Anda di halaman 1dari 7

Sebuah peran potensial hipofosfatemia untuk mendiagnosis kejang konvulsif :

sebuah studi case control


Abstrak
Objektif : kehilangan kesadaran transien (TLOC) adalah presentasi yang sering pada ruang gawat
darurat, di mana riwayat penyakit pasien biasanya dapat membedakan sinkop dengan kejang
tonik klonik umum (GTC). Beberapa penanda serum, seperti kreatinin kinase dan laktat, dapat
membantu, terutama ketika riwayat penyakit pasien tidak dapat dipercaya. Di sini, kami
menyelidiki sebuah peranan penting dari kadar elektrolit plasma yang berpotensial membantu
dalam studi case control.
Metode : dalam penyimpanan data elektroensefalografi kami, kami mengidentifikasi secara
retrospektif episode berurutan dari hilangnya kesadaran pada pasien dewasa yang dilihat selama
3 tahun pada ruang gawat darurat di rumah sakit untuk studi case control. Kami menginvestigasi
kadar beberapa elektrolit plasma (natrium, kalium, fosfat, kalsium, magnesium) pada saat
kunjungan gawat darurat, begitu juga dengan demografi, diagnosis, waktu penundaan sampel
darahm dan riwayat penyalahgunaan alkohol.
Hasil : dari 126 pasien yang diidentifikasi, 75 pasien memiliki kejang GTC dan 46 pasien
mengalami TLOC. Diantara nilai elekterolit, hanya hipofosfatemia yang berhubungan dengan
kejang GTC (median = 0.79 mmol.L-1, dengan nilai diantara = 0.34-1.37 pada kejang GTC
dibandingkan 0.93 mmol.L-1, dengan nilai diantara 0.52-1.56 P= 0.001 pada TLOC). Setelah
menyesuaikan penundaan waktu sampel darah, penyalahgunaan alkohol, dan nilai elektrolit
lainnya, hanya hipofosfatemia yang berhubungan dengan kejang GTC, terjadi pada 37 pasien
(51%) pada kejang GTC dan 12 pasien (22%) pada TLOC lainnya (odds ratio = 3.5, 95% CI
=1.5-8.3, P = 0.003). hipofosfatemia <0.6 mmol.L-1 memiliki spesifisitas 93% dan spesifisitas
20% untuk kejadian kejang GTC. Pada follow up, hipofosfatemia bersifat sementara.
Signifikansi : hipofosfatemia transien sering terjadi pada kejang GTC dan dapat
menggambarkansebuah penanda biologis tambahan untuk membantu membedakan kejang GTC
dibandingkan TLOC, terutama ketika riwayat penyakit tidak jelas. Hipotesis ini masih perlu
untuk dites secara prospektif.
Kata kunci : biomarker, diagnosis, sensitifitas, spesifisitas, sinkop
1 | PENGANTAR
Kehilangan kesadaran transien (TLOC) adalah penyebab yang umum pasien datang ke instalasi
gawat darurat (IGD), pada 1 dari 20 pasien1. Menilai sifat dari episode-episodenya kebanyakan
bergantung pada riwayat penyakit dan pemeriksaan klinis2. Setengah dari episode tersebut
didiagnosis dengan kejang tonik klonik umum (GTC)3, diagnosis banding utamanya adalah
sinkop. Saat ini tidak ada pemeriksaan laboratorium gold standard untuk membedakan sinkop
dari kejang konvulsif. Namun, sampel darah secara rutin selalu dikerjakan pada kasus-kasus
dengan kecurigaan kejang epileptik sebagai bagian untuk mencari penyebab etiologinya4, dan
kejang GTC menginduksi perubahan plasma yang dapat digunakan untuk membantu menilai
TLOC ketika riwayat dan pemeriksaan klinis tidak menyimpulkan.
Kejang GTC diketahui menginduksi peningkatan sistemik akut dari metabolit beberapa
plasma, enzim, dan hormon seperti prolaktin5-8, kreatinin kinase (CK: khasnya dalam beberapa
jam)6,9-11, laktat12,13, amonium 14,15, hormon adrenokortropik16, dan kortisol8,16. Prolaktin 6,17,18,
laktat19, dan peningkatan CK6,10 dievaluasi sebagai penanda untuk membedakan kejang GTC,
sinkop dan kejang psikogenik nonepileptik20. Kejang GTC juga ditemukan memiliki hubungan
denga peningkatan beberapa parameter inflamasi12. Kecuali untuk laktat, CK dan amonium,
penanda lainnya jarang digunakan untuk menilai diagnosis dari TLOC karena tes ini biasanya
tidak tersedia pada keadaan gawat darurat.
Pada pusat kesehatan kami, penilaian elektrolit lengkap (termasuk kalsium, magnesium,
dan fosfat) secara rutin dikerjakan ketika GTC adalah bagian dari diagnosis bandingnya, dan
kami mengamati nilai fosfat yang tidak normal sering terjadi pada pasien-pasien tersebut. Tujuan
dari studi ini adalah untuk menilai nilai dari elektrolit plasma untuk evaluasi TLOC, khususnya
mengenai potensial mereka untuk membedakan kejang GTC dari penyebab dari TLOC.
2 | MATERIAL DAN METODE

