Anda di halaman 1dari 48

TINJAUAN KEPUSTAKAAN II

Senin, 17 Mei 2021

REHABILITASI PADA KANKER PAYUDARA

Penyusun
dr. Mayang Cendikia Selekta

Pembimbing:
DR. dr. Marina A. Moeliono, SpKFR(K)

Penguji:
dr. Novitri, SpKFR(K)

PROGRAM STUDI ILMU KEDOKTERAN FISIK DAN REHABILITASI


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PADJADJARAN
BANDUNG
2021

i
DAFTAR ISI

Daftar Isi .................................................................................................................. ii

Daftar Tabel ............................................................................................................ iv

Daftar Gambar ......................................................................................................... v

BAB I Pendahuluan ................................................................................................. 1

BAB II Kanker Payudara ......................................................................................... 3

2.1 Epidemiologi .......................................................................................... 3

2.2 Faktor Resiko ......................................................................................... 3

2.3 Stadium Kanker Payudara ..................................................................... 5

2.4 Histopatologi kanker payudara .............................................................. 7

2.5 Tatalaksana kanker payudara ................................................................. 9

2.6 Rekurensi kanker payudara .................................................................. 11

BAB III Rehabilitasi Kanker Payudara ................................................................. 14

3.1 Prehabilitasi.......................................................................................... 14

3.2 Rehabilitasi Peri-operatif dan post operatif ......................................... 15

3.3 Rehabilitasi pasien yang menjalani kemoterapi adjuvant .................... 16

3.4 Rehabilitasi pasien yang menjalani radiasi .......................................... 16

3.5 Rehabilitasi paska pengobatan (Long term survivor) ......................... 17

3.6 Rehabilitasi untuk pencegahan dan tatalaksana gangguan spesifik ..... 17

3.6.1 Limfedema ............................................................................... 18

3.6.1.1 Derajat limfedema ............................................. 21

3.6.2 Terbatasnya lingkup gerak sendi bahu .................................... 27

ii
3.6.3 Chemotherapy-induced peripheral neuropathy (CIPN) .......... 28

3.6.4 Sindroma nyeri paska mastektomi.......................................... 31

3.6.5 Kelelahan ................................................................................. 34

3.6.6 Disfungsi Seksual .................................................................... 36

BAB IV Penutup .................................................................................................... 37

iii
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Klasifikasi TNM Kanker Payudara Berdasarkan AJCC Cancer Staging

Manual ..................................................................................................................... 6

Tabel 2.2 Klasifikasi TNM Kanker Payudara Berdasarkan AJCC Cancer Staging

Manual ..................................................................................................................... 7

Tabel 3.1 Rekomendasi untuk Latihan lingkup gerak sendi setelah pembedahan

aksila untuk membatasi formasi seroma ................................................................ 15

Tabel 3.2 Strategi pencegahan gangguan fungsi pada kanker payudara ............... 17

Tabel 3.3 Klasifikasi derajat lymphedema berdasarkan International Society of

Lymphology (ISL). ................................................................................................. 21

iv
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1 Stadium kanker payudara ..................................................................... 8

Gambar 3.1 Posisi pengukuran lingkar lengan pada limfedema ........................... 20

Gambar 3.2 Posisi pengukuran lingkar lengan pada limfedema ........................... 21

Gambar 3.3 Urutan terapi MLD ............................................................................ 25

Gambar 3.4 Target toksisitas kemoterapi .............................................................. 29

Gambar 3.5 Alur tatalaksana Chemotherapy-induced peripheral neuropathy ...... 30

v
BAB I
PENDAHULUAN

Kanker payudara adalah salah satu diagnosis kanker paling umum yang

terjadi pada wanita dan merupakan penyebab yang signifikan terhadap mortalitas

dan morbiditas di seluruh dunia.1 Menurut organisasi kesehatan dunia World Health

Organization (WHO) kanker payudara berdampak pada 2,1 juta wanita setiap tahun

dan juga menyebabkan jumlah kematian terbesar terkait kanker pada wanita. Pada

tahun 2018, diperkirakan 627.000 wanita meninggal karena kanker payudara,

sekitar 15% dari seluruh kematian akibat kanker di kalangan wanita.2

Sejumlah besar wanita yang selamat dari kanker payudara saat ini

merupakan hasil dari deteksi dini dan kemajuan dalam pengobatan. Tegaknya

diagnosis kanker payudara dan konsekuensi dari penanganan selanjutnya

menghasilkan gejala sisa baik secara medis dan psikososial yang menjadi masalah

penting bagi para penyintas kanker payudara. 3

Beberapa gejala sisa tersering dari tatalaksana kanker payudara seperti

limfedema, nyeri terkait kanker, dan terbatasnya gerakan sendi bahu. Pasien kanker

payudara yang menjalani pembedahan kelenjar limfatik aksila dan atau radioterapi

terutama sangat rentan mengalami limfedema, dengan angka kejadian 65-70%.

Nyeri terakit kanker umumnya meningkat secara signifikan seiring perkembangan

penyakit hingga 75-90% pada pasien dengan metastatik atau stadium lanjut. 50%

pasien dengan kanker payudara juga mengalami keterbatasan lingkup gerak sendi

pada bahu.4,5,6

1
Penyintas kanker payudara berhadapan dengan disabilitas secara fisik,

sosial, emosional, dan fungsional. Sekitar lebih dari 3 juta orang Amerika yang

hidup dengan riwayat kanker payudara melaporkan gejala sisa yang merugikan dan

menurunkan fungsi terkait dengan perawatan medis mereka. 30% penyintas kanker

payudara memiliki gangguan fungsi tetapi tidak terdeteksi dan tidak ditatalaksana

sehingga berdampak pada produktivitas dan kualitas hidup. 3,4

Gangguan fungsi pada kanker payudara sering diremehkan dan dikelola

dengan buruk oleh penyedia layanan kesehatan.7 Tinjauan kepustakaan ini akan

membahas mengenai gejala sisa terkait kanker payudara serta tatalaksana di bidang

rehabilitasi medik.

2
BAB II

KANKER PAYUDARA

2.1 Epidemiologi

Kanker payudara merupakan salah satu jenis kanker yang sering terjadi pada

perempuan di Indonesia. Kanker payudara berkontribusi sebesar 30% dan

merupakan jenis kanker yang paling mendominasi di Indonesia. Berdasarkan

Pathological Based Registration di Indonesia, kanker payudara menempati urutan

pertama sebanyak 18,6% dari total 348.809 kasus kanker. Angka kejadian kanker

payudara di Indonesia diperkirakan 12/100.000 wanita. Penyakit ini juga dapat

diderita oleh laki-laki dengan frekuensi sekitar 1%. Lebih dari 80% kasus kanker

payudara di Indonesia ditemukan pada stadium lanjut sehingga upaya pengobatan

sulit dilakukan. Pemahaman mengenai upaya pencegahan, diagnosis dini,

pengobatan kuratif maupun paliatif serta upaya rehabilitasi yang baik sangat

diperlukan agar pelayanan pada penderita dapat dilakukan secara optimal.7

2. 2 Faktor Resiko

Penyebab spesifik kanker payudara masih belum diketahui, tetapi terdapat

banyak faktor yang diperkirakan berpengaruh terhadap terjadinya kanker payudara

antara lain 9 :

1. Jenis kelamin

Wanita lebih banyak daripada laki-laki, data Riskesdas 2007 menyebutkan

bahwa angka nasional kanker payudara adalah 4,3 per 1000 penduduk

3
dengan angka kejadian yang lebih tinggi pada perempuan dari pada laki-

laki, yaitu sebesar 5,7 per 1000 penduduk perempuan dan 2,9 per 1000

penduduk laki- laki.9

2. Riwayat keluarga dengan kanker payudara

Terdapat peningkatan risiko keganasan pada wanita yang keluarganya

menderita kanker payudara, berhubungan dengan gen BRCA 1. Gen BRCA

1 meningkatkan kerentanan terhadap kanker payudara sehingga probabilitas

untuk terjadi kanker payudara menjadi 60% pada umur 50 tahun dan 85%

pada umur 70 tahun.4,9

3. Faktor reproduksi

Karakteristik reproduktif yang berhubungan dengan risiko terjadinya kanker

payudara adalah nuliparitas, menarche pada usia muda <12 tahun,

menopause pada usia lebih tua > 55 tahun dan kehamilan pertama pada usia

³ 30 tahun.4,10

4. Usia (analisis)

Periode antara terjadinya haid pertama dengan usia saat kehamilan pertama

merupakan window of initiation perkembangan kanker payudara.10

Dikarenakan pada periode ini terjadi peningkatan proliferasi sel payudara

dan peningkatan sensitivitas terhadap estrogen.

