Anda di halaman 1dari 25

HASIL PENELITIAN

PROFIL PASIEN TRAUMA BEDAH PLASTIK DI


RUMAH SAKIT TK. II 03.05.01 DUSTIRA CIMAHI

Oleh:

dr. KIAGUS HANDRIAN PARIKESIT

PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS ILMU BEDAH


DEPARTEMEN ILMU BEDAH PLASTIK DAN REKONSTRUKSI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA
2 0 21
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


Indonesia merupakan negara dengan populasi terbanyak ke 4 dunia dengan jumlah
penduduk lebih dari 264 juta (3,51% dari total populasi dunia). Sementara Jawa Barat dengan
jumlah populasi 49,94 juta jiwa menduduki peringkat ke 12 di Indonesia (BPS, 2019). Berdasarkan
data World Bank tahun 2016, Indonesia termasuk negara lower-middle income countries (WHO,
2014). Ada keterkaitan erat antara tingginya angka mortalitas dan morbiditas dengan jumlah
populasi dan tingkat ekonomi, dan trauma termasuk 10 penyebab utama kematian pada negara
dengan lower-middle income. Trauma masih menjadi penyebab kematian nomor satu pada
kelompok usia muda dan produktif di seluruh dunia. Di Indonesia, trauma merupakan penyebab
kematian nomor empat, tetapi pada kelompok umur 15-25 tahun merupakan penyebab kematian
utama. Riyadina dkk melaporkan kematian akibat cedera diproyeksikan meningkat dari 5,1 juta
menjadi 8,4 juta (9,2% dari kematian secara keseluruhan) dan diestimasikan menempati
peringkat ketiga disability adjusted life years (dalys) pada tahun 2020. Masalah cedera
memberikan kontribusi pada kematian sebesar 15%, beban penyakit 25% dan kerugian ekonomi
5% growth development product (GDP). Di indonesia, kerugian ekonomi akibat cedera
khususnya untuk lalu lintas diperkirakan sebesar 2,9% pendapatan domestik bruto (PDB).
Tatalaksana trauma melibatkan multidisiplin ilmu terutama dibagian bedah. Trauma
multiple hampir selalu melibatkan lebih dari satu divisi bedah dan tidak jarang Bedah Plastik
termasuk di dalamnya. Hal tersebut disebabkan Bedah Plastik bukan berorientasi organ tetapi bisa
mecakup seluruh organ dari kepala sampai ujung kaki. Hendricson et al melaporkan dari seluruh
kasus trauma yang dilakukan tindakan operasi 29% diantara menjalani prosedur Bedah Plastik
Pada kasus trauma, Bedah Plastik memiliki beban kerja yang setara dengan sub spesialistik lain
nya seperti Bedah Saraf maupun orthopaedi (Hendrickson, 2017). Di Inggris Bedah Plastik
menangani lebih dari 100.000 kasus trauma pertahun dengan rata-rata 308 kasus perhari.
Di Indonesia tidak semua Rumah Sakit provinsi yang merupakan pusat rujukan daerah
memiliki dokter bedah plastik. Menurut data Perhimpunan Dokter Bedah Plastik Rekonstruksi dan
Estetik Indonesia (PERAPI) hanya terdapat 193 dokter spesialis bedah plastik di seluruh Indonesia.
9 diantara nya terdapat di Jawa Barat. Bandingkan dengan Singapura memiliki 60 dokter bedah
plastik dan Malaysia dengan 31 dokter. Dengan perbandingan 1 dokter bedah plastik per 1 juta
penduduk antara kebutuhan dokter bedah plastik dengan jumlah penduduk Indonesia masih jauh
dari katergori ideal.
Cedera akibat trauma mempunyai dampak signifikan terhadap pasien dari segi sosial,
fungsional dan secara finansial. Cedera yang mencakup dalam bidang emergensi bedah plastik,
selain menyebabkan gangguan dan ketidakstabilan hemodinamik misalnya dalam hal amputasi
atau cedera pembuluh darah arteri, biasanya tidak mengancam nyawa. Walaupun demikian, cedera
yang berhubungan dengan bedah plastik bisa mengakibatkan disabilitas yang bermakna dan
berkurangnya kualitas hidup (Hacikerim, 2011).
Selama ini di masyarakat, Bedah Plastik identik dengan Operasi dalam hal estetik dan
kosmetik, sedangkan dalam kasus trauma dan emergensi tidak banyak yang tau. Operasi bedah
secara garis besar terbagi atas operasi elektif dan emergensi. Peran Bedah Plastik yang diketahi
umum secara luas terutama dalam hal estetik dan rekonstruksi dilakukan secara elektif. Peran
Bedah Plastik pada operasi emergensi kasus trauma belum banyak dipahami. Di dalam literatur,
sedikit penelitian yang memfokuskan pada peran Bedah Plastik pada pusat trauma (Peterson,
2003). Di Indonesia, terutama Provinsi Jawa Barat belum terdapat data yang memadai yang dapat
menggambarkan pola insidensi, beban kerja dan peran Bedah Plastik di Rumah Sakit Pusat
Rujukan pada kasus trauma.

1.2 Rumusan Masalah


Dari uraian di atas, belum ada data yang menggambarkan profil pasien trauma Bedah
Plastik di Rumah Sakit TK.II 03.05.01 Dustira Cimahi sebagai rumah sakit pusat rujukan daerah.

.
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Tujuan penelitian ini adalah untuk memperoleh data profil pasien trauma Bedah Plastik di Rumah
Sakit TK.II 03.05.01 Dustira Cimahi sebagai rumah sakit pusat rujukan daerah.

