Anda di halaman 1dari 54

PROPOSAL SKRIPSI

BEDA PENGARUH ANTARA PEMBERIAN CONTRACT RELAX


DENGAN HOLD RELAX TERHADAP PENINGKATAN
FLEKSIBILITAS OTOT HAMSTRING PADA
TENTARA KODAM XIV HASANUDDIN

RESKI DAMAYANTI L
PO.71.4.241.16.1.067

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN MAKASSAR
D.IV JURUSAN FISIOTERAPI
TAHUN 2019

i
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah yang Maha kuasa atas rahmat
dan karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan penyusunan proposal skripsi yang
berjudul “Beda Pengaruh Antara Pemberian Contract Relax Dengan Hold
Relax Terhadap Peningkatan Fleksibilitas Otot Hamstring Pada Tentara di
kodam XIV Hasanuddin”.
Dalam penulisan proposal skripsi ini, penulis merasa masih banyak
kekurangan baik teknis maupun materi mengingat akan kemampuan penulis yang
belum mencapai kesempurnaan. Untuk itu, kritik dan saran dari semua pihak sangat
diharapkan bagi penulis demi kesempurnaan proposal skripsi ini
Dalam penulisan proposal skripsi ini, penulis menyampaikan ucapan terima
kasih yang tak terhingga kepada pihak-pihak yang membantu dalam menyelesaikan
proposal skripsi ini.

ii
DAFTAR ISI

LEMBAR JUDUL .............................................................................................. i


KATA PENGANTAR ........................................................................................ ii
DAFTAR ISI ....................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................... 1
A. Latar Belakang ........................................................................................ 1
B. Rumusan Masalah ................................................................................... 4
C. Tujuan Penelitian .................................................................................... 5
D. Manfaat Penelitian .................................................................................. 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA......................................................................... 7


A. Tinjauan Umun Tentang Fleksibilitas Hamstring ................................... 7
B. Tinjauan Umum Tentang Contract Relax ............................................... 26
C. Tinjauan Umum Tentang Hold Relax ..................................................... 30
D. Tinjauan Umum Tentang Sit And Reach Test ........................................ 34

BAB III KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS ......................................... 37


A. Asumsi Kerangka Konsep ....................................................................... 37
B. Kerangka Konsep .................................................................................... 39
C. Hipotesis.................................................................................................. 40

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN ........................................................... 42


A. Jenis Penelitian ........................................................................................ 42
B. Tempat dan Waktu Penelitian ................................................................. 43
C. Populasi,dan Sampel ............................................................................... 43
D. Variabel Penelitian dan Definisi Opersional ........................................... 43
E. Instrumen Penelitian................................................................................ 45
F. Prosedur Penelitian.................................................................................. 46
G. Prosedur Kerja ......................................................................................... 46
H. Analisis Data ........................................................................................... 47

DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 48

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Manusia merupakan makhluk dinamis yang hakekatnya selalu

bergerak dan beraktivitas dalam kehidupannya. Namun apabila melakukan

aktivitas yang melampaui kemampuan tubuh akan berdampak negatif bagi

kesehatan dan kebugaran tubuh karena akan mengakibatkan kelelahan.

Kebugaran jasmani merupakan suatu kemampuan melakukan tugas sehari-

hari dengan penuh kewaspadaan dan tanpa merasakan kelelahan yang

berarti, serta masih memiliki energi yang cukup untuk menghadapi hal tak

terduga (Dwijowinoto, 2013). Untuk menyelesaikan segala tugas fisik

diperlukan kekuatan, daya tahan, dan fleksibilitas yang baik (Deuster, et al.,

2014). Dimana pada setiap manusia memiliki fleksibilitas yang tidak sama

dan bahkan berbeda-beda antara bagian tubuhnya sendiri (Irfan & Natalia,

2013).

Fleksibilitas adalah kemampuan dari berbagai macam sendi

bergerak melalui luas gerak sendi secara penuh (Cheatam, 2014).

Sedangkan menurut (Sajoto, 2013) fleksibilitas adalah daya lentur

seseorang dalam penyesuaian diri untuk segala aktivitas dengan penguluran

tubuh yang luas. Faktor-faktor yang mempengaruhi fleksibilitas yaitu tipe

persendian, elastis otot, ligament, bentuk tubuh, jenis kelamin, suhu, dan

usia.

1
Fleksibilitas merupakan salah satu faktor penting untuk menunjang

berbagai kegiatan yang dilakukan dalam gaya hidup sehari hari. Pada

beberapa orang memiliki gaya hidup sedentary, yang identic dengan

inaktivitas. Inaktivitas mempengaruhi fleksibilitas karena apabila tidak

digerakkan secara aktif, otot dapat mengalami pemendekan/atrofi dan

mengalami kekakuan. Selain itu, jaringan ikat pada sendi juga mengalami

hal yang sama, akibatnya fleksibilitas akan menurun. (Alter, 2014)

Tingkat fleksibilitas yang dimiliki perempuan lebih baik

dibandingkan laki – laki. Hal ini dapat dibuktikan dengan berbagai

pengukuran yang dapat dilakukan untuk mengukur nilai fleksibilitas

perempuan dibandingkan laki – laki contohnya Sit and Reach Test. Lopez-

Minaro melaporkan bahwa perempuan memiliki nilai fleksibiitas yang lebih

tinggi dengan perbandingan skor yang didapatkan perempuan adalah skor

30 semetara laki laki hanya mendapat skor 28 dengan menggunakan Sit and

Reach Test (Lopez-Minaro, 2014).

Adanya pemendekan pada otot-otot tubuh terutama otot hamstring,

didapati pada mahasiswa tanpa disadari. Akan tetapi, cepat atau lambat

akibatnya akan dirasakan antara lain nyeri pada area hip, dan nyeri samar

pada daerah paha, perut dan pinggang, menjalar turun ke bagian depan atau

belakang dari tungkai atas dan bawah (Irfan & Natalia, 2013). Berdasarkan

hasil observasi 12 januari 2019 yang dilakukan pada mahasiswa jurusan

fisioterapi berjenis kelamin laki-laki, ditemukan bahwa rata – rata tingkat

fleksibilitas pada tentara berada dalam kategori fair – average.

2
Otot yang mengalami pemendekan harus di stretch ke ukuran

panjang otot yang normal dan mengembalikan fleksibilitasnya. Untuk

mengatasi masalah pemendekan dan gangguan fleksibilitas yang terjadi

serta meningkatkan kerja otot hamstring secara optimal.

Peneliti sebagai mahasiswa jurusan fisioterapi mencoba

memecahkan masalah yang terjadi dengan memberikan latihan yang

berbeda namun dengan tujuan yang sama yaitu meningkatkan fleksibilitas

otot hamstring, serta mencari tau jenis latihan yang paling efektif untuk

meningkatkan fleksibilitas otot hamstring.

Morcelli et al (2013) dalam penelitiannya membandingkan teknik

static, ballistic, dan contract relax yang dilakukan pada subyek laki-laki

menunjukan contract relax lebih efektif untuk meningkatkan fleksibilitas.

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Shankar dan yogita (2010) di

Gujarat India, tentang effectiveness of passive stretching versus hold relax

technique in fleksibility of hamstring muscle. Dengan hasil bahwa teknik

hold relax yang diberikan pada kasus tersebut ternyata lebih baik atau lebih

efektif untuk fleksibilitas otot, dari pada teknik pasif stretching yang

diberikan.

Contract relax adalah kontraksi isotonik melawan tahanan pada otot

yang mengalami ketegangan yang kemudian diikuti dengan pemberian fase

relaksasi. Tujuan dari pemberian contract relax adalah untuk

memanjangkan struktur soft tissue seperti otot, fasia, tendon dan ligament

3
sehingga akan dapat menimbulkan peningkatan LGS dan penurunan nyeri

akibat pemendekan otot (Bing, et al., 2013).

Hold relax adalah suatu teknik dengan menggunakan kontraksi

isometrik yang optimal dari kelompok otot antagonis yang memendek,

kemudian setelah melalui fase rileksasi, otot agonis dikontraksikan secara

isotonik untuk mengulur otot antagonis yang spasme atau memendek.

Tujuan kontraksi isometrik anatgonis adalah untuk mendapatkan rileksasi

yang optimal setelah otot bekerja secara optimal sehingga memutus reflek

myotatic. Hal itu dikenal dengan teori autogenic inhibition (Bing, et al.,

2013).

