PENDAHULUAN
BAB II
HEMIPLEGI DAN SINDROMA UPPER MOTOR NEURON
II.1 Hemiplegia
Hemiplegia adalah paralisis total dari lengan, tungkai dan batang tubuh di
satu sisi tubuh yang merupakan tanda klasik penyakit neurovaskuler otak.
Merupakan salah satu dari berbagai gambaran klinis penyakit neurovaskuler,
hemiplegi terjadi karena stroke yang menyerang hemisfer serebri atau batang
otak. Tiga faktor risiko utama penyakit serebrovaskuler adalah hipertensi,
diabetes melitus, dan penyakit jantung. Yang terutama dari tiga hal ini adalah
hipertensi.1
Klasifikasi Penyakit Serebrovaskuler
Proses patologis yang merupakan hasil dari penyakit serebrovaskuler
terbagi menjadi tiga kelompok, yaitu :
1. Infark trombotik
Plak arterosklerosis dan hipertensi saling terkait menyebabkan infark
serebri. Plak biasanya terbentuk di depan cabang utama arteri serebri. Lesi ini
dapat terjadi dalam proses 30 tahun atau lebih dan sebelumnya bisa tidak
menimbulkan gejala apapun. Sumbatan yang timbul intermiten dapat
menyebabkan kerusakan permanen nantinya. Proses oklusi oleh trombus di arteri
memerlukan waktu beberapa jam dan ini menjelaskan perbedaan stroke in evolusi
dan stroke komplit. TIA menjelaskan adanya suatu penyakit trombotik dan
merupakan hasil serangan iskemik selintas. Walaupun sebab TIA belum jelas,
diduga faktor penyebabnya adalah karena vasospasme serebri atau hipotensi
selintas arterial sistemik.1
2. Infark emboli
Emboli yang
trombosis arteri karotis interna atau dari plak ateromatosa sinus karotikus. Bisa
tampak sebagai gejala penyakit jantung. Macam infarknya pucat, hemoragik, dan
tipe campuran. Suplai darah kolateral tidak terbentuk jika terjadi infark emboli
karena kecepatan pembentukan sumbatan, maka hanya sedikit jaringan yang
selamat pada area distal infark emboli dari pada infark trombotik.1
3. Perdarahan
Penyebab perdarahan intrakranial yang menyebabkan stroke adalah
karena hipertensi, ruptur aneurisma sakular, dan malformasi arteriovena.
Perdarahan yang banyak sering merupakan hasil dari masalah penyakit jantung
ginjal hipertensi dan menyebabkan perdarahan di dalam jaringan otak. Aneurisma
sakular merupakan defek dari bagian membran media dan membrane elastik yang
sudah terbentuk bertahun - tahun. Defek muskuler dan regangan berlebihan dari
membran elastik internal akibat tekanan darah menyebabkan terbentuknya
aneurisma. Aneurisma sakular ditemukan pada cabang arteri serebri yang besar
khususnya daerah sirkulus Wilisi bagian anterior.1
Gambaran Klinis
Kelainan fokal neurologis yang terjadi akibat stroke merupakan gambaran
dari ukuran dan lokasi lesi serta serta jumlah aliran darah kolateral. Defisit
neurologis unilateral merupakan akibat gangguan pada sistem karotis dan defisit
neurologis bilateral merupakan akibat gangguan pada sistem basiler.1
Gangguan pergerakan merupakan gangguan yang paling jelas terlihat dari
stroke. Ukuran dan letak lesi awal menentukan derajat fungsi motorik.1
Setelah onset penyakit serebrovaskuler dengan hemiplegia, akan terlihat
tonus otot yang rendah ( flasid ). Masa flasid ini dapat berlangsung singkat,
beberapa minggu atau beberapa bulan. Masa ini kemudian diikuti dengan
perkembangan pola fungsi motorik, kompensasi pada kelemahan otot, hilangnya
kontrol motorik, keseimbangan yang
Kemunculan pola otot tersebut ditentukan oleh letak dan luas lesi serta fokus
proses rehabilitasi. Pada fase awal kembalinya pergerakan terlihat pada bahu dan
