PENDAHULUAN
1
Hernia Nukleus Pulposus (HNP) merupakan salah satu dari sekian banyak “Low Back
Pain” akibat proses degeneratif yang ditemukan di masyarakat. Prevalensinya berkisar antara
1-2% dari populasi. Laki-laki dan wanita memiliki resiko yang sama dalam mengalami HNP,
dengan awitan paling sering antara usia 30 dan 50 tahun. Hernia Nukleus Pulposus
merupakan penyebab paling umum kecacatan akibat kerja pada mereka yang berusia di
bawah 45 tahun. Nyeri punggung bawah yang diderita pasien usia kurang dari 55 atau 60
tahun adalah disebabkan oleh HNP, sedangkan yang berusia lebih tua nyeri punggung bawah
disebabkan oleh osteoporosis, fraktur kompresi, dan fraktur patologis.1,2
Hernia Nukleus Pulposus (HNP) lumbalis paling sering (90%) mengenai diskus
intervertebralis L5-S1 dan L4-L5, sedangkan 10% sisanya terjadi didaerah L3-L4. Pasien
HNP lumbal seringkali mengeluh rasa nyeri menjadi bertambah pada saat melakukan
aktivitas seperti duduk lama, membungkuk, mengangkat benda yang berat, juga pada saat
batuk, bersin dan mengejan. Biasanya nyeri punggung bawah oleh karena HNP akan
membaik dalam waktu kira-kira 6 minggu. 1,2
I.2. TUJUAN
Untuk mengetahui secara umum tentang definisi, epidemiologi, patofisiologi, gejala
klinis, prosedur diagnostik, serta penatalaksanaan nyeri punggung bawah ec Hernia Nukleus
Pulposus lumbalis.
I.3. MANFAAT
Dengan penulisan refarat ini dapat diketahui dengan jelas tentang diagnosis dan
penatalaksanaan nyeri punggung bawah ec Hernia Nukleus Pulposus lumbalis.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1. DEFENISI
Hernia Nukleus Pulposus (HNP) adalah suatu keadaan dimana sebagian atau seluruh
bagian dari nukleus pulposus mengalami penonjolan ke dalam kanalis spinalis.3
Hernia Nukleus Pulposus (HNP) adalah suatu penyakit, dimana bantalan lunak
diantara ruas-ruas tulang belakang (soft gel disc atau Nucleus Pulposus) mengalami tekanan
di salah satu bagian posterior atau lateral sehingga nucleus pulposus pecah dan luruh
sehingga terjadi penonjolan melalui anulus fibrosus ke dalam kanalis spinalis dan
mengakibatkan penekanan radiks saraf.2
3
II.2. SINONIM
Sinonim Hernia Nukleus Pulposus (HNP) adalah : Herniasi Diskus Intervertebralis,
Ruptured Disc, Slipped Disc, Prolapsed Disc, Lumbar Radiculopathy, Cervical
Radiculopathy, dan sebagainya.3
Hernia Nucleus Pulposus (HNP) atau herniasi diskus intervertebralis, yang sering
pula disebut sebagai Lumbar Disc Syndrome atau Lumbosacral radiculopathies adalah
penyebab tersering nyeri punggung bawah yang bersifat akut, kronik atau berulang.2
II.3. EPIDEMIOLOGI
Hernia Nukleus Pulposus (HNP) merupakan penyebab dari nyeri punggung bawah
(NPB) yang penting. Prevalensi : 1-2% populasi. Hernia Nukleus Pulposus (HNP) tersering :
90 % = HNP lumbalis, mengenai diskus intervertebralis L5 - S1 dan L4 - L5, membaik kira -
kira dlm waktu 6 bulan.3
Low Back Pain (LBP) sering dijumpai dalam praktek sehari-hari, terutama di negara -
negara industri. Diperkirakan 70-85% dari seluruh populasi pernah mengalami episode ini
selama hidupnya. Prevalensi tahunannya bervariasi dari 15-45%, dengan point prevalence
rata-rata 30%. Di Amerika Serikat, nyeri ini merupakan penyebab yang urutan paling sering
dari pembatasan aktivitas pada penduduk dengan usia <45 tahun, urutan ke - 2 untuk alasan
paling sering berkunjung ke dokter, urutan ke-5 alasan perawatan di rumah sakit, dan alasan
penyebab yang paling sering untuk tindakan operasi.3,4
Data epidemiologi mengenai LBP di Indonesia belum ada, namun diperkirakan 40%
penduduk pulau Jawa Tengah berusia diatas 65 tahun pernah menderita nyeri punggung
bawah, prevalensi pada laki-laki 18,2% dan pada wanita 13,6%. Insiden berdasarkan
kunjungan pasien ke beberapa rumah sakit di Indonesia berkisar antara 3-17%.4
Di Amerika, insiden terjadinya HNP dapat ditemukan pada usia diatas 20 tahun.
Hernia Nukleus Pulposus (HNP) dapat terjadi pada region servikal maupun lumbalis, hal ini
tergantung dari kondisi dari setiap diskus. Hernia Nukleus Pulposus (HNP) paling sering
terjadi di daerah lumbalis (70-90 %), sedangkan HNP di daerah servikalis sebanyak 10
persen, di daerah thorax sangat jarang sekitar 1 persen. Sekitar 90% dari seluruh kejadian
HNP lumbal terdapat pada level L 4-5 dan L5-S1. Titik terlemah dari diskus yang sering terjadi
HNP adalah pada posterolateral (49%), sedangkan pada posterocentral sekitar 8%, lateral
<10%, dan intraosseous (schmorl node) sekitar 14%. Insiden HNP merata diseluruh dunia
tidak tergantung dari ras, sedangkan risiko antara wanita dan pria adalah sama. Usia dibawah
4
40 tahun jarang menimbulkan keluhan, dan usia diatas 40 tahun sering berkaitan dengan
degenerative disk disease.3
II.4. ANATOMI
Columna vertebralis adalah struktur tulang yang kompleks dan fleksibel yang
merupakan pilar utama tubuh dan dibentuk oleh tulang-tulang tidak beraturan, disebut
vertebra. Tulang vertebra dikelompokkan sebagai berikut :
- Cervicalis (7)
- Thoracic (12)
- Lumbalis (5)
- Sacralis (5, menyatu membentuk sacrum)
- Coccygeus (4, 3 yang bawah biasanya menyatu)5
Tulang vertebra ini dihubungkan satu sama lainnya oleh ligamentum dan tulang
rawan. Bagian anterior columna vertebralis terdiri dari corpus vertebrae yang dihubungkan
satu sama lain oleh diskus fibrokartilago yang disebut diskus invertebralis dan diperkuat oleh
ligamentum longitudinalis anterior dan ligamentum longitudinalis posterior.5
5
Gambar 3. Ligamentum pada tulang vertebra6
2. Nukleus Pulposus
Nukleus Pulposus adalah suatu gel yang viskus terdiri dari proteoglycan (hyaluronic
long chain) mengandung kadar air yang tinggi (80%) dan mempunyai sifat sangat
higroskopis. Nukleus pulposus berfungsi sebagai bantalan dan berperan menahan tekanan
atau beban. 3
6
Gambar 4. Diskus Intervertebralis yang normal 6
7
3. Merokok. Nikotin dan racun-racun lain dapat mengganggu kemampuan diskus
untuk menyerap nutrien yang diperlukan dari dalam darah.
4. Berat badan berlebihan, terutama beban ekstra di daerah perut dapat
menyebabkan strain pada punggung bawah.
5. Batuk lama dan berulang. 3
II.6. ETIOLOGI
Penyebab utama terjadinya HNP adalah cedera, cedera dapat terjadi karena terjatuh
tetapi lebih sering karena posisi menggerakkan tubuh yang salah. Pada posisi gerakan tulang
belakang yang tidak tepat maka sekat tulang belakang akan terdorong ke satu sisi dan pada
saat itulah bila beban yang mendorong cukup besar akan terjadi robekan pada annulus
pulposus yaitu cincin yang melingkari nucleus pulposus dan mendorongnya merosot keluar
sehingga disebut hernia nucleus pulposus. Sebenarnya cincin (annulus) sudah terbuat sangat
kuat tetapi pada pasien tertentu di bagian samping belakang (posterolateral) ada bagian yang
lemah (locus minoris resistentiae).6
8
Tergelincir saat berjalan.
