KTI-TUBERCULOSIS (TBC)
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Secara umum, penyakit tuberculosis paru merupakan penyakit infeksi yang masih menjadi
masalah kesehatan dalam masyarakat kita. Penyakit tuberculosis paru dimulai dari
tuberculosis, yang berarti suatu penyakit infeksi yang disebabkan bakteri berbentuk (basil)
yang dikenal dengan nama Mycobacterium tuberculosis. Penularan penyakit ini melalui
perantaraan ludah atau dahak penderita yang mengandung basil berkulosis paru. Pada saat
penderita batuk, butir-butir air ludah bertebangan di udara dan terhisap oleh orang sehat,
sehingga masuk kedalam paru-parunya, yang kemudian menyebabkan penyakit tuberculosis
paru. (Sholeh S.Naga,2014)
Jika seorang telah terjangkit bakteri penyebab tuberculosis, akan berakibat buruk, seperti
menurunkan daya kerja atau produktivitas kerja, menularkan kepada orang lain terutama pada
keluarga yang tinggal serumah, dan dapat menyebabkan kematian. Pada penyakit tuberculosis,
jaringan yang paling sering diserang adalah paru-paru. (Sholeh S.Naga,2014)
Menurut WHO memperkirakan bahwa pada tahun 2012 ada 8,7 juta kasus baru
tuberkulosis (13% merupakan koinfeksi dengan HIV) dan 1,4 juta orang meninggal karena
tuberkulosis (WHO, 2012). Penderita tuberkulosis paru yang tertinggi berada pada kelompok
usia produktif (15-50 tahun) yaitu berkisar 75%. Seorang pasien tuberkulosis dewasa
kehilangan pendapatan rumah tangganya yaitu sekitar 20-30%. Jika seseorang meninggal
akibat tuberkulosis, maka dia akan kehilangan pendapatannya sekitar 15 tahun. Selain
merugikan secara ekonomis, tuberkulosis juga memberikan dampak buruk lainnya, yaitu
dikucilkan oleh masyarakat (stigma) (WHO, 2012). (www.pps.unud.ac.id/2012)
Di Indonesia setiap tahunnya kasus tuberkulosis paru bertambah seperempat juta kasus
baru dan sekitar 140.000 kematian terjadi setiap tahunnya. Indonesia termasuk 10 negara
tertinggi penderita kasus tuberkulosis paru di dunia. Menurut WHO dalam laporan Global
Report prevalensi TB di Indonesia pada 2013 ialah 297 per 100.000 penduduk dengan kasus
baru setiap tahun mencapai 460.000 kasus. Dengan demikian, total kasus hingga 2013
mencapai sekitar 800.000-900.000 kasusdan angka kematian sebesar 27 kasus per 100.000
penduduk. (www.health.kompas.com/2013)
Di Kota Makassar, berdasarkan data yang diperoleh dari Bidang Bina Pencegahan
Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Dinas Kesehatan Kota Makassar, jumlah kasus TB Paru
klinis di Puskesmas dan RS sebanyak 900 kasus dan kasus baru TB BTA (+) yang ditemukan
pada tahun 2013 sebanyak 1.819 kasus (puskesmas dan rumah sakit) meningkat dibandingkan
tahun 2012 dimana dilaporkan jumlah penderita TB Paru Klinis di Puskesmas dan Rumah
Sakit sebanyak 511 Jumlah penderita TB Paru Klinis, TB BTA+ sebanyak 1608 penderita
kasus baru dan 25 orang dengan kasus yang berulang. Dengan demikian jumlah penderita
Tuberkulosis paru secara keseluruhan adalah sebanyak 50 orang penderita.
(http:/id.scribd.com/dataRS-Bhayangkara-mappaoudang-mksr)
Berdasarkan kenyataan tersebut diatas maka dilakukan suatu penelitian dalam rangka
penerapan asuhan keperawatan pada Klien Tn “M” dengan gangguan System pernapasan
Tuberkulosis Paru di Rumah Sakit Bhayangkara Mappaoudang Makassar.