1.3.2 Tujuan Khusus


Tujuan khusus penelitian ini adalah :
1. Mengetahui jumlah, karakteristik, pola insidendi kasus truma wajah di Rumah Sakit
TK.II 03.05.01 Dustira Cimahi.
2. Mengetahui jumlah, karakteristik, pola insidensi kasus luka bakar di Rumah Sakit TK.II
03.05.01 Dustira Cimahi.
3. Mengetahui jumlah, karakteristik, pola insidnsi kasus trauma jaringan lunak di Rumah
Sakit TK.II 03.05.01 Dustira Cimahi.

1.4 Manfaat
1.4.1 Bidang Akademik/Ilmiah
Meningkatkan Pengetahuan Peneliti dibidang trauma serta meningkatan pengetahuan dan
keterampilan dalam menangani pasien trauma Bedah Plastik di Rumah Sakit TK.II 03.05.01
Dustira Cimahi.

1.4.2 Bidang Pelayanan Masyarakat


Dapat mengidentifikasi karakteristik dan pola pasien trauma bedah plastik sehingga memberikan
pelayanan yang optimal pada periode emergensi, mencegah dan menangani komplikasi yang
muncul serta meningkatkan quality of life setelah penanganan tindakan emergensi pada pasien
trauma di Rumah Sakit TK.II 03.05.01 Dustira Cimahi.

1.4.3 Bidang Pengembangan Penelitian


Memberikan data rujukan untuk penelitian tentang trauma di divisi ilmu bedah plastik untuk
meningkatkan ilmu dan pelayanan kesehatan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
2.1.1 Defenisi trauma
Trauma menurut Kamus Besar Bahasa Indonesi (KBBI) adalah keadaan jiwa atau tingkah
laku yang tidak normal sebagai akibat dari tekanan jiwa atau cedera jasmani; luka berat. Trauma
secara garis besar terbagi atas trama fisik dan trauma psikis. Dalam penelitian ini trauma yang
dimaksud adalah trauma fisik. Berbagai macam defenisi taruma telah dikemukakan. Trauma
adalah cedera fisik dan psikis, kekerasan yang mengakibatkan cedera (Sjamsuhidajat, 1997).
Trauma didefenisikan sebagai gangguan seluler yang disebabkan oleh suatu perubahan pada
lingkungan yang melebihi daya tahan tubuh yang menyebabkan kematian sel karena iskemia atau
reperfusi (Brunicardi, 2015). Secara umum pengertian trauma merujuk pada kondisi yang serius,
cedera pada tubuh yang diakibatkan oleh kecelakaan, benturan, atau energi (panas, bahan kimia,
dll). Cedera bervariasi menurut jenis dan keparahan nya, tetapi secara umum melibatkan luka
bakar, luka robek, patah tulang dan crush injury.

2.1.2 Defenisi Bedah Plastik


Gaspare Tagliacozzi (1545-1597), penulis De Curtorum Chirurgia per insitionem (Plastic
surgery by graft) mendefinisikan Bedah Plastik sebagai seni dari “ Memulihkan apa yang alam
berikan dan kesempatan yang telah diambil”, yaitu memperbaiki sekuel dari trauma. Tujuan
utamanya adalah bukan mengembalikan ke bentuk asli dari wajah, tapi lebih menitikberatkan pada
rehabilitasi dari bagian-bagiannya. Oleh karenanya berarti merekonstruksi ke bentuk yang
mendekati tampilan normal dan mengkoreksi gangguan-gangguan fungsi (Ricardo, 2018).
Bedah Plastik berasal dari bahasa Yunani “plastikos” yang artinya membentuk, sesuai dengan
cetakan. Adanya kelainan dari bentuk atau fungsi tubuh harus dikembalikan ke normal. Gangguan
bentuk permukaan tubuh yang mengancam nyawa (luka bakar, avulsi), gangguan fungsi (cedera
tendon), atau tampilan (benjolan atau scar).
Karena nya Bedah Plastik bisa diartikan sebagai cabang khusus ilmu bedah yang
memperbaiki kerusakan tampilan atau gangguan struktur tubuh untuk menyelamatkan nyawa dan
mengembalikan fungsi dan tampilan ke kondisi normal.
Bedah Plastik tidak berfokus pada satu atau beberapa organ tertentu tetapi mengintervensi
dari kepala hingga ujung kaki, diseluruh rentang usia, dan jenis kelamin. Peran Bedah Plastik
dalam hal estetika sudah diketahui secara umum. Bedah plastik juga memiliki peran yang
sebanding dengan divisi bedah yang lain dalam hal managemen trauma dan kanker. Sama hal nya
dengan kanker, perkembangan tehnik rekonsturktif bedah plastik telah mengubah secara drastis
penanganan trauma. Kemampuan untuk memperbaiki dan membangun kembali jaringan lunak
yang rusak telah meningkatkan secara bermakna outcome pasien, terutama pada kasus yang
melibatkan fraktur terbuka tungkai bawah.