Melompat.6
Mengambil sesuatu di atas lemari.
Membungkuk tiba-tiba.
Tiba-tiba berlari mengejar sesuatu.
Beberapa contoh kejadian sehari-hari diatas kadang-kadang begitu saja terjadi, tidak
disengaja. Sehingga unsur ketidaksengajaan dan tiba-tiba memainkan peran yang menonjol
untuk tercetusnya HNP. Bisa juga terjadi karena adanya spinal stenosis, ketidakstabilan
vertebra karena salah posisi, mengangkat, pembentukan osteophyte, degenerasi dan dehidrasi
dari kandungan tulang rawan annulus dan nukleus mengakibatkan berkurangnya elastisitas
sehingga mengakibatkan herniasi dari nukleus hingga annulus.6
II.7. PATOFISIOLOGI
Serat anulus dibagian anterior diperkuat oleh ligamentum longitudinal anterior yang
kuat sehingga diskus intervertebralis tidak mudah menerobos daerah ini atau daerah diskus
intervertebralis bagian anulus anterior tidak mudah diterobos (tidak mudah rusak). Pada
bagian posterior serat - serat anulus paling luar dan tengah sedikit dan ligamentum
longitudinal posterior kurang kuat sehingga mudah rusak. Mulai daerah lumbal 1 ligamentum
longitudinal posterior makin mengecil sehingga pada ruang intervertebra L5 - S1 tinggal
separuh dari lebar semula sehingga mengakibatkan mudah terjadinya kelainan di daerah ini.3
Melengkungnya punggung ke depan akan menyebabkan menyempitnya atau
merapatnya tulang belakang bagian depan, sedangkan bagian belakang merenggang,
sehingga nucleus pulposus akan terdorong ke belakang. Prolapsus discus intervertebralis,
hanya yang terdorong ke belakang yang menimbulkan nyeri, sebab pada bagian belakang
vertebra terdapat serabut saraf spinal serta akarnya, dan apabila tertekan oleh prolapsus
discus intervertebralis akan menyebabkan nyeri yang hebat pada bagian punggung bawah,
bahkan dapat menyebabkan kelumpuhan anggota bagian bawah.2
Herniasi atau ruptur dari discus intervertebra adalah protrusi nucleus pulposus
bersama beberapa bagian anulus ke dalam kanalis spinalis atau foramen intervertebralis.
Karena ligamentum longitudinalis anterior jauh lebih kuat daripada ligamentum
longitudinalis posterior, maka herniasi diskus hampir selalu terjadi ke arah posterior atau
posterolateral. Herniasi tersebut biasanya menggelembung berupa massa padat dan tetap
9
menyatu dengan badan diskus, walaupun fragmen-fragmennya kadang dapat menekan keluar
menembus ligamentum longitudinalis posterior dan masuk lalu berada bebas ke dalam
kanalis spinalis. Perubahan morfologik pertama yang terjadi pada diskus adalah memisahnya
lempeng tulang rawan dari korpus vertebra di dekatnya.2,6
Pada tahap pertama sobeknya anulus fibrosus itu bersifat sirkumferensial. Karena
adanya gaya traurnatik yang berulang, sobekan itu menjadi lebih besar dan timbul sobekan
radial. Apabila hal ini telah terjadi, maka risiko HNP hanya menunggu waktu dan bisa terjadi
pada trauma berikutnya. Gaya presipitasi itu dapat diasumsikan seperti gaya traumatik ketika
hendak menegakkan badan waktu terpeleset, mengangkat benda berat, dan sebagainya.7
Menjebolnya (herniasi) nukleus pulposus dapat mencapai ke korpus tulang belakang
di atas atau di bawahnya. Bisa juga menjebol langsung ke kanalis vertebralis. Sobekan
sirkumferensial dan radial pada annulus fibrosus diskus intervertebralis berikut dengan
terbentuknya nodus Schmorl atau merupakan kelainan yang mendasari low back pain
subkronis atau kronis yang kemudian disusul oleh nyeri sepanjang tungkai yang dikenal
sebagai iskhialgia atau siatika. Menjebolnya nukleus pulposus ke kanalis vertebralis berarti
bahwa nucleus pulposus menekan radiks yang bersama-sama dengan arteria radikularis yang
berada dalam lapisan dura. Hal itu terjadi jika penjebolan berada di sisi lateral. Tidak akan
ada radiks yang terkena jika tempat herniasinya berada di tengah. Pada tingkat L2, dan terus
ke bawah tidak terdapat medula spinalis lagi, maka herniasi yang berada di garis tengah tidak
akan menimbulkan kompresi pada kolumna anterior. Setelah terjadi HNP, sisa diskus
intervertebral ini mengalami lisis, sehingga dua korpora vertebra bertumpang tindih tanpa
ganjalan.3,7
Kemampuan menahan air dari nukleus pulposus berkurang secara progresif dengan
bertambahnya usia. Mulai usia 20 tahun terjadi perubahan degenerasi yang ditandai dengan
penurunan vaskularisasi ke dalam diskus disertai dengan berkurangnya kadar air dalam
nukleus sehingga diskus mengkerut, sebagai akibatnya nukleus menjadi kurang elastis. Pada
diskus yang sehat, bila mendapat tekanan maka nukleus pulposus menyalurkan gaya tekan ke
segala arah dengan sama besar. Kemampuan menahan air mempengaruhi sifat fisik dari
nukleus. Penurunan kadar air nukleus mengurangi fungsinya sebagai bantalan, sehingga bila
ada gaya tekan maka akan disalurkan ke anulus secara asimetris akibatnya bisa terjadi cedera
atau robekan pada anulus.3
10
Gambar 6. Herniasi Diskus Intervertebralis7
Sela intervertebra lumbal L4-L5 dan L5-S1 adalah yang paling sering terkena,
terutama L5-S1. Sedangkan L3-L4 merupakan urutan berikutnya. Ruptur diskus lumbal yang
lebih tinggi jarang dan hampir selalu akibat trauma masif. Karena hubungan anatomis pada
vertebra lumbal, protrusi diskus biasanya menekan radiks saraf yang muncul satu vertebra di
bawahnya. Jika terdapat fragmen diskus bebas, biasanya mengenai radiks yang muncul di
atas diskus yang mengalami herniasi.6
Sebagian besar HNP terjadi pada L4-L5 dan L5-S1 karena:
Daerah lumbal, khususnya daerah L5-S1 mempunyai tugas yang berat, yaitu
menyangga berat badan. Diperkirakan 75% berat badan disangga oleh sendi L5-S1.
Mobilitas daerah lumabal terutama untuk gerak fleksi dan ekstensi sangat tinggi.
Diperkirakan hampir 57% aktivitas fleksi dan ekstensi tubuh dilakukan pada sendi
L5-S1.
Daerah lumbal terutama L5-S1 merupakan daerah rawan karena ligamentum
longitudinal posterior hanya separuh menutupi permukaan posterior diskus. Arah
herniasi yang paling sering adalah posterolateral. 3
Selain itu serabut menjadi kotor dan mengalami hialisasi yang membantu perubahan
yang mengakibatkan herniasi nucleus pulpolus melalui anulus dengan menekan akar–akar
saraf spinal. Pada umumnya herniassi paling besar kemungkinan terjadi di bagian koluma
yang lebih banyak bergerak (perbatasan Lumbosakralis dan Servikotoralis). Sebagian besar
dari HNP terjadi pada lumbal antara Vertebra L4 sampai L5, atau L5 sampai S1. Arah
herniasi yang paling sering adalah posterolateral. Karena radiks saraf pada daerah lumbal
miring kebawah sewaktu berjalan keluar melalui foramena neuralis, maka herniasi diskus
antara L5 dan S1. 2,3,4
11
Perubahan degeneratif pada nukleus pulpolus disebabkan oleh pengurangan kadar
protein yang berdampak pada peningkatan kadar cairan sehingga tekanan intradistal
meningkat, menyebabkan ruptur pada anulus dengan stres yang relatif kecil. Sedang M.