5. Penggunaan terapi pengganti hormon (estrogen) dalam waktu lama

Hormon estrogen berhubungan dengan terjadinya kanker payudara.

Beberapa meta analisis menyatakan bahwa, wanita yang menggunakan obat

kontrsepsi oral dalam waktu yang lama mempunyai risiko tinggi untuk

4
mengalami kanker payudara sebelum menopause. Sel-sel yang sensitif

terhadap rangsangan hormonal mungkin mengalami perubahan,

berdegenerasi jinak ataupun menjadi ganas.10

6. Paparan radiasi pada dinding dada

7. Penggunaan alkohol

8. Obesitas

9. Diet tinggi lemak.4

2.3 Stadium kanker payudara

Stadium kanker dinilai berdasarkan klasifikasi sistem TNM, ukuran tumor

dan bagaimana penyebarannya di dalam payudara dan organ (T), keterlibatan

kelenjar getah bening (N), dan ada tidaknya metastasis (M), yang direkomendasikan

oleh UICC (Union for International Against Cancer dari World Helath

Organization) / AJCC (American Joint Committee On Cancer yang disponsori oleh

American Cancer Society dan American College of Surgeons).11

Setelah T, N, dan M ditentukan, stadium 0, I, II, III, atau IV ditentukan,

dengan stadium 0 in situ, stadium I kanker menjadi invasif pada stadium awal, dan

stadium IV yang paling akhir.

5
Tabel 2.1 Klasifikasi TNM Kanker Payudara Berdasarkan AJCC Cancer Staging
Manual.10

6
Tabel 2.2 Klasifikasi TNM Kanker Payudara Berdasarkan AJCC Cancer Staging
Manual.10

2.4 Histopatologi kanker payudara

Dua tipe histopatologi kanker payudara yaitu:

1). Kanker payudara noninvasif terdiri atas Ductal Carcinoma In Situ (DCIS)

dan Lobular Carcinoma In Situ (LCIS).

2). Kanker payudara invasif terdiri atas:


Ductal carcinoma (Ca) (78%)


Lobular Ca (9%)


Tipe khusus dengan prognosis baik (10%) : papiler, tubuler, mucinous,

dan medular Ca; Comedo Ca (5%); Medullary Ca (4%); Colloid Ca

(3%); Inflammatory Ca (1%); Paget’s disease of the breast, unilateral

7
eczema dari puting. Prognosis baik bila dapat dideteksi sebelum

benjolan timbul.

Histopatologi mempengaruhi keputusan terapi. Tumor dengan diferensiasi

jelek (high grade), mempunyai prognosis lebih jelek daripada diferensiasi baik (low

grade).13

Gambar 2.1 Stadium kanker payudara. Dikutip dari Andrea L. Cheville, Sarah
A, Tufia, Kathleen D, Integrated Rehabilitation for Breast Cancer Survivors,
American Journal of Physical Medicine & Rehabilitation Articles Ahead of
Print, 2018.

8
2.5 Tatalaksana kanker payudara

Metode penatalaksanaan pada pasien kanker payudara disesuaikan dengan

stadium yang ditemukan, terdiri dari pengobatan lokal dan sistemik. Tujuan utama

terapi lokal adalah untuk menyingkirkan adanya kanker lokal. Tatalaksana berupa

pembedahan dan dapat dikombinasikan dengan terapi radiasi dan / atau kemoterapi.

Prinsip pengobatan kanker payudara ini adalah multimodal yang modalitasnya

terdiri dari :

1. Operasi

Dikenal berbagai jenis operasi kanker payudara :

• Radikal mastektomi, pengangkatan seluruh tumor dengan jaringan

payudara dengan kulit diatasnya, pengangkatan m.pektoralis mayor

dan m.pektoralis minor, diseksi aksila. Biasanya tindakan disertai

dengan skin grafting untuk penutupan luka.

• Modified radikal mastektomi, pada cara Patey m.pektoralis mayor

tetap dipertahankan, dan m.pektoralis minor diangkat. Pada cara

Auchincloss m. pektoralis mayor dan minor ditinggalkan.

• Simple mastektomi, keseluruhan jaringan payudara diangkat, tetapi

kelenjar getah bening yang berada di bawah aksila tidak diangkat.

• Breast concerving treatment, yang diangkat hanya bagian payudara

yang terkena kanker, beserta sebagian jaringan normal yang

mengelilinginya dan satu atau lebih kelenjar getah bening aksila.

9
Jumlah jaringan payudara yang diangkat tergantung pada ukuran

tumor dan lokasinya.

• Sentinel node biopsi. 14

2. Radiasi

Gelombang energi yang digunakan untuk merusak DNA sel kanker

sehingga mencegah dan memperlambat penyebaran penyakit.14

3. Kemoterapi

Kemoterapi adalah terapi untuk membunuh sel-sel kanker dengan obat-obat

anti kanker yang disebut sitostatika. Fungsi utama kemoterapi ini adalah

mencari sel kanker dan menghancurkannya sebelum sel-sel tersebut

semakin memperbanyak diri.14 Kemoterapi diberikan secara bertahap,

biasanya sebanyak 6 – 8 siklus agar mendapatkan efek yang diharapkan

dengan efek samping yang masih dapat diterima. Terdapat 2 jenis

kemoterapi yang dibedakan berdasarkan tujuan yaitu,

a) Kemoterapi adjuvan

Kemoterapi yang diberikan sesudah operasi, dapat sendiri atau

bersamaan dengan radiasi, bertujuan ntuk membunuh sel yang telah

bermetastase.

b) Kemoterapi neoadjuvan

Kemoterapi yang diberikan sebelum operasi untuk mengecilkan

massa tumor, biasanya dikombinasikan dengan radioterapi.

4. Terapi hormonal

10
Dalam sitosol sel-sel kanker payudara terdapat protein spesifik berupa

reseptor hormonal yaitu reseptor estrogen dan progesteron. Reseptor

hormon ini ditemukan pada lebih dari 90% karsinoma duktal dan lobular

invasif yang masih berdiferensiasi baik. Setelah berikatan dengan reseptor

estrogen dalam sitosol, tamoxifen menghambat pengambilan estrogen pada

jaringan payudara.15

5. Imunoterapi

Saat ini direkomendasikan penentuan ekspresi HER-2/neu pada semua

kanker payudara yang baru didiagnosis. Hal ini digunakan untuk tujuan

prognostik pada pasien tanpa pembesaran kelenjar getah bening, untuk

membantu pemilihan kemoterapi adjuvant. Regimen adriamycin

memberikan respon yang lebih baik pada kanker payudara dengan over

ekspresi HER-2/neu. Pasien dengan over ekspresi Her-2/neu dapat diobati

dengan trastuzumab yang ditambahkan pada kemoterapi adjuvan.15

2.6 Rekurensi kanker payudara

Rekurensi pada kanker payudara berhubungan dengan faktor prognostik.


Faktor prognostik adalah suatu pengukuran yang dilakukan pada saat diagnosis
atau pembedahan yang berhubungan dengan outcome (overall survival, disease-
free survival, local control). Faktor prognostik kanker payudara antara lain
sebagai berikut:16

1. Kelenjar getah bening

Keterlibatan kelenjar getah bening (KGB) aksila merupakan salah satu

faktor prognostik yang dapat dipercaya untuk memprediksi metasatasis dan

11
survival. Mortalitas pasien dengan KGB positif 4-8 kali lebih tinggi

dibanding pasien dengan KGB negatif.

2. Usia

Pasien usia muda £ 35 tahun ataupun usia ³ 70 tahun saat terdiagnosis

kanker payudara memiliki prognostik yang buruk dibanding kelompok usia

lainnya. Hal ini disebabkan pada pasien dengan usia yang lebih muda

biasanya terdapat tumor dengan karakteristik estrogen receptor (ER) dan/

atau progesteron receptor (PR) negatif, dan cenderung terjadi invasi

limfovaskular serta disease free survival yang rendah. Prognosis pada

pasien usia tua ³ 70 tahun lebih buruk dikarenakan proses degeneratif yang

menyebabkan penurunan fungsi organ dan banyaknya komorbid yang

membuat pasien kelompok usia tersebut tidak bisa mendapatkan terapi

yang ekstensif.

