Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN STUDI KASUS

RS. DODY SARJOTO

”PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KASUS


SYNDROME PIRIFORMIS PADA SISI SINISTRA”

DISUSUN OLEH:

Yunita Rahmadani Syurya (PO713241151049)

Zakiah Andi Najamuddin (PO713241151050)

POLITEKNIK KESEHATAN MAKASSAR

JURUSAN FISIOTERAPI

TA 2017/2018
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Puji syukur kehadirat ALLAH SWT atas rahmat dan karunia-Nya sehingga kami
dapat menyelesaikan laporan ini dengan tepat waktu. Pada kesempatan kali ini kami
menyajikan materi yang berjudul ”Penatalaksanaan Fisioterapi pada Kasus Syndrome
Piriformis Sisi Sinistra”.

Dalam menulis laporan ini, tentu saja kami mengalami beberapa kesulitan. Namun
dengan usaha dan kesungguhan dalam mengerjakan penyusunan laporan ini akhirnya dapat
menyajikan laporan ini. Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada
semua pihak yang ikut berpartisipasi. Terkhusus kepada Pembimbing Klinik RS Dody
Sarjoto.

Kami berharap laporan yang di susun ini dapat bermanfaat bagi kita semua khususnya
yang membaca, sehingga apa bila kita bila menjumpai klien dengan gangguan fungsional
akibat Syndrome Piriformis bisa menangganinya. Meskipun kami berharap isi laporan bebas
dari kekurangan dan kesalahan, namun selalu ada yang kurang. Oleh karena itu, kami
mengharapkan kritik dan saran yang membangun agar laporan ini dapat lebih baik lagi.

Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Makassar, 04 Oktober 2017-10-04

PENYUSUN
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Gangguan nyeri pinggang dapat dialami oleh semua, tidak memandang tua, muda wanita
atau pria. Sebagian besar dari nyeri pinggang disebabkan karena otot-otot pada pinggang
sedikit lemah, sehingga pada saat melakukan gerakan yang kurang betul atau berada pada
suatu posisi yang cukup lama dapat menimbulkan peregangan yang ditandai dengan rasa sakit
(Samara, 2003).

Sekitar 70% dan 80% populasi di dunia mengalami nyeri pinggang pada suatu waktu
selama masa kehidupannya, dan diantaranya terdapat subkelompok pasien yang mengalami
nyeri pinggang sekaligus nyeri sciatic. Salah satu diagnosis yang dapat ditegakkan
berdasarkan evaluasi pada pasien sciatica adalah sindroma piriformis (Douglas, 2002).

Piriformis Syndrome adalah gangguan neuromuskular yang terjadi karena saraf sciatica
(nervus ischiadicus) terkompresi atau teriritasi oleh otot piriformis sehingga menimbulkan
nyeri, kesemutan, pada area bokong sampai perjalanan saraf sciatica. Sekitar 15% dari
populasi kasus sciatica (ischialgia) adalah sindroma piriformis (Douglas, 2002).
Oleh karena itu kami sebagai penyusun laporan meganggap perlu untuk mengangkat
permasalahan pada kasus piriformis Syndrome Sisi Sinistra sebagai bahan Studi Kasus dalam
menyelesaikan Praktek Klinik di RS TNI AU Dody Sarjoto.

B. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan permasalahan yang ada pada kasus Piriformis Syndrome Sinistra dalam
kaitanya dengan gangguan nyeri tekan, gerak dan fungsi, maka kami merumuskan masalah :

1) Bagaimanakah efek dari MWD sehingga dapat mengurangi nyeri?


2) Bagaimanakah Transcutaneous Elektrical Nerve Stimulation (TENS) dapat
mengurangi nyeri?
3) Bagaimanakah terapi latihan dapat mengurangi meningkatkan kekuatan otot sehingga
dapat meningkatkan kemampuan fungsional?
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. DESKRIPSI KASUS

Syndrome Piriformis merupakan kompresi pada saraf sciatic oleh otot piriformis. Kondisi
ini dapat menyebabkan nyeri yang dalam dan hebat pada daerah bokong, hip, dan sciatica,
dengan radiasi nyeri kearah paha, tungkai, kaki dan jari-jari kaki. Pada piriformis syndrome,
ketegangan atau spasme otot piriformis dapat menekan saraf sciatic kearah anterior dan
inferior. Kondisi nyeri hebat yang dihasilkan dapat menjadi kronik dan menimbulkan
kelemahan.