Istiadi (1986) mengatakan adanya trauma baik secara langsung atau tidak langsung pada
diskus intervertebralis akan menyebabkan kompresi hebat dan herniasi nucleus pulposus
(HNP). Nukleus yang tertekan hebat akan mencari jalan keluar, dan melalui robekan anulus
fibrosus mendorong ligamentum longitudinal maka terjadilah herniasi.7
Protrusi atau ruptur nucleus pulposus biasanya didahului dengan perubahan
degeneratif yang terjadi pada proses penuaan. Kehilangan protein polisakarida dalam diskus
menurunkan kandungan air nukleus pulposus. Perkembangan pecahan yang menyebar di
anulus melemahkan pertahanan pada herniasi nucleus. Setelah trauma (jatuh, kecelakaan,
dan stress minor berulang seperti mengangkat) kartilago dapat cedera.7
12
II.8. DERAJAT ( STAGE )
Menurut gradasinya, Hernia Nukleus Pulposus dibagi atas beberapa macam :3,6
1. Protruded intervertebral disc, nukleus terlihat menonjol ke satu arah tanpa
kerusakan annulus fibrosus.
2. Prolapsed intervertebral disc, nukleus berpindah tetapi masih didalam lingkaran
annulus fibrosus.
3. Extruded intervertebral disc, nukleus keluar dari annulus fibrosus dan berada
dibawah ligamentum longitudinal posterior.
4. Sequestrated intervertebral disc, nukleus telah menembus ligamentum
longitudinal posterior.
13
2. Bila saraf sensorik yang besar (A beta) terkena maka akan timbul gejala
kesemutan atau rasa tebal sesuai dengan dermatomnya. Timbul rasa kebas -
kebas (kesemutan / hipestesi) sebagai gangguan sensorik
3. Pada kasus yang berat dapat terjadi kelemahan otot tungkai bawah dan hilangnya
refleks tendon patella (KPR) dan Achilles (APR)
4. Bila mengenai Konus atau Kauda ekuina dapat terjadi gangguan miksi, defekasi
dan fungsi seksual. Keadaan ini merupakan suatu kegawatan dlm bidang
neurologi dan memerlukan tindakan pembedahan untuk mencegah kerusakan
fungsi secara permanen.3
b. Hernia Nukleus Pulposus (HNP) Cervicalis
Gejala klinis HNP Cervicalis yang sering dijumpai :
Parasthesia dan rasa sakit ditemukan di daerah extremitas(sevikobrachialis).
Atrofi di daerah biceps dan triceps.
Refleks biceps yang menurun atau menghilang.
Otot-otot leher spastik dan kaku kuduk. 3
c. Hernia Nukleus Pulposus (HNP) Thoracalis
Hernia ini jarang terjadi dan selalu berada di garis tengah hernia. Gejala – gejalanya
terdiri dari nyeri radikal pada tingkat lesi yang parastesia. Hernia dapat menyebabkan
melemahnya anggota bagian bawah (paraparese).3
II.10. DIAGNOSIS
Untuk mendiagnosis HNP (Hernia Nukleus Pulposus) didasarkan pada :
1. Anamnesis
Pada anamnesis perlu ditanyakan :
a. Kapan mulai timbulnya nyeri misalnya sedang beraktivitas, bangkit dari duduk,
mendorong mobil, mengangkat benda berat, jatuh terpleset, jatuh terduduk, dsb.
b. Bagaimana mulai timbulnya nyeri : umumnya awitan mendadak tetapi dapat juga
tanpa awitan yang jelas
c. Lokasi nyeri, terlokalisir, atau menjalar ke tungkai / jari kaki
d. Sifat nyeri , tajam , menusuk, pegel, berdenyut , seperti terbakar. Apakah nyerinya
radikuler ditandai dengan nyeri kontak seperti kesetrum yang menjalar sampai ke
tungkai bawah sampai ke ujung jari kaki .
e. Kualitas nyeri
f. Apakah nyeri yang diderita diawali dengan suatu kegiatan fisik tertentu
14
g. Faktor yang memperberat atau meringankan nyeri : Pada HNP, nyeri akan
bertambah bila ada kenaikan tekanan intratekal atau intradiskal, seperti pada saat
penderita mengejan, bersin, mengangkat benda dan membungkuk, batuk.
h. Apakah ada riwayat trauma sebelumnya, atau riwayat menderita HNP
sebelumnya, atau riwayat angkat beban berat atau aktivitas berat .
i. Apakah ada keluarga penderita yang sakit serupa
J. Apakah ada dijumpai rasa kesemutan (kebas - kebas/ hipestesi) : gangguan
sensorik.
k. Apakah ada kelemahan otot tungkai bawah : paraparese, monoparese (gangguan
motorik).
l. Apakah ada gangguan otonom : gangguan miksi, defekasi, dan fungsi seksual.
- Gangguan miksi dan defekasi : retensi / inkontinensia urine (alvi)
- Gangguan keringat melalui test prespirasi : anhidrosis3
Pada anamnesis perlu dicermati adanya keluhan yang mengarah pada lesi saraf yaitu :
1. Adanya nyeri radikuler (iskhialgia)
2. Nyeri sampai dibawah lutut dan bukan sekedar paha bagian belakang saja (nyerinya
menjalar sampai ke tungkai bawah sampai ke ujung jari kaki, nyerinya seperti
kontak atau kesetrum)
3.Riwayat nyeri / rasa kesemutan yang lama (rasa kebas- kebas pada tungkai bawah)
= hipestesi = gangguan sensorik
4. Riwayat gangguan miksi / defekasi/ fungsi seksual = gangguan otonom
5. Adanya saddle anastesi (hipestesi) = gangguan sensorik
6. Adanya kelemahan tungkai bawah : monoparese, paraparese = gangguan motorik3
Juga sangat penting ditelusuri kemungkinan adanya kelainan patologik pada spinal
yang serius (Red Flags) seperti keganasan tulang vertebra , radang spinal dan sindroma kauda
ekuina. Menurut the agency for health care policy and research (AHCPR 1994), pertanyaan
yang perlu diajukan antara lain adalah :
1. Usia : pada usia kurang dari 20 tahun atau lebih dari 55 tahun harus lebih
diperhatikan
2. Riwayat trauma sebelumnya
3. Riwayat adanya karsinoma ( kanker )
4. Adanya penurunan berat badan tanpa penyebab yang jelas
15
5. Pemakaian obat imunosupresan atau kortikosteroid sistemik
6. Penyalahgunaan obat atau narkotika
7. Riwayat radang saluran kemih
8. Perkembangan penyakit dan hasil pengobatan sebelumnya3
3. Pemeriksaan neurologik
Tujuan dari pemeriksaan ini adalah untuk memastikan bahwa kasus nyeri punggung
bawah yang dihadapi termasuk suatu gangguan saraf atau bukan. 3
a. Pemeriksaan Sensorik :
Pada pemeriksaan ini dicari atau tidaknya gangguan sensorik. Dengan mengetahui
dermatom mana yang terkena akan diketahui pula radiks saraf mana yang terganggu.
Misalnya bila ada gangguan sensorik sepanjang sisi lateral depan dari tungkai bawah mulai
dari sendi lutut berarti hal ini menunjukkan ada lesi segmen L5.3
b. Pemeriksaan Motorik :
Dicari apakah ada tanda – tanda kelemahan (paresis), atrofi dan fasikulasi otot.
Misalnya lesi yang mengenai segmen L4 maka muskulus tibialis anterior akan menurun
kekuatannya.3
c. Pemeriksaan Refleks :
16
Bila ada kelainan pada suatu refleks tendon berarti ada gangguan pada lengkung
refleks. Misalnya, bila APR (Achilles) menurun atau menghilang menunjukkan bahwa
segmen S1 terganggu. 3
d. Pemeriksaan yang sering dilakukan pada pasien LBP (Low back pain) :
1) Tes untuk meregangkan saraf iskhiadikus :
Tes Laseque (Straight Leg Raising = SLR)
Caranya adalah melakukan fleksi pada sendi panggul dengan sendi
lutut tetap lurus. Dengan cara ini saraf iskhiadikus akan tertarik. Pada
keadaan normal tungkai dapat difleksikan hingga 70 derajat. Hasil
dikatakan positif bila timbul rasa nyeri sepanjang perjalanan saraf
iskhiadikus pada sudut kurang dari 70 derajat dari bidang horizontal.