3. Tipe histopatologi tumor

Tipe histopatologi tumor merupakan salah satu prognosis yang dapat dibagi

menjadi 4 grup, yaitu sangat baik, baik, buruk dan sangat buruk. Tipe

histopatologi sangat baik adalah kribiform invasif, tubular, tubule-lobular,

dan musinosum, dengan survival 10 tahun sebesar > 80%. Prognosis baik

pada histopatologi campuran tubular, campuran tubular dengan tipe

spesial, atipikal medulare dan alveolar lobular dengan survival 10 tahun

sebesar 60-80%. Tipe papilary juga dimasukkan ke dalam prognosis baik.

Prognosis buruk dengan survival 10 tahun di bawah 50% pada tipe duktal,

12
solid lobular, duktal campuran dan lobular.

4. Stadium

Diferensiasi baik (grade 1), diferensiasi menengah (grade 2), dan

diferensiasi buruk (grade 3).

5. Subtipe tumor

Ekspresi reseptor estrogen dan progesteron merupakan faktor prognostik

dan prediktif. Pada kanker payudara, sekitar 55% mengekspresikan ER dan

PR positif, 22% dengan ER dan PR negatif, 20% ER positif namun PR

negatif, dan 3% ER negatif namun PR positif. Disease free survival 5 tahun

pasien dengan ER/PR positif lebih baik dibandingkan pasien dengan ER/PR

negatif.

13
BAB III

REHABILITASI PADA KANKER PAYUDARA

Rehabilitasi pada kanker payudara bersifat dinamis, Banyak faktor

membatasi pasien kanker payudara untuk menjalani program rehabilitasi, seperti

jadwal radioterapi dan kemoterapi yang padat, keadaan medis pasien yang tidak

stabil dikarenakan efek akut dari terapi kanker seperti kelelahan, mual, muntah dan

gangguan tidur. Oleh karena itu, program rehabilitasi yang diberikan pada pasien

yang menjalani pengobatan aktif harus mempertimbangkan waktu dan energi

pasien yang terbatas, difokuskan pada pencegahan efek samping dan untuk

mengurangi dampak dari gangguan fungsional.4

3.1 Prehabilitasi

Prehabilitasi dimulai sebelum pasien menjalani terapi kanker payudara,

prehabilitasi terbukti menurunkan morbiditas perioperatif sebelum reseksi kanker

payudara, mempercepat pemulihan kebugaran paska pembedahan dan memiliki

efek positif terhadap psikologis pasien. Program prehabilitasi meliputi latihan

aerobik, pendekatan psikososial dan latihan lingkup gerak sendi ekstremitas atas.

Beberapa literatur telah menuliskan mengenai prehabilitasi sebagai program

14
rehabilitasi yang luas termasuk juga mengoptimalisasi nutrisi, penghentian

merokok, dan penurunan berat badan.17

3.2 Rehabilitasi Peri-operatif dan post operatif

Program rehabilitasi peri-operatif berfokus pada peningkatan kapasitas

kardiopulmonal, dikarenakan pasien dengan peningkatan kapasitas latihan dapat

mentolerir anestesi dengan lebih baik dan mengalami komplikasi bedah yang lebih

sedikit. Rehabilitasi peri operatif dapat diberikan pada pasien dengan gangguan

fisik sebelum operasi yang dapat diperburuk oleh proses pembedahan, terutama

pasien yang akan menjalani diseksi aksila atau radiasi paska mastektomi.17

Pasien dengan diseksi aksila beresiko tinggi untuk mengalami limfedema

dan keterbatasan lingkup gerak sendi, sehingga harus diberi konseling tentang

latihan lingkup gerak sendi lengan yang tepat. Latihan dapat segera dimulai setelah

pembedahan dilakukan, tetapi penggunaan lengan fungsional paska operasi dibatasi

sampai drainase dilepaskan.19

Tabel 3.1 Rekomendasi untuk Latihan lingkup gerak sendi setelah pembedahan
aksila untuk membatasi formasi seroma.19

Hari paska Fleksi Abduksi Internal/eksternal

operasi rotasi

Hari ke 1-3 40°-45° 40°-45° Sesuai toleransi

Hari ke 4-6 45°-90° 45° Sesuai toleransi

15
Hari ke 7 sampai Sesuai toleransi Sesuai toleransi Sesuai toleransi

drain dilepas

3.3 Rehabilitasi pasien yang menjalani kemoterapi adjuvant

Program rehabilitasi tergantung pada perawatan khusus yang diterima dan

kerentanan masing-masing individu terhadap efek samping obat. Kemoterapi

adjuvant standar untuk kanker payudara biasanya mencakup siklofosfamid, taksa,

dan antrasiklin. Kemoterapi adjuvant diberikan selama 3-6 bulan. Kelelahan

biasanya meningkat secara kumulatif selama periode ini.20

Salah satu efek dari kemoterapi adjuvant adalah CIPN (Chemotherapy

Induced Pheripheral Neuropathy). Terdapat regimen utama penyebab CIPN,

platinum-based compounds, taxanes, vinca alkaloids, epothilones dan proteasome

inhibitors. Pasien geriatri biasanya mengalami gangguan keseimbangan akibat

regimen tersebut, sehingga meningkatkan resiko jatuh. Penilaian resiko jatuh dan

analisis pola jalan harus dilakukan sebelum memberikan program terapi.21 Untuk

pasien dengan gangguan premorbid, atau sulit untuk meningkatkan aktivitas dengan

aman, harus dilakukan perbaikan kondisi medis terlebih dahulu. 22,23,24

3.4 Rehabilitasi pasien yang menjalani radiasi

Waktu dan energi pasien yang menjalani terapi radiasi terbatas untuk

melakukan program rehabilitasi dikarenakan terapi radiasi dijadwalkan setiap hari.

16
Kunjungan pasien ke bagian radioterapi dapat diintegrasikan dengan program

rehabilitasi tanpa membebankan waktu dan biaya perjalanan tambahan.25

Dermatitis terkait radiasi, deskuamasi dan inflamasi dapat menyebabkan

nyeri dan gangguan activity daily living (ADL). Nyeri dapat ditangani oleh

pemberian modalitas, gangguan ADL ditangani oleh layanan terapi okupasi.

Indikasi untuk menjalani rehabilitasi selama proses terapi radiasi adalah gangguan

ADL, terbatasnya lingkup gerak sendi bahu, nyeri kuadran atas, dan kelelahan.25

3.5 Rehabilitasi paska pengobatan (Long term survivor)

Gejala sisa jangka panjang dari pengobatan kanker payudara adalah

Chemotherapy induced peripheral neuropathy (CIPN), kelelahan kronis,

limfedema, kontraktur dan nyeri dinding dada. Pada fase ini pasien diharapkan

dapat mengerti dan menerima kondisi medisnya, dokter harus mengakomodasi

kemampuan dan kemauan pasien untuk terlibat dalam proses rehabilitasi agar

pemulihan fungsional dapat berjalan efektif.25

3.6 Rehabilitasi untuk pencegahan dan tatalaksana gangguan spesifik

Gangguan terkait efek samping pengobatan kanker payudara dapat

ditatalaksana dan dicegah progresivitasnya. Deteksi dini kanker payudara dan

intervensi yang tepat waktu akan mengurangi resiko terjadinya gangguan dan

mencegah sekuele.

