Anda di halaman 1dari 52

BAB I

PENDAHULUAN

I.1. LATAR BELAKANG


Kira-kira 80% penduduk seumur hidup pernah sekali merasakan nyeri punggung
bawah. Pada setiap saat lebih dari 10% penduduk menderita nyeri punggung bawah. Insidensi
nyeri punggung bawah di beberapa negara berkembang lebih kurang 15-20% dari total
populasi, yang sebagian besar merupakan nyeri punggung bawah akut maupun kronik,
termasuk tipe benigna. Penelitian kelompok studi nyeri PERDOSSI Mei 2002 menunjukkan
jumlah penderita nyeri punggung bawah sebesar 18,37% dari seluruh pasien nyeri. Studi
populasi di daerah pantai utara Jawa Indonesia ditemukan insidensi 8,2% pada pria dan
13,6% pada wanita. Di rumah sakit Jakarta, Yogyakarta dan Semarang insidensinya sekitar
5,4 – 5,8%, frekuensi terbanyak pada usia 45-65 tahun.1
Dalam bahasa Inggris kedokteran, punggung bawah dikenal sebagai “Low Back”,
secara anatomi punggung bawah adalah daerah tulang belakang lumbal 1 sampai tulang
sacrum dan otot-otot sekitarnya. Daerah punggung bawah mempunyai fungsi penting pada
tubuh manusia, yaitu membuat tubuh berdiri tegak, untuk pergerakan, dan melindungi
beberapa organ penting yang ada didalamnya. Peranan otot-otot erektor truski adalah
memberikan tenaga imbangan ketika mengangkat benda. 1
Biasanya nyeri punggung bawah membutuhkan waktu 6-7 minggu untuk
penyembuhan baik terhadap jaringan lunak maupun sendi, namun 10% diantaranya tidak
mengalami perbaikan dalam kurun waktu tersebut. Hal ini pastilah sangat mengganggu,
bukan hanya menimbulkan rasa tidak nyaman atau sakit, tapi juga menghambat produktifitas
di kehidupan sehari-hari.1
Nyeri punggung bawah merupakan gejala, bukan suatu diagnosis. Nyeri punggung
bawah merupakan kelainan dengan berbagai etiologi dan membutuhkan penanganan
simtomatis serta rehabilitasi medik. Banyak sekali penyebab nyeri punggung bawah pada
manusia, bisa karena infeksi pada otot atau tulang belakang, trauma atau benturan yang hebat
pada pinggang, kelainan pada tulang belakang, dan lain - lain. Salah satu yang cukup sering
menyebabkan nyeri punggung bawah adalah yang dinamakan Herniated Nucleus Pulposus
(HNP).2

1
Hernia Nukleus Pulposus (HNP) merupakan salah satu dari sekian banyak “Low Back
Pain” akibat proses degeneratif yang ditemukan di masyarakat. Prevalensinya berkisar antara
1-2% dari populasi. Laki-laki dan wanita memiliki resiko yang sama dalam mengalami HNP,
dengan awitan paling sering antara usia 30 dan 50 tahun. Hernia Nukleus Pulposus
merupakan penyebab paling umum kecacatan akibat kerja pada mereka yang berusia di
bawah 45 tahun. Nyeri punggung bawah yang diderita pasien usia kurang dari 55 atau 60
tahun adalah disebabkan oleh HNP, sedangkan yang berusia lebih tua nyeri punggung bawah
disebabkan oleh osteoporosis, fraktur kompresi, dan fraktur patologis.1,2
Hernia Nukleus Pulposus (HNP) lumbalis paling sering (90%) mengenai diskus
intervertebralis L5-S1 dan L4-L5, sedangkan 10% sisanya terjadi didaerah L3-L4. Pasien
HNP lumbal seringkali mengeluh rasa nyeri menjadi bertambah pada saat melakukan
aktivitas seperti duduk lama, membungkuk, mengangkat benda yang berat, juga pada saat
batuk, bersin dan mengejan. Biasanya nyeri punggung bawah oleh karena HNP akan
membaik dalam waktu kira-kira 6 minggu. 1,2

I.2. TUJUAN
Untuk mengetahui secara umum tentang definisi, epidemiologi, patofisiologi, gejala
klinis, prosedur diagnostik, serta penatalaksanaan nyeri punggung bawah ec Hernia Nukleus
Pulposus lumbalis.

I.3. MANFAAT
Dengan penulisan refarat ini dapat diketahui dengan jelas tentang diagnosis dan
penatalaksanaan nyeri punggung bawah ec Hernia Nukleus Pulposus lumbalis.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

II.1. DEFENISI
Hernia Nukleus Pulposus (HNP) adalah suatu keadaan dimana sebagian atau seluruh
bagian dari nukleus pulposus mengalami penonjolan ke dalam kanalis spinalis.3
Hernia Nukleus Pulposus (HNP) adalah suatu penyakit, dimana bantalan lunak
diantara ruas-ruas tulang belakang (soft gel disc atau Nucleus Pulposus) mengalami tekanan
di salah satu bagian posterior atau lateral sehingga nucleus pulposus pecah dan luruh
sehingga terjadi penonjolan melalui anulus fibrosus ke dalam kanalis spinalis dan
mengakibatkan penekanan radiks saraf.2

Gambar 1. Hernia Nukleus Pulposus (HNP)4

3
II.2. SINONIM
Sinonim Hernia Nukleus Pulposus (HNP) adalah : Herniasi Diskus Intervertebralis,
Ruptured Disc, Slipped Disc, Prolapsed Disc, Lumbar Radiculopathy, Cervical
Radiculopathy, dan sebagainya.3
Hernia Nucleus Pulposus (HNP) atau herniasi diskus intervertebralis, yang sering
pula disebut sebagai Lumbar Disc Syndrome atau Lumbosacral radiculopathies adalah
penyebab tersering nyeri punggung bawah yang bersifat akut, kronik atau berulang.2

II.3. EPIDEMIOLOGI

Hernia Nukleus Pulposus (HNP) merupakan penyebab dari nyeri punggung bawah
(NPB) yang penting. Prevalensi : 1-2% populasi. Hernia Nukleus Pulposus (HNP) tersering :
90 % = HNP lumbalis, mengenai diskus intervertebralis L5 - S1 dan L4 - L5, membaik kira -
kira dlm waktu 6 bulan.3
Low Back Pain (LBP) sering dijumpai dalam praktek sehari-hari, terutama di negara -
negara industri. Diperkirakan 70-85% dari seluruh populasi pernah mengalami episode ini
selama hidupnya. Prevalensi tahunannya bervariasi dari 15-45%, dengan point prevalence
rata-rata 30%. Di Amerika Serikat, nyeri ini merupakan penyebab yang urutan paling sering
dari pembatasan aktivitas pada penduduk dengan usia <45 tahun, urutan ke - 2 untuk alasan
paling sering berkunjung ke dokter, urutan ke-5 alasan perawatan di rumah sakit, dan alasan
penyebab yang paling sering untuk tindakan operasi.3,4
Data epidemiologi mengenai LBP di Indonesia belum ada, namun diperkirakan 40%
penduduk pulau Jawa Tengah berusia diatas 65 tahun pernah menderita nyeri punggung
bawah, prevalensi pada laki-laki 18,2% dan pada wanita 13,6%. Insiden berdasarkan
kunjungan pasien ke beberapa rumah sakit di Indonesia berkisar antara 3-17%.4
Di Amerika, insiden terjadinya HNP dapat ditemukan pada usia diatas 20 tahun.
Hernia Nukleus Pulposus (HNP) dapat terjadi pada region servikal maupun lumbalis, hal ini
tergantung dari kondisi dari setiap diskus. Hernia Nukleus Pulposus (HNP) paling sering
terjadi di daerah lumbalis (70-90 %), sedangkan HNP di daerah servikalis sebanyak 10
persen, di daerah thorax sangat jarang sekitar 1 persen. Sekitar 90% dari seluruh kejadian
HNP lumbal terdapat pada level L 4-5 dan L5-S1. Titik terlemah dari diskus yang sering terjadi
HNP adalah pada posterolateral (49%), sedangkan pada posterocentral sekitar 8%, lateral
<10%, dan intraosseous (schmorl node) sekitar 14%. Insiden HNP merata diseluruh dunia
tidak tergantung dari ras, sedangkan risiko antara wanita dan pria adalah sama. Usia dibawah

4
40 tahun jarang menimbulkan keluhan, dan usia diatas 40 tahun sering berkaitan dengan
degenerative disk disease.3

II.4. ANATOMI

Columna vertebralis adalah struktur tulang yang kompleks dan fleksibel yang
merupakan pilar utama tubuh dan dibentuk oleh tulang-tulang tidak beraturan, disebut
vertebra. Tulang vertebra dikelompokkan sebagai berikut :
- Cervicalis (7)
- Thoracic (12)
- Lumbalis (5)
- Sacralis (5, menyatu membentuk sacrum)
- Coccygeus (4, 3 yang bawah biasanya menyatu)5

Gambar 2. Tulang Vertebra5

Tulang vertebra ini dihubungkan satu sama lainnya oleh ligamentum dan tulang
rawan. Bagian anterior columna vertebralis terdiri dari corpus vertebrae yang dihubungkan
satu sama lain oleh diskus fibrokartilago yang disebut diskus invertebralis dan diperkuat oleh
ligamentum longitudinalis anterior dan ligamentum longitudinalis posterior.5

5
Gambar 3. Ligamentum pada tulang vertebra6

Diskus invertebralis menyusun seperempat panjang columna vertebralis. Diskus ini


paling tebal di daerah cervical dan lumbal, tempat dimana banyak terjadi gerakan columna
vertebralis, dan berfungsi sebagai sendi dan shock absorber agar columna vertebralis tidak
cedera bila terjadi trauma.3
Diskus intervertebralis terdiri dari dua bagian utama : nukleus pulposus di tengah dan
anulus fibrosus disekelilingnya. Diskus dipisahkan dari tulang yang diatas dan dibawanya
oleh lempengan tulang rawan yang tipis (hyalin cartilage plate).4
Diskus intervertebralis terbagi dua bagian utama yang penting :
1. Anulus fibrosus, terbagi menjadi 3 lapisan, yaitu:
- Lapisan terluar terdiri dari lamella fibro kolagen yang berjalan menyilang konsentris
mengelilingi nukleus pulposus sehingga bentuknya seakan-akan menyerupai gulungan
(coiled spring)
- Lapisan dalam terdiri dari jaringan fibro kartilagenus
- Daerah transisi. 3

2. Nukleus Pulposus
Nukleus Pulposus adalah suatu gel yang viskus terdiri dari proteoglycan (hyaluronic
long chain) mengandung kadar air yang tinggi (80%) dan mempunyai sifat sangat
higroskopis. Nukleus pulposus berfungsi sebagai bantalan dan berperan menahan tekanan
atau beban. 3