2.1.3 Ruang Lingkup Bedah Plastik


Menurut Royal College of Surgeon, Bedah Plastik terdiri dari 2 komponen utama :
1. Rekonstruksi (Rekonsturctive plastic surgery)
Mengembalikan fungsi dan tampilan dari tubuh manusia setelah sakit atau kecelakaan.
2. Estetik (Aesthetically normalizing plastic surgery)
Sering disebut operasi kosmetik (cosmetic plastic surgery) yang mengubah tampilan tubuh
atau organ sesuai dengan keiginan pasien.
Operasi rekonstruksi adalah tindakan yang paling sering dikerjakan oleh Bedah Plastik
mencakup semua aspek mulai dari penyembuhan luka, rekonstruksi pada kelainan congenital, dan
pasien trauma di unit emergensi sedangkan operasi estetik memiliki porsi yang lebih sedikit tetapi
tidak kalah penting.
Bedah Plastik memiliki beban kerja yang cukup besar pada unit emergensi terutama pada
pasien-pasien dengan cedera jaringan lunak , ekstremitas dan luka bakar. Di unit emergensi juga
sering sebagai pendukung spesialistik bedah lain pada kasus luka yang kompleks karena
kecelakaan atau setelah prosedur bedah dari spesialistik lain.
Seperti hal nya spesialistik yang lain, Bedah Plastik juga memiliki sub-spesialistik. (Royal
college of Surgeon, 2018)
o Kelainan Bawaan (Congenital)
Menangani kondisi seperti bibing sumbing, deformitas wajah atau telinga dan defek
kraniofasial, hipospadia atau kelainan genitor-urinari lain, kelainan kongenitas ekstremitas
atas, dan kelainan kongenital kulit.
o Operasi Payudara (Breast surgery)
Rekonstruksi setalah operasi pada kanker payudara, kelainan kongenital payudara dan
operasi kosmetik pada payudara.
o Skin Surgery
Eksisi dan rekonstruksi dari tumor jinak atau ganas kulit, penatalaksanaan dari kanker kulit
yang bermetastasis pada kelenjar getah bening.
o Trauma
Rekonstruksi untuk memperbaiki trauma wajah, trauma tungkai bawah termasuk fraktur
terbuka dan luka bakar.
o Cancer
Mengangkat tumor jinak atau ganas pada kulit, rekonstruksi payudara setelah pengobatan
kanker, rekonstruksi setalah setelah keganasan lain seperti sarcoma, kanker kepala leher,
dan kanker perineal.
o Hand and Upper limb surgery
Khusus menangani pada organ tubuh yang kompleks dimana fungsi merupakan hal yang
vital untuk kualitas hidup. Misalnya kelainan congenital pada tangan, cedera pada tangan
dan lengan, dan pengobatan pada penyakit degeneratif pada tangan.
o Aestetic surgery
“Cosmetic surgery” mengganti tampilan dari organ tubuh sesuai keinginan pasien dan
bukan karena suatu penyakit.
Bedah Plastik tidak berorientasi pada organ tetapi lebih ke tehnik operasi yang dilakukan. Tehnik
operasi yang sering dilakukan pada Bedah Plastik antara lain :
o Skin graft
Yaitu mengambil lapisan kulit yang sehat dari satu area pada tubuh yang disebut sebagai
donor dan menggunakannya untuk menutupi area lain diman kulit rusak atau hilang.
o Tissue ekspansion
Sebuah prosedur dimana membuat kemampuan tubuh untuk “menumbuhkan” kulit
dengan cara meregangkan jaringan sekitar nya. Sebuah alat seperti balon yang disebut
tissue expander ditanamkan di bawah kulit dekat dengan daerah yang akan diperbaiki, yang
secara bertahap balon diisi dengan cairan normal saline menyebabkan kulit meregang dan
tumbuh.
o Flap
Flap surgery adalah melakukan pemindahan bagian jaringan yang hidup dari satu bagian
tubuh ke bagian lainnya, bersamaan dengan pembuluh darah yang memperdarahinya untuk
menjaga jaringan tetap hidup. Tidak seperti skin graft, flap memiliki pembuluh darah
sendiri sehingga bisa digunakan untuk memperbaiki defek yang lebih kompleks.
o Microsurgery
Merupakan prosedur bedah dengan menggunakan bantuan alat pembesar dan jahitan yang
sangat kecil untuk menggabungkan pembuluh darah arteri dan vena yang sangat kecil, dan
saraf untuk mengembalikan fungsi dari pembuluh darah dan saraf pada satu bagian
jaringan. Prosedur ini merupakan sebuah tehnik operasi yang berkembang pesat dalam
dekade terakhir, karena kemampuannya yang dapat memindahkan jaringan dari satu daerah
tubuh ke daerah lainnya dan untuk menghidupkan kembali jaringan pada transplant organ.

2.2 Luka Bakar


Luka bakar adalah luka karena kerusakan atau kehilangan jaringan yang disebabkan kontak
dengan sumber panas seperti api, air panas, listrik, dan bahan kimia.
Sumber dari luka bakar harus ditentukan terlebih dahulu sebelum dilakukan evaluasi dan
penanganan. Luka bakar dapat dibedakan atas :
1. Paparan api
o Flame: Akibat kontak langsung antara jaringan dengan api terbuka, dan
menyebabkan cedera langsung ke jaringan tersebut. Api dapat membakar pakaian
terlebih dahulu baru mengenai tubuh. Serat alami memiliki kecenderungan untuk
terbakar, sedangkan serat sintetik cenderung meleleh atau menyala dan
menimbulkan cedera tambahan berupa cedera kontak.
o Benda panas (kontak): Terjadi akibat kontak langsung dengan benda panas. Luka
bakar yang dihasilkan terbatas pada area tubuh yang mengalami kontak. Contohnya
antara lain adalah luka bakar akibat rokok dan alat-alat seperti solder besi, pipa
klanpot sepeda motor atau peralatan masak.

