ini bertujuan untuk
meningkatkan mutu pelayanan kesehatan di Rumah Sakit Umum Fandika. Dalam
panduan pengelolaan nyeri ini meliputi cara melakukan asessmen nyeri dan
pengelolaan nyeri yang dilakukan pada pasien yang dirawat di Rumah Sakit Umum
Fandika.

B. TUJUAN

1. Tujuan Umum
Untuk meningkatkan kualitas pelayanan Rumah Sakit Umum Fandika terhadap
pasien dan keluarga pasien.

2. Tujuan Khusus
a. Identifikasi pasien dengan keluhan nyeri;
b. Optimalisasi pengkajian/asesmen nyeri;
c. Optimalisasi manajemen nyeri dengan kolaborasi dokter;
d. Mengurangi level nyeri pasien Rumah Sakit Umum Fandika;
e. Meningkatkan kenyamanan pasien dalam perawatan di rumah sakit;
f. Sebagai acuan untuk staf pemberi layanan kesehatan dalam mengelola nyeri
pasien di Rumah Sakit Umum Fandika;
g. Menyeragamkan cara pengelolaan nyeri pasien di Rumah Sakit Umum Fandika.
C. SASARAN

Sasaran dari panduan ini yaitu semua staf pemberi pelayanan kesehatan di
Rumah Sakit Umum Fandika.
BAB II

RUANG LINGKUP

A. JENIS – JENIS NYERI


1. Berdasarkan Durasi
a) Nyeri Akut
Nyeri akut diartikan sebagai pengalaman tidak menyenangkan yang
kompleks berkaitan dengan sensorik, kognitif dan emosional yang berkaitan
dengan trauma jaringan, proses penyakit, atau fungsi abnormal dari otot atau
organ visera. Nyeri akut berperan sebagai alarm protektif terhadap cedera
jaringan. Reflek protektif (reflek menjauhi sumber stimuli, spasme otot, dan
respon autonom) sering mengikuti nyeri akut.Secara patofisiologi yang mendasari
dapat berupa nyeri nosiseptif ataupun nyeri neuropatik.

b) Nyeri Kronik
Nyeri kronik diartikan sebagai nyeri yang menetap melebihi proses yang
terjadi akibat penyakitnya atau melebihi waktu yang dibutuhkan untuk
penyembuhan, biasanya 1 atau 6 bulan setelah onset, dengan kesulitan
ditemukannya patologi yang dapat menjelaskan tentang adanya nyeri atau
tentang mengapa nyeri tersebut masih dirasakan setelah proses penyembuhan
selesai.1,3 Nyeri kronik juga diartikan sebagai nyeri yang menetap yang
mengganggu tidur dan kehidupan sehari-hari, tidak memiliki fungsi protektif,
serta menurunkan kesehatan dan fungsional seseorang. Penyebabnya bermacam-
macam dan dipengaruhi oleh factor multidimensi, bahkan pada beberapa kasus
dapat timbul secara de novo tanpa penyebab yang jelas.Nyeri kronik dapat
berupa nyeri nosiseptif atau nyeri neuropatik ataupun keduanya.

Nyeri kronik sering di bagi menjadi nyeri kanker (pain associated with
cancer) dan nyeri bukan kanker (chronic non-cancer pain, CNCP). Banyak ahli
yang berpendapat bahwa nyeri kanker diklasifikasi terpisah karena komponen
akut dan kronik yang dimilikinya, etiologinya yang sangat beragam, dan berbeda
dalam secara signifikan dari CNCP baik dari segi waktu, patologi dan strategi
penatalaksanaannya.Nyeri kanker ini disebabkan oleh banyak faktor yaitu karena
penyakitnya sendiri (invasi tumor ke jaringan lain, efek kompresi atau invasi ke
saraf atau pembuluh darah, obstruksi organ, infeksi ataupun radang yang
ditimbulkan), atau karena prosedur diagnostik atau terapi (biopsy, post operasi,
efek toksik dari kemoterapi atau radioterapi).

2. Berdasarkan Proses Patologis


1) Nyeri Nosiseptif
Nyeri nosiseptif adalah nyeri yang disebabkan oleh adanya stimuli noksius
(trauma, penyakit atau proses radang).Dapat diklasifikasikan menjadi nyeri
viseral, bila berasal dari rangsangan pada organ viseral, atau nyeri somatik, bila
berasal dari jaringan seperti kulit, otot, tulang atau sendi. Nyeri somatik sendiri
dapat diklasifikasikan menjadi dua yaitu superfisial (dari kulit) dan dalam (dari
yang lain).Pada nyeri nosiseptik system saraf nyeri berfungsi secara normal,
secara umum ada hubungan yang jelas antara persepsi dan intensitas stimuli dan
nyerinya mengindikasikan kerusakan jaringan.
Perbedaan yang terjadi dari bagaimana stimuli diproses melalui tipe
jaringan menyebabkan timbulnya perbedaan karakteristik.Sebagai contoh nyeri
somatik superfisial digambarkan sebagai sensasi tajam dengan lokasi yang jelas,
atau rasa terbakar.Nyeri somatik dalam digambarkan sebagai sensasi tumpul yang
difus. Sedang nyeri viseral digambarkan sebagai sensasi cramping dalam yang
sering disertai nyeri alih (nyerinya pada daerah lain).
2) Nyeri neuropatik
Nyeri neuropatik adalah nyeri dengan impuls yang berasal dari adanya
kerusakan atau disfungsi dari sistim saraf baik perifer atau pusat.Penyebabnya
adalah trauma, radang, penyakit metabolik (diabetes mellitus, DM), infeksi
(herpes zooster), tumor, toksin, dan penyakit neurologis primer.Dapat
dikategorikan berdasarkan sumber atau letak terjadinya gangguan utama yaitu
sentral dan perifer. Dapat juga dibagi menjadi peripheral mononeuropathy dan
polyneuropathy, deafferentation pain, sympathetically maintained pain, dan
central pain.