Tabel 3.2 Strategi pencegahan gangguan fungsi pada kanker payudara

17
Gangguan Strategi pencegahan

Limfedema Complex decongestive therapy (CDT) :


Edukasi perawatan kulit, positioning, manual
lymphatic drainage (MLD), kompresi dengan
short stretch bandage, penggunaan kinesiotaping,
latihan ringan (muscle pumping)

Lingkup gerak sendi bahu Latihan lingkup gerak sendi


terbatas
Chemotherapy induced Latihan keseimbangan statis dan dinamis
peripheral neuropathy menggunakan alat bantu, pencegahan resiko jatuh,
(CIPN) farmakoterapi (duloxetine)

Sindroma nyeri paska Teknik fibrolitik manual, injeksi neuroma,


mastektomi cognitive behavioral therapy

Kelelahan Energi konservasi, cukup tidur, efisiensi aktivitas


fisik

3.6.1 Limfedema

Limfedema terjadi pada 20-50% pasien kanker payudara di Amerika Serikat

yang menjalani eksisi total kelenjar limfa aksila saat mastektomi. Limfedema

merupakan akibat kondisi akumulasi cairan di interstisial yang mengandung protein

dan debris sel dengan berat molekul besar yang terjadi pada pasien yang menderita

atau mendapatkan perawatan kanker payudara dikarenakan disfungsi sistem

limfatik.26 Pada individu yang normal, pembuluh darah kapiler mendorong cairan

ke ruang interstitial, yang kemudian sebagian besar cairan di ruang interstitial akan

kembali ke pembuluh darah kapiler.26,27,28

Limfedema dapat berkembang menjadi inflamasi kronis, infeksi dan

pengerasan kulit, yang pada akhirnya, menyebabkan kerusakan pembuluh limfatik

18
lebih lanjut dan pembengkakan pada ekstremitas atas. Hal ini dapat menyebabkan

gejala dan keluhan dalam hal gangguan fungsi dan struktur, keterbatasan ADL dan

juga menyebabkan stress dan penurunan kualitas hidup. 26

Pasien dengan limfedema akan merasakan gejala seperti nyeri dan

pembengkakan disertai rasa berat. Jika tidak segera mendapatkan penanganan,

penumpukan cairan limfa dalam waktu lama akan menstimulasi fibroblast, adiposit,

keratinosit, serta infiltrasi neutrophil dan kolagen yang menyebabkan terjadinya

permasalahan pada kulit seperti fibrosis limfostatik, pengerasan lapisan kulit,

papilloma, serta infeksi yang berulang seperti selulitis atau limfangitis.29 Perubahan

dari jaringan ikat subkutan, tekstur, serta suhu pada kulit dapat dievaluasi lebih

dalam dengan palpasi. Ketebalan dari lapisan dermis dan terjadinya fibrosis dapat

dinilai dengan Stemmer’s sign. Jika kulit pada dorsum jari tangan tidak bisa

diangkat dengan mudah, maka dapat diartikan Stemmer’s sign positif, yang

menandakan terdapat fibrosis pada lapisan kulit. Namun demikian, hasil negatif

tidak mengekslusi kemungkinan adanya limfedema.30

Pengukuran lingkar lengan sering digunakan dalam diagnosis dan untuk

memonitor progresi dari edema. Ji Na Yo pada tahun 2015 menyatakan lokasi

pengukuran dilakukan di 5 tempat (gambar.2) kemudian dibandingkan dengan sisi

kontralateralnya. Jika ³ 2 cm maka bisa dikonfimasi adanya pembengkakan.31

19
Gambar 3.1 Posisi pengukuran lingkar lengan pada limfedema, (A) 15 cm proximal
dari lateral epicondyle humerus, (B) Siku, titik tengah antara medial and lateral
epicondyle, (C) 10 cm distal dari lateral epicondyle, (D) Pergelangan tangan, titik
tengah dari garis pergelangan, (E) Sendi metacarpophalangeal. Dikutip dari : Ji
Na Yoo. Validity of quantitative lymphoscintigraphy as a lymphedema
assessment tool for patients with breast cancer. Annual rehabilitation medicine.
2015.

Foroughi dkk tahun 2011 melakukan penelitian tentang reliabilitas lokasi

pengukuran pada lymphedema, dilakukan pengukuran pada pergelangan tangan dan

10, 20, 30, and 40 cm proximal dari pergelangan tangan dan mendapatkan nilai

intra-rater dan inter-rater reliability yang baik sehingga dapat digunakan dalam

praktik sehari-hari.32

20
Gambar 3.2 Posisi pengukuran lingkar lengan pada limfedema. Dikutip dari:
Nasim Foroughi, Ph.D., Elizabeth S. Dylke, M.P.T., Ross D. Paterson, B.Sci.,
Kristine A. Sparrow, B.Nurs. Inter-Rater Reliability of Arm Circumference
Measurement. Lymphatic research and biology. 2011.

3.6.1.1 Derajat limfedema

Dalam menetukan derajat dari limfedema, International Society of

Lymphology (ISL) membagi menjadi 4 tingkatan berdasarkan tampilan klinis,

diameter edema, dan dengan atau tanpa adanya pitting edema.

Tabel 3.3 Klasifikasi derajat lymphedema berdasarkan International Society of


Lymphology (ISL).28

Derajat Keterangan

0 (Latent lymphedema) Pasien dengan kerusakan pada pembuluh


limfa dan terdapat gejala limfedema namun

21
tidak terdapat perubahan volume/lingkar
anggota tubuh

1 (Spontaneously reversible) Terdapat pembengkakan anggota tubuh yang


dapat diukur, bengkak dapat berkurang
dengan elevasi serta terdapat pitting edema

2 (Non-spontaneously Terdapat pembengkakan anggota tubuh


reversible) akibat deposisi jaringan adiposa dan jaringan
ikat, elevasi tidak mengurangi bengkak serta
edema dapat berubah dari pitting menjadi
non-pitting akibat fibrosis dan lemak yang
terlalu banyak

3 (Lymphostatic End-stage disease dengan pembengkakan


elephantiasis) berat dan perubahan pada kulit, tidak terdapat
edema pitting

Terdapat dua metode dalam tatalaksana limfedema yaitu konservatif dan

operatif.

a. Konservatif

Complex decongestive therapy (CDT) merupakan rangkaian terapi yang digunakan

dalam tatalaksana limfedema sekunder. Prinsip yang digunakan dalam CDT

bertujuan untuk memperlancar aliran limfa dengan melakukan pemijatan dan

kompresi pada area yang mengalami pembengkakan.27 Secara umum, CDT dibagi

menjadi 2 fase, yaitu fase intensif yang dilakukan setiap satu atau dua kali sehari

selama 4-6 minggu serta fase pemeliharaan yang dilakukan oleh pasien sendiri.

Pada fase intensif, pasien diberikan edukasi perawatan kulit, terapi manual

lymphatic drainage (MLD), kompresi dengan short-stretch bandage, penggunaan

22
kinesio taping (KT) serta latihan ringan.30 Edukasi tentang cara merawat kulit dan

memposisikan lengan penting untuk dilakukan pada kedua fase CDT. Beberapa

edukasi yang penting untuk diberikan meliputi:

• Penggunaan pelembab

• Menghindari trauma

• Menghindari terapi panas ataupun sauna

• Menghindari pemasangan akses intravena pada lokasi yang mengalami

edema

• Menggunakan alas kaki atau pelindung saat beraktivitas untuk menghindari

gigitan serangga, atau iritasi dari zat kimia (detergen, cairan pembersih

lantai, dan lain-lain)

• Menggunakan pembersih badan yang lembut, tidak mengandung sabun,

dengan pH netral untuk mencegah terjadinya selulitis pada kulit yang

kering.

• Saat beristirahat atau duduk, gunakan bantalan untuk menyangga lengan,

agar menyokong lengan ke posisi yang lebih tinggi.

• Tidak mengangkat lengan diatas bahu dalam waktu yang lama, dikarenakan

akan mengurangi aliran darah ke tangan dan membuat pasien merasa tidak

nyaman.

• Tidak memposisikan lengan pada posisi yang sama dalam waktu yang lama.

Manual lymphatic drainage (MLD) merupakan terapi utama pada fase ini.

Prinsip yang digunakan dalam terapi ini adalah memberikan pijatan lembut ke arah

23
proksimal. Tindakan pemijatan ini dimaksudkan untuk meregangkan saluran limfa

dan diharapkan dapat memperbaiki kontraktilitas pembuluh limfa. Syarat dari

pemberian pijatan dan tekanan dalam MLD adalah bebas dari rasa nyeri dan tidak

menyebabkan ketidaknyamanan pasien.30

Durasi, orientasi, tekanan, dan urutan stroke yang spesifik menjadi

karakteristik MLD. Limfa yang tersumbat diarahkan ke area yang masih didrainase

dengan baik oleh kelenjar limfatik melalui distensi kulit yang halus dan berirama.