C. Tujuan penulisan
Tujuan Umum
Tujuan umum yang ingin dicapai dalam studi kasus ini adalah mendapatkan pengalaman nyata
dan menerapkan Asuhan Keperawatan secara komprehensif pada klien Tn “M” dengan gangguan
sistem pernapasan “Tuberculosis Paru” di Ruangan Maleo Rs. Bhayangkara Mappaoudang
Makassar.
Tujuan khusus
kebijakan untuk meningkatkan mutu pelayanan kesehatan khususnya pada pasien yang
mengalami Gangguan System Pernafasan “Tuberculosis Paru”
3. Klien dan Keluarganya
Dapat meningkatkan pengetahuan klien dan keluarga tentang bagaimana merawat klien
dengan gangguan system pernafasan “Tuberkulosis Paru” khususnya dalam memenuhi
kebutuhan dasarnya.
4. Penulis
(a) Wawancara
Untuk mendapatkan data lebih lengkap tentang masalah yang timbul pada klien,
dilakukan dengan cara auto dan allo anamnese.
(b) Observasi
Mengamati langsung perubahan yang terjadi pada klien yang mengalami
gangguan system pernafasan “Tuberkulosis paru”
c. Studi Dokumentasi
Melihat dan membaca langsung status klien di ruang Perawatan maleo pada klien Tn
“M” dengan Gangguan System Pernafasan “Tuberkulosis Paru”.
laring, saluran nafas bagian bawah : trachea, bronkus, bronkuolus, alveolus, dan paru-
paru. (Evelyn C. Pearce, 2011)
Daerah pernapasan dilapisi epithelium silinder dan sel epitel berambut yang
mengandung sel cangkir atau sel lendir. Sekresi sel itu membuat permukaan
Bronkus terbentuk dari belahan dua trakea pada ketinggian kira-kira vertebra
torakalis kelima mempunyai struktur serupa dengan trakea dan dilapisi oleh
jenis sel yang sama. Bronkus-bronkus itu berjalan kebawah dan kesamping ke
arah tampak paru-paru. (Evelyn C. Pearce, 2011)
(c) Bronkiolus
Bronkiolus adalah anak cabang dari batang tenggorok yang terdapat
dalam rongga tenggorokan dan akan memanjang sampai ke paru-paru. Jumlah
cabang bronkiolus yang menuju paru-paru kanan dan kiri tidak sama.
Bronkiolus yang menuju paru-paru kanan mempunyai 3 cabang, sedangkan
bronkiolus yang menuju paru-paru sebelah kiri hanya 2 cabang. Ciri khas
bronkiolus adalah tidak adanya tulang rawan dan kelenjar pada mukosanya,
pada bagian awal dari cabang bronkiolus hanya memiliki sebaran sel globet
dan epitel. (Evelyn C. Pearce, 2011)
(d) Alveolus
(e) Paru-paru
Paru-paru merupakan alat pernapasan utama. Paru-paru mengisi rongga
dada. Terletak disebelah kanan dan kiri dan di tengah dipisahkan oleh jantung
beserta pembuluh darah besarnya dan struktur lainnya yang terletak didalam
mediastrum. Paru-paru adalah organ yang berbentuk kerucut dengan apeks
(puncak) di atas dan muncul sedikit lebih tinggi dari klavikula didalam dasar
leher. Pangkal paru-paru duduk diatas landai rongga toraks, diatas diafragma.
Paru-paru mempunyai permukaan luar yang menyentuh iga-iga, permukaan
dalam yang memuat tumpuk paru-paru, sisi belakang menyentuh tulang
belakang, dan sisi depan menutupi sebagian sisi depan jantung. (Evelyn C.
Pearce, 2011)
b. Fisiologi system pernafasan
1) System pernafasan bawah
(a) Rongga hidung
Udara dari luar akan masuk lewat rongga hidung (cavum nasalis). Rongga
hidung berlapis selaput lendir, di dalamnya terdapat kelenjar minyak (kelenjar
sebasea) dan kelenjar keringat (kelenjar sudorifera). Selaput lendir berfungsi
menangkap benda asing yang masuk lewat saluran pernapasan. Selain itu,
terdapat juga rambut pendek dan tebal yang berfungsi menyaring partikel
kotoran yang masuk bersama udara. Juga terdapat konka yang mempunyai
banyak kapiler darah yang berfungsi menghangatkan udara yang masuk.