6
Gambar 4. Diskus Intervertebralis yang normal 6

II.5. FAKTOR RESIKO


Ada beberapa faktor yang berpotensi menyebabkan HNP, dibagi menjadi faktor resiko
yang dapat dirubah (modifiable) dan tidak dapat dirubah (unmodifiable).3

a) Faktor resiko yang tidak dapat dirubah


1. Umur: makin bertambah umur resiko makin tinggi. Pertambahan usia
menyebabkan terjadi perubahan degeneratif yang berpengaruh pada penurunan
kemampuan menahan air yang dimiliki nukleus pulposus, proteoglikan rusak,
komponen mekanik memburuk yang akhirnya melampaui tekanan maksimal
dalam diskus sehingga mengakibatkan penonjolan annulus.
2. Jenis kelamin: laki-laki lebih banyak dari wanita
3. Riwayat cedera punggung atau HNP sebelumnya. 3
b) Faktor resiko yang dapat dirubah
1. Pekerjaan dan aktivitas: duduk yang terlalu lama, mengangkat atau menarik
barang-barang berat, sering membungkuk atau gerakan memutar pada
punggung, latihan fisik yang berat, paparan pada vibrasi yang konstan seperti
supir.
2. Olahraga yang tidak teratur, mulai latihan setelah lama tidak berlatih, latihan
yang berat dalam jangka waktu yang lama. 3

7
3. Merokok. Nikotin dan racun-racun lain dapat mengganggu kemampuan diskus
untuk menyerap nutrien yang diperlukan dari dalam darah.
4. Berat badan berlebihan, terutama beban ekstra di daerah perut dapat
menyebabkan strain pada punggung bawah.
5. Batuk lama dan berulang. 3

II.6. ETIOLOGI
Penyebab utama terjadinya HNP adalah cedera, cedera dapat terjadi karena terjatuh
tetapi lebih sering karena posisi menggerakkan tubuh yang salah. Pada posisi gerakan tulang
belakang yang tidak tepat maka sekat tulang belakang akan terdorong ke satu sisi dan pada
saat itulah bila beban yang mendorong cukup besar akan terjadi robekan pada annulus
pulposus yaitu cincin yang melingkari nucleus pulposus dan mendorongnya merosot keluar
sehingga disebut hernia nucleus pulposus. Sebenarnya cincin (annulus) sudah terbuat sangat
kuat tetapi pada pasien tertentu di bagian samping belakang (posterolateral) ada bagian yang
lemah (locus minoris resistentiae).6

Gambar 5. Kejadian yang menyebabkan Hernia Nukleus Pulposus (HNP)6

Contoh kejadian sehari-hari yang dapat membuat terjadinya HNP adalah :


 Mengambil benda yang jatuh dilantai.
 Mengejar bola yang cukup jauh dengan ayunan langkah yang tidak akurat saat
bermain tenis.
 Mengepel lantai.

8
 Tergelincir saat berjalan.
 Melompat.6
 Mengambil sesuatu di atas lemari.
 Membungkuk tiba-tiba.
 Tiba-tiba berlari mengejar sesuatu.

Beberapa contoh kejadian sehari-hari diatas kadang-kadang begitu saja terjadi, tidak
disengaja. Sehingga unsur ketidaksengajaan dan tiba-tiba memainkan peran yang menonjol
untuk tercetusnya HNP. Bisa juga terjadi karena adanya spinal stenosis, ketidakstabilan
vertebra karena salah posisi, mengangkat, pembentukan osteophyte, degenerasi dan dehidrasi
dari kandungan tulang rawan annulus dan nukleus mengakibatkan berkurangnya elastisitas
sehingga mengakibatkan herniasi dari nukleus hingga annulus.6

II.7. PATOFISIOLOGI
Serat anulus dibagian anterior diperkuat oleh ligamentum longitudinal anterior yang
kuat sehingga diskus intervertebralis tidak mudah menerobos daerah ini atau daerah diskus
intervertebralis bagian anulus anterior tidak mudah diterobos (tidak mudah rusak). Pada
bagian posterior serat - serat anulus paling luar dan tengah sedikit dan ligamentum
longitudinal posterior kurang kuat sehingga mudah rusak. Mulai daerah lumbal 1 ligamentum
longitudinal posterior makin mengecil sehingga pada ruang intervertebra L5 - S1 tinggal
separuh dari lebar semula sehingga mengakibatkan mudah terjadinya kelainan di daerah ini.3
Melengkungnya punggung ke depan akan menyebabkan menyempitnya atau
merapatnya tulang belakang bagian depan, sedangkan bagian belakang merenggang,
sehingga nucleus pulposus akan terdorong ke belakang. Prolapsus discus intervertebralis,
hanya yang terdorong ke belakang yang menimbulkan nyeri, sebab pada bagian belakang
vertebra terdapat serabut saraf spinal serta akarnya, dan apabila tertekan oleh prolapsus
discus intervertebralis akan menyebabkan nyeri yang hebat pada bagian punggung bawah,
bahkan dapat menyebabkan kelumpuhan anggota bagian bawah.2
Herniasi atau ruptur dari discus intervertebra adalah protrusi nucleus pulposus
bersama beberapa bagian anulus ke dalam kanalis spinalis atau foramen intervertebralis.
Karena ligamentum longitudinalis anterior jauh lebih kuat daripada ligamentum
longitudinalis posterior, maka herniasi diskus hampir selalu terjadi ke arah posterior atau
posterolateral. Herniasi tersebut biasanya menggelembung berupa massa padat dan tetap

9
menyatu dengan badan diskus, walaupun fragmen-fragmennya kadang dapat menekan keluar
menembus ligamentum longitudinalis posterior dan masuk lalu berada bebas ke dalam
kanalis spinalis. Perubahan morfologik pertama yang terjadi pada diskus adalah memisahnya
lempeng tulang rawan dari korpus vertebra di dekatnya.2,6
Pada tahap pertama sobeknya anulus fibrosus itu bersifat sirkumferensial. Karena
adanya gaya traurnatik yang berulang, sobekan itu menjadi lebih besar dan timbul sobekan
radial. Apabila hal ini telah terjadi, maka risiko HNP hanya menunggu waktu dan bisa terjadi
pada trauma berikutnya. Gaya presipitasi itu dapat diasumsikan seperti gaya traumatik ketika
hendak menegakkan badan waktu terpeleset, mengangkat benda berat, dan sebagainya.7
Menjebolnya (herniasi) nukleus pulposus dapat mencapai ke korpus tulang belakang
di atas atau di bawahnya. Bisa juga menjebol langsung ke kanalis vertebralis. Sobekan
sirkumferensial dan radial pada annulus fibrosus diskus intervertebralis berikut dengan
terbentuknya nodus Schmorl atau merupakan kelainan yang mendasari low back pain
subkronis atau kronis yang kemudian disusul oleh nyeri sepanjang tungkai yang dikenal
sebagai iskhialgia atau siatika. Menjebolnya nukleus pulposus ke kanalis vertebralis berarti
bahwa nucleus pulposus menekan radiks yang bersama-sama dengan arteria radikularis yang
berada dalam lapisan dura. Hal itu terjadi jika penjebolan berada di sisi lateral. Tidak akan
ada radiks yang terkena jika tempat herniasinya berada di tengah. Pada tingkat L2, dan terus
ke bawah tidak terdapat medula spinalis lagi, maka herniasi yang berada di garis tengah tidak
akan menimbulkan kompresi pada kolumna anterior. Setelah terjadi HNP, sisa diskus
intervertebral ini mengalami lisis, sehingga dua korpora vertebra bertumpang tindih tanpa
ganjalan.3,7
Kemampuan menahan air dari nukleus pulposus berkurang secara progresif dengan
bertambahnya usia. Mulai usia 20 tahun terjadi perubahan degenerasi yang ditandai dengan
penurunan vaskularisasi ke dalam diskus disertai dengan berkurangnya kadar air dalam
nukleus sehingga diskus mengkerut, sebagai akibatnya nukleus menjadi kurang elastis. Pada
diskus yang sehat, bila mendapat tekanan maka nukleus pulposus menyalurkan gaya tekan ke
segala arah dengan sama besar. Kemampuan menahan air mempengaruhi sifat fisik dari
nukleus. Penurunan kadar air nukleus mengurangi fungsinya sebagai bantalan, sehingga bila
ada gaya tekan maka akan disalurkan ke anulus secara asimetris akibatnya bisa terjadi cedera
atau robekan pada anulus.3

10
Gambar 6. Herniasi Diskus Intervertebralis7

Sela intervertebra lumbal L4-L5 dan L5-S1 adalah yang paling sering terkena,
terutama L5-S1. Sedangkan L3-L4 merupakan urutan berikutnya. Ruptur diskus lumbal yang
lebih tinggi jarang dan hampir selalu akibat trauma masif. Karena hubungan anatomis pada
vertebra lumbal, protrusi diskus biasanya menekan radiks saraf yang muncul satu vertebra di
bawahnya. Jika terdapat fragmen diskus bebas, biasanya mengenai radiks yang muncul di
atas diskus yang mengalami herniasi.6
Sebagian besar HNP terjadi pada L4-L5 dan L5-S1 karena:
 Daerah lumbal, khususnya daerah L5-S1 mempunyai tugas yang berat, yaitu
menyangga berat badan. Diperkirakan 75% berat badan disangga oleh sendi L5-S1.
 Mobilitas daerah lumabal terutama untuk gerak fleksi dan ekstensi sangat tinggi.
Diperkirakan hampir 57% aktivitas fleksi dan ekstensi tubuh dilakukan pada sendi
L5-S1.
 Daerah lumbal terutama L5-S1 merupakan daerah rawan karena ligamentum
longitudinal posterior hanya separuh menutupi permukaan posterior diskus. Arah
herniasi yang paling sering adalah posterolateral. 3

Selain itu serabut menjadi kotor dan mengalami hialisasi yang membantu perubahan
yang mengakibatkan herniasi nucleus pulpolus melalui anulus dengan menekan akar–akar
saraf spinal. Pada umumnya herniassi paling besar kemungkinan terjadi di bagian koluma
yang lebih banyak bergerak (perbatasan Lumbosakralis dan Servikotoralis). Sebagian besar
dari HNP terjadi pada lumbal antara Vertebra L4 sampai L5, atau L5 sampai S1. Arah
herniasi yang paling sering adalah posterolateral. Karena radiks saraf pada daerah lumbal
miring kebawah sewaktu berjalan keluar melalui foramena neuralis, maka herniasi diskus
antara L5 dan S1. 2,3,4

11
Perubahan degeneratif pada nukleus pulpolus disebabkan oleh pengurangan kadar
protein yang berdampak pada peningkatan kadar cairan sehingga tekanan intradistal
meningkat, menyebabkan ruptur pada anulus dengan stres yang relatif kecil. Sedang M.
Istiadi (1986) mengatakan adanya trauma baik secara langsung atau tidak langsung pada
diskus intervertebralis akan menyebabkan kompresi hebat dan herniasi nucleus pulposus
(HNP). Nukleus yang tertekan hebat akan mencari jalan keluar, dan melalui robekan anulus
fibrosus mendorong ligamentum longitudinal maka terjadilah herniasi.7
Protrusi atau ruptur nucleus pulposus biasanya didahului dengan perubahan
degeneratif yang terjadi pada proses penuaan. Kehilangan protein polisakarida dalam diskus
menurunkan kandungan air nukleus pulposus. Perkembangan pecahan yang menyebar di
anulus melemahkan pertahanan pada herniasi nucleus. Setelah trauma (jatuh, kecelakaan,
dan stress minor berulang seperti mengangkat) kartilago dapat cedera.7

Gambar 7. Patofisiologi HNP 6

12
II.8. DERAJAT ( STAGE )
Menurut gradasinya, Hernia Nukleus Pulposus dibagi atas beberapa macam :3,6
1. Protruded intervertebral disc, nukleus terlihat menonjol ke satu arah tanpa
kerusakan annulus fibrosus.
2. Prolapsed intervertebral disc, nukleus berpindah tetapi masih didalam lingkaran
annulus fibrosus.
3. Extruded intervertebral disc, nukleus keluar dari annulus fibrosus dan berada
dibawah ligamentum longitudinal posterior.
4. Sequestrated intervertebral disc, nukleus telah menembus ligamentum
longitudinal posterior.