Nyeri neuropatik sering dikatakan nyeri yang patologis karena tidak


bertujuan atau tidak jelas kerusakan organnya.Kondisi kronik dapat terjadi bila
terjadi perubahan patofisiologis yang menetap setelah penyebab utama nyeri
hilang. Sensitisasi berperan dalam proses ini. Walaupun proses sensitisasi sentral
akan berhenti bila tidak ada sinyal stimuli noksius, namun cedera saraf dapat
membuat perubahan di SSP yang menetap. Sensitisasi menjelaskan mengapa
pada nyeri neuropatik memberikan gejala hiperalgesia, alodinia ataupun nyeri
yang persisten.

Nyeri neuropatik dapat bersifat terus menerus atau episodik dan


digambarkan dalam banyak gambaran seperti rasa terbakar, tertusuk, shooting,
seperti kejutan listrik, pukulan, remasan, spasme atau dingin. Beberapa hal yang
mungkin berpengaruh pada terjadinya nyeri neuropatik yaitu sensitisasi perifer,
timbulnya aktifitas listrik ektopik secara spontan, sensitisasi sentral, reorganisasi
struktur, adanya proses disinhibisi sentral, dimana mekanisme inhibisi dari sentral
yang normal menghilang, serta terjadinya gangguan pada koneksi neural, dimana
serabut saraf membuat koneksi yang lebih luas dari yang normal.

B. TAHAPAN FISIOLOGI NYERI


Fisiologis nyeri dibagi menjadi beberapa tahapan yaitu:

1. Tahap Trasduksi
a. Stimulus akan memicu sel yang terkena nyeri untuk melepaskan mediator
kimia (prostaglandin, bradikinin, histamin, dan substansi P) yang mensensitisasi
nosiseptor.
b. Mediator kimia akan berkonversi menjadi impuls-impuls nyeri elektrik.
2. Tahap Transmisi
a. Nyeri merambat dari serabut saraf perifer (serabut A-delta dan serabut C) ke
medula spinalis.
b. Transmisi nyeri dari medula spinalis ke batang otak dan thalamus melalui jaras
spinotalamikus (STT) mengenal sifat dan lokasi nyeri.
c. Impuls nyeri diteruskan ke korteks sensorik motorik, tempat nyeri di
persepsikan.
3. Tahap Persepsi
a. Tahap kesadaran individu akan adanya nyeri.
b. Memunculkan berbagai strategi perilaku kognitif untuk mengurangi kompenen
sensorik dan afektif nyeri.
4. Tahap Modulasi
a. Disebut juga tahap desenden.
b. Fase ini neuron di batang otak mengirim sinyal-sinyal kembali ke medulla spinalis.
c. Serabut desenden itu melepaskan substansi (opioid, serotonin, dan norepinefrin)
yang akan menghambat impuls asenden yang membahayakan di bagian dorsal
medula spinalis.
BAB III

TATA LAKSANA

A. PRINSIP
1) Pasien diusahakan mengalami pengalaman nyeri yang minimal selama dirawat.
2) Proses anamneses keluhan dan assessment nyeri hingga penatalaksanaannya serta
assessment ulangnya
Perawat atau bidan menerima keluhan nyeri pasien, kemudian melakukan
assessment nyeri tersebut. Perawat atau bidan melaporkan keluhan nyeri tersebut
kepada dokter penanggung jawab pasien (DPJP) dan melakukan penanganan nyeri
setelah mendapat advice dari dokter. Setelah melakukan penanganan terhadap nyeri,
perawat atau bidan melakukan assesment ulang terhadap pasien. Apabila pasien masih
merasakan nyeri maka perawat atau bidan melaporkan kepada DPJP.

B. TATA LAKSANA SKRINING NYERI


Skrining nyeri merupakan kegiatan yang dilakukan dalam mendeteksi nyeri yang
diderita pasien baik secara kualitatif maupun kuantitatif. Skrining nyeri dilakukan

dengan cara bertanya kepada pasien apakah terdapat keluhan nyeri dan dimana lokasi
nyeri. Pelaksanaan Skrining nyeri dilakukan pada saat:

1) pasien masuk atau melakukan kunjungan layanan kesehatan ( IGD dan Poliklinik
Rawat Jalan),
2) saat terdapat Perubahan Satus Medis,
3) saat sebelum, selama dan sesudah Prosedur tindakan dilakukan.

Pelaksanaan skrining nyeri pada pasien yang tidak sadar atau tidak kompeten bisa
dilakukan langsun g dengan menggunakan instrument penilaian nyeri sesuai kebutuhan
pasien (BPS, PAINAD, CPS). Sedangkan pada pasien anak dibawah usia 10 tahun dan
terdapat gangguan kognitif menggunakan instrument Nyeri FLACC. Skrining nyeri
dilakukan oleh petugas medis dan didokumentasikan ke dalam Rekam Medis.

C. ASSESMENT DAN INSTRUMENT NYERI


1. Pelaksanaan Assesment Nyeri
Assessment nyeri dilakukan terutama terhadap pasien :

1) Pasien dengan keluhan nyeri.


2) Pasien yang mengalami trauma.
3) Pasien post operasi.

Asessment nyeri dilakukan oleh perawat atau bidan yang nantinya akan
dilaporkan kepada Dokter Penanggung Jawab (DPJP). Pelaksanaan assessment nyeri
bisa secara rutin yaitu ketika perawat melakukan kunjungan ke pasien kemudian
pasien mengatakan keluhan nyeri. Selain itu, assessment nyeri dapat dilakukan
secara insidentil yaitu ketika pasien merasakan nyeri diluar visite dokter atau
perawat kemudian keluarga melaporkan keluhan nyeri tersebut kepada perawat
atau bidan
2. Pengkajian Nyeri
Pengkajian ini merupakan langkah awal yang dilakukan untuk mendeteksi pasien
yang mengalami nyeri secara langsung.Pengkajian ini bisa dilakukan pada saat pasien
masuk atau periksa ke layanan kesehatan, adanya perubahan status medis, dan
selama atau setelah dilakukan prosedur tindakan. Dalam hal ini pengkajian nyeri
dibagi menjadi 2 yaitu;

a. Pengkajian Kualitatif
Pengkajian dengan menggunakan akronim OPQRST

Onset Kapan nyeri mulai dirasakan?berapa lama telah

berlangsung dan seberapa sering terjadinya?