otot elevator sendi pinggul ( otot trapezius atas, levator skapula, kuadratus
lumborum, latisimus dorsi ). Kembalinya pola motorik bagian distal bisa terjadi
pada awal masa pemulihan, dan digunakan oleh pasien untuk memperkuat
bangun otot - otot proksimal yang lemah. Ketika pasien sudah mulai beraktivitas,
karena munculnya kontrol otot yang tidak sempurna, masalah - masalah lain akan
muncul sebagai berikut yaitu pola awal gerakan yang tidak sesuai, hubungan
sendi - sendi yang buruk secara peletakan anatomi dan respon pertahanan
penderita pada tekanan.1
Terjadi pola pergerakan yang khas, sebagai berikut :
1. Penggunaan otot - otot paraservikal unilateral leher, mengakibatkan fleksi
ipsilateral ( telinga sisi sakit akan mendekat ke bahu sakit ), dan rotasi sisi
kontralateral tubuh pasien ( putaran wajah menjauhi sisi sakit ).1
2. Penggunaan otot - otot elevasi bahu pada skapula yang terotasi ke bawah pelan
- pelan akan mengubah posisi skapula sisi sakit terdepresi dari skapula yang
mendepresi toraks menjadi skapula yang mengelevasi toraks yang akhirnya akan
menyebabkan subluksasi sendi bahu.1
3. Penggunaan sendi pinggul untuk memulai fase mengayun jauh pada pola jalan
penderita demi mencegah ayunan keluarnya ekstremitas bawah dan rotasi
pinggang.1
negatif
sindroma
UMN
dikarakteristikkan
dengan
tersebut dikaitkan dengan kecacatan yang lebih daripada yang ditimbulkan oleh
fenomena positif. Sayangnya, fenomena negatif sindrom UMN lebih sulit
ditangani untuk dikurangi dengan semua rencana strategi rehabilitasi yang ada.
Fenomena positif sindrom UMN dapat juga membuat pasien cacat tetapi
hal ini lebih mudah ditangani dengan intervensi aktif. Pada tingkat fisiologi
terjadi peningkatan refleks - refleks tendon, sering disertai penyebaran refleks.
Biasanya terdapat tanda Babinski positif dan klonus. Ini mungkin merupakan
tanda diagnostik penting untuk dokter, sayangnya kaitannya hanya sedikit dengan
disabilitas
pasien.
Pengecualian
jika
terjadi
kemunculan
klonus
yang
mengganggu pasien. Hal ini dapat terpicu selama berjalan normal, kadang terjadi
ketika melangkah turun dari tempat tidur, atau bahkan tanpa pemicu apapun ( saat
pasien di tempat tidur ). Pada situasi ini klonus menjadi gangguan disabilitas
yang sangat menonjol dan kadang - kadang memerlukan penanganan untuk
menghilangkannya. Tanda lain sindrom UMN menimbulkan kelainan yang jelas
mengganggu.
Sindrom paresis spastik sentral terdiri dari : 6
terhadap regangan
Neurofisiologi Spastisitas
Spastisitas dan gambaran - gambaran lain dari sindrom UMN terjadi
ketika jalur motorik desendens yang mengurus kontrol motorik terganggu. Jalur
ini mengontrol refleks spinalis nosiseptif, proprioseptif, kutaneus yang menjadi
hiperaktif dan berperan untuk sebagian besar fenomena positif sindrom UMN.5
UMN.
Pemetaan dan percobaan bertahun - tahun untuk menemukan area - area telah
ditentukan untuk menentukan area yang bertanggung jawab tersebut, kebanyakan
pada binatang. Serabut piramid berasal dari area presentral dan postsentral dari
area kortikal, mereka mengontrol area motorik dalam medulla spinalis.
Ditemukan bahwa pengontrolan fungsi motorik di dalam medula spinalis berasal
dari korteks frontal presentralis ( mayoritas berasal dari korteks primer,
Broadman area 4 dan korteks premotorik area 6 ). Area postsentralis lebih
berperan untuk fungsi pengaturan sensorik . Area tersebut jika dirusak pada
binatang menimbulkan spastisitas.