Gambar 8. Derajat HNP 6

II. 9. MANIFESTASI KLINIS


Manifestasi klinis HNP tergantung dari radiks saraf yang terkena. Tanda dan gejala
yang spesifik pada berbagai jenis HNP adalah :
a. Hernia Nukleus Pulposus (HNP) Lumbalis
Gejala klinis yang paling sering pada HNP adalah:
1. Ischialgia (nyeri radikuler sepanjang perjalanan nervus ischiadicus). Nyeri
biasanya tajam, seperti terbakar atau berdenyut menjalar sampai dibawah lutut.
Nyeri pada HNP akan meningkat bila terjadi kenaikan tekanan intratekal atau
intradiskal seperti mengejan, batuk, bersin, mengangkat benda berat dan
membungkuk.

13
2. Bila saraf sensorik yang besar (A beta) terkena maka akan timbul gejala
kesemutan atau rasa tebal sesuai dengan dermatomnya. Timbul rasa kebas -
kebas (kesemutan / hipestesi) sebagai gangguan sensorik
3. Pada kasus yang berat dapat terjadi kelemahan otot tungkai bawah dan hilangnya
refleks tendon patella (KPR) dan Achilles (APR)
4. Bila mengenai Konus atau Kauda ekuina dapat terjadi gangguan miksi, defekasi
dan fungsi seksual. Keadaan ini merupakan suatu kegawatan dlm bidang
neurologi dan memerlukan tindakan pembedahan untuk mencegah kerusakan
fungsi secara permanen.3
b. Hernia Nukleus Pulposus (HNP) Cervicalis
Gejala klinis HNP Cervicalis yang sering dijumpai :
 Parasthesia dan rasa sakit ditemukan di daerah extremitas(sevikobrachialis).
 Atrofi di daerah biceps dan triceps.
 Refleks biceps yang menurun atau menghilang.
 Otot-otot leher spastik dan kaku kuduk. 3
c. Hernia Nukleus Pulposus (HNP) Thoracalis
Hernia ini jarang terjadi dan selalu berada di garis tengah hernia. Gejala – gejalanya
terdiri dari nyeri radikal pada tingkat lesi yang parastesia. Hernia dapat menyebabkan
melemahnya anggota bagian bawah (paraparese).3

II.10. DIAGNOSIS
Untuk mendiagnosis HNP (Hernia Nukleus Pulposus) didasarkan pada :
1. Anamnesis
Pada anamnesis perlu ditanyakan :
a. Kapan mulai timbulnya nyeri misalnya sedang beraktivitas, bangkit dari duduk,
mendorong mobil, mengangkat benda berat, jatuh terpleset, jatuh terduduk, dsb.
b. Bagaimana mulai timbulnya nyeri : umumnya awitan mendadak tetapi dapat juga
tanpa awitan yang jelas
c. Lokasi nyeri, terlokalisir, atau menjalar ke tungkai / jari kaki
d. Sifat nyeri , tajam , menusuk, pegel, berdenyut , seperti terbakar. Apakah nyerinya
radikuler ditandai dengan nyeri kontak seperti kesetrum yang menjalar sampai ke
tungkai bawah sampai ke ujung jari kaki .
e. Kualitas nyeri
f. Apakah nyeri yang diderita diawali dengan suatu kegiatan fisik tertentu

14
g. Faktor yang memperberat atau meringankan nyeri : Pada HNP, nyeri akan
bertambah bila ada kenaikan tekanan intratekal atau intradiskal, seperti pada saat
penderita mengejan, bersin, mengangkat benda dan membungkuk, batuk.
h. Apakah ada riwayat trauma sebelumnya, atau riwayat menderita HNP
sebelumnya, atau riwayat angkat beban berat atau aktivitas berat .
i. Apakah ada keluarga penderita yang sakit serupa
J. Apakah ada dijumpai rasa kesemutan (kebas - kebas/ hipestesi) : gangguan
sensorik.
k. Apakah ada kelemahan otot tungkai bawah : paraparese, monoparese (gangguan
motorik).
l. Apakah ada gangguan otonom : gangguan miksi, defekasi, dan fungsi seksual.
- Gangguan miksi dan defekasi : retensi / inkontinensia urine (alvi)
- Gangguan keringat melalui test prespirasi : anhidrosis3

Pada anamnesis perlu dicermati adanya keluhan yang mengarah pada lesi saraf yaitu :
1. Adanya nyeri radikuler (iskhialgia)
2. Nyeri sampai dibawah lutut dan bukan sekedar paha bagian belakang saja (nyerinya
menjalar sampai ke tungkai bawah sampai ke ujung jari kaki, nyerinya seperti
kontak atau kesetrum)
3.Riwayat nyeri / rasa kesemutan yang lama (rasa kebas- kebas pada tungkai bawah)
= hipestesi = gangguan sensorik
4. Riwayat gangguan miksi / defekasi/ fungsi seksual = gangguan otonom
5. Adanya saddle anastesi (hipestesi) = gangguan sensorik
6. Adanya kelemahan tungkai bawah : monoparese, paraparese = gangguan motorik3

Juga sangat penting ditelusuri kemungkinan adanya kelainan patologik pada spinal
yang serius (Red Flags) seperti keganasan tulang vertebra , radang spinal dan sindroma kauda
ekuina. Menurut the agency for health care policy and research (AHCPR 1994), pertanyaan
yang perlu diajukan antara lain adalah :
1. Usia : pada usia kurang dari 20 tahun atau lebih dari 55 tahun harus lebih
diperhatikan
2. Riwayat trauma sebelumnya
3. Riwayat adanya karsinoma ( kanker )
4. Adanya penurunan berat badan tanpa penyebab yang jelas
15
5. Pemakaian obat imunosupresan atau kortikosteroid sistemik
6. Penyalahgunaan obat atau narkotika
7. Riwayat radang saluran kemih
8. Perkembangan penyakit dan hasil pengobatan sebelumnya3

2. Pemeriksaan klinik umum


a. Inspeksi :
Inspeksi sudah dapat dimulai pada saat penderita jalan masuk ke ruang
pemeriksaan. Cara berjalan, cara berdiri, cara duduk semuanya perlu diperhatikan. Penderita
HNP seringkali berjalan dengan susah payah. Raut muka mungkin mencerminkan rasa nyeri
yang sangat. Mungkin ia berjalan dengan satu tungkai sedikit difleksikan dan kaki pada sisi
itu jinjit karena cara ini dapat mengurangi rasa nyeri. Bila duduk maka ia akan duduk pada
sisi yang sehat. Waktu akan berdiri maka satu tangan biasanya memegang pinggang
sedangkan tungkai yang sakit sedikit difleksikan pada sendi lutut, ini dikenal sebagai tanda
Minor. Bila harus membungkuk maka tungkai yang sakit akan ditekuk disebut tanda Neri.
Nyeri pada saat membungkuk mengarah ke HNP sedangkan nyeri saat ekstensi lumbal curiga
pada suatu penyakit faset.3
b. Palpasi :
Palpasi untuk mencari spasme otot, nyeri tekan, adanya skoliosis, gibus dan
deformitas yang lain.3

3. Pemeriksaan neurologik
Tujuan dari pemeriksaan ini adalah untuk memastikan bahwa kasus nyeri punggung
bawah yang dihadapi termasuk suatu gangguan saraf atau bukan. 3
a. Pemeriksaan Sensorik :
Pada pemeriksaan ini dicari atau tidaknya gangguan sensorik. Dengan mengetahui
dermatom mana yang terkena akan diketahui pula radiks saraf mana yang terganggu.
Misalnya bila ada gangguan sensorik sepanjang sisi lateral depan dari tungkai bawah mulai
dari sendi lutut berarti hal ini menunjukkan ada lesi segmen L5.3
b. Pemeriksaan Motorik :
Dicari apakah ada tanda – tanda kelemahan (paresis), atrofi dan fasikulasi otot.
Misalnya lesi yang mengenai segmen L4 maka muskulus tibialis anterior akan menurun
kekuatannya.3

c. Pemeriksaan Refleks :

16
Bila ada kelainan pada suatu refleks tendon berarti ada gangguan pada lengkung
refleks. Misalnya, bila APR (Achilles) menurun atau menghilang menunjukkan bahwa
segmen S1 terganggu. 3
d. Pemeriksaan yang sering dilakukan pada pasien LBP (Low back pain) :
1) Tes untuk meregangkan saraf iskhiadikus :
 Tes Laseque (Straight Leg Raising = SLR)
Caranya adalah melakukan fleksi pada sendi panggul dengan sendi
lutut tetap lurus. Dengan cara ini saraf iskhiadikus akan tertarik. Pada
keadaan normal tungkai dapat difleksikan hingga 70 derajat. Hasil
dikatakan positif bila timbul rasa nyeri sepanjang perjalanan saraf
iskhiadikus pada sudut kurang dari 70 derajat dari bidang horizontal.
Bila tes ini positif berarti besar kemungkinan penekanan akar saraf
kecil. 3

Gambar 9. Tes Laseque 3

 Tes Laseque Silang (Cross Laseque)


Caranya sama dengan tes Laseque hanya yang diangkat adalah tungkai
yang sehat. Tes ini dikatakan positif bila timbul rasa nyeri sepanjang
saraf iskhiadikus tungkai yang sehat dan spesifik untuk HNP. Bila tes
negatif bukan berarti tidak ada penekanan pada radiks saraf. 3
 Tes Bragard
Merupakan modifikasi dari tes Laseque dan lebih sensitif dari tes
Laseque. Caranya seperti tes Laseque hanya waktu mengangkat
tungkai disertai dorsofleksi kaki. Interprestasinya sama dengan tes
Laseque. 3

17
Gambar 10. Tes Bragard3
 Tes Sicard
Seperti tes Laseque, hanya waktu mengangkat tungkai disertai
dorsofleksi ibu jari kaki. Interprestasinya sama dengan tes Laseque.