Berdasarkan hal tersebut diatas peneliti ingin mengetahui bahwa

perbedaan pengaruh pemberian contract relax dengan hold relax terhadap

peningkatan fleksibilitas otot hamstring. Oleh karna itu peneliti memilih

judul “Beda Pengaruh Antara Pemberian Contract Relax Dengan Hold

Relax Terhadap Peningkatan Fleksibilitas Otot Hamstring.”

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, maka dari rumusan

masalah dalam penelitian ini sebagai berikut :

Apakah ada beda pengaruh antara pemberian contract relax

dengan hold relax terhadap peningkatan fleksibilitas otot hamstring ?

4
C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Tujuan umum penelitian ini adalah mengetahui beda

pengaruh antara pemberian contract relax dengan hold relax

terhadap peningkatan fleksibilitas otot hamstring.

2. Tujuan Khusus

Tujuan khusus penelitian ini adalah

a. Mengetahui fleksibilitas otot hamstring sebelum diberikan

contract relax

b. Mengetahui fleksibilitas otot hamstring sebelum diberikan hold

relax

c. Mengetahui fleksibilitas otot hamstring sesudah diberikan

contract relax

d. Mengetahui fleksibilitas otot hamstring sesudah diberikan hold

relax

e. Mengetahui ada beda pengaruh antara pemberian contract relax

dan hold relax terhadap peningkatan fleksibilitas otot hamstring.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat ilmiah

Penelitian ini dapat memberikan untuk menambah ilmu dan

informasi pengetahuan bagi masyarakat umum terutama fisioterapis

dalam memahami perbandingan hasil antara pemberian contract

5
relax dengan hold relax dalam meningkatkan fleksibilitas

hamstring.

2. Manfaat praktisi

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah data dan

informasi tentang perbandingan pemberian contract relax dengan

hold relax untuk meningkatkan fleksibilitas hamstring, dan acuan

dalam membuat program kesehatan serta pencegahan.

6
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum Tentang Fleksibilitas Hamstring

1. Pengertian Fleksibilitas Otot

Fleksibilitas telah banyak didefinisikan dari berbagai sudut pandang.

Salah satu diantaranya, fleksibilitas adalah sebuah tanda bahwa tidak ada

perlengketan atau gangguan di dalam sebuah sendi sehingga

memungkinkan terjadinya gerakan secara maksimal (Kisner & Colby,

2014). Sedangkan menurut (Wismanto, 2013) fleksibilitas adalah

kemampuan suatu jaringan atau otot untuk mengalami pemanjangan

semaksimal mungkin sehingga tubuh dapat bergerak dengan lingkup gerak

sendi yang penuh, tanpa disertai timbulnya rasa nyeri. Fleksibilitas

berkaitan erat dengan jaringan lunak, seperti ligamen, tendon dan otot,

disamping struktur tulang itu sendiri. Fleksibilitas juga berhubungan dengan

ekstensibilitas dari musculotendinous unit yang saling bersilangan sebagai

dasar kemampuan otot untuk rileks atau berubah bentuk dalam proses

peregangan.

Penurunan fleksibilitas pada otot dan sendi akan menyebabkan

gangguan gerak fungsional. Fleksibilitas yang buruk akan menyebabkan

keterbatasan dalam melakukan gerakan, otot akan dipaksa untuk bekerja

lebih keras untuk mengatasi tahanan kegiatan yang dinamis dan berlangsung

lama sehingga energi yang diperlukan akan lebih besar, serta penurunan

kecepatan dan kelincahan. Penurunan fleksibilitas sendi atau otot banyak

7
terjadi di masyarakat dan sering tidak disadari. Namun, hal tersebut jika

dibiarkan akan mengganggu aktivitas sehari-hari serta yang lebih parahnya

lagi akan menimbulkan gangguan muskuloskeletal lainnya (Ismaryati,

2013). Faktor – faktor yang mempengaruhi fleksibilitas adalah umur, jenis

kelamin, jenis sendi, latihan fisik, kehamilan dan jaringan lemak tubuh.

Fleksibilitas otot hamstring sangat ditentukan dari panjang otot

hamstring itu sendiri. Apabila otot hamstring mengalami pemendekan maka

fleksibilitas otot tersebut juga akan menurun. Hal ini dapat terjadi karena

suatu kondisi seperti terjadinya kekakuan sendi dan pemendekan otot.

Keadaan tersebut akan mudah menimbulkan cedera yang biasa terjadi pada

perut otot atau tendon daripada hamstring, serta menyebabkan penurunan

kekuatan dan keseimbangan otot sehingga kontraksi menjadi tidak sinergis

(Wiguna, 2014)

Penurunan fleksibilitas hamstring dapat disebabkan oleh beberapa

faktor, seperti pemendekan otot hamstring, cedera akut ataupun kronis pada

otot hamstring, menurunnya sendi panggul, aktivitas yang berlebihan, serta

pola latihan yang tidak benar (Miller, 2015). Penggunaan otot hamstring

yang berlebihan merupakan penyebab utama ketegangan pada otot

hamstring. Hal ini terjadi ketika otot ditarik melebihi kapasitasnya atau

berkontraksi secara tiba-tiba dengan beban yang berlebihan.

8
2. Manfaat fleksibilitas

Menurut (Nelson, Arnold, & Kokone, 2014), fleksibilitas yang baik

akan memberikan manfaat yang banyak untuk sendi dan otot. Fleksibilitas

yang baik akan mencegah terjadinya cidera, menurunkan nyeri otot , dan

meningkatkan efisiensi aktivitas fisik.

(Ylinen, 2016) mengemukakan bahwa manfaat fleksibilitas yang

dicapai dengan peregangan akan membantu mencegah cedera otot, tendon,

dan sendi serta meningkatkan performa aktivitas sehari-hari.

Dalam menentukan kualitas manfaat kelenturan dipengaruhi oleh

faktor usia, hal ini di karenakan Kemampuan kelenturan (flexibility) juga

ditentukan oleh usia dan jenis kelamin. Kemampuan fleksibilitas yang

terbaik didapat pada usia anak-anak sebelum masa pubertas, akan tetapi

setelah masa pubertas kemampuan kelentukan menurun sejalan dengan

bertambahnya usia.

Dengan semakin bertambahnya usia maka jelas bahwa semua unsur

fisologis dan anatomis akan semakin menurun, meraka yang beruia 39

sampai berusia lanjut menunjukan suatu kemunduran tenaga dari tahun ke

tahun tenaga paha laki-laki menurun hinga 23% dan pada wanita

mengalami penurunan hingga 37%.

Demikian juga dengan kelenturan tubuh, suatu penelitian

menunjukan bahwa normal kelenturan tubuh adalah pada usia 59 tahun,

setelah itu terjadi penurunan dalam kelenturan.

9
3. Tinjauan umum tentang anatomi

a. Anatomi hamstring

Otot hamstring merupakan suatu group otot pada sendi paha

(hip join) yang terletak pada sisi belakang paha yang berfungsi sebagai

gerakan fleksi lutut, ekstensi hip, serta gerakan eksternal dan internal

rotasi hip. Group otot ini terdiri atas M. Semimembranosus, M.

Semitendinosus, dan M. Biceps Femoris. Otot hamstring merupakan

jenis otot tipe I atau tonik, dimana bila terjadi suatu patologi maka otot

tersebut akan mengalami penegangan dan pemendekan atau kontraktur.

Panjang otot hamstring berkaitan erat dengan fleksibilitas otot, dimana

bila suatu otot mengalami pemendekan maka fleksibilitas otot tersebut

juga akan menurun (Woodley & Mercer, 2015)

Musculus semimembranosus adalah suatu otot luas yang juga

sesuai namanya berbentuk membranosa rata pada perlengketan

proksimalnya ke tuber ischiadicum. Tendon semimembranosus

terbentuk di sekitar pertengahan paha dan turun ke bagian posterior

condylus medialis tibiae. Tendonya terbagi di sebelah distal menjadi

tiga bagian : (1) pelekatan langsung ke aspek posterior condylus

medialis tibiae, (2) suatu bagian yang menyatu dengan facia poplitea,

dan (3) bagian yang direfleksikan yang memperkuat bagian

intercondylar capsula sendi lutut sebagai ligamentum popliteum

obliquum.

10
Musculus Biceps Femoris memiliki dua caput : caput longum

dan caput brevis di bagian inferior paha, caput longum menjadi

tendinosa dan disatukan oleh caput brevis. Tendon communis bundar

menempel pada caput fibulae dan dengan mudah dapat dilihat dan

dirasakan ketika melewati lutut, terutama bila lutut fleksi melawan

resistensi. Caput longum biceps femoris menyilang dan memberikan

perlindungan untuk nervus ischiadicus setelah turun dari regio gluteal

ke dalam aspek posterior paha. Caput brevis biceps femoris berasal dari

labium lateral sepertiga inferior linea aspera dan crista

supracondylaris femoris.