Provoking Apakah yang menyebabkan nyeri? Apa yang menyebabkan

nyeri semakin membaik atau memburuk ?

Quality Bagaimana rasa nyerinya? Dapatkah saudara menjelaskan

Region/Radiation Dimanakah nyeri dirasakan? Menyebar kemana?

Severity Bagaimanakah intensitas nyeri dirasakan? Dapat

menggunakan Skala nyeri 0-10

Timing/Treatment Apakah nyeri dirasakan terus – menerus? Apakah nyeri

hilang timbul? Apakah memburuk pada waktu tertentu?

Apakah jenis obat atau perawatan yang telah digunakan?

Bagaimanakah keefektifannya ?

Apakah saudara merasakan efek samping dari medikasi atau


perawatan tersebut?

b. Pengkajian Kuantitatif
Pengakajian kuantitatif bisa dilakukan dengan menggunakan instrument
berupa kuesioner dan lembar observasi. Pada pengkajian nyeri ini disesuaikan
dengan populasi antara lain:

1) NIPS (Neonatal Infant Pain Scale)

Pengkajian nyeri dengan metode ini digunakan untuk neonatus


dengan kelahiran preterm atau aterm.Penilaian ini terdiri dari ekspresi
wajah, tangisan, pola nafas, tungkai, tingkat kesadaran.

Kriteria Asessment Nyeri

Ekspresi Wajah :

0 : Otot Rileks Wajah tenang, ekspresi netral

1 : meringis Otot wajah tegang, alis berkerut

Tangisan

0: Tidak Menangis Tenang, tidak menangis

1: Merengek Menangis lemah intermitten

2: Menangis Keras Menangis kencang, melengking terus-

Menerus

( catatan : menangis tanpa suara dikasih skor

bila bayi dipasang intubasi )

Pola Nafas

0: Relaks Bernafas bisa

1:Perubahan nafas Tarikan irreguller, lebih cepat disbanding

biasa, menahan nafas, tersedak

Tungkai

0: Relaks tidak ada ketegangan otot, gerakan tungkai

1: Fleksi / Biasa

Ekstensi tegang kaku

Tingkat
Kesadaran Tenang tidur lelap/ bangun

0: Tidur Bangun Sadar atau gelisah

1: Gelisah

Interpretasi

Skor 0 : tidak perlu intervensi

Skor 1 – 3 : intervensi non farmakologis

Skor 4 – 5 :terapi farmakogis non opiod

Skor 6 – 7 : terapi opiod

2) FLACC (Face, Legs, Activity, Cry, Consolability)


Penilaian nyeri ini untuk anak berumur dibawah 10 tahun dan
anak – anak dengan gangguan kognitif yang belum bisa
mendiskripsikan tingkat nyeri yang dirasakannya.Penilaian nyeri ini
dilakukan dengan menggunakan skala ekspresi wajah, posisi kaki,
aktifitas, menangis serta bicara atau bersuara.

SKALA FLACC NILAI

0 : Ekspresi wajah normal

1 : Ekpresi wajah, kadang menangis menahan sakit

WAJAH 2 : Sering menangis, menggertakan gigi menahan

Sakit

0 : Posisi kaki normal atau rileks

KAKI 1 : Posisi kaku, gelisah

2 : Kaki menendang-nendang

0 : Berbaring tenang , posisi normal, gerakan

Normal

AKTIVITAS 1 : Gelisah, berguling-guling

2 : Kaku, gerakan abnormal ( posisi tubuh

melengkung atau gerakan menyentak )


0 : Tidak Menangis ( tenang )

1 : Mengerang atau merengek, kadang-kadang

MENANGIS Mengeluh

2 :Menangis terus menerus, menjerit, sering kali

Mengeluh

0 : Bicara atau bersuara normal, sesuai usia

BICARA

1 : Tenang setelah dipegang, dipeluk, digendong

ATAU

atau diajak bicara

SUARA

2 : Sulit di tenangkan dengan kata-kata atau pelukan

Total skor

3) Wong Baker FACES Pain Scale


Pengkajian skala nyeri Wong Baker dapat digunakan pada pasien anak
dengtan umur > 10 tahun dan juga dapat digunakan pada pasien dewasa
dengan syarat tidak terdapat gangguan kognitif dan komunikasi.

Skala wajah Wong Baker menggunakan 6 kartun wajah, yang


menggambarkan wajah tersenyum, wajah sedih, sampai menangis,
dan tiap wajah ditandai dengan angka 0 sampai 10. Skala Wong
Baker ini dapat mengatasi kesulitan yang ditemui pada cara-cara
penilaian nyeri yang lain yaitu dalam menilai spektrum tidak
adanyeri (pada skalaWong Baker ini: tidak ada nyeri berarti ekivalen
dengan senang).
Contoh kegiatan assessment nyeri yang dilakukan perawat
kepada pasien dengan menggunakan skala Wong Baker.

Perawat: Bapak, saya memiliki 6 gambar wajah yang berbeda, masing


– masing gambar wajah menggambarkan rasa nyeri yang berbeda – beda,
gambar paling kiri menunjukkan tidak merasa nyeri sama sekali dan gambar
paling kanan menunjukkan rasa nyeri yang teramat sangat atau nyeri yang
paling hebat, misalnya tangan terpotong. Nah, menurut bapak gambar yang
mana yang paling menggambarkan rasa nyeri yang bapak rasakan?