Gambar 11. Tes Sicard3

2) Tes untuk menaikkan tekanan intratekal :


 Tes Naffzinger
Caranya adalah kedua vena jugularis ditekan selama dua menit.
Interprestasinya dengan penekanan kedua vena jugularis tersebut,
tekanan intratkranial akan meningkat, yang akan diteruskan ke ruang
intratekal dengan akibat akan memperhebat nyeri bila ada HNP.3
 Tes Valsava
Caranya dengan meminta pasien mengejan. Tes Valsava dikatakan
positif bila timbul rasa nyeri di tempat lesi yang menekan radkis saraf.
Menurut Deyo dan Rainville (1992) untuk pasien dengan nyeri
punggung bawah disertai nyeri tungkai, pemeriksaan neurologik awal
cukup bila meliputi:
1. Tes Laseque
2. Tes kekuatan motorik dorsofleksi pergelangan kaki dan ibu
jari kaki.Bila ada kelemahan berarti kemungkinan ada
gangguan pada akar saraf L4-5

18
3. Tes refleks tendon Achilles untuk menilai fungsi akar saraf
S1
4. Tes sensorik kaki sisi medial (L4), dorsal (L5), dan lateral
(S1)
5. Tes Laseque Silang merupakan tes yang sangat spesifik
untuk HNP sayangnya tidak dijumpai pada semua pasien.
Bila tes ini positif berarti ada HNP tetapi bila negatif bukan
berarti tidak ada HNP. 3
Pemeriksaan yang dipersingkat ini bila dikerjakan secara
benar mampu mendeteksi sebagian besar kompresi pada
akar saraf L4-L5 dan L5-S1 karena HNP. Herniasi di kedua
tempat ini mencakup 90% dari radikulopati karena HNP.
Tetapi perlu diingat bahwa pemeriksaan ini tidak cukup
untuk menjaring HNP (yang jarang) di L2-3 dan L3-4 yang
secara klinis memang sulit didiagnosis berdasarkan
pemeriksaan fisik saja. 3

4. Pemeriksaan penunjang
Biasanya mencakup pemeriksaan :
I. Pemeriksaan Neurofisiologi
a) Elektromiografi (EMG)
Termasuk EMG jarum, pengukuran kecepatan hantar saraf tepi dan H refleks.
Dengan pemeriksaan EMG dapat ditentukan akar saraf mana yang terkena dan
sejauh mana gangguannya, masih dalam taraf iritasi atau sudah ada kompresi.
b) Somato Sensoric Evoked Pontential (SSEP)
Berguna untuk penilaian pasien spinal stenosis atau mielopati. 3
II. Pemeriksaan Radiologi
a) Foto Polos
Foto polos tidak banyak membantu untuk menegakkan diagnosis HNP pada
fase awal. Pada HNP fase lanjut dapat ditemukan berkurangnya tinggi diskus
intervertebralis sehingga antar ruang vertebralis tampak menyempit. 3

19
Gambar 12. Foto polos Lumbosakral pada pasien HNP6

b) Kaudografi, Mielografi, CT - Mielografi dan MRI (Magnetic Resonance


Imaging)
Untuk membuktikan adanya HNP dan menentukan lokasinya. Magnetic
Resonance Imaging (MRI) merupakan standard baku emas untuk HNP.
Disamping itu MRI dapat mendeteksi kelainan jaringan lunak (otot, tendon,
ligamen, dan diskus) serta edema yang terjadi disekitar HNP dan mendeteksi
kelainan serius lainnya seperti tumor atau infeksi (red flags). Hasil
pemeriksaan MRI harus mempunyai korelasi dengan gejala klinik HNP karena
sepertiga dari pasien asimptomatik ternyata menunjukkan HNP pada
pemeriksaan MRI.
Pemeriksaan kaudo/mielografi adalah pemeriksaan invasif yang berisiko tinggi
maka pemeriksaan ini hanya dikerjakan dengan indikasi ketat dan tidak
dikerjakan secara rutin. 3

Gambar 13. Pemeriksaan MRI pada HNP 7

20
Gambar 14. Pemeriksaan CT - Mielografi pada HNP 7
c) Diskografi
Cara pemeriksaannya adalah diskus disuntik dengan media kontras yang larut
dalam air pada tiga tempat yaitu diskus L3-L4,L4-5, dan L5-S1. Pemeriksaan
ini membawa risiko komplikasi yang besar, kemungkinan timbulnya infeksi
pada ruang diskus intervertebralis, terjadinya herniasi diskus dan bahaya
radiasi. Biaya pemeriksaannya relatif mahal dan hasilnya tidak lebih unggul
dari pemeriksaan MRI sehingga jarang dikerjakan.3

II.11. DIAGNOSIS BANDING


a) Strain Lumbal. Pada keadaan ini nyeri timbul saat pasien berdiri dan gerakan
memutar.Sedangkan pada HNP, nyerinya muncul pada posisi dimana terjadi
peningkatan tekanan intradiskal misalnya duduk atau membungkuk.
b) Tumor biasanya nyeri pada waktu malam hari dan posisi berbaring. Nyeri lebih
hebat karena pada posisi berbaring tekanan vena meningkat di daerah pelvis.
c) Rematik biasanya nyeri dirasakan lebih berat pada pagi hari dan berangsur –
angsur berkurang pada siang dan sore hari.
d) Neuropati diabetika (neuropati iskhiadikus/ femoralis)
e) Fraktur kompresi vertebra
f) Spondilosis
g) Spondilitis
h) Spondilolisthesis
i) Proses inflamasi tulang belakang di sekitar L5, S1 dan S2 misalnya; arthritis
sakroiliaka atau bursitis m. piriformis.
j) “Entrapment neuritis” dari n.iskhiadikus.
k) Neuritis iskiadikus primer.
l) Anomali column spinalis. 3,8
II.12. KOMPLIKASI

21
Komplikasi yang timbul akibat HNP :
1. Nyeri tulang belakang kronik
2. Nyeri tulang belakang permanen (sangat jarang)
3. Hilangnya sensasi atau pergerakan di tungkai atau kaki
4. Menurunnya atau hilangnya fungsi dari usus dan kandung kemih
5. Komplikasi lain yang dapat timbul dari hernia nukleus pulposus adalah atrofi
otot-otot ekstremitas inferior. Otot-otot yang mengalami atrofi tergantung dari
radix saraf yang mengalami lesi. Lesi pada radix saraf L4 menyebabkan atrofi
pada m.quadriceps femoris, lesi pada radix saraf S1 menyebabkan atrofi pada
m.gastroknemius dan m.soleus. Atrofi yang tidak mendaptkan rehabilitasi akan
menyebabkan kelumpuhan ekstremitas inferior. 6,8

II.13. PENATALAKSANAAN
Dalam menangani pasien dengan HNP berbagai tindakan dapat dilakukan seperti :
A. Terapi Konservatif :
Tujuan terapi konservatif adalah mengurangi iritasi saraf, memperbaiki kondisi fisik
pasien dan melindungi serta meningkatkan fungsi tulang punggung secara keseluruhan.
Perawatan utama untuk diskus hernia adalah diawali dengan istirahat dengan obat-obatan
untuk nyeri dan anti inflamasi, diikuti dengan terapi fisik. Sebagian besar (90%) pasien HNP
akan membaik dalam waktu enam minggu dengan atau tanpa terapi, hanya sebagian kecil saja
pasien yang memerlukan tindakan pembedahan.3
Terapi konservatif meliputi :
1) Tirah baring
Tirah baring adalah cara yang paling lazim dianjurkan pada pasien HNP dan berguna
untuk mengurangi nyeri mekanik dan tekanan intradiskal. Tirah baring yang
direkomendasikan adalah selama 2-4 hari. Tirah baring yang terlalu lama akan menyebabkan
otot – otot bertambah lemah dan terjadi demineralisasi tulang. Pasien dilatih secara bertahap
untuk kembali ke aktifitas yang biasa dilakukan. Posisi tirah baring yang dianjurkan adalah
dengan menyandarkan punggung, lutut dan punggung bawah pada posisi sedikit fleksi. Fleksi
ringan dari vertebra lumbosakral akan memisahkan permukaan sendi dan memisahkan
aproksimasi jaringan yang meradang. Umumnya pasien tidak perlu istirahat total.3,6

2) Terapi Farmakologis

Terapi farmakologis untuk HNP meliputi :

22
a. Analgetik dan NSAID (Non Steroid Anti Inflamation Drug)
Obat – obatan ini diberikan dengan tujuan untuk mengurangi nyeri dan inflamasi
sehingga mempercepat kesembuhan. Contoh analgetik : Parasetamol, Aspirin,
Tramadol. Contoh NSAID : Ibuprofen, Natrium Diklofenak, Etodolak, Selekoksib.
Perlu dpiperhatikan efek samping obat.
b. Obat Pelemas Otot (Muscle Relaxant)
Bermanfaat bila penyebab nyeri punggung bawah adalah spasme otot. Efek
terapinya tidak sekuat NSAID, seringkali dikombinasikan dengan NSAID. Sekitar
30% memberikan efek samping mengantuk. Contoh: Tinazidin, Esperidon, dan
Carisoprodol.
c. Opioid
Obat ini terbukti tidak efektif daripada analgetik biasa yang jauh lebih aman.
Pemakaian jangka panjang bisa menimbulkan toleransi dan ketergantungan obat.
d. Kortikosteroid oral
Pemakaian kortikosteroid oral masih kontroversi. Dipakai pada kasus HNP yang
berat untuk mengurangi inflamasi jaringan. Pemakaian jangka panjang, banyak
efek samping.
e. Analgetik adjuvan
Terutama dipakai pada HNP kronis karena ada anggapan mekanisme nyeri pada
HNP sesuai dengan nyeri neuropatik. Contoh: Amitriptilin, Karbamazepin,
Gabapentin.
f. Suntikan pada titik picu
Cara pengobatan ini dengan memberikan suntikan campuran anestesi lokal dan
kortikosteroid ke dalam jaringan lunak atau otot pada titik picu disekitar tulang
punggung. Cara ini masih kontroversial. Penganut cara pengobatan ini percaya
bahwa titik picu menyebabkan timbulnya rangsangan sehingga terjadi nyeri
punggung bawah yang berkepanjangan.
Obat yang dipakai antara lain : Lidokain, Lignokain, Deksametason,
Metilprednisolon, dan Triamsinolon.3

3) Rehabilitasi Medik
Rehabilitasi Medik merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan, berperan
aktif dalam memberikan kontribusi terhadap upaya pencapaian derajat kesehatan yang
23
optimal, dengan aspek pendekatan pelayanan meliputi promotif, preventif, kuratif, dalam
ilmu Rehabilitasi Medis dengan tujuan meningkatkan kemampuan fungsional dan mencegah
kecacatan.9
Rehabilitasi Medik adalah suatu bentuk pelayanan kesehatan yang terpadu dengan
pendekatan medik, psikososial, edukasional, okasional untuk mencapai kemampuan
fungsional semaksimal mungkin. Rehabilitasi Medik berupaya meningkatkan kemampuan
fungsional seseorang, sesuai dengan potensi yang dimiliki, untuk mempertahankan dan atau
meningkatkan kualitas hidup, dengan cara mencegah atau mengurangi impairment
(kehilangan atau ketidaknormalan dari psikologis, fisiologis, atau struktur anatomi atau
fungsi); disability (kondisi keterbatasan atau berkurangnya kemampuan untuk melakukan
aktifitas dengan cara dan batas yang dianggap normal bagi manusia); dan handicap (keadaan
kemunduran seseorang akibat adanya kelainan (impairment) atau ketidakmampuan
(disability), yang membatasi dalam memenuhi peranannya yang normal (sesuai umur, jenis
kelamin dan faktor sosial budaya) semaksimal mungkin.9
Rehabilitasi Medik yang dilakukan pada pasien HNP berupa, yaitu :
3.1. Fisioterapi :
3.1.1. Short Wave Diathermy (SWD) atau Micro Wave Diathermy (MWD) :
a. Short Wave Diathermy (SWD) :
 Pengertian Short Wave Diathermy (SWD) :
Short Wave Diathermy (SWD) adalah terapi panas dengan penentrasi dalam yang
menggunakan gelombang elektromagnetik frekuensi 27,12 MHz, panjang gelombang 11 m.10
Short Wave Diathermy (SWD) adalah pemberian terapi dengan menggunakan metode
penyinaran yang dapat mengurangi nyeri, bengkak dan spasme otot. Manfaat SWD untuk
meningkatkan elastisitas jaringan ikat, meningkatkan konduktivitas syaraf dan ambang
rangsang, meningkatkan proses reparasi jaringan dengan peningkatan metabolisme.11
Short Wave Diathermy atau diatermi gelombang pendek adalah salah satu modalitas
pemanasan dalam (deep heating) karena mampu menembus jaringan dengan kedalaman
sampai 4 – 5 cm, dimana keadaan ini tidak dapat dicapai oleh alat pemanasan lainnya
seperti : Micro Wave Diathermy (MWD) maupun infrared. Short Wave Diathermy (SWD)
cukup efektif untuk terapi jaringan yang terletak lebih dalam / sulit dijangkau oleh MWD
maupun infrared. Transfer energi SWD melalui mekanisme konversi, yaitu dari energi
elektromagnetik menjadi energi termal.11