Bila tes ini positif berarti besar kemungkinan penekanan akar saraf
kecil. 3
17
Gambar 10. Tes Bragard3
Tes Sicard
Seperti tes Laseque, hanya waktu mengangkat tungkai disertai
dorsofleksi ibu jari kaki. Interprestasinya sama dengan tes Laseque.
18
3. Tes refleks tendon Achilles untuk menilai fungsi akar saraf
S1
4. Tes sensorik kaki sisi medial (L4), dorsal (L5), dan lateral
(S1)
5. Tes Laseque Silang merupakan tes yang sangat spesifik
untuk HNP sayangnya tidak dijumpai pada semua pasien.
Bila tes ini positif berarti ada HNP tetapi bila negatif bukan
berarti tidak ada HNP. 3
Pemeriksaan yang dipersingkat ini bila dikerjakan secara
benar mampu mendeteksi sebagian besar kompresi pada
akar saraf L4-L5 dan L5-S1 karena HNP. Herniasi di kedua
tempat ini mencakup 90% dari radikulopati karena HNP.
Tetapi perlu diingat bahwa pemeriksaan ini tidak cukup
untuk menjaring HNP (yang jarang) di L2-3 dan L3-4 yang
secara klinis memang sulit didiagnosis berdasarkan
pemeriksaan fisik saja. 3
4. Pemeriksaan penunjang
Biasanya mencakup pemeriksaan :
I. Pemeriksaan Neurofisiologi
a) Elektromiografi (EMG)
Termasuk EMG jarum, pengukuran kecepatan hantar saraf tepi dan H refleks.
Dengan pemeriksaan EMG dapat ditentukan akar saraf mana yang terkena dan
sejauh mana gangguannya, masih dalam taraf iritasi atau sudah ada kompresi.
b) Somato Sensoric Evoked Pontential (SSEP)
Berguna untuk penilaian pasien spinal stenosis atau mielopati. 3
II. Pemeriksaan Radiologi
a) Foto Polos
Foto polos tidak banyak membantu untuk menegakkan diagnosis HNP pada
fase awal. Pada HNP fase lanjut dapat ditemukan berkurangnya tinggi diskus
intervertebralis sehingga antar ruang vertebralis tampak menyempit. 3
19
Gambar 12. Foto polos Lumbosakral pada pasien HNP6
20
Gambar 14. Pemeriksaan CT - Mielografi pada HNP 7
c) Diskografi
Cara pemeriksaannya adalah diskus disuntik dengan media kontras yang larut
dalam air pada tiga tempat yaitu diskus L3-L4,L4-5, dan L5-S1. Pemeriksaan
ini membawa risiko komplikasi yang besar, kemungkinan timbulnya infeksi
pada ruang diskus intervertebralis, terjadinya herniasi diskus dan bahaya
radiasi. Biaya pemeriksaannya relatif mahal dan hasilnya tidak lebih unggul
dari pemeriksaan MRI sehingga jarang dikerjakan.3
21
Komplikasi yang timbul akibat HNP :
1. Nyeri tulang belakang kronik
2. Nyeri tulang belakang permanen (sangat jarang)
3. Hilangnya sensasi atau pergerakan di tungkai atau kaki
4. Menurunnya atau hilangnya fungsi dari usus dan kandung kemih
5. Komplikasi lain yang dapat timbul dari hernia nukleus pulposus adalah atrofi
otot-otot ekstremitas inferior. Otot-otot yang mengalami atrofi tergantung dari
radix saraf yang mengalami lesi. Lesi pada radix saraf L4 menyebabkan atrofi
pada m.quadriceps femoris, lesi pada radix saraf S1 menyebabkan atrofi pada
m.gastroknemius dan m.soleus. Atrofi yang tidak mendaptkan rehabilitasi akan
menyebabkan kelumpuhan ekstremitas inferior. 6,8
II.13. PENATALAKSANAAN
Dalam menangani pasien dengan HNP berbagai tindakan dapat dilakukan seperti :
A. Terapi Konservatif :
Tujuan terapi konservatif adalah mengurangi iritasi saraf, memperbaiki kondisi fisik
pasien dan melindungi serta meningkatkan fungsi tulang punggung secara keseluruhan.
Perawatan utama untuk diskus hernia adalah diawali dengan istirahat dengan obat-obatan
untuk nyeri dan anti inflamasi, diikuti dengan terapi fisik. Sebagian besar (90%) pasien HNP
akan membaik dalam waktu enam minggu dengan atau tanpa terapi, hanya sebagian kecil saja
pasien yang memerlukan tindakan pembedahan.3
Terapi konservatif meliputi :
1) Tirah baring
Tirah baring adalah cara yang paling lazim dianjurkan pada pasien HNP dan berguna
untuk mengurangi nyeri mekanik dan tekanan intradiskal. Tirah baring yang
direkomendasikan adalah selama 2-4 hari. Tirah baring yang terlalu lama akan menyebabkan
otot – otot bertambah lemah dan terjadi demineralisasi tulang. Pasien dilatih secara bertahap
untuk kembali ke aktifitas yang biasa dilakukan. Posisi tirah baring yang dianjurkan adalah
dengan menyandarkan punggung, lutut dan punggung bawah pada posisi sedikit fleksi. Fleksi
ringan dari vertebra lumbosakral akan memisahkan permukaan sendi dan memisahkan
aproksimasi jaringan yang meradang. Umumnya pasien tidak perlu istirahat total.3,6
2) Terapi Farmakologis
22
a. Analgetik dan NSAID (Non Steroid Anti Inflamation Drug)
Obat – obatan ini diberikan dengan tujuan untuk mengurangi nyeri dan inflamasi
sehingga mempercepat kesembuhan. Contoh analgetik : Parasetamol, Aspirin,
Tramadol. Contoh NSAID : Ibuprofen, Natrium Diklofenak, Etodolak, Selekoksib.
Perlu dpiperhatikan efek samping obat.
b. Obat Pelemas Otot (Muscle Relaxant)
Bermanfaat bila penyebab nyeri punggung bawah adalah spasme otot. Efek
terapinya tidak sekuat NSAID, seringkali dikombinasikan dengan NSAID. Sekitar
30% memberikan efek samping mengantuk. Contoh: Tinazidin, Esperidon, dan
Carisoprodol.
c. Opioid
Obat ini terbukti tidak efektif daripada analgetik biasa yang jauh lebih aman.
Pemakaian jangka panjang bisa menimbulkan toleransi dan ketergantungan obat.
d. Kortikosteroid oral
Pemakaian kortikosteroid oral masih kontroversi. Dipakai pada kasus HNP yang
berat untuk mengurangi inflamasi jaringan. Pemakaian jangka panjang, banyak
efek samping.
e. Analgetik adjuvan
Terutama dipakai pada HNP kronis karena ada anggapan mekanisme nyeri pada
HNP sesuai dengan nyeri neuropatik. Contoh: Amitriptilin, Karbamazepin,
Gabapentin.
f. Suntikan pada titik picu
Cara pengobatan ini dengan memberikan suntikan campuran anestesi lokal dan
kortikosteroid ke dalam jaringan lunak atau otot pada titik picu disekitar tulang
punggung. Cara ini masih kontroversial. Penganut cara pengobatan ini percaya
bahwa titik picu menyebabkan timbulnya rangsangan sehingga terjadi nyeri
punggung bawah yang berkepanjangan.