Masase yang diberikan sangat ringan dan superfisial, yaitu dengan tekanan jari atau

tangan sekitar 30-45 mmHg. Manual lymphatic drainage (MLD) diawali dengan

masase di daerah proksimal dari anggota gerak yang diterapi untuk mendilatasi

pembuluh limfatik watershed dan mempersiapkannya menerima cairan dari daerah

distal. Setelah itu masase berirama diberikan dari daerah distal ke proksimal. Satu

sesi umumnya berlangsung 45-60 menit.31,33

24
Gambar 3.3 Urutan terapi MLD. Dikutip dari: Roman MM, Barbieux R, Leduc
O, Bourgeois P. Lymphatic Drainage to the Paravertebral Lymph Nodes in
Breast Cancer Patients. Lymphatic Research And Biology. 2017.

Terapi lain dalam rangkaian CDT adalah penggunaan short-stretch bandage

atau pembalutan multilayer. Kompresi dengan short-stretch bandage saat ini lebih

dipilih dibandingkan dengan penggunaan stocking kompresi karena memberikan

tekanan yang lebih baik dan stabil, sehingga dapat meningatkan transportasi aliran
30
limfa lebih baik.

Saat ini, terapi kompresi dapat pula menggunakan intermittent pneumatic

compression (IPC). Alat ini dapat mengurangi penumpukan cairan limfa dengan

cara diarahkan ke area yang masih didrainase dengan baik.

Beberapa studi menunjukkan efektivitas dari penggunaan teknologi ini jika

dikombinasikan dengan stocking kompresi. Penelitian Szolnoky tahun 2009,

25
menunjukkan efektivitas dalam mengurangi limfedema dengan terapi MLD yang

dilanjutkan dengan IPC. Canadian Agency for Drugs and Technologies

menyarankan penggunaan IPC harus dikombinasikan dengan terapi lain dalam

CDT untuk mengurangi limfedema pada kanker payudara.34

Kinesio Taping (KT) dapat menjadi alternatif terapi yang ditambahkan ke

CDT karena tekanan yang dihasilkan KT pada kulit dapat meningkatkan aliran

limfatik.35 Teknik KT yang digunakan adalah lymphatic correction dengan

membuat channeling pada sirkulasi limfe sehingga merangsang mekanoreseptor

dermal, meningkatkan rangsangan sensorik dan mekanis, elastisitas aktifnya

bekerja pada sistem limfatik dan mengurangi penumpukan aliran limfatik di area

tempat KT diterapkan, sehingga dapat mengurangi edema.36 KT dapat diganti 2x

perminggu, tidak boleh dipakai lebih dari 3-5 hari dikarenakan berkurangnya efek

elastis polymer. KT digunakan selama 4 minggu. Efek samping penggunaan KT

adalah iritasi pada kulit.37

Latihan fisik pada terapi limfedema ditujukan untuk melatih otot

ekstremitas atas agar dapat berkontraksi secara efektif memompa aliran darah dan

limfa. Jenis latihan berupa latihan penguatan isotonik dengan beban dimulai dari

0,5-1kg ataupun tanpa beban. Dilakukan 2-3x/minggu, 1-4 set per kelompok otot

8-12 repetisi, progresif dan harus tersupervisi.38 Latihan juga dapat berupa muscle

pumping yang dikombinasikan dengan resistensi dari stocking kompresi.

Mariana dkk pada tahun 2017 menyebutkan MLDV dan latihan fisik

memberi dampak yang sama pada pasien setelah operasi kanker payudara.39

26
b. Terapi Operatif

Terapi pembedahan diindikasikan bagi pasien yang mengalami gangguan

fungsional yang tidak membaik dengan terapi non-operatif dan pasien yang

mengalami infeksi berulang. Teknik operasi terdiri dari teknik reduksi dan

rekonstruktif. Teknik reduksi diindikasikan bagi limfedema yang didominasi oleh

komponen fibrofatty, teknik ini mengangkat kelebihan jaringan fibroadiposa, terdiri

dari eksisi langsung atau liposuction. Teknik rekonstruktif bertujuan untuk

menyambungkan kembali saluran limfatik untuk meningkatkan drainase.

Teknik rekonstruktif meliputi lympholymphatic bypass, lymphovenous bypass serta

transfer kelenjar limfa.27

3.6.2 Terbatasnya lingkup gerak sendi bahu

Gangguan lingkup gerak sendi bahu terjadi pada 50% pasien kanker

payudara 15% diantaranya mengalami gangguan vokasional.4 Faktor-faktor yang

terkait dengan gangguan pergerakan bahu adalah usia yang lebih tua, tidak

berpartisipasi dalam program latihan fisik dan fibrosis subkutan. Lingkup gerak

sendi bahu yang penuh umumnya dapat dipulihkan melalui latihan peregangan yang

rutin.40

Menurut pedoman tatalaksana kanker payudara komite penanggulangan

kanker nasional Kementrian Kesehatan Republik Indonesia tahun 2017, latihan

lingkup gerak sendi sebaiknya dimulai 1 hari paska operasi. Penundaan latihan tidak

terbukti menguntungkan. Latihan peregangan diteruskan hingga 6-8 minggu atau

sampai lingkup gerak sendi penuh tercapai.

27
Latihan lingkup gerak sendi pada hari ke 1 - 3 dapat dilakukan fleksi 40°-

45° dan abduksi 40°-45°, hari ke 4 - 6 dilakukan fleksi 45°-90° dan abduksi 45°,

hari ke 7 hingga dilepas drainase dapat dilakukan sesuai toleransi. Fleksi dan

abduksi di atas 90° pada minggu pertama paska operasi dapat meningkatkan risiko

pembentukan seroma. Tidak ada rujukan berapa target lingkup gerak sendi bahu

yang harus dicapai. Untuk pasien yang dijadwalkan menerima terapi radiasi,

kebutuhannya untuk mencapai lingkup gerak sendi bahu optimal lebih penting

karena pasien ini memerlukan abduksi penuh untuk kepentingan posisi saat terapi

radiasi.19

3.6.3 Chemotherapy-induced peripheral neuropathy (CIPN)

CIPN adalah masalah klinis yang umum terjadi setelah kemoterapi dengan

regimen tertentu. Regimen utama penyebab CIPN adalah platinum-based

compounds, taxanes, vinca alkaloids, epothilones dan proteasome inhibitors.

Diperkirakan 30 – 40% penderita kanker yang diobati dengan kemoterapi

akan mengalami CIPN. Manifestasi klinis CIPN adalah baal, kesemutan, dan nyeri

neurogenik seperti rasa tertusuk, terbakar dalam distribusi glove dan stocking. Hal

ini berdampak pada propriosepsi pada kaki pasien sehingga menimbulkan

gangguan keseimbangan dan meningkatkan resiko jatuh.41 Gejala CIPN juga dapat

berkembang dan muncul bertahun-tahun setelah selesainya kemoterapi, dengan

demikian riwayat kemoterapi dari masa lalu harus dipertimbangkan saat

mendiagnosis neuropati yang muncul.41

28
Meskipun patogenesis pastinya masih belum sepenuhnya dipahami,

mekanisme yang mendasari CIPN dianggap multifaktorial dengan berbagai lokasi

keterlibatan. Obat kemoterapi berefek neurotoksik pada selaput mielin

(mielinopati), pada badan sel sensorik di ganglion root dorsal (neuronopati), dan

pada komponen aksonal (aksonopati), termasuk inti sel dan kapiler terkait.41

Gambar 3.4 Target toksisitas kemoterapi. Dikutip dari: Christian, Ingo Diel,
Hans Tesch, Tamara Quandel, Chemotherapy-induced peripheral neuropathy
(CIPN): current therapies and topical treatment option with high-concentration
capsaicin. 2021.

Jalur degeneratif umum memproduksi sitokin pro-inflamasi sehingga terjadi

perubahan rangsangan saraf dan juga mengakibatkan hilangnya serat epidermal.

29
Selain disfungsi saraf perifer, perubahan jangka panjang pada sistem saraf pusat

dapat menyebabkan nyeri kronis.41

Jika nyeri adalah gejala dominan yang mengganggu kualitas hidup, pasien

harus menggunakan farmakoterapi, dapat juga dikombinasikan dengan pemberian

transcutaneous electrical nerve stimulation (TENS). Pasien dengan CIPN yang

mengalami gangguan keseimbangan harus diberikan latihan keseimbangan untuk

mengurangi resiko jatuh.41

Gambar 3.5 Alur tatalaksana Chemotherapy-induced peripheral neuropathy.


