RSUD BUMIAYU
Jl. KH. Ahmad Dahlan km.01 telp. (0289) 432347 Bumiayu 52273
Di tetapkan di Bumiayu
Pada tanggal : 2018
Direktur
RSUD Bumiayu
Dr.Ali Budiarto
BAB I
DEFINISI
Assesmen adalah merupakan suatu proses yang dinamis dan berlangsung terus menerus
diberbagai keadaan rawat inap dan rawat jalan, assesmmen pasien terdiri atas tiga proses utama yaitu;
Pengumpulan informasi, Analisis informasi, dan Pengembangan rencana perawatan untuk memenuhi
kebutuhan pasien.
Assesmen pasien terdiri dari Assesmen awal dan assesmen ulang. Assesmen dilakukan terhadap
semua pasien yang di layani di RSUD Bumiayu. Assesmen dilakukan oleh dokter, perawat, dan staf
disiplin klinis lainnya.
Dengan adanya panduan Assesmen Pasien diharapkan dalam proses assesmen pasien di RS PKU
Muhammadiyah Yogyakarta Unit II dapat sesuai dengan panduan yang berlaku di RS PKU
Muhammadiyah Yogyakarta Unit II. Sehingga dengan proses assesmen pasien yang efektif akan
menghasilkan keputusan pelayanan tentang pengobatan pasien yang sesuai dengan kebutuhan
pengobatan pasien.
Nyeri adalah pengalaman sensorik dan emosional yang diakibatkan adanya kerusakan
jaringan yang sedang atau akan terjadi, atau pengalaman sensorik dan emosional yang merasakan
seolah-olah terjadi kerusakan jaringan. (International Association for the Study of Pain). Nyeri
akut adalah nyeri dengan onset segera dan durasi yang terbatas, memiliki hubungan temporal dan
kausal dengan adanya cedera atau penyakit. Nyeri kronik adalah nyeri yang bertahan untuk
periode waktu yang lama. Nyeri kronik adalah nyeri yang terus ada meskipun telah terjadi proses
penyembuhan dan sering sekali tidak diketahui penyebabnya yang pasti.
BAB II
RUANG LINGKUP
1. Asesmen dan manajemen nyeri dilakukan untuk semua pasien rawat jalan maupun rawat
inap di Rumah Sakit Umum Daerah Bumiayu
2. Asesmen dan manajemen nyeri ini dilakukan oleh dokter dan perawat yang kompeten sesuai
perizinan, undang-undang dan peraturan yang berlaku.
ASESMEN NYERI
A. Mengumpulkan Informasi dan Data
1. Anamnesis
a. Keluhan Utama
Keluhan utama nyeri sertakan data lamanya keluhan nyeri tersebut
Derajat Definisi
5 Tidak terdapat keterbatasan gerak, mampu melawan tahanan
kuat.
4 Mampu melawan tahanan ringan.
3 Mampu bergerak melawan gravitasi.
2 Mampu bergerak/bergeser ke kiri dan kanan tetapi tidak
mampu melawan gravitasi.
1 Terdapat kontraksi otot (inspeksi/palpasi), tidak
menghasilkan pergerakan.
0 Tidak terdapat kontraksi otot.
e. Pemeriksaan Sensorik
Lakukan pemeriksaan : sentuhan ringan, nyeri (tusukan jarum – pin prick), getaran,
dan suhu.
3. Pemeriksaan Radiologi
a. Indikasi :
Pasien nyeri dengan kecurigaan penyakit degeneratif tulang belakang.
Pasien dengan kecurigaan adanya neoplasma, infeksi tulang belakang, penyakit
inflamatorik, dan penyakit vascular.
Pasien dengan defisit neurologis motorik, kolon, kandung kemih, atau ereksi.
Pasien dengan riwayat pembedahan tulang belakang.
Gejala nyeri yang menetap > 4 minggu.
6. Asesmen Psikologi
a. Nilai mood pasien, apakah dalam kondisi cemas, ketakutan, depresi.
b. Nilai adanya gangguan tidur, masalah terkait pekerjaan.
c. Nilai adanya dukungan sosial, interaksi sosial. B. Analisa
informasi dan data
Setelah data komprehensif yang sudah dikumpulkan, baik berupa data subjektif maupun data
objektif, maka dilakukan analisa informasi dan data. Bagian ini terdiri dari : penulisan ringkasan,
penyusunan daftar masalah, membuat pengkajian dari masing-masing masalah (diagnosa dan
diagnosa banding).