24
Gambar 16. Short Wave Diathermy (SWD)9

 Tujuan Pemberian SWD :


Memperlancar peredaran darah, mengurangi rasa sakit, mengurangi spasme otot,
membantu meningkatkan kelenturan jaringan lunak, mempercepat penyembuhan radang.10

 Efek fisiologik pemanasan :


Secara umum, efek fisiologik pemanasan meliputi :
 Hemodinamik
 Meningkatkan aliran darah
 Mengurangi inflamasi kronik
 Meningkatkan inflamasi akut
 Neuromuskuler
 Meningkatkan firing rate serat Ia (muscle spindle)
 Menurunkan firing rate serat II (muscle spindle)
 Meningkatkan firing rate serat Ib (organ tendon golgi)
 Meningkatkan kecepatan hantaran saraf
 Sendi dan jaringan ikat
 Meningkatkan ekstensibilitas tendon
 Meningkatkan aktivitas kolagenase
 Mengurangi kekakuan sendi
 Mengurangi nyeri
 Relaksasi umum
 Lain – lain11

25
 Indikasi dan aplikasi klinik SWD :
Short Wave Diathermy (SWD) sering digunakan untuk kasus-kasus muskuloskeletal
(tendinitis, tenosinovitis, bursitis, kapsulitis, dll), nyeri (tengkuk, punggung bawah,
miofascial, neuralgia post herpetik, dll) arthritis, kekakuan sendi, relaksasi otot dan inflamasi
kronik. Dalam hal ini, pemakaian modalitas pemanasan dalam dimaksudkan untuk
meminimalkan pemanasan di jaringan permukaan / superfisial (kutis dan subkutis) serta
memaksimalkan pemanasan pada jaringan yang lebih dalam sehingga dapat tercapai
pemulihan yang lebih cepat. Untuk terapi, target temperatur biasanya 40-45 °C. Karena
ambang nyeri termal kira-kira 45 °C, persepsinya dapat dipakai untuk memonitor intensitas
pemanasan.11

Gambar 17. Short Wave Diathermy (SWD) pada pasien11

Indikasi SWD adalah : Kondisi peradangan dan kondisi sehabis trauma (trauma pd
muskuloskeletal), adanya keluhan nyeri pada sistem muskuloskeletal (kondisi ketegangan,
pemendekan, perlengketan otot jaringan lunak), persiapan suatu latihan/senam (untuk
gangguan pada sistem peredarah darah) .10
 Dosis :
Intensitas SWD sesuai dengan persepsi nyeri pasien. Sebuah kain handuk digunakan
sebagai antara dan untuk menyerap keringat yang sangat konduktif dan bisa menimbulkan
pemanasan fokal yang berbahaya. Waktu pengobatan adalah 15-30 menit.11
 Kontraindikasi :
Perlu diperhatikan kontraindikasi pemakaian SWD, yaitu :
 Kontraindikasi pemanasan secara umum :
1. Trauma akut, inflamasi
2. Gangguan sirkulasi

26
3. Edema
4. Scar yang besar
5. Gangguan sensibilitas
6. Keganasan
7. Gangguan kognitif dan komunikasi sehingga sulit
melaporkan nyeri.
 Kontraindikasi SWD secara khusus :
1. Adanya logam (perhiasan, pacemaker, IUD, implant,
dll)
2. Lensa kontak
3. Kehamilan dan menstruasi
4. Imaturitas tulang11

b. Micro Wave Diathermy (MWD) :


 Pengertian MWD :
Micro Wave Diathermy (MWD) adalah suatu aplikasi terapeutik dengan menggunakan
gelombang mikro dlm bentuk radiasi elektromagnetik yg akan dikonversi dalam bentuk
dengan frekuansi 2456 MHz dan 915 MHz dengan panjang gelombang 12,25 arus yang
dipakai adalah arus rumah 50 HZ, penentrasi hanya 3 cm, efektif pada otot. 9 Micro Wave
Diathermy (MWD) merupakan suatu alat sebagai pengobatan yang menggunakan stessor fisis
berupa energi elektromagnetik yang dihasilkan oleh arus bolak-balik ber-frekuensi 2450 MHz
dengan panjang gelombang 12,25 cm.12

Gambar 18. Micro Wave Diathermy (MWD)10

 Indikasi MWD :
Selektif pemanasan otot (jaringan kolagen), spasme otot (efektif untuk sendi Inter
Phalangeal, Metacarpal Phalangeal dan pergelangan tangan, Rheumathoid Arthritis dan
Osteoarthrosis), kelainan saraf perifer (neuralgia neuritis).10
 Efek Terapeutik :
27
a. Nyeri, hipertonus dan gangguan vaskularisasi
Menurunkan nyeri, normalisasi tonus otot melalui efek sedatif, serta perbaikan
metabolisme.
b. Gangguan konduktivitas dan treshold jaringan syaraf
Apabila elastisitas dan treshold jaringan saraf semakin membaik, maka konduktivitas
jaringan membaik. Ini dimaksudkan sebagai persiapan sebelum pemberian latihan
c. Penyembuhan luka pada jaringan lunak
Meningkatkan perbaikan jaringan secara fisiologis.
d. Kontraktur jaringan lemak
Dengan peningkatan elastisitas jaringan lemak, maka dapat mengurangi proses
kontraktur jaringan. Ini dimaksudkan sebagian persiapan sebelum pemberian latihan.
 Kontra Indikasi :
Kontra indikasi dari MWD yaitu: pemakaian implant pacemaker, adanya logam dalam
jaringan dan permukaan jaringan, gangguan pembuluh darah, gangguan sensibilitas,
pendarahan, carcinoma dengan metatase, jaringan yang banyak cairan dan tumor malignant
serta trombosis vena, infeksi akut, sesudah rontgen, kehamilan, saat menstruasi.12
 Operasional MWD :
Elektroda ditempatkan pada daerah yang diterapi, intensitas subthermal, dengan lama
waktu pemberian terapi 15 menit dan frekuensi selama 6 kali.12

3.1.2. TENS (Transcutaneous Electrical Nerve Stimulation) :

a) Pengertian TENS (Transcutaneous Electrical Nerve Stimulation)


Transcutaneous Electrical Nerve Stimulation (TENS) adalah modalitas untuk
memodulasi nyeri dengan tenaga listrik yang dikembangkan pada tahun 1960-an. Ia dapat
menghasilkan analgesia pada spektrum yang luas pada kondisi sakit,sehingga TENS juga
disebut juga dengan “ electrical analgesia”. 3
Transcutaneous Electrical Nerve Stimulation (TENS) merupakan suatu cara
penggunaan energi listrik yang digunakan untuk merangsang sistem saraf
melalui permukaan kulit dan terbukti efektif untuk merangsang berbagai tipe
nyeri.11 Transcutaneous Electrical Nerve Stimulation (TENS) mampu mengaktivasi baik
syaraf berdiameter besar maupun kecil yang akan menyampaikan berbagai
informasi sensoris ke saraf pusat.13

28
Gambar 19. TENS (Transcutaneous Electrical Nerve Stimulation)13
b) Penerapan Elektroda
Penempatan elektrode tidak terbatas pada daerah nyeri saja, tetapi
penempatan elektroda pada daerah nyeri memberikan hasil yang baik
terhadap penurunan tingkat nyeri. bisa juga penempatan elektrode pada
area dermatome, trigger dan pada titik akupuntur.13

c) Tujuan pemberian TENS


Tujuannya adalah : Memelihara fisiologis otot dan mencegah atrofi otot, re-edukasi
fungsi otot, modulasi nyeri tingkat sensorik, spinal dan supraspinal, menambah Range Of
Motion (ROM) / memperbaki tendon, memperlancar peredaran darah dan memperlancar
resorbsi oedema .13

d) Indikasi TENS
Kondisi LMNL (Lower Motor Neuron Lesion) baru yang masih disertai keluhan nyeri,
kondisi sehabis trauma/operasi urat saraf yang konduktifitasnya belum membaik, kondisi
LMNL kronik yg sdh terjadi partial/total dan enervated muscle, kondisi pasca operasi tendon
transverse, kondisi keluhan nyeri pada otot, sebagai irritation/awal dari suatu latihan, kondisi
peradangan sendi (Osteoarthrosis, Rheumathoid Arthritis dan Tennis elbow), kondisi
pembengkakkan setempat yang belum 10 hari. 13
TENS (Transcutaneous Electrical Nerve Stimulation) biasanya juga digunakan untuk
meringankan berbagai jenis nyeri, seperti nyeri paska persalinan, nyeri paska operasi, nyeri
punggung, nyeri akibat artritis, nyeri neuropatik, nyeri menstruasi, nyeri kepala, dan
migrain.14

e) Kontra Indikasi

29
Kontra indikasi dari TENS antara lain : hipersensitif kulit karena
penggunaan dalam waktu lama dengan intensitas tinggi dapat
menyebabkan resiko elektrical damage, sehabis operasi tendon transverse sebelum
3 minggu, adanya ruptur tendon/otot sebelum terjadi penyambungan, kondisi peradangan
akut/penderita dlm keadaan panas.11,13

f) Dosis
Kondisi osteoathritis menggunakan TENS konvensional dengan
pulsa pendek sekitar 50 ms pada 40-150 Hz, dengan frekwensi tinggi dan
intensitas rendah ber-durasi 200 msec. Tipe konvensional dapat
mengurangi nyeri dalam waktu 10 – 15 menit dengan lama pemberian
antara 30 menit. Intensitas rendah akan mengstimulasi serabut Ab untuk
menginhibisi nyeri dengan pain gate mechanism.13

