ANESTESI
DAFTAR ISI
PEDOMAN PRAKTIK KLINIK ANESTESI
RSUD TRIPAT
LOMBOK BARAT
2. Persiapan obat
a. Obat induksi :Tiopental 2,5
%,profofol,ketamin
b. Obat analgetik non opioid:
ketorolak
c. tromethamine,tramadol dll
a. Obat emergency: sulfas atropine,
ephedrine, adrenalin
3. Persiapan Pasien
a. Pasien diberi tahu tindakan yang akan
dilakukan serta dipersilahkan untuk
berdoa
b. Perawat anastesi mengatur posisi
pasien dalam tidur terlentang
c. Memasang alat monitor dan mengukur
tanda-tanda vital pada pasien
d. Dokter anastesi melakukan cek ada
tidaknya
kebocoran mesin anastesi
e. Perawat anastesi memasukkan obat
induksi atas advis Sp An., segera
setelah pasien tidur, yang ditandai
dengan hilangnya reflek bulu
mata,masker oksigen dipasangkan
kepada pasien dengan aliran oksigen
6- 10 lpm atau dapat juga
menggunakan kanule oksigen nasal
dengan aliran oksigen 2-4 lpm
f. Kedalaman anestesi dinilai dari tanda2
tanda mata (bola mata menetap) nadi
tidak cepat dan terhadap rangsang
nyeri tidak berubah
g. Kalau stadium anestesi sudah cukup
dalam,rahang sudah lemas dan
terdapat obstruksi jalan nafas dapat
diberikan pipa orofaring (guedel).
h. Untuk pemeliharaan anestesi,obat
anestesi dapat diberikan secara
berulang disesuaikan dengan
kebutuhan dan kondisi klinis pasien
selama pembedahan
i. Observasi status nafas pasien,bila
nafas pasien sudah spontan
adekuat,pasien bisa dipindahkan ke
ruang pulih sadar guna dilakukan
observasi lebih lanjut hingga pasien
sadar
j. Alat-alat dirapikan kembali
4. EDUKASI Puasa dan pemberian cairan
Pengosongan lambung dilakukan dengan
puasa.
Pasien dewasa dipuasakan dari makanan
padat 6-12 jam pra bedah, dari minum susu
6 jam pra bedah dan dari minum air putih 4
jam pra bedah.pasien anak-anak mengikuti
jadwal sebagai berikut:
3. Persiapan Pasien
5. DIAGNOSA KERJA
6. DIAGNOSA BANDING
7. PEMERIKSAAN Pemeriksaan laboratorium dan uji lain:
PENUNJANG Pemeriksaan laboratorium ada 2 yaitu
pemeriksaan umum dan khusus,
3. Pemeriksaan laboatorium umum:
Darah: Hb,leukosit,hitung jenis
leukosit,masa pembekuan dan masa
pendarahan
EKG: terutama untuk pasien yang
berusia 40 tahun keatas
4. Pemeriksaan khusus:
Dilakukan bila ada riwayat atau
indikasi,misalnya:
EKG pada anak
Fungsi hati pada pasien icterus
Fungsi ginjal pada pasien hipertensi
8. TERAPI/TATALAKSANA 1. Pasang monitor standar berupa,
Tekanan darah, EKG, Saturasi oksigen.
2. Loading menggunakan cairan kristaloid
sebanyak 500cc.
3. Posisikan Pasien duduk atau tidur
miring.
4. Identifikasi tempat insersi jarum spinal
dan diberikan penanda.
5. Mencuci tangan (scrubbing).
6. Menggunakan Sarung tangan steril
7. Desinfeksi daerah insersi jarum
epidural, injeksi anestesi lokal lidokain
2% 40 mg.
8. Insersi jarum epidural ditempat yang
telah ditandai.
9. Didapatkan loss of resistance
10. Dipasang kateter (bila diperlukan)
11. Injeksikan obat test dose
12. Injeksikan Bupivacain 0,5% dan/atau
lidocaine 2% dan/atau ropivacaine
0,75% dan/atau levobupivacaine 5-
20cc dikombinasikan dengan adjuvan
fentanyl 25-50 µg dan/atau pethidin
25-50mg dan/atau morfin 1-2 mg.
13. Check level ketinggian block.
14. Maintanance dengan oksigen 2 lt/mnt
menggunakan kanula nasal
15. Sedasi dengan midazolam dan/atau
diazepam dan/atau Propofol dan/atau
Ketamine dan/atau Thiopental.
16. Jika terjadi hipotensi, lakukan
prosedur terapi hipotensi.
17. Evaluasi ulang untuk memasukkan
obat anestesi lagi bila diperlukan untuk
memperpanjang masa anestesi maupun
untuk penanganan nyeri setelah
pembedahan
5. DIAGNOSA KERJA
6. DIAGNOSA BANDING
7. PEMERIKSAAN Pemeriksaan laboratorium dan uji lain:
PENUNJANG Pemeriksaan laboratorium ada 2 yaitu
pemeriksaan umum dan khusus,
1. Pemeriksaan laboatorium umum:
Darah: Hb,leukosit,hitung jenis
leukosit,masa pembekuan dan masa
pendarahan
EKG: terutama untuk pasien yang
berusia 40 tahun keatas
2. Pemeriksaan khusus:
Dilakukan bila ada riwayat atau
indikasi,misalnya:
EKG pada anak
Fungsi hati pada pasien icterus
Fungsi ginjal pada pasien hipertensi
8. TERAPI/TATALAKSANA 1. Pasang monitor standar berupa,
Tekanan darah, EKG, Saturasi oksigen.
2. Loading menggunakan cairan kristaloid
sebanyak 500cc.
3. Posisikan Pasien duduk atau tidur
miring.
4. Identifikasi tempat insersi jarum spinal
– epidural dan diberikan penanda.