Gambar 25 Skema representasi sistem desenden utama yang mempengaruhi kontrol inhibitorik dan
eksitatorik supraspinal melalui aktivitas refleks spinalis. Hubungan anatomi dan keseimbangan kontrol
kortikal diantara kedua sistem tersebut berarti bahwa lesi UMN mempengaruhi keluaran pola klinis yang
terjadi : A. Lesi yang mengenai serabut kortikospinal dan kortikoretikular akan memfasilitasi sistem
inhibitorik, yaitu traktus dorsal retikulospinalis. B. Lesi inkomplet medulla spinalis yang mengenai serabut
kortikospinalis dan traktus dorsal retikulospinalis. C. Lesi komplet medulla spinalis yang mengenai serabut
kortikospinalis, serabut dorsal retikulospinalis dan jalur eksitatorik. ( +) mengindikasikan jalur eksitatorik.
( -) mengindikasikan jalur inhibisi. Jalur eksitatorik juga mempunyai efek inhibitorik pada refleks - refleks
fleksor .
BAB III
LATIHAN BOBATH PADA HEMIPLEGI DEWASA
III.1 Plastisitas
Plastisitas sel saraf
10
somatosensorik otak, konsep ini dapat diubah menjadi rangsanglah atau akan
kehilangan hal tersebut . Kedua konsep ini merupakan pertimbangan penting
pada konsep Bobath.7
Plastisitas otot
Seluruh otot mempunyai potensi untuk berubah dengan rangsangan yang
ada, pada setiap bagiannya seperti bentuk, genetik, distribusi serabut saraf,
jumlah dan distribusi alfa motor unit dan sarkomer, panjang tendon, masa otot,
dan lain - lain ).7
Potensi plastisitas berbeda pada setiap individu, intinya adalah manipulasi
dan restrukturisasi pada sistem saraf pusat yang merupakan kunci terapi yang
sukses, neuroplastisitas merupakan rasionalisasi utama untuk intervensi terapi
dalam konsep Bobath.7
Pembelajaran motorik
11
12
tubuh atau toraks tengah ). Hubungan suatu titik kunci pada postur disebut set
13
postural. Penilaian set postural ada dua yaitu labil dan dinamis. Set postural yang
diperlukan untuk pergerakan fungsional adalah berbaring, berbaring pada satu
sisi, telungkup, duduk, dan melangkah.8
Sistem Sensorik
Sistem sensorik merupakan pemberi umpan balik penting yang
menyediakan informasi tentang lingkungan eksternal dan internal pasien. Sistem
sensorik mendasari pergerakan yang terlatih didasarkan dan mengoreksi
pergerakan menjadi lebih baik.7
Sistem muskuloskeletal
Otot memerlukan aktivitas yang cukup untuk menggerakkan aksi. Sebagai
bagian dalam terapi yang penting, penting bagi pasien untuk mendapatkan
panjang yang cukup dan kemampuan regang baik untuk otot dan jaringan lunak
agar mempunyai lingkup gerak sendi yang cukup dan gerak yang fungsional.
Juga penting untuk mendapat panjang yang cukup untuk aktivasi otot yang
efisien. Optimalisasi panjang otot merupakan hubungan kompleks komponen
stabilitas dan mobilitas untuk tugas yang dilakukan.7
Penyesuaian Terapi
Konsep Bobath dapat disempurnakan dengan modalitas dan disesuaikan
untuk pasien, hal ini termasuk latihan yang terstruktur, penguatan otot, dan
penggunaan ortotik.7
III. 3 Teknik Terapi Pada Hemiplegia Dewasa Dengan Metode Bobath
Latihan neurodevelopmental mengatakan pola abnormal seperti reaksi
asosiasi otot dan sinergi masa otot abnormal harus dihambat, dan pola normal
otot yang dimunculkan harus digunakan untuk memunculkan pergerakan sadar
dan pergerakan otomatis normal.9
Tujuan terapi adalah untuk meningkatlan kualitas pergerakan sisi yang
lumpuh sehingga kedua sisi pasien dapat bekerja harmonis walaupun sudah
pernah terkena trauma otak. Teknik yang dipilih harus dicoba kepada pasien,
14
dites dalam sesi tertentu, efek dari terapi tersebut akan nampak dalam perubahan
tonus postural pasien, pola motorik dan kegunaan fungsional sebagai respons
terhadap terapi.10
Teknik yang dilakukan bergantung pada tingkat pemulihan pasien yang
sudah dicapai, yaitu fase flasid awal, fase spastik, fase pemulihan relatif.11
Teknik Terapi Pada Fase Flasid Awal
Terapi yang dimulai pada fase ini akan menolong pasien bagaimana
pasien menopang tubuh, menahan jatuh, belajar menyeimbangkan tubuhnya
ketika duduk dan berdiri, terapi ditujikan supaya terjadi kerja sama antara sisi
sakit dan sehat.11
Pada fase ini tonus secara umum tidak ada tetapi ditemukan spastisitas
yang intermiten pada reaksi peregangan otot. Terapi merupakan kerjasama terapis
dengan perawat. Berfokus pada penempatan dan pergerakan pasien di tempat
tidur. Pasien diberi semangat dan dibantu dalam penggunaan lengan lumpuhnya
untuk mendukung sedini mungkin karena pembebanan akan memfasilitasi tonus
ekstensor. Perpindahan posisi pada sisi pasien yang sering secara pasif oleh
perawat dalam usaha mencegah deformitas dan dekubitus harus dilakukan
bertahap seperti orang normal berbalik badan sehingga pasien mendapat input
sensorik yang baik.11
Peletakan Pasien
Pasien harus diberi semangat untuk berbaring pada masing - masing sisi
badan untuk beberapa waktu setiap harinya untuk mendukung tonus ekstensor.