Obat yang dipakai antara lain : Lidokain, Lignokain, Deksametason,
Metilprednisolon, dan Triamsinolon.3
3) Rehabilitasi Medik
Rehabilitasi Medik merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan, berperan
aktif dalam memberikan kontribusi terhadap upaya pencapaian derajat kesehatan yang
23
optimal, dengan aspek pendekatan pelayanan meliputi promotif, preventif, kuratif, dalam
ilmu Rehabilitasi Medis dengan tujuan meningkatkan kemampuan fungsional dan mencegah
kecacatan.9
Rehabilitasi Medik adalah suatu bentuk pelayanan kesehatan yang terpadu dengan
pendekatan medik, psikososial, edukasional, okasional untuk mencapai kemampuan
fungsional semaksimal mungkin. Rehabilitasi Medik berupaya meningkatkan kemampuan
fungsional seseorang, sesuai dengan potensi yang dimiliki, untuk mempertahankan dan atau
meningkatkan kualitas hidup, dengan cara mencegah atau mengurangi impairment
(kehilangan atau ketidaknormalan dari psikologis, fisiologis, atau struktur anatomi atau
fungsi); disability (kondisi keterbatasan atau berkurangnya kemampuan untuk melakukan
aktifitas dengan cara dan batas yang dianggap normal bagi manusia); dan handicap (keadaan
kemunduran seseorang akibat adanya kelainan (impairment) atau ketidakmampuan
(disability), yang membatasi dalam memenuhi peranannya yang normal (sesuai umur, jenis
kelamin dan faktor sosial budaya) semaksimal mungkin.9
Rehabilitasi Medik yang dilakukan pada pasien HNP berupa, yaitu :
3.1. Fisioterapi :
3.1.1. Short Wave Diathermy (SWD) atau Micro Wave Diathermy (MWD) :
a. Short Wave Diathermy (SWD) :
Pengertian Short Wave Diathermy (SWD) :
Short Wave Diathermy (SWD) adalah terapi panas dengan penentrasi dalam yang
menggunakan gelombang elektromagnetik frekuensi 27,12 MHz, panjang gelombang 11 m.10
Short Wave Diathermy (SWD) adalah pemberian terapi dengan menggunakan metode
penyinaran yang dapat mengurangi nyeri, bengkak dan spasme otot. Manfaat SWD untuk
meningkatkan elastisitas jaringan ikat, meningkatkan konduktivitas syaraf dan ambang
rangsang, meningkatkan proses reparasi jaringan dengan peningkatan metabolisme.11
Short Wave Diathermy atau diatermi gelombang pendek adalah salah satu modalitas
pemanasan dalam (deep heating) karena mampu menembus jaringan dengan kedalaman
sampai 4 – 5 cm, dimana keadaan ini tidak dapat dicapai oleh alat pemanasan lainnya
seperti : Micro Wave Diathermy (MWD) maupun infrared. Short Wave Diathermy (SWD)
cukup efektif untuk terapi jaringan yang terletak lebih dalam / sulit dijangkau oleh MWD
maupun infrared. Transfer energi SWD melalui mekanisme konversi, yaitu dari energi
elektromagnetik menjadi energi termal.11
24
Gambar 16. Short Wave Diathermy (SWD)9
25
Indikasi dan aplikasi klinik SWD :
Short Wave Diathermy (SWD) sering digunakan untuk kasus-kasus muskuloskeletal
(tendinitis, tenosinovitis, bursitis, kapsulitis, dll), nyeri (tengkuk, punggung bawah,
miofascial, neuralgia post herpetik, dll) arthritis, kekakuan sendi, relaksasi otot dan inflamasi
kronik. Dalam hal ini, pemakaian modalitas pemanasan dalam dimaksudkan untuk
meminimalkan pemanasan di jaringan permukaan / superfisial (kutis dan subkutis) serta
memaksimalkan pemanasan pada jaringan yang lebih dalam sehingga dapat tercapai
pemulihan yang lebih cepat. Untuk terapi, target temperatur biasanya 40-45 °C. Karena
ambang nyeri termal kira-kira 45 °C, persepsinya dapat dipakai untuk memonitor intensitas
pemanasan.11
Indikasi SWD adalah : Kondisi peradangan dan kondisi sehabis trauma (trauma pd
muskuloskeletal), adanya keluhan nyeri pada sistem muskuloskeletal (kondisi ketegangan,
pemendekan, perlengketan otot jaringan lunak), persiapan suatu latihan/senam (untuk
gangguan pada sistem peredarah darah) .10
Dosis :
Intensitas SWD sesuai dengan persepsi nyeri pasien. Sebuah kain handuk digunakan
sebagai antara dan untuk menyerap keringat yang sangat konduktif dan bisa menimbulkan
pemanasan fokal yang berbahaya. Waktu pengobatan adalah 15-30 menit.11
Kontraindikasi :
Perlu diperhatikan kontraindikasi pemakaian SWD, yaitu :
Kontraindikasi pemanasan secara umum :
1. Trauma akut, inflamasi
2. Gangguan sirkulasi
26
3. Edema
4. Scar yang besar
5. Gangguan sensibilitas
6. Keganasan
7. Gangguan kognitif dan komunikasi sehingga sulit
melaporkan nyeri.
Kontraindikasi SWD secara khusus :
1. Adanya logam (perhiasan, pacemaker, IUD, implant,
dll)
2. Lensa kontak
3. Kehamilan dan menstruasi
4. Imaturitas tulang11
Indikasi MWD :
Selektif pemanasan otot (jaringan kolagen), spasme otot (efektif untuk sendi Inter
Phalangeal, Metacarpal Phalangeal dan pergelangan tangan, Rheumathoid Arthritis dan
Osteoarthrosis), kelainan saraf perifer (neuralgia neuritis).10
Efek Terapeutik :
27
a. Nyeri, hipertonus dan gangguan vaskularisasi
Menurunkan nyeri, normalisasi tonus otot melalui efek sedatif, serta perbaikan
metabolisme.
b. Gangguan konduktivitas dan treshold jaringan syaraf
Apabila elastisitas dan treshold jaringan saraf semakin membaik, maka konduktivitas
jaringan membaik. Ini dimaksudkan sebagai persiapan sebelum pemberian latihan
c. Penyembuhan luka pada jaringan lunak
Meningkatkan perbaikan jaringan secara fisiologis.
d. Kontraktur jaringan lemak
Dengan peningkatan elastisitas jaringan lemak, maka dapat mengurangi proses
kontraktur jaringan. Ini dimaksudkan sebagian persiapan sebelum pemberian latihan.
Kontra Indikasi :
Kontra indikasi dari MWD yaitu: pemakaian implant pacemaker, adanya logam dalam
jaringan dan permukaan jaringan, gangguan pembuluh darah, gangguan sensibilitas,
pendarahan, carcinoma dengan metatase, jaringan yang banyak cairan dan tumor malignant
serta trombosis vena, infeksi akut, sesudah rontgen, kehamilan, saat menstruasi.12
Operasional MWD :
Elektroda ditempatkan pada daerah yang diterapi, intensitas subthermal, dengan lama
waktu pemberian terapi 15 menit dan frekuensi selama 6 kali.12
28
Gambar 19. TENS (Transcutaneous Electrical Nerve Stimulation)13
b) Penerapan Elektroda
Penempatan elektrode tidak terbatas pada daerah nyeri saja, tetapi
penempatan elektroda pada daerah nyeri memberikan hasil yang baik
terhadap penurunan tingkat nyeri. bisa juga penempatan elektrode pada
area dermatome, trigger dan pada titik akupuntur.13
d) Indikasi TENS
Kondisi LMNL (Lower Motor Neuron Lesion) baru yang masih disertai keluhan nyeri,
kondisi sehabis trauma/operasi urat saraf yang konduktifitasnya belum membaik, kondisi
LMNL kronik yg sdh terjadi partial/total dan enervated muscle, kondisi pasca operasi tendon
transverse, kondisi keluhan nyeri pada otot, sebagai irritation/awal dari suatu latihan, kondisi
peradangan sendi (Osteoarthrosis, Rheumathoid Arthritis dan Tennis elbow), kondisi
pembengkakkan setempat yang belum 10 hari. 13
TENS (Transcutaneous Electrical Nerve Stimulation) biasanya juga digunakan untuk
meringankan berbagai jenis nyeri, seperti nyeri paska persalinan, nyeri paska operasi, nyeri
punggung, nyeri akibat artritis, nyeri neuropatik, nyeri menstruasi, nyeri kepala, dan
migrain.14
e) Kontra Indikasi
29
Kontra indikasi dari TENS antara lain : hipersensitif kulit karena
penggunaan dalam waktu lama dengan intensitas tinggi dapat
menyebabkan resiko elektrical damage, sehabis operasi tendon transverse sebelum
3 minggu, adanya ruptur tendon/otot sebelum terjadi penyambungan, kondisi peradangan
akut/penderita dlm keadaan panas.11,13
f) Dosis
Kondisi osteoathritis menggunakan TENS konvensional dengan