5. Mencuci tangan (scrubbing).
6. Menggunakan Sarung tangan steril
7. Desinfeksi daerah insersi jarum spinal-
epidural, injeksi anestesi lokal lidokain
2% 40 mg.
8. Untuk teknik needle through needle:
a. Insersi jarum epidural ditempat yang
telah ditandai.
b. Didapatkan loss of resistance
c. Insersi jarum spinal
d. Pastikan LCS keluar.
e. Barbotage cairan LCS yang keluar.
f. Injeksikan Bupivacain 0,5% 5-20 mg
atau lidocaine 5% 50-100mg
dikombinasikan dengan adjuvan
fentanyl 25 µg dan/atau pethidin
25mg dan/atau morfin 0,1-0,3 mg
dan/atau Clonidine 15-60 mcg
intratekal.
g. Dipasang kateter epidural
h. Injeksikan obat test dose
9. Untuk teknik 2 insertion:
a. Insersi jarum epidural ditempat
yang telah ditandai.
b. Didapatkan loss of resistance
c. Dipasang kateter epidural
d. Diinjeksikan obat test dose
e. Insersi jarum spinal
f. Pastikan LCS keluar.
g. Barbotage cairan LCS yang keluar.
h. Injeksikan Bupivacain 0,5% 5-20
mg atau lidocaine 5% 50-100mg
dikombinasikan dengan adjuvan
fentanyl 25 µg dan/atau pethidin
25mg dan/atau morfin 0,1-0,3 mg
dan/atau Clonidine 15-60 mcg
intratekal.
10. Check level ketinggian block.
11. Injeksikan Per epidural pada waktu
yang sesuai (Bupivacain 0,5%
dan/atau lidocaine 2% dan/atau
ropivacaine 0,75% dan/atau
levobupivacaine 5-20cc dikombinasikan
dengan adjuvan fentanyl 25-50 µg
dan/atau pethidin 25-50mg dan/atau
morfin 1-2 mg).
12. Maintanance dengan oksigen 2 lt/mnt
menggunakan kanula nasal
13. Sedasi dengan midazolam dan/atau
diazepam dan/atau Propofol dan/atau
Ketamine dan/atau Thiopental.
14. Jika terjadi hipotensi, lakukan
prosedur terapi hipotensi.
15. Evaluasi ulang untuk memasukkan
obat anestesi lagi bila diperlukan untuk
memperpanjang masa anestesi
maupun untuk penanganan nyeri
setelah pembedahan.
9. EDUKASI Puasa dan pemberian cairan
Pengosongan lambung dilakukan dengan
puasa.
Pasien dewasa dipuasakan dari makanan
padat 6-12 jam pra bedah, dari minum
susu 6 jam pra bedah dan dari minum air
putih 4 jam pra bedah.pasien anak-anak
mengikuti jadwal sebagai berikut:
5. DIAGNOSA KERJA
6. DIAGNOSA BANDING
7. PEMERIKSAAN Pemeriksaan laboratorium dan uji lain:
PENUNJANG Pemeriksaan laboratorium ada 2 yaitu
pemeriksaan umum dan khusus,
3. Pemeriksaan laboatorium umum:
Darah: Hb,leukosit,hitung jenis
leukosit,masa pembekuan dan masa
pendarahan
EKG: terutama untuk pasien yang
berusia 40 tahun keatas
4. Pemeriksaan khusus:
Dilakukan bila ada riwayat atau
indikasi,misalnya:
EKG pada anak
Fungsi hati pada pasien icterus
Fungsi ginjal pada pasien hipertensi
8. TERAPI/TATALAKSANA 1. Pasang monitor standar berupa,
Tekanan darah, EKG, Saturasi oksigen.
2. Loading menggunakan cairan kristaloid
sebanyak 500cc.
3. Posisikan Pasien duduk atau tidur
miring.
4. Identifikasi tempat insersi jarum spinal
dan diberikan penanda.
5. Mencuci tangan (scrubbing).
6. Menggunakan Sarung tangan steril
7. Desinfeksi daerah insersi jarum caudal.
8. Injeksi anestesi lokal lidokain 2% 40
mg (bila bukan kombinasi dengan
anestesi umum).
9. Insersi jarum caudal ditempat yang
telah ditandai.
10. Didapatkan rasa menembus seperti
“pop”.
11. Dilakukan aspirasi, tidak didapatkan
darah
12. Injeksikan obat test dose dan tidak
didapatkan tahanan
13. Injeksikan Bupivacain 0,5% dan/atau
lidocaine 2% dan/atau ropivacaine
0,75% dan/atau levobupivacaine 0,5 –
1,2 ml/kg BB dikombinasikan dengan
adjuvan morfin 10-30 mcg/kg BB.
14. Dipasang kateter (bila diperlukan)
15. Maintanance dengan oksigen 2 lt/mnt
menggunakan kanula nasal (bila bukan
kombinasi dengan anestesi umum)
16. Sedasi dengan midazolam dan/atau
diazepam dan/atau Propofol dan/atau
Ketamine dan/atau Thiopental (bila
bukan kombinasi dengan anestesi
umum).
17. Jika terjadi hipotensi, lakukan
prosedur terapi hipotensi.
18. Evaluasi ulang untuk memasukkan
obat anestesi lagi bila diperlukan untuk
memperpanjang masa anestesi
maupun untuk penanganan nyeri
setelah pembedahan
5. DIAGNOSA KERJA
6. DIAGNOSA BANDING
7. PEMERIKSAAN Pemeriksaan laboratorium dan uji lain:
PENUNJANG Pemeriksaan laboratorium ada 2 yaitu
pemeriksaan umum dan khusus,
1. Pemeriksaan laboatorium umum:
Darah: Hb,leukosit,hitung jenis
leukosit,masa pembekuan dan masa
pendarahan
EKG: terutama untuk pasien yang
berusia 40 tahun keatas
2. Pemeriksaan khusus:
Dilakukan bila ada riwayat atau
indikasi,misalnya:
EKG pada anak
Fungsi hati pada pasien icterus
Fungsi ginjal pada pasien hipertensi
8. TERAPI/TATALAKSANA 1. Pasang monitor standar berupa,
Tekanan darah, EKG, Saturasi oksigen.