C. Membuat rencana pelayanan untuk memenuhi semua kebutuhan pasien yang telah diidentifikasi.
Rencana pelayanan meliputi : rencana diagnosis, rencana terapi, rencana monitoring, dan rencana
edukasi.
D. Skala Nyeri
Indikator tunggal yang paling penting untuk mengetahui intensitas nyeri adalah keluhan pasien.
Intensitas nyeri merupakan gambaran tentang seberapa parah nyeri dirasakan oleh pasien,
pengukuran intensitas nyeri sangat subyektif, maka pendekatan obyektif yang paling mungkin
adalah dengan menggunakan skala
nyeri.
Skala nyeri yang digunakan di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta unit II sebagai berikut :
1. Numeric Rating Scale
Indikasi : digunakan pada pasien dewasa dan anak berusia > 9 tahun yang dapat
Instruksi : pasien akan ditanya mengenai intensitas nyeri yang dirasakan dan dilambangkan
dengan angka antara 0 – 10.
0 = tidak nyeri
1–3 = nyeri ringan (sedikit mengganggu aktivitas sehari-hari)
4–6 = nyeri sedang (gangguan nyata terhadap aktivitas sehari-hari)
7 – 10 = nyeri berat (tidak dapat melakukan aktivitas sehari-hari)
SKOR
NO KATAGORI TOTAL
0 1 2
SCOR TOTAL
5. Comfort Scale
Indikasi : pasien bayi, anak, dan dewasa di ruang rawat intensif/kamar operasi/ruang rawat
inap yang tidak dapat dinilai menggunakan Numeric Rating Scale dan Wong Baker Faces
Pain Scale.
Instruksi : terdapat 9 kategori dengan setiap kategori memiliki skor 1 – 5, dengan skor total
antara 9 – 45.
- Kewaspadaan
- Ketenangan
- Distress pernapasan
- Menangis
- Pergerakan
- Tonus otot
- Tegangan wajah
- Tekanan darah basal
- Denyut jantung basal
Pada pasien dalam pengaruh obat anestesi atau dalam kondisi sedasi sedang, asesmen dan
penanganan nyeri dilakukan saat pasien menunjukkan respon berupa ekspresi tubuh atau
verbal akan rasa nyeri
Comfort Scale
Tanggal / waktu
Kategori Skor
1 – tidur pulas/nyenyak
2 – tidur kurang nyenyak
Kewaspadaan 3 – gelisah
4 – sadar sepenuhnya dan waspada
5 – hiper alert
1 – tenang
2 – agak cemas
Ketenangan 3 – cemas
4 – sangat cemas
5 – panic
1 – tidak ada respirasi spontan dan tidak
ada batuk
2 – respirasi spontan dengan sedikit/tidak
ada respons terhadap ventilasi
Distress 3 – kadang-kadang batuk atau terdapat
pernapasan tahanan terhadap ventilasi
4 – sering batuk, terdapat
tahanan/perlawanan terhadap
ventilator
5 – melawan secara aktif terhadap
BAB IV
TATALAKSANA
Biasanya diderita oleh pasien dengan diabetes, multiple sclerosis, herniasi diskus,
AIDS, pasien yang menjalani kemoterapi/radioterapi.
4. Tatalaksana sesuai mekanisme nyerinya.
a. Farmakologi : gunakan Step-Ladder WHO
OAINS efektif untuk nyeri ringan-sedang, opioid efektif untuk nyeri sedang – berat.
Mulailah dengan pemberian OAINS/opioid lemah (langkah 1 dan 2) dengan
pemberian intermiten (pro re nata – prn) opioid kuat yang disesuaikan dengan
kebutuhan pasien.
Jika langkah 1 dan 2 kurang efektif/nyeri menjadi sedang – berat, dapat ditingkatkan
menjadi langkah 3 (ganti dengan opioid kuat dan prn analgesik dalam kurun waktu 24
jam setelah langkah 1).
Penggunaan opioid harus dititrasi. Opioid standar yang sering digunakan adalah
Morfin, Codein.
Jika pasien memiliki kontraindikasi absolut OAINS, dapat diberikan opioid ringan.
