PENDAHULUAN
Sindrome Piriformis merupakan kondisi neuromuskular dengan ciri khas nyeri pada
hip dan bokong. Sindrome ini seringkali terabaikan dalam penatalaksanaan klinis karena
gambaran klinisnya mirip dengan kondisi radiculopathy lumbar, dysfungsi sacrum primer,
sciatic terkompresi atau teriritasi oleh otot piriformis yang menyebabkan nyeri, kesemutan,
dan mati rasa atau rasa kebas pada daerah bokong dan sepanjang perjalanan saraf sciatic ke
bawah yaitu kearah paha dan tungkai. Diagnosa kondisi ini sulit ditegakkan karena
memiliki gambaran klinis yang mirip dengan kompresi akar saraf spinal akibat herniasi
diskus..
36% dari kasus nyeri pinggang tergantung dengan kriteria diagnosis yang digunakan.
Sindrom tersebut umumnya terjadi pada rentang usia 40-60 tahun dan didapat pada individu
dengan berbagai macam aktifitas dan pekerjaan. Hopayian dkk (2010) melaporkan usia rata
rata penderita sindrom piriformis pada masing masing penelitiannya adalah 43 tahun.
sindrom piriformis pada rentang usia 30–40 tahun seperti yang dilaporkan oleh Mondal dkk
(2017) yang melaporkan rata rata usia penderita sindrom tersebut adalah 32,3 tahun.
Laporan tersebut mendukung penelitian sebelumnya oleh Jawish dkk (2010) dan Danilo
Dibandingkan beberapa penelitian diatas, terdapat hasil yang berbeda dimana didapatkan
usia penderita >60 tahun menjadi kelompok dengan proporsi terbesar (47%) diikuti oleh
kelompok usia 50-59 tahun (29%) sedangkan pada kelompok usia 20- 39 tahun, sindrom
sindrom piriformis dibanding pria walaupun dengan perbandingan yang bervariasi, Danilo
dkk (2013) menemukan rasio wanita dibandingkan pria 6:1, Chen dkk (2012) 6 melaporkan
rasio sebesar 3:2. Hasil penelitian inipun menunjukan jenis kelamin wanita lebih banyak
dibandingkan pria dengan rasio 3:1. Predisposisi wanita lebih besar pada sindrom
piriformis diduga terkait dengan struktur anatomi dari sudut otot quadriceps femooris pada
os coxae (pelvis) wanita lebih lebar dibandingkan pria.4 Studi lain menuliskan perubahan
hormonal pada wanita terutama selama kehamilan juga dapat mempengaruhi terjadinya
sindrom piriformis.
sementara neuroimaging belum dapat menentukan apakah telah terjadi proses inflamasi
atau kompresi pada otot piriformis selama terjadinya sindrom. Beberapa tes klinis maupun
piriformis. Seperti misalnya Pace dan Nagle (1976) menggunakan tes provokatif Pace dan
Freiberg pada pasien yang mengalami nyeri pinggang dan melaporkan 6% dari 750 pasien
tersebut terdiagnosis sindrom piriformis, demikian juga Benson dan Schutzer yang dengan
menggunakan tes FAIR melaporkan 15% dari 93 penderita nyeri skiatika didiagnosis
Syndrome periformis pada kasus ini sering kali pasien mengeluhkan adanya nyeri
pada pingga dan nyeri menjalar sampai ketungkai, pasien juga seringkali merasakan rasa
sakit pada saat terulur/tertekan, misalnya pada saat duduk, berdiri tegak dan gerakan shalat.
Pada saat berjalan hanya menumpu dengan ujung jari, saat ankle plantar fleksi, hip dan
knee (pincang) dan timbul rasa sakit atau keram pada saat berjalan.
TINJAUAN PUSTAKA
menekan saraf sciatic dan mengiritasi serabut syaraf. Dan kondisi seperti ini
akan menimbulkan nyeri dimulai dari daerah pantat dan berjalan lurus kebawah
sirkulasi darah dan faktor habitual postur yang jelek. Gejala yang sering terjadi
adalah nyeri ketika duduk, menaiki tangga, merangkak, berjalan dan berlari.