Syndrome Piriformis adalah sebutan bagi otot piriformis yang mengalami nyeri akibat
adanya iritasi pada otot dan saraf sciatic. Otot Piriformis terletak di bagian bawah tulang
belakang, otot ini menghubungkan ke tulang paha dan membantu dalam rotasi pinggul ke
posterior. Saraf sciatic berjalan di bawah otot piriformis. Piriformis sindrom terjadi ketika
otot piriformis spasme sehingga otot piriformis menekan saraf sciatic. Prevalensi gejala
sciatic dilaporkan dalam literatur bervariasi jauh mulai dari 1,6% pada populasi umum
menjadi 43% pada populasi kerja yang dipilih . Meskipun prognosis baik pada kebanyakan
pasien, sebagian besar (hingga 30%) terus memiliki rasa sakit selama 1 tahun atau lebih. Pada
sekitar 90% kasus, nyeri panggul disebabkan oleh herniated disc melibatkan kompresi akar
saraf. Amerika Serikat Rasio kejadian wanita-pria sindrom piriformis adalah 6:1. Dalam satu
studi di sebuah rumah sakit daerah, 45 dari 750 pasien dengan LBP ditemukan memiliki
sindrom piriformis. Penulis lain memperkirakan bahwa 3 kejadian sindrom piriformis pada
pasien dengan linu panggul adalah 6%.

B. ANATOMI FISIOLOGI
1. Myologi
M. Piriformis
Origo : Os sacrum Fasia pelvis
Insertio : Bertendon pada ujung trochanter major
Persarafan : N. Ischiadikus
Fungsi : Abduksi hip, dan eksorotasi.
Otot piriformis berperan sebagai eksternal rotator hip, abduktor hip yang lemah,
dan fleksor hip yang lemah, serta memberikan stabilitas postural selama ambulasi dan
berdiri. Otot piriformis berorigo pada permukaan anterior sacrum, biasanya pada level
vertebra S2 – S4, atau mendekati kapsul sacroiliaca joint. Otot ini berinsersio pada
bagian medial superior dari trochanter mayor melalui tendon yang mengelilinginya
dimana pada beberapa individu bersatu dengan tendon obturator internus dan
gemellus. Otot ini dipersarafi oleh saraf spinal S1 dan S2, dan kadang-kadang juga
oleh L5.
Otot piriformis termasuk group otot external rotator hip bersama 5 otot lainnya
yaitu obturator externus dan internus, gemellus superior dan inferior, dan quadratus
femoris. Otot piriformis merupakan otot yang paling superior dari group otot ini dan
sedikit diatas dari hip joint.
Otot piriformis memiliki variasi hubungan dengan saraf sciatic. Sebanyak 96%
populasi, memiliki saraf sciatic yang muncul pada foramen deep sciatic yang besar
sepanjang permukaan inferior dari otot piriformis. Namun terdapat 22% populasi
memiliki saraf sciatic yang memotong otot piriformis, split atau membelah otot
piriformis, atau kedua-duanya sehingga dapat menjadi faktor resiko dari sindrome
piriformis. Saraf sciatic berjalan secara sempurna melalui muscle belly otot, atau saraf
tersebut berjalan membelah dengan satu cabang (biasanya bagian fibular) memotong
otot piriformis dan cabang lainnya (biasanya bagian tibial) berjalan kearah inferior
atau superior sepanjang otot piriformis. Jarang saraf sciatic muncul pada foramen
sciatic yang besar sepanjang permukaan superior dari otot piriformis.
Saraf sciatic merupakan seberkas saraf sensorik dan motorik yang meninggalkan
fleksus lumbosakralis dan menuju ke foramen infrapiriformis, kemudian keluar pada
permukaan belakang tungkai dipertengahan lipatan pantat. Saraf sciatic mengandung
saraf sensorik yang berasal dari radiks posterior L4 – S3. Pada spasium poplitea, saraf
sciatic bercabang dua dan jauh lebih ke distal tidak lagi menyandang nama saraf
sciatic (saraf ischiadikus). Kedua cabang saraf tersebut adalah saraf peroneus komunis
dan saraf tibialis.
2. Neurologi

Serabut saraf yang keluar dari vertebralumbal 4 – 5 dan sakral 1–3. N. Ischiadicus
meninggalkan pelvis melalui foramen ischiadikus major turun diantara trochantor mayor
os femur dan tuberositas ischiadikus di sepanjang permukaan posterior paha ke ruang
poplitea dimana serabut saraf ini berakhir dan bercabang menjadi n. tibialisdan n.
peroneus commuis.