2. Scald (air panas)


Terjadi akibat kontak dengan air panas. Semakin kental cairan dan semakin lama waktu
kontaknya, semakin besar kerusakan yang akan ditimbulkan. Luka yang disengaja atau
akibat kecelakaan dapat dibedakan berdasarkan pola luka bakarnya. Pada kasus
kecelakaan, luka umumnya menunjukkan pola percikan, yang satu sama lain dipisahkan
oleh kulit sehat. Sedangkan pada kasus yang disengaja, luka umumnya melibatkan
keseluruhan ekstremitas dalam pola sirkumferensial dengan garis yang menandai
permukaan cairan.

3. Luka bakar karena bahan kimia seperti berbagai macam zat asam, basa, dan bahan tajam
lainnya. Konsentrasi zat kimia, lamanya kontak dan banyaknya jaringan yang terpapar
menentukan luasnya injuri karena zat kimia ini. Luka bakar kimia dapat terjadi misalnya
karena kontak dengan zat-zat pembersih yang sering dipergunakan untuk keperluan rumah
tangga dan berbagai zat kimia yang digunakan dalam bidang industri, pertanian dan militer.

4. Luka bakar karena listrik, baik Alternatif Current (AC) maupun Direct Current (DC). Luka
bakar listrik disebabkan oleh panas yang digerakan dari energi listrik yang dihantarkan
melalui tubuh. Berat ringannya luka dipengaruhi oleh lamanya kontak, tingginya voltage
dan cara gelombang elektrik itu sampai mengenai tubuh.

Di banyak center, luka bakar menjadi kasus terbanyak pada trauma Bedah Plastik. Luka
bakar bisa berpotensi menjadi fatal tergantung pada tingkat keparahan nya. Pengobatan luka bakar
bisa dibagi menjadi 3 tahap utama :
 Resusitasi
Pada kasus luka bakar berat atau dengan trauma inhalasi, prioritas utama adalah dengan
kontrol jalan nafas kemudian resusitasi cairan.

 Operasi tahap awal


Sejalan dengan resusitasi, pembedahan dilakukan untuk penangan luka. Pada luka yang
superficial perawatan dengan balutan mungkin sudah memadai. Tapi pada luka yang lebih
dalam, eksisi luka dan skingraft mungkin dibutuhkan.
 Rehabilitasi dan Rekonstruksi
Setelah pasien sembuh dari luka, rehabilitasi dan pengembalian fungsi organ menjadi
prioritas. Pembalutan bisa mengontrol jaringan parut paska luka bakar diikuti dengan
fisioterapi. Jaringan parut bisa menyebabkan kontraktur yang dapat menggangu fungsi
organ, kondisi seperti ini membutuhkan rekonstruksi untuk penanganannya.
Di Indonesia, luka bakar masih merupakan problem yang berat. Perawatan dan
rehabilitasinya masih sukar dan memerlukan ketekunan, biaya mahal, tenaga terlatih dan terampil.
Oleh karena itu, penanganan luka bakar lebih tepat dikelola oleh suatu tim trauma yang terdiri dari
spesialis bedah (bedah anak, bedah plastik, bedah thoraks, bedah umum), intensifis, spesialis
penyakit dalam, ahli gizi, rehabilitasi medik, psikiatri, dan psikologi

2.3 Trauma Wajah


Merupakan salah satu kasus terbanyak, biasa nya disertai dengan luka robek dengan atau
tampa adanya fraktur tulang wajah. Sering juga diikuti dengan cedera kepala. Trauma wajah bisa
disebabkan oleh banyak hal terutama karena kecelakaan lalulintas, cedera karena olah raga, gigitan
hewan, kecelakaan kerja atau karena perkelahian. Trauma pada wajah mendapat perhatiaan lebih
karena sistem sensori penting terdapat pada wajah (penglihatan, pendengaran, keseimbangan ).
Struktur vital juga banyak terdapat pada wajah seperti jalan nafas, pembuluh darah, saraf, dll. Dan
terakhir berhubungan dengan nilai estetik dan kepuasan individu.
Secara umum trauma wajah dapat diklasifikasikan menjadi dua bagian yaitu : trauma
jaringan keras wajah (tulang) dan trauma jaringan lunak wajah.
2.3.1 Trauma Jaringan Lunak Wajah
Trauma pada jarigan lunak wajah bisa mengenai struktur-struktur penting pada wajah dan
membutuhkan penanganan khusus. Trauma jarigan lunak wajah biasanya disebabkan oleh benda
tajam (Ghazali 2007). Trauma jaringan lunak wajah pada sturktur penting antara lain :
Trauma pada alis
Harus di evaluasi lebih lanjut kemungkinan terdapat fraktur dari tulang supraorbital atau
sinus frontal.
Trauma pada telinga
Benturan langsung atau shearing force bisa menyebabkan cedera pada pembuluh darah
pada perichondrium yang akhirnya menyebabkan subperichondrial hematoma. Jika dibiarkan
melebihi 2 minggu akan menyebabkan kelainan bentuk dari pinnae atau yang sering disebut
cauliflower ear.
Trauma pada hidung
Deformitas pada hidung sering diikuti dengan fraktur. Deviasi garis tengah hidung yang
terlihat jelas mengindikasikan adanya fraktur pada tulang hidung atau tulang rawan. Adanya
epistaksis walau pun tanpa diikuti deformitas bisa mengindikasikan adanya fraktur tulang hidung.
Trauma mulut dan bibir
Adanya dirsrupsi dari garis vermillion harus diwaspadai, kegagalan memperbaiki nya bisa
menyebabkan gangguan kosmetik yang signifikan. Trauma pada bibir juga harus diperhatikan
adanya luka tembus (through-and-through) ke mukosa mulut atau tidak.
Trauma pada kelenjar parotis dan kelenjar lakrimal
Karena letaknya yang superficial pada pipi kelenjar parotis rentan terkena trauma. Trauma
pada kantus medial harus diwaspadai melibatkan cedera pada kelenjar lakrimal. Pengamatan pada
canaliculi atas dan bawah harus dilakukan untuk memastikan ada tidak nya keterlibatan pada
trauma lakrimal.
Trauma lidah
Ketika mengamati luka pada lidah, kedalaman, panjang luka dan ada tidaknya jaringan
yang hilang merupakan hal yang harus diperhatikan. Luka yang kecil tidak membutukan tindakan.
Trauma saraf
Nervus facialis ( CN VII), letak nya yang ekstrakranial dan relatif superficial
menyebabkannya bisa terlibat pada trauma wajah. Cedera pada nervus facialis menyebabkan defek
kosmetik dan gangguan fungsi yang signifikan. Jika ada luka di wajah yang menyebabkan deficit
neurologis nervus facialis mandatory dilkukan operasi eksplorasi luka.