2. Loading menggunakan cairan kristaloid
sebanyak 500cc.
3. Posisikan Pasien.
4. Identifikasi tempat insersi jarum blok
dan diberikan penanda.
5. Mencuci tangan (scrubbing).
6. Menggunakan Sarung tangan steril
7. Desinfeksi daerah insersi jarum blok,
injeksi anestesi lokal lidokain 2% 40
mg.
8. Insersi jarum blok ditempat yang telah
ditandai.
9. Didapatkan kontraksi otot yang
diharapkan
10. Dipasang kateter (bila diperlukan)
11. Injeksikan Bupivacain 0,5% dan/atau
lidocaine 2% dan/atau ropivacaine
0,75% dan/atau levobupivacaine 5-
20cc dikombinasikan dengan adjuvan
epineprine 1:200.000.
12. Check keberhasilan block.
13. Maintanance dengan oksigen 2 lt/mnt
menggunakan kanula nasal
14. Sedasi dengan midazolam dan/atau
diazepam dan/atau Propofol dan/atau
Ketamine dan/atau Thiopental.
15. Jika terjadi hipotensi, lakukan
prosedur terapi hipotensi.
16. Evaluasi ulang untuk memasukkan
obat anestesi lagi bila diperlukan untuk
memperpanjang masa anestesi
maupun untuk penanganan nyeri
setelah pembedahan
5. DIAGNOSA KERJA
6. DIAGNOSA BANDING
7. PEMERIKSAAN Pemeriksaan laboratorium dan uji lain:
PENUNJANG Pemeriksaan laboratorium ada 2 yaitu
pemeriksaan umum dan khusus,
1. Pemeriksaan laboatorium umum:
Darah:Hb, leukosit, hitung jenis
leukosit, masa pembekuan dan masa
pendarahan
EKG: terutama untuk pasien yang
berusia 40 tahun keatas
2. Pemeriksaan khusus:
Dilakukan bila ada riwayat atau
indikasi,misalnya:
EKG pada anak
Fungsi hati pada pasien icterus
Fungsi ginjal pada pasien hipertensi
8. TERAPI/TATALAKSANA 1. Pasang monitor standar berupa,
Tekanan darah, EKG, Saturasi oksigen.
2. Loading menggunakan cairan kristaloid
sebanyak 500cc.
3. Posisikan Pasien.
4. Dilakukan tindakan anestesi regional
sesuai PPK masing-masing
Pilihan teknik anestesi umum:
a. Anestesi umum intubasi
b. Anestesi umum face mask
c. Anestesi umum total intravena
Pilihan teknik anestesi regional
a. Anestesi regional blok subarachnoid
b. Anestesi regional blok epidural
c. Anestesi regional kombinasi blok
spinal epidural
d. Anestesi regional blok saraf perifer
e. Anestesi regional blok caudal
5. Check keberhasilan block.
6. Dilakukan anestesi umum sesuai
masing-masing teknik yang digunakan
7. Jika terjadi hipotensi, lakukan prosedur
terapi hipotensi.
8. Evaluasi ulang untuk memasukkan obat
anestesi lagi bila diperlukan untuk
memperpanjang masa anestesi maupun
untuk penanganan nyeri setelah
pembedahan
5. DIAGNOSA KERJA
6. DIAGNOSA BANDING
7. PEMERIKSAAN Pemeriksaan laboratorium dan uji lain:
PENUNJANG Pemeriksaan laboratorium ada 2 yaitu
pemeriksaan umum dan khusus,
1. Pemeriksaan laboatorium umum:
Darah:Hb, leukosit, hitung jenis
leukosit, masa pembekuan dan masa
pendarahan
EKG: terutama untuk pasien yang
berusia 40 tahun keatas
2. Pemeriksaan khusus:
Dilakukan bila ada riwayat atau
indikasi,misalnya:
EKG pada anak
Fungsi hati pada pasien icterus
Fungsi ginjal pada pasien hipertensi
8. TERAPI/TATALAKSANA 1. Beri tau pasien tentang tindakan yang
akan dilakukan
2. Pasang infus dengan IV kateter yang
besar
3. Periksa sumber oksigen dan sumber gas
lain
4. Periksa kesiapan mesin anestesia bila
ada
5. Premedikasi menggunakan Midazolam
dan/atau Diazepam dengan fentany
dan/atau pethidine serta lidokain 2%
6. Preoksigenasi 4-6 menit
7. Induksi menggunakan Midazolam
dan/atau Propofol dan/atau Ketamine
dan/atau Thiopental dan/atau Halotane
dan/atau Sevoflurane
8. Lumpuhkan otot dengan atracurium
dan/atau Vecuronium dan/atau
Rocuronium (bila diperlukan)
9. Dilakukan laringoskopi dan pemasangan
pipa endotrakeal (dilakukan sebelum
induksi pada teknik awake atau setelah
induksi pada teknik asleep)
10. Maintanance anestesi menggunakan
anestesi inhalasi isofluran dan/atau
sevofluran dan/atau halotan via face
mask dan/atau propofol dan/atau
midazolam dan/atau ketamine dan/atau
Thiopental, analgetik berupa fentany
dan/atau morfin dan/atau pethidine,
pelumpuh otot atracurium dan/atau
Vecuronium dan/atau Rocuronium.
11. Selesai operasi pasien dibangunkan.
12. Pipa endotrakeal dilepas pada kondisi
sadar penuh atau tidur dalam.