Di dalam rongga hidung terjadi penyesuaian suhu dan kelembapan udara
sehingga udara yang masuk ke paru-paru tidak terlalu kering ataupun terlalu
lembap. Udara bebas tidak hanya mengandung oksigen saja, namun juga gas-
gas yang lain. Misalnya, karbon dioksida (CO2), belerang (S), dan nitrogen
(N2). Selain sebagai organ pernapasan, hidung juga merupakan indra pembau
Tuberculosis paru adalah penyakit radang parenkim paru karena infeksi kuman
Mycobacterium tuberculosis. Tuberculosis paru termasuk suatu pneumonia, yaitu pneumonia yang
disebabkan oleh M. tuberculosis. (Dr. R.Darmanto D, 2009)
Tuberkulosis paru atau TB adalah penyakit infeksius yang terutama menyerang parenkim
paru. Tuberculosis paru adalah suatu penyakit menular yang disebabkan oleh basil mikrobacterium
tuberculosis masuk ke dalam jaringan paru melalui airbone infection dan selanjutnya mengalami
proses yang dikenal sebagai focus primer dari ghon. (Andra S.F & Yessie M.P, 2012)
3. Etiologi
a. Agen infeksius utama, Mycobacterium tuberculosis adalah bakteri aerobic tahan asam
yang tumbuh dengan lambat dan sensitif terhadap panas dan sinar ultraviolet. (Andra
S.F & Yessie M.P, 2012)
Insiden
Di kota makassar, berdasarkan data yang didapat dari dari Bidang Bina Pencegahan
Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Dinas Kesehatan Kota Makassar pada tahun 2013 yaitu
jumlah penderita kasus TB Paru klinis sebanyak 900 kasus dan kasus baru TB BTA (+) sebanyak
1.819 kasus. Jumlah penderita ini meningkat di banding tahun 2012 yaitu 511 Jumlah penderita
TB Paru Klinis, TB BTA+ sebanyak 1608 penderita (Puskesmas dan Rumah Sakit).
(www.dinkeskotamakassar.net/2013)
Menurut data dari RS. Bhayangkara Mappaoudang Makassar didapatkan bahwa data
penderita Tuberkulosis Paru yang didapatkan pada tahun 2013 sebanyak 25 orang dengan
kasus baru dan 25 orang dengan kasus yang berulang. Dengan demikian jumlah penderita
Patofisiologi
Basil tuberkel yang mencapai permukaan alveolus biasanya diinhalasi sebagai unit yang
terdiri dari satu sampai tiga basil. Gumpalan basil yang lebih besar cenderung bertahan di saluran
hidung dan cabang besar bronkus dan tidak menyebabkan penyakit. Setelah berada dalam ruang
alveolus, biasanya dibagian bawah lobus atas paru atau dibagian atas lobus bawah, basil tuberkel
ini membangkitkan reaksi peradangan. Leukosit polimorfunuklear tampak pada tempat tersebut.
Sesudah sehari-hari pertama, leukosit diganti oleh makrofag. Alveoli yang terserang akan
mengalami konsolidasi, dan timbul peneumonia akut. Pneumonia selulur ini dapat sembuh dengan
sendirinya, sehingga tidak ada sisa yang tertinggal, atau proses dapat berjalan terus, dan bakteri
terus difagosit atau berkembang biak di dalam sel. Basil juga menyebar melalui getah bening
menuju ke getah bening regional. Makrofag yang mengadakan infiltrasi menjadi lebih panjang dan
sebagaian bersatu sehingga membentuk sel tuberkel epiteloid, yang dikelilingi oleh limfosit.
Reaksi ini biasanya membutuhkan waktu sampai 10-12 hari.
Lesi primer paru disebut focus ghon dan gabungan terserangnya kelenjar getah bening
regional dan lesi primer disebut kompleks ghon. Kompleks ghon yang mengalami perkapuran ini
dapat dilihat pada orang sehat yang kebetulan menjalani pemeriksaan radiogram rutin. Namun,
kebanyakan infeksi TB paru tidak terlihat secara klinis atau dengan radiografi.