3.1.3. Traksi Lumbal

a. Pengertian Traksi Lumbal


Traksi lumbal adalah sebuah alat dengan tenaga mekanik ataupun manual dengan cara
kerja yaitu dengan cara memisahkan atau melonggarkan sendi dan jaringan lunak. 15

b. Jenis-jenis traksi lumbal


American Medical Association (2008) membagi traksi menjadi traksi mekanik, traksi
manual,autotraction, pneumatic traction dan dengan menggunakan teknik terus-menerus
atau continuous, dan terputus-putus atau intermittent. Menurut Cameron (1999) manfaat
traksi lumbal adalah sebagai berikut : (1) membebaskan sendi dari gangguan-gangguan sendi
(joint distraction), (2) mengurangi protursi dari hernia nukleus pulposus, (3) mangulur
jaringan lunak, (4) relaksasi otot, (5) mobilisasi persendian, (6) immobilisasi. 15
Cameron (1999) merekomendasikan dosis penggunaan traksi lumbal pada kondisi
nyeri punggung bawah dengan sasaran untuk mengurangi spasme otot, menggunakan beban
tarikan 25% berat badan, menggunakan traksi lumbal, teknik intermiten dengan perbandingan
tarikan/waktu rileks 5/5 detik, total waktu yang diinginkan 20-30 menit, 2/3 kali per minggu,
menunjukkan hasil yang signifikan dalam pengurangan nyeri dan perbaikan
fungsional. Penggunakan beban tarikan 25% berat badan tarikan kurang dari 10 detik pada
fase tarikan menyebabkan jarak antar sendi sangat minimal, akan tetapi dapat mengaktifkan
dan merangsang propioreseptor yang ada pada sendi dan otot sehingga nyeri berkurang. 15

30
Pemberian teknik intermiten lebih baik dari continous dalam hal rileksasi
menurut Cameron (1999). Posisi yang direkomendasikan oleh Thamrin (1991) dikutip oleh
Hartini (2007) adalah dengan tidur terlentang tungkai diganjal sehingga terjadi fleksi paha
dan lutut sebesar 90°, keadaan ini sangat penting untuk mencegah hiperlordosis lumbal yang
merupakan suatu posisi yang harus dihindarkan pada penderita nyeri punggung bawah,
pernyataan tersebut didukung Rachma (2002). 15

c. Teknik aplikasi traksi lumbal


Teknik dalam aplikasi traksi ada dua cara yaitu statik dan intermiten. Dalam penelitian
ini prosedur penggunaan tehnik aplikasi traksi lumbal adalah sebagai berikut :
a. Penentuan alat : Menggunakan traksi elektrik dengan perangkat semi computer
digital.
b. Posisi pasien : Posisi yang umum adalah tidur terlantang dalam sedikit paha
fleksi 85 derajat dan eksorotasi 10-15 derajat serta lutut dalam keadaan fleksi 85-
90 derajat.
c. Alat pengikat : Menggunakan alat pengikat punggung berupa sabuk (pelvic belt)
yang diikatkan di atas krista iliaka dan dihubungkan ke mesin traksi serta fiksasi
pada tubuh bagian atas untuk menghindari bagian atas untuk tertariknya tubuh ke
bawah akibat tarikan lumbal. 15

Gambar 20. Traksi Lumbal15

Michelle H. Cameron merekomendasi parameter yang digunakan dalam aplikasi


traksi untuk lumbal adalah sebagai berikut : 15

31
TABEL 2.1. Parameter traksi lumbal (Cameron, 1999) 15

Area of spine and goals Force Hold/relax times Total traction time
of treatment (second) (minutes)

Initial/acute phase 13-20 kg Static 5-10


Joint distraction 22,5 kg ; 50% of 15/15 20-30
body weight
Decrease muscle spasm 25% of body 5/5 20-30
weight
Disc problem or strech 25% of body 60/20 20-30
soft tissue weight

d. Mekanisme traksi lumbal


Mekanisme traksi lumbal dengan teknik intermiten dapat menurunkan nyeri oleh
stimulasi dari mekanoreseptor oleh adanya oscillatory movements yang dapat mengaktifkan
serabut aferen berdiamter besar sehingga diperoleh penutupan dari spinal gate. Traksi dengan
teknik intermiten juga dapat merileksasikan otot-otot punggung bawah dengan stimulasi
dari golgi tendon organs (GTOs) untuk menginhibisi alfa motor neuron sehingga
menurunkan spasme otot. 15
Tarikan yang dihasilkan oleh traksi lumbal dengan kekuatan tarikan 50% berat badan
akan mengurangi penekanan pada permukaan dari sendi faset apabila ada gangguan atau
distraksi pada sendi faset yang menekan pada akar syaraf spinalis, dan dapat
direkomendasikan untuk kasus HNP ringan. Traksi lumbal dilaporkan juga dapat digunakan
untuk mengulur jaringan lunak, panjang otot dan fleksibilitas sehingga diperoleh rileksasi
otot dari otot-otot para vertebra, dengan kekuatan tarikan 25% berat badan. 15

e. Indikasi dari traksi lumbal


Secara tradisional, traksi lumbal digunakan untuk terapi nyeri punggung dan nyeri
menjalar yang disebabkan Hernia Nukleus Pulposus (HNP), degenerative disc disease,dan
stenosis foraminal. Traksi mungkin berguna untuk mengobati hipomobilitas sendi, contracted
connective tissue,adhesi, pergeseran sendi apophyseal, dan muscle spasm.16
f. Kontraindikasi dari traksi lumbal
Kontra indikasi dari pemberian traksi lumbal menurut Dellito (1990) adalah :
(1)kondisi trauma akut atau inflamasi (2) hipermobilitas atau instabilitas (3) hipertensi yang

32
tidak terkontrol (4) fraktur (5) osteoporosis (6) spondilosis (7) selama proses terapi keluhan
nyeri bertambah sehingga dalam pengaplikasian traksi lumbal terapis harus selalu melakukan
monitoring. 15

3.1.4. Ultrasound (US)


a. Pengertian Ultrasound (US)
Ultrasound (US) adalah terapi dengan menggunakan gelombang suara tinggi dgn
frekuensi 1 atau 3 MHz (>20.000 Hz). 17

Gambar 21. Ultrasound (US)11

Gelombang ultrasonik yang merupakan gelombang suara yang diperoleh dari getaran
yang memiliki frekwensi 0,1 hingga 5 MHz. Gelombang ini dapat di kelompokkan menurut
fungsinya dengan frekwensi dan intensitas masing-masing. 17

b. Implikasi klinik
 Mempercepat penyembuhan luka dengan percepatan fase awal peradangan
 Mempercepat penyembuhan luka dengan percepatan fase akhir peradangan
 Mempercepat penyusutan luka akibat kurangnya pembentukan scar tissue
 Mempercepat penyembuhan luka dengan perbaikan sirkulasi yang memerlukan
sintetis kolagen
 Mempercepat penyembuhan dengan memproduk kolagen yang hilang
 Meningkatkan daya lentur jaringan
 Mengurangi nyeri17

c. Indikasi
1) Kondisi peradangan sub akut dan khronik
2) Kondisi traumatik sub akut dan khronik

33
3) Adanya jaringan parut atau scar tissue pada kulit sehabis luka operasi atau luka
bakar
4) Kondisi ketegangan, pemendekan dan perlengketan jaringan lunak (otot, tendon dan
ligamentum)
5) Kondisi inflamasi khronik17

Contoh kasus yg termasuk indikasi Ultrasound : Rheumathoid Arthrosis,


Osteoarthrosis Genu, Hernia Nucleus Pulposus, Low Back Pain, spasme cervical, tennis
elbow, frozen shoulder. 17

d. Kontra indikasi
Merupakan kontra indikasi terhadap terapi ultrasonik antara lain :
1) Penyakit jantung atau penderita dengan alat pacu jantung
2) Kehamilan, khususnya pada daerah uterus
3) Jaringan lembut : mata, testis, ovarium, otak
4) Jaringan yang baru sembuh atau jaringan granulasi baru
5) Pasien dengan gangguan sensasi
6) Tanda-tanda keganasan atau tumor malignansi
7) Insufisiensi sirkulasi darah : thrombosis, thromboplebitis atau occlisive occular
disease
8) Infeksi akut
9) Daerah epiphysis untuk anak-anak dan dewasa.17

3.1.5. McKenzie Method atau McKenzie Exercise


a. Pengertian McKenzie Method atau McKenzie Exercise
McKenzie Method atau McKenzie Exercize adalah : Teknik latihan secara aktif yang
ditujukan pada kasus – kasus LBP dengan gerakan badan ke belakang/ekstensi.18

b.Tujuan McKenzie Method atau McKenzie Exercise


1. Penguatan dan peregangan otot ekstensor dan fleksor sendi lumbosacralis.
2. Menekankan peran aktif pasien.
3. Dapat mengurangi nyeri yang disebabkan oleh spasme otot sehingga stuktur
jaringan spesifik mengalami pemendekan.
4. Teori “bend finger syndrome” : adanya kekuatan yang cukup untuk
menimbulkan stress/perubahan posisi mobile segmen spasme dan hambatan

34
gerak, dapat diatasi apabila stress/perubahan posisi mobile segmen dapat
dihilangkan. 18

c. Efek Terapeutik
1. Mengurangi/menghilangkan limitasi ROM.
2. Memulihkan mobilitas dan fungsi lumbal dgn menghilangkan
stress/mengembalikan posisi mobile segmen ke posisi normal.
3. Rileksasi otot yang spasme dgn mengulur dan memperbaiki postur. 18

d. Kontraindikasi
· Malignansi (primer/sekunder)
· Infeksi
· Rhematoid Arthritis
· Gout Arthritis
· Paget disease
· Hipermobile
· Fraktur
· Dislokasi
· Ruptur ligament
· Spondylolisthesis
· Ankylosing spondylitis
· Osteoporosis
· Osteomalacia18

e. Optimalisasi hasil
 Dimulai dari gerakan mudah, kemudian ditingkatkan sesuai dgn
kemampuan.
 Dilakukan secara perlahan, ritmis, terkontrol
 Setiap jenis gerakan dilakukan sekitar 5-15x
 Posisi terlentang dilakukan di matras yang agak keras
 Pasien tidak boleh terlalu lelah
 Informasikan fisioterapi apabila latihan menambah rasa sakit, jika perlu
dihentikan. 18

35
f. Gerakan Latihan McKenzie18
- Latihan 1 :
Posisi pasien terlengkup, kepala menghadap salah satu sisi, pasien diminta untuk tarik
nafas dan rileks selama 4-5 menit.

- Latihan 2 :
Posisi telengkup, lipat siku, badan tertumpu pada siku, pandangan lurus ke depan, lalu
pertahankan posisi selama 2-5 menit.

- Latihan 3 :
Posisi terlengkup, posisi tangan seperti push up, lalu gerakan tekan matras pinggang
dan badan terangkat ke atas. Usahakan pelvis dan kedua lutut tetap menempel pada
lantai, pertahankan selama 5 detik dengan 10 x repetisi.

36
- Latihan 4 :
Posisi tengkurap, lipat kedua siku, badan bertumpu pada kedua siku tersebut,
pandangan lurus ke depan dengan kedua tungkai lurus, angkat kepala ±45 0, pasien
diminta menggerakkan satu tungkai, kemudian secara bergantian.