pulsa pendek sekitar 50 ms pada 40-150 Hz, dengan frekwensi tinggi dan
intensitas rendah ber-durasi 200 msec. Tipe konvensional dapat
mengurangi nyeri dalam waktu 10 – 15 menit dengan lama pemberian
antara 30 menit. Intensitas rendah akan mengstimulasi serabut Ab untuk
menginhibisi nyeri dengan pain gate mechanism.13
30
Pemberian teknik intermiten lebih baik dari continous dalam hal rileksasi
menurut Cameron (1999). Posisi yang direkomendasikan oleh Thamrin (1991) dikutip oleh
Hartini (2007) adalah dengan tidur terlentang tungkai diganjal sehingga terjadi fleksi paha
dan lutut sebesar 90°, keadaan ini sangat penting untuk mencegah hiperlordosis lumbal yang
merupakan suatu posisi yang harus dihindarkan pada penderita nyeri punggung bawah,
pernyataan tersebut didukung Rachma (2002). 15
31
TABEL 2.1. Parameter traksi lumbal (Cameron, 1999) 15
Area of spine and goals Force Hold/relax times Total traction time
of treatment (second) (minutes)
32
tidak terkontrol (4) fraktur (5) osteoporosis (6) spondilosis (7) selama proses terapi keluhan
nyeri bertambah sehingga dalam pengaplikasian traksi lumbal terapis harus selalu melakukan
monitoring. 15
Gelombang ultrasonik yang merupakan gelombang suara yang diperoleh dari getaran
yang memiliki frekwensi 0,1 hingga 5 MHz. Gelombang ini dapat di kelompokkan menurut
fungsinya dengan frekwensi dan intensitas masing-masing. 17
b. Implikasi klinik
Mempercepat penyembuhan luka dengan percepatan fase awal peradangan
Mempercepat penyembuhan luka dengan percepatan fase akhir peradangan
Mempercepat penyusutan luka akibat kurangnya pembentukan scar tissue
Mempercepat penyembuhan luka dengan perbaikan sirkulasi yang memerlukan
sintetis kolagen
Mempercepat penyembuhan dengan memproduk kolagen yang hilang
Meningkatkan daya lentur jaringan
Mengurangi nyeri17
c. Indikasi
1) Kondisi peradangan sub akut dan khronik
2) Kondisi traumatik sub akut dan khronik
33
3) Adanya jaringan parut atau scar tissue pada kulit sehabis luka operasi atau luka
bakar
4) Kondisi ketegangan, pemendekan dan perlengketan jaringan lunak (otot, tendon dan
ligamentum)
5) Kondisi inflamasi khronik17
d. Kontra indikasi
Merupakan kontra indikasi terhadap terapi ultrasonik antara lain :
1) Penyakit jantung atau penderita dengan alat pacu jantung
2) Kehamilan, khususnya pada daerah uterus
3) Jaringan lembut : mata, testis, ovarium, otak
4) Jaringan yang baru sembuh atau jaringan granulasi baru
5) Pasien dengan gangguan sensasi
6) Tanda-tanda keganasan atau tumor malignansi
7) Insufisiensi sirkulasi darah : thrombosis, thromboplebitis atau occlisive occular
disease
8) Infeksi akut
9) Daerah epiphysis untuk anak-anak dan dewasa.17
34
gerak, dapat diatasi apabila stress/perubahan posisi mobile segmen dapat
dihilangkan. 18
c. Efek Terapeutik
1. Mengurangi/menghilangkan limitasi ROM.
2. Memulihkan mobilitas dan fungsi lumbal dgn menghilangkan
stress/mengembalikan posisi mobile segmen ke posisi normal.
3. Rileksasi otot yang spasme dgn mengulur dan memperbaiki postur. 18
d. Kontraindikasi
· Malignansi (primer/sekunder)
· Infeksi
· Rhematoid Arthritis
· Gout Arthritis
· Paget disease
· Hipermobile
· Fraktur
· Dislokasi
· Ruptur ligament
· Spondylolisthesis
· Ankylosing spondylitis
· Osteoporosis
· Osteomalacia18
e. Optimalisasi hasil
Dimulai dari gerakan mudah, kemudian ditingkatkan sesuai dgn
kemampuan.
Dilakukan secara perlahan, ritmis, terkontrol
Setiap jenis gerakan dilakukan sekitar 5-15x
Posisi terlentang dilakukan di matras yang agak keras
Pasien tidak boleh terlalu lelah
Informasikan fisioterapi apabila latihan menambah rasa sakit, jika perlu
dihentikan. 18
35
f. Gerakan Latihan McKenzie18
- Latihan 1 :
Posisi pasien terlengkup, kepala menghadap salah satu sisi, pasien diminta untuk tarik
nafas dan rileks selama 4-5 menit.
- Latihan 2 :
Posisi telengkup, lipat siku, badan tertumpu pada siku, pandangan lurus ke depan, lalu
pertahankan posisi selama 2-5 menit.
- Latihan 3 :
Posisi terlengkup, posisi tangan seperti push up, lalu gerakan tekan matras pinggang
dan badan terangkat ke atas. Usahakan pelvis dan kedua lutut tetap menempel pada
lantai, pertahankan selama 5 detik dengan 10 x repetisi.
36
- Latihan 4 :
Posisi tengkurap, lipat kedua siku, badan bertumpu pada kedua siku tersebut,
pandangan lurus ke depan dengan kedua tungkai lurus, angkat kepala ±45 0, pasien
diminta menggerakkan satu tungkai, kemudian secara bergantian.
- Latihan 5 :
Posisi berdiri tegak, kaki agak terbuka, kedua tangan pada pinggang, jari terbuka ke
belakang, lalu bungkukkan badan ke belakang sesuai kemampuan pasien.Pertahankan
posisi selama 5 detik. 18
37
Beberapa gerakan latihan McKenzie, yaitu :
3.2. Edukasi Pasien dengan Lifting Technic Exercise (Teknik Mengangkat) yang benar
38
Lifting Technic Exercise adalah suatu bentuk latihan cara atau teknik memposisikan
tubuh yang benar pada saat mengangkat beban dengan memperhatikan kesehatan, dan
keselamatan kerja. Keluhan nyeri punggung bawah pada pekerja yang sering mengangkat
beban adalah paling banyak disebabkan karena kesalahan saat proses mengangkat (lifting).
Cara mengangkat yang sesuai dengan ergonomi adalah salah satu cara yang tepat untuk
mencegah, mengurangi dari faktor mekanik pencetus keluhan nyeri punggung bawah
sehingga meminimalkan resiko keluhan.20
Nyeri punggung bawah sering terjadi pada pekerja yang sehari-harinya melakukan
aktivitas mengangkat, memindahkan, mendorong atau menarik benda berat. Berputarnya
tulang belakang di saat mengangkat dengan tubuh membungkuk merupakan faktor penyebab
yang paling penting dan utama. Berdasarkan data, 22% keluhan terjadi ketika mengangkat
beban, 19% terjadi ketika olah raga, dan sekitar 25% terjadi secara berangsur tanpa diketahui
penyebabnya. Gerakan yang terjadi pada lumbal adalah fleksi-ekstensi. Pada saat mengangkat
beban dengan posisi punggung membungkuk (fleksi lumbal), discus intervertebralis
terdorong ke belakang dan dibatasi oleh ligamentum longitudinal posterior yang pada regio
lumbal sangat tipis dan kecil. Akibatnya pembebanan pada anterior discus akan meningkat
dan gaya berat tidak bisa disebarkan sebagai gaya tangensial sehingga dorongan discus ke
belakang semakin besar. Saat mengangkat dengan posisi membungkuk semua komponen
tulang, otot, ligamentum, diskus akan bekerja sebagai kompensasi posisi postural. Otot-otot
punggung akan menanggung beban sembilan kali lebih besar dari berat beban yang akan
diangkat untuk dapat mengangkat beban kearah tulang belakang yang lurus. 20
Teknik mengangkat dengan posisi membungkuk memiliki resiko yang sangat besar
terhadap cidera pada punggung dan tulang belakang, dapat berupa penguluran otot-otot
punggung, penguluran ligamentum pada persendian tulang belakang, robeknya annulus
sehingga nucleus pulposus menonjol keluar dan menekan saraf-saraf di sekitarnya di mana ini
sangat berpotensi menimbulkan keluhan nyeri punggung bawah akibat cidera pada struktur
punggung . 20
Sebelumnya dilaporkan bahwa sekitar 74% cidera pada tulang belakang disebabkan
karena aktivitas mengangkat (lifting activities). Mengingat tingginya resiko cidera tulang
belakang pada aktivitas mengangkat, maka hal ini perlu mendapatkan perhatian tersendiri
dengan teknik mengangkat (Lifting Technic) yang benar. 20
Cara-cara mengangkat dan mengangkut yang baik :
Beban diusahakan menekan pada otot tungkai yang kuat dan sebanyak mungkin
otot tulang belakang yang lebih lemah dibebaskan dari pembebanan.