13. Pasien dipindahkan ke Ruang pulih bila:
jalan nafas terkendali dan hemodinamik
stabil
5. DIAGNOSA KERJA
6. DIAGNOSA BANDING
7. PEMERIKSAAN
PENUNJANG
8. TERAPI/TATALAKSANA 1. Pemberian pasca operasi analgetik
dibagi menjadi:
a. Pre-emptive analgesia : pemberian
analgetik sebelum terjadi nyeri,
diberikan pada premedikasi: morfin 2-
5 mg atau pethidin 15-50 mg, dan
atau fentanyl 50-100 mcg.
b. Teknik analgesi sistemik, meliputi
pemberian non-steroidal anti-
inflammatory drugs [NSAID],
parasetamol, opioid (cara pemberian
sesuai dengan WFSA Analgesic
Ladder)
9. EDUKASI
10. PROGNOSIS
11. TINGKAT EVIDENS
12. TINGKAT REKOMENDASI
13. PENELAAH KRITIS
14. INDIKATOR MEDIS Skor nyeri turun
15. KEPUSTAKAAN Chandra, S. Panduan Tatalaksana Nyeri
Perioperatif. PERDATIN. 2009
PEDOMAN PRAKTIK KLINIK ANESTESI
RSUD TRIPAT
LOMBOK BARAT
PENATALAKSANAAN NYERI AKUT PASCAOPERASI
5. DIAGNOSA KERJA
6. DIAGNOSA BANDING
7. PEMERIKSAAN
PENUNJANG
8. TERAPI/TATALAKSANA 1. Dokter anestesi menilai, mengisi dan
menandatangani didalam rekam medis
berdasarkan kriteria yang ditetapkan
2. Perawat jaga RR melaporkan kondisi
terakhir sebelum pasien ditransfer
menuju ruang rawat inap ataupun
pemulangan pada pasien ODC
3. Perawat jaga RR melakukan serah
terima pasien dengan petugas
penjemput dan terdokumentasi pada
rekam medik
4. Kriteria transfer berdasarkan kriteria
Pemulihan Fase 1 Aldrete Scoring
System pada pasien dewasa dan
kriteria Pemulihan Fase 1 Steward
Scoring System pada pasien anak-
anak. (terlampir)
5. Kriteria transfer pasien yang
mendapatkan anestesi regional,
ditambahkan penilaian Bromage Score
( terlampir)
6. Kriteria pemulangan pasien one day
care berdasarkan Postanesthetic
Discharge Scoring System (PADSS) dan
disertai intruksi khusus pasien ODC
(terlampir)
9. EDUKASI
10. PROGNOSIS
11. TINGKAT EVIDENS
12. TINGKAT REKOMENDASI
13. PENELAAH KRITIS
14. INDIKATOR MEDIS Sesuai indicator penilaian diruang recovery
15. KEPUSTAKAAN 1. Miller’s Anesthesia 7th edition, Ronald D
Miller, 2009
2. Morgan Clinical Anesthesiology 4th
edition, G Edward Morgan, 2006
3. Standard dan Pedoman Pelayanan
Anestesiologi Indonesia. IDSAI. 2008
5. DIAGNOSA KERJA
6. DIAGNOSA BANDING
7. PEMERIKSAAN Pemeriksaan laboratorium dan uji lain:
PENUNJANG Pemeriksaan laboratorium ada 2 yaitu
pemeriksaan umum dan khusus,
1. Pemeriksaan laboatorium umum:
Darah:Hb, leukosit, hitung jenis leukosit,
masa pembekuan dan masa pendarahan
EKG: terutama untuk pasien yang berusia
40 tahun keatas
2. Pemeriksaan khusus:
Dilakukan bila ada riwayat atau
indikasi,misalnya:
EKG pada anak
Fungsi hati pada pasien icterus
Fungsi ginjal pada pasien hipertensi
8. TERAPI/TATALAKSANA 1. Pemeriksaan pra-anestesia
a. anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan
penunjang sesuai indikasi serta konsultasi
dokter spesialis lain bila diperlukan.
b. Pemeriksaan penunjang rutin yang harus
dilakukan :
Pemeriksaan darah lengkap
Urinalis (bila gula positif harus
ditambah pemeriksaan gula darah)
Ureum, kreatinin, elektrolit : pada
pembedahan besar
EKG : umur > 40 tahun
Foto toraks: umur > 60 tahun
Uji fungsi hati : pada pembedahan
besar pasien umur > 50 tahun
c. Pemeriksaan penunjang berdasarkan
indikasi :
Pemeriksaan darah lengkap :
- Anemia dan kelainan/penyakit
hematologi lainnya
- Gangguan ginjal
- Pasien dalam kemoterapi
Ureum, kreatinin, dan elektrolit
- Gangguan/penyakit hati dan ginjal
- Gangguan metabolic, seperti diabetes
mellitus
- Riwayat diare, muntah
- Kondisi nutrisi buruk
- Persiapan usus prabedah
- Riwayat pemberian obat-obat
digitalis, diuretika, antihipertensi,
steroid,obat anti diabetes
Gula darah
- Diabetes mellitus
- Penyakit hati berat
Elektrokardiogram
- Hipertensi, penyakut jantung atau
penyakit paru kronik
- Diabetes mellitus
Foto toraks
- Gangguan pernafasan yang
bermakna atau penyakit paru
- Penyakit jantung
Analisis gas darah arteri
- Obesitas
- Pesien dengan gangguan nafas
- Penyakit paru sedang sampai berat
- Sakit kritis atau sepsis
- Bedah toraks
Uji Fungsi paru
- Bedah toraks
- Penyakit paru sedang sampai berat,
seperti PPOK, bronkiektasi, penyakit
paru restriksi
Uji Fungsi hati
- Penyakit hepatobilier
- Riwayat peminum alcohol
- Tumor dengan kemungkinan
metastase ke ahti
Uji hemostase dan koagulasi darah
- Penyakit/kelainan darah
- Penyakit hati berat
- Koagulopati apapun sebabnya
- Riwayat terapi antikoagulan seperti
heparin atau warfarin
Uji fungsi tiroid
- Riwayat penyakit tiroid
- Gangguan endokrin seperti tumor
hipofise
- Bedah tiroid
Uji fungsi jatung : Ekokardiografi
- Penyakit jantung
- Kelainan EKG yang bermakna
3. Informed consent
a. menjelaskan rencana tindakan anestesia,
komplikasi dan risiko anestesia
b. memperoleh izin tertulis dari pasien atau
keluarga pasien.