- Latihan 5 :
Posisi berdiri tegak, kaki agak terbuka, kedua tangan pada pinggang, jari terbuka ke
belakang, lalu bungkukkan badan ke belakang sesuai kemampuan pasien.Pertahankan
posisi selama 5 detik. 18

37
 Beberapa gerakan latihan McKenzie, yaitu :

Gambar 22. McKenzie Method19

3.2. Edukasi Pasien dengan Lifting Technic Exercise (Teknik Mengangkat) yang benar

38
Lifting Technic Exercise adalah suatu bentuk latihan cara atau teknik memposisikan
tubuh yang benar pada saat mengangkat beban dengan memperhatikan kesehatan, dan
keselamatan kerja. Keluhan nyeri punggung bawah pada pekerja yang sering mengangkat
beban adalah paling banyak disebabkan karena kesalahan saat proses mengangkat (lifting).
Cara mengangkat yang sesuai dengan ergonomi adalah salah satu cara yang tepat untuk
mencegah, mengurangi dari faktor mekanik pencetus keluhan nyeri punggung bawah
sehingga meminimalkan resiko keluhan.20
Nyeri punggung bawah sering terjadi pada pekerja yang sehari-harinya melakukan
aktivitas mengangkat, memindahkan, mendorong atau menarik benda berat. Berputarnya
tulang belakang di saat mengangkat dengan tubuh membungkuk merupakan faktor penyebab
yang paling penting dan utama. Berdasarkan data, 22% keluhan terjadi ketika mengangkat
beban, 19% terjadi ketika olah raga, dan sekitar 25% terjadi secara berangsur tanpa diketahui
penyebabnya. Gerakan yang terjadi pada lumbal adalah fleksi-ekstensi. Pada saat mengangkat
beban dengan posisi punggung membungkuk (fleksi lumbal), discus intervertebralis
terdorong ke belakang dan dibatasi oleh ligamentum longitudinal posterior yang pada regio
lumbal sangat tipis dan kecil. Akibatnya pembebanan pada anterior discus akan meningkat
dan gaya berat tidak bisa disebarkan sebagai gaya tangensial sehingga dorongan discus ke
belakang semakin besar. Saat mengangkat dengan posisi membungkuk semua komponen
tulang, otot, ligamentum, diskus akan bekerja sebagai kompensasi posisi postural. Otot-otot
punggung akan menanggung beban sembilan kali lebih besar dari berat beban yang akan
diangkat untuk dapat mengangkat beban kearah tulang belakang yang lurus. 20
Teknik mengangkat dengan posisi membungkuk memiliki resiko yang sangat besar
terhadap cidera pada punggung dan tulang belakang, dapat berupa penguluran otot-otot
punggung, penguluran ligamentum pada persendian tulang belakang, robeknya annulus
sehingga nucleus pulposus menonjol keluar dan menekan saraf-saraf di sekitarnya di mana ini
sangat berpotensi menimbulkan keluhan nyeri punggung bawah akibat cidera pada struktur
punggung . 20
Sebelumnya dilaporkan bahwa sekitar 74% cidera pada tulang belakang disebabkan
karena aktivitas mengangkat (lifting activities). Mengingat tingginya resiko cidera tulang
belakang pada aktivitas mengangkat, maka hal ini perlu mendapatkan perhatian tersendiri
dengan teknik mengangkat (Lifting Technic) yang benar. 20
Cara-cara mengangkat dan mengangkut yang baik :
 Beban diusahakan menekan pada otot tungkai yang kuat dan sebanyak mungkin
otot tulang belakang yang lebih lemah dibebaskan dari pembebanan.
39
 Momentum gerak badan dimanfaatkan untuk mengawali gerakan. 20
Hal-hal yang harus diperhatikan sebagai berikut :
 Pegangan harus tepat.
 Lengan harus berada sedekat mungkin dengan badan dan dalam posisi lurus.
 Punggung harus diluruskan.
 Dagu ditarik segera setelah kepala bisa ditegakkan lagi pada permulaan gerakan.
Dengan mengangkat kepala dan sambil menarik dagu, seluruh tubuh belakang
diluar.
 Mengimbangi momentum yang terjadi dalam posisi mengangkat.
 Berat badan dimanfaatkan untuk menarik dan mendorong, serta gaya untuk
gerakan dan perimbangan.
 Beban diusahakan berada sedekat mungkin terhadap garis vertikal yang melalui
pusat gravitasi tubuh.
 Untuk menerapkan kedua prinsip kinetik itu setiap kegiatan mengangkat dan
mengangkut harus dilakukan sebagai berikut:
 Posisi kaki dibuat sedemikian rupa sehingga dapat mengimbangi momentum
yang terjadi dalam posisi mengangkat.
 Berat badan dimanfaatkan untuk menarik dan mendorong, serta gaya untuk
gerakan dan perimbangan.
 Beban diusahakan berada sedekat mungkin terhadap geris vertikal yang melalui
pusat gravitasi tubuh.
 Hal yang patut diingat untuk efisiensi kerja dan kenyamanan kerja, yaitu hindari
manusia sebagai alat utama untuk kegiatan mengangkat dan mengangkut. 20

Beberapa cara melakukan Teknik Mengangkat (Lifting Technic) yang benar yaitu :

40
Gambar 23. Lifting Technic yang benar21

41
Gambar 24. Lifting Technic yang benar21

Gambar 25. Lifting Technic yang benar21

3.3. Terapi Okupasi :

42
Terapi okupasi adalah terapi untuk membantu seseorang menguasai keterampilan
motorik halus dengan lebih baik. Keterampilan motorik halus adalah kemampuan seseorang
untuk melakukan sesuatu dengan otot-otot kecil yang ada di dalam tangan. Contoh
kemampuan motorik halus : menulis dan menggambar, mewarnai, menggunting dan
menempel, mengancing baju, mengikat tali sepatu, melipat, dan lain – lain.22

3.4. Orthotik – Prostetik :


a) Korset atau Chairback
Salah satu cara penanganan sakit punggung bawah adalah dengan cara memakai alat
penyangga tulang belakang (korset). Korset ini berfungsi:
1. Terbukti mengurangi nyeri punggung bawah seperti HNP (Hernia Nucleus
Pulposus), Ischialgia (penjepitan syaraf Isciadicus), osteoporosis, spondilosis,
spondilolisthesis.
2. Memberikan proteksi dan support yang maksimal pada pinggang sehingga dapat
mengurangi nyeri akibat LBP / HNP.
3.Sebagai alat bantu untuk menjaga kestabilan tulang belakang pada saat
beraktivitas.
4. Bisa Mengecilkan perut.23

Gambar 26. Korset 23

b) TLSO ( Thoraco – Lumbo – Sacral - Orthosis )


Korset TLSO adalah korset yang digunakan untuk menyangga tulang belakang mulai
dari bagian bawah leher sampai tulang ekor. Korset ini biasa digunakan pada kasus setelah

43
operasi tulang belakang, HNP, fraktur tulang belakang dan bisa juga digunakan untuk
menegakkan postur yang agak membungkuk. 24
Korset TLSO ini terbuat dari bahan yang nyaman dipakai, terdapat plat besi di
belakang yang berfungsi sebagai penyangga tulang belakang. Fungsi dari adanya plat besi di
bagian belakang korset untuk kasus fraktur tulang belakang dan HNP adalah untuk menjaga
agar tidak terjadi pergerakan pada tulang yang patah atau terkena HNP, karena jika terjadi
pergerakan bisa memperparah kondisi. Korset TLSO ini juga bisa digunakan untuk
menegakkan postur, yaitu ketika digunakan maka bahu akan terasa ditarik ke belakang dan
tulang belakang akan tegak karena disangga oleh plat besi. 24

Gambar 27. Korset TLSO24

c) LSO ( Lumbo – Sacral Orthosis)


Korset lumbal atau yang disebut juga dengan LSO (Lumbal Sacral Orthosis) adalah
korset tulang belakang yang diindikasikan untuk kelainan atau cidera tulang belakang bagian
bawah (lumbal). Lumbal yang merupakan bagian tulang belakang yang berfungsi menyangga
berat tubuh bagian atas serta beban berat yang dibawa oleh manusia. Daerah ini berada dalam
tekanan yang konstan terutama saat melakukan gerakan membungkuk, memutar dan
mengangkat. 25

Gambar 28. Korset LSO25

44
 Fungsi Korset Lumbal :
Dengan fiksasi 4 flat eksternal, korset dapat membantu menjaga keadaan yang
disebabkan karena adanya cedera pada lumbal, hal ini bertujuan untuk penyembuhan dan
mempercepat pemulihan dari cedera lumbal dengan mengurangi gerakan yang dapat
menimbulkan rasa nyeri atau kerusakan pada sendi maupun otot lumbal selama aktivitas
sehari - hari. 25

 Indikasi :
1) Hernia Nukleus Pulposus (HNP)
2) Spondylosis
3) Spondyloarthtrosis
4) Spondylolistesis
5) Postural Syndrome
6) Spinal Degeneration
7) Lower Back Sprain
8) Lower Back Strain25

 Kontraindikasi :
1) Adanya luka terbuka
2) Kondisi saat mengandung / hamil
3) Terdapat gangguan kronis pada ginjal / lambung sesuai keadaan pasien
4) Gangguan pernafasan kronis, sesuai keadaan pasien. 25
 Dosis :
1) Digunakan saat beraktivitas, aktivitas yang dapat menimbulkan rasa nyeri.
2) Jangan digunakan saat tidur.

Penting untuk dicatat bahwa tidak dianjurkan untuk terus-menerus menggunakan


korset karena tubuh bisa menjadi ketergantungan pada korset. Penghentian penggunaan
korset lumbal oleh fisioterapis biasanya setelah kekuatan otot, luas gerak sendi, dan fungsi
telah membaik dan nyeri berkurang. 25

d) External Brace
Brace (Orthotic) merupakan terapi untuk skoliosis yang digunakan untuk mencegah
progresifitas kurva pada tulang belakang (spinal) dan memperbaiki tampilan punggung.
Skoliosis adalah kelainan pada rangka tubuh yang berupa kelengkungan tulang belakang.