39
Momentum gerak badan dimanfaatkan untuk mengawali gerakan. 20
Hal-hal yang harus diperhatikan sebagai berikut :
Pegangan harus tepat.
Lengan harus berada sedekat mungkin dengan badan dan dalam posisi lurus.
Punggung harus diluruskan.
Dagu ditarik segera setelah kepala bisa ditegakkan lagi pada permulaan gerakan.
Dengan mengangkat kepala dan sambil menarik dagu, seluruh tubuh belakang
diluar.
Mengimbangi momentum yang terjadi dalam posisi mengangkat.
Berat badan dimanfaatkan untuk menarik dan mendorong, serta gaya untuk
gerakan dan perimbangan.
Beban diusahakan berada sedekat mungkin terhadap garis vertikal yang melalui
pusat gravitasi tubuh.
Untuk menerapkan kedua prinsip kinetik itu setiap kegiatan mengangkat dan
mengangkut harus dilakukan sebagai berikut:
Posisi kaki dibuat sedemikian rupa sehingga dapat mengimbangi momentum
yang terjadi dalam posisi mengangkat.
Berat badan dimanfaatkan untuk menarik dan mendorong, serta gaya untuk
gerakan dan perimbangan.
Beban diusahakan berada sedekat mungkin terhadap geris vertikal yang melalui
pusat gravitasi tubuh.
Hal yang patut diingat untuk efisiensi kerja dan kenyamanan kerja, yaitu hindari
manusia sebagai alat utama untuk kegiatan mengangkat dan mengangkut. 20
Beberapa cara melakukan Teknik Mengangkat (Lifting Technic) yang benar yaitu :
40
Gambar 23. Lifting Technic yang benar21
41
Gambar 24. Lifting Technic yang benar21
42
Terapi okupasi adalah terapi untuk membantu seseorang menguasai keterampilan
motorik halus dengan lebih baik. Keterampilan motorik halus adalah kemampuan seseorang
untuk melakukan sesuatu dengan otot-otot kecil yang ada di dalam tangan. Contoh
kemampuan motorik halus : menulis dan menggambar, mewarnai, menggunting dan
menempel, mengancing baju, mengikat tali sepatu, melipat, dan lain – lain.22
43
operasi tulang belakang, HNP, fraktur tulang belakang dan bisa juga digunakan untuk
menegakkan postur yang agak membungkuk. 24
Korset TLSO ini terbuat dari bahan yang nyaman dipakai, terdapat plat besi di
belakang yang berfungsi sebagai penyangga tulang belakang. Fungsi dari adanya plat besi di
bagian belakang korset untuk kasus fraktur tulang belakang dan HNP adalah untuk menjaga
agar tidak terjadi pergerakan pada tulang yang patah atau terkena HNP, karena jika terjadi
pergerakan bisa memperparah kondisi. Korset TLSO ini juga bisa digunakan untuk
menegakkan postur, yaitu ketika digunakan maka bahu akan terasa ditarik ke belakang dan
tulang belakang akan tegak karena disangga oleh plat besi. 24
44
Fungsi Korset Lumbal :
Dengan fiksasi 4 flat eksternal, korset dapat membantu menjaga keadaan yang
disebabkan karena adanya cedera pada lumbal, hal ini bertujuan untuk penyembuhan dan
mempercepat pemulihan dari cedera lumbal dengan mengurangi gerakan yang dapat
menimbulkan rasa nyeri atau kerusakan pada sendi maupun otot lumbal selama aktivitas
sehari - hari. 25
Indikasi :
1) Hernia Nukleus Pulposus (HNP)
2) Spondylosis
3) Spondyloarthtrosis
4) Spondylolistesis
5) Postural Syndrome
6) Spinal Degeneration
7) Lower Back Sprain
8) Lower Back Strain25
Kontraindikasi :
1) Adanya luka terbuka
2) Kondisi saat mengandung / hamil
3) Terdapat gangguan kronis pada ginjal / lambung sesuai keadaan pasien
4) Gangguan pernafasan kronis, sesuai keadaan pasien. 25
Dosis :
1) Digunakan saat beraktivitas, aktivitas yang dapat menimbulkan rasa nyeri.
2) Jangan digunakan saat tidur.
d) External Brace
Brace (Orthotic) merupakan terapi untuk skoliosis yang digunakan untuk mencegah
progresifitas kurva pada tulang belakang (spinal) dan memperbaiki tampilan punggung.
Skoliosis adalah kelainan pada rangka tubuh yang berupa kelengkungan tulang belakang.
45
Tujuan utama terapi brace adalah mencegah kurvanya bertambah buruk. Brace tidak dapat
mengkoreksi kurva dengan tepat. Brace diberikan jika derajat skoliosis lebih dari 25 derajat
dan masih dalam masa pertumbuhan. Brace memiliki bentuk seperti korset dan
efektivitasnya tergantung seberapa lama dikenakannya brace tersebut dalam sehari.26
Brace ini tidak akan menyembuhkan atau melawan arah tumbuh skoliosis. Brace ini
hanya akan memperlambat laju perkembangan skoliosis. Biasanya brace ini akan berdampak
pada psikis dan fisik. Brace akan menimbulkan rasa tidak nyaman karena menekan perut. Hal
ini akan menyebabkan kesulitan bernafas dan dapat menurunkan berat badan. Penggunaan
penyangga (brace) di pakai sampai terjadi stabilisasi kurva minimal 2 tahun. Penggunaan
brace dapat dengan jenis Milwaukee Brace (Cervical-Thoracic-Lumbar-Sacral-Orthosis)
atau Boston Brace (Thoracic-Lumbar-Sacral-Orthosis). Jika kurva besar atau bertambah
walaupun dengan orthosis, pembedahan stabilisasi tetap dibutuhkan. 26
Pada sebagian kasus progresivitas lengkungan tulang belakang dapat berkurang atau
berhenti spontan biasanya setelah pubertas. Pemasangan ‘’brace’’ dilakukan bila dalam
pemeriksaan x-ray lengkungan sudah berada antara 25 sampai 45 derajat tetapi pertumbuhan
tulang masih berlangsung. 26
46
Gambar 30. Brace pada skoliosis26
3.5. Psikologi :
Nyeri merupakan suatu permasalahan yang hingga kini seluruhnya belum dapat
ditanggulangi. Diakui bahwa pengalaman nyeri bukan hanya akibat rangsangan yang
menganggu dari jaringan tubuh yang terkena saja, tetapi banyak hal lain dari bidang
psikologik, sosial dan spiritual turut menentukan. Penderita nyeri punggung bawah kronis
banyak menunjukkan problem psikososial seperti depresi, emosi labil, lekas lelah, tidak
menyenangi pekerjaannya, keluarga yang tidak harmonis, peminum/perokok berat. Faktor
psikologis (stress) dapat menyebabkan nyeri akibat meningkatnya ketegangan otot lokal,
mengakibatkan penimbunan sisa buangan produk dalam otot.3
Pendekatan terapi alternatif yang belakangan ini mulai banyak diterapkan yaitu teknik
pengobatan yang dinamakan Cognitive – Behavioral Therapy (CBT). Cognitive – Behavioral
Therapy merupakan terapi alternatif yang sering digunakan untuk mengobati pasien dengan
nyeri kronik seperti pasien yang telah gagal dengan penggunaan obat-obat konvensional ,
pembedahan, terapi fisik, latihan. Program CBT ini didesain untuk menurunkan rasa nyeri,
memperbaiki fungsi psikologi, dan menurunkan ketidakmampuan fisik. Cognitive –
Behavioral Therapy (CBT) merupakan suatu bentuk terapi psikososial yang menganggap
bahwa pola berpikir yang salah atau maladaptif dan emosi negatif. Perilaku maladaptif adalah
perilaku yang tidak produktif atau menganggu kehidupan sehari – hari. Tujuan program
penangulangan nyeri melalui teknik CBT adalah merubah pemikiran seseorang (pola
kognitif) agar memperbaiki perilaku atau status emosionalnya, membantu penderita agar
mampu menyesuaikan diri dengan stress akibat nyerinya dan mengobati faktor psikologik
yang menyebabkan kekambuhan nyeri. 3
47
B. Terapi Pembedahan (Operatif) :
Terapi bedah berguna untuk menghilangkan penekanan dan iritasi saraf sehingga
nyeri dan gangguan fungsi akan hilang. Tindakan operatif HNP harus berdasarkan alasan
yang kuat yaitu berupa:3
Defisit neurologik memburuk.