2.3.2 Trauma Tulang Wajah


Wajah di bagi menjadi 3 bagian (emedcine.medscape.com,2016)
 Upper face, dari garis rambut sampai ke glabella. Fraktur pada daerah ini tulang frontal
dan sinus frontal.
 Midface, dari glabella sampai ke dasar columella. Fraktur pada daerah ini melibatkan
tulang maxilla, tulang hidung, nasoethmoidal complex (NOE), zygomaticomaxillary
complex (ZMC) dan orbital floor.
 Lower face, dari dasar columella sampai ke jaringan lunak dagu. Fraktur pada daerarh ini
melibatkan segmen dentoalveolar dan mandibula.
Fraktur-fraktur pada tulang wajah antara lain :
o Fraktur frontal : biasanya hasil dari trauma tumpul dengan kecepatan tinggi pada kening
(seperti kecelakaan kendaraan bermotor). Dinding anterior dan atau posterior sinus frontal
bisa terlibat. Lebih dari sepertiga fraktur sinus frontal melibatkan cedera intracranial
(Brandt,1991).
o Fraktur dasar orbita : cedera pada dasar orbita bisa menyebabkan sebuah fraktur isolated
atau merupakan dampak dari fraktur dinding medial. Kebanyakan terjadi karena
perkelahian, olah raga, atau kecelakaan lalu lintas (C. Fowell, 2015) .
o Fraktur os nasal : karena penonjolan struktur hidung dan lokasi nya yang berada di tengah
dari wajah, fraktur os nasal merupakan fraktur tersering pada trauma wajah (Vincent 2009).
o Nasoethmoidal fractures (NOE) : jarang berdiri sendiri. Sering disertai dengan cedera
sistem saraf pusat, fraktur cribiform plate, cerebrospinal fluid rhinorrhea, dan fraktur dari
tulang frontal, dasar orbita, dan sepertiga tengah wajah, dan juga cedera pada kelenjar
lakrimal (Harry 2009).
o Zygomaticomaxillary complex fractures (ZMC) : terjadi karena trauma langsung. Garis
fraktur meluas melalui sutura zygomaticotemporal, zygomaticofrontal, dan
zygomaticomaxillary dan berartikulasi dengan greater wing pada tulang sphenoid.
Mayoritas trauma ini disebabkan oleh kecelakaan kendaraan bermotor (Edward 1985).

Fraktur maksial. Dibagi menjadi Le Fort I, II, or III (Thomas, 2007)


o Le Fort I, dapat terjadi sebagai suatu kesatuan tunggal atau bergabung dengan fraktur Le
Fort II dan III. Pada fraktur Le Fort I, garis frakturnya dalam jenis fraktur transvers rahang
atas melalui lubang piriformis di atas alveolar ridge, di atas lantai sinus maksilaris, dan
meluas ke posterior yang melibatkan pterygoid plate. Fraktur ini memungkinkan maksila
dan palatum durum bergerak secara terpisah dari bagian atas wajah sebagai sebuah blok
yang terpisah tunggal. Le Fort I ini sering disebut sebagai fraktur tansmaksilari.
o Le Fort II, lebih jarang terjadi, dan mungkin secara klinis mirip dengan fraktur hidung. Bila
fraktur horizontal biasanya berkaitan dengan tipisnya dinding sinus, fraktur pyramidal
melibatkan sutura-sutura. Sutura zigomatikomaksilaris dan nasofrontalis merupakan sutura
yang paling sering terkena.
o Le Fort III, fraktur krniofasial disjunction, merupakan cedera yang parah. Bagian tengah
wajah benar-benar terpisah dari tempat perlekatannya yakni basis kranii. Fraktur ini
biasanya disertai dengan cedera kranioserebral, yang mana bagian yang terkena trauma
yang bisa mengakibatkan pemisahan tersebut, cukup kuat untuk mengakibatkan trauma
intracranial.
Gambar 2.1 Fraktur Le Fort I, II dan III (mandragoremedecine.com,2018)

o Fraktur Mandibula: bisa terjadi pada beberapa lokasi karena bentuk rahang yang seperti
huruf U dan lemah nya condylar neck. Fraktur muncul karena trauma langsung atau tidak
langsung pada wajah, termasuk kecelakaan kendaraan bermotor, terjatuh, olahraga, dan
pukulan benda tumpul. Fraktur mandibula bisa melibatkan symphisis, body, angle, ramus,
condyle dan subcondyle. Fraktur pada body madibula, condyle dan angle mempunyai
frekuensi kejadian yang hampir sama, diikuti fraktur pada ramus dan prosesus coronoid
(Reehal 2010)
o Fraktur alveolar : bisa muncul dari trauma langsung yang berkukuatan rendah atau
perluasan dari fraktur yang terjadi pada fraktur mandibula atau maksila.
Gambar 2.2 Fraktur mandibula (emedicine.medscape.com,2018)
o Panfacial fraktur : disebabkan oleh mekanismen berkekuatan tinggi pada upper face,
midface dan lower face. Fraktur ini harus terdiri dari paling tidak 3 dari 4 kemungkinan
unit wajah untuk disebut sebagai panfacial fraktur.