Otot hamstring merupakan group otot yang terdiri dari Biceps

Femoris yang dibagi dua yakni Biceps Femoris Long Head dan Biceps

Femoris Short Head, Semitendinosus, dan Semimembranosus semua

otot berorigo di tuberositas ischium kecuali, Biceps Femoris Short

Head yang melekat di linea aspera dan lateral supracondylar segaris

pada osteum femur (Gambar 2.1.). Sedangkan untuk insersio dari otot

Biceps Femoris melekat pada sisi lateral dari Os. Fibula, untuk otot

Semitendinosus melekat pada sisi medial dari permukaan Os.Tibialis

bagian superior, sedangkan untuk otot Semimembranosus melekat pada

sisi medial dari Condylus Os.Tibialis bagian posterior (Hoskins &

Pollard, 2014)

11
Gambar 2.1 Origo dan Insertio pada otot hamstring

Sumber: (Cael, 2013)

Menurut (Stephen, 2014) hamstring merupakan suatu grup otot

sendi panggul dan lutut yang terletak pada sisi belakang paha yang

berfungsi untuk gerakan fleksi lutut, ekstensi hip, dan membantu

gerakan eksternal dan internal rotasi hip. Grup otot ini terdiri atas

beberapa otot yaitu : M. biceps femoris, M. semitendinosus, M.

semimembranosus. M. biceps femoris mempunyai dua caput, yaitu

caput longum dan caput brevis. M. biceps femoris caput longum bekerja

pada dua sendi, berasal dari tuberositas ischiadicum bersama – sama

dengan M. semitendinosus. M. biceps femoris caput brevis hanya

bekerja pada satu sendi, berasal dari sepertiga tengah linea aspera

labium laterale dan lateralis terhadap septum intermuskulare.

12
Bersatunya caput membentuk M. biceps femoris yang berinsertio pada

caput fibulae. Diantara otot dan ligamentum colaterale fibulare sendi

lutut terdapat bursa subtendenea. Musculi bicipitis femoris inferior.

Kontraksi otot caput longgum biceps femoris menghasilkan gerak

ekstensi (retroversi) sendi panggul. Fungsi M. biceps femoris adalah

fleksi sendi lutut dan eksternal rotasi dan fleksi. Otot ini disarafi oleh

nerves tibialis dan M.caput longgum, sedangkan M. caput brevis

disarafi oleh nerve fibularis communis.

Gambar 2.2 : Otot – otot hamstring

Sumber: (Nelson, Arnold, & Kokone, 2014)

M. semitendinosus berasal dari tuberischiadicum dan berjalan

ke facies medialis tibiae bersama- sama dengan M. gracilis dan M.

13
sartorius untuk bergabung dengan pes anserinus superficialis. Disini

juga terdapat bursa anserina diantara permukaan tibia dan tempat

perlekatan pada pes anserinus.

M. semimembranosus, berasal dari tuberositas ischiadicum dan

berinsertio pada condylus medial tibia. Otot ini berhubungan erat

dengan M. semitendinosus. Di bawah ligamentum colaterale mediale ,

tendonnya dibagi menjadi tiga bagian, yaitu bagian pertama berjalan ke

anterior terhadap condylus medialis tibiae, bagian kedua masuk ke

fascia poplitea dan bagian ketiga melanjutkan ke dinding posterior

capsula ligamentum popliteum obliqum. Pembagian menjadi tiga

bagian ini dikenal sebagai pes anserinus profundus. Otot ini bekerja

pada dua sendi dan berfumgsi mirip M. semitendinosus. Otot ini dapat

melakukan ekstensi sendi panggul dan fleksi sendi lutut dengan rotasi

medialis pada sendi lutut. Diantara tendon tersebut (sebelum terbagi -

bagi) dan caput mediale M. gastrocnemius terdapat bursa musculi

semimembranosi, yang kadang – kadang berhubungan dengan bursa

subtendinei musculi gastrocnemii medialis. Otot ini disarafi oleh nerve

tibialis.

b. Fisiologi otot

Otot merupakan jaringan peka rangsang (eksitabilitas) yang

dapat dirangsang secara kimia, listrik dan mekanik untuk

menimbulkan suatu aksi potensial (Romana, 2014). Secara umum otot

14
dibagi menjadi tiga jenis, yaitu otot skeletal, otot jantung dan otot

polos. Dalam bab ini akan dibatasi menjelaskan otot skeletal saja.

1) Struktur Otot Skeletal

Otot merupakan suatu jaringan yang dapat dieksitasi yang

kegiatannya berupa kontraksi, sehingga otot dapat digunakan untuk

memindahkan bagian- bagian skelet yang berarti suatu gerakan

dapat terjadi. Hal ini terjadi karena otot mempunyai kemampuan

untuk fleksibilitas, eksibilitas.

Otot rangka tersusun dari serat-serat yang dikenal dengan

balok penyusun sistem otot. Dalam tubuh manusia terdapat lebih

dari 500 otot skeletal dan merupakan otot yang membentuk 40% -

50% tubuh. Otot nini terdiri dari serabut otot (muscle fiber) yang

merupakan sebuah sel yang panjang dan mengandung banyak inti.

Panjangnya dapat melebihi 30cm dan diameternya sekitar 0,01

sampai 0,1 mm.

Gambar 2.3 : Struktur jaringan otot

Sumber: (Cael, 2013)

15
Sarkolema mendapat persyarafan dari saraf – saraf cranial

atau spinal, dan dikontrol secara sadar. Fungsi utamanya ialah

untuk gerakan – gerakan tubuh dan untuk mempertahankan sikap

tubuh. Suatu otot mempunyai parenchima yang terdiri dari serabut

– serabut otot dan satu jaringan ikat. Setiap serabut dikelilingi oleh

suatu jaring halus yang terdiri dari serabut – serabut jaringan ikat

retikuler dan beberapa serabut kolagen dan elastin yang dikenal

sebagai endomisium dan ini yang memisahkan tiap – tiap sel dari

sel- sel lainnya, 12 sampai 20 serabut otot disatukan menjadi berkas

– berkas yang disebut fasciculi yang masing – masing dipisahkan

satu dengan yang lainnya oleh perimisium, yaitu suatu lapisan tipis

dari serabut – serabut kolagen dan elastik.

Perimisium ini juga mencangkup semua jaringan ikat yang

membungkus beberapa fasciculi menjadi kelompok – kelompok

yang lebih besar, dan yang membentuk sekat – sekat fibrous di

dalam otot. Seluruh otot akhirnya dibungkus oleh suatu lapisan

jaringan ikat yang disebut sebagai epimisium atau fascia. Di dalam

ketiga jenis pembungkus ini berjalan pembuluh – pembuluh darah

dan limfa dan serabut – serabut saraf.

Serabut otot rangka tersusun dari miofibril yang terbagi

dalam berapa filamen serat. Sedangkan filamen –filamen tersebut

terbentuk dari protein – protein kontraktil dibagi dalam dua jenis

yaitu filamen tipis dan filamen tebal. Filamen tipis merupakan

16
polimer yang terdiri dari dua rantai aktin yang membentuk double

helix yang panjang, tersusun dari aktin, tropomiosin, dan troponin.

c. Biomekanik

1) Osteokinematik

Osteokinematik adalah gerak sendi yang dilihat dari gerak

tulangnya saja. Pada osteokinematik hip joint gerakan yang terjadi

berupa gerak rotasi spin dan rotasi putar. Sendi paha (hip joint)

merupakan termasuk dalam ball and socked joint dengan tiga

derajat kebebasan gerak. Fleksi-ekstensi terjadi pada bidang sagital

di sekitar axis medio-lateral dengan gerak rotasi spin tidak murni.

Abduksi-adduksi terjadi dalam bidang frontal di sekitar axis

antero-posterior dengan gerak rotasi spin. Eksternal rotasi-internal

rotasi terjadi pada bidang transversal di sekitar axis vertikal dengan

gerak rotasi spin pada posisi tungkai ekstensi. Sirkumduksi

merupakan gabungan gerakan dimana tungkai dianggap sebagai

per-mukaan kerucut yang tidak beraturan dan apexnya terletak

pada caput femoris. ROM pasif gerak fleksi umumnya sekitar 90°-

140°. Ekstensi berkisar 10°-30° dalam batas nor-malnya. ROM

pasif gerak abduksi umumnya sekitar 30° dan gerak adduksi

berkisar 15° dalam batas normalnya. Gerak rotasi yang ter-besar

terjadi pada posisi hip ekstensi, dimana eksternal rotasinya sebesar

90° dan internal rotasinya sebesar 80° (Wismanto, 2013).