Nb: perawat dalam menjelaskan tidak boleh menyebutkan angka

4) NRS (Numeric Rating Scale)

Digunakan pada usia 8 tahun – dewasa yang dapat menggambarkan


nyeri. Skala ini menggunakan angka-angka 0 sampai 10 untuk
menggambarkan tingkat nyeri dengan dua ujung ekstrim digunakan pada
skala ini, 0 = tidak ada nyeri & 10 = nyeri berat ( bisa juga dengan
mengambarkan rasa nyeri pada masing-masing angka tersebut ). Contoh
gambaran nyeri skala Numeric Rating Scale:

SKALA NYERI

0 Tidak nyeri

1 Seperti gatal, tersetrum / nyut-nyut

2 Seperti melilit atau terpukul

3 Seperti perih

4 Seperti keram

5 Seperti tertekan atau tergesek

6 Seperti terbakar atau ditusuk-tusuk

7 – 10 Sangat nyeri tetapi dapat dikontrol oleh klien

dengan aktivitas yang biasa dilakukan.


Keterangan : 1 – 3 (Nyeri ringan)

4 – 6 (Nyeri sedang)

7 – 10 (Nyeri berat)

Skala numeric hanya dapat digunakan pada pasien dewasa dan pasien
dalam kondisi sadar serta dapat berkomunikasi dengan baik, sehingga
pasien dapat mengatakan / memilih angka untuk melambangkan intensitas
nyeri yang dirasakannya Maka dalam pengkajian nyeri pemilihan instrumen
sangat penting, dan harus disesuaikan dengan umur dan kondisi pasien.

Berikut contoh kegiatan assessment nyeri yang dilakukan perawat


kepada pasien dengan menggunakan Skala Numeric Rating .

Perawat: Bapak, saya memiliki angka 0 – 10 , masing – masing angka


menggambarkan rasa nyeri yang berbeda – beda, angka 0 menunjukkan
tidak merasa nyeri sama sekali dan angka 10 menunjukkan rasa nyeri yang
teramat sangat atau nyeri yang paling hebat, misalnya tangan terpotong.
Nah, menurut bapak dari angka 0 - 10 yang mana yang paling
menggambarkan rasa nyeri yang bapak rasakan?

5) BPS (behavioural Pain Scale)

Pengkajian nyeri BPS ini ditujukan pada pasien kritis atau penurunan
kesadaran. Komponen penilaian BPS terdiri dari tiga item, yaitu ekspresi
wajah, pergerakan bibir atas dan komplians terhadap ventilator. Skor dari
masing- masing item tersebut antara skor 1-4, dengan nilai total dari BPS
berada dalam rentang skor 3 (tidak nyeri) sampai skor 12 (sangat nyeri).
Kelebihan dari instrumen BPS adalah dapat digunakan pada pasien yang
terintubasi dan tidak terintubasi pada pasien kritis di ICU.
Items Deskripsi Skor

Ekspresi Wajah Santai 1

Sedikit mengerutkan dahi 2

Mengerut sampai menutup 3

kelopak mata

Meringis 4

Pergerakan Tidak ada pergerakan 1

ekstermitas atas Sedikit membungkuk 2

Membungkuk penuh pada fleksi 3

pada jari

Retraksi permanen 4

Kompensasi terhadap Mentoleransi pergerakan 1

Ventilator Batuk dengan pergerakan 2

Melawan ventilator 3

Tidak mampu mengotrol 4

ventilator

6) PAINAD ( Pain Asessment in Advanced Dementia )


Pengkajian nyeri ini dilakukan pada lansia dengan gangguan kognitif.
Total skor berkisar antara 0-10 poin. Interpretasi yang mungkin dari skor
adalah: 1-3 = nyeri ringan, 4-6 = nyeri sedang, 7-10 = nyeri berat.

Materi 0 1 2 Nilai

Bernafas bebas Normal Terkadang sulit Bising

dengan suara bernafas. pernafasan.

Hiperventilasi Hiperventilasi

dengan periode Dengan periode

pendek panjang.

Pernafasan

cheyne stokes.

Suara negative Tidak Terkadang Masalah

mengerang atau panggilan keluar

merintih. yang diulang.

Tingkat bicara Merintih keras

negative rendah atau mengerang.

atau kualitas Menangis

Menentang

Ekspresi wajah Tersenyum Sedih, Wajah meringis

ketakutan,

cemberut

Bahasa tubuh Santai Tegang, Kaku, mengepal

tertekan, ,lutut ditarik ke

mondar mandir, atas, menarik/

gelisah mendorong

menjauh,

memukul keluar

Konsolabilitas Tidak Bingung atau Tidak dapat

(respon ketika butuh ditenangkan terhibur,

dihibur / dihibur dengan dengan mengalihkan atau

ditenangkan) suara atau menenangkan

sentuhan
Total

7) Comfort Pain Scale


Penggunaan comfort pain scale pada penilaian nyeri dilakukan:

a. Pasien post operasi yang masih dalam pengaruh sedasi.


b. Pasien yang disedasi untuk ditenangkan ( supaya tidak nyeri ).
c. Pasien – pasien yang secara kognitif terganggu.