Kami mengidentifikasi episode berurutan dari TLOC dari data elektroensefalografi (EEG) pada
rumah sakit kami (Lausanne University Hospital Center, Lausanne) pada periode 1 Januari 2014
hingga 31 Desember 2016 menggunakan kata kunci berikut ini: “sinkop”, “fainting”,
“kesadaran”, “kehilangan”, “seizure”, “convulsion” dan “tonik-klonik”. Kami hanya
memasukkan pasien dewasa (>= 18 tahun pada saat masuk ke IGD). Desainnya adalah studi case
control membandingkan kejang GTC dengan TLOC lainnya. Untuk setiap episode, kami
mengambil data-data ini dari rekam medis elektronik : jenis kelamin, usia, diagnosis saat
dipulangkan (berdasarkan resume medis saat pulang), dan riwayat penyalahgunaan alkohol atau
zat lainnya. Kami melaporkan nilai laboratorium (mmol.L-1) dari natrium plasma, kalium, fosfat,
total kalsium dan magnesium dan mendokumentasikan nilai follow up laboratoriumnya.
Diagnosis ditegakkan di IGD, dan seorang dokter saraf mengevaluasi seluruh pasien (seluruh
pasien memiliki rekaman EEG standart 20 menit). Kami mendefinisikan penundaan dari sampel
darah sebagai waktu dari episode hingga pengambilan darah.

Komite etik lokal menyetujui studi kohort ini (2017-0001) dan melepaskan kebutuhan
untuk pemberian persetujuan sifat retrospektif dari studi ini.

Kami mengerjakan analisis statistik menggunakan SPSS versi 25 (IBM). Chi squared,
penghitungan Fisher atau uji Mann-Whitney digunakan untuk analisis univariat. Kami
menggunakan kurva receiver operating characteristic (ROC) untuk meneliti sensitivitas dan
spesivisitas dan korelasi Pearson unutk menyelidiki hubungan diantara variabel yang
berkelanjutan. Kami menggunakan regresi multiple backward untuk menyesuaikan perancu yang
potensial ( seperti penundaan antara kejadian dan uji darah, penyalahgunaan alkohol/zat lainnya)
dan untuk menilai nilai prediktif dari seluruh elektrolit yang diambil bersama untuk kejang GTC.
Seluruh faktor dengan signifikanis univariat <0.2 dimasukkan dalam analisis multivariat. Nilai P
bilateral <0.005 diperkirakan indikasi untuk signifikan statistik.

3 | HASIL

Dari 187 episode yang diidentifikasi, kami mengeksklusikan 59 kasus karena tidak lengkapnya
dokumentasi (kebanyakan kurangnya hasil pemeriksaan lab). Dari 128 episode yang dipilih
melibatkan 126 pasien (2 pasien memiliki 2 episode). Data demografi ditampilkan pada tabel 1.
Diagnosis pada saat pulang adalah kejang GTC, 75 episode (58.6%); sinkop 25 episode (19.5%);
kejang fokal dengan TLOC 11 episode (8.6%); dan diagnosis lain 10 episode (7.9%, serangan
nonepileptik psikogenik, status konfusional akut, konkusi dan hiperventilasi). Akhirnya, 7
episode tidak jelas yang mana kami tidak dapat secara formal mengeksklusikan kemungkinan
dari kejang GTC tidak dipertimbangkan pada analisis selanjutnmya.