17
Sendi tibiofemoral merupakan sendi kondiloid ganda dengan

dua derajat kebebasan gerak. Fleksi-ekstensi terjadi pada bidang

sagi-tal di sekitar axis medio-lateral dengan gerak rotasi ayun.

Eksternal rotasi-internal rotasi terjadi pada bidang transversal di

sekitar axis vertikal dengan gerak rotasi spin pada posisi kaki

menekuk. Inkongruen dan asimetris dari sendi tibiofemoral

dikombinasikan dengan aktifitas otot dan penguluran ligamen akan

menghasilkan gerak rotasi secara otomatis. Gerak rotasi yang

terjadi secara otomatis ini terdapat secara primer pada gerak

ekstensi yang ekstrim sebagai gerak perhentian dari kondilus

lateral yang pendek tetapi terjadi secara kontinue pada condilus

yang lebih panjang. Selama akhir dari ROM gerak ekstensi aktif,

rotasi yang terjadi secara otomatis diha-silkan seperti mekanisme

dari putaran screw (mur) atau penguncian (locking) dari lutut.

Untuk memulai gerak fleksi, penguncian lutut harus terbuka

dengan rotasi yang berlawanan. ROM pasif gerak fleksi umumnya

sekitar 130°-140°. Hiperekstensi berkisar 5°-10° dalam batas

normalnya. Gerak rotasi yang terbesar terjadi pada posisi lutut

fleksi 90°, dimana lateral rotasinya sebesar 45° dan medial

rotasinya sebesar 15° (Irfan & Natalia, 2013).

18
Gambar 2.4 Gerakan Hip joint

Sumber: (Neumann, 2013)

2) Artrokinematik

Arthrokinematik adalah gerakan yang terjadi pada

permukaan sendi. Pada arthrokinematik gerakan yang terjadi

berupa gerak roll dan slide. Dari kedua gerak tersebut dapat

diuraikan lagi menjadi gerak traksi-kompresi, translasi, dan spin.

Caput femoris berbentuk konveks seperti bola yang melekat

pada collum femoris, dengan arahnya adalah menghadap anterior,

medial, dan superior. Sedangkan asetabulum berbentuk konkaf

dengan arahnya menghadap anterior, lateral, dan inferior. Pada

setiap gerakan hip joint, caput femoris selalu bergerak (slide)

berlawanan arah dengan gerakan angular (Anshar & Sudaryanto,

2011).

19
Permukaan sendi pada femur lebih besar dari pada tibia, ini

biasanya terjadi pada saat kondisi weight bearing. Kondilus

femoral harus melakukan gerak rolling dan sliding untuk tetap

berada di atas tibia. Pada gerak fleksi dengan weight bearing,

kondilus femoris rolling ke arah posterior dan sliding ke arah

anterior. Pada gerak ekstensi, kondilus femoralis rolling ke arah

anterior dan sliding ke arah posterior. Pada akhir gerak ekstensi,

gerakan dihentikan pada kondilus femoralis lateral, tapi sliding

pada kondilus medial tetap berlanjut untuk menghasilkan

penguncian sendi.

Pada gerakan aktif non weight bearing, permukaan sendi

pada tibia yang konkaf mela-kukan gerak slide pada kondilus

femoral yang konveks dengan arah gerakan searah sumbu tulang

tibia. Kondilus tibia melakukan gerak slide ke arah posterior pada

kondilus femoral saat fleksi. Selama ekstensi dari gerak full fleksi

kondilus tibia bergerak ke arah anterior pada kondilus femoral.

Patela bergeser ke arah superior saat ekstensi, dan bergeser ke

inferior saat fleksi. Beberapa gerak rotasi patela dan tilting yang

terjadi berhubungan dengan gerak sliding saat fleksi dan ekstensi

(Irfan & Natalia, 2013).

20
Tabel 2.1 Hubungan gerak angular dengan arthrokinematika

Sumber: (Anshar & Sudaryanto, 2011)

3) Biomekanik otot skeletal

Otot hamstring merupakan salah satu jenis otot skeletal yang

berfungsi sebagai penggerak tubuh bagian bawah (lower limb).

Dimana setiap otot skeletal terdiri dari banyak serabut otot yang

berbentuk seperti benang/serabut. Membran yang membungkus

serabut otot dinamakan dengan sarkolema. Sarkolema berbentuk

seperti neuron yang mengandung potensial membran. Neuron

tersebut akan mengeluarkan impuls yang berjalan ke sarkolema

yang mengakibatkan sel otot berkontraksi. Transverse tubulus

merupakan lubang yang ada pada sarkolema yang berfungsi

menghantarkan impuls dari sarkolema ke dalam sel terutama pada

struktur lain di dalam sel yang menyelubungi miofilamen yang

disebut sarcoplasmic reticulum. Tranverse tubules mempunyai

lubang yang berhubungan dengan retikulum sarkoplasmik dalam

21
menghantarkan impuls serta tempat penyimpanan ion kalsium.

Antara retikulum sarkoplasmik dengan sitoplasma sel otot disebut

sarkoplasma. Pada sarkoplasma tersebut terjadi pemompaan ion

kalsium. Ketika impuls saraf ada pada membran sarcoplasmic

reticulum maka terjadi pembukaan membran yang memungkinkan

ion kalsium menuju pada sarkoplasma yang akan mempengaruhi

miofibril untuk berkontraksi (Fatmawati, 2016).

Sarkoplasma pada setiap serabut otot mengandung sejumlah

nukleus dan mitokondria, serta sejumlah benang/serabut miofibril

yang berjalan paralel sejajar satu sama lain. Miofibril mengandung

2 tipe filamen protein yang susunannya menghasilkan karakteristik

pola striated sehingga dinamakan otot striated atau otot skeletal

(Anshar & Sudaryanto, 2011). Miofibril terbuat dari molekul

protein yang panjang disebut miofilamen. Miofilamen terdiri dari

2 jenis yaitu thick miofilamen yang berwarna lebih gelap dan thin

miofilamen yang berwarna lebih terang. Kedua jenis miofilamen

tersebut membentuk sub unit yang saling berhubungan dalam

miofibril. Sub unit tersebut dinamakan sebagai sarkomer yang

merupakan unit struktural dasar dari serabut otot. Di dalam

sarkomer, thick miofilamen berada di tengah dan diapit oleh thin

miofilamen. Jika dilihat dalam mikroskopis daerah tengah

sarkomer akan terlihat lebih gelap yang disebut dengan I-band

sedangkan daerah pinggir terlihat lebih terang yang disebut dengan

22
A-band. Bagian yang memisahkan antara kedua daerah tersebut

adalah Z-line (Sherwood, 2015).

Relaksasi otot skeletal akan terjadi apabila impuls saraf

melalui end plates. Akibat dari ketiadaan impuls tersebut maka

tidak ada ion kalsium yang masuk ke dalam sitoplasma karena

pintu masuk kalsium menjadi tertutup sehingga kalsium akan

kembali masuk ke dalam sarcoplasmic reticulum. Selanjutnya

akibat kembalinya kalsium ke dalam sarcoplasmic reticulum

menyebabkan posisi troponin kembali normal sehingga posisi

tropomiosin kembali normal dan memutus hubungan antara kepala

miosin dan aktin. Otot akan kembali rileks pada saat kepala miosin

dan aktin tidak lagi saling berhubungan sehingga tak ada lagi

pergeseran molekul.

Gambar 2.6 Struktur otot, mekanisme kontraksi dan relaksasi otot

Sumber: (Sherwood, 2015)

23
d. Persarafan pada otot hamstring

Secara struktur anatomi, gerak pada otot mendapatkan perintah

dan informasi baik sensoris maupun motoris dari sistem saraf yang

menghubungkan. Hamstring, sebagaimana telah dijelaskan pada

paragraf sebelumnya yang berkaitan dengan struktur otot, fungsi dan

biomekanik gerak, hamstring memiliki komponen innervasi fungsi

diberbagai area bagian, misalnya pada otot BF, antara otot BFlh dan

BFsh memiliki inervasi yang berbeda bahkan setiap orangpun bisa

berbeda pola inervasinya.