Posisi yang merupakan pilihan utama untuk menghambat munculnya tonus
fleksor bagi anggota gerak atas dan tonus ekstensor anggota gerak bawah yang
merupakan gambaran khas hemiplegi adalah posisi berikut yaitu berbaring pada
sisi sehat dengan kepala terfleksi lateral menjauh dari sisi sakit, fleksor lateral
tubuh yang memanjang, lengan lumpuh diganjal di atas bantal di depan pasien
untuk mengusahakan majunya skapula dari posisinya yang teretraksi. Siku dalam
15
posisi terekstensi. Kaki lumpuh harus terletak pada posisi semi fleksi dan kaki
pasien tidak boleh menyentuh ujung tempat tidur karena hal ini akan
menimbulkan refleks mendukung yang positif. Ketika pasien telentang kepala
harus terfleksi lateral sejauh mungkin dari lengan lumpuh. Hal ini untuk melawan
kecenderungan kepala tertarik ke sisi lumpuh.11
Harus ada sebuah bantal di bawah lengan untuk menarik skapula maju,
satu bantal lagi di bawah lutut untuk mencegah keluarnya pola ekstensi pada
anggota gerak bawah. Jika pasien kekurangan tonus ekstensor atau mempunyai
kecenderungan munculnya spastisitas fleksor di ekstremitas bawah, jangan
menggunakan bantal di bawah lutut. Kontraktur fleksor pinggul, lutut dan telapak
kaki haruslah dihindari.10
Gambar 410 Posisi kepala ke lateral menuju sisi sehat, bahu diarahkan ke depan
Gambar 512 Pengganjalan anggota gerak pasien hemiplegi kanan saat istirahat
16
Gambar 610 Rotasi eksternal lengan pada abduksi horizontal, bahu diletakkan ke depan
Gambar 710 Pelvis diangkat dan sisi lateral paha diganjal dengan bantal, merupakan posisi tungkai yang baik
Pasien harus belajar ulang cara berguling di tempat tidur ke sisi lain
tubuh, Pergerakan ini pertama diusahakan secara aktif jika memungkinkan atau
dibantu, atau dibantu secara pasif pada mulanya jika diperlukan. Pola postural
yang khas dari hemiplegi harus dihindari, semua pergerakan dilakukan untuk
melawan pola ini. Pola yang harus dihindari yaitu skapula yang teretraksi,
terdepresi, bahu teradduksi, terputar ke dalam, siku, pergelangan tangan dan jari
terfleksi, lengan bawah terpronasi, pergelangan terdeviasi ke arah ulnar, jari - jari
teradduksi. Pada kaki terjadi ekstensi simultan di pinggul, lutut, tumit dengan
inversi kaki, rotasi internal pinggul. Otot fleksor lateral pada batang tubuh dan
kepala di sisi lumpuh memendek.11
Pergerakan Di Tempat Tidur
Untuk membalik badan, pasien memadukan kedua tangannya dengan
saling mengaitkan jari - jari kemudian menggerakkan kedua tangan yang terkepal
17
tersebut dengan siku terekstensi ke posisi horizontal atau atas kepala kemudian
menggerakkan lengan dan batang tubuh ke sisi lain yang dikehendaki dan dengan
sedikit bantuan memutar panggul dan memindahkan tungkai yang lumpuh.10
Gambar 8
10
Pasien melipat jari jari tangan , kemudian mengangkat lengannya, sendi bahu digerakkan ke
Gambar 910 Lengan pasien kemudian berpindah, dengan tangan yang terlipat ke dada.