Respons lain yang dapat terjadi pada daerah nekrosis adalah pencairan, yaitu bahan cair
lepas ke dalam bronkus yang berhubungan dan menimbulkan kavitas. Bahan tubercular yang
dilepaskan dari didinding kavitas akan masuk kedalam percabangan trakeobronkial. Proses ini
dapat berulang kembali di bagian lain dari paru, atau basil dapat terbawa sampai ke laring, telinga
tengah atau usus.
Walaupun tanpa pengobatan, kavitas yang kecil dapat menutup dan meninggalkan jaringan
parut fibrosis. Bila, peradangan mereda, lumen bronkus dapat menyempit dan menutup oleh
bahan perkijuan, dan lesi mirip dengan lesi berkapsul yang tidak terlepas. Keadaan ini tidak dapat
menimbulkan gejala dalam waktu lama atau membentuk lagi hubungan dengan bronkus dan
Penyakit dapat menyebar melalui getah bening atau pembuluh darah. Organisme yang
lolos dari kelenjar getah bening akan mencapai aliran darah dalam jumlah kecil, yang kadang-
kandang dapat menimbulkan lesi pada berbagai organ lain. Jenis penyebaran ini dikenal sebagai
penyebaran limfahematogen, yang biasanya sembuh sendiri. Penyebaran hematogen merupakan
suatu fenomena akut yang biasanya meyebabkan TB milier, ini terjadi apabila fokus nekrotik
merusak pembuluh darah sehingga banyak organisme masuk kedalam sistem vaskuler dan
Manifestasi Klinik
Terdapat beberapa pendapat tentang manifestasi klinik dari Tuberculosis paru yaitu:
a. Menurut Zulkifli Amin & Asril Bahar, 2009 keluhan yang dirasakan pasien tuberculosis
dapat bermacam-macam atau malah banyak pasien ditemukan TB paru tanpa keluhan
1) Demam
Biasanya subfebril menyerupai demam influenza. Tetapi kadang-kadang panas
badan dapat mencapai 40-41oC. Serangan demam pertama dapat sembuh sebentar,
demam influenza. Keadaan ini sangat dipengaruhi oleh daya tahan tubuh pasien dan
berat ringannya infeksi tuberculosis yang masuk.
2) Batuk/batuk berdarah
Batuk ini terjadi karena ada iritasi pada bronkus. Batuk ini diperlukan untuk
penyakit tidak sama. Mungkin saja batuk baru ada setelah penyakit berkembang
dalam jaringan paru yakni setelah berminggu-minggu atau berbulan-bulan
peradangan bermula. Sifat batuk ini dimulai dari batuk kering (non-produktif)
kemudian setelah timbul peradangan menjadi produktif (menghsilkan sputum).
Keadaan yang lanjut adalah berupa batuk darah karena terdapat pembuluh darah
yang pecah. Kebanyakan batuk darah pada tuberculosis pada kavitas, tetapi dapat
Pada penyakit yang ringan (baru kambuh) belum dirasakan sesak napas. Sesak
napas akan ditemukan pada penyakit yang sudah lanjut yang infiltrasinya sudah
Gejala ini agak jarang ditemukan. Nyeri dada timbul bila infiltrasi radang sudah
5) Malaise
Penyakit tuberculosis bersifat radang yang radang menahun. Gejala malaise sering
ditemukan berupa anoreksia tidak ada nafsu makan, badan makin kurus (berat
badan turun), sakit kepala, meriang, nyeri otot, keringat malam, dll. Gejala malaise
ini makin lama makin berat dan terjadi hilang timbul secara tidak teratur.
b. Menurut Andra S.F & Yessie M.P, 2012 gambran klinik Tb paru dapat digolongkan
1) Batuk
Gejala batuk timbul paling dini dan merupakan gangguan yang paling sering
2) Batuk berdarah
Darah yang dikeluarkan dalam dahak bervariasi, mungkin tampak berupa garis
bercak-bercak darah, gumpalan darah atau darah segar dalam jumlah yang sangat
banyak. Batuk darah terjadi karena pecahhya pembuluh darah. Berat ringannya
batuk darah tergantung dari besar kecilnya pembuluh darah yang pecah.