Penelitian yang dilakukan oleh (Woodley & Mercer, 2015) yang

menguji tentang Hamstring Architecture and Innervation pada 6

(enam) cadaver yang terbagi 3 (tiga) cadaver wanita dan 3 (tiga)

cadaver pria, semua cadaver tersebut usianya sekitar 66-88 tahun

ketika meninggal. Woodley dan Mercer menemukan pola inervasi

(Pattern of Innervation) yang berbeda pada otot BFlh, perbedaannya

terkait asal cabang saraf (nerve branch originated) di 6 (enam)

spesimen tersebut, mereka menemukan 4 (empat) diantaranya

bercabang dari saraf sciatic (sciatic nerve) dan 2 (dua) dari spesimen

lainnya dari saraf tibialis (nerve tibialis). Pada otot BFsh 4 (empat)

spesimen berasal dari cabang saraf peroneal (peroneal nerve)

sedangkan 2 (dua) spesimen yang lainnya berasal dari cabang saraf

sciatic (sciatic nerve), lalu untuk ST dan SM muscle innervation untuk

ketiga spesimen merupakan percabangan dari saraf tibial (tibialis

24
nerve) dan ketiga spesimen lainya dari percabangan saraf sciatic (sciatic

nerve).

4. Patofisiologi

Otot spasm merupakan kontraksi berkepanjangan dari otot dalam

merespon adanya perubahan sirkulasi metabolisme yang terjadi ketika otot

dalam keadaan terus kontraksi (Kisner & Colby, 2014). Otot yang

berkontraksi secara terus menerus akan berada pada saat yang namanya

kelelahan otot. Kondisi dimana ATP dipakai secara terus menerus

sedangkan produksi ATP tidak berimbang. Tanpa adanya ATP yang cukup

pada muscle fiber maka fungsi dari cross-bridge dan ion transport tidak

berjalan normal. Kelelahan otot dapat menjadi ekstrime jika kontraksi

berkepanjangan sedangkan ATP yang diproduksi dengan pemakaian tidak

seimbang sehingga otot akan mengalami kontraktur. Kontraktur otot terjadi

akibat tidak mampu melakukan kontraksi relaksasi dan menyebabkan

pemendekan otot (Guyton & Hall, 2015)

Pada pemendekan hamstring dalam jangka waktu yang lama akan

berpengaruh pada kestabilan otot-otot disekitarnya karena sifat kerja dari

otot seperti mata rantai antara otot yang satu dengan yang lain saling

berhubungan. Otot-otot disekeliling akan bekerja over karena menggantikan

fungsi kerja otot yang memendek sehingga menimbulkan reaksi yang

dinamakan kompensasi. Gerakan yang timbul akibat kompensasi

menyebabkan pergerakan dari persendian menjadi tidak selektif. Efek dari

25
pergerakan yang tidak selektif dalam jangka waktu yang lama berakibat

otot-otot disekitar ikut mengalami pemendekan (Shumway & Anna, 2013)

B. Tinjauan Umum Tentang Contract Relax

a. Pengertian contract relax

Contract relax merupakan salah satu bagian dari teknik

proprioceptive neuromuscular facilitation (PNF). Proprioceptive adalah

reseptor sensorik yang memberikan informasi tentang gerakan dan posisi

tubuh. Neuromuscular adalah melibatkan saraf dan otot, sedangkan

Facilitation adalah memuat menjadi lebih muda. Propioceptive

neuromuscular facilitation (PNF) merupakan konsep pengobatan yang

memiliki prinsip dasar tertentu yaitu :

1) PNF merupakan suatu pendekatan yang terintegrasi; setiap pengobatan

diarahkan total tubuh manusia, bukan pada masalah spesifik atau

masalah segmen tubuh.

2) Pendekatan pengobatan ini adalah positif, memperkuat kembali dan

mengunakannya sehingga pasien dapat melakukannya dengan level

fisik dan psikologi yang ada.

3) Tujuan utama adalah membantu pasien mencapai level fungsi yang

paling tinggi.

Contract relax merupakan suatu teknik atau metode yang

menggunakan kontraksi isotonic konsentrik dengan tahanan yang optimal

pada otot yang memendek, diikuti rileksasi otot tersebut (reciproke

26
inhibition) kemudian gerakan secara aktif atau pasif ke arah pola agonis (ke

arah keterbatasan ROM).

Pada teknik ini terjadi perangsangan melalui kontraksi maksimal

dari kelompok otot agonis selalu diikuti oleh rileksasi secara reciproke

inhibisi pada otot antagonis. Ketegangan/spasme pada otot agonis dapat

dikurangi dengan kontraksi otot antagonis. Setelah mencapai kontraksi yang

maksimal, maka pada saat yang sama pasien diminta untuk merileksasikan.

Hal ini merupakan teknik aktif inhibisi yang dapat menghasilkan penurunan

ketegangan otot.

b. Prinsip fisiologi contract relax

1) Inhibisi reciprocal

Kita ketahui bahwa didalam medula spinalis terdapat inhibisi

postsinaptik. Serabut saraf afferent Ia dari muscle spindle otot berjalan

ke medula spinalis dan bersinaps dengan saraf motorik dari otot yang

sama (alpha motoneuron) serta bersinaps dengan interneuron inhibisi

medula spinalis yang kemudian bersinaps dengan saraf motoric dari

otot antagonis.

Jika ada impuls dari muscle spindle yang dibawa oleh serabut

saraf Ia, maka impuls tersebut menimbulkan inhibisi postsinaptik

melalui interneuron inhibisi medula spinalis ke neuron-neuron motorik

yang mempersarafi otot antagonis. Kemudian impuls tersebut

memfasilitasi neuron motorik dari otot yang sama (agonis) sehinnga

otot tersebut berkontraksi, sedangkan otot antagoni akan mengalami

27
relaksasi. Fenomena ini disebut inhibisi dan fasilitasi reciprocal, karena

adanya persarafan reciprocal dalam medulla spinalis.

2) Respon mekenikal dan neurofisiologi otot terhadap stretch

Respon mekanikal otot terhadap peregangan bergantung pada

myofibril dan sarkometer otot. Setiap otot tersusun dari beberapa

serabut otot. Satu serabut otot terdiri atas beberapa myofibril. Serabut

myofibril tersusun dari beberapa sarkomer yang terletak sejajar dengan

serabut otot. Sarkomer merupakan unit kontraktil dari myofibril dan

terdiri atas filament aktin dan myosin yang saling overlapping.

Sarkomer memberikan kemampuan pada otot untuk berkontraksi dan

rileksasi, serta mempunyai kemampuan elastisitas jika diregangkan.

Ketika otot secara pasif diregangkan/diulur, maka pemanjangan awal

terjadi pada rangkaian komponen elastis (sarkomer) dan tension

meningkat secara drastis. Kemudian ketika gaya regangan dilepaskan

maka setiap sarkomer akan kembali ke posisi resting lengtht setelah

peregangan disebut elastisitas.

Respon neurofisiologi otot terhadap peregangan bergantung

pada struktur muscle spindle dan golgi tendon organ. Muscle spindle

merupakan organ sensorik utama dari otot dan tersusun dari serabut-

serabut ekstrafusal. Muscle spindle berfungsi untuk memonitor

kecepatan dan durasi regangan/penguluran serta rasa terhadap

perubahan panjang otot.

28
Serabut muscle spindle dapat merasakan cepatnya suatu otot

terulur. Serabut saraf afferent primer (tipe Ia) muncul dari muscle

spindle dan bersinaps dengan alfa atau gimana motorneuron secara

berurutan, dan memfasilitasi kontraksi dari serabut ekstrafusal dan

intrafusal. Golgi tendon organ terletak dekat dengan musculotendineus

junction membungkus disekitar ujung serabut ekstrafusal dan sensitive

terhadap ketegangan (tension) pada otot yang disebapkan oleh

peregangan pasif atau kontraksi otot secara pasif. Golgi tendon organ

merupakan mekanisme proteksi yang menginhibisi kontraksi otot yang

kuat. Golgi tendon organ mempunyai ambang rangsang yang sangat

rendah untuk titik letup (friring impuls) setelah kontraksi otot secara

aktif dan mempunyai ambang rangsang yang tinggi untuk titik letup

(friring impuls) dengan peregangan pasif.

Ketika otot diregang/diulur dengan sangat cepat maka serabut

efferent primer meregang alpha motoneuron pada medulla spinalis dan

memfasilitasi kontraksi serabut ekstrafusal, yaitu meningkatkan

ketegangan (tension) pada otot. Hal ini dinamakan dengan

monosynaptic reflex, tetap jika peregangan dilakukan secara lambat

pada otot, maka golgi tendon organ terstimulasi dan menginhibisi

ketegangan (tension) pada otot sehingga memerikan pemanjangan pada

komponen elastis yang parallel (sarkomer).