Gambar 1010 Dengan tangan terlipat pasien berguling ke sisi sehatnya dan menjaga posisi bahu tetap di
depan.
Untuk duduk pada tepi tempat tidur pasien dibantu berbaring ke satu sisi,
lengan saling mengunci dan terkepal seperti posisi tersebut di atas, jika
memungkinkan kemudian mengangkat kepala ke arah vertikal dan secara terus 18
menerus mendorong dengan satu atau dua lengannya agar batang tubuh dapat
tegak, kemudian mendorong tungkai ke tepi tempat tidur. Kemudian pasien
dibantu pada setiap langkah prosedur dengan baik. Bagi pasien untuk duduk
sesudah miring dari sisi sehatnya akan lebih mudah, walaupun secara terapi akan
lebih baik baginya untuk duduk sesudah berbaring dari sisi lumpuhnya.10
Ketika duduk lengan yang sakit harus digunakan untuk menopang berat
badan agar mencapai keseimbangan dan mengurangi rasa takut akan jatuh
sehingga pasien belajar untuk merasa aman ketika menopang berat badan pada
sisi sakitnya. Juga dengan memposisikan lengan pada ekstensi, rotasi eksternal,
abduksi bahu, ekstensi siku, supinasi lengan bawah, spastisitas fleksor dihambat
dan otot - otot ekstensor terfasilitasi pada pola fungsional. Awalnya mungkin
diperlukan lengan bawah diletakkan pada punggung pasien untuk mengusahakan
rotasi eksternal yang maksimal dan mendapatkan inhibisi fleksi yang maksimal.
Berikutnya menopang berat badan pada lengan bawah dapat dilakukan dengan
lengan terletak di sisi pasien, kemudian ke depan pasien. Pada tahap ini pasien
harus sudah mampu menggunakan lengannya yang tidak menopang beban tanpa
menimbulkan fleksi berlebihan dan postur yang tidak baik.10
Gambar 1110 Pasien bangkit duduk dari sisi sehat. Bahu dan lengan hemiplegi harus di depan.
19
Gambar 1210 Sambil mempertahankan kedua lutut tetap bertemu, pasien berguling ke sisi sakit.
20
Gambar 1510 Terapis memindahkan bahu pasien dan mengekstensikan lengan. Pasien menggunakan lengan
sehatnya untuk menopang badan.
Ketika pasien masih terbaring di tempat tidur pada fase awal, pasien harus
sudah diajari pengontrolan lengan berfokus pada gelang bahu. Dalam usaha
memaksimalkan pergerakan bahu dan mencegah nyeri, skapula yang terdepresi
dan teretraksi harus dimobilisasi ke arah protraksi dan rotasi ke depan. Dalam
usaha ini, terapis memobilisasi skapula dengan mendukung lengan pasien dalam
posisi ekstensi siku dan bahu berotasi eksternal. Ketika terapis memegang
sepanjang pinggir lateral dan bawah fosa glenoideus skapula, terapis
menggerakkan skapula ke depan, atas dan bawah tetapi tidak ke arah belakang.
Gerakan ini dilakukan secara ritmik berulang dalam perputaran lambat sampai
mobilisasi pasien dirasa terjadi. Kemudian pemegangan dan penempatan lengan
dapat dimulai. Skapula harus dipegang erat ke depan, lengan terekstensi diangkat
melewati kepala.
Gambar 1610 Pasien posisi miring : gelang bahu digerakkan. Pergerakan dilakukan dalam keadaan lengan
rotasi eksternal, bahu dan skapula digerakkan ke atas dan ke arah depan
21
Gambar1710 Pasien posisi berbaring : Mobilisasi gelang bahu ke depan dan ke arah atas dengan lengan
posisi ekstensi dan supinasi. Gerakan ini diikuti dengan elevasi lengan dan menempatkan telapak tangan
sampai mendorong tembok dan jari pertama tangan diabduksikan.