C. ETIOLOGI

Sindrome piriformis memiliki dua tipe yaitu primer sindrome piriformis dan sekunder
sindrome piriformis. Primer sindrome piriformis memiliki penyebab anatomik seperti saraf
sciatic yang split terhadap otot piriformis atau jalur saraf sciatic yang anomali. Sekunder
sindrome piriformis terjadi sebagai akibat dari adanya penyebab yang memicu kondisi ini
seperti makrotrauma, mikrotrauma, efek massa ischemic dan lokal iscemic. Diantara pasien-
pasien sindrome piriformis terdapat sedikitnya 15% kasus yang memiliki penyebab primer
(primer sindrome piriformis).
Sindrome piriformis paling sering disebabkan oleh makrotrauma pada daerah bokong
yang menyebabkan inflamasi pada jaringan lunak, spasme otot, atau kedua-duanya, yang
menghasilkan kompresi saraf sciatic. Mikrotrauma dapat dihasilkan dari adanya overuse
(penggunaan yang berlebihan) dari otot piriformis seperti berjalan atau berlari jarak jauh atau
oleh adanya kompresi langsung. Sebagai contoh kompresi langsung dapat dihasilkan dari
repetitif trauma akibat duduk diatas permukaan yang keras.
Berbeda dengan pendapat Samir Mehta et al (2006), yang menjelaskan tentang penyebab
primer dan sekunder sindrome piriformis. Penyebab primer terjadi karena adanya kompresi
langsung pada saraf seperti trauma atau akibat faktor intrinsik pada otot piriformis termasuk
variasi anomali pada anatomi otot, hipertropi otot, inflamasi kronik otot, dan perubahan
sekunder akibat trauma seperti adhesion. Penyebab sekunder mencakup gejala-gejala akibat
lesi massa pelvic, infeksi, dan pembuluh darah yang anomali atau ikatan serabut yang
melintasi saraf, bursitis pada tendon piriformis, inflamasi sacroiliaca joint, dan kemungkinan
myofascial trigger point. Penyebab lainnya mencakup pseudoaneurysma pada arteri gluteal
inferior yang berdekatan dengan otot piriformis, sindrome bilateral piriformis akibat duduk
dalam waktu yang lama, cerebral palsy yang menyebabkan hipertoni dan kontraktur otot
piriformis, total hip arthroplasty, dan myositis ossificans.