Gangguan otonom (miksi, defekasi, seksual).
Paresis otot tungkai bawah
Jenis terapi bedahnya yaitu : 3
1. Disektomi : Mengangkat fragmen herniasi atau yang keluar dari diskus
intervertebral
2. Laminektomi : Mengangkat lamina untuk memajankan elemen neural pada kanalis
spinalis, memungkinkan ahli bedah untuk menginspeksi kanalis spinalis,
mengidentifikasi dan mengangkat patologi dan menghilangkan kompresi medula dan
radiks. 3
48
chymopapain) ke dalam herniasi diskus untuk melarutkan substansi gelatin yang
menonjol. 3
II.14. PROGNOSIS
Umumnya prognosa baik dengan pengobatan yang konservatif. Presentasi rekurensi
dari keadaan ini sangat kecil. Tetapi kadang-kadang pada sebagian orang memerlukan waktu
beberapa bulan sampai beberapa tahun untuk memulai lagi aktivitasnya tanpa disertai rasa
nyeri dan tegang pada tulang belakang. Keadaan tertentu (misalnya dalam bekerja) yang
mengharuskan pengangkatan suatu benda maka sebaiknya dilakukan modifikasi untuk
menghindari rekurensi nyeri pada tulang belakang. 3,4
II.15. PENCEGAHAN
49
BAB III
KESIMPULAN
Hernia Nukleus Pulposus (HNP) adalah suatu keadaan dimana sebagian atau seluruh
bagian dari nukleus pulposus mengalami penonjolan ke dalam kanalis spinalis.
Sinonim Hernia Nukleus Pulposus (HNP) adalah : Herniasi Diskus Intervertebralis,
Ruptured Disc, Slipped Disc, Prolapsed Disc, Lumbar Radiculopathy, Cervical
Radiculopathy, dan sebagainya
Hernia Nukleus Pulposus (HNP) merupakan penyebab dari nyeri punggung bawah
(NPB) yang penting.
Prevalensi : 1-2% populasi.
Hernia Nukleus Pulposus (HNP) tersering : 90 % = HNP lumbalis, mengenai diskus
intervertebralis L5 - S1 dan L4 - L5.
Perawatan utama untuk diskus hernia adalah diawali dengan istirahat dengan obat-
obatan untuk nyeri dan anti inflamasi, diikuti dengan terapi fisik.
Sebagian besar (90%) pasien HNP akan membaik dalam waktu enam minggu dengan
atau tanpa terapi, hanya sebagian kecil saja pasien yang memerlukan tindakan
pembedahan.
50
DAFTAR PUSTAKA
1. Nuarta B. 2004. Ilmu Penyakit Saraf. In: Kapita Selekta Kedokteran, edisi III, Jilid
kedua, cetakan keenam. Jakarta : Media Aesculapius
2. Sidharta, Priguna. 2002. Sakit Neuromuskuloskeletal Dalam Praktek Umum. PT
Dian Rakyat. Jakarta.
3. Kelompok Studi Nyeri Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia
(PERDOSSI). 2000. Nyeri Punggung Bawah. Jakarta.
4. Putrialthafunnisa. 2010. Rehabilitasi Medik Pada Penderita Hernia Nukleus
Pulposus.Avalaible from: http://putrialthafunnisa.wordpress.
com/2010/07/04/rehabilitasi-medik-padapenderita-hernia-nukleus-pulposus/ (cited
in : 6 Mei 2019)
5. Snell S.R. 2007. Anatomi Klinik Untuk Mahasiswa Kedokteran;
Bagian Ketiga. Alih Bhasa Jan Tambayong. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteraan.
6. Hernia Nukleus Pulposus. Avalaible from: http://kliniksehat.wordpress.com/2008/
10/02/hernia-nukleus-pulposus-hnp/ (cited in 06 Mei 2019)
7. Thomas N. Joseph. Herniated Nucleus Pulposus. A.D.A.M., Inc. 2008.Avalaible
from : http://www.medhelp.org/medical-information/show/2210/Herniated-
nucleuspulposus (cited in : 06 Mei 2019)
8. Suharso, Harsono. 2000. Epidemiologi Nyeri Pinggang Bawah di Poliklinik Saraf
RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta. Yogyakarta: Simposium Nyeri Pinggang Bawah
Pertemuan regional II.
9. Rehabilitasi Medik. Avalaible from : http://www.rssantoyusup.com
/penunjang/rehabilitasi-medik/ (cited in : 7 Mei 2019)
10. Fisioterapi: Alat – alat yang digunakan pada penanganan fisioterapi. 2011.
Avalaible from : https://www.google.co.id/remizapratama.blogspot.com. (cited in 7
Mei 2019)
11. Arsanto.2012.Short Wave Diathermy. Avalaible from : http://www.Shortwave
Diatermy.com (cited in 7 Mei 2019)
12. Ade Putra Suma. Micro Wave Diathermy (MWD) avalaible from : http://www.
Micro Wave Diathermy.com/Dapurfisio (cited in 7 Mei 2019)
13. Ade Putra Suma .TENS (Transcutaneous Electrical Nerve Stimulation) avalaible
from : http://www.TENS.com/Dapurfisio (cited in 7 Mei 2019)
51
14. Yutri. Physical therapy : alat – alat fisioterapi.Avalaible from :
http://www.physicaltherapy/alatalatfisioterapi/ (cited in 8 Mei 2019)
15. Fisioterapi vertebrae : Traksi Lumbal. 2014. Avalaible from: http://www.fisioterapi
vertebrae/traksilumbal/2014html (cited in 8 Mei 2019)
16. Pellechia G.L.2000.Lumbal Traction : A Review of the Literature.JOSPT.20(5):
262-267.
17. Physio Notes : Ultrasound Therapy. Avalaible from: http://www.ultrasound
therapy/physionotes/1345html (cited in 10 Mei 2019)
18. Ade Putra Suma. McKenzie Exercise. Avalaible from:
http://adeputrasuma.blogspot.com/2013/07/mc-kenzie-exercise.html (cited in 10
Mei 2019)
19. Romano A. McKenzie Method.Avalaible from:http://www.McKenzieMethod.com
(cited in 10 Mei 2019)
20. Prastawa D. 2009. Beda Pengaruh Lifting Technic Exercise dengan Back Exercise
Terhadap Nyeri Punggung Bawah. Skripsi Program Studi Diploma IV Fisioterapi.
21. Lifting Techniques.Avalaible from: http://www.LiftingTechniques.com/html/2015
(cited in 11 Mei 2019)
22. Nurdayanti. Terapi Okupasi. Avalaible from: http://www.terapiokupasi/290 /html
(cited in 11 Mei 2019)
23. Ami. Konsultasi: Korset penyangga Tulang belakang. Avalaible from:
http://www.konsultasi.com/korsetpenyanggatubuh/256/.html (cited in 11 Mei 2019)
24. Surya.2000. Korset TLSO. Avalaible from:
http://surya.blogspot.com/2015/023/KorsetTLSO/.html (cited in 11 Mei 2019)
25. Korset LSO (Korset Lumbal). Avalaible from:
http://www.konsultasi:korsetlumbalLSO/.html (cited in 11 Mei 2019)
26. Nurlita.2013.Penanganan terkini rehabilitasi medis dan fisioterapi skoliosis.
Avalaible from : www.klinikskoliosis.com(https://klinikskoliosis.wordpress.com)
(cited in 11 Mei 2019)
52