Jika fase nyeri akut pasien telah terlewati, lakukan pengurangan dosis secara
bertahap :
Intravena : antikonvulsan, Ketamine, OAINS, Opioid.
Oral : antikonvulsan, antidepresan, antihistamin, anxiolytic,
Kortikosteroid, anestesi lokal, OAINS, Opioid, Tramadol.
Rektal (supositoria) : Parasetamol, Aspirin, Opioid, Fenotiazin.
Topical : Lidokain patch, EMLA.
Subkutan : Opioid, anestesi local
*Keterangan :
Patch Fentanyl tidak boleh digunakan untuk nyeri akut karena tidak sesuai
indikasi dan onset kerjanya lama.
Untuk nyeri kronik : pertimbangkan pemberian terapi analgesik
adjuvan (misalnya : Amitriptilin, Gabapentin).
*Istilah :
NSAID : non-steroidal anti-inflammatory drug.
S/R : slow release.
PRN : when required.
Anamnesis dan
pemeriksaan fisik
Asesmen nyeri
ya
Apakah etiologi nyeri Prioritas utama: identifikasi
bersifat reversible ? dan atasi etiologi nyeri
tidak
Nyeri bersifat tajam, menusuk, Nyeri bersifat difus, seperti Nyeri bersifat menjalar, rasa
terlokalisir, seperti ditikam ditekan benda berat, nyeri terbakar, kesemutan, tidak
tumpul spesifik.
Nyeri somatic
Parasetamol
Cold packs Pilih alternatif terapi
Kortikosteroid yang lainnya
tidak
Nyeri viseral Nyeri neuropatik
Kortikosteroid Antikonvulsan
Anestesi lokal intraspinal Kortikosteroid
OAINS Blok neuron
Opioid OAINS
Opioid
Antidepresan trisiklik
Pencegahan
Edukasi pasien
Lihat manajemen ya Terapi farmakologi
nyeri kronik. Konsultasi (jika perlu)
Pertimbangkan Apakah nyeri > Prosedur pembedahan
untuk merujuk ke 6 minggu ? Non-farmakologi
spesialis yang
sesuai
ya
tidak
Kembali ke kotak Mekanisme Analgesik adekuat ?
‘tentukan nyeri sesuai ?
tidak ya
mekanisme nyeri’
ya
Efek samping
Manajemen
pengobatan ?
efek samping
tidak
Follow-up /
nilai ulang
B. Manajemen Nyeri Kronik
1. Nyeri kronik : nyeri yang persisten/berlangsung > 6 minggu.
2. Melakukan asesmen nyeri :
a. Anamnesis, pemeriksaan fisik (karakteristik nyeri, riwayat manajemen
nyeri sebelumnya), pemeriksaan penunjang, dan asesmen nyeri dengan
skala nyeri.
b. Asesmen fungsional :
nilai aktivitas hidup dasar (ADL), identifikasi kecacatan/disabilitas.
buatlah tujuan fungsional spesifik dan rencana perawatan pasien.
nilai efektifitas rencana perawatan dan manajemen pengobatan.
3. Menentukan mekanisme nyeri :
a. Manajemen bergantung pada jenis/klasifikasi nyerinya.
b. Pasien sering mengalami > 1 jenis nyeri.
c. Terbagi menjadi 4 jenis :
1) Nyeri neuropatik :
- Disebabkan oleh kerusakan/disfungsi sistem somatosensorik.
- Contoh : neuropati DM, neuralgia trigeminal, neuralgia pasca-
herpetik.
- Karakteristik : nyeri persisten, rasa terbakar, terdapat penjalaran
nyeri sesuai dengan persarafannya, baal, kesemutan, alodinia.
- Fibromyalgia : gatal, kaku, dan nyeri yang difus pada
musculoskeletal (bahu, ekstremitas), nyeri berlangsung selama > 3
bulan.
2) Nyeri otot : tersering adalah nyeri miofasial
- Mengenai otot leher, bahu, lengan, punggung bawah, panggul, dan
ekstremitas bawah.
- Nyeri dirasakan akibat disfungsi pada 1/lebih jenis otot, berakibat
kelemahan, keterbatasan gerak.
- Biasanya muncul akibat aktivitas pekerjaan yang repetitive.
- Tatalaksana : mengembalikan fungsi otot dengan fisioterapi, identifikasi dan
manajemen faktor yang memperberat (postur, gerakan repetitive, faktor
pekerjaan).