berdiri.11
22
Sebagai terapi pada fase ini, sangat berguna buat pasien duduk di posisi
kursi tengah dimana tiga kursi dijajarkan bersebelahan, kemudian pasien dapat
berlatih untuk memindahkan diri dari satu kursi ke kursi yang lain pada sisi
lumpuhnya. Saat ini terapis dapat melakukan latihan penopangan lengan pasien,
belajar kontrol pinggul ( memindahkan diri dan meletakkan pinggul pada tengah
kursi tanpa melihat ), merotasikan batang tubuh, usaha mengekstensikan sisi
sakit. Pasien harus bisa melakukan latihan ini dengan batang tubuh dan lengan
dimajukan, tangan saling menggenggam.10
Gambar 1810 Rangkaian teknik fasilitasi untuk berdiri. Latihan mengontrol berdiri dan memindahkan pelvis
dari satu sisi ke sisi lain tanpa menggunakan lengan dan tangan. Rotasi pelvis melawan gelang bahu dan
pergerakan batang tubuh melawan pelvis.
23
Gambar 1910 Mengangkat tungkai lumpuh, melewati tungkai sehat dan duduk dengan tungkai bersilang
( tungkai spastik di atas tungkai yang sehat )
24
Gambar 2010 Menurunkan tungkai lumpuh yang terfleksi pelan pelan. Pasien mengontrol dan menguasai
setiap urutan gerakan. Menggerakkan kaki dalam posisi dorsofleksi ke arah belakang sebelum berdiri.
25
Cara lain untuk melatih pasien berdiri dan menyangga beban pada kedua
tungkai adalah meminta pasien meletakkan tungkai sakit di lantai dari dipan
tinggi, ketika duduk di sisi sehat dan pasien dapat menyangga beban tubuh
terbantu tangan yang sehat, kemudian pasien menumpukan kaki sakit sedekat
mungkin dengan dipan tersebut, memajukan sisi sakit ( terutama pinggul ) untuk
melawan spastisitas ekstensor. Terapis meletakkan kaki pasien dalam posisi
dorsofleksi dengan satu tangan dan tangan lain memegang tangan pasien dalam
posisi supinasi, menjaga siku pasien terekstensi sehingga reaksi asosiasi tidak
terjadi. Ketika tumit menapak di tanah pasien diminta mengekstensikan lutut
( atau dibantu jika perlu ) dan mempertahankan posisi lutut tersebut agar pinggul
juga terekstensi, sehingga mampu mengangkat tubuh untuk berdiri. Hal ini juga
melatih otot kuadrisep dan ekstensor pinggul tanpa ada tahanan spastisitas selama
kaki dalam posisi dorsofleksi.10
Saat pasien dapat mempertahankan ekstensi lutut, harus dilatih dahulu
pergerakan - pergerakan kecil fleksi ekstensi lutut berganti - ganti. Ketika pasien
sudah merasa lebih siap dan terlatih pergerakan lututnya ( untuk membebankan
tubuh ), pasien diminta mengangkat tangan sehat dari dipan untuk lebih
merasakan pembebanan pada lutut dan menyadari apakah lutut sudah cukup kuat
untuk menopang. Pasien masih dalam posisi duduk selanjutnya diminta untuk
menapakkan kaki sisi sehatnya ke lantai sejajar dengan tungkai sakit. Awalnya
pasien diperbolehkan menumpukan berat pada pinggir dipan tanpa memegang
pinggir dipan, hal ini dimaksudkan agar dapat merasakan distribusi berat yang
harus merata di kedua kaki. Pemindahan berat badan ke kedua tungkai dimulai
dengan penekanan pada sisi sakit, kemudian diminta mengekstensikan dan
memfleksikan kedua lutut bersamaan kemudian bergantian satu demi satu. Jika
pasien sudah dapat memfleksi dan ekstensi kedua lutut secara mandiri satu demi
satu selanjutnya dilatih memfleksikan satu lutut bersamaan dengan ekstensi lutut
yang lain, hal ini penting untuk proses berjalan.10
26
Gambar 2210 Persiapan untuk berdiri pada tungkai yang lumpuh. Pasien turun dari dipan, menumpukan berat
pada tungkai sakit. Mengekstensikan pinggul dan lutut disertai menapaknya kaki di lantai. Tungkai sehat
difleksikan dan tidak menumpu berat badan.