Instruksi: terdapat 9 kategori dengan setiap kategori memiliki skor 1-5,


dengan skor total antara 9 – 45.

a. Kewaspadaan
b. Ketenangan
c. Distress pernapasan
d. Menangis
e. Pergerakan
f. Tonus otot
g. Tegangan wajah
h. Tekanan darah basal
i. Denyut jantung basa

Kategori Skor

Kewaspadaan 1 – tidur pulas / nyenyak

2 – tidur kurang nyenyak

3 – gelisah

4 – sadar sepenuhnya dan waspada

5 – hiper alert

Ketenangan 1 – tenang

2 – agak cemas

3 – cemas

4 – sangat cemas

5 – panic

Distress 1– tidak ada respirasi spontan dan tidak ada batuk

Pernapasan 2– respirasi spontan dengan sedikit / tidak ada

respons terhadap ventilasi

3–kadang-kadang batuk atau terdapat Tahanan


4– sering batuk, terdapat tahanan /

perlawanan terhadap ventilator


Terhadap ventiasi
5–melawan secara aktif terhadap

ventilator, batuk terus-menerus /

Tersedak

Menangis 1–bernapas dengan tenang, tidak

Menangis

2 – terisak-isak

3 – meraung

4 – menangis

5 – berteriak

Pergerakan 1 – tidak ada pergerakan

2– kedang-kadang bergerak perlahan

3 – sering bergerak perlahan

4 – pergerakan aktif / gelisah

5 – pergrakan aktif termasuk badan dan Kepala

Tonus otot 1 – otot relaks sepenuhnya, tidak ada

tonus otot

2 – penurunan tonus otot

3 – tonus otot normal

4– peningkatan tonus otot dan fleksi jari tangan dan

Kaki

5 – kekakuan otot ekstrim dan fleksi jari tangan dan

Kaki

Tegangan wajah 1–otot wajah relaks sepenuhnya

2–tonus otot wajah normal, tidak

terlihat tegangan otot wajah yang

Nyata

3–tegangan beberapa otot wajah

terlihat nyata
Interpretasi:

Nilai 9 – 16 : mengindikasikan pemberian sedasi /analgetik yang


terlalu dalam

Nilai 17 – 26 : mengindikasikan pemberian sedasi / analgetik


yang sudah optimal

Nilai 27 – 45 : mengindikasikan pemberian sedasi / analgetik


yang tidak adekuat

8) CRIES Scala

Skala yang digunakan untuk mengkaji nyeri pada kehamilan > 38


minggu. Karakteristik penilaian antara lain terdiri dari tangisan,
kebutuhan oksigen, perubahan tanda- tanda vital,ekspresi wajah,
pemberian nilai tehadap status tidur . kemungkinan nilai maksimal 10.
Jika nilai CRIES > 4, assessment nyeri harus dilakukan lebih lanjut, dan
pemberian analgesik diindikasikan untuk nilai 6 atau lebih tinggi. Berikut
adalah instrument penilain nyeri CRIES :

Parameter Nilai

Menangis – tangisan khas sakit bernada tinggi

0 : tidak menangis atau menangis dengan nada rendah

1 : menangis keras tetapi bayi masih bisa ditenangkan

2 : menagis keras tetap bayi tidak bisa ditenangkan

Kebutuhan O₂ dengan SPO₂ <95 % - Bayi yang

mengalami nyeri menunjukkan penuran oksigensi.

Pertimbangan penyebab lain seperti hipoksemia,

oversedasi, atelectasis, pneumotoraks

0 : tidak memerlukan oksigenasi

1 : membutuhkan oksigenasi < 30 %

2 : membutuhkan oksigenasi >30%

Peningkatan tanda vital ( Tekanan Darah dan Nadi)-

mengambil tekanan darah terakhir dapat

membangunkan anak sehingga membuat penilaian


menjadi sulit

0 : baik tekanan darah atau nadi tidak berubah atau

kurang dari garis

1 : nadi atau tekanan darah meningkat tetapi

peningkatan < 20 % dari garis

2 : nadi atau tekanan darah menngkat > 20 % melewati

Garis

Ekspresi – ekspresi wajah yang dikaitkan dengan rasa sakit


adalah meringis. Karakteristik meringis dapat diartikan
seperti alis menurun, mata menutup perdarahan pada
hidung – labia dalam atau bibir dan mulut terbuka

0 : tidak tampak meringis

1 : tampak meringis sendiri

2 : meringis dan tidak tampak tangisan yang menjerit

Tidak dapat tidur – dinilai berdasarkan status bayi selama


satu jam sebelum skor yang dicatat ini

0 : anak tidur terus menerus

1 : anak terbangun dengan intensitas sering

2 : anak terjaga

Total Skor

C. TATA CARA ASESSMENT NYERI


Assesment awal nyeri dilakukan di IGD dan Poliklinik Rawat Jalan setelah
pasien dilakukan skrining nyeri dan ditemukan adanya nyeri .Untuk asessment awal di
IGD dilakukan pada semua pasien yang datang berkunjung / melakukan pemeriksaan
di IGD, dan hasilnya didokumentasikan di form asessmen awal keperawatan gawat
darurat.

Asessmen awal di poliklinik di rawat jalan dilakukan pada semua pasien baru
atau pasien yang melakukan kunjungan baru dan hasilnya didokumentasikan di form
asessmen awal keperawatan /kebidanan rawat jalan.

Asessmen ulang nyeri dilakukan pada semua pasien rawat inap sesuai dengan
kebutuhan pasien dan hasilnya didokumentasikan pada lembar asessmen awal
keperawatan rawat inap. Selanjutnya asessmen ulang nyeri dapat dilakukan kembali
sesuai kebutuhan pasien, dan hasilnya didokumentasikan dalam lembar CPPT
(Catatan Perkembangan Pasien Terintegrasi).
Berikut tabel asessmen ulang nyeri lanjutan:

No Instrumen Nyeri Skor Monitoring

1 NIPS 1-3 Per 8 jam

4-5 Per 4 - 6 jam

6-7 Per 30 menit

2 FLACC 1–3 Per 8 jam

4–6 Per 4 - 6 jam

7 – 10 Per 30 menit

3 Wong Baker scala 2- 4 Per 8 jam

6-8 Per 6 jam

8 – 10 Per 30 menit

4 NRS (Numeric Rating Scale) 1-3 Per 8 jam

4-6 Per 6 jam

7 – 10 Per 30 menit
5 BPS (behavioural Pain Sacale) 3–6 Per 8 jam

7 – 10 Per 6 jam

11 - 12 Per 30 menit

6 PAINAD 1–3 Per 8 jam

4–6 Per 6 jam

7 -10 Per 30 menit

7 Comfort Pain Scala 9 – 16 Per 8 Jam

17 – 26 Per 4 – 6 jam

27 – 45 Per 30 menit

8 CRIES SCALA 1– 4 Per 8 jam

5- 6 Per 4 – 6 jam

7 – 10 30 me anit

Nb : Jika pasien tidak ada nyeri atau skala nyeri 0 untuk asessment ulang
nyeri bisa dilakukan jika terjadi perubahan kondisi, contoh pasien masuk
ICU, Pasien menjalani operasi, dilakukan prosedur invansif,dll.
D. MANAJEMEN NYERI
1. Manajemen Nyeri Non farmakologi
a) Manajemen Nyeri Pada Bayi