D. GAMBARAN KLINIS
Gejala-gejala yang paling sering terjadi pada sindrome piriformis adalah meningkatnya
nyeri setelah duduk dalam waktu 15 – 20 menit. Beberapa pasien mengeluh nyeri diatas otot
piriformis (yaitu didaerah bokong), khususnya diatas perlekatan otot di sacrum dan trochanter
mayor bagian medial. Gejala-gejalanya dapat bersifat serangan tiba-tiba atau bertahap,
biasanya berkaitan dengan spasme otot piriformis atau kompresi saraf sciatic. Pasien-pasien
ini biasanya mengeluh sulit berjalan dan nyeri saat internal rotasi ipsilateral tungkai/hip,
seperti yang terjadi selama posisi duduk cross-legg atau ambulasi.
Spasme otot piriformis dan disfungsi sacral (seperti torsion) dapat menyebabkan stress
pada ligamen sacrotuberous. Stress ini dapat menyebabkan kompresi pada saraf pudendal
atau meningkatkan stress mekanikal pada tulang innominate sehingga potensial menyebabkan
nyeri pada lipatan paha dan pelvic. Kompresi pada cabang fibular dari saraf sciatic seringkali
menyebabkan nyeri atau paresthesia pada posterior paha.
Melalui mekanisme kompensasi atau fasilitasi, sindrome piriformis dapat memberikan
kontribusi terhadap nyeri pada cervical, thoracal, dan lumbosacral, serta gangguan
gastrointestinal dan nyeri kepala.
Tanda-tanda klinis sindrome piriformis berkaitan secara langsung atau secara tidak
langsung terhadap spasme otot, menghasilkan kompresi saraf atau kedua-duanya. Nyeri tekan
saat palpasi ditemukan diatas otot piriformis khususnya diatas perlekatan otot di trochanter
mayor. Beberapa pasien juga mengalami nyeri tekan saat palpasi di regio sacroiliaca joint,
sulcus sciatic yang besar, dan otot piriformis termasuk nyeri yang menjalar ke knee.
Beberapa pasien akan teraba seperti massa sosis di daerah bokong karena adanya
kontraksi otot piriformis. Kontraksi otot piriformis juga dapat menyebabkan eksternal rotasi
ipsilateral pada hip. Ketika pasien sindrome piriformis relaks dalam posisi tidur terlentang
maka kaki ipsilateral akan mengalami eksternal rotasi. Hal ini menunjukkan adanya tanda
positif sindrome piriformis. Adanya usaha aktif untuk membawa kaki ke garis tengah tubuh
akan menghasilkan nyeri. Beberapa pasien dengan sindrome piriformis juga ditemukan
positif Lasegue test, Freiberg test, atau Pace sign, dan biasanya memperlihatkan antalgic gait.
Tanda Lasegue adalah nyeri yang terlokalisir ketika tekanan diaplikasikan diatas otot
piriformis dan tendonnya, khususnya ketika fleksi hip 90odisertai ekstensi knee. Tanda
Freiberg adalah nyeri yang dialami selama gerak pasif internal rotasi hip. Kemudian tanda
Pace muncul saat FAIR (fleksi, adduksi, dan internal rotasi) yang melibatkan gejala-gejala
sciatic. FAIR test dilakukan dalam posisi tidur miring dengan tungkai yang terlibat di sisi
atas, kemudian fleksikan hip 60o, dan fleksi knee 60o – 90o. Sambil menstabilisasi hip,
pemeriksa melakukan internal rotasi dan adduksi hip dengan mengaplikasikan tekanan ke
bawah pada knee.
Saraf plexus sacral yang menginnervasi otot tensor fascia latae, gluteus minimus, gluteus
maximus, adductor magnus, quadratus femoris, dan obturator eksternus juga akan teriritasi
oleh otot piriformis. Kelemahan otot ipsilateral juga dapat terjadi jika sindrome piriformis
disebabkan oleh anomali anatomik atau jika sindrome piriformis dalam kondisi kronik. Pada
beberapa kasus, lingkup gerak sendi juga mengalami penurunan pada internal rotasi hip
ipsilateral.
Pada sebagian besar kasus sindrome piriformis, sacrum akan berotasi kearah anterior dan
sisi ipsilateral pada axis oblique kontralateral sehingga menghasilkan rotasi kompensasi dari
vertebra lower lumbar dalam arah yang berlawanan. Sebagai contoh, sindrome piriformis
pada sisi kanan akan menyebabkan torsion sacral ke depan pada sisi kiri. Rotasi sacral
seringkali menciptakan tungkai pendek fisiologis sisi ipsilateral.

E. PATOLOGI TERAPAN

Sindrome Piriformis merupakan kondisi neuromuskular dengan ciri khas nyeri pada hip
dan bokong. Sindrome ini seringkali terabaikan dalam penatalaksanaan klinis karena
gambaran klinisnya mirip dengan kondisi radiculopathy lumbar, dysfungsi sacrum primer,
atau disfungsi sacroiliaca joint.
Sindrome Piriformis juga merupakan neuritis perifer dari saraf sciatic yang disebabkan
oleh kondisi abnormal dari otot piriformis. Hal ini seringkali kurang tepat didiagnosa dalam
klinis. Sindrome piriformis dapat menjadi samar-samar sebagai disfungsi somatik umum
lainnya seperti diskitis intervertebralis, radikulopathy lumbar, dysfungsi sacral primer,
sacroilitis, sciatica, dan bursitis trochanterica.