Syndrome ini tidak begitu umum dan hanya terjadi karena sciatica.
pinggang atau nyeri bokong yang menyebar ke tungkai. Masih ada perbedaan
pendapat dari para ahli, apakah sindrome piriformis merupakan kondisi yang
jelas ada dan menyebabkan nyeri myofascial dari paha, hipertropi, dan nyeri
tekan pada otot piriformis, atau apakah sindrome piriformis merupakan kondisi
kompresi dari saraf sciatic yang menyebabkan nyeri neuropatik (Kelly Redden,
2009).
ketika saraf sciatic terkompresi atau teriritasi oleh otot piriformis yang
menyebabkan nyeri, kesemutan, dan mati rasa atau rasa kebas pada daerah
tungkai. Diagnosa kondisi ini sulit ditegakkan karena memiliki gambaran klinis
yang mirip dengan kompresi akar saraf spinal akibat herniasi diskus
(Wikipedia, 2010).
oleh otot piriformis. Kondisi ini dapat menyebabkan nyeri yang dalam dan
hebat pada daerah bokong, hip, dan sciatica, dengan radiasi nyeri kearah paha,
tungkai, kaki dan jari-jari kaki. Pada sindrome piriformis, ketegangan atau
spasme otot piriformis dapat menekan saraf sciatic kearah anterior dan inferior.
Kondisi nyeri hebat yang dihasilkan dapat menjadi kronik dan menimbulkan
Otot piriformis berperan sebagai eksternal rotator hip, abduktor hip yang
lemah, dan fleksor hip yang lemah, serta memberikan stabilitas postural selama
ambulasi dan berdiri. Otot piriformis berorigo pada permukaan anterior sacrum,
biasanya pada level vertebra S2 – S4, atau mendekati kapsul sacroiliaca joint.
Otot ini berinsersio pada bagian medial superior dari trochanter mayor melalui
tendon obturator internus dan gemellus. Otot ini dipersarafi oleh saraf spinal S1
dan S2, dan kadang-kadang juga oleh L5 (Lori A. Boyajian et al, 2007)
Otot piriformis termasuk group otot external rotator hip bersama 5 otot
lainnya yaitu obturator externus dan internus, gemellus superior dan inferior,
dan quadratus femoris. Otot piriformis merupakan otot yang paling superior
dari group otot ini dan sedikit diatas dari hip joint (Nancy Hamilton and
96% populasi, memiliki saraf sciatic yang muncul pada foramen deep sciatic
yang besar sepanjang permukaan inferior dari otot piriformis. Namun terdapat
22% populasi memiliki saraf sciatic yang memotong otot piriformis, split atau
resiko dari sindrome piriformis. Saraf sciatic berjalan secara sempurna melalui
muscle belly otot, atau saraf tersebut berjalan membelah dengan satu cabang
(biasanya bagian tibial) berjalan kearah inferior atau superior sepanjang otot
2007).
pantat. Saraf sciatic mengandung saraf sensorik yang berasal dari radiks
posterior L4 – S3. Pada spasium poplitea, saraf sciatic bercabang dua dan jauh
lebih ke distal tidak lagi menyandang nama saraf sciatic (saraf ischiadikus).
Kedua cabang saraf tersebut adalah saraf peroneus komunis dan saraf tibialis
Hip joint merupakan triaxial joint, karena memiliki 3 bidang gerak. Hip
joint sangat stabil yang konstruksinya untuk menumpuh berat badan. Selama
pelvis & trunk, dan aktivitas extremitas inferior lainnya. Dalam suatu gerak
fungsional, terjadi hubungan antara pelvic girdle dan hip joint pelvic girdle
akan mengalami tilting dan rotasi selama gerakan femur. Hubungan tersebut
adalah scapula kiri & kanan dapat bergerak bebas sedangkan pelvic hanya dapat
bergerak sebagai satu unit. Hip joint dibentuk oleh caput femur yang konveks
bersendi dengan acetabulum yang konkaf. Hip joint adalah ball and socket
ischium, dan pubis. Seluruh acetabulum dilapisi oleh cartilago hyaline, & pusat
acetabulum terisi oleh suatu massa jaringan lemak yang tertutup oleh membran
synovial.