Tindakan Prosedur Pembedahan Keterangan

Minor

Menyusui Disarankan Tidak dianjurkan Neoatus – 12 bulan

Skin to skin care Disarankan Efek belum Sebagian besar

diketahui preterm

Menghisap dot Disarankan Efek belum Efektif

diketahui dikombinasikan

dengan larutan yang

manis

Bedong Disarankan Efek belum

diketahui

Merubah posisi Dengan Efek belum

Peringatan diketahui

Music Dengan Efek belum

Peringatan diketahui

b) Manajemen Nyeri Pada Anak


Tindakan Prosedur Pembedaha Keterangan

Minor n

Nafas Dalam Efek belum Disarankan Dengan menggunakan

Diketahui terapi nyeri yang

dikombinasikan dengan

Distraksi

Dikstrasi Disarankan Tidak Menurun (self report)

Perawat dianjurkan

Dikstrasi – Anak Disarankan Tidak Menurun (self report)

dianjurkan

Dikstrasi orang Disarankan Tidak

tua dianjurkan

Informasi Disarankan Efek belum Efektive dengan catatan

persiapan diketahui observasi nyeri dan nadi

pasien

c) Manajemen nyeri non farmakologi pada dewasa


Penatalaksanaan non farmakologis terdiri dari berbagai tidakan penanganan
nyeri berdasarkan stimulasi fisik maupun perilaku kognitif.

i. Masase kulit
Masase kulit dapat memberikan efek penurunan kecemasan
dan ketegangan otot. Rangsangan masase otot ini dipercaya akan
merangsang serabut berdiameter besar, sehingga mampu memblok
atau menurunkan implus nyeri.

ii. Kompres
Kompers panas dingin, selain menurunkan sensasi nyeri juga
dapat meningkatkan prosrs penyernbuhan jaringan yang mengalami
kerusakan.

iii. Imobilisasi
Imobilisasi terhadap organ tubuh yang mengalami nyeri hebat
mungkin dapat meredakan nyeri.Kasus seperti rheumatoid arthritis
mungkin memerlukan teknik untuk mengatasi nyeri.

iv. Distraksi
Distraksi merupakan pengalihan dari fokus perhatian terhadap
nyeri. Teknik distraksi terdapat beberapa macam yaitu : distraksi visual,
distraksi pendengaran, distraksi pernafasan, distraksi intelektual,
teknik pernafasan, imajinasi terbimbing.

v. Relaksasi
Relaksasi otot rangka dipercaya dapat menurunkan nyeri
dengan merelaksasikan ketegangan otot yang mendukung rasa nyeri.
Teknik relaksasi mungkin perlu diajarkan beberapa kali agar mencapai
hasil yang normal.

2. Manajemen Nyeri dengan terapi Farmakologi


Terapi obat yang efektif untuk nyeri seharusnya memiliki resiko relatif rendah,
tidak mahal, dan onsetnya cepat.WHO menganjurkan tiga langkah bertahap dalam
penggunaan analgesik.Langkahnya :

a. Digunakan untuk nyeri ringan dan sedang adalah obat golongan non opioid
seperti aspirin, asetaminofen, atau AINS, ini diberikan tanpa obat
tambahan lain. Jika nyeri masih menetap atau meningkat.
b. Ditambah dengan opioid, untuk non opioid diberikan dengan atau tanpa
obat tambahan lain. Jika nyeri terus-menerus atau intensif.
c. Meningkatkan dosis potensi opioid atau dosisnya sementara dilanjutkan
non opioid dan obat tambahan lain.

E. TATA LAKSANA MANAJEMEN NYERI BERDASARKAN JENIS NYERI

1. Nyeri Akut
a. Karaktristik: nyeri akut biasanya datang secara tiba-tiba, umunya berkaitan dengan
cidera spesifik, jika kerusakan tidak lama terjadi dan tidak ada kerusakan sistemik,
nyeri akut biasanya menurun sejalan dengan penyembuhan. Nyeri akut
berlangsung beberapa detik hingga enam bulan.

TIPE / SUMBER DEFINISI SUMBER ATAU CONTOH

Penyakit Akut Nyeri yang disebabkan oleh  Appendicitis, renal colic,

penyakit akut. myocardial infarction

Perioperative Nyeri pada pasien bedah karena  Bedah kepala dan leher

(termasuk post terpapar penyakit, prosedur  Bedah dada dan dinding


operasi) pembedahan (missal terpasang Dada

drain, selang NGT, Komplikasi)  Bedah abdomen

atau keduanya.  Bedah vaskuler dan

Ortopedi

Post traumatic Termasuk nyeri local atau  Kecelakaan sepeda motor

(trauma mayor) keseluruhan pada bagian tubuh

yang disebabkan oleh cedera

akut.

Tebakar Nyeri yang disebabkan oleh  Api, terpapar zat kimia

terpapar suhu atau terbakar zat

kimia.

Procedural Nyeri yang berhubungan dengan  Bone marrow biopsy,

(prosedur infasif) pemeriksaan diagnostic atau endoscopy, catheter

prosedur terapi medis. placement, circumcision,

chest tube placement,

Suturing

Obstetrics Nyeri yang berhubungan dengan  Persalinan pervagina atau

kehamilan dan persalinan. operasi cesarean section

b. Manajemen nyeri
akut Tujuan :
1) Mengurangi nyeri sampai pada level / skala yang dapat diterima (skala
ringan).
2) Member fasilitas penyembuhan dari penyakit atau cedera yang diderita.
3) Intervensi awal untuk mengontrol nyeri.