c. Pedoman puasa pada operasi elektif
UMUR PADAT CLEAR SUSU ASI
(JAM) LIQUID FORMUL (JAM
S (JAM) A )
Neonatus 4 2 4 4
< 6 bulan 4 2 6 4
6-36 bulan 6 3 6 4
> 36 bulan 6 2 6
dewasa 6-8 2
2. ANAMNESIS
3. PEMERIKSAAN FISIK
4. KRITERIA DIAGNOSA Pasien-pasien yang telah menjalani proses
anestesi baik sedasi sedang, anestesi
umum, anestesi regional, anestesi local
ataupun kombinasi tehnik tersebut
5. DIAGNOSA KERJA
6. DIAGNOSA BANDING
7. PEMERIKSAAN
PENUNJANG
8. TERAPI/TATALAKSANA 1. Dokter anestesi menilai, mengisi dan
menandatangani didalam rekam medis
berdasarkan kriteria yang ditetapkan
2. Perawat jaga RR melaporkan kondisi
terakhir sebelum pasien ditransfer
menuju ruang rawat inap ataupun
pemulangan pada pasien ODC
3. Perawat jaga RR melakukan serah terima
pasien dengan petugas penjemput dan
terdokumentasi pada rekam medik
4. Kriteria transfer berdasarkan kriteria
Pemulihan Fase 1 Aldrete Scoring
System pada pasien dewasa dan kriteria
Pemulihan Fase 1 Steward Scoring
System pada pasien anak-anak.
(terlampir)
5. Kriteria transfer pasien yang
mendapatkan anestesi regional,
ditambahkan penilaian Bromage Score
( terlampir)
6. Kriteria pemulangan pasien one day care
berdasarkan Postanesthetic Discharge
Scoring System (PADSS) dan disertai
intruksi khusus pasien ODC (terlampir)
9. EDUKASI
10. PROGNOSIS
11. TINGKAT EVIDENS
12. TINGKAT REKOMENDASI
13. PENELAAH KRITIS
14. INDIKATOR MEDIS
15. KEPUSTAKAAN 1. Menteri Kesehatan Republik Indonesia.
2015. SK NOMOR
HK.02.02/MENKES/251/2015 Tentang
Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran
Anestesiologi dan Terapi Intensif. Jakarta:
Pengurus Pusat Perhimpunan Dokter
Spesialis Anestesiologi dan Terapi Intensif
Indonesia
2. Kolegium Anestesiologi & Reanimasi
Indonesia. 2008. Modul Pendidikan Dokter
Speliasi Anestesiologi dan Reanimasi.
Bandung : Kolegium Anestesiologi &
Reanimasi Indonesia
PANDUAN PRAKTEK KLINIS PELAYANAN ICU
9. Tekanan paddle
a. Dewasa – kurang lebih 12 kg/paddle
b. Anak – pastikan kontak paddle
dengan dinding dada adekuat
10. Nyalakan tombol switch untuk
synchronized cardioversion atau
asynchronized defibrillation sesuai
indikasi
11. Atur besar energi listrik (sesuai
rekomendasi AHA)
a. Defibrilasi dewasa
Alat bifasik manual : setiap alat
memiliki anjuran pabrik mengenai
besar energi listrik, biasanya antara
120 J – 200 J. Apabila tidak
diketahui, pergunakan energi 200 J
untuk dosis awal defibrilasi. Dosis
berikutnya sama atau lebih tinggi
dibandingkan dosis awal.
Alat monofasik : 360 J untuk dosis
inisial dan dosis ulangan
berikutnya.
b. Kardioversi (synchronized) dewasa
Ventrikel takikardi (stabil) : alat
monofasik, 100 J untuk inisial, dan
berikutnya dapat ditingkatkan ; alat
bifasik, membutuhkan dosis terapi
yang lebih rendah.
Ventrikel takikardi polimorfik :
terapi seperti ventrikel fibrilasi.
Atrial fibrilasi : alat monofasik, 100
J ; alat bifasik, 100 J – 120 J atau
sesuai anjuran pabrik. Dosis energi
listrik ditingkatkan sesuai
kebutuhan.
Atrial flutter : 50 J, apabila irama
menetap, dosis ditingkatkan sesuai
kebutuhan.
Takikardi supraventrikel
paroksismal : 50 J, apabila irama
menetap, dosis ditingkatkan sesuai
kebutuhan
Apabila kondisi pasien memburuk,
segera pergunakan mode
unsynchronized (mode defibrilator)
12.Dosis inisial kardioversi untuk takikardi
supraventrikel pada anak diberikan 0,5-
1 J/kgBB, apabila gagal dosis dinaikkan
bertahap 2 J/kgBB.
13.Dosis inisial kardioversi untuk ventrikel
takikardi pada anak diberikan 0,5-1
J/kgBB, apabila gagal dosis dinaikkan
bertahap 2 J/kgBB.
14.Perhatikan keamanan dari sirkuit listrik
(semua personel tidak berkontak
langsung dengan pasien, tempat tidur
dan peralatan di sekeliling pasien saat
tindakan defibrilasi/kardioversi)
15.Charge kapasitor defibrilator/
kardioverter
16.Setelah irama jantung dievaluasi, tekan
tombol discharge sampai semua energi
listrik dilepaskan.