Sindrome Piriformis merupakan sekumpulan gejala-gejala termasuk nyeri pinggang atau


nyeri bokong yang menyebar ke tungkai. Masih ada perbedaan pendapat dari para ahli,
apakah sindrome piriformis merupakan kondisi yang jelas ada dan menyebabkan nyeri
myofascial dari paha, hipertropi, dan nyeri tekan pada otot piriformis, atau apakah sindrome
piriformis merupakan kondisi kompresi dari saraf sciatic yang menyebabkan nyeri
neuropatik.

Sindrome Piriformis merupakan gangguan neuromuskular yang terjadi ketika saraf sciatic
terkompresi atau teriritasi oleh otot piriformis yang menyebabkan nyeri, kesemutan, dan mati
rasa atau rasa kebas pada daerah bokong dan sepanjang perjalanan saraf sciatic ke bawah
yaitu kearah paha dan tungkai. Diagnosa kondisi ini sulit ditegakkan karena memiliki
gambaran klinis yang mirip dengan kompresi akar saraf spinal akibat herniasi diskus.

Sindrome Piriformis merupakan kompresi yang reversible pada saraf sciatic oleh otot
piriformis. Kondisi ini dapat menyebabkan nyeri yang dalam dan hebat pada daerah bokong,
hip, dan sciatica, dengan radiasi nyeri kearah paha, tungkai, kaki dan jari-jari kaki. Pada
sindrome piriformis, ketegangan atau spasme otot piriformis dapat menekan saraf sciatic
kearah anterior dan inferior. Kondisi nyeri hebat yang dihasilkan dapat menjadi kronik dan
menimbulkan kelemahan.

Kemampuan untuk menetapkan Sindrome Piriformis memerlukan pemahaman yang baik


tentang struktur dan fungsi otot pirifomis serta hubungannya dengan saraf sciatic.
BAB III

STATUS KLINIK

A. Data-Data Medis
1. Diagnosa Medis : Syndrome piriformis
2. Catatan Klinik :-
3. Terapi Umum : Medica Mentosa

B. Pemeriksaan Fisioterapi
1) Anamnesis
 Anamnesis Umum:
Nama : Ny. Becce
Umur : 58 Tahun
Alamat : Jl. Sessere, Bandara Lama
Agama : Islam
Jenis kelamin : Perempuan
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
 Anamnesis Khusus
Keluhan Utama : Nyeri pada bagian bokong yang kadang
menjalar hingga ke tungkai sebelah kiri.
Lokasi Keluhan : Daerah bokong sampai tungkai bawah.
Riwayat Perjalanan Penyakit : Sebelumnya pasien pernah melakukan operasi
empedu sekitar tujuh bulan yang lalu, lalu
beberapa saat terakhir ini pasien mengeluhkan
nyeri di daerah bokong yang menjalar hingga ke
tungkai bawah.
Faktor Yang Memperingan : Pada saat istirahat
Faktor Yang Memperberat : Pada saat beraktivitas
2) Pemeriksaan Fisik
 Vital sign
Tekanan Darah : mmHg
Denyut : x/menit
Pernafasan : x/menit
o
Suhu : C
 Inspeksi
Statis :
Pasien sedikit membungkuk, dan pasien terlihat menahan rasa nyeri.

Dinamis :

Pola jalan pasien normal.

C. Pemeriksaan Spesifik
1. Tes Nyeri
Teknik :
Tes dilakukan dengan menggunakan VAS, dimana penderita di instruksikan
untuk menandai sendiri nilai pada skala sesuai dengan intensitas nyeri yang
dirasakan.
Hasil :