femur secara sempurna ditutup oleh cartilago hyaline. Pada pusat caput
femurter dapat lubang kecil yang dinamakan dengan fovea capitis tidak ditutup
oleh cartilage hyaline. Caput femur membentuk sekitar 2/3 dari suatu bola.
superior. Hip joint diperkuat oleh kapsul sendi yang kuat, ligamen iliofemoral,
apex fovea capitis dekat pusat caput femur ke tepi ligamen acetabular. Ligamen
pubofemoral terdiridari ikatan serabut yang kecil pada kapsul sendi bagian
penyebab anatomik seperti saraf sciatic yang split terhadap otot piriformis atau
jalur saraf sciatic yang anomali. Sekunder sindrome piriformis terjadi sebagai
akibat dari adanya penyebab yang memicu kondisi ini seperti makrotrauma,
daerah bokong yang menyebabkan inflamasi pada jaringan lunak, spasme otot,
dapat dihasilkan dari adanya overuse (penggunaan yang berlebihan) dari otot
piriformis seperti berjalan atau berlari jarak jauh atau oleh adanya kompresi
trauma akibat duduk diatas permukaan yang keras (Lori A. Boyajian et al,
2007).
terjadi karena adanya kompresi langsung pada saraf seperti trauma atau akibat
faktor intrinsik pada otot piriformis termasuk variasi anomali pada anatomi
otot, hipertropi otot, inflamasi kronik otot, dan perubahan sekunder akibat
yang melintasi saraf, bursitis pada tendon piriformis, inflamasi sacroiliaca joint,
piriformis, sindrome bilateral piriformis akibat duduk dalam waktu yang lama,
cerebral palsy yang menyebabkan hipertoni dan kontraktur otot piriformis, total
piriformis.
mengeluh nyeri diatas otot piriformis (yaitu didaerah bokong), khususnya diatas
spasme otot piriformis atau kompresi saraf sciatic. Pasien-pasien ini biasanya
mengeluh sulit berjalan dan nyeri saat internal rotasi ipsilateral tungkai/hip,
kompresi pada saraf pudendal atau meningkatkan stress mekanikal pada tulang
secara tidak langsung terhadap spasme otot, menghasilkan kompresi saraf atau
mengalami nyeri tekan saat palpasi di regio sacroiliaca joint, sulcus sciatic yang
Beberapa pasien akan teraba seperti massa sosis di daerah bokong karena
piriformis relaks dalam posisi tidur terlentang maka kaki ipsilateral akan
mengalami eksternal rotasi. Hal ini menunjukkan adanya tanda positif sindrome
piriformis. Adanya usaha aktif untuk membawa kaki ke garis tengah tubuh akan
ditemukan positif Lasegue test, Freiberg test, atau Pace sign, dan biasanya
ketika fleksi hip 90o disertai ekstensi knee. Tanda Freiberg adalah nyeri yang
dialami selama gerak pasif internal rotasi hip. Kemudian tanda Pace muncul
sciatic. FAIR test dilakukan dalam posisi tidur miring dengan tungkai yang
terlibat di sisi atas, kemudian fleksikan hip 60o, dan fleksi knee 60o – 90o.
Sambil menstabilisasi hip, pemeriksa melakukan internal rotasi dan adduksi hip
Saraf plexus sacral yang menginnervasi otot tensor fascia latae, gluteus
eksternus juga akan teriritasi oleh otot piriformis. Kelemahan otot ipsilateral
juga dapat terjadi jika sindrome piriformis disebabkan oleh anomali anatomik
atau jika sindrome piriformis dalam kondisi kronik. Pada beberapa kasus,
lingkup gerak sendi juga mengalami penurunan pada internal rotasi hip
ipsilateral.