Dikutip dari: Christian, Ingo Diel, Hans Tesch, Tamara Quandel, Chemotherapy-
induced peripheral neuropathy (CIPN): current therapies and topical treatment
option with high-concentration capsaicin. 2021.

30
3.6.4 Sindroma nyeri paska mastektomi

Sindroma Nyeri Pasca Mastektomi (SNPM) berdasarkan The International

Association for the Study of Pain (IASP) adalah nyeri kronis yang berkembang

setelah operasi kanker payudara di atau dekat tempat operasi, dan bertahan lebih

dari tiga bulan setelah operasi. Nyeri dapat dirasakan rongga dada anterior, ketiak,

dan lengan atas, juga dapat mempengaruhi kesehatan mental, kegiatan hidup sehari-

hari, dan fungsi sosial.42

Sifat nyeri pada SNPM umumnya neuropatik kronis, yang merupakan hasil

dari cedera akson nosiseptif.20 Diyakini bahwa penyebab umum adalah dari

kerusakan jalur saraf, terutama kerusakan saraf interkostobrakial, yang merupakan

cabang lateral T2 kulit. Ukuran tumor yang lebih besar, komplikasi pasca-operasi

seperti infeksi dan perdarahan, depresi pra-operasi, kecemasan, dan stres

psikologis memainkan peran penting dalam perkembangan sindrom ini.43

Ada banyak penyebab potensial SNPM. Faktor yang berkontribusi dapat

meliputi cedera pada saraf, neuroma, fibrosis, dan nyeri insisional.

• Stres mekanis ke saraf perifer dapat menyebabkan rasa sakit karena

sensitisasi perifer dan sentral.44

• Adhesi dan hematoma paska bedah juga dapat berkontribusi pada SNPM

oleh iritasi mekanis otot lokal, fasia, dan struktur saraf, menyebabkan nyeri

somatik dan visceral.44

• Radioterapi pasca operasi dapat menyebabkan terjadinya SNPM dengan

menginduksi neuritis lokal, mionekrosis atau fibrosis.45

31
Prinsip rehabilitasi pada SNPM selain untuk mengurangi nyeri juga ditujukan untuk

meningkatkan self-efficacy dan mendorong aktivitas dan partisipasi seoptimal

mungkin. Target dapat dikembangkan mengacu pada kondisi pasien sebelum sakit

dan dengan pendekatan multimodal dan multidisiplin ilmu. Target terapi dapat

diatur dalam beberapa domain, seperti peningkatan ADL, physical fitness dan

endurance, aktivitas vokasional, rekreasional, mood, dan lain sebagainya.44,46 Jenis

rehabilitasi pada SNPM :

• Intervensi pembedahan dan terapi invasif

Pemberian botulinum pada terbukti efektif dalam manajemen nyeri, dimana

racun botulinum dapat menghambat pelepasan neurotransmitter yang

berkontribusi pada transmisi impuls nyeri. Neurotransmiter yang dapat

dihambat adalah endotelin I, zat P, CGRP, dan neuropeptida.47 Autologous

fat grafting banyak dilakukan setelah terbukti dapat mengurangi nyeri pada

pasien SNPM. Injeksi lemak ini diduga memiliki mekanisme regeneratif,

yang dapat menghasilkan peningkatan diferensiasi jaringan dan

meningkatkan kelembutan pada jaringan parut.40 Injeksi blok saraf (epidural,

stellate blocks, blok simpatetik servikal, blok sarafperifer: interkosta) telah

lama dilakukan dan sangat efektif sebagai terapi nyeri neuropatik akibat

masalah spinal seperti radikulopati, meskipun efek terapeutiktidak bertahan

lama. Teknik neuromodulasi seperti motor cortex stimulation dan spinal

cord stimulation juga dapat digunakan untuk penanganan nyeri pada

SNPM.48

32
• Terapi manual

Terapi manual menurut The International Federation of Orthopaedic

Manipulative Physical Therapists (IFOMPT) adalah berbagai teknik terapi

yang dilakukan secara manual (tangan terapis) untuk tujuan terapeutik

terhadap berbagai gangguan pada sistem neuromuskuloskeletal, terutama

gangguan pada sendi dan otot. Bertujuan untuk meningkatkan

ekstensibilitas jaringan, meningkatkan rentang gerak kompleks sendi,

memobilisasi atau memanipulasi jaringan lunak dan sendi, mendorong

relaksasi, mengubah fungsi otot, memodulasi nyeri, dan mengurangi

pembengkakan jaringan lunak, peradangan atau pembatasan gerakan.49

Banyak studi menunjukkan hasil positif dalam penggunan terapi manual

pada SNPM seperti: myofascial induction, ischemic compression of

myofascial trigger points, classical massage, myofascial release, dan

myofascialtherapy.49

• Intervensi Psikologi/Kognitif

Faktor psikologi telah terbukti berkontribusi positif dalam manajemen

SNPM. Intervensi psikologi bertujuan mengubah pola pikir, keyakinan,

dan respon perilaku seseorang terhadap nyeri.50 Cognitive behavioral

therapy (CBT) berkontribusi cukup besar dalam manajemen nyeri pada

SNPM. Beberapa studi telah mengindikasikan efektivitas terapi untuk

kondisi nyeri kronis pada SNPM.36, 44 Keberhasilan terapi ini memerlukan

partisipasi aktif dari pasien dan motivasi pribadi yang dilanjutkan dengan

perubahan perilaku.50

33
• Exercise/Latihan Fisik

Nyeri dapat berkurang dengan latihan fisik. Latihan fisik bermanfaat untuk

kekuatan, kapasitas kardiopulmonal, fleksibilitas, kualitas hidup,

mengurangi kelelahan, kecemasan, depresi, stres, gangguan tidur. Jenis

latihan fisik yang dilakukan adalah kombinasi latihan aerobik, resistensi

dan fleksibilitas.51

• Transcutaneous Electrical Nerve Stimulation (TENS)

TENS merupakan salah satu dari banyak modalitas yang digunakan untuk

mengurangi nyeri. Elektroda ditempatkan pada lokasi nyeri atau dekat

dengan saraf yang menginervasi area yang mengalami nyeri, dengan

amplitude frekuensi stimulasi bervariasi untuk mendapatkan efek yang

maksimal pada pasien. TENS frekuensi rendah lebih efektif dalam

mengurangi nyeri kronis dibandingkan TENS frekuensi tinggi. Selain

menimbulkan efek gate control theory. TENS frekuensi rendah diduga bisa

melepaskan endorphins yang dapat mengontrol nyeri.52

3.6.5 Kelelahan

Hampir semua pasien mengalami kelelahan selama pengobatan kanker, dan

hingga sepertiga mengalami kelelahan yang terus-menerus selama bertahun-tahun

setelah pengobatan selesai. Kelelahan terkait kanker merupakan kelelahan yang

bersifat menetap dan tidak membaik dengan istirahat, dapat dikaitkan dengan

banyak faktor yang berkontribusi yaitu kanker yang mendasari, efek kemoterapi,

depresi, tekanan emosional, dekondisi, gangguan tidur, defisiensi nutrisi, dan

34
kondisi kronis penyerta lainnya. Semua faktor ini harus dipertimbangkan saat

evaluasi dan tatalaksana kelelahan.53

Faktor tersering mengakibatkan kelelahan disebabkan karena efek samping

kemoterapi. Kemoterapi dapat menyebabkan mual muntah, anemia dan mukositis.46

Efek kemoterapi menyebabkan adanya pelepasan zat-zat sitokin seperti TNF (tumor

nekrosis faktor) dan interleukin yang menyebabkan anoreksia. Anoreksia

disebabkan karena sitokin seperti interleukin-l (IL-l) dan tumor necrosis factor-a

(TNF) yang merupakan neurotransmiter yang menekan sistem saraf pusat pemicu

penurunan nafsu makan. Hal ini menyebabkan penurunan berat badan dan massa

otot sehingga pasien kanker dengan stadium lanjut cenderung mengalami

kelelahan.