Gambar 2.3. 4 unit tulang wajah (emedicine.medscape.com,2018)


Penatalaksanaan cedera wajah jika memungkinkam dilakukan dalam 8 jam setelah
kejadian trauma. Jika kondisi pasien tidak stabil, perbaikan dari luka yang luas memungkinkan
sedikit ditunda setelah kegawat daruratan teratasi. Jika masih tidak memungkinkan untuk
memperbaiki luka sampai hari ke 3, penyembuhan luka secara sekunder menjadi perlu dilakukan,
dan revisi luka berkelanjutan mungkin diindikasikan setelah penyembuhan luka skunder.
Luka jaringan lunak di wajah yang luas harus dilakukan di kamar operasi dan dengan
anestesi umum untuk mencapai dan penutupan luka yang optimal dan tindakan-tindakan lain yang
diperlukan. Anak-anak biasa tidak kooperatif saat dilakukan tindakan dan biasanya membutuhkan
anastesi umum.

2.4 Cedera Ekstremitas Atas


Cedera ekstemitas atas yang terbanyak melibatkan tangan. Yang termasuk trauma tangan adalah
cedera yang berlokasi pada distal lengan bawah (distal dari wrist bone). Cedera pada daerah
tersebut sangat sering, fraktur pada tangan adalah cedera tersering di jumpai di IGD, dengan lokasi
terbanyak pada phalang distal. Kebanyakan cedera pada tangan merupakan cedera minor yang bisa
ditangani dengan pemberian es, elevasi, analgesia dan immobilisasi. Cedera tangan yang serius
harus dilakukan pemeriksaan radiografi (X ray) karena displacemen atau derformitas dari fraktur
tulang tangan bisa menyebabkan efek jangka panjang yang buruk terhadap kualitas hidup pasien.
Luka terbuka pada tangan cenderung terkontaminasi dan kotor sehingga membutuhkan tindakan
pembersihan dan pemberian anti tetanus menjadi perhatian. Semua cedera tendon, terutama tendon
fleksor membutuhkan penanganan oleh spesialis.(Clinicalkey,2012)
10-20% kunjungan pasien emergensi merupakan cedera tangan, dan 6% nya memiliki
cedera yang signifikan. Penyebab cedera tangan antara lain aktifitas olah raga, kecelakaan kerja,
multiple trauma yang melibatkan tangan, kecelakaan lalulintas, crush injury, cedera benda tajam,
perkelahian, gigitan hewan, cedera karena bahan kimia atau cedera termal.
Cedera tangan mecakup banyak cedera seperjguti luka robek, kerusakan tendon, kerusakan
saraf, fraktur, crush injury dan kehilangan jari. Trauma tangan salah kasus terbanyak di bagian
bedah plastik yang kadang membutuhkan tindakan dan fasilitas microsurgery. Jadi fasilitas
microsurgery harus tersedia 24 jam.
Aspek penting dari keberhasilan rekonstruksi dari cedera ekstremitas atas adalah
debridement secara komplit dari jaringan nonviabel, mengembalikan fungsi vaskularisasi
pembuluh darah, skeletral fiksasi dengan meminimalkan cedera jaringan, dan yang terpenting
adalah vaskularisasi dan penutupan jaringan (defek). Tujuan utama pengobatan adalah
menyelamatkan nyawa, menyelamatkan jaringan yang viabel, mempertahankan fungsi,
memperbaiki dan merekonstruksi fungsi ekstremitas atas agar pasien dapat melakukan aktivitas
sehari-hari secara normal.(Frederick,2017)

2.5 Cedera Jaringan Lunak


Ekstremitas bawah
Trauma pada tungkai bawah sering merupakan cedera dengan energi tinggi yang terjadi akibat
kecelakaan kendaraan bermotor atau karena olah raga. Jika cedera hanya melibatkan tulang tanpa
adanya kerusakan jaringan penatalaksanaan hanya dilakukan oleh otrhopedi. Tetapi sering pada
kasus fraktur terbuka, jaringan sekitar sering kali cedera karena patahan fragmen tulang atau
trauma yang langsung merusak jaringan yang terlibat (avulsi, skin loss, degloving).
Cedera trunkus
Cedera trunkus anterior dan posterior yang melibatkan jaringan lunak pada abdomen dan thoraks
sering kali melibatkan cedera lain pada organ disekitarnya seperti skin avulsi dengan
hematothoraks atau skin degloving di abdomen dengan perdarahan intraabdomen. Cedera sebatas
jaringan lunak tanpa ketelibatan organ lain (sebatas kulit) seperti luka robek memerlukan
penanganan yang lebih sederhana dan biasanya tidak membutuhkan rawat inap.

