Kami mengidentifikasi episode berurutan dari TLOC dari data elektroensefalografi (EEG) pada
rumah sakit kami (Lausanne University Hospital Center, Lausanne) pada periode 1 Januari 2014
hingga 31 Desember 2016 menggunakan kata kunci berikut ini: “sinkop”, “fainting”,
“kesadaran”, “kehilangan”, “seizure”, “convulsion” dan “tonik-klonik”. Kami hanya
memasukkan pasien dewasa (>= 18 tahun pada saat masuk ke IGD). Desainnya adalah studi case
control membandingkan kejang GTC dengan TLOC lainnya. Untuk setiap episode, kami
mengambil data-data ini dari rekam medis elektronik : jenis kelamin, usia, diagnosis saat
dipulangkan (berdasarkan resume medis saat pulang), dan riwayat penyalahgunaan alkohol atau
zat lainnya. Kami melaporkan nilai laboratorium (mmol.L-1) dari natrium plasma, kalium, fosfat,
total kalsium dan magnesium dan mendokumentasikan nilai follow up laboratoriumnya.
Diagnosis ditegakkan di IGD, dan seorang dokter saraf mengevaluasi seluruh pasien (seluruh
pasien memiliki rekaman EEG standart 20 menit). Kami mendefinisikan penundaan dari sampel
darah sebagai waktu dari episode hingga pengambilan darah.
Komite etik lokal menyetujui studi kohort ini (2017-0001) dan melepaskan kebutuhan
untuk pemberian persetujuan sifat retrospektif dari studi ini.
Kami mengerjakan analisis statistik menggunakan SPSS versi 25 (IBM). Chi squared,
penghitungan Fisher atau uji Mann-Whitney digunakan untuk analisis univariat. Kami
menggunakan kurva receiver operating characteristic (ROC) untuk meneliti sensitivitas dan
spesivisitas dan korelasi Pearson unutk menyelidiki hubungan diantara variabel yang
berkelanjutan. Kami menggunakan regresi multiple backward untuk menyesuaikan perancu yang
potensial ( seperti penundaan antara kejadian dan uji darah, penyalahgunaan alkohol/zat lainnya)
dan untuk menilai nilai prediktif dari seluruh elektrolit yang diambil bersama untuk kejang GTC.
Seluruh faktor dengan signifikanis univariat <0.2 dimasukkan dalam analisis multivariat. Nilai P
bilateral <0.005 diperkirakan indikasi untuk signifikan statistik.
3 | HASIL
Dari 187 episode yang diidentifikasi, kami mengeksklusikan 59 kasus karena tidak lengkapnya
dokumentasi (kebanyakan kurangnya hasil pemeriksaan lab). Dari 128 episode yang dipilih
melibatkan 126 pasien (2 pasien memiliki 2 episode). Data demografi ditampilkan pada tabel 1.
Diagnosis pada saat pulang adalah kejang GTC, 75 episode (58.6%); sinkop 25 episode (19.5%);
kejang fokal dengan TLOC 11 episode (8.6%); dan diagnosis lain 10 episode (7.9%, serangan
nonepileptik psikogenik, status konfusional akut, konkusi dan hiperventilasi). Akhirnya, 7
episode tidak jelas yang mana kami tidak dapat secara formal mengeksklusikan kemungkinan
dari kejang GTC tidak dipertimbangkan pada analisis selanjutnmya.
4 | DISKUSI
Ipofosfatemia adalah keadaan elektrolit abnormal yang paling sering dijumpai, ditemukan pada
setiap kejang GTC dan secara signifikan kurang muncul pada penyebab TLOC. Hubungan ini
tetap bertahan setelah penyesuaian untuk penundaan waktu pada sampel darah dan kovariat
lainnya.
Data kami mengisyaratkan bahwa hipofosfatemia adalah konsekuensi dari kejang GTC
daripada sebagai penyebabnya, dan kecenderungan spontan untuk menjadi normal dalam
beberapa jam mengisyaratkan mekanisme redistribusi hilangnya melalui ekskresi renal.26 Hal ini
diketahui bahwa hormon stres seperti epinefrin atau glukagon membuat redistribusi elektrolit dan
secara khusus pertimbangan perubahan fosfat intraselular.27,28 Dalam keadaan TLOC, hal ini
dapat menunjukkan pada sebuah puncak dalam hormon stres dan bertahan selalam aktivitas otot
selama episode.
