Anda di halaman 1dari 13

PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA

MYOFACIAL TRIGGER POINT SYNDROME UPPER


TRAPEZIUS DEXTRA DI RSUD SALATIGA

Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program Studi Diploma III
pada Jurusan Fisioterapi Fakultas Ilmu Kesehatan

Oleh :

LATIFATUL MUASAROH
J100150034

PROGRAM STUDI FISIOTERAPI


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2018
HALAMAN PERSETUJUAN

PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA


MYOFACIAL TRIGGER POINT SYNDROME UPPER
TRAPEZIUS DEXTRA DIRSUD SALATIGA

PUBLIKASI ILMIAH

oleh:

LATIFATUL MUASAROH
J100 150 034

Telah diperiksa dan disetujui untuk diuji oleh:

Umi Budi Rahayu, S.Fis., Ftr., M.Kes.


NIDN. 0620117301

i
HALAMAN PENGESAHAN

PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA


MYOFACIAL TRIGGER POINT SYNDROME UPPER
TRAPEZIUS DEXTRA DIRSUD SALATIGA

OLEH
LATIFATUL MUASAROH
J100150034

Telah dipertahankan di depan Dewan Penguji


Fakultas Ilmu Kesehatan
Universitas Muhammadiyah Surakarta
Pada hari Senin, 25 Juni 2018
Dan dinyatakan telah memenuhi syarat

Dewan Penguji:

1. Umi Budi Rahayu, S.Fis., Ftr., M.Kes. ( )

(Ketua Dewan Penguji)

2. Isnaini Herawati, S.Fis., M.Sc. ( )

(Anggota I Dewan Penguji)

3. Wahyuni, SKM, FT., M. Kes.) ( )

(Anggota II Dewan Penguji)

Dekan Fakultas Ilmu Kesehatan

Universitas Muhammadiyah Surakarta

Dr. Mutalazimah, SKM., M.Kes

ii
NIK/NIDN : 786/06-1711-730
PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam publikasi ilmiah ini tidak
terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar diploma di suatu
perguruan tinggi dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau
pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan orang lain, kecuali secara tertulis
diacu dalam naskah dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Apabila kelak terbukti ada ketidakbenaran dalam pernyataan saya diatas,
maka akan saya pertanggungjawabkan sepenuhnya. Barang siapa keluar untuk
mencari ilmu, maka dia berada dijalan Allah.

Surakarta, 1 Juli 2018

Penulis

LATIFATUL MUASAROH

J100150034

iii
PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA
MYOFACIAL TRIGGER POINT SYNDROME UPPER
TRAPEZIUS DEXTRA DI RSUD SALATIGA

Abstrak

Myofacial Trigger Point Syndrome adalah sebagai suatu titik atau tempat
hiperiritable yang berlokasi di stuktur otot atau facia yang menegang, apabila
ditekan dapat menyebabkan nyeri lokal atau menjalar.
Untuk mengetahui pengaruh TENS, US, massage dan terapi latihan dalam
mengurangi nyeri diam, tekan, dan gerak serta spasme dan meningkatkan LGS
pada kasus MTPS pada otot upper trapezius dextra.
Setelah dilakukan terapi selama 6 kali didapatkan hasil penurunan nyeri diam T0-
T1; 2,4 cm T6: 0cm , tekan T0-T1; 3,7 cm T6: 1cm, gerak T0-T1: 4,8 cm
menjadi T6 : 2,7 cm, penurunan spasme T0-T1 : +++ menjadi T6 : +, dan
peningkatan pada lingkup gerak sendi (LGS) cervical pada gerakan side fleksi
sinestra T0-T1: 20° menjadi T6: 45°, rotasi sinestra T0-T1: 15° menjadi T6: 50°.
TENS, US, massage dan terapi latihan dapat mengatasi gangguan yang ada pada
kasusmyofacial trigger point syndromem. upper trapezius dextra.

Kata Kunci :myofacial trigger point syndrome, TENS,US, massage dan terapi
latihan.
Abstract

Myofacial Trigger Point Syndrome is as a hypertyllable point or place located in a


strained muscle or facia structure, when suppressed can cause local pain or
radiation.
To determine the effect of TENS, US, massage and exercise therapy in reducing
silent pain, tap, and motion and spasm and increase LGS in cases of MTPS in
upper trapezius dextra muscle.
After 6 weeks of therapy, the result of decreased silent pain of T0-T1; 2.4 cm T6:
0cm, press T0-T1; 3.7 cm T6: 1cm, T0-T1: 4.8 cm to T6: 2.7 cm, decreased
spasm of T0-T1: +++ to T6: +, and increase in cervical joint motion (LGS) scope
on side motion of the synthesis flexion T0-T1: 20 ° to T6: 45 °, rotation of the T0-
T1: 15 ° sinestra to T6: 50 °.
TENS, US, massage and exercise therapy can overcome the existing disorders in
cases of myofacial trigger point syndrome m. upper trapezius dextra.