2.6 Epidemiologi
Tidak banyak data dan penelitian yang menggambarkan peran bedah plastik pada pasien-pasien
trauma di Indonesia. Kebanyakan data hanya melaporkan trauma secara keseluruhan atau spesisfik
pada trauma pada Bedah Plastik karena etiologi atau organ tertentu saja.
Misalnya penelititan yang dilakukan di Rumah Sakit TK.II 03.05.01 Dustira Cimahi pada
pasien luka bakar yang di rawat pana Juni 2011 hingga Mei 2014 terdapat 353 kasus. Dengan
angka mortalitas yang cukup tinggi 118 kasus ( 33.4 %). Penelitian oleh Kuswan dkk di RSUD
Arifin Achmad Pekan Baru terhadap cedera maksilofacial, dari tahun 2010 hingga 2013 sebanyak
182 kasus. lokasi cedera jaringan lunak yang terbanyak adalah multiple sebanyak 156 kasus
(37,68%), kemudian mata dan pipi masing-masing 60 (14,49%) dan 42 (10,14%). Sedangkan
jaringan keras wajah (fraktur tulang), yang terbanyak adalah fraktur multiple 134 kasus (32,3%)
kemudian fraktur mandibula 76 kasus (18,36%). Peneltian Anugrah dkk di RSUP Prof. Kandau
Manado pada periode Januari 2013 hingga Desember 2015 melaporkan total kasus trauma di
Instalasi Rawat Darurat Bedah sebanyak 13248 kasus. Trauma kepala dan wajah merupakan yang
terbanyak (71,56%) diikuti cedera ekstremitas (19,65%).
BAB III
METODE PENELITIAN

3.1. Jenis penelitian


Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan jenis penelitian deskriptif dengan pendekatan
retrospektif dengan melihat catatan rekam medis pasien yang mengalami trauma Bedah Plastik.

3.2. Tempat dan waktu penelitian


3.2.1. Lokasi penelitian
Penelitian ini dilakukan di bagian Bedah Plastik di Rumah Sakit TK.II 03.05.01 Dustira Cimahi.

3.2.2. Waktu penelitian


Penelitian ini dilakukan setelah proposal penelitian disetujui dengan melihat rekam medis pasien
periode 1 Januari 2020 sampai 31 Desember 2020.

3.3. Populasi dan sampel


3.3.1. Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pasien trauma Bedah Plastik dari Instalasi Gawat
Darurat (IGD) yang di rawat di Rumah Sakit TK.II 03.05.01 Dustira Cimahi dimulai periode 1
Januari 2020 sampai 31 Desember 2020.

3.3.2. Sampel
Sampel dalam penelitian ini adalah seluruh data rekam medik pasien trauma yang melibatkan
Bedah Plastik yang datang ke IGD kemudian dirawat di Rumah Sakit TK.II 03.05.01 Dustira
Cimahi dimulai dari 1 Januari 2020 sampai 31 Desember 2020. Cara pemilihan sampel yang
digunakan adalah Total sampling.
Kriteria inklusi pada penelitian ini adalah semua data rekam medis pasien trauma Bedah
Plastik yang di rawat tercatat dimulai 1 Januari 2020 sampai 31 Desember 2020.
Kriteria eksklusi pada penelitian ini adalah pasien Bedah Plastik non trauma atau pasien
trauma yang datang ke IGD yang tidak melibatkan Bedah Plastik.
3.4 Metode pengumpulan data
Jenis data yang digunakan untuk penelitian ini berasal dari data sekunder, terdiri dari jumlah pasien
trauma dari IGD yang di rawat di Rumah Sakit TK.II 03.05.01 Dustira Cimahi periode 1 Januari
2020 sampai 31 Desember 2020.
Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah pengumpulan
rekam medis pasien trauma di IGD Rumah Sakit TK.II 03.05.01 Dustira Cimahi periode 1 Januari
2020 sampai 31 Desember 2020. Kemudian data dievaluasi berdasarkan distribusi umur, jenis
kelamin, penyebab dan tipe injuri serta prosedur penatalaksanaan. Distribusi usia pasien
berdasarkan jenis kelamin dievaluasi. Pasien dievaluasi berdasarkan tiga kategori utama yaitu
trauma wajah, luka bakar, dan cedera jaringan lunak.

Trauma wajah
Seluruh pasien dengan diagnosis trauma wajah dievaluasi berdasarkan distribusi usia dan
jenis kelamin. Kemudian diklasifikasikan berdasarkan etiologi sebagai kecelakaan lalulintas,
kekerasan fisik, jatuh, dan kecelakaan kerja. Distribusi usia berdasarkan faktor etiologi dievaluasi.
Trauma wajah dibagi menjadi dua grup berdasarkan jaringan yang cedera; cedera jaringan lunak
and fraktur tulang.
Jenis fraktur dievaluasi berdasarkan letak anatomi menjadi fraktur mandibula, zygoma,
dasar orbita, maksila, nasal dan frontal. Kemudian fraktur mandibula diklasifikasikan lebih lanjut
berdasarkan lokasi fraktur menjadi fraktur pada simphisis/parasimphisis, kondilar, angular, corpus,
ramus dan coronal.
Trauma wajah dibagi menjadi dua grup berdasarkan waktu penatalaksanaan yaitu periode
awal dan lanjut, kemudian faktor yang mempengaruhi nya dievaluasi.
Luka bakar
Distribusi usia dan jenis kelamin seluruh pasein luka bakar dievaluasi. Luka bakar dibagi menjadi
3 subgrup berdasarkan etiologi nya yaitu luka bakar api, luka bakar listrik, dan scald burn.
Distribusi dari etiologi berdasarkan grup usia akan dibahas. Kemudian luka bakar dibagi
berdasarkan ada tidak nya trauma inhalasi.