kearah anterior dan sisi ipsilateral pada axis oblique kontralateral sehingga
menghasilkan rotasi kompensasi dari vertebra lower lumbar dalam arah yang
menyebabkan torsion sacral ke depan pada sisi kiri. Rotasi sacral seringkali
Syndrome piriformis
VAS digunakan untuk mengukur kwantitas dan kwalitas nyeri yang pasien
rasakan, dengan menampilkan suatu kategorisasi nyeri mulai dari ”tidak nyeri,
garis dengan menandai sebuah titik yang mewakili keadaan nyeri yang di
tergaggu)
mandiri)
kelompok otot. Suatu corak gerakan volunter terdiri dari kontraksi berbagai
harus ikut berkontraksi, sehingga suatu corak gerakan selalu berarti suatu
gerakan berkombinasi.
menahan suatu corak gerakan yang dilakukan oleh pasien. Pada orang-orang
dalam keadaan tidak sadar atau tidak kooperatif penilaian tenaga dilandaskan
Dalam hal ini pengetahuan miologi dan persarafan otot skelatal masing-
masing harus dimiliki, agar mengetahui otot atau saraf motorik mana yang
sisi. Ini berarti bahwa kekuatan otot pun dinilai secara banding antara kedua
sisi.
Muscle energy technique dikenal sebagai MET, teknik energi otot adalah
suatu bentuk peregangan yang biasa digunakan oleh terapis pijat olahraga,
terapis olahraga, ahli osteopati dan beberapa ahli fisioterapi, ahli tulang, dan
profesional kebugaran. Tidak ada definisi standar dari teknik ini, yang
melibatkan kontraksi aktif otot oleh klien terhadap kekuatan resistif yang
diberikan oleh pihak kedua (yaitu, terapis). Berasal sebagai teknik osteopathic
pada akhir 1950-an dan awal 1960-an, ada banyak variasi dan aplikasi metode
peregangan ini.
oleh klien terhadap resistensi yang dihasilkan oleh terapis adalah kontraksi
kontraksi satu kelompok otot mengurangi tonus pada kelompok otot lawan,
dan karena itu MET mungkin bermanfaat dalam membantu mengatasi kram.
kontraksi yang rendah dianjurkan, tentu saja tidak lebih dari 25 persen dari
kapasitas kekuatan maksimum klien. Ini sangat penting jika teknik ini
digunakan pada tahap awal rehabilitasi setelah cedera, ketika level serendah 5
keadaan berikut:
phasic
Kelemahan dari teknik ini adalah bahwa teknik ini dapat diterapkan dalam
variasi pada teknik MET dasar dijelaskan, bersama dengan informasi tentang
bagaimana dan kapan mereka dapat digunakan, dan di mana protokol MET
Charland, Human Kinetics 1999) juga merupakan sumber posisi awal yang
berhubungan dengan strain/sprain pada sendi atau otot, kronik atau akut, dan
nyeri hebat tersebut diberikan pada saat tubuh atau bagian tubuh diposisikan
tuning” dalam SCS), dimana nyeri dapat menghilang dari monitoring palpasi
pada tender point, maka jaringan yang dirasakan terstress akan menjadi paling
memberikan rasa lebih enak saat palpasi daripada saat terasa tegang.