17.Apabila dilakukan tindakan defibrilasi,
segera dilanjutkan dengan tindakan
kompresi dinding dada; apabila
tindakannya kardioversi, evaluasi
kondisi pasien (napas, nadi dan irama
jantung)
18.Apabila tindakan tidak berhasil, ulangi
kembali proses diatas sesuai protokol
ACLS
9. EDUKASI
10. PROGNOSIS
11. TINGKAT EVIDENS IV
12. TINGKAT REKOMENDASI A
13. PENELAAH KRITIS
14. INDIKATOR MEDIS Irama jantung kembali ke irama sinus
15. KEPUSTAKAAN 1. Link MS, Atkins DL, Passman RS,
Halperin HR, Samson RA, White RD, et
al. Part 6 : Electrical Therapies:
Automated External Defibrillators,
Defibrillation, Cardioversion, and Pacing.
2010 American Heart Association
Guidelines for Cardiopulmonary
Resuscitation and Emergency
Cardiovascular Care. Circulation.
2010;122[suppl 3]:S706 –S719.
2. Dries DJ, penyunting.
Defibrillation/Cardioversion. Dalam :
Fundamental Critical Care Support edisi
ke-5. Society of Critical Care Medicine.
2012. Appendix 5-1 – 6
2. ANAMNESIS
3. PEMERIKSAAN FISIK
4. KRITERIA DIAGNOSA 1. Henti napas (apnea)
2. Gagal napas akut hipoksemia:
a. Udem paru kardiogenik dan non
kardiogenik
b. Pneumonia
c. Acute respiratory distress syndrome
(ARDS)
d. Immunocompromised (keganasan,
pasca transplantasi)
3. Gagal napas akut hiperkapnia
a. Eksarsebasi akut penyakit paru
obstruksi kronik
b. Asma akut
c. Penyakit neuromuskuler ( Guillan
Barre syndrome, Myasthenia Gravis)
d. Disfungsi otot ventilasi
( ketidakseimbangan elektrolit,
malnutrisi, deformitas toraks,atrofi)
e. Gangguan pusat napas ( hipotiroid,
cedera otak)
4. Pasca henti jantung
5. Pasca bedah dengan gangguan-
gangguan: hemodinamik,atau respirasi,
atau kesadaran
6. Gangguan kesadaran dengan GCS ≥ 8
dengan/ tanpa tanda-tanda peningkatan
tekanan intracranial
7. Syok
5. DIAGNOSA KERJA
6. DIAGNOSA BANDING
7. PEMERIKSAAN
PENUNJANG
8. TERAPI/TATALAKSANA 1. Pemeriksaan gas darah arteri
2. Penjelasan kepada keluarga tentang
prosedur tindakan
3. Melakukan tindakan intubasi trakea
4. Menyambungkan pipa endotracheal ke
ventilator
5. Menyetel mode ventilasi pada ventilator
yang paling dikuasai ( misal: assist-
control volume atau assist-control
pressure ventilation atau synchronized
intermittent mandatory ventilation)
6. Penyetelan awal FiO2 100%, setelah itu
dapat dirubah dengan target SpO 2 92%-
95% atau ≥88% pada pasien ARDS
7. Penyetelan awal volume tidal adalah 8-
10 ml/kg pada pasien dengan daya
kembang paru normal, 6-8 ml/kg pada
pasien dengan daya kembang paru
buruk (ARDS) dianjurkan dengan
menjaga tekanan plateau ≤ 30 cmH2O
8. Penyetelan laju napas disesuaikan target
ventilasi semenit 100 ml/kg, dan pH ~
7,4
9. Penyetelan PEEP ≥ 5 cmH2O
10. Penyetelan trigger sensitivity sebesar
3 L/menit atau - 2 cmH2O
11. Selama pasien dalam ventilator,
dapat diberikan obat sedasi dan/
analgetik intravena kontinyu, sedapat
mungkin tidak diberikan obat pelumpuh
otot
12. Pemeriksaan gas darah arteri
dilakukan 30 menit setelah penyetelan
awal dan perubahan penyetelan pada
ventilator
9. EDUKASI
10. PROGNOSIS
11. TINGKAT EVIDENS IV
12. TINGKAT REKOMENDASI A
13. PENELAAH KRITIS
14. INDIKATOR MEDIS
15. KEPUSTAKAAN 1. Caples SM, Gay PC. Noninvasive
positive pressure ventilation in the
intensive care unit: A concise review.
Crit Care Med 2005;33:2651-2658.
2. Tobin MJ. Principles and Practice of
Mechanical Ventilation. Rev.ed, New
York,NY:Mc Graw-Hill Co;2006
3. Dries DJ (ed) Fundamental Critical Care
Support. 5th ed.Society of Critical Care
Medicine;2012:p.5.1
PEDOMAN PRAKTIK KLINIK ANESTESI
RSUD TRIPAT
LOMBOK BARAT
2. ANAMNESIS
3. PEMERIKSAAN FISIK
4. KRITERIA DIAGNOSA 1. Obstruksi jalan napas atas
2. Tracheal toilets :
a. Tidak bisa membersihkan sekret
karena kelemahan umum, kesadaran
menurun, sekresi berlebihan,
b. Penyakit-penyakit neuromuskular,
c. Menggunakan ventilator jangka
panjang
5. DIAGNOSA KERJA
6. DIAGNOSA BANDING
7. PEMERIKSAAN
PENUNJANG
8. TERAPI/TATALAKSANA 1. Pasien diposisikan terlentang dengan
kepala ekstensi, kalau perlu diganjal
pundaknya, kemudian identifikasi titik
yang akan ditrakheostomi,
2. Diberikan sedasi dan analgetika
(ditambahkan opioid jika tersedia) pada
pasien,
3. Operator mencuci tangan,
4. Operator mengenakan topi, masker,
gaun steril, dan sarung tangan steril
5. Desinfektan kulit leher dan dada bagian
atas, tutup duk lobang steril, injeksi
lidokain sub kutis pada titik
trakheostomi,
6. Buat irisan kulit melintang 1,5 cm,
perdarahan dihentikan/ ditekan dengan
kasa steril, jaringan subkutis
dibebaskan dengan klem pean sampai
menyentuh kartilago trakhea.