Keywords:myofascial trigger point syndrome, TENS, US, massage and exercise


therapy.

1. PENDAHULUAN
Pada tahun 2008, Departemen Kesehatan RI melaporkan bahwa gangguan
kesehatan yang diamali dari pekerja sebanyak 9483 pekerja di 12 kabupaten/
kota di Indonesia, 48% mempuyai gangguan muskuloskelal, 10-30%

1
gannguan jiwa, 10% demormitas kerja, 9% gangguan pendengaran, 3%
keracunan pestisida dan cidera (DepKes RI, 2008). Salah satu gangguan
muskuloskeletal yang relatif sering terjadi adalah MTPS (Myofacial Trigger
Point Syndome) pada otot Upper trapezius.
MTPS didefinisikan sebagai adanya trigger point(titik nyeri) yang
timbul padataut band serabut otot yang membentuk seperti jalinan tali dan
lunak ketika dipalpasi menimbulkan respon nyeri lokal yang dikenal dengan
jump sign yang merupakan sebuah pemendekan pada serabut otot yang
mengalami fibrous (Dommerholt, 2011).
Akibat adanya MTPS pada otot upper trapezius akan menimbulkan
berbagai keluhan seperti nyeri, spasme dan keterbatasan gerak sehingga
peran dari fisioterapi disini sangat dibutuhkan. Banyak modalitas fisioterapi
yang dapat digunakan untuk mengatasi MTPS ini di antaranya TENS
(Transcutaneus Elecrical stimulation), US (Ultrasound), massage dengan
friction dan terapi latihan dengan hold relax (Yulianto & Heru 2008).
2. METODE
Penatalaksanaan Fisioterapi yang diberikan kepada pasien atas nama
Ny. S usia 47 tahun dengan diagnosis Myofacial Trigger Point Syndrome
Upper Trapezius Dextra dilakukan 6 kali terapi di RSUD Salatiga. Modalitas
Fisioterapi yang diberikan berupa TENS (Transcutaneus Elecrical Nerve
Stimulation), US (Ultrasound), Massage dengan friction dan Terapi Latihan
dengan Hold Relax.
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Hasil
Pasien dengan nama Ny. S umur 42 tahun, dengan diagnosa medis
MTPS pada otot Upper trapezius Dextra mengeluhkan nyeri pada leher
sebelah kanan dan merasakan adanya kekakuan pada leher, serta
keterbatasan dalam beraktifitas. Setelah melakukan terapi sebanyak 6 kali
dengan menggunakan TENS, US, massage dengan friction dan Terapi
Latihan dengan hold relax mendapatkan hasil sebagai berikut:

2
a. Setelah melakukan terapi sebanyak 6 kali dengan TENS, US, massage
dengan friction dan Terapi Latihan dengan hold relax nyeri
mengalami penurunan, nyeri diam T0-T1; 2,4 cm T6: 0cm , tekan T0-
T1; 3,7 cm T6: 1cm, gerak T0-T1: 4,8 cm menjadi T6 : 2,3 cm
b. Setelah melakukan terapi sebanyak 6 kali dengan menggunakan
TENS, US, massage dengan friction dan Terapi Latihan dengan hold
relaxadanya penurunan spasme T0-T1 : +++ menjadi T6 : +
c. Setelah melakukan terapi sebanyak 6 kali dengan menggunakan
TENS, US, massage dengan friction dan Terapi Latihan dengan hold
relaxadanya peningkatan pada lingkup gerak sendi (LGS) cervical
pada gerakan side fleksi sinestra T0-T1: 25° menjadi T6: 45°, rotasi
sinestra T0-T1: 25° menjadi T6: 50°.
3.2 Pembahasan
Dalam pembahasan ini penulis akan menyampaikan tentang pengaruh
dari modalitas TENS, US, massage dengan friction dan Terapi Latihan
dengan hold relax untuk mengurangi nyeri diam, tekan, gerak dan spasme
otot upper trapezius dextra serta peningkatan LGS cervical.
1. Nyeri diam, tekan dan gerak pada otot upper trapezius dextra.
Tabel 1 Evaluasi Nyeri dengan VAS
Data T0-T1 T2 T3 T4 T5 T6
Diam 2,4 cm 1,8 cm 1,5 cm 0 cm 0 cm 0 cm
Tekan 3,7 cm 3,3 cm 3,0 cm 2,5 cm 1,8 cm 1 cm
Gerak slide fleksi dan 4,8 cm 4,4 cm 4 cm 3,7 cm 3,2 cm 2,3 cm
rotasi sinestra
Hasil nyeri yang dirasakan pasien berkurang, dari nyeri diam T0-
T1; 2,4 cm T6: 0cm , tekan T0-T1; 3,7 cm T6: 1cm, gerak T0-T1:
4,8 cm menjadi T6 : 2,3 cm. Hal ini disebabkan karena pemberian
modalitas berupa TENS akan memberikan efek mengurangi nyeri.
TENS bekerja dengan menstimulasi serabut saraf tipe α β yang dapat
mengurangi nyeri (Corwin, 2009). Dengan diberikan dosis frekuensi
100 Hz, pulse widht 150 µsec akan terjadi mekanisme kerja dari tens
melalui ‘gerbang kontrol’ yaitu dengan penutupan gerbang transmisi