3) Sesak napas
Gejala ini ditemukan bila kerusakan parenkim paru sudah luas atau ada karena hal-
hal yang menyertai seperti efusi pleura, pneumotorax, anemia dan lain-lain.
4) Nyeri dada
Nyeri dada pada TB paru termasuk nyeri preulitik yang ringan. Gejala ini timbul
Gejala sistematik :
1) Demam
Merupakan gejala yang sering dijumpai biasanya timbul pada soreh dan malam hari
mirip dengan influenza, hilang timbul dan makin lama semakin panjang
malaise.
2) Timbul gejala biasanya gradual dalam beberapa minggu-bulan, akan tetapi
penampilan akut dengan batuk, panas, sesak napas walaupun jarang dapat juga
timbul menyerupai gejala pneumonia.
c. Menurut Sholeh S. Naga, 2014 ada beberapa tanda seseorang terjangkit tuberculosis
paru diantaranya:
Test Diagnostic
1) Sputum
penyakit.
3) Foto Thorax Dapat menunjukkan infiltrasi lesi awal area paru,
5) Biopsy jarum pada jaringan Positif untuk granuloma TB, adanya giant cell
paru menunjukkan nekrosis
atau supresi)
c. Elektrolit Hiponatremia dapat terjadi akibat retensi cairan pada
kerusakan paru.
Penatalaksanaan Medic
Menurut Dr. Taufan Nugroho, 2011 ada beberapa pentalaksanaan medic TBC yaitu:
Kriteria diagnosa :
positif
c. Bekas TB : BTA -, ronsens lesi sisa (fibrosis, klasifikasi, penebalan pleura)
Pemeriksaan penunjang
a. Ronsens torak
Terapi
a. Perbaiki gizi
b. Pankes
c. OAT
Penyulit
a. Hemoptisis masif
b. Penyebaran milier
c. Efusi pleura/empisema
d. Pneumotorak
Penyakit tuberkulosis apabila tidak ditangani dengan benar akan menimbulkan komplikasi.
Komplikasi dibagi atas komplikasi dini dan komplikasi lanjut.
a. Komplikasi dini : Pleuritis, efusi pleura, empiema, laryngitis, usus, poncet’s arthopathy
b. Komplikasi lanjut: Obstruksi jalan nafas,kerusakan parenkim berat ->fibrosis paru,
kuch pulmonal, amiloidosis, karsinoma paru, sidrom gagal nafas dewasa (ARDS)
sering terjadi pada TB milier dan kavitas TB. (Zulkifli Amin & Asril Bahar, 2009)
10. Pencegahan
petugas kesehatan:
a. Bagi penderita : pencegahan penularan dapat dilakukan dengan menutup mulut saat
tentang penyakit TBC, yang meliputi gejala, bahaya, dan akibat yang ditimbulkannya
terhadap kehidupan masyarakat pada umumnya.
e. Pencegahan penularan juga dapat dicegah dengan melaksanakan desinfeksi seperti cuci
tangan, kebersihan rumah yang ketat, perhatian khusus terhadap muntahan atau ludah
anggota keluarga yang terjangkit penyakit ini (piring, tempat tidur, pakaian), dan
menyediakan ventilasi rumah dan sinar matahari yang cukup.
dengan vaksin BCG dan tindak lanjut bagi yang positif tertular.
g. Melakukan penyelidikan terhadap orang-orang kontak. Perlu dilakukan Tes Tuberkulin
bagi seluruh anggota keluarga. Apabila cara ini menunjukkan hasil negative, perlu
diulang pemeriksaan tiap bulan selama 3 bulan dan perlu penyelidikan intensif.
11. Pengobatan
Pengobatan Tuberkulosisi paru menggunakan Obat Anti Tuberculosis (OAT) dengan metode
Directly Observed Treatment Shortcourse (DOTS).
c. Kategori III (2 HRZ/4 H3R3) untuk pasien baru dengan BTA (-), Ro (+)
d. Sisipan (HRZE) digunakan sebagai tambahan bila pada pemeriksaan akhir tahap
intensif dari pengobatan dengan kategori I atau kategori II ditemukan BTA (+)
Obat diminum sekaligus 1 jam sebelum makan pagi.