Intervensi non Farmakologis untuk nyeri akut:

TIPE / SUMBER NYERI INTERVENSI


Penyakit Akut  Edukasi pasien tentang nyeri

 Relaksasi

 Imagery

 Teknik Distraksi

Nyeri Perioperatif  Edukasi pasien tentang nyeri

 Relaksasi

 Imagery

 Teknik Distraksi

 Hypnosis

 Akupuntur

 Massage / pijat

Trauma  Istirahat

 Relaksasi

 Hypnosis

 Teknik distraksi

Luka Bakar  Edukasi pasien

 Relaksasi

 Teknik distraksi

 Imagery

 Terapi music

Prosedur Invasif  Immobilisasi

 Massage

Obstetri  Edukasi pasien

 Relaksasi

 Teknik pernafasan
 Teknik distraksi

Intervensi Farmakologis nyeri akut:

SUMBER NYERI NON OPIOIDS OPIOIDS ADJUVANT

ANALGESICS

Penyakit akut Paracetamol, NSAIDs Systemic opioid

Perioperatif Paracetamol, NSAIDs Systemic opioid, Local anestesi

(termasuk post termasuk PCA (lidocain,

operasi) bupivacain)

Trauma mayor Paracetamol, NSAIDs Bolus IV Opioids IV Ketamin

(generalized pain) selama fase selama fase emergency, (sangat jarang

penyembuhan post IV atau peroral Opioids digunakan)

trauma selama fase

penyembuhan

Trauma mayor NSAIDs (parenteral Bolus atau IV opioids IV Ketamin

(regionalized atau oral selama fase selama fase emergency (sangat jarang

pain) penyembuhan post digunakan)

trauma)

Luka Bakar Paracetamol, NSAIDs Dosis tinggi atau IV Parenteral

selama fase Opioids (misal ketamin (sangat

rehabilitasi morphin, Fentanil) jarang), IV


lidocain (sangat

jarang)

Trauma Minor Paracetamol, NSAIDs Opioids untuk nyeri

ringan sampai nyeri

Sedang

Prosedur invasive NSAIDs untuk IV opioids (morphine, Local anestesi

analgesic sebelum Hidromorphone, (lidocain,

dan setelah prosedur fentanyl) bupivacaine), IV

Ketamine

Obstetri Bolus IV Opioids

(morphine, fentanyl,

dan hydromorphone)

2. Nyeri Kronis
a. Tujuan Umum Manajemen
1) Mengurangi penderitaan, termasuk nyeri dan masalah emosional.
2) Meningkatkan / memperbaiki fungsi fisik, sosial, vocational dan
recreational.
3) Mengoptimalkan kesehatan, termasuk kesejahteraan psikologis.
4) Memperbaiki kemampuan koping (misal mengembangkan strategi
pertolongan diri, mengurangi ketergantungan pada sistem asuhan
kesehatan) dan hubungan dengan yang lain (misal keluarga, teman,
tenaga kesehatan).
b. Strategi Manajemen Nyeri Kronis
1) Pengobatan dari kelas obat yang berbeda (terapi obat kombinasi).
2) Terapi rehabilitasi (misal terapi fisik, terapi okupasional) dan
pengobatan.
3) Anestesi regional (misal blockade neural) dan pengobatan
4) Manajemen interdisiplin, misalnya:
Edukasi Pasien Konseling nyeri, factor penyebab dan yang bisa mengurangi

nyeri, strategi pengelolaan nyeri, factor gaya hidup yang

mungkin mempengaruhi nyeri (misal pengguna nikotin,


alcohol, dll).

Pendekatan Terapi modalitas (misal jalan – jalan, peregangan, olah raga

rehabilitasi fisik untuk meningkatkan kekuatan dan daya tahan.

Pendekatan fisik Massage / pijat, akupuntur.

lainnya

Terapi Nonopioids, Opioids, anti depressant, obat antipileptik,

farmakologis stimulant, antihistamin.

Anestesi regional Blok sistem saraf (diagnostic, somatic, sympatethic, visceral,

trigger point) dan atau intraspinal analgesic (misal opioids,

clonidin, baclofen, anestesi local).

Pendekatan latihan relaksasi, hypnosis, kemampuan koping

psikologis

Surgery Noeuroablation, neurolysis, microvascular decompression.

Intervensi Non farmakologis nyeri kronis:

TIPE NYERI INTERVENSI

Nyeri Arthritis  Pembedahan: arthroscopy, synovectomy, osteotomy dan

spinal fision.

 ROM, massage, akupuntur, suplemen nutrisi

Low Back Pain  Pembedahan: laminectomy, diskectomy, lumber fusion,

(LBP) lumber stabilization.

 Olah raga, radiofrekuensi, akupuntur, terapi manipulasi.


Fibromyalgia  Massage, aerobic peregangan, psikoterapi, relaksasi,

hypnosis, akupuntur.

Sickle cell desease  Massage, psikoterapi, teknik nafas dalam dan relaksasi,

distraksi, imagery, meditasi, akupuntur.

Neuropati perifer  Pembedahan vaskuler untuk insufisiensi vaskuler.

 Psikoterapi, relaksasi.

Migrain dan sakit  Massage, relaksasi

kepala tipe lain

Intervensi farmakologis nyeri kronis:

TIPE NYERI NON OPIOIDS OPIOIDS ADJUVAN

Nyeri Arthritis Paracetamol, NSAIDs, Short term Corticosteroid

selectif COX-2 opioids

inhibitor

Low Back Pain Paracetamol, NSAIDs, Short term Amitriptilin, gabapentin,

(LBP) selectif COX-2 Opioids carbamazapin, short

inhibitor acting muscle relaxan

(misal cyclobenzaprine).