29
c. Tujuan contra relax

1) Menurunkan spasme dan tightness pada otot

2) Meningkatkan fleksibilitas otot

3) Meningkatkan ROM sendi

d. Indikasi contra relax

1) Ketika ROM atau jarak gerak sendi terbatas

2) Ketika jarak gerak sendi terbatas karena adanya spame atau tightness

pada otot-otot disekitar sendi.

e. Kontraindikasi contra relax

1) Fraktur

2) Dislokasi atau subliksasi

3) Peradangan atau infeksi akut disekitar sendi

4) Trauma akut pada otot

C. Tinjauan Umum Tentang Hold Relax

a. Pengertian hold relax

Hold relax merupakan salah satu bagian dari teknik proprioceptive

neuromuscular facilitation (PNF). Proprioceptive adalah reseptor sensorik

yang memberikan informasi tentang gerakan dan posisi tubuh.

Neuromuscular adalah melibatkan saraf dan otot, sedangkan Facilitation

adalah memuat menjadi lebih muda. Propioceptive neuromuscular

facilitation (PNF) merupakan konsep pengobatan yang memiliki prinsip

dasar tertentu yaitu :

30
1) PNF merupakan suatu pendekatan yang terintegrasi; setiap pengobatan

diarahkan total tubuh manusia, bukan pada masalah spesifik atau

masalah segmen tubuh.

2) Pendekatan pengobatan ini adalah positif, memperkuat kembali dan

mengunakannya sehingga pasien dapat melakukannya dengan level

fisik dan psikologi yang ada.

3) Tujuan utama adalah membantu pasien mencapai level fungsi yang

paling tinggi.

Hold relax merupakan suatu teknik atau metode yang

menggunakan kontraksi isometric dengan tahanan yang optimal pada otot

antagonis yang memendek, diikuti rileksasi otot tersebut (autogenic

inhibition) kemudian gerakan secara aktif atau pasif ke arah pola agonis (ke

arah keterbatasan ROM).

b. Preinsip fisiologi hold relax

1) Autogenik inhibisi (inverse stretch reflex)

Ketika suatu otot berkontraksi sangat kuat, terutama jika

ketegangan menjadi berlebihan maka secara tiba-tiba kontraksi menjadi

terhenti dan otot relaksasi. Relaksasi ini sebagai respon terhadap

ketegangan yang sangat kuat, yang dinamakan dengan inverse stretch

reflex atau autogenic inhibisi dan menyusaikan dengan hukum kedua

Sherrington yaitu jika otot mendapat stimulasi untuk berkontraksi maka

otot antagonis menerima impuls untuk relaksasi.

31
Reseptor yang penting dalam inverse stretch reflex adalah golgi

tendon organ, yang terdiri atas kumpulan anyaman dari ujung-ujung

saraf yang menonjol diantara fasikula tendon. Serabut-serabut dari

golgi tendon organ meliputi serabut saraf group Ib bermyeline yang

merupakan serabut saraf sensorik penghantar cepat yang berakhir pada

medulla spinalis pada neuron-neuron inhibitor (intereuron inhibitor)

yang kemudian berakhir langsung dengan neuron motorik. Serabut

saraftersebut juga mengadakan hubungan fasilitasi/eksitasi dengan

neuron motoric yang mempersarafi otot antagonis. Dengan demikian,

kontaksi otot yang kuat akan merangsang golgi tendon organ dari otot

yang sama dan impuls tersebut berjalan ke medulla spinalis pada

interneuron inhibitor yang kemudian menghasilkan respon inhibisi

yang dikirim kembali ke otot yang bersangkutan melalui serabut saraf

motorik, sehingga kontraksi tersebut akan diikuti dengan relaksasi dari

otot yang bersangkutan.

2) Respon mekenikal dan neurofisiologi otot terhadap stretch

Respon mekanikal otot terhadap peregangan bergantung pada

myofibril dan sarkometer otot. Setiap otot tersusun dari beberapa

serabut otot. Satu serabut otot terdiri atas beberapa myofibril. Serabut

myofibril tersusun dari beberapa sarkomer yang terletak sejajar dengan

serabut otot. Sarkomer merupakan unit kontraktil dari myofibril dan

terdiri atas filament aktin dan myosin yang saling overlapping.

Sarkomer memberikan kemampuan pada otot untuk berkontraksi dan

32
rileksasi, serta mempunyai kemampuan elastisitas jika diregangkan.

Ketika otot secara pasif diregangkan/diulur, maka pemanjangan awal

terjadi pada rangkaian komponen elastis (sarkomer) dan tension

meningkat secara drastis. Kemudian ketika gaya regangan dilepaskan

maka setiap sarkomer akan kembali ke posisi resting lengtht setelah

peregangan disebut elastisitas.

Respon neurofisiologi otot terhadap peregangan bergantung

pada struktur muscle spindle dan golgi tendon organ. Muscle spindle

merupakan organ sensorik utama dari otot dan tersusun dari serabut-

serabut ekstrafusal. Muscle spindle berfungsi untuk memonitor

kecepatan dan durasi regangan/penguluran serta rasa terhadap

perubahan panjang otot.

Serabut muscle spindle dapat merasakan cepatnya suatu otot

terulur. Serabut saraf afferent primer (tipe Ia) muncul dari muscle

spindle dan bersinaps dengan alfa atau gimana motorneuron secara

berurutan, dan memfasilitasi kontraksi dari serabut ekstrafusal dan

intrafusal. Golgi tendon organ terletak dekat dengan musculotendineus

junction membungkus disekitar ujung serabut ekstrafusal dan sensitive

terhadap ketegangan (tension) pada otot yang disebapkan oleh

peregangan pasif atau kontraksi otot secara pasif.

Ketika otot diregang/diulur dengan sangat cepat maka serabut

efferent primer meregang alpha motoneuron pada medulla spinalis dan

memfasilitasi kontraksi serabut ekstrafusal, yaitu meningkatkan

33
ketegangan (tension) pada otot. Hal ini dinamakan dengan

monosynaptic reflex, tetap jika peregangan dilakukan secara lambat

pada otot, maka golgi tendon organ terstimulasi dan menginhibisi

ketegangan (tension) pada otot sehingga memerikan pemanjangan pada

komponen elastis yang parallel (sarkomer).

c. Tujuan hold relax

1) Menurunkan nyeri

2) Meningkatkan ROM sendi

3) Meningkatkan fleksibilitas otot

4) Menurunkan spame dan tightness pada otot

d. Indikasi hold relax

1) Ketika Range Of Motion (ROM) atau jarak gerak sendi terbatas

2) Nyeri

3) Kelemahan otot

e. Kontraindikasi hold relax

1) Fraktur

2) Dislokasi atau subliksasi

3) Peradangan atau infeksi akut disekitar sendi

4) Trauma akut pada otot

D. Tinjauan Umum Tentang Sit and Reach Test

1. Pengrtian sit and reach test

(Wismanto, 2013) menjelaskan bahwa metode Sit and Reach Test

(SR) merupakan alat ukur untuk mengukur extensibilitas dari otot

34
hamstring. Sit and Reach test (SR) adalah standar pemeriksaan untuk

memeriksa flesibilitas otot hamstring dan otot punggung belakang (Glynn

dan Fiddler, 2009).

Menurut (Quinn, 2015) Sit and Reach merupakan metode

pengukuran untuk mengukur fleksibilitas dari otot hamstring dan punggung

belakang yang menggunakan media berupa boks terbuat dari papan atau

metal yang tingginya 30 cm

2. Metode pengukuran sit and reach test

Menurut (Heyward, 2013) untuk mengukur nilai fleksibilitas otot

hamstring diperlukan suatu alat yang disebut sit-and-reach test box. Kriteria

fleksibilitas dengan ukuran nilai fleksibilitas yang menjadi pedoman dalam

menentukan subyek dan data penelitian terdapat pada tabel dibawah ini.

Tabel 2.2 : Standar ukuran nilai fleksibilitas

Sumber: (Quinn, 2015)


Penggunaan SR pertama-tama pemeriksa meminta sampel untuk

duduk dengan kaki lurus (straight leg), kaki tanpa menggunakan alas

(sepatu atau sandal), dilanjutkan dengan sampel menaruh telapak tangannya

diatas telapak tangan yang satunya lagi sehingga ujung-ujung jari tangan

35
terlihat seperti bertingkat. Lalu perlahan tangan sampel atau subjek maju ke

arah depan sejauh mungkin sambil mempertahankan posisi lutut dalam

posisi lurus, dan menyentuh permukaan alat ukur. yang perlu diperhatikan

oleh pemeriksa adalah saat gerakan dari subjek, gerakannya tidak boleh

tersendat-sendat. Agar gerakan subjek menjadi lebih baik, pemeriksa

sebaiknya menyarankan untuk membuang nafas saat gerakan membungkuk

kedepan dan menurunkan kepala sejajar dengan lengan. Hal tersebut

dilakukan tiga kali pengulangan dan pemeriksa mengambil satu dari hasil

yang terbaik setelah pemeriksaan berlangsung.