Kategori I
kombipak II
b. Tahap lanjutan diberikan 3 kali dalam seminggu selama 4 bulan (4 H3R3):
Obat diminum 3 kali dalam seminggu (intermiten) sebanyak 54 kali. Regimen ini disebut
kombipak III. (Widoyono, 2011)
1. Pengkajian
a. Anamnesis
1) Keluhan utama
Keluhan yang sering menyebabkan klien dengan TB paru meminta pertolongan pada
tenaga medis dibagi menjadi 2 keluhan yaitu :
(a) Batuk
Seberapa banyak darah yang keluar atau hanya blood streak, berupa garis, atau
bercak-bercak darah
ada hal-hal yang menyertai seperti efusi pleura, pneumotoraks, anemia dll
(d) Nyeri dada
(a) Demam
Keluhan ini sering dijumpai yang biasanya timbul pada soreh hari atau pada
Keluhan yang timbul antra lain : keringat malam, anoreksia, penurunan berat
(d) Sputum
2) Kesehatan dahulu :
Jenis gangguan kesehatan yang baru saja dialami, cedera, dan pembedahan
tubuh secara signifikan, frekuensi napas meningkat disertai sesak napas, denyut
madi meningkat seirama dengan peningkatan suhu tubuh dan frekuensi pernapasan,
dan tekanan darah biasanya sesuai dengan adanya penyakit penyulit seperti
hipertensi
2) Breathing
Inspeksi :
yang purulen.
Palpasi :
Taktil fremitus
Adanya penurunan taktil fremitus pada klien TB paru biasanya ditemukan pada
klien yang disertai komplikasi efusi pleural massif, sehingga hantaran suara
Perkusi :
Pada klien Tb paru tanpa komplikasi biasanya ditemukan resonan atau sonor pada
seluruh lapang paru. Pada klien dengan komplikasi efusi pleura didapatakn bunyi
redup sampai pekak pada sisi yang sakit sesuai dengan akumulasi cairan.
Aukultasi :
Pada klien Tb paru bunyi nafas tambahan ronki pada sisi yang sakit.
3) Brain
didapatakan konjungtiva anemis pada Tb paru yang hemaptu, dan ikterik pada
4) Bledder
Pengukuran volume output urin berhubungan dengan intake cairan. Memonitor
5) Bowel
Klien biasanya mengalami mual, muntah, penurunan nafsu makan, dan penurunan
berat badan
6) Bone
Aktivitas sehari-hari berkurang banyak pada klien Tb paru. Gejala yang muncul
a. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas b.d sekresi mucus yang kental, hemoptisis,
d. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d keletihan, anoreksia, dan atau
Intervensi keperawatan
DX I : Ketidakefektifan bersihan jalan nafas b.d sekresi mucus yang kental, hemoptisis,
kelemahan, upaya batuk buruk, edema tracheal/faringeal.
Kretieria evaluasi :
b. Pernapasan klien normal (16-20x/menit) tanpa ada penggunaan otot bantu nafas, bunyi
INTERVENSI RASIONAL
Mandiri
a. Kaji fungsi pernapasan (bunyi nafas, a. Penurunan bunyi nafas
lebih lanjut.
h. Bronkodilator meningkatkan
h. Bronkodilator diameter lumen percabangan
trakheobronkhial sehingga
udara.
i. Kortikosteroid berguna dalam
i. Kortikosteroid
keterlibatan luas hipoksemia dan bila
kehidupan.
b. Irama, frekuensi, dan kedalaman pernapasan berada dalam batas normal, pada
pemeriksaan rontgen dada tidak ditemukan adanya akumulasi cairan, dan bunyi napas
terdengar jelas.