Anoreksia mengakibatkan kurangnya intake nutrisi ke dalam tubuh

sehingga nutrisi ke sel pun berkurang. Sel-sel tubuh akan memecahkan lemak untuk

menghasilkan energi. Pemecahan asam lemak bebas dari jaringan lemak adiposa

akan menyebabkan penumpukan keton didalam tubuh. Perubahan metabolisme

tersebut menyebabkan penurunan metabolisme atau gangguan dalam regenerasi

ATP (adhenosin triphospat), ATP adalah sumber energi utama untuk kontraksi otot-

tulang.53

Anemia juga menjadi pemicu kelelahan paling sering pada pasien kanker.

Kemoterapi dapat merusak sumsum tulang belakang dan mengganggu produksi sel

darah sehingga menyebabkan kurangnya sel darah merah. Hal ini membuat tubuh

merasa sangat lelah karena sel-sel di tubuh tidak bisa mendapatkan cukup oksigen

dan nutrisi sehingga tidak menghasilkan energi.47

35
Untuk tatalaksana terkait kelelahan pada kanker harus dinilai riwayat

kelelahan dan dicari faktor penyebabnya. Strategi untuk mengelola kelelahan

berupa efisiensi aktivitas fisik, cognitive behavioural therapy, peningkatan kualitas

tidur, terapi psiko-edukasi, dan intervensi pikiran - tubuh seperti yoga, akupunktur,

dan manajemen stress. Studi observasi menunjukkan bahwa aktivitas fisik sedang

(misalnya, 30 menit latihan aerobik intensitas sedang, seperti jalan cepat, bersepeda,

atau berenang, dilakukan 5x/minggu) dapat membantu mengurangi kelelahan

terkait kanker.53

3.6.6 Disfungsi Seksual

Pengobatan kanker payudara berdampak pada fungsi seksual, 80% individu

mengalami disfungsi seksual setelah pengobatan kanker payudara, namun kurang

dari setengahnya yang melaporkan gangguan ini kepada layanan kesehatan.

Prosedur pembedahan dan penggunaan anti estrogen dalam waktu lama menjadi

penyebab disfungsi seksual. Individu membutuhkan waktu untuk menyesuaikan

diri dengan perubahan citra tubuh setelah operasi mastektomi.54

Keluhan yang berhubungan dengan terapi anti estrogen adalah kekeringan,

atrofi atau stenosis pada vagina. Pelumas berbahan dasar air dan silikon atau

pelembab vagina dapat memperbaiki keluhan. Dukungan dari pasangan menjadi hal

terpenting dalam memperbaiki disfungsi seksual setelah pengobatan kanker

payudara.55

36
BAB IV
PENUTUP

Kanker payudara adalah salah satu diagnosis kanker paling umum yang

terjadi pada wanita dan merupakan penyebab yang signifikan terhadap mortalitas

dan morbiditas di seluruh dunia. Tegaknya diagnosis kanker payudara dan

konsekuensi dari penanganan selanjutnya menghasilkan gejala sisa baik secara

medis dan psikososial yang menjadi masalah penting bagi para penyintas kanker

payudara.

Rehabilitasi pada kanker payudara bersifat dinamis. Banyak faktor

membatasi pasien kanker payudara untuk menjalani program rehabilitasi, oleh

karena itu, program rehabilitasi yang diberikan pada pasien yang menjalani

pengobatan aktif harus mempertimbangkan waktu dan energi pasien yang terbatas.

Tatalaksana rehabilitasi kanker payudara difokuskan pada pencegahan efek

samping dan untuk mengurangi dampak dari gangguan fungsional. Diberikan mulai

dari fase prehabilitasi hingga tatalaksana gangguan fungsi yang diakibatkan efek

samping dari terapi medis kanker payudara seperti limfedema, terbatasnya lingkup

gerak sendi bahu, chemoteraphy induced peripheral neuropathy (CIPN), sindroma

nyeri paska mastektomi kelelahan dan disfungsi seksual.

37
DAFTAR PUSTAKA

1 Reyes Gibby C, Morrow PK, Bennett MI, Jensen MP, Management


neuropathic pain in breast cancer survivors: using the ID pain as a screening
tool; 2010; 39(5): 882-9.
2 WHO, Breast Cancer 2018, Available from:
https://www.who.int/cancer/prevention/diagnosis-screening/breast-
cancer/en/.
3 Kaur N, Kumar A, Saxena AK, Gupta A, Grover R, Postmastectomy Chronic
Pain in Breast Cancer Survivors: an Exploratory Study on Prevalence,
Characteristics, Risk Factors, and Impact on Quality of Life, Indian Journal
of Surgery; 2017; 80(6): 592-8.
4 Andrea L. Cheville, Sarah A, Tufia, Kathleen D, Integrated Rehabilitation for
Breast Cancer Survivors, American Journal of Physical Medicine &
Rehabilitation Articles Ahead of Print, 2018.
5 Bae JS, Yoo RE, Choi SH, Park SO, Hak C, Suh MS, Cheon GJ, Evaluation
of lymphedema in upper extremities by MR lymphangiography: Comparison
with lymphoscintigraphy, Elsevier inc.2018; 40(1): 63-70.
6 Manyth P. Cancer pain: causes, concequences and therapeutic opportunities.
W: McMahon SB, Koltzenburg M, Tracey I, Turk DC. Wall and Melzack’s
textbook of pain. Philadelphia: Elsevier Saunders; 2013.
7 Variawa ML, Scribante J, Perrie H, Chetty S. The prevalence of chronic
postmastectomy pain syndrome in female breast cancer survivors. Southern
African Journal of Anaesthesia and Analgesia. 2016; 22(4):108-13.
8 Depkes RI. Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas). 2007.
http://www.k4health.org/sites/default/files/laporanNasional%20Riskesdas%2
02007.pdf (sitasi 7 Maret 2021).
9 Davinder, Virender, Savarna, The role of physiotherapy for the management of
breast cancer and enhancing lifestyle for breast cancer survivors through

38
physical activity and exercises, College of Pharmacy, PGIMS, Pt. B.D. Sharma
University of Health Sciences, Rohtak, Haryana, India. 2016.
10 Gusti Ayu Triara Dewi, Lucia Yovita Hendrati , Breast Cancer Risk Analysis
by the Use of Hormonal Contraceptives and Age of Menarche Jurnal Berkala
Epidemiologi, Vol. 3, No. 1 Januari 2015: 12–23
11 Amin, Edge, Greene, AJCC Cancer Staging Manual, 8th Edition, The
American Joint Committee on Cancer (AJCC), 2017.
12 F Cardoso, E Senkus et all, 4th ESO-ESMO International Consensus
Guidelines for Advanced Breast Cancer Annals of oncology. 2018.
13 Senkus, Kyriakides, Ohno, Penault Llorca, Primary breast cancer: ESMO
Clinical Practice. Guidelines for diagnosis, treatment and follow-up. Annals of
Oncology. 2015; 26(5): v8–v30.
14 Muchlis Ramli. Update breast cancer management diagnostic and treatment,
Majalah Kedokteran Andalas. Agustus 2015; Vol. 38, No. Supl. 1.
15 Balic M, Thomssen C, Würstlein R, Gnant M, Harbeck, A brief summary of
the consensus discussionon the optimal primary breast cancer treatment. Breast
Care, St. Gallen/ Vienna. 2019; 14:103-110.
16 Burstein HJ, Harris JR, Morrow M, Malignant Tumours of the Breast.
Rosenberg’s Cancer Principles and Practice of Oncology. 8th ed. Lippincott
Williams and Wilkins. Philadelphia. 2008; hlm.1606-1653.
17 Santa Mina D, Brahmbhatt P, Lopez C. The Case for Prehabilitation Prior to
Breast Cancer Treatment. PMR. 2017; 9: S305-S16.
18 Van der Leeden M, Huijsmans RJ, Geleijn E. Tailoring exercise interventions
to comorbidities and treatment-induced adverse effects in patients with early
stage breast cancer undergoing chemotherapy: a framework to support clinical
decisions. Disability Rehabilitation. 2018; 40: 486-96.
19 De Groef A, Van Kampen M, Dieltjens E. Effectiveness of postoperative
physical therapy for upper-limb impairments after breast cancer treatment: a
systematic review. Arch Physical Medicine Rehabiliation. 2015; 96: 1140-53.
20 Mustian KM, Alfano CM, Heckler C, et al. Comparison of Pharmaceutical,
Psychological, and Exercise Treatments for Cancer-Related Fatigue: A Meta-