36
BAB III

KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS

A. Asumsi Kerangka Pikir

Penurunan fleksibilitas pada otot dan sendi akan menyebabkan

gangguan gerak fungsional. Fleksibilitas yang buruk akan menyebabkan

keterbatasan dalam melakukan gerakan, otot akan dipaksa untuk bekerja

lebih keras untuk mengatasi tahanan kegiatan yang dinamis dan berlangsung

lama sehingga energi yang diperlukan akan lebih besar, serta penurunan

kecepatan dan kelincahan. Penurunan fleksibilitas sendi atau otot banyak

terjadi di masyarakat dan sering tidak disadari. Namun, hal tersebut jika

dibiarkan akan mengganggu aktivitas sehari-hari serta yang lebih parahnya

lagi akan menimbulkan gangguan muskuloskeletal lainnya. Faktor – faktor

yang mempengaruhi fleksibilitas adalah umur, jenis kelamin, jenis sendi,

latihan fisik, kehamilan dan jaringan lemak tubuh.

Contract relax adalah kontraksi isotonik melawan tahanan pada otot

yang mengalami ketegangan yang kemudian diikuti dengan pemberian fase

relaksasi. Tujuan dari pemberian contract relax adalah untuk

memanjangkan struktur soft tissue seperti otot, fasia, tendon dan ligament

sehingga akan dapat menimbulkan peningkatan LGS dan penurunan nyeri

akibat pemendekan otot (Bing, et al., 2013).

Hold relax adalah suatu teknik dengan menggunakan kontraksi

isometrik yang optimal dari kelompok otot antagonis yang memendek,

kemudian setelah melalui fase rileksasi, otot agonis dikontraksikan secara

37
isotonik untuk mengulur otot antagonis yang spasme atau memendek.

Tujuan kontraksi isometrik anatgonis adalah untuk mendapatkan rileksasi

yang optimal setelah otot bekerja secara optimal sehingga memutus reflek

myotatic. Hal itu dikenal dengan teori autogenic inhibition (Bing, et al.,

2013).

38
B. Kerangka Konsep

KODAM XIV HASANUDDIN

Fleksibilitas

Penurunan fleksibilitas
Contract Relax Hold Relax
otot hamstring

1. Menurunkan spasme dan 1. Menurunkan nyeri

tightness pada otot 2. Meningkatkan ROM sendi

2. Meningkatkan ROM sendi 3. Menurunkan spasme dan


tightness pada otot

Peningkatan fleksibilitas
otot hamstring

Keterangan :
: Variabel yang diteliti
: Variabel yang tidak diteliti
: Pengaruh
: Tujuan

39
C. Hipotesis

Berdasarkan uraian latar belakang dan tinajuan pustaka diatas , maka

hipotesis penelitian sebagai berikut :

Ada beda pengaruh antara pemberian contract relax dengan hold relax

terhadap peningkatan fleksibilitas otot hamstring.

40
BAB IV

METODE PENELITIAN

A. Jenis penelitian

Penelitian yang digunakan peneliti adalah jenis penelitian

eksperimental dengan menggunakan desain Quasi Eksperimen. Dalam

penelitian ini menggunakan metode two-group pre test dan post test design.

Pada desain ini terdapat dua kelompok subjek penelitian dimana dilakukan

pemeriksaan awal sebelum mendapatkan perlakuan dan setelah

mendapatkan perlakuan. Kelompok pertama akan mendapatkan perlakuan

intervensi berupa pemberian Jalan Tandem. Kelompok kedua akan

mendapat perlakuan intervensi berupa pemberian Balance Strategy

Exercise.

Q1 X1 Q2

P S

Q3 X2 Q4

Gambar 4.1. Skema Rancangan Peneliti

41
Keterangan :

P: Populasi

S: Sampel

Q1 : Pengukuran menggunakan Time Up and Go Test (TUG) pada

Kelompok I sebelum mendapat perlakuan

Q2 : Pengukuran Time Up and Go Test (TUG) pada Kelompok I setelah

mendapat perlakuan

X1 : Perlakuan pada Kelompok I dengan jalan tandem

Q3 : Pengukuran Time Up and Go Test (TUG) pada Kelompok II sebelum

mendapat perlakuan

Q4 : Pengukuran Time Up and Go Test (TUG) pada Kelompok II setelah

mendapat perlakuan

X2 : Perlakuan pada Kelompok II dengan Balance Strategy Exercise

42
B. Tempat dan Waktu Penelitian

1. Tempat penelitian

Penelitian ini akan dilakukan di RS.Plamonia

2. Waktu penelitian

Penelitian ini akan berlangsung pada bulan Juni-Juli 2019.

C. Populasi dan Sampel

1. Populasi penelitian

Populasi dari penelitian ini adalah lansia yang mengalami

gangguan keseimbangan dinamis di RS Plamonia sebanyak 18 orang.

2. Sampel penelitian

sampel dalam penelitian ini diambil dengan teknik simple

random sampling, yang telah memenuhi persyaratan inklusi dan telah

bersedia sebagai subjek penelitian dengan menandatangani informed

consent sebelum pelatihan.

Dari 30 populasi, yang memenuhi kriteria sebagai sampel adalah

22 orang . Kemudian di pilih secara acak sebanyak 18 orang dibagi

menjadi 2 kelompok perlakuan masing – masing kelompok berjumlah 9

orang.

D. Variabel Penelitian dan Defenisi Operasional

1. Identifikasi variabel

a. Variable bebas (Independent).

Variable bebas pada penelitian ini adalah Jalan Tandem dengan

Balance Strategy Exercise

43
b. Variable terikat (Dependent).

Variable terikat pada penelitian ini adalah gangguan

keseimbangan dinamis

2. Defenisi operasional variabel

a. Jalan Jandem

Jalan tandem (tandem stance) merupakan suatu latihan

yang di lakukan dengan cara mempersempit luas bidang tumpu,

dengan cara berjalan dalam satu garis lurus dalam posisi tumit kaki

menyentuh jari kaki yang lainnya, latihan ini di harapkan berfungsi

meningkatkan keseimbangan postural secara dinamis. Prinsip

latihan jalan tandem adalah meningkatkan fungsi dari pengontrol

keseimbangan tubuh, yaitu sistem informasi sensorik, central

processing dan efektor untuk bisa beradaptasi dengan perubahan

lingkungan. Latihan ini berfungsi untuk meningkatkan

keseimbangan postural bagian lateral, sehingga dapat mengurangi

risiko jatuh pada lansia .

Latihan Tandem ini di lakukan dengan cara mempersempit

luas bidang tumpu, dengan cara berjalan dalam satu garis lurus

dalam posisi tumit kaki menyentuh jari kaki yang lainnya, dengan

jarak tempuh sejauh 3-6 meter dalam satu se

44
b. Balance Strategy Exercise

Pelatihan Balance Strategy Exercise adalah serangkaian

gerakan yang dilakukan dengan tujuan untuk meningkatkan

keseimbangan dinamis melalui stretching maupun strengthening.

Balance exercise adalah latihan khusus untuk membantu

meningkatkan kekuatan otot pada anggota gerak bawah dan sistem

vestibular atau keseimbangan tubuh. Balance strategy exercise

berfungsi menjaga sendi-sendi dan postur tubuh tetap baik.

Gerakan-gerakan ini berfungsi untuk meningkatkan kekuatan otot

pada anggota gerak tubuh bagian bawah serta memantapkan

kontrol postural yang pada akhirnya dapat meningkatkan

keseimbangan postural pada lansia.

c. Keseimbangan dinamis lansia

Kriteria objektif :

1) Dikatakan fleksibilitas terganggu apabila : hasil pengukuran

sit and reach test berada dikategori very poor – average.

2) Dikatakan fleksibilitasnya tidak terganggu apabila : hasil

pengukuran sit and reach test berada dikategori good – super.

E. Instrumen Penelitian

Penggunaan sit and reach test pertama-tama pemeriksa meminta

sampel untuk duduk dengan kaki lurus (straight leg), kaki tanpa

menggunakan alas (sepatu atau sandal), dilanjutkan dengan sampel menaruh

telapak tangannya diatas telapak tangan yang satunya lagi sehingga ujung-

45
ujung jari tangan terlihat seperti bertingkat. Lalu perlahan tangan sampel

atau subjek maju ke arah depan sejauh mungkin sambil mempertahankan

posisi lutut dalam posisi lurus, dan menyentuh permukaan alat ukur. yang

perlu diperhatikan oleh pemeriksa adalah saat gerakan dari subjek,

gerakannya tidak boleh tersendat-sendat. Agar gerakan subjek menjadi lebih

baik, pemeriksa sebaiknya menyarankan untuk membuang nafas saat

gerakan membungkuk kedepan dan menurunkan kepala sejajar dengan

lengan. Hal tersebut dilakukan tiga kali pengulangan dan pemeriksa

mengambil satu dari hasil yang terbaik setelah pemeriksaan berlangsung

(Quinn, 2015).