2. MMT
Otot Nilai
Fleksor Hip
Ekstensor Hip
Adduksi Hip
Abduksi hip
Eksorotasi Hip
Endorotasi Hip

3. Tes Lasseque
Teknik :
Posisi pasien fleksi hip 70o yang dilakukan secara pasif disertai dengan lutut
dalam keadaan ekstensi. Bila nyeri muncul pada bagian posterior sepanjang
tungkai, berarti terdapat penekanan syaraf yang terletak lebih ke lateral.
Namunsering kali ditemukan penderita merasakan nyeri pada belakang sendi lutut
saja. Tentu saja hal ini tidak bisa dikatakan hasil tes tersebut positif, karena
nyeritersebut merupakan tanda dari ketegangan otot hamstring (Sidharta, 1999).
Hasil :
4. Tes Bragard
Teknik :
Posisi pasien fleksi hip 70o yang dilakukan secara pasif disertai dengan lutut
dalam keadaan ekstensi, kemudian ditambah dengan gerakan dorsi fleksi angkle.
Tes ini dilakukan untuk memperteggas hasil dari tes lasseque bahwa yang
terprovokasi adalah nervus ischidikus. Bila hasil tes positif maka penderita akan
merasakan nyeri pada punggung bawah.
Hasil :
5. Tes Contra Patrick
Teknik :
Secara pasif posisi pasien fleksi knee 900 disertai dengan gerakan endorotasi dan
adduksi hip, kemudian knee didiorong ke arah medial. Tes ini dilakukan untuk
membuktikan adanya kelainan pada sendi sacroiliaca. Positif apabila pasien
mersakan nyeri pada daerah pantat baik menjalar hiingga ketungkai atau terbatas
pada daerah gluteus saja.
Hasil :

D. Problematik FT
1. Impairment
 Adanya nyeri menjalar dari pantan sampai ketungkai bagian kiri.
 Adanya kelemahan otot.
 Adanya keterbatasan gerak.
2. Funcitional Limitation
Keterbatasan fungsi yang dirasakan oleh pasien dengan kondisi piriformis
syndrome ialah ketidak mampuan melakukan aktifitas karena rasa nyeri yang
sangat ketika pasien melakukan gerakan pada tungkai sebelah kirinya.
3. Disability
Pasien masih bisa beraktivitas dilingkungan kerja, tetapi pasien merasa
terganggu saat melakukan aktivitas.
E. Diagnosis FT
“Adanya gangguan fungsional tungkai akibat Syndrome Piriformis.”
F. Program Rencana Tindakan Fisioterapi
1. Tujuan jangka pendek
-Meningkatkan kekuatan otot.
-Meningkatkan LGS.
2. Tujuan jangka panjang
Mengembalikan kemampuan fungsional.
G. Interverensi FT
a. Micro Wave Diathermy (MWD)
Tujuan:
Mengurangi nyeri
Teknik:
Posisikan pasien tidur tengkurap, lepas pakaian yang menghalangi bagian tubuh
yang akan diberikan MWD. Kemudian letakkan stessor pada bagian lumbal 5
pasien. Kemudian atur waktu selama 10 menit dan naikkan intensitas sesuai
kenyamanan pasien.
b. TENS
Tujuan:
Untuk mengurangi nyeri.
Teknik:
Posisi pasien tidur miring ke kanan dengan nyaman. Mesin masih dalam posisi off
dan tombol intensitas dalam posisi nol. Letakkan elektroda pada Lumbal 5 dan
distal os.femur bagian posterior. Hidupkan alat dan atur waktu selama 10 menit,
kemudian naikkan intensitas sesuai ambang nyeri pasien.
c. Stretching
1. Stretching aktif
Tujuan:
Untuk merelaksasikan ototpiriformis sinistra, menjaga ekstensibilitas otot,
mencegah perlengketan,memelihara lingkup gerak sendi
Teknik:
Minta untuk menggerakkan kakikiri dengan posisi (fleksi,endorotasi hip
sinistra dan fleksi knee sinistra) keadaan kaki kiri dalamkondisi rileks.
Kemudian pasien menggerakkan active fleksi hip sinistramaupun dengan
tangan kanan pasien, penggulangan gerakan dilakukan 8 kali.
2. Stretching passive
Tujuan:
Untuk mengurangi rasa nyeri, relaksasi otot piriformis sinistra, danmengulur
otot piriformis sinistra yang mengalami pemendekan.
Teknik:
Posisi pasien tidur terlentang, posisi terapis beradadisamping pasien pada sisi
kontralateral dari tungkai yang terlibat. Kemudiangerakan fleksi dan
adduksikan hip disertai internal rotasi hip denganmenggunakan kedua tangan
terapis. Dalam posisi otot piriformis sinistraterulur maksimmal (fleksi, adduksi
dan internal rotasi hip yangmaksimal).Pengulangan gerakan selama 8 kali.
d. Massage
Tujuan:
Meningkatkan sirkulasi darah
Teknik:
Massage dilakukan pada daerah otot piriformis dengan menggunakan teknik
efflurage dan friction.

Anda mungkin juga menyukai