3
nyeri dari serabut saraf kecil dengan menstimulasi serabut saraf besar,
kemudian serabut saraf besar akan menutup jalur pesan nyeri ke otak
dan meningkatkan aliran darah ke area yang nyeri. Selain itu TENS
juga dapat menstimulasi produksi anti nyeri yaitu endorfin (James et
al., 2008).
Selain dengan menggunakan TENS, penulis juga menggunakan
US sebagai modalitas untuk mengurangi nyeri, mekanisme
pengurangan nyeri oleh US pada kasus MTPS pada otot upper
trapezius adalah adanya efek micromassage yang akan menimbulkan
Efek panas (thermal) dan efek biologis berupa penurunan kecepatan
konduksi saraf, peningkatan per-meabilitas membran sel, massage
intra seluler, meningkatkan sirkulasi darah dan hiperemia kapiler.
Dengan adanya efek-efek tersebut nyeri pada kasus MTPS berkurang
(Kumbhare et al.,2016).
Setelah diberikannya TENS dan US modalitas selanjutnya yang
diberikan diberikan massage dengan teknik friction. Friction adalah
sebuah teknik pemijatan atau penekanan secara tegak lurus dengan
serat otot yang digunakan untuk mengurangi perlengketan fibrous.
Tujuan diberikannya friction adalah membantu menghancurkan
myloglosis yaitu timbunan sisa-sisa pembakaran energi (asam laktat)
yang terdapat pada otot yang menyebabkan pengerasan pada otot yang
memicu munculnya trigger point yang berakibat nyeri (Erwan, 2015).
Selain itu efek diberikannya friction adalah melancarkan sirkulasi
darah sehingga dapat memfasilitasi otot untuk mendapatkan oksigen
dan nurtisi yang digunakan untuk proses perbaikan jaringan dan
membuang sisa-sisa energi yang tidak dibutuhkan (Erwan, 2015).
Terapi latihan yang pilih oleh penulis adalah Hold relax. Hold
relax salah satu teknik dari PNF (propioceptive neuromucular
facilitation) yang menggunakan kontraksi isometrik secara optimal
dari kelompok antagonis yang mengalami pemendekan diikuti dengan
rileksasi. Latihan ini melibatkan gerak aktif sehingga terjadi kontraksi

4
otot-otot leher dan diikuti rileksasi yang merangsang mecanoreseptor
sehingga menyebabkan dinding kapiler yang berada pada otot melebar
dan permeabilitas dinding kapiler meningkat. Hal ini berpengaruh
terhadap rileksasi otot dengan perbaikan sirkulasi darah sehingga
terjadinya penurunan nyeri (Kayla et al., 2012).
2. Spasme pada otot upper trapezius dextra.
Tabel 2 Evaluasi Spasme dengan Palpasi
Otot T0-T1 T2 T3 T4 T5 T6
m. upper trapezius +++ +++ ++ ++ + +
Hasil evaluasi spasme menunjukan adanya penurunan dari
spasme T0-T1: +++ menjadi T6 : +. Selain untuk mengurangi nyeri
TENS dan US juga dapat mengurangi spasme pada otot upper
trapezius, dengan adanya mekanisme penurunan nyeri oleh TENS dan
US diharapkan terjadinya rileksasi otot upper trapezius. Mekanisme
pengurangan spasme oleh US pada kasus MTPS pada otot upper
trapeziusadalah MTPS pada otot upper trapeziusdextra terjadi
karena adanya kerja otot yang berlebihan serta posisi statis secara
terus menerus dan berulang. Sehingga mengakibatkan reaksi jaringan
berupa formasi fibrous dan jaringan granulasi atau abnormal croslink.
Hal ini akan mengakibatkan perlengketan pada fascianya. Dosis US
yang diberikan pada kasus ini berfrekuensi 3 MHz, intensitas 0.8
Watt/cm² Efek yang diharapkan dengan pemberian US adalah untuk
menghancurkan atau merusak abnormal crosslink yang ada pada
fascia sehingga terjadi suatu proses peradangan baru yang terkontrol
serta adanya peningkatan fleksibilitas dari otot (Kumbhare et
al.,2016).
Mekanisme friction dalam mengurangi spamse adalah Saat
diberikan penekanan secara berulang pada jaringan akan meyebabkan
jaringan tersebut terulur dan menghilangkan kekauan sehingga
menyebabkan taut band dan trigger point berkurang karena energi
yang dibutuhkan tercukupi (Erwan, 2015).