F. Prosedur Penelitian

Gambar 4.2

Observasi Penentuan Pengajuan


lokasi sampel judul
penelitian konsep

Perijinan Seminar Penyusunan


penelitian proposal proposal

Proses Pembuatan Analisis


penelitian laporan akhir data

Alur penelitian

G. Prosedur Kerja

Latihan ini berlangsung selama 4 minggu dengan frekuensi latihan

3 kali selama seminggu dengan 8 kali repetisi. Masing- masing responden

dibagi dalam 2 kelompok perlakuan berbeda yang sebelumnya telah

46
dilakukan pengukuran pre test sit and reach test, selanjutnya masing-masing

kelompok diberikan latihan, pada kelompok pertama diberikan latihan

contract relax dan kelompok 2 diberikan latihan hold relax dengan 12 kali

perlakuan. Dan diakhir penelitian dilakukan pengukuran kembali

flekibilitasnya.

H. Analisi Data

Dalam menganalisis data penelitian yang telah diperoleh, maka

peneliti menggunakan beberapa uji statistic sebagai berikut :

a. Uji statistik deskriptif, untuk memaparkan karakteristik sampel

berdasarkan jenjang dan jenis kelamin.

b. Uji normalitas data, menggunakan uji Shapiro Wilk untuk mengetahui

data berdistribusi normal (p>0,05) atau tidak berdistribusi normal

(p<0,05).

c. Uji analisis kompratif (uji hipotesis), jika hasil normalitas data

menunjukan data berdistribusi normal sehingga digunakan uji statistic

parametrik yaitu uji paired t sample dan uji independent t sample. Jika

hasil uji normalitas data tidak berdistribusi normal maka digunakan uji

statistik non-parametrik yaitu uji Wilcoxon dan Mann-Whitney

47
DAFTAR PUSTAKA

Alter, J. (2014). Science of Flexibility. Champaign: Sheridan Books, Library of


Congress Cataloging-in-Publication Data.

Anshar, & Sudaryanto. (2011). Biomekanik Osteokinematika dan


Arthrokinematika. Makassar: Politeknik Kesehatan Makasar.

Anshar., Sudaryanto., Halimah A., & Hendrik. (2016). Buku Panduan Skripsi
Prodi D.IV Fisioterapi. Makassar: Poltekkes Kemenkes Makassar.
Bing, Y., Queen, R. M., Abbey, A. N., Liu, Y., Moorman, C. T., & Garrett, W. E.
(2013). Hamstring Muscle Kinematics and Activation During Overground
Sprinting. Journal Biomechanics, Vol: 41 (15).

Cael, C. (2013). Functional Anatomy. Philadephia: Lippincott Williams &


Wilkins.

Cheatam. (2014). Muscular Strength Endurance and Flexibility.


Hompages.wmich,edu/-creatam/hper 445/files/section.

Deuster, P. A., O'Connor, F. G., Henry, K. A., Martindale, V. E., Talbot, L.,
Jonas, W., & Friedl, K. (2014). Military Medicine. Vol. 172, 1133-1137.

Dwijowinoto, K. (2013). Dasar-dasar Ilmiah Kepelatihan. Semarang: IKIP


Semarang Press.

Fatmawati, V. (2016). Penurunan Nyeri dan Disabilitas dengan Integrated


Neuromuscular Inhibition Techniques (INIT) dan Massage Efflurage Pada
Myofacial Trigger Point Syndrome Otot Trapezius Bagian Atas. Sport and
Fitness Journal.

Guyton, A. C., & Hall, J. E. (2015). Textbook of Medycal Physiology.


Philadelphia, USA: Elsevier Saunders.
Heyward, V. H. (2013). Advanced Fitness Assesment and Exercise Prescription,
Fifth Edition, Human Kinetics, Champaign, IL.

Hoskins, W. T., & Pollard, H. P. (2014). Successfull Management of Hamstring


Injuries in Australian Rules Footballers. two case reports. Chiropatic and
Osteopathy.

Irfan, M., & Natalia. (2013). Beda Pengaruh Auto Stretching dengan Contract
Relax Terhadap Penambahan Panjang Otot Hamstring. Journal Fisioterapi
Indonesia, Volume 8 No1.
Ismaryati. (2013). Test dan Pengukuran olahraga. Solo: LPP dan UPT UNS.

48
Kisner, C., & Colby, L. A. (2014). Therapeutic Exercise Foundations and
Techniques. Sixth edition, F.A Davis Company, Philadelphia.

Lopez-Minaro. (2014). Journal of Sport Science and Medicine. A comprasion of


the sit-and-reach test and the back-sever sit-and-reach test in university
students. From http://www.jssm.org/vo18/v8n1-16text.php. diakses, 29
Januari 2019.

Luque-Suarez, A., Diaz-Mohedo, E., Medina-Porqueres, I., & Poce-Garcia, T.


(2012). Stabilization Exercise for the Manegement of Hamstring. Hal 262-
292.

Miller, G. A. (2015). The Psycological review. The Megical Number Seven, Vol.
63:81-97.

Morcelly, M., Olivera, J., & Navega, M. (2013). Comprasion of Static, Ballistic
and Contract Relax in Hamstring Muscle.
Nelson, Arnold, G., & Kokone, J. (2014). Streatching Anatomy. Campaign:
Human Kineticks.

Neumann, D. A. (2013). Kinesiology Of The Musculoskeletal System. USA:


Mosby.

Quinn, E. (2015). Medical Review Board, Sit And Reach Flexibility Test.
Available.
From(http://sportsmedicine.about.com/od/fitnessevalandassesment/qt/sitan
dreach.htm. diakses, 18 Januari 2019.
Sajoto, M. (2013). Peningkatan dan Pembinaan Kekuatan Kondisi Fisi dalam
Olahraga. Semarang: Dahara Prize.
Shankar, & Yogita. (2010). Efectivenes of Passive Strecthing Versus Hold Relax
Technique in Flexibility of Hamstring Muscle . Gujarat, India: OJHAS.

Sherwood, L. (2015). Fundamentals of Human Physiology. Belmont, CA:


Cengage Learning.

Shumway, & Anna. (2013). Motor Control (translating research into clinical
practice). (W. Lippicolt , & Wilkins, Eds.) 4-5.

Sibagariang, E. E., Juliane, Rismalinda, & Nurzannah, S. (2010). Metodologi


Penelitian Untuk Mahasiswa Diploma Kesehatan. Jakarta: Trans Info
Media.

Sopiyuddin, M. D. (2009). Besar Sampel dan Cara Pengambilan Sampel Dalam


Penelitian Kedokteran Dan Kesehatan. Jakarta: Salemba Medika.

49
Stephen, M. P. (2014). Hamstring Pulls and Tears : prevention and treatment.
From http://www.drpribut.com/sports/hamstring.html. diakses, 18 Januari
2019.

Wahyuni, D. (2013). Latihan Peregangan untuk Meningkatkan Flexibilitas Otot


dalam Olah Raga. Volume XV No.3.

Wassim, M. (2015). Efficacy Of Muscle Energy Technique On Hamstring Muscle


Flexibilitas. Delhi. India: Journal Physioterapy.

Wiguna, A. (2014). Contract Relax Streching Lebih Efektif Meningkatkan


Fleksibiltas Otot Hamstring Dibandingkan Dengan Passive Streching Pada
Atlet Underdog Taekwondo Club. Majalah Ilmiah Fisioterapi Indonesia,
Volume 2. From http://ojs.unud.ac.id/indeks.php/mifi. diakses 19 Januari
2019

Wismanto. (2013). Pelatihan Metode Active Isolated Streaching Lebih Efektif


dari pada Contract Relax Streaching dalam Meningkatkan Fleksibilitas
Otot hamstring. Journal Fisioterapi Indonesia, Volume 11 No 1.

Woodley, & Mercer. (2015). Hamstring Muscles. Architecture and Innervtion.


Cell Tisues Organ, 125-141.

Ylinen, J. (2016). Streching Therapy For Sport and Manual Therapy. Oxford:
Elsiver Limited.

50

Anda mungkin juga menyukai