Membandingkan kejang GTC dengan TLOC yang lainnya (setelah mengeksklusikan 7


episode dengan diagnosis yang tidak jelas), ada penundaan pendek yang signifikan pada waktu
sampel darah (median = 1.7 jam dibandingkan 2 jam, P=0.003, Mann-Whitney) dan prevalensi
yang lebih besar pada penyalahgunaan alkohol pada kejang GTC (10% dibandingkan 0%,
P=0.03, uji perhitungan Fisher).n nilai elektrolit pada kejang GTC dan episode TLOC lainnya
ditunjukkan dalam Figur 1. Dengan mengganggap nilai yang abnormal hanya hipofosfatemia
yang berhubungan dengan kejang GTC (tabel 1). Dokter yang mengobati tidak menyadari nilai
fosfat yang abnormal sebagai penyebab dari kejang GTC atau TLOC lainnya. Kami memeriksa
10 pasien hipofosfatemia yang parah, dan tidak ada dari mereka yang memiliki pengobatan
diuretik.

Figur 2 menunjukkan fosfatemia menurut penundaan waktu antara pengambilan darah


dan episode. Fosfatemia secara signifikan berhubungan (P=0.01, two tailed Pearson) dengan
waktu antara sampel darah dan episode; nilai fosfat cenderung untuk normal selama penundaan
sampel darah meningkat. Tiga pasien dengan hipofosfatemia memiliki level follow up sekuensial
tanpa suplemen fosfat; dua bersifat normal (0.66-1.16 mmol.L-1 pada 2 jam 10 menit dan 0.64-
1.3 mmol.L-1 pada 1 jam), di mana yang ketiga, dalam konteks penggunaan alkohol, tidak (0.5-
0.47 mmol dalam 7 jam).

Hipofosfatemia adalah satu-satunya variabel independen yang berhubungan dengan


diagnosis dari kejang GTC ketika menyesuaikan dengan penundaan waktu pengambilan darah
dan episode, nilai serum elektrolit lainnya, penyalahgunaan alkohol, usia, jenis kelamin. Adanya
keadaan hipofosfatemia secara signifikan meningkatkan peluang untuk mendiagnosis kejang
GTC (odds ratio =3.5, 95% CI = 1.5-8.3, P=0.003) melebihi TLOC lainnya. Dengan
menggunakan kurva ROC, hipofosfatemia <=0.6 mmol.L-1 berhubungan dengan sensitivitas 20%
dan spesivisitas 93% untuk diagnosis kejang GTC. Hipofosfatemia tidak secara signifikan lebih
sering terjadi pada kejang GTC dibandingkan kejang fokal (4 kasus).
Tabel 1. Karakteristik demografis dan nilai abnormal dari elektrolit plasma dalam seluruh studi
kohort dan stratifikasi untuk episode dari kejang GTC dan TLOC lainnya.

Singkatan : GTC; generalized tonic-clonic; TLOC, transient loss of consciousness


a
Nilai P signifikan

4 | DISKUSI
Ipofosfatemia adalah keadaan elektrolit abnormal yang paling sering dijumpai, ditemukan pada
setiap kejang GTC dan secara signifikan kurang muncul pada penyebab TLOC. Hubungan ini
tetap bertahan setelah penyesuaian untuk penundaan waktu pada sampel darah dan kovariat
lainnya.

Hipofosfatemia dapat dicurigai sebagai penyebab dari diagnosis kejang; namun,


gangguan dari nilai fosfat plasma tidak dikenali sebagai sebuah penyebab dari kejang
simptomatis akut21. Kasus kejang yang berhubungan dengan hipofosfatemia adalah jarang dan
hanya dilaporkan berhuungan dengan gangguan lain (seperti refeefing syndrome dan
hiperventilasi mekanis pada unit perawatan intensif)22-24. Dalam seri kami, dokter saraf dan
spesialis emergensi tidak memperkirakan hipofosfatemia sebagai penyebab dari episode.
Peningkatan fosfatemia dengan meningkatnya waktu untuk pengambilan sampel darah dan data
follow up tampaknya membantu fenomena self limited transien. Penyebab biasa dari deplesi
fosfat pada seluruh tubuh dapat dieksklusikan.25

Data kami mengisyaratkan bahwa hipofosfatemia adalah konsekuensi dari kejang GTC
daripada sebagai penyebabnya, dan kecenderungan spontan untuk menjadi normal dalam
beberapa jam mengisyaratkan mekanisme redistribusi hilangnya melalui ekskresi renal.26 Hal ini
diketahui bahwa hormon stres seperti epinefrin atau glukagon membuat redistribusi elektrolit dan
secara khusus pertimbangan perubahan fosfat intraselular.27,28 Dalam keadaan TLOC, hal ini
dapat menunjukkan pada sebuah puncak dalam hormon stres dan bertahan selalam aktivitas otot
selama episode.

Figur 1. Distribusi dari elektrolit plasma untuk natrium, kalium, fosfat, kalsium dan magnesium
(dalam mmol.L-1) pada episode kejang GTC dan TLOC. Nilai median ditunjukkan oleh garis
merah. Fosfat dan kalsium total keduanya menunjukkan perbedaan yang signifikan pada
distribusi antara kejang GTC dan TLOC lainnya (median=0.79, jarak =0.34-1.37 pada kejang
GTC dan median = 0.94, jarak 0.52-1.89 pada TLOC untuk fosfat, P=0.007, Mann Whitney;
median 2.32, jarak 1.92-2.53 dibandingkan median = 2.27, jarak 2-2.53, P=0.03, Mann Whitney)
untuk kalsium. Natrium, kalium dan magnesium tidak menunjukkan distribusi khusus untuk
kejang GTC.

Hipofosfatemia plasma yang mengikuti TLOC dapat selanjutnya sebagai sebuah


biomarker dan karena itu sebagai sebuah alat diagnostik untuk mengklarifikasi asalnya. Dalam
studi kami, hal ini berhubungan dengan peningkatan 3.5 kali lipat kemungkinan (odds ratio) dari
diagnosis kejang konvulsif. Konsentrasi fosfat pada sampel darah yang diambilsetelah TLOC
dapat selanjutnya berguna dalam praktik klinis untuk menilai kemiripan dari episode kejang
GTC, terutama ketika fosfatemia <0.6 mmol.L-1. Untuk sensitivitas dan spesifisitas, nilai dari
hipofosfatemia tampaknya kurang lebih mirip dengan penanda lainnya yang sudah ditetapkan
untuk spesifisitas sedangkan untuk sensifisitas tampaknya lebih rendah.30 Untuk CK,
peningkatan >15 U/L berguna untuk membedakan kejang GTC dari sinkop, dengan sensitivitas
69% dan spesifisitas 94%31, di mana ambang batas 2.3 mmol.L-1 untuk nilai laktat berhubungan
dengan sensitivitas 73% dan spesifisitas 97%32 unutk kejang GTC dibandingkan dengan
penyebab lain TLOC, dengan spesifisitas 90% dan sensitivitas 53%33. Hipofosfatemia dalam
beberapa jam, terutama pada absennya nilai kalsium abnormal, dapat mendukung tambahan
petunjuk untuk membedakan kejang GTC dari TLOC lainnya.

Studi kami memiliki limitasi. Yang pertama, desain retrospektif membuat adanya bias
tertentu, seperti kami mengidentifikasi pasien dengan perekaman EEG, dan seperti, ada paling
tidak kecurigaan awal dari kejang epileptik. Oleh karena itu, kami memasukkan beberapa psien
dengan diagnosis sinkop yang jelas, yang selama di rumah sakit tidak mendapatkan EEG.
Namun, sebuah keuntungan dari pendekatan ini adalah doker saraf secara komprehensif menilai
seluruh episode, membuat diagnosis dari kejang GTC dapat dipercaya. Sinkop yang termasuk di
sini adalah diagnosis yang sulit, mungkin berhubungan dengan gerakan yang menyentak atau
penyembuhan yang diperlama. Yang kedua, penundaan waktu dalam pengambilan sampel darah
tidak dibandingkan ketika membandingkan kejang GTC dengan TLOC lainnya. Kami
memperbaiki perbedaan ini dengan analisis, namun waktu pengambilan sampel darah yang
terstandarisasi diperlukan untuk mengkonfirmasi penemuan ini. Standarisasi pengambilan
sampel darah namun dapat sulit untuk dicapai, karena manajemen sepenuhnya dari pasien ini
dapat berbeda (sinkop dibandingkan dengan kejang GTC) pada IGD. Pada perspektif studi
prospektif, samepl dalam 4 jam pertama (Figur 2) dapat adekuat.
Figur 2. Fosfatemia menurut waktu penundaan antara episode terakhir dan sampel darah
menunjukkan korelasi yang signifikan ( P=0.01, two tailed Pearson). Fosfatemia cenderung
untuk menignkat dengan lamanya penundaan waktu saat pengambilan sampel darah dari episode
terakhir. Nilai fosfat lebih tinggu (0.95 mmol.L-1, jarak 0.34-1.45) setelah 2 jam (median
penundaan dari sampel darah) dbandingkan dengan yang lebih awal (0.8 mmol.L-1, jarak = 0.35-
1.34). GTC, generalized tonic clonic; TLOC : transient loss of consciousness.

Yang ketiga, mungkin ada informasi yang bias, seperti saat dokter yang menangani pasien dan
dokter saraf keduanya sadar akan hal nilai fosfat yang abnormal sebelum menetapkan diagnosis;
oleh karena itu kami tidak dapat mengeksklusikan bahwa elektrolit abnormal dapat memengaruhi
dokter yang menangani pasien pada kasus yagn tidak pasti untuk mendiagnosis kejang epileptik
daripada sinkop. Namun, nilai fosfat yang abnormal tidak dilaporkan sebagai sebuah faktor yang
mencetuskan atau penyebab dari episodedari kasus ini, dan untuk yang terbaik bagi ilmu kita,
hipofosfatemia bukanlah sebuah penanda yang tampak pada kejang GTC sampai sekarang ini.
Yang keempat, kejang fokal digabungkan dengan TLOC lainnya, karena manifestasi motorik
dapat bervariasi dengan luas pada kejang ini, namun biasanyakurang tampak dalam kejang GTC.
Kejang fokal cenderung untuk berhubungan dengan proporsi yang lebih rendah dari nilai
fosfatemia yang abnormal, namun terbatasnya ukuran sampel menghalangi kesimpulan tegas
yang lainnya, khususnya jika dibandingkan dengan sinkop. Keterbatasan dasar dari seluruh studi
bergantung pada diagnosis kejangadalah absennya gold standard untuk prosedur diagnostik; oleh
karena itu diagnostik sangat berdasarkan pada anamnesis34. Keterbatasan ini menyoroti pada
penanda potensial seharusnya selalu diinterpretasikan bersamaan dengan konteks klinis.
Bergunanya penanda ini (nilai fosfat diantara mereka) dapat terbukti secara khusus membantu
dalam situasi dimana tidak ada ketersediaan deskripsi yang jelas dari TLOC.

Sebagai kesimpulan, hipofosfatemia sering ditemukan setelah kejang GTC, secara


signifikan lebih sering daripada setelah TLOC. Hipofosfatemia <0.6 mmol.L-1 berhubungan
dengan kejang GTC dan oleh karena itu dapat digunakan sebagai bantuan untuk diagnostik
dalam situasi yang tidak jelas. Sebuah studi prospektif diperlukan untuk mengkonfirmasi
penemuan ini, dengan mengkombinasikan penanda biologis lain kejang untuk meningkatkan
akurasi perbedaannya.

Anda mungkin juga menyukai