Fibromyalgia Paracetamol, NSAIDs, Opioids, Amitriptilin, short acting

selectif COX-2 Tramadol muscle relaxan (misal

inhibitor cyclobenzaprine).
Sickle cell Paracetamol, NSAIDs Short or Sedative anxiolytics

desease long term

Opioids

Neuropati Paracetamol, NSAIDs Short term Amitriptilin, gabapentin,

perifer Opioids carbamazapin, short

acting muscle relaxan

(misal cyclobenzaprine).

Manajemen farmakologis nyeri kepala:

TIPE NYERI KEPALA PROPHILAKSIS ARBOTIVE

Migraine  AEDs (gabapentin)  NSAIDs

 BBs (propranolol)  Kombinasi Opioid

 CCBs (Verapamil, (paracetamol dengan

nifedipin) codein)

 TCAs  Dehydroergotamine,

 NSAIDs rizapritan,

Naratriptan

Tension TCAs Paracetamol, NSAIDs

Cluster CCBs, Corticosteroid, AEDs Ergotamine,

Dehydroergotamine,

inhalasi oksigen

3. Nyeri Kanker
Penyebab rasa nyeri pada penderita kanker antara lain invasi langsung tumor
pada jaringan tubuh disekitar tumor; nyeri akibat metastase tulang; osteoporotic
tulang dan nyeri degenerative pada pasien lanjut usia; obstruksi visceral; tekanan
pada saraf dan invasi pembuluh darah; penyempitan pembuluh darah; inflamasi.

a. Prinsip umum manajemen nyeri kanker meliputi:


1) Mempunyai komitmen dalam membebaskan penderitaan dan menawarkan
kesembuhan.
2) Melakukan asessmen dengan seksama atau teliti atas keluhan nyeri pasien
dan kepada pasien.
3) Menggunakan pendekatan bertahap dalam pengobatan (WHO ladder) adalah
cara terbaik.
4) Bekerja sebagai tim dalam menangani nyeri kanker, menggunakan beragam
terapi dan multidisiplin profesi.
5) Mengobati dengan layak untuk membebaskan rasa nyeri ketika menunggu
hasil pemeriksaan atau investigasi.
6) Pemberian obat regular menurut nyeri yang dirasakan terus menerus atau
bertahap.
7) Pemberian obat melalui oral lebih baik.
8) Terbuka pada terapi non farmakologis dan terapi komplementer serta
alternative yang dapat membantu pasien.
9) Edukasi pasien dan pemberi perawatan sebagai bekal dalam memperkuat
rasa saling percaya dan kepercayaan diri.

b. Asessmen Nyeri Kanker


Elemen penting dalam melakukan sessmen pasien nyeri kanker adalah
riwayat kesehatan untuk menentukan gambaran nyeri yang persisten, dan
pemecahan nyeri serta efek nyeri terhadap fungsi tubuh.

Pengkajian nyeri pada pasien kanker dilakukan untuk mendapatkan data


tentang frekuensi dan episode nyeri dirasakan perharinya, durasi dalam satuan
menit, intensitas dan waktu saat nyeri dirasakan, data tentang pengalaman
nyeri klien dimasa lalu, riwayat pemakaian obat analgesic dan factor – factor
pencetus lainnya.

Pasien dengan nyeri kanker sebaiknya juga dilakukan sessmen psikososial,


yang meliputi:

1) Pemahaman pasien mengenai kondisinya saat ini.


2) Makna nyeri yang dirasakan pasien bagi pasien sendiri dan keluarga pasien.
3) Seberapa besar Kemungkinan masalah nyeri dapat mempengaruhi hubungan
antar keluarga pasien.
4) Apakah nyeri mempengaruhi semangat atau suasana hati pasien.
5) Perubahan suasana hati.
6) Strategi koping yang diadopsi pasien.
7) Pola tidur pasien.
8) Dampak lain terhadap masalah ekonomi pasien.
Evaluasi diagnostic untuk tanda dan gejala dihubungkan dengan sindrom nyeri
kanker yang dirasakan pasien.
c. Manajemen Nyeri Kanker
Intervensi nyeri dengan terapi farmakologis:

OPIOIDS ADJUVANT ANALGETIC

Efek samping: sedasi, konstipasi, Tricyclic antidepressant, tramadol,

depresi nafas, gangguan kognitif, NSAIDs dan COX inhibitor, obat

toleransi opioids antiepileptic, sodium channel blockers

Untuk mengelola efek samping

digunakan anti emetic dan laxative

(efek samping anti emetics: toleransi,

dependensi, hiperalgesia, konstipasi,

penekanan pada hipotalamus /

pituitary axis

Rute pemberian:

Transdermal, epidural dan intrathecal

d. Pendekatan Psikolologi
Pendekatan psikologi dalam manajemen nyeri kanker dilakukan dengan
melatih keterampilan / mekanisme koping pasien terhadap masalah nyeri yang
dihadapi. Contoh intervensi yang dapat dilakukan adalah:

1) Latihan relaksasi
2) Latihan pernafasan diafragma
3) Guided Imagery
4) Stimulasi aktivitas dan pemahaman terhadap konsep diri dalam menghadapi
situasi.
BAB IV

DOKUMENTASI

Dokumentasi assesment nyeri antara lain:

1. Asessmen awal nyeri ditulis di form Asessmen Awal Keperawatan Gawat Darurat ,
Asessmen Awal Keperawatan / Kebidanan Rawat Jalan , Asessmen Awal
Keperawatan / Kebidanan Rawat Inap. Dilakukan di UGD, Poliklinik Rawat Jalan, IKB,
Rawat Inap.

2. Asessmen ulang nyeri ditulis di form CPPT ( Catatan Perkembangan Pasien


Terintegrasi ) yang bisa dilakukan di UGD jika pasien dilakukan observasi dan
Rawat Inap.

Anda mungkin juga menyukai