7. Tusuk jarum Seldinger dengan tekanan
negatif pada spuit pada celah antar
kartilago trachea 1-2, sampai spuit
menyedot udara dari dalam trachea (bila
memungkinkan dengan panduan
bronkoskopi). Kemudian jarum
diarahkan ke kaudal dan spuit dilepas,
kawat pemandu dimasukkan ke dalam
jarum, kemudian jarum dicabut,
8. Dilakukan dilatasi lubang bekas
tusukan jarum dengan dilator primer
melalui kawat pemandu,
9. Dilakukan dilatasi lubang bekas
tusukan jarum tersebut melalui kawat
pemandu dengan dilator Cula Badak
sampai garis batas atas, kemudian
dilator cula badak dilepaskan,
10.Pipa trakhea dipasang dituntun kawat
pemandu, balon (cuff) diisi udara,
kemudian kawat pemandu dilepas,
dilakukan penghisapan jalan napas
memalui pipa trakea, kemudian pipa
trakea dihubungkan dengan alat bantu
napas (Bag-Mask, atau Ventilator)
11.Dilakukan fiksasi dengan pita melingkar
leher
9. EDUKASI
10. PROGNOSIS
11. TINGKAT EVIDENS IV
12. TINGKAT REKOMENDASI A
13. PENELAAH KRITIS
14. INDIKATOR MEDIS
15. KEPUSTAKAAN 1. Irwin & Rippe’s Intensive Care Medicine
7th Ed. Editor : Irwin, R.S. & Rippe, J.M.,
Wolters Kluwer Lippincott Williams &
Wilkins, Philadelpia, 2012, hal : 105-
116.
2. Oh’s Intensive Care Manual 6th Ed.
Editor : Bersten, A.D and Soni, N.,
Butterworth Heinemann Elsevier,
Philadelpia, 2009, hal : 68, 332-334
PEDOMAN PRAKTIK KLINIK ANESTESI
RSUD TRIPAT
LOMBOK BARAT
PEMASANGAN KATETER DOBEL LUMEN UNTUK HEMODIALISIS
5. DIAGNOSA KERJA
6. DIAGNOSA BANDING
7. PEMERIKSAAN
PENUNJANG
8. TERAPI/TATALAKSANA 1. Pemasangan pada v subclavia :
a. Punggung pasien diganjal
b. Pasien posisi terlentang dan
Trendelenberg 150
c. Cucitangan, pakai gaun steril dan
sarung tangan steril
d. Desinfeksi daerah subclavia dengan
cairan anti septic meluas ke daerah
jugular ipsilateral sampai dengan
papilla mamaeipsilateral dan 1/3
lengan atas ipsilateral
e. Tutup dengan doeksteril
f. Infiltrasi dengan lidocaine 2% disekitar
tempat tusukan
g. Dari inferior clavicula, susuriclavicula
sampai dengan pertemuan clavicula
dengan iga pertama, lakukan puncture
dengan jarum ke arah sternal notch
sambil dilakukan aspirasi dan bevel
mengarah ke bawah
h. Bila saat aspirasi keluar darah warna
kehitaman kedalam syringe lalu
lepaskan synring, tutup lumen jarum
dan masukkan guide wire (jaga jangan
sampai ada emboli udara) melalui
jarum sampai guide wire bertanda garis
2 (kedalaman ± 20 cm), berhenti
memasukkan wire jika ada tahanan
i. Dilatasi dengan scalpel no 11
j. Lepaskan jarum dan pertahankan
guide wire
k. Masukkan dilator melalui wire (ukuran
kecil lebih dahulu kemudian yang
ukuran lebih besar)
l. Lepaskan dilator dan pertahankan wire
ditempatnya
m. Masukkan kateter melalui wire
sampai kateter mencapai kedalaman
15-20 cm (perkiraan ujung kateterter
letak pada pertemuan vena cava
superior dengan atrium kanan
n. Aspirasi dari masing-masing cabang
kateter dengan syringe yang berisi
cairan NaCl kemudian di flush sampai
kateter tampak jernih kemudian tutup
masing-masing lumen kateter
o. Fiksasi dengan jahitan dan ditutup
dengan kasasteril dan plester atau
tegaderm
p. Konfirmasi posisi kateter dengan
melakukan pemeriksaan fototoraks
5. DIAGNOSA KERJA
6. DIAGNOSA BANDING
7. PEMERIKSAAN
PENUNJANG
8. TERAPI/TATALAKSANA 1. Persiapan
a. Informed consent
b. Pengetahuan anatomi,struktur-
struktur dinding dada, intra toraks
dan intra abdomen , dan teknik
aseptic secara umum,
c. Persiapan alat & bahan:
Gaun dan sarung tangan steril,
Topi & masker,
Larutan chlorhexidine atau
povidone-iodine,
Kain duk penutup yang berlubang
dan kasa steril,
Lidocain 2% tanpa epinefrin,
Spuit + jarumnya,
Pisau scalpel,
Klem-pean,
Chest tube dengan trokar ukuran
32-38 fr,
Alat penampung dengan sistem
tertutup (wsd, water sealed
device),
Pemegang jarum jahit,
Benang jahit non serap,
Jarum kulit,
Plester
2. Prosedur Tindakan
a. Pasien diposisikan terlentang kepala
lebih tinggi, lengan atas ke atas,
tentukan titik insersi pada linea
axillaris media, celah iga 4-5,
b. Operator menggunakan gaun dan
sarung tangan steril, bertopi dan
menggunakan masker mulut-hidung.