dan tonus otot. Proses ini hanya terjadi ketika muscle spindle dalam posisi
dan pelepasan spasme. Ketika memposisikan bagian tubuh maka rasa enak
atau nyaman perlu diperhatikan pada saat jaringan mencapai posisi dimana
detik sehingga secara spontan seringkali terjadi penurunan nyeri. Jones (1977)
gerakan sendi. Ketika sendi secara pasif diletakkan dalam posisi tertentu,
yang terlibat dalam resolusi spasme atau hipertonus otot yaitu neurologis
memulihkan lingkup gerak normal dan menurunkan nyeri. Tujuan ini dapat
Ada tiga lokasi tender point dalam aplikasi SCS yaitu bidang tengah
aplikasi SCS adalah tidur tengkurap dengan sisi tubuh yang gangguan di
pinggir bed. Pemberian teknik SCS yaitu membawa tungkai yang terganggu
disamping luar bed dengan memposisikan kearah fleksi hip dan knee, disertai
axis longitudinal femur kearah sciatic notch. Gaya kompresi diberikan selama
3. Mc. Mecanze
sendi lumbo sacralis dan dapat mengurangi nyeri. Latihan ini diciptakan oleh
punggung
kapsulo ligamentar tightness, menurunkan nyeri dan spasme otot melalui efek
penekanan pada discus bagian dorsal dan peregangan discus bagian anterior
c. Setiap jenis gerakan dikerjakan paling sedikit lima kali dan gerakan
area kulit yang spesifik (Spinal outreach team, 2015). TENS (Transcutaneus
kecil dengan menstimulasi serabut saraf besar, kemudian serabut saraf besar
akan menutup jalur pesan nyeri ke otak dan meningkatkan aliran darah ke area
yang nyeri dan TENS juga menstimulasi produksi anti nyeri alamiah yang ada
sakit. Banyak teori yang mendukung prinsip kerja TENS, satu diantaranya
adalah teori pain gates yang diajukan oleh Melzack dan Walls. Menurut teori
ini TENS diperkirakan mengaktifkan secara khusus perifer A beta pada daerah
kulit) Listrik Stimulasi saraf, fungsi saraf penting dapat diaktifkan secara
merangsang menghilangkan rasa sakit. Dengan cara ini, transmisi nyeri oleh
serabut saraf terhambat dan aliran listrik menghilangkan rasa sakit, seperti zat
ditingkatkan.
sehingga cidera pada pasien dapat dicegah. Sistem keamanan yang dirancang
pada dasarnya adalah mencegah terjadinya luka bakar pada kulit akibat
memungkinkan elektroda tidak melekat dengan baik pada kulit dan sementara
TENS mengubah persepsi tubuh mengenai rasa sakit. TENS juga diakui
penghilang rasa sakit alami dipacu untuk dikeluarkan (Macnair, 2004). Oleh
karena itu TENS telah digunakan untuk mengobati nyeri yang akut seperti
patah tulang, nyeri sendi, strain otot, pasca operasi dan menstruasi yang
menimbulkan rasa sakit. Efeknya berkurangnya rasa nyeri bisa lambat tapi
dapat mengurangi rasa nyeri yang berlangsung selama beberapa jam. Pada
sakit pinggang, leher dan punggung nyeri akan segera mereda, tapi efeknya
Pada penderita yang memakai pacu jantung. Selain itu jangan meletakan
elektroda di area arteri karotis pada region anterolateral leher dan mata,
pesan rasa sakit. Frekuensi rendah (<10 Hz) dengan intensitas yang
PROSES FISIOTERAPI
Nama : Tn. N
Umur : 47 Tahun
B. Anamnesis khusus
Dialami sejak 1 tahun yang lalu pasien merasakan nyeri dari pinggang sampai
ketungkai kondisi ini di perberat saat pasien duduk lama, saat berjalan dan saat naik
tanggah.
C. Inspeksi/observasi
a. Static
Pasien bisa melakukan gerakan fleksi, ekstensi, lateral fleksi, dan rotasi
(kanan)
D. Palpasi
Hasil : Terdapat spasme otot dan nyeri tekan pada daerah otot erector spine kiri dan
Lumbal
Lumbal
Lateral fleksi kanan/kiri : nyeri, elastis end feel dan ROM normal
Hip
Abduksi hip : tidak nyeri, elastis end feel dan ROM normal
Adduksi hip : tidak nyeri, elastis end feel dan ROM normal
Lumbal
Hip
F. Pemeriksaan spesifik
Prosedur tes: Pasien terlentang dengan posisi kedua hip endorotasi dan
Posisi tes : Jika nyeri terutama di rasakan pada pinggang, maka lebih
b. Bragard’s tes
pasif, disertai dorsofleksi ankle pasien (tension yang terjadi pada area
spinal cord atau lesi pada spinal cord ( seperti; disc heniation, tumor,
kemudian dorso fleksi kaki kanan. Lakukan pada kaki kiri juga
Hasil : positif
piriformis
tungkai yang akan di test. Satu tangan di letakkan di knee pasien dan
satu tngan lagi di pada bagian bawah tumit. Kemudian gerakan tungkai
adduksi.