Figur 1. Distribusi dari elektrolit plasma untuk natrium, kalium, fosfat, kalsium dan magnesium
(dalam mmol.L-1) pada episode kejang GTC dan TLOC. Nilai median ditunjukkan oleh garis
merah. Fosfat dan kalsium total keduanya menunjukkan perbedaan yang signifikan pada
distribusi antara kejang GTC dan TLOC lainnya (median=0.79, jarak =0.34-1.37 pada kejang
GTC dan median = 0.94, jarak 0.52-1.89 pada TLOC untuk fosfat, P=0.007, Mann Whitney;
median 2.32, jarak 1.92-2.53 dibandingkan median = 2.27, jarak 2-2.53, P=0.03, Mann Whitney)
untuk kalsium. Natrium, kalium dan magnesium tidak menunjukkan distribusi khusus untuk
kejang GTC.
Studi kami memiliki limitasi. Yang pertama, desain retrospektif membuat adanya bias
tertentu, seperti kami mengidentifikasi pasien dengan perekaman EEG, dan seperti, ada paling
tidak kecurigaan awal dari kejang epileptik. Oleh karena itu, kami memasukkan beberapa psien
dengan diagnosis sinkop yang jelas, yang selama di rumah sakit tidak mendapatkan EEG.
Namun, sebuah keuntungan dari pendekatan ini adalah doker saraf secara komprehensif menilai
seluruh episode, membuat diagnosis dari kejang GTC dapat dipercaya. Sinkop yang termasuk di
sini adalah diagnosis yang sulit, mungkin berhubungan dengan gerakan yang menyentak atau
penyembuhan yang diperlama. Yang kedua, penundaan waktu dalam pengambilan sampel darah
tidak dibandingkan ketika membandingkan kejang GTC dengan TLOC lainnya. Kami
memperbaiki perbedaan ini dengan analisis, namun waktu pengambilan sampel darah yang
terstandarisasi diperlukan untuk mengkonfirmasi penemuan ini. Standarisasi pengambilan
sampel darah namun dapat sulit untuk dicapai, karena manajemen sepenuhnya dari pasien ini
dapat berbeda (sinkop dibandingkan dengan kejang GTC) pada IGD. Pada perspektif studi
prospektif, samepl dalam 4 jam pertama (Figur 2) dapat adekuat.
Figur 2. Fosfatemia menurut waktu penundaan antara episode terakhir dan sampel darah
menunjukkan korelasi yang signifikan ( P=0.01, two tailed Pearson). Fosfatemia cenderung
untuk menignkat dengan lamanya penundaan waktu saat pengambilan sampel darah dari episode
terakhir. Nilai fosfat lebih tinggu (0.95 mmol.L-1, jarak 0.34-1.45) setelah 2 jam (median
penundaan dari sampel darah) dbandingkan dengan yang lebih awal (0.8 mmol.L-1, jarak = 0.35-
1.34). GTC, generalized tonic clonic; TLOC : transient loss of consciousness.
Yang ketiga, mungkin ada informasi yang bias, seperti saat dokter yang menangani pasien dan
dokter saraf keduanya sadar akan hal nilai fosfat yang abnormal sebelum menetapkan diagnosis;
oleh karena itu kami tidak dapat mengeksklusikan bahwa elektrolit abnormal dapat memengaruhi
dokter yang menangani pasien pada kasus yagn tidak pasti untuk mendiagnosis kejang epileptik
daripada sinkop. Namun, nilai fosfat yang abnormal tidak dilaporkan sebagai sebuah faktor yang
mencetuskan atau penyebab dari episodedari kasus ini, dan untuk yang terbaik bagi ilmu kita,
hipofosfatemia bukanlah sebuah penanda yang tampak pada kejang GTC sampai sekarang ini.
Yang keempat, kejang fokal digabungkan dengan TLOC lainnya, karena manifestasi motorik
dapat bervariasi dengan luas pada kejang ini, namun biasanyakurang tampak dalam kejang GTC.
Kejang fokal cenderung untuk berhubungan dengan proporsi yang lebih rendah dari nilai
fosfatemia yang abnormal, namun terbatasnya ukuran sampel menghalangi kesimpulan tegas
yang lainnya, khususnya jika dibandingkan dengan sinkop. Keterbatasan dasar dari seluruh studi
bergantung pada diagnosis kejangadalah absennya gold standard untuk prosedur diagnostik; oleh
karena itu diagnostik sangat berdasarkan pada anamnesis34. Keterbatasan ini menyoroti pada
penanda potensial seharusnya selalu diinterpretasikan bersamaan dengan konteks klinis.
Bergunanya penanda ini (nilai fosfat diantara mereka) dapat terbukti secara khusus membantu
dalam situasi dimana tidak ada ketersediaan deskripsi yang jelas dari TLOC.