Dilakukan desinfeksi pada tempat
insersi dan sekelilingnya, tutup duk
steril, kemudian infiltrasi lidokain
2% pada tempat insersi
c. Insisi kulit melintang 1-2 cm, darah
dihentikan/ditekan dengan kasa
steril, jaringan subkutis dibebaskan
dengan klem pean sampai
menyentuh iga,
d. Chest tube dengan trokar
diinsersikan dengan cara ujungnya
diletakkan pada celah iga 4-5 tegak
lurus dengan permukaan kulit
didorong masuk (dengan kuat) ke
dalam rongga toraks, setelah ujung
chest tube menembus dinding toraks
kemudian diarahkan kranial untuk
kasus pneumotoraks atau ke arah
kaudal untuk kasus cairan dalam
ruang pleura, kemudian chest tube
didorong masuk sampai semua
lubangnya berada dalam ruang
pleura, kemudian trokar ditarik
keluar/dilepas, kemudian ujung
distal chest tube dihubungkan
dengan WSD, kemudian dilakukan
fiksasi chest tube dengan jahitan
pada kulit, dan kemudian ditutup
kasa steril dan plester
2. ANAMNESIS
3. PEMERIKSAAN FISIK
4. KRITERIA DIAGNOSA 1. Pasien yang memerlukan pemantauan tekanan
vena sentral serta pemeriksaan saturasi vena
sentral
2. Pemberian obat-obat dengan konsentrasi tinggi
3. Pemberian obat vasoaktif (inotropic dan
vasopressor)
4. Pemberian nutrisi parenteral
5. Pengambilan sample darah
6. Resusitasi cairan yang membutuhkan largebore
venous access
7. Kesulitan memasang infus perifer
8. Transvenous pacing
9. Pemasangan kateter Swan-Ganz
10. Prolong intravenous chemoterapi
5. DIAGNOSA KERJA
6. DIAGNOSA BANDING
7. PEMERIKSAAN
PENUNJANG
8. TERAPI/TATALAKSANA 1. Persiapan
a. Persiapan pasien :
1) Informed concent pada pasien
dan/keluarga pasien
2) Pasang monitor EKG, pulse- oksimetri
b. Persiapan alat :
1) Set kateter vena sentral sesuai ukuran
dan kebutuhan akses vena (double
lumen atau multi lumen) – (1 set)
2) Sarung tangan steril – (2 pasang)
3) Gaun steril – (2 buah)
4) Syringe 5 ml, untuk anestesi local – (1
buah)
5) Anestetik local ( lidocaine 2% 3-5 ampul)
6) Minor set (pinset anatomis, gunting,
needle holder, klem, kom )
7) Doek steril 2-4 buah
8) Benang – ( 1 set)
9) Scalpel no 11 – (1 buah)
10) Cairan NaCl 0,9% steril, sudah
heparinisasi – (1 labu)
11) Cairan antiseptic – ( 50 ml)
12) Ganjal bahu (bantal kecil)
13) Persiapkan trolley emergency
14) Kasa steril dan plester untuk menutup
atau tegaderm- (1 lembar)
c. Persiapan obat :
1) Obat sedatif (jika pasien tidak kooperatif) :
midazolam atau propofol – (1 ampul)
2. Prosedur Tindakan
a. Pemasangan pada v subclavia :
1) Punggung pasien diganjal
2) Pasien posisi terlentang dan
Trendelenberg 150
3) Cuci tangan, pakai gaun steril dan
sarung tangan steril
4) Desinfeksi daerah subclavia dengan
cairan antiseptic meluas kedaerah
jugular ipsilateral sampai dengan papilla
mamae ipsilateral dan 1/3 lengan atas
ipsilateral
5) Tutup dengan doek steril
6) Infiltrasi deengan lidocaine 2% disekitar
tempat tusukan
7) Dari inferior clavicula, susuri clavicula
sampai dengan pertemuan clavicula
dengan iga pertama, lakukan puncture
dengan jarum kearah sternal notch
sambil dilakukan aspirasi dan bevel
mengarah kebawah
8) Bila saat aspirasi keluar darah warna
kehitaman kedalam syringe lalu
lepaskan synring, tutup lumen jarum dan
masukkan guide wire (jaga jangan
sampai ada emboli udara) melalui jarum
sampai guide wire bertanda garis 2
( kedalaman ± 20 cm), berhenti
memasukkan wire jika ada tahanan
9) Dilatasi dengan scalpel no 11
10) Lepaskan jarum dan pertahankan guide
wire
11) Masukkan dilator melalui wire (ukuran
kecil lebih dahulu kemudian yang ukuran
lebih besar)
12) Lepaskan dilator dan pertahankan wire
ditempatnya
13) Masukkan kateter melalui wire sampai
kateter mencapai kedalaman 15-20 cm
(perkiraan ujung kateter terletak pada
pertemuan vena cava superior dengan
atrium kanan
14) Aspirasi dari masing-masing cabang
kateter dengan syringe yang berisi
cairan NaCl kemudian di flush sampai
kateter tampak jernih kemudian tutup
masing-masing lumen kateter
15) Fiksasi dengan jahitan dan ditutup
dengan kasa steril dan plester atau
tegaderm
16) Konfirmaasi posisi kateter dengan
melakukan pemeriksaan foto toraks
9. EDUKASI
10. PROGNOSIS
11. TINGKAT EVIDENS
12. TINGKAT REKOMENDASI IV
13. PENELAAH KRITIS A
14. INDIKATOR MEDIS
15. KEPUSTAKAAN 1. Principles of Critical Care. 3rd ed. Editor Hall JB,
Schmidt GA, Wood LDH. Mc Graw-Hill. 2005
2. Oh’s Intensive care Manual. 5tth ed. Editors
Andrew D Bersten, Neil Soni. Butterworth
Heinemann. 2003
3. Central venous access via v subclavian
approach to the subclavian vein. Roe III JE.
Editor Rick Kulkani. Updated August 2012
4. Guideline on the insertion and management of
central venous access devices in adult. L.
Bishop; L Dougherty; A Bodenham et al.
international Journal of Laboratory Hematology;
2007;29: 261-278
5. ICU Protocols. A Stepwise Approach. Editors
Chawla R; Todi S. ISCCM. Springer 2012