Positif test : nyeri pada daerah glutea akibat syndrome piriformis nyeri
area tersebut.
Hasil : positif
piriformis
Prosedur test : posisi pasien sideline di ujung bed lalu bawa kaki
bagian atas 60 derajat lalu fleksi pinggul dengan knee dan tungkai
sampai ketungkai.
Hasil : positif
a. Patrik tes
Tujuan : Tes untuk mendeteksi patologi pada hip, lumbar, atau S1 joint
dysfunction.
di tes kearah flexi knee dengan menempatkan ankle di atas knee pada
pasien pada tungkai yang tidak di tes dengan menggunakan satu tangan
dan tangan satunya pada sisi medial knee pasien yang di tes, lalu
menekan tungkai pasien kearah abduksi. Ulangi prosedur tes yang sama
piriformis.
acetabular impigiment
hasil : negative
tergaggu)
mandiri)
Nilai Keterangan
1. Diagnose
2. Problematik fisioterapi
Nyeri tekan pada otot erector spine priformis dan gluteus maximus
magnus
b. Activity limitation
sujud)
c. Participation restriction
Mengurangi nyeri
pada pasien
1. TENS
Teknik : Posisi pasien tidur terlentang, pad dipasang pada lumbal dan M.
Piriformis
Dosis :
Frekuensi : 2 x seminggu
Intensitas : 70 MHz
Time : 10 menit
2. Mc. Kenzie
bersandar pada kedua lengan bawah. Selama latihan ini lakukan deep
ke atas sejauh mungkin sehingga nyeri berkurang. Posisi ini penting untuk
tersebut selama 2 detik sehingga region pinggang terasa lentur dan lakukan
10 kali repetisi.
Dosis :
Frekuensi : 2x/minggu
Teknik : aktif
Time : 10 menit
dan dikombinasi dengan peregangan otot, indikasi dan Kontra Indikasi dari
Pasien diminta untuk mendorong kuat tahanan yang diberikan oleh terapis.
Terapis menjaga tahanannya agar terjadi kontraksi isometrik atau bila tidak
Dosis :
Frekuensi : 2x seminggu
Intensitas : 10 – 15 detik
Time : 3 – 5 kali
J. Evaluasi fisioterapi
magnus
magnus menjalar
Kelemahan otot
nilai 4
kelemahan otot
nilai 5
PENUTUP
A. Kesimpulam
nyeri yang dirasakan menjalar dari pinggang sampai tungkai bawah sesuai dengan
perjalanan sarafnya.
Spasme yang terjadi pada musculus piriformis, selain mengiritasi dapat pula
menekan nervus ischiadicus. Hal tersebut terjadi karena apabila otot piriformis
pun terhambat, sedangkan iritasi terjadi akibat tekanan oleh otot piriformis tersebut.
sehingga akan menimbulkan nyeri yang bertolak dari daerah otot piriformis menjalar
sampai tungkai dan nyeri ini dirasakan hanya pada satu tungkai saja, karena ada nyeri
kemudian timbul spasme pada otot-otot yang dilewati seperti m.Gluteus, m. Triscep
http://emedicine.medscape.com/article/87545-clinical?src=ppc_google_rsla_ref_ous
2. Singh US, Meena RK, Arun C, Singh K, Singh AKJ, Singh AM. Original Article
Prevalence of piriformis syndrome among the cases of low back / buttock pain with
8. Parziale JR, Hudgins TH, Fishman LM. The piriformis syndrome. Am J Orthop
1996; 25(12):819–823.
1991;47(3):345–352.
12. Chen WS. Sciatica due to piriformis pyomyositis. Report of a case. J Bone Joint
13. Mehta et al, 2006. Piriformis Syndrome, Article Extra-Spinal Disorders, Slipman.
15. Susan G. Salvo, 1999. Massage Therapy Principles and Practice, W.B. Saunders
Company, Philadelphia.