tepat
b. Kaji fungsi pernapasan, catat kecepatan b. Distress pernapasan dan perubahan tanda
pernapasan, dispnea, sianosis, dan vital dapat terjadi sebagai akibat stress
perubahan tanda vital fisiologi dan nyeri atau dapat
drainase
j. Setelah WSD di lepas, tutup sisi lubang
j. Deteksi dini terjadinya komplikasi
masuk dengan kasa steril dan observasi
penting seperti berulangnya
tanda yang dapat menunjukkan
pneumotoraks
berulangnya pneumotoraks seperti napas
Kretria evaluasi :
c. Menunjukkan perubahan ventilasi dan kadar oksigen jaringan adekuat dengan gas
INTERVENSI RASIONAL
Mandiri
alveolar paru
g. Kortikosteroid g. Kortikosteroid berguna dengan
kehidupan.
kriteria evaluasi :
a. Klien dapat mempertahankan status nutrisinya dari yang semula kurang menjadi adekuat
INTERVENSI RASIONAL
a. Kaji status nutrisi klien, turgor kulit, a. Memvalidasi dan menetapkan derajat
berat badan secara periodic (sekali intake nutrisi dan dukungan cairan
seminggu)
mulut sebelum dan sesudah makan sisa makanan, sisa sputum, atau obat
kriteria evaluasi :
Klien terlihat mengalami penurunan potensi menularkan penyakit
INTERVENSI RASIONAL
dan vertigo)
tinggi serta intake cairan yang cukup kesehatan tentang hal ini akan
kecemasan
kriteria evaluasi :
Klien terlihat mampu bernapas secara normal dan mampu beradaptasi dengan keadaannya
INTERVENSI RASIONAL
kecemasan
c. Pertahankan hubungan saling percaya c. Hubungan saling percaya membantu
antara perawat dan klien memperlancar proses terapeutik
mengurangi kecemasan
e. Rasa cemas merupakan efek emosi
e. Bantu klien mengenali dan mengakui sehingga apabila sudah teridentifikasi
rasa cemasnya dengan baik, maka perasaan yang
dengan melaksanakan berbagai strategi keperawatan yang telah direncanakan dalam intervensi
keperawatan. Dalam tahap ini perawat harus mengetahui berbagai hal diantaranya bahaya-bahaya
fisik dan perlindungan pada klien, teknik komunikasi, kemampuan dalam prosedur tindakan,
pemahaman tentang hak-hak dari pasien serta dalam memahami tingkat perkembangan pasien.
Dalam pelaksanaan tindakan keperawatan terdapat dua jenis tindakan yaitu tindakan keperawatan
mandiri atau yang dikenal dengan tindakan independent dan tindakan kalaborasi atau dikenal
dengan tindakan interdependent. Sebagai profesi, perawat mempunyai kewenangan dan tanggung
jawab dalam menentukan asuhan keperawatan. (A. Aziz Alimul Hidayat, 2009)
Evaluasi
Evaluasi merupakan langkah terakhir dari proses keperawatan dengan cara melakuakan
identifikasi seajauh mana tujuan dari rencana keperawatan tercapai atau tidak. Dalam melakukan
evaluasi perawat seharusnya memiliki pengetahuan dan kemampuan dalam memahami respon
ingin diacapai serta kemampuan dalam menghubungkan tindakan keperawatan pada kriteria hasil.
Naga S. Sholeh 2014, Paduan Lengkap Ilmu Penyakit Dalam, Penerbit Diva Press, yogyakarta
Andra F.S & Yessie M.P 2013, Keperawatan Medikal Bedah, Penerbit Nuha Medika, Yogyakarta
Muttaqin Arif 2009. Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem Pernafasan ,
Penerbit Salemba Medika, Jakarta.
A. Price Sylvia, M. Lorainne Wilson 2012, Patofisiologis: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit,
Aru Sudoyono W, Dkk 2009, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam edisi ke 5, Penerbit Buku
Kedokteran, Internal Publishing, Jakarta.
A. Alimul Aziz Hidayat, 2009. Pengantar Konsep Dasar Keperawatan, Penerbit Salemba Madika,
Jakarta.
C. Evelyn Pearce, 2011. Anatomi Fisiologi Tubuh Manusia Untuk Paramedis, Penerbit Internal,
Jakarta.
http://dinkeskotamakassar.net/2012.pdf
Berbagi
Publikasikan Pratinjau
Beranda
Mengenai Saya