39
analysis. JAMA Oncol 2017;3:961-8.
21 Hamaker ME, Jonker JM, de Rooij SE, Vos AG, Smorenburg CH, van Munster
BC. Frailty screening methods for predicting outcome of a comprehensive
geriatric assessment in elderly patients with cancer: a systematic review.
Lancet Oncology. 2012; 13: e437-44.
22 Mijwel S, Backman M, Bolam KA. Adding high-intensity interval training to
conventional training modalities: optimizing health-related outcomes during
chemotherapy for breast cancer: the OptiTrain randomized controlled trial.
Breast Cancer Res Treat. 2018; 168: 79- 93.
23 Adams SC, Segal RJ, McKenzie DC, et al. Impact of resistance and aerobic
exercise on sarcopenia and dynapenia in breast cancer patients receiving
adjuvant chemotherapy: a multicenter randomized controlled trial. Breast
Cancer Res Treat . 2016; 158: 497-507.
24 Steindorf K, Schmidt ME, Klassen O, et al. Randomized, controlled trial of
resistance training in breast cancer patients receiving adjuvant radiotherapy:
results on cancer-related fatigue and quality of life. Annals Oncology. 2014;
25: 2237-43.
25 Oliveira MMF, Gurgel MSC, Amorim BJ, et al. Long term effects of manual
lymphatic drainage and active exercises on physical morbidities,
lymphoscintigraphy parameters and lymphedema formation in patients
operated due to breast cancer: A clinical trial. PLOS One. 2018; 13: e0189176.
26 Kayiran, De La Cruz, Tane, Soran, A. (2017). Lymphedema: From diagnosis
to treatment. Turkish Journal of Surgery. 2017. 33(2), 51–57.
27 Dayan JH, ly Cl, Kataru RP. Lymphedema: pathogenesis and novel therapies.
Annu Rev Med. 2018. 69: hlm. 263 – 276.
28 Executive Committee. The diagnosis and treatment of peripheral lymphedema:
2016 consensus document of the International Society of lymphology.
Lymphology. 2016; 49(4): hlm. 170 – 184.
29 levine SM, Chang DW Mehrara BJ. Lympedema: diagnosis and treatment.
Grabb and Smith’s Plastic Surgery. 7th ed., Philadelphia: lippincott Williams
& Wilkins. 2014; hlm. 980 – 989.

40
30 Borman P. Lymphedema diagnosis, treatment, and follow-up from the view
point of physical medicine and rehabilitation specialists. Turk J Physical
Medicine Rehabilitation. 2018; 64(3): hlm. 179–197.
31 Ji-Na Yoo, Youn-Soo Cheong, Yu-Sun Min, Sang-Woo Lee. Validity of
Quantitative Lymphoscintigraphy as a Lymphedema Assessment Tool for
Patients With Breast Cancer Ann Rehabil Med. 2015; 39(6): 931-940.
32 Nasim Foroughi, Ph.D., Elizabeth S. Dylke, M.P.T., Ross D. Paterson, B.Sci.,
Kristine A. Sparrow, B.Nurs, . Inter-Rater Reliability of Arm Circumference
Measurement. LYMPHATIC RESEARCH AND BIOLOGY. 2011; Volume 9,
Number 2.
33 Roman MM, Barbieux R, Leduc O, Bourgeois P. Lymphatic Drainage to the
Paravertebral Lymph Nodes in Breast Cancer Patients. Lymphatic Research
And Biology. Mary Ann Liebert, Inc. 2017; 15(1).
34 Cendron SW, Paiva LL, Darski C, Colla C Complex decongestive
physiotherapy associated compression therapy in the treatment of secondary
lymphe. Revista Brasileira De Cancerologia. 2015; 61: 49–58.
35 Pinheiro M, Godoy AC, Sunemi MM. Kinesio taping associated with manual
lymphatic drainage in postmastectomy lymphedema. Revista Fisioterapia
Saude Funcional. 2015; 4: 30–36.
36 Pop TB, Karczmarek-Borowska B, Tymczak M, Hałas I, Banaś J 2014 The
influence of Kinesiology Taping on the reduction of lymphoedema among
women after mastectomy - Preliminary study. Wspolczesna Onkologia. 2014;
18: 124–129.
37 American college of sport medicine. Guidelines for Exercise and Cancer. 2019.
https://www.acsm.org/blog-detail/acsm-certified-blog/2019/11/25/acsm-
guidelines-exercise-cancer-download (sitasi 27 Maret 2021).
38 Mariana , maria, Barbara. Long term effects of manual lymphatic drainage and
active exercises on physical morbidities, lymphoscintigraphy parameters and
lymphedema formation in patients operated due to breast cancer: A clinical
trial. Department of Obstetrics and GynecologynUniversity of Campinas,
School of Medicine, Campinas, São Paulo, Brazil, PLOS ONE. 2018.

41
39 Panduan penatalaksanaan kanker payudara, Kementrian Kesehatan republic
Indonesia. 2017.
40 Christian, Ingo Diel, Hans Tesch, Tamara Quandel, Chemotherapy-induced
peripheral neuropathy (CIPN): current therapies and topical treatment option
with high-concentration capsaicin. 2021.
41 Waltho D, Rockwell GJCJoS. Post breast surgery pain syndrome: establishing
a consensus for the definition of post-mastectomy pain syndrome to provide a
standardized clinical and research approach—a review of the literature and
discussion. 2016; 59(5): 342.
42 Dey S, Soliman AS, Hablas A, Seifeldin IA, Ismail K, Ramadan M. Urban rural
differences in breast cancer incidence by hormone receptor status across 6
years in Egypt. 2010; 120(1): 149-60.
43 Margulis I, Clement KA, Hung JC. Post-Mastectomy Pain Syndrome. Pain
Medicine. Springer. 2017. Hlm. 491-3.
44 Stubblefield MDJP. Radiation fibrosis syndrome: neuromuscular and
musculoskeletal complications in cancer survivors. 2011; 3(11): 1041-54.
45 National Cancer Institute. Chemotherapy to treat cancer. dari
https://www.cancer.gov (sitasi 27 Maret 2021).
46 Dessy L, Maruccia M, Mazzocchi M, Scuderi NJJoP, Reconstructive, Surgery.
A Treatment of post ma
47 stectomy pain syndrome after mastopexy with botulinum toxin.
2014;67(6):873-4.
48 Fakhari S, Atashkhoei S, Pourfathi H, Farzin H, Bilehjani EJb. Postmastectomy
pain syndrome. 2017;15:21.
49 da Silva FP, Moreira GM, Zomkowski K, de Noronha MA, Sperandio FFJJoM,
Therapeutics P. Manual Therapy as Treatment for Chronic Musculoskeletal
Pain in Female Breast Cancer Survivors: A Systematic Review and Meta-
Analysis. 2019;42(7):503-13.
50 Amatya B, Khan F, Galea MPJJomh. Optimizing post-acute care in breast
cancer survivors: a rehabilitation perspective. 2017;10:347.
51 Ranzi C, Barroso BF, Pegoraro DR, Sachetti A, Rockenbach CWF, Calegari

42
LJB. Effects of exercises on pain and functional capacity in hospitalized cancer
patients. 2019;2(3):255-9.
52 Loh J. Transcutaneous Electrical Nerve Stimulation for Cancer Pain. Essentials
of Interventional Cancer Pain Management: Springer; 2019. p. 261-5.
53 Mayo Foundation for Medical Education and Research. Cancer fatigue: why it
occurs and how to cope. https://www.mayoclinic. Org (sitasi 22 Maret 2021).
54 Dahlia, Darwin Karim, Siti Rahmalia Hairani Damanik. Gambaran fatigue
pada pasien kanker post kemoterapi. Jurnal Ners Indonesia. 2019; Vol.10 No.1.
55 Markopoulos C, Tsaroucha AK, Kouskos E, Mantas D, Antonopoulou Z,
Karvelis S. Impact of breast cancer surgery on the self-esteem and sexual life
of female patients. J Int Med Res. 2009; 37: 182-8.
56 Goetsch MF, Lim JY, Caughey AB. A Practical Solution for Dyspareunia in
Breast Cancer Survivors. Journal of clinical oncology. 2015.

43

Anda mungkin juga menyukai