Gambar 2310 Melakukan fleksi dan ekstensi lutut. Terapis mempertahankan sendi bahu naik dengan lengan
dan tangan ekstensi pada rotasi eksternal untuk menghambat spastisitas fleksor.
yang membatasi
27
Gambar 2413 Stabilisasi batang tubuh akan menciptakan transfer berat selektif dari lutut menuju kaki untuk
ekstensi pinggul yang lebih baik dan menjauhkan pendorongan balik pada batang tubuh atas dan
menghasilkan lordosis lumbal yang berlebihan.
Gambar 2513 Fasilitasi dari penguatan aktif otot kuadriseps distal kanan untuk memindahkan berat ke kaki
Gambar 2613 Pengatupan tungkai, dengan aktivitas otot sisi dalam disertai stabilisasi tambahan pada batang
tubuh diperlukan untuk memberikan pasien awalan aktivitas simetris pada pengangkatan pinggul dari alas
28
Gambar 2713 Kemampuan untuk mengisolasi pengangkatan pinggul dicapai pasien tanpa penyetabilan
tambahan oleh terapis kedua.
Gambar 2813 Aktivitas pengatupan tungkai untuk mengaktifkan titik kunci orientasi titik distal sebagai
persiapan pentransferan berat badan, transfer lutut ke arah depan saat berdiri. 13
banyak berpikir tentang geraknya, seperti postur pasien, pergerakan pasien dalam
ritme yang disertai musik, pergerakan pasien tanpa sadar ketika bicara dan
berhitung. Pergerakan sederhana pasien ditangani sesuai urutan perkembangan
manusia, harus dilatih baik di pasien sebelum dikombinasi dengan penggunaan
tangan sesungguhnya dalam aktivitas kehidupan sehari - hari.13
Penggunaan ekstremitas atas penting untuk melakukan aktivitas
kehidupan sehari - hari, penderita stroke biasanya tidak memprioritaskan
kepentingan meningkatkan kemampuan ekstremitas atas daripada ekstremitas
bawah ( pasien lebih memprioritaskan berjalan daripada peningkatan kemampuan
tangan ). Dengan demikian, banyak kasus menunjukkan peningkatan kemampuan
ekstremitas atas memang lebih sulit daripada peningkatan kemampuan
ekstremitas bawah / berjalan, karena ekstremitas atas yang lumpuh cenderung
kurang berfungsi daripada anggota gerak bawah. Kemampuan aktivitas kegiatan
sehari - hari memerlukan kerja sama yang baik dari kemampuan visual, persepsi,
kognisi / penalaran, dan koordinasi yang menyertai lingkup gerak sendi, kekuatan
dan sensorik.9
Secara keseluruhan sistem neurodevelopmental Bobath merupakan
pendekatan normalisasi tonus, dengan mengeluarkan respons keseimbangan
untuk pertama secara otomatis dan selanjutnya melatih kontrol dan pengulangan
terus - menerus secara sadar pada pasien.13
RINGKASAN
30
penyakit serebrovaskuler dengan hemiplegia akan tampak tonus otot yang semula
flasid kemudian dengan berjalannya waktu akan berkembang menjadi spastik
disertai hilangnya kontrol motorik dan keseimbangan yang buruk.
Untuk membantu mengembalikan kemampuan fungsional penderita
dengan hemiplegia dari rehabilitasi medik banyak menggunakan berbagai macam
metode latihan. Salah satunya pendekatan yang digunakan adalah dengan teknik
neurodevelopmental yang diperkenalkan oleh Bobath. Dalam metode Bobath
pemeriksaan postur dan pergerakan melalui titik - titik kunci bagian distal,
proksimal, dan batang tubuh merupakan hal penting yang harus diketahui dan
juga penting untuk dilakukan penilaian set postural, karena nantinya hal tersebut
diperlukan untuk pergerakan fungsional.
Pada latihan dengan metode Bobath orientasi adalah pada perbaikan
fungsi motorik dengan berfokus pada praktek normalisasi tonus, inhibisi
spastisitas,
fasilitasi,
dan
stimulasi
kepada
penderita
dengan
aplikasi
DAFTAR PUSTAKA
31
32
active learner, promotes motor learning. This involves creating opportunities for
practice and includes involving all members of the multidisciplinary team when
appropriate.
The goal of NDT is to normalize tone, to inhibit primitive patterns of movement, and to facilitate
automatic, voluntary reactions and subsequent normal movement patterns.
Based on the concept that pathologic movement patterns (limb synergies and primitive
33
34