3) Nyeri inflamasi (dikenal juga dengan istilah nyeri nosiseptif) :
- Contoh : artritis, infeksi, cedera jaringan (luka), nyeri pasca-operasi.
- Karakteristik : pembengkakan, kemerahan, panas pada tempat nyeri.
Terdapat riwayat cedera/luka.
- Tatalaksana : manajemen proses inflamasi dengan antibiotik/antirematik,
OAINS, kortikosteroid.
4) Nyeri mekanis/kompresi :
- Diperberat dengan aktivitas, dan nyeri berkurang dengan istirahat.
- Contoh : nyeri punggung dan leher (berkaitan dengan strain/sprain
ligamen/otot), degenerasi diskus, osteoporosis dengan fraktur kompresi,
fraktur.
- Merupakan nyeri nosiseptif.
- Tatalaksana : beberapa memerlukan dekompresi atau stabilisasi.
4. Asesmen lainnya
a. Asesmen psikologi : nilai apakah pasien mempunyai masalah psikiatri (depresi,
cemas, riwayat penyalahgunaan obat-obatan, riwayat penganiayaan secara
seksual/fisik, verbal, gangguan tidur).
b. Masalah pekerjaan dan disabilitas.
c. Faktor yang mempengaruhi :
Kebiasaan akan postur leher dan kepala yang buruk.
Penyakit lain yang memperburuk/memicu nyeri kronik pasien.
d. Hambatan terhadap tatalaksana :
1) Hambatan komunikasi/bahasa.
2) Faktor finansial.
3) Rendahnya motivasi dan jarak yang jauh terhadap fasilitas kesehatan.
4) Kepatuhan pasien yang buruk.
1) Nyeri Neuropatik
Atasi penyebab yang mendasari timbulnya nyeri :
- Kontrol gula darah pada pasien DM.
- Pembedahan, kemoterapi, radioterapi untuk pasien tumor dengan
kompresi saraf.
- Kontrol infeksi (antibiotik).
Terapi simptomatik :
- antidepresan trisiklik (Amitriptilin).
- antikonvulsan : Gabapentin, Karbamazepin.
- obat topical (Lidocaine patch 5%, krim anestesi).
- OAINS, Kortikosteroid, Opioid.
- anestesi regional : blok simpatik, blok epidural/intratekal, infus
epidural/intratekal.
- terapi berbasis-stimulasi : akupuntur, stimulasi spinal, pijat.
- rehabilitasi fisik : bidai, manipulasi, alat bantu, latihan mobilisasi,
metode ergonomis.
- prosedur ablasi : kordomiotomi, ablasi saraf dengan radiofrekuensi.
- terapi lainnya : hypnosis, terapi relaksasi (mengurangi tegangan otot dan
toleransi terhadap nyeri), terapi perilaku kognitif (mengurangi perasaan
terancam atau tidak nyaman karena nyeri kronis).
2) Nyeri otot
Lakukan skrining terhadap patologi medis yang serius, faktor psikososial
yang dapat menghambat pemulihan.
Berikan program latihan secara bertahap, dimulai dari latihan dasar/awal dan
ditingkatkan secara bertahap.
Rehabilitasi fisik :
- Fitness : angkat beban bertahap, kardiovaskular, fleksibilitas,
keseimbangan
- Mekanik
- Pijat, terapi akuatik
Manajemen perilaku :
- stress/depresi
- teknik relaksasi
- perilaku kognitif
- ketergantungan obat
- manajemen amarah
Terapi obat :
- analgesik dan sedasi
- antidepresan
- opioid jarang dibutuhkan
3) Nyeri inflamasi
Kontrol inflamasi dan atasi penyebabnya.
Obat anti-inflamasi utama : OAINS, Kortikosteroid.
4) Nyeri mekanis/kompresi
Penyebab yang sering : tumor/kista yang menimbulkan kompresi pada
struktur yang sensitif dengan nyeri, dislokasi, fraktur.
Penanganan efektif : dekompresi dengan pembedahan atau stabilisasi, bidai,
alat bantu.
Medikamentosa kurang efektif. Opioid dapat digunakan untuk mengatasi
nyeri saat terapi lain diaplikasikan.