Cedera Jaringan Lunak


Cedera jaringan lunak selain luka bakar dan cedera jaringan lunak pada wajah, dan dikatergorikan
ke dalam cedera jarigan lunak. Kemudian dibagi menjadi 5 subgrup berdasarkan etiologi nya
terjatuh, kecelakaan lalulintas, kecelakaan rumah tangga, kecelakaan kerja, tindak kekerasan, dan
lain-lain (gigitan hewan, luka tembak). Lokasi cedera, distribusi anatomis dari cedera ekstremtias
bawah berdasarkan etiologi di evaluasi. Penyakit penyerta seperti fraktur tulang, cedera pembuluh
akan dibahas. Modalitas pengobatan dari trauma pada ekstemitas bawah dan regio trunkus juga
dibahas.
Distribusi etiologi berdasarkan grup usia dievaluasi. Kemudian dibagi menjadi tiga
subgrup berdasarakan jenis luka, yaitu luka sebatas kulit, luka dengan keterlibatan struktur lain
(tendon, otot, pembuluh darah, nervus), luka dengan fraktur tulang atau dislokasi sendi. Pasien
juga dibagi berdasarakan pilihan tindakan pengobatan dengan lokal anestesi di ruang tindakan atau
dengan general anestesi di kamar operasi. Pasien yang dikerjakan di kamar operasi biasanya
dengan cedera kombinasi ( ruptur tendon, pembuluh darah atau nervus, fraktur terbuka, dll).
3.5. Alur penelitian

Gambar 3.1 Alur penelitian

Pasien Bedah
Trauma Yang
terdaftar di Instalasi
IGD

Pasien trauma tanpa Pasien trauma dengan


keterlibatan Plastik keterlibatan Bedah Plastik
Bedah

Data Rekam
Medis Jan 2020 s/d
Des 2020

Analisis data secara


Destriptif dan Narasi

3.6 Analisis data


Data yang diperoleh di kumpulkan, diolah, dan disajikan secara deskriptif dalam bentuk tabel
dan diagram. Penjelasan tabel dan diagram akan disajikan dalam bentuk narasi.
3.7. Definisi operasional
1. Trauma adalah cedera fisik yang menimbulkan gejala atau keluhan.
2. Usia dihitung pada saat pasien berobat ke Rumkit Dustira Pada penelitian ini pasien yang
diteliti dibagi menjadi tiga kelompok adalah berdasarkan kategori WHO yaitu Anak < 18
tahun, dewasa 18 – 60 tahun dan Geriatri > 60 tahun.
3. Jenis kelamin merupakan identitas sampel penelitian yang digunakan untuk membedakan
pasien laki – laki dan perempuan.
4. Luka bakar adalah luka karena kerusakan atau kehilangan jaringan yang disebabkan kontak
dengan sumber panas seperti api, air panas, listrik, bahan kimia dan radiasi.
5. Etiologi luka bakar
a. Luka bakar karena suhu, seperti api, radiasi matahari, atau panas dari api itu sendiri,
uap panas.
b. Luka bakar karena cairan panas seperti air panas, bahan kimia seperti berbagai macam
zat asam dan basa
c. Luka bakar karena listrik, baik Alternatif Current (AC) maupun Direct Current (DC).
6. Trauma wajah adalah cedera yang melibatkan kerusakan jaringan lunak dan atau tulang
pada wajah.
7. Cedera jaringan lunak adalah cedera yang melibatkan jaringan kulit, otot, saraf atau
pembuluh darah akibat suatu ruda paksa selain cedera pada wajah dan luka bakar.
8. Cedera jaringan lunak wajah adalah cedera jaringan yang menutupi jaringan keras wajah
(tulang wajah).
9. Cedera tulang wajah adalah fraktur yang melibatkan struktur tulang dan atau tulang rawan
penopang wajah.
10. Fraktur regio frontal adalah fraktur yang mencakup tabula sinus anterior dan tabula sinus
posterior.
11. Fraktur zygomatica adalah fraktur yang terjadi pada tulang zygoma beserta suturanya,
yakni sutura zygomatikofrontal, zygomatikotemporal, zygomatikomaksilar dan arkus
zygomatikus.
12. Fraktur regio nasal adalah fraktur yang melibatkan kompleks os nasal dan menyangkut
septum nasal.
13. Fraktur regio maksila diklasifikasikan menjadi Le Fort I, Le Fort II, dan Le Fort III.
a. Fraktur Le Fort I merupakan fraktur maksila horizontal yang menyilangi aspek
inferior maksila dan memisahkan prosesus alveolar yang mengandung gigi maksila
dalam palatum durum dari bagian lain maksila.
b. Fraktur Le Fort II merupakan fraktur pyramidal yang dimulai dari os nasal dan
meluas melalui os ethmoid dan os lakrimal, turun ke bawah melalui sutura
zygomatikofacial, berlanjut ke posterior dan lateral melalui maksila, di bawah
zygomaticus dan ke dalam pterigoid.
c. Faktur Le Fort III disebut juga kraniofacial disjunction, merupakan terpisahnya
semua tulang wajah dari basis kranii dengan fraktur simultan zygoma, maksila, dan
os nasal. Garis fraktur meluas ke posterolateral melalui os ethmoid, orbita dan
sutura pterigomaksila sampai ke dalam fossa sphenoplatina.
14. Fraktur mandibula adalah fraktur yang terjadi pada region mandibula, dan berupa region
anterior mandibula (simfisis dan parasimfisis), angulus mandibula, atau ramus atau daerah
kondilar mandibula.

Anda mungkin juga menyukai