5
selain bertujuan untuk mengurangi nyeri hold relax juga
bertujuan untuk mengurangi spasme dan peningkatan lingkup gerak
sendi. Adanya rangsangan mecanoreseptor yang menyebabkan
dinding kapiler yang berada pada otot melebar dan permeabilitas
dinding kapiler meningkat karena adanya kontraksi otot-otot leher dan
diikuti rileksasi hal ini berpengaruh terhadap rileksasi otot, menambah
fleksisbilitas dan ekstabilitas sehingga terjadi pengurangan spasme
dan terjadinya peningkatan lingkup gerak sendi pada leher (Kayla et
al., 2012).
3. Peningkatan LGS cervical
Tabel 3 Evalusi Lingkup Gerak Sendi Cervical.
Bidang T0-T1 T2 T3 T4 T5 T6
gerak
Sagital 40°-0°-40° 40°-0°-40° 40°-0°-40° 40°-0°-40° 40°-0°-40° 40°-0°-40°
Frontal 25°-0°-45° 30°-0°-45° 30°-0°-45° 35°-0°-45° 40°-0°-45° 45°-0°-45°
Transveral 25°-0°-50° 25°-0-50° 30°-0°-50° 35°-0°-50° 45°-0°-50° 50°-0°-50°
Adanya mekanisme penurunan nyeri diam, tekan dan gerak serta
adanya penurunan spasme pada otot upper trapezius dextra dengan
modalitas TENS, US, friction mengakibatkan adanya peningkatkan
lingkup gerak sendi cervical didukung lagi oleh terapi latihan hold
relax.mekanisme peeningkatan LGS oleh hold relax karena adanya
mekanisme GTO. Golgi tendo organs (GTO) merupakan reseptor
yang ada di antara tendo otot dan serabut otot yang berfungsi
membangkitkan inhibitory (hambatan) kekuatan impuls motorik yg
menuju otot, sehingga mengurangi kekuatan kontraksi otot. GTO
distimulasi oleh adanya ketegangan yang dihasilkan oleh serabut otot.
Bilamana GTO terstimulus maka GTO akan melepaskan impuls yang
diteruskan ke medulla spinalis. Di medulla spinalis, impuls GTO akan
membangkitkan mekanisme inhibitory sehingga akan menghambat
kekuatan impulse motorik yg menuju otot. Teknik hold relax diawali
dengan kontraksi isometrik otot antagonis. Dengan adanya kontraksi
otot antagonis akan berdampak terstimulusnya GTO sehingga

6
membangkitkan mekanisme inhibitory, akibatnya menghambat
kekuatan impuls motorik yg menuju otot antagonis. Penurunan impuls
motorik pada otot antagonis tersebut berdampak melemahnya
kontraksi otot antagonis sehingga hambatan kinerja otot agonis
menjadi turun, akibatnya gerakan ke agonis menjadi lebih mudah dan
lebih luas. Di samping itu, penurunan kontraksi antagonis berarti
penurunan ketegangan otot sehingga stimulus pada nociseptor (organ
penerima rangsang nyeri) juga menurun, akibatnya tidak
membangkitkan nyeri leher (Kayla et al., 2012).
4. PENUTUP
4.1 Simpulan
Ny. S yang datang ke fisioterapi dengan keluhan nyeri dan njarem
pada leher sebelah kanan dan leher agak susah digerakan setelah
melakukan terapi sebanyak 6 kali dengan menggunakan modalitas TENS,
US, massage dengan friction dan terapi latihan dengan hold relax,
sekarang mengalami penurunan nyeri diam, tekan dan gerak, penurunan
spasme otot upper trapeziusdextra serta peningkatan lingkup gerak sendi
pada leher.
4.2 Saran
Dari kesimpulan diatas maka dapat disarakan kepada pasien dan
keluarga pasien untuk melakukan latihan dirumah yang telah diajarkan
oleh fisioterapi berupa stretching dengan dosis minimal 2 kali sehari
dengan 4-5kali pengulangan pada 1 kali latihan, melakukan kompres
hangat pada bagian leher kanan selama 15 menit, serta diberitahukan saat
bekerja menghindari posisi statis yang terlalu lama 20 menit serta
melakukan stretching disela-sela bekerja, bias dilakukan saat pergantian
pelanggan.