Algoritma Asesmen Nyeri Kronik
Pasien mengeluh nyeri
Asesmen nyeri
Anamnesis
Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fungsi
Pasien dapat mengalami jenis
Tentukan mekanisme nyeri nyeri dan faktor yang
mempengaruhi yang beragam
tidak
Asesmen lainnya
Masalah pekerjaan dan disabilitas
Asesmen psikologi dan spiritual
Faktor yang mempengaruhi dan hambatan
Manajemen level 1 lainnya
Obat Non-obat
Analgesik Kognitif
Analgesik adjuvant Fisik
anestesi perilaku
Berikan umpan balik mengenai penyebab dan faktor yang mempengaruhi nyeri
kepada orang tua (dan anak)
Berikan rencana manajemen yang rasional dan terintegrasi
Asesmen ulang nyeri pada anak secara rutin
Evaluasi efektifitas rencana manajemen nyeri
Revisi rencana jika diperlukan
5. Pemberian analgesik :
a. ‘By the ladder’ : pemberian analgesik secara bertahap sesuai dengan level
nyeri anak (ringan, sedang, berat).
Awalnya, berikan analgesik ringan – sedang (level 1).
Jika nyeri menetap dengan pemberian analgesik level 1, naiklah ke level
2 (pemberian analgesik yang lebih poten).
Pada pasien yang mendapat terapi opioid, pemberian parasetamol tetap
diaplikasikan sebagai analgesik adjuvant.
b. ‘By the clock’ : mengacu pada waktu pemberian analgesik.
Pemberian haruslah teratur, misalnya : setiap 4 – 6 jam (disesuaikan dengan
masa kerja obat dan derajat keparahan nyeri pasien), tidak boleh prn (jika
perlu) kecuali episode nyeri pasien benar-benar intermiten dan tidak dapat
diprediksi.
Terapi Non-Obat
Kognitif Perilaku Fisik
Informasi latihan pijat
Pilihan dan kontrol terapi relaksasi fisioterapi
Distraksi dan atensi umpan balik positif stimulasi termal
Hipnosis modifikasi gaya stimulasi sensorik
Psikoterapi hidup/perilaku akupuntur
TENS (transcutaneous
electrical nerve stimulation)
2. Pada lansia, prevalensi nyeri dapat meningkat hingga dua kali lipatnya
dibandingkan dewasa muda.
3. Penyakit yang sering menyebabkan nyeri pada lansia adalah artritis, kanker,
neuralgia trigeminal, neuralgia pasca-herpetik, reumatika polimialgia, dan
penyakit degenerative.
4. Lokasi yang sering mengalami nyeri : sendi utama/penyangga tubuh,
punggung, tungkai bawah, dan kaki.
5. Alasan seringnya terjadi manajemen nyeri yang buruk adalah :
a. Kurangnya pelatihan untuk dokter mengenai manajemen nyeri pada
geriatrik.
b. Asesmen nyeri yang tidak adekuat.
c. Keengganan dokter untuk meresepkan Opioid.
7. Intervensi non-farmakologi :
a. Terapi termal : pemberian pendinginan atau pemanasan di area nosiseptif
untuk menginduksi pelepasan Opioid endogen.
b. Stimulasi listrik pada saraf transkutan/perkutan, dan akupuntur.
c. Blok saraf dan radiasi area tumor.
d. Intervensi medis pelengkap/tambahan atau alternatif : terapi relaksasi,
umpan balik positif, hipnosis.
e. Fisioterapi
22. Satu-satunya perbedaan dalam terapi analgesik ini adalah penyesuaian dosis
dan hati-hati dalam memberikan obat kombinasi.
BAB V
DOKUMENTASI
Pengertian Asesmen nyeri adalah suatu tindakan melakukan penilaian rasa sakit/
nyeri pada pasien di RS, yang terdiri atas asesmen nyeri awal dan
asesmen nyeri ulang.
Asesmen nyeri awal adalah suatu tindakan melakukan penilaian rasa
sakit / nyeri pada pasien saat pasien dilayani pertama kali di rawat
jalan maupun Unit Gawat Darurat.
Asemen nyeri ulang adalah suatu tindakan melakukan penilaian
ulang rasa sakit/nyeri pada pasien dengan keluhan nyeri baik di
rawat jalan, UGD, rawat inap maupun rawat khusus sampai pasien
terbebas dari rasa nyeri.