45
Tujuan utama terapi brace adalah mencegah kurvanya bertambah buruk. Brace tidak dapat
mengkoreksi kurva dengan tepat. Brace diberikan jika derajat skoliosis lebih dari 25 derajat
dan masih dalam masa pertumbuhan. Brace memiliki bentuk seperti korset dan
efektivitasnya tergantung seberapa lama dikenakannya brace tersebut dalam sehari.26
Brace ini tidak akan menyembuhkan atau melawan arah tumbuh skoliosis. Brace ini
hanya akan memperlambat laju perkembangan skoliosis. Biasanya brace ini akan berdampak
pada psikis dan fisik. Brace akan menimbulkan rasa tidak nyaman karena menekan perut. Hal
ini akan menyebabkan kesulitan bernafas dan dapat menurunkan berat badan. Penggunaan
penyangga (brace) di pakai sampai terjadi stabilisasi kurva minimal 2 tahun. Penggunaan
brace dapat dengan jenis Milwaukee Brace (Cervical-Thoracic-Lumbar-Sacral-Orthosis)
atau Boston Brace (Thoracic-Lumbar-Sacral-Orthosis). Jika kurva besar atau bertambah
walaupun dengan orthosis, pembedahan stabilisasi tetap dibutuhkan. 26

Gambar 29. Skoliosis26

Pada sebagian kasus progresivitas lengkungan tulang belakang dapat berkurang atau
berhenti spontan biasanya setelah pubertas. Pemasangan ‘’brace’’ dilakukan bila dalam
pemeriksaan x-ray lengkungan sudah berada antara 25 sampai 45 derajat tetapi pertumbuhan
tulang masih berlangsung. 26

46
Gambar 30. Brace pada skoliosis26

3.5. Psikologi :
Nyeri merupakan suatu permasalahan yang hingga kini seluruhnya belum dapat
ditanggulangi. Diakui bahwa pengalaman nyeri bukan hanya akibat rangsangan yang
menganggu dari jaringan tubuh yang terkena saja, tetapi banyak hal lain dari bidang
psikologik, sosial dan spiritual turut menentukan. Penderita nyeri punggung bawah kronis
banyak menunjukkan problem psikososial seperti depresi, emosi labil, lekas lelah, tidak
menyenangi pekerjaannya, keluarga yang tidak harmonis, peminum/perokok berat. Faktor
psikologis (stress) dapat menyebabkan nyeri akibat meningkatnya ketegangan otot lokal,
mengakibatkan penimbunan sisa buangan produk dalam otot.3
Pendekatan terapi alternatif yang belakangan ini mulai banyak diterapkan yaitu teknik
pengobatan yang dinamakan Cognitive – Behavioral Therapy (CBT). Cognitive – Behavioral
Therapy merupakan terapi alternatif yang sering digunakan untuk mengobati pasien dengan
nyeri kronik seperti pasien yang telah gagal dengan penggunaan obat-obat konvensional ,
pembedahan, terapi fisik, latihan. Program CBT ini didesain untuk menurunkan rasa nyeri,
memperbaiki fungsi psikologi, dan menurunkan ketidakmampuan fisik. Cognitive –
Behavioral Therapy (CBT) merupakan suatu bentuk terapi psikososial yang menganggap
bahwa pola berpikir yang salah atau maladaptif dan emosi negatif. Perilaku maladaptif adalah
perilaku yang tidak produktif atau menganggu kehidupan sehari – hari. Tujuan program
penangulangan nyeri melalui teknik CBT adalah merubah pemikiran seseorang (pola
kognitif) agar memperbaiki perilaku atau status emosionalnya, membantu penderita agar
mampu menyesuaikan diri dengan stress akibat nyerinya dan mengobati faktor psikologik
yang menyebabkan kekambuhan nyeri. 3

47
B. Terapi Pembedahan (Operatif) :
Terapi bedah berguna untuk menghilangkan penekanan dan iritasi saraf sehingga
nyeri dan gangguan fungsi akan hilang. Tindakan operatif HNP harus berdasarkan alasan
yang kuat yaitu berupa:3
 Defisit neurologik memburuk.
 Gangguan otonom (miksi, defekasi, seksual).
 Paresis otot tungkai bawah
Jenis terapi bedahnya yaitu : 3
1. Disektomi : Mengangkat fragmen herniasi atau yang keluar dari diskus
intervertebral
2. Laminektomi : Mengangkat lamina untuk memajankan elemen neural pada kanalis
spinalis, memungkinkan ahli bedah untuk menginspeksi kanalis spinalis,
mengidentifikasi dan mengangkat patologi dan menghilangkan kompresi medula dan
radiks. 3

Gambar 31. Laminektomi3

3. Laminotomi : Pembagian lamina vertebra.


4. Disektomi dengan peleburan.
Pada discectomy, sebagian dari discus intervertebralis diangkat untuk
mengurangi tekanan terhadap nervus.
5. Microdisectomy
Pilihan operasi lainnya meliputi mikrodiskectomy, prosedur memindahkan
fragmen of nucleated disk melalui irisan yang sangat kecil dengan menggunakan
chemonucleosis. Chemonucleosis meliputi injeksi enzim (yang disebut

48
chymopapain) ke dalam herniasi diskus untuk melarutkan substansi gelatin yang
menonjol. 3

II.14. PROGNOSIS
Umumnya prognosa baik dengan pengobatan yang konservatif. Presentasi rekurensi
dari keadaan ini sangat kecil. Tetapi kadang-kadang pada sebagian orang memerlukan waktu
beberapa bulan sampai beberapa tahun untuk memulai lagi aktivitasnya tanpa disertai rasa
nyeri dan tegang pada tulang belakang. Keadaan tertentu (misalnya dalam bekerja) yang
mengharuskan pengangkatan suatu benda maka sebaiknya dilakukan modifikasi untuk
menghindari rekurensi nyeri pada tulang belakang. 3,4

II.15. PENCEGAHAN

Tindakan pencegahan yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya herniasi


nucleus pulposus yaitu mengurangi aktivitas fisik yang berat seperti mengangkat barang yang
berat atau selalu membungkuk terutama bagi orang lanjut usia. Bila terjadi fraktur atau
dislokasi harus ditangani sesegera mungkin untuk menghindari komplikasinya terhadap
diskus intervertebralis yang pada akhirnya memperbesar kemungkinan untuk mengalami
herniasi nukleus pulposus.4

Gambar 32. Beberapa cara pencegahan HNP4

49
BAB III
KESIMPULAN

 Hernia Nukleus Pulposus (HNP) adalah suatu keadaan dimana sebagian atau seluruh
bagian dari nukleus pulposus mengalami penonjolan ke dalam kanalis spinalis.
 Sinonim Hernia Nukleus Pulposus (HNP) adalah : Herniasi Diskus Intervertebralis,
Ruptured Disc, Slipped Disc, Prolapsed Disc, Lumbar Radiculopathy, Cervical
Radiculopathy, dan sebagainya
 Hernia Nukleus Pulposus (HNP) merupakan penyebab dari nyeri punggung bawah
(NPB) yang penting.
 Prevalensi : 1-2% populasi.
 Hernia Nukleus Pulposus (HNP) tersering : 90 % = HNP lumbalis, mengenai diskus
intervertebralis L5 - S1 dan L4 - L5.
 Perawatan utama untuk diskus hernia adalah diawali dengan istirahat dengan obat-
obatan untuk nyeri dan anti inflamasi, diikuti dengan terapi fisik.
 Sebagian besar (90%) pasien HNP akan membaik dalam waktu enam minggu dengan
atau tanpa terapi, hanya sebagian kecil saja pasien yang memerlukan tindakan
pembedahan.

50
DAFTAR PUSTAKA

1. Nuarta B. 2004. Ilmu Penyakit Saraf. In: Kapita Selekta Kedokteran, edisi III, Jilid
kedua, cetakan keenam. Jakarta : Media Aesculapius
2. Sidharta, Priguna. 2002. Sakit Neuromuskuloskeletal Dalam Praktek Umum. PT
Dian Rakyat. Jakarta.
3. Kelompok Studi Nyeri Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia
(PERDOSSI). 2000. Nyeri Punggung Bawah. Jakarta.
4. Putrialthafunnisa. 2010. Rehabilitasi Medik Pada Penderita Hernia Nukleus
Pulposus.Avalaible from: http://putrialthafunnisa.wordpress.
com/2010/07/04/rehabilitasi-medik-padapenderita-hernia-nukleus-pulposus/ (cited
in : 6 Mei 2019)
5. Snell S.R. 2007. Anatomi Klinik Untuk Mahasiswa Kedokteran;
Bagian Ketiga. Alih Bhasa Jan Tambayong. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteraan.
6. Hernia Nukleus Pulposus. Avalaible from: http://kliniksehat.wordpress.com/2008/
10/02/hernia-nukleus-pulposus-hnp/ (cited in 06 Mei 2019)
7. Thomas N. Joseph. Herniated Nucleus Pulposus. A.D.A.M., Inc. 2008.Avalaible
from : http://www.medhelp.org/medical-information/show/2210/Herniated-
nucleuspulposus (cited in : 06 Mei 2019)
8. Suharso, Harsono. 2000. Epidemiologi Nyeri Pinggang Bawah di Poliklinik Saraf
RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta. Yogyakarta: Simposium Nyeri Pinggang Bawah
Pertemuan regional II.
9. Rehabilitasi Medik. Avalaible from : http://www.rssantoyusup.com
/penunjang/rehabilitasi-medik/ (cited in : 7 Mei 2019)
10. Fisioterapi: Alat – alat yang digunakan pada penanganan fisioterapi. 2011.
Avalaible from : https://www.google.co.id/remizapratama.blogspot.com. (cited in 7
Mei 2019)
11. Arsanto.2012.Short Wave Diathermy. Avalaible from : http://www.Shortwave
Diatermy.com (cited in 7 Mei 2019)
12. Ade Putra Suma. Micro Wave Diathermy (MWD) avalaible from : http://www.
Micro Wave Diathermy.com/Dapurfisio (cited in 7 Mei 2019)
13. Ade Putra Suma .TENS (Transcutaneous Electrical Nerve Stimulation) avalaible
from : http://www.TENS.com/Dapurfisio (cited in 7 Mei 2019)
51
14. Yutri. Physical therapy : alat – alat fisioterapi.Avalaible from :
http://www.physicaltherapy/alatalatfisioterapi/ (cited in 8 Mei 2019)
15. Fisioterapi vertebrae : Traksi Lumbal. 2014. Avalaible from: http://www.fisioterapi
vertebrae/traksilumbal/2014html (cited in 8 Mei 2019)
16. Pellechia G.L.2000.Lumbal Traction : A Review of the Literature.JOSPT.20(5):
262-267.
17. Physio Notes : Ultrasound Therapy. Avalaible from: http://www.ultrasound
therapy/physionotes/1345html (cited in 10 Mei 2019)
18. Ade Putra Suma. McKenzie Exercise. Avalaible from:
http://adeputrasuma.blogspot.com/2013/07/mc-kenzie-exercise.html (cited in 10
Mei 2019)
19. Romano A. McKenzie Method.Avalaible from:http://www.McKenzieMethod.com
(cited in 10 Mei 2019)
20. Prastawa D. 2009. Beda Pengaruh Lifting Technic Exercise dengan Back Exercise
Terhadap Nyeri Punggung Bawah. Skripsi Program Studi Diploma IV Fisioterapi.
21. Lifting Techniques.Avalaible from: http://www.LiftingTechniques.com/html/2015
(cited in 11 Mei 2019)
22. Nurdayanti. Terapi Okupasi. Avalaible from: http://www.terapiokupasi/290 /html
(cited in 11 Mei 2019)
23. Ami. Konsultasi: Korset penyangga Tulang belakang. Avalaible from:
http://www.konsultasi.com/korsetpenyanggatubuh/256/.html (cited in 11 Mei 2019)
24. Surya.2000. Korset TLSO. Avalaible from:
http://surya.blogspot.com/2015/023/KorsetTLSO/.html (cited in 11 Mei 2019)
25. Korset LSO (Korset Lumbal). Avalaible from:
http://www.konsultasi:korsetlumbalLSO/.html (cited in 11 Mei 2019)
26. Nurlita.2013.Penanganan terkini rehabilitasi medis dan fisioterapi skoliosis.
Avalaible from : www.klinikskoliosis.com(https://klinikskoliosis.wordpress.com)
(cited in 11 Mei 2019)

52

Anda mungkin juga menyukai