DAFTAR PUSTAKA
Anggraeni, N.C. 2013. Penerapan Myofascial Release Technique Sama Baik
Dengan Ischemic Compression Technique Dalam Menurunkan Nyeri

7
Sindroma Miofasial Otot Upper Trapezius. Skripsi Universitas Udayana
Denpasar.
Ansar dan Sudaryanto. 2011. Biomekanik Osteokinematika dan Arthokinematika.
KementrianKesehatan RI Politeknik Kesehatan Makassar.
Atmadja, A. S. 2016. Sindrom Nyeri Myofasial. Cdk, 43(3), 176–179. Retrieved
from http://www.cdkjournal.com/index.php/CDK/article/download/29/26
Bron C, Gast A, Dommerholt J, Stegenga B, Wensing M, Oostendorp RAB. 2011.
Treatment of myofascial trigger points in patients with chronic shoulder
pain: A randomized controlled trial. BMC Medicine.
Departemen Kesehatan RI. 2008.Profil kesehatan Indonesia 2008.Jakarta : DepkesRI
Jakarta .
Dommerholt J, Huijbregts P. 2011. Myofascial Trigger Points – Pathophysiology
and Evidence-Informed Diagnosis and Management; Jones and Bartlett
Publishers,Sudbury, Massachusetts
Dommerholt, J. dkk. 2011. Myofascial Trigger Points: An Evidence-Informed
Revie. The Journal Of Manual Dan Manipulative Therapy. Vol. 14 No. 4.
203 – 221.
Dommerholt J, Bron C, Fransen J. 2011. Myofascial Trigger Points: An Evidence
Informed Review, The Journal of Manual and Manipulatif Therapy.
Indrayani, W. Sutjana, I. dan Maruli, W. 2013. Perbandingan Myofascial
ReleaseTechnique Dengan Contract Relax Stretching Terehadap
PenurunanNyeri Pada Syndrome Myofascial Otot Upper Trapezius.
Penelitian.Bagian Fisiologi Fakultas Kedokteran Udayana.
Josimari M. D., Deidre M W., Carol V., Barbara A R., Kathleen A. S. 2008.
Efffectiveness of transcutaneus electical nerve stimulation for treatment of
hyperalgesia and pain. Curr Rheumatol Rep.Hal: 492-9
Kayla. B, dkk. 2012. Proprioceptive Neuromuscular Facilitation (PNF): Its
Mechanism And Effects On range Of Motion And Muscular
Function.Joournal of Human Kinetics. (Volume 31). USA.
Williamette University.

8
Kumbhare, D. A., Elzibak, A. H., & Noseworthy, M. D. 2016. Assessment of
Myofascial Trigger Points Using Ultrasound. American Journal of Physical
Medicine & Rehabilitation, 95(1), 72–80.
https://doi.org/10.1097/PHM.0000000000000376
Lofriman. 2009. Nyeri pada Otot ( Myofascial Pain.)06 juni 2018: 01:09: 1.Kol.
1
Sugijanto & Bimantoro, A. 2008. Perbeaan pengaruh pemberian ultrasound dan
manual longitudinal muscle stretching dengan ultrasound dan auto stretching
terhadap pengurangan nyeri pada kondisi syndrome myofasial otot upper
trapezius. Jurnal Fisioterapi Indonesia Vol. 8.
Tona, erwan. 2015. Teknik dasar manipulatif friction (Gerusan) pada massage.
http://erwanfoil.blogspot.com/2015/07/teknik-dasar-manipulatif-
friction.html. Diakses pada 12 mei 2018 pukul 11.00 WIB.
Tough EA, White AR, Cummings TM, Richards SH, Campbell JL. 2009.
Acupuncture and dry needling in the management of myofascial trigger
point pain: A systematic review and meta-analysis of randomised controlled
trial. Eur J Pain.
Yulianto W, Heru P. 2009. Segi Kepraktisan PNF, Seminar Profisio, IFI, Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai