Anda di halaman 1dari 43

5

BAB II
KERANGKA TEORI DAN HIPOTESIS

A. Deskripsi Teoritis
1. Keseimbangan
a) Definisi Keseimbangan
Kemampuan tubuh untuk mempertahankan keseimbangan dan
kestabilan postur oleh aktifitas motorik tidak dapat di pisahkan dari
faktor lingkungan dan sistim regulasi yanag berperan dalam
pembentukan keseimbangan. Tujuan dari tubuh mempertahankan
keseimbangan adalah; menyanggah tubuh melawan grafitasi dan
faktor eksternal lain, untuk mempertahankan pusat masa tubuh agar
sejajar dan seimbang dengan bidang tumpu, serta mestabilisasi
bagian tubuh lain ketika bergerak (Irfan, 2010).
Keseimbangan juga bisa diartikan sebagai kemampuan relatif
untuk mengontrol pusat massa tubuh (center of mass) atau pusat
grafitasi (center of gravity) terhadap bidang tumpu (base of support).
Keseimbangan melibatkan berbagai gerakan disetiap segmen tubuh
dengan didukung oleh sistem musculoskeletal dan bidang tumpu.
Kemampuan untuk menyeimbangkan massa tubuh dengan bidang
tumpu akan membuat manusia mampu untuk beraktifitas secara
efektif dan efisien (Army, 2012)
Menurut Permana (2012) keseimbangan terbagi atas dua
kelompok, yaitu ;
1) Keseimbangan statis
Keseimbangan statis adalah kemampuan tubuh untuk menjaga
kesetimbangan pada posisi tetap (sewaktu berdiri pada satu kaki,
berdiri diatas papan keseimbangan).
2) Keseimbangan dinamis;
Adalah kemampuan untuk mempertahankan kesetimbangan
ketika bergerak. Keseimbangan dinamis adalah pemeliharaan
pada tubuh saat melakukan gerakan atau saat berdiri pada

5
6

landasan yang bergerak, atau disaat kondisi sedang tidak stabil.


Keseimbangan merupakan interaksi yang komplek dari integrasi
sistem sensorik (vestibular, visual dan somatosensorik termasuk
proprioceptor) dan musculoskeletal (otot, sendi dan jaringan
lunak lain) yang diatur oleh otak (kontrol, motorik, basal ganglia,
cerebellum). Sebagai respon terhadap kondisi internal dan
eksternal. Dipengaruhi juga oleh faktor lain seperti usia, motivasi,
kognisi, lingkungan, dan pengalaman terdahulu.
b) Fisiologi keseimbangan dinamis
Kemampuan tubuh untuk mempertahankan keseimbangan dan
kestabilan postur oleh aktifitas motorik, tidak dapat dipisahkan dari
faktor lingkungan dan regulasi yang berperan dalam pembentukan
keseimbangan. Tujuan tubuh mempertahankan keseimbangan adalah
menyangga tubuh melawan gravitasi dari faktor eksternal lain, untuk
mempertahankan pusat massa tubuh agar seimbang dengan bidang
tumpu, serta menstabilisasi bagian tubuh ketika bagian tubuh lain
bergerak (Irfan,2010).
c) Sistem informasi sensoris
Sistem sensoris merupakan hal yang penting dalam prinsip
dasar kontrol postur, sistem sensori yang dimaksud berupa:
1) Kemampuan visual (penglihatan)
Dengan informasi visual maka tubuh dapat menyesuaikan
atau bereaksi terhadap perubahan bidang pada lingkungan,
aktifitas sehingga memberikan kerja otot yang sinergis untuk
mempertahankan keseimbangan tubuh. Dengan demikian visual
berperan sebagai kontrol jarak terhadap obyek dan memberikan
sinyal posisi dan gerakan kepala sebagai respon pada obyek dan
lingkungan (Irfan, 2010).
2) Sistem vestibular
Komponen ini merupakan sistem sensoris yang berfungsi
penting dalam keseimbangan, kontrol kepala dan gerak bola
mata. Reseptor sensoris vestibular berada dalam telinga.
7

Reseptor pada vestibular kanalis semikularis, utrikulus, serta


sakulus. Reseptor dari sistem sensoris ini disebut dengan sistem
labyrinthine, dimana berperan mendeteksi perubahan posisi
kepala dan percepatan perubahan sudut, sistem vestibular
bereaksi sangat cepat sehingga membantu mempertahankan
keseimbangan dengan mengontrol otot- otot postural. Beberapa
stimulus tidak menuju langsung ke nucleus vestibular tetapi ke
cerebellum, formatio retikularis, thalamus dan cortex serebri.
Nukleus vestibular menerima masukan formasi ke motor neuron
melalui medulla spinalis, terutama ke motor neuron yang
menginervasi otot- otot proksimal, kumparan otot pada leher dan
otot- otot punggung membantu mempertahankan keseimbangan
tubuh dengan mengontrol otot- otot postural (Watson et,al,
2008).
Peran vestibular antara lain menjaga midline tubuh, posisi
dan gerakan kepala, kontrol postur dan tonus. Kemampuan
mengontrol postur merupakan fokus utama dalam penanganan
gangguan keseimbangan.
3) Sistem somatosensoris
Sistem somatosensoris terdiri dari taktil dan proproiceptif
serta persepsi–kognitif, informasi kolumna propriceptif
disalurkan ke otak melalui kolumna dorsalis medulla spinalis
sebagian besar masuk (input) proprioceptif menuju cerebellum,
tetapi ada pula yang menuju korteks cerebri melalui lemnikus
medialis dan thalamus. Kesadaran akan posisi berbagai bagian
tubuh dalam ruang sebagian bergantung pada impuls yang
datang. Impuls dari ujung- ujung saraf yang beradaptasi lambat
di sinovia dan ligamentum berasal dari reseptor raba di kulit dan
jaringan lain, serta otot diproses di korteks menjadi kesadaran
akan posisi bagian tubuh dalam ruang sebagian bergantung pada
impuls yang datang. Impuls dari ujung-ujung syaraf yang
beradaptasi lambat disinovia dan ligamentum berasal dari
8

reseptor raba di kulit dan jaringan lain, serta otot diproses


dikorteks menjadi kesadaran akan posisi tubuh.
d) Respon otot-otot postural sinergis
Respon otot-otot postural sinergis mengarah pada waktu dan
jarak dari aktivitas kelompok otot yang diperlukan untuk
mempertahankan keseimbangan .dan kontrol postur. Masalah utama
dari sistem motor kontrol tidak hanya pada aktivitas otot agonis
semata atau yang sering disebut primemover , akan tetapi melibatkan
komponen otot antagonis dan otot stabilitas postur yang bekerja
secara sinergis dan terintegrasi.
e) Kekuatan otot muscle (muscle strength)
Kekuatan otot merupakan kemampuan otot menahan beban
baik beban eksternal maupun internal. Kekuatan otot berhubungan
dengan sistem neuromuskuler yaitu besar kemampuan sistem saraf
mengaktivasi otot untuk melakukan kontraksi. Semakin banyak
serabut otot yang teraktifasi, maka semakin besar pula kekuatan
yang di hasilkan oleh otot.
f) Adaptive System
Merupakan kemampuan adaptasi akan memodifikasi masukan
sensoris dan keluarkan motorik. Kemampuan adaptasi terhadap
lingkungan dan perubahannya akan sangat menentukan proses
pembelajaran motorik sampai menhasilkan gerakan trampail dan
fungsional.
g) Lingkup gerak sendi (joint range of motion)
Kemampuan sendi untuk membantu gerak tubuh dan
mengarahkan gerakan terutama, yang membutuhkan keseimbangan
(Permana, 2012).
Dalam posisi diam dan tenang ayunan tubuh seperti pendulum
terbalik mengenai sendi pergelangan kaki (ankle). Tujuannya adalah
untuk menjaga stabilitas keseimbangan center of mass (COM) pada
tubuh yang posisi aman. Untuk mencapai tujuan tersebut, ankle
strategi digunakan. Dimana otot-otot ankle tersebut yaitu (ankle
9

plantar fleksor/dorsi fleksor, invers/eversi). Secara otomatis


diaktifkan untuk melawan ayunan tubuh dalam arah yang berbeda.
Otot- otot lain yang aktif selama posisi diam untuk mempertahankan
postur tegak adalah otot gluteus medius, dan tensor fasciae latae,
iliopsoas untuk mencegah hiperekstensi dari hip, dan thoracic
paraspinal (dengan beberapa aktivasi abdominal intermiten).
Kesejajaran tubuh memberikan kontribusi untuk stabilitas dalam
sikap yang tenang, Berdiri dengan sikap tubuh yang optimal
memungkinkan tubuh untuk menjaga keseimbangan (Colby et al,
2007).

Gambar 2.1 : Pendulum terbalik


http://www.pt.ntu.edu.tw/hmchai/BM03/BMClinic/Stance.htmTangga
l di akses ; 17agustus 2015 jam 21.30 wib.

h) Faktor- faktor yang mempengaruhi keseimbangan


Keseimbangan pada tubuh manusia dipengaruhi oleh berbagai
faktor antara lain :
1) Center of mass
COM adalah titik yang sesuai dengan pusat massa tubuh dan
dimana tubuh berada dalam keseimbangan yang sempurna,
ditentukan dengan berat/beban dari COM pada setiap segmen
tubuh (Colby, et all 2007).
2) Pusat Gravitasi (Center of Gravity – COG)
Pusat gravitasi terletak tepat ditengah pada benda tersebut, pada
manusia gravitasi berpindah sesuai dengan arah atau perubahan
10

berat. Kemampuan seseorang untuk mempertahankan


keseimbangan dipengaruhi oleh kemampuan tubuh menjaga
Center of Gravity untuk tetap dalam area, staabilitas tubuh
(Stability limit). Merupakan batas luas area dimana tubuh mampu
menjaga keseimbangan tanpa adanya perubahan tumpuan
(Colby,et al 2007.).

Gambar 2.2: Letak Center of Gravity


https://www.karatecoaching.com/tag/the-center-of-gravity/
Tangga Di Akses 18 Agustus 2015 Jam 05.30 Wib

3) Bidang Tumpu (Base of Support-BOS)


Bidang tumpu merupakan bagian dari tubuh yang berhubungan
dengan permukaan tumpuan. Ketika garis gravitasi tepat berada
di bidang tumpu, tubuh dalam keadaan seimbang. Semakin besar
bidang tumpu, semakin tinggi stabilitas. Misalnya, berdiri kedua
kaki lebih stabil dibanding berdiri satu kaki (Irfan, 2010).

Gambar 2.3: Letak Base Off Support (William,et al.t.t)


tanggal di akses 20 agustus 2015
11

4) Stability limit
Stability limit adalah batasan area dimana tubuh bisa
mempertahankan posisi tanpa merubah base of support, batas
tersebut selalu berubah tergantung biomekanik individu (Colby,et
al, 2007).
5) Line of gravity (LOG)
Garis gravitasi merupakan garis imajiner yang berada vertikal
melalui pusat gravitasi dengan pusat bumi. Hubungan pusat
gravitasi dengan bidang tumpu adalah untuk menentukan derajat
stabilitas tubuh (Irfan, 2010).

.
Gambar 2.4: Letak line gravitasi (Army, 2012)
Tanggal Di Akses 18 Agustus 2015 Jam 05.30 Wib
6) Ground reaction force (GRF)
Merupakan gaya reaksi yang diberikan secara khusus oleh tanah
saat terjadi interaksi tubuh dengan tanah karena adanya pengaruh
gravitasi. Pada saat berdiri terjadi reaksi dari bidang tumpu yang
sama besarnya dan berlawanan dengan arah kekuatan tekanan
tubuh pada permukaan melalui kaki.
i) Kontrol Keseimbangan
Keseimbangan adalah tugas kontrol motorik yanag komplek
dan integrasi informasi sensorik untuk menilai posisi dan gerakan
tubuh dalam ruang dan terhadap respon muskuloskeleatal yang tepat
untuk mengontrol posisi tubuh dalam kontek lingkungan dan tugas.
12

Dengan demikian kontrol keseimbangan memerlukan interaksi


sistem syaraf dan musculoskeletal (Colby ,et al.2007).
(1) Sistem saraf menyediakan (a) pemrosesan sensori untuk pesepsi
dari orientasi tubuh ditempat yang disediakan terutama visual,
vestibular, dan sistem somatosensori; (b) integrasi sensorimotor
penting untuk menghubungkan sensasi ke respon motorik dan
untuk adaptif dan antisipatif (anticipatory), (yaitu, pusat
terprogram penyesuaian postural yang didahului dengan gerakan
volunter) aspek dari kontrol postural; dan (c) strategi motorik
untuk perencanaan , pemrograman , dan melaksanakan respon
keseimbangan (Colby et al, 2007).
(2) Kontribusi musculoskeletal meliputi keselarasan postural,
fleksibilitas musculoskeletal seperti joint range of motion
(ROM), joint integrity, muscle performance (yaitu, muscle
strength, power, and endurance) dan sensasi (sentuhan, tekanan,
getaran, proprioception, kinesthesia).
(3) Efek kontekstual yang berinteraksi dengan kedua sistem pada
lingkungan apakah itu secara tertutup (diprediksi tanpa
gangguan) atau terbuka (tak terduga dan dengan gangguan),
permukaan dukungan (keras dibandingkan licin, stabil
dibandingkan tidak stabil, jenis sepatu), jumlah pencahayaaan,
efek gravitasi pada tubuh.
j) Sensory Systems and Balance Control
Posisi tubuh dan gerakan dalam ruang membutuhkan suatu
kombinasi dari informasi dari reseptor perifer dalam beberapa sistem
sensorik termasuk visual, somatosensorik (proprioceptive, joint and
cutaneous receptor), dan sistem vestibular. Keseimbangan dicapai
dan dikelola oleh seperangkat komplek sistem kontrol sensorimotor
yang mencakup input sensorik dari penglihatan (visual),
proprioception (sentuhan), dan sistem vestibular (gerak, equilibrium,
orientasi special); integrasi bahwa masukan dari sensorik dan
motorik output ke mata dan otot- otot tubuh. Cedera, penyakit atau
13

proses penuaan dapat mempengaruhi satu atau lebih dari komponen


ini.

Gambar 2.5 Keseimbangan dicapai dan dikelola oleh seperangkat


komplek sistem kontrol sensorimotor
Sumber ; http;// vestibular.org/ understanding –vestibular- disorder
/human –balance –system
Tanggal diakses 09/12/ 2015

(1) Sistem Vestibular


Sistem vestibular sensitive terhadap dua jenis informasi;
posisi kepala dan perubahan mendadak dalam arah gerakan
kepala. Meskipun kita tidak menyadari sensasi vestibular.
Input vestibular penting untuk koordinasi banyak respon
motorik, dan input ini membantu untuk mestabilkan mata dan
menjaga stabilitas postural selama berdiri dan berjalan .
Kelainan dalam sistem vestibular mengakibatkan sensasi
seperti pusing atau ketidakstabilan, yang tidak terjangkau oleh
kesadaran kita, serta masalah dengan fokus mata dan menjaga
keseimbangan .Seperti sensorik lain, sistem vestibular dapat
dibagi menjadi dua bagian , perifer dan komponen utama
(central component). Komponen perifer terdiri dari reseptor
sensorik dan saraf kranial kedelapan, sedangkan bagian tengah
terdiri dari empat nucleus vestibular dan juga ascending dan
descending (Woollacott dan Shumway- Cook, 2007).
14

Gangguan fungsi vestibular dapat menyebabkan vertigo


atau gangguan keseimbangan. Alergi makanan, dehidrasi, dan
trauma kepala / leher dapat menyebabkan disfungsi vestibular .
Melalui reflek vestibulo- occular , mereka mengontrol gerak
mata, terutama ketika melihat obyek yang bergerak, kemudian
pesan diteruskan melalui saraf kranialis VIII ke nucleus
vestibular yang berlokasi dibatang otak ( brain stem ).
Beberapa stimulus tidak menuju langsung ke nucleus
vestibular tetapi ke cerebellum, formatio retikularis, thalamus
dan kortek serebri.

Gambar. 2.6 Sistem Vestibular


Sumber ; http;// vestibular.org/ understanding –vestibular-
disorder /human –balance –system
Tanggal diakses 09/12/ 2015
Nukleus vestibular menerima masukan (input) dari
reseptor labyrinth, formasi (gabungan reticular), dan
cerebellum. Hasil dari nucleus vestibular menuju ke motor
neuron melalui medula spinalis, terutama ke motor neuron
yang menginrvasi otot-otot proksimal, kumparan otot pada
leher dan otot-otot punggung (otot- otot postural). Sistim
vestibular bereaksi sangat cepat sehingga membantu
mempertahankan keseimbangan tubuh dengan mengontrol
otot-otot postural (Woollacott dan Shumway- Cook, 2007 ).
(2) Sistem Visual
Sistem visual (penglihatan) yaitu mata mempunyai tugas
penting bagi kehidupan manusia yaitu memberi informasi
15

kepada otak tentang posisi tubuh terhadap lingkungan


berdasarkan sudut dan jarak dengan obyek disekitarnya.
Dengan input visual, maka tubuh manusia dapat beradaptasi
terhadap perubahan yang terjadi dilingkungan sehingga sistem
visual langsung memberikan informasi ke otak. Kemudian otak
memberikan informasi agar sistem musculoskeletal (otot dan
tulang) dapat bekerja secara sinergis untuk mempertahankan
keseimbangan tubuh (Colby, et al.2007).
(3) Sistem Somatosensori (Tactile & proprioceptif)
Sistem somatosensoris mempunyai beberapa neuron
yang panjang dan saling berhubungan satu sama lainnya yang
mana sistem somatosensori memiliki tiga neuron yang
panjang; primer, sekunder dan tersier (pertama, kedua dan
ketiga).
a) Primer Neuron (pertama) memiliki badan sel pada dorsal
root ganglion didalam saraf spinal (area sensasi berada
pada daerah kepala dan leher), dimana bagian ini akan
menjadi suatu terminal dari ganglion saraf trigeminal atau
ganglia dari saraf sensorik kranial lainnya).
b) Second Neuron (kedua) dimana neuron ini berada di
medulla spinalis dan brain stem dan memiliki sel tubuh
yang baik. Akson neuron ini naik ke sisi berlawanan di
medulla spinalis dan brain stem, akson dari banyak
neuron berhenti pada bagian thalamus (Ventral posterior
nucleus) dan yang lainnya pada sistem retikuler dan
cerebellum.
c) Third neuron (ketiga) dalam hal sentuhan dan rangsangan
nyeri neuron ketiga memiliki tubuh sel dalam VPN dari
thalamus dan berakhir di gyrus postcentralis dari lobus
parietal.
Sistim somatosensori tersebar melalui semua bagian
utama tubuh dan vertebrae lainnya, terdiri dari reseptor sensori
16

dan motorik (aferen) neuron di pinggiran (kulit, otot, dan organ


lainnya) ke neuron yang lebih dalam dari saraf pusat.
Sistem somatosensorik adalah sistem sensorik yang
beragam yang terdiri dari reseptor dan pusat pengolahan untuk
menghasilkan modalitas sensorik seperti; sentuhan, temperatur,
proprioception (posisi tubuh) dan nociceptor nyeri. Reseptor
sensorik menutupi kulit dan epitel, otot rangka , tulang, sendi ,
organ dan sistem kardiovasuler. Informasi proprioseptip
disalurkan ke otak melalui kolumna dorsalis medulla spinalis.
Sebagian besar (input) proprioceptip menuju cerebellum, tetapi
ada pula yang menuju ke kortek serebri melalui lemiskus
medialis dan thalamus (Colby, et.al 2007). Kesadaran akan
posisi berbagai bagian tubuh dalam ruang sebagian bergantung
pada impuls yang datang dari alat indra dalam dan sekitar
sendi. Alat indra tersebut adalah ujung- ujung syaraf yang
beradaptasi lambat disinovia dan ligamentum. Impuls dari alat
indra ini dari reseptor raba di kulit dan jaringan yang lain, serta
otot diproses dikortek menjadi kesadaran akan posisi tubuh
dalam ruang.
2. Stroke
a) Pengertian stroke
Stroke adalah kondisi yang terjadi ketika sebagian sel-sel otak
mengalami kematian akibat gangguan aliran darah yang disebabkan
sumbatan atau pecahnya pembuluh darah di otak (Agromedia, 2009).
Stroke didefinisikan sebagai defisit (gangguan) fungsi saraf yang
terjadi mendadak dan disebabkan oleh gangguan peredaran darah otak.
Stroke terjadi akibat gangguan pembuluh darah otak. Gangguan ini
dapat berupa tersumbatnya pembuluh darah di otak. Otak yang
seharusnya mendapat pasokan oksigen dan zat makanan menjadi
terganggu. Kekurangan pasokan oksigen ke otak akan memunculkan
kematian sel saraf (neuron), gangguan ini akan memunculkan gejala
stroke (Pinzon , et al 2010).
17

Gangguan pembuluh darah otak (GPDO) masih penyebab


kematian ke tiga, sesudah penyakit jantung dan kanker. Perbaikan
metode penanganan penderita GPDO yang akut telah menekan angka
kematian penderita, akibat dari semua ini jumlah penderita yang
mempunyai gejala sisa akibat GPDO akan meningkat. Adapun
gangguan problem yang sering timbul oleh pasien biasanya:
1. Adanya kelemahan otot pada bagian anggota gerak tubuh yang
terkena.
2. Adanya gangguan keseimbangan.
3. Adanya gangguan postur.
4. Adanya gangguan pernafasan.
5. Adanya atropi.
6. Adanya gangguan kemampuan fungsional
Definisi menurut WHO: Stroke adalah terjadinya gangguan
funsional otak lokal maupun global secara mendadak dan akut yang
berlangsung lebih dari 24 jam akibat gangguaan aliran darah otak.
Menurut Neil F Gordon; stroke adalah gangguan potensial
yang fatal pada suplai darah bagian otak. Tidak ada satupun bagian
tubuh manusia yang dapat bertahan bila terdapat gangguan suplai
darah dalam waktu relatip lama sebab darah sangat di butuhkan dalam
kehidupan terutama oksigen pengankut bahan makanan yang di
butuhkan pada otak dan otak adalah pusat control sistem tubuh
termasuk perintah dari semua gerakan fisik (Irfan, 2010).
b) Klasifikasi stroke
(1) Stroke hemoragik
Stroke hemoragik adalah stroke yang disebabkan karena
adanya pembuluh darah dalam otak yang pecah sehingga darah
yang keluar dari pembuluh darah tersebut dipaksa masuk
kedalam jaringan otak, kemudian merusak sel-sel otak di daerah
tertentu, sehingga akhirnya bagian otak yang terkena tidak dapat
berfungsi dengan baik. Stroke hemoragik dibagi menjadi 2;
1. Perdarahan Subaraknoid (PSA)
18

Stroke perdarahan subaraknoid terjadi pada sekitar 5 % dari


seluruh serangan stroke perdarahan terjadi di ruang
subaraknoid yaitu ruang sempit diantara otak dan lapisan
jaringan yang menutupi otak. Ini terjadi karena adanya
lapisan jaringan yang menutupi otak. Ini bisa terjadi karena
adanya rupture atau robekan dari suatu aneurisma (arteri yang
melebar). (Sofwan, 2010).
2. Perdarahan Intraserebral (PIS)
Perdarahan ini terjadi di dalam otak terjadi pada sekitar 10 %
dari seluruh serangan stroke. Perdarahan intraserebral
sebenarnya sama dengan perdarahan subaraknoid, hanya
letaknya yang berbeda. Pembuluh darah arteri otak bagian
dalam merupakan tempat paling sering perdarahan intra
serebral. Pecahnya dinding pembuluh arteri otak karena
dinding arteri tersebut rapuh dan menipis, penyebab dinding
pembuluh darah rapuh dan menipis adalah; hipertensi
(peningkatan tekanan darah ) angiopati miloid (pengendapan
protein di dinding arteri tersebut), aneurisma, tumor otak
maupun trauma pada otak. Ada beberapa jenis perdarahan
intraserebral yang sering menurut letaknya, yaitu; perdarahan
thalamus, hematom subdural (biasanya karena trauma),
perdarhan intraventrikuler. Perdarahan tersebut bisa sangat
parah, ditandai dengan peningkatan tekanan intrakranial,
gangguan pada beberapa traktus saraf, kompresi
ventrikel,herniasi dari otak (Sofwan , 2010).
(2) Stroke non hemoragik (iskemik)
1) Etiologi
Sebagian besar kasus stroke atau 85% disebabkan
adanya hambatan atau sumbatan pada pembuluh darah
otak. Sehingga aliran darah ke otak terhambat secara tiba-
tiba tidak dapat pasokan energy dan oksigen sehingga sel-
19

sel daerah tersebut akan mati dan tidak berfungsi lagi


(Sofwan, 2010).
Berdasarkan perjalanan klinisnya stroke iskemik
(non hemoragik) dibagi menjadi 4 yaitu ;
1. TIA (transient iskemik attack) merupakan serangan
stroke sementara yang berlangsung kurang dari 24 jam ,
2. RIND (Reversible Ischemic Neurologic Deficit)
merupakan gejala neurologis yang akan menghilang
antara < 24 jam sampai dengan 21 hari.
3. Progressing stroke atau stroke in evolution merupakan
kelainan atau defiisit neurologis yang berlangsung
secara bertahap dari yang ringan sampai ke berat.
4. Complete stroke atau stroke komplit merupakan
kelainan neurologis yang sudah menetap dan tidak
berkembang (Harsono ,2005).

Gambar 2.7: Ischemic Stroke


http://www.heartandstroke.on.ca/site/c.pvI3IeNWJwE/b.3581863
/k.168C/Stroke__Ischemic_stroke__TIA_ministroke.htm
tanggal akses 24 -08 2015

Rupture atau robekan dari


tanggal suatu
akses aneorisma
24-08 -2015 pembuluh
darah (arteri yang melebar) (Sofwan, 2010). Ketika terjadi
pecah darah yang berasal dari aneorisma terasebut akan masuk
keruang subaraknoid, kemudian akan mengiritasi duramater
20

(selaput yang melapisi permukaan luar otak). Nyeri kepala pada


stroke karena pendarahan subaraknoid sangat khas. Dikatakan
oleh penderita sebagai nyeri kepala yang paling nyeri. mendadak
parah dan tanpa sebab sama sekali, disertai muntah dan kaku
leher, karena tekanan perfusi intra serebral yang menurun secara
tiba-tiba, hilangnya kesadaran mendadak (koma) (Sofwan,
2010).
(3) Perdarahan Intraserebral (PIS)
Perdarahan ini terjadi di dalam otak terjadi pada sekitar 10
% dari seluruh serangan stroke. Perdarahan intraserebral
sebenarnya sama dengan perdarahan subaraknoid, hanya
letaknya yang berbeda. Pembuluh darah arteri otak bagian dalam
merupakan tempat paling sering perdarahan intra serebral.
Pecahnya dinding pembuluh arteri otak karena dinding arteri
tersebut rapuh dan menipis, penyebab dinding pembuluh darah
rapuh dan menipis adalah; hipertensi (peningkatan tekanan
darah) angiopati miloid (pengendapan protein di dinding arteri
tersebut), aneurisma, tumor otak maupun trauma pada otak. Ada
beberapa jenis perdarahan intraserebral yang sering menurut
letaknya, yaitu; perdarahan thalamus, hematom subdural
(biasanya karena trauma), perdarhan intraventrikuler.
Perdarahan tersebut bisa sangat parah, ditandai dengan
peningkatan tekanan intrakranial, gangguan pada beberapa
traktus saraf, kompresi ventrikel, herniasi dari otak (Sofwan ,
2010).
21

Gambar 2.8: Hemorrage Stroke


http://www.heartandstroke.on.ca/site/c.pvI3IeNWJwE/b.3581865/k.776F/Strok
e__Hemorrhagic_stroke.htm
tanggal diakses 24 – 08 – 2015

a) Trombosis vena serebral


b) Keadaan yang berkaitan dengan perdarahan intraserebral
c) Hiperkoagulasi
1) Emboli
a) Infak miokardial
b) Fibrilasi arteri
c) Kerusakan katub karena penyakit jantung rematik
d) Perdarahan
e) Perdarahan intraserebral
f) Perdarahan subaraknoid
g) Ruptur aneurisma (Gofir, 2009)
c) Faktor resiko stroke
Faktor resiko terbagi menjadi dua , yaitu factor resiko yang
tidak dapat diubah dan faktor resiko yang dapat di ubah:
(1) Faktor resiko yang tidak dapat di rubah
(a) Usia
Stroke dikenal sebagai penyakit yang sering terjadi pada
lansia, dengan bertambahnya usia resiko stroke juga
meningkat. Karena berkaitan dengan adanya proses
22

degenerasi, menyebabkan pembuluh darahnya menjadi


kaku, oleh karena adanya plak atau arteriosklertosis.
(b) Jenis kelamin
Laki-laki memiliki resiko lebih besar terkena stroke
dibanding wanita. Karena laki –laki lebih banyak
mengalami stress akibat merokok, karena rokok akan
merusak lapisan dinding pembuluh darah.
(c) Berat badan lahir rendah
Angka kematian stroke tinggi dengan riwayat berat badan
lahir rendah, ksrena mal nutrisi atau status kesehatan yang
buruk. Menunjukan peningkatan resiko stroke dua kali
lipat Pada pasien dengan berat badan lahir rendah < 2500
gr. dibanding pasien dengan berat badan lahir sekitar
4000 gr (Gofir, 2009).
(d) Ras
Pasien dengan ras negro insiden stroke lebih tinggi
dibanding dengan ras kulit putih. Populasi kulit hitam
lebih berisiko karena terkait tingginya prevalensi
hipertensi, obesitas dan DM (Gofir, 2009).
(e) Faktor genetic
Adanya riwayat stroke pada keluarga meningkatkan resiko
stroke 30 % , dibanding yang tidak ada riwayat stroke
pada keluraga.

(2) Faktor resiko yang dapat di rubah


(a) Hipertensi
Orang yang memiliki riwayat hipertensi memiliki resiko
terkena stroke, karena terjadi peningkatan tekanan darah.
Diperkirkan resiko stroke meningkat 1; 6 setiap
peningkatan 10 mmHg tekanan darah sistolik, dan sekitar
50 % kejadian stroke dapat di cegah dengan
23

pengendalian tekanan darah. Penanganan hipertensi


strategi paling efektif dalam pencegahan stroke.
Tabel 2.1: Tekanan Darah
https://www.ibudanbalita.com
tanggal diakses 01-09-2015

(b) Diabetes
Diabetes melitus adalah masalah endokrinologis yang
menonjol dalam pelayanan kesehatan sudah terbukti
sebagai resiko stroke. Individu dengan riwayat diabetes
melitus memiliki resiko nggi, dibanding individu tanpa
diabetes. Pada penderita diabetes melitus umumnya
pembuluh darahnya akan menjadi kaku, sehingga beresiko
besar terserang stroke. Selain adanya penurunan atau
peningkatan kadar glukosa darah secara mendadak juga
akan menyebabkan kematian jaringan otak.
(c) Merokok
Dalam berbagai penelitian kebiasaan merokok akan
meningkatkan penyakit pembuluh darah (termasuk stroke).
Merokok memicu penyakit kekentalan darah, pengerasan
dinding pembuluh darah dan penimbunan plak di dinding
pembuluh darah. Merokok akan meningkatkan resiko
stroke sampai dua kali lipat.
(d) Obesitas
Obesitas memicu terjadinya stroke karena berat badan
dan indek masa tubuh berhubungan erat dengan tekanan
24

darah. Distribusi lemak dalam tubuh merupaka faktor


penting dalam hubungamnya dengan hipertensi yang
akhirnya memicu stroke.
(e) Dislipidemia
Dislipidemia adalah suatu kelainan salah satu atau
keseluruhan metabolisme lipid yang dapat berupa
peningkatan atau penurunan lipid. Meliputi kadar
kolesterol total, peningkatan kadar trigliserida,
peningkatan kadar Low Density Lipoprotein (LDL) dan
penurunan kadar High Density Lipoprotein (HDL) (Gofir,
2011).
d) Gejala dan tanda stroke
Gejala neurologis yang timbul tergantung berat ringannya
gangguan pembuluih darah dan lokasinya. Manifestasi klinis stroke
dapat berupa. Kelumpuhan wajah atau anggota badan (biasanya
hemiparesis) yang timbul mendadak.
1. Gangguan sensibilitas pada satu atau lebih anggota badan
(gangguan hemi sensorik)
2. Perubahan mendadak status mental (konvusi, delirium, letargi,
stupor atau koma)
3. Afasia (bicara tidak lancar , kurangnya ucapan , atau kesulitan
memahami ucapan)
4. Disartria (bicara pelo atau cedal)
5. Gangguan penglihatan (hemianopia atau monokuler) atau diplopia
6. Ataksia (trunkal atau anggota badan)
7. Vertigo, mual dan muntah, atau nyeri kepala (Gofir, 2009)
e) Aspek Neurologis pada Gangguan Pembuluh Darah Otak
Otak merupakan jaringan sangat sensitif terhadap kekurangan
suplai darah, oksigen dan glukosa. Jika kekurangan terjadi dalam
waktu yang lama akan menyebabkan sel otak mati (infark). Selain itu
muncul gejala klinis, seperti lumpuh pada sebagian badan, gangguan
sensasi, gangguan bicara, gangguan penglihatan, gangguan persepsi,
25

gangguan neurologi lain tergantung lokasi dan banyaknya sel otak


yang mati. Secara garis besar, stroke dibagi menjadi dua golongan,
yaitu stroke perdarahan (perdarahan intra- serebral/PIS dan sub-
arakhnoid/PSA) dan stroke non perdarahan. Stroke atau
cerebrovasculer accident, merupakan gangguan neurologis paling
banyak terjadi, dan menjadi masalah paling utama penyebab gangguan
gerak dan fungsi tubuh pada orang dewasa. Sekitar empat dari lima
keluarga akan memiliki seorang anggota mereka yang terkena stroke
(Irfan. 2010).

Tabel 2.2: Perbedaan gejala stroke hemoragic dan non- hemoragic


Gejala Stroke Hemoragic Stroke Non-Hemoragic
Saat kejadian Mendadak, sedang aktif Mendadak, istirahat
Nyeri kepala Hebat Ringan
Kejang Ada Tidak ada
Muntah Ada Tidak ada
Peringatan / TIA Tidak ada Ada
Sumber: Fisioterapi Bagi Insan Stroke, hal 71 (Irfan. M, 2010)

Serangan stroke dapat menimbulkan cacat fisik yang permanen,


cacat fisik tersebut tergantung dari berat ringannya serangan dan
lokasi terjadi kerusakan otak.
f) Gangguan Keseimbangan Stroke
Pasien stroke akan mengalami gangguan-gangguan bersifat
fungsional. Gejala fisik paling khas adalah; hemiparalisis, kelemahan,
hilangnya sensasi pada wajah, lengan atau tungkai di salah satu sisi
tubuh, kesulitan bicara, kesulitan menelan dan gangguan sebagian
penglihatan di satu sisi.
Pasien stroke akan mengalami berbagai gangguan
keseimbangan. Gangguan keseimbangan berdiri dan berjalan,
kemampuan gerak otot menurun dan masalah dengan kontrol postural.
Sehingga menghambat gerakannya. Keseimbangan merupakan
26

parameter terhadap keberhasilan terapi mereka. Keseimbangan adalah


kemampuan untuk mempertahankan kesetimbangan tubuh ketika
ditempatkan di berbagai posisi.

Gambar 2.9: Keseimbangan


https://www.acefitness.org/certifiednewsarticle/687/designing-
balance-exercise-programs-for-older/
diambil 06 september 2015

Definisi menurut O’Sullivan (2007), keseimbangan adalah


kemampuan untuk mempertahankan pusat gravitasi pada bidang
tumpu terutama ketika saat posisi tegak. Menurut Ann Thomson,
keseimbangan adalah kemampuan untuk mempertahankan tubuh
dalam posisi kesetimbangan maupun dalam keadaan statik atau
dinamik, serta menggunakan aktivitas otot yang minimal.
Keseimbangan di bagi menjadi dua kelompok yaitu keseimbangan
statis; kemampuan tubuh untuk menjaga kesetimbangan pada posisi
tetap (sewaktu berdiri dengan satu kaki, berdiri diatas papan
keseimbangan); keseimbangan dinamis adalah kemampuan untuk
mempertahankan kesetimbangan ketika bergerak. Kualitas dari
keseimbangan tubuh tergantung dari integritas susunan syaraf pusat,
susunan syaraf tepi dan sistem musculoskeletal. Penurunan fungsi
otot pada ekstremitas bawah mengakibatkan penurunan kemampuan
untuk menyanggah, menahan, menyeimbangkan masa tubuh.
Keterlambatan aktivitas otot mempengaruhi stabilitas serta respon
keseimbangan tubuh. Hal tersebut menyebabkan banyak dari insan
27

stroke mengalami penurunan kemampuan mulai gerakan berdiri dan


berjalan. Perubahan adaptasi otot berupa penurunan kemampuan
panjang otot dan kekakuan mempengaruhi kontraksi otot dan
keseimbangan. Penurunan elastisitas jaringan lunak dan pemendekan
otot membatasi mobilitas sendi di pergelangan kaki (Irfan., 2010).
Pada kondisi pasien stroke banyak mengalami gangguan
kemampuan fungsional, hal ini disebabkan oleh adanya disabilitas
pada kapasitas fisiknya, salah satu gangguan yang terjadi adalah
gangguan keseimbangan, baik keseimbangan statis maupun
keseimbangan dinamis, keseimbangan dalam posisi duduk , berdiri
maupun berjalan. Gangguan keseimbangan dapat terjadi pada
penderita stroke dan dapat mengganggu proses pemulihan aktivitas
fungsionalnya (Tyson, et al, 2006). Gangguan keseimbangan pada
pasien stroke, berhubungan dengan adanya lesi di sistim syaraf pusat
sebagai sentral prosesing maupun dari informasi yang disampaikan
oleh sistem visual, vestibular dan somatosensorik yang kurang
optimal. Gangguan keseimbangan ini dikarenakan adanya kelemahan
ataupun kekakuan pada otot-otot postural maupun ekstremitasnya.
Adanya kekakuan pada otot ekstremitas juga akan berpengaruh pada
luas gerak sendi yang akan mempengaruhi kemampuan dalam
menjaga keseimbangan. Menurunnya kekuatan otot, range of motion,
tonus otot yang tidak normal, gangguan koordinasi motorik, gangguan
pada sistem sensoris dan sistem integrasi sensorisnya serta adanya
gangguan proprioseptik ikut berkontribusi pada ganguan
keseimbangan pasien stroke (Barros, 2008).
Gangguan keseimbangan dalam posisi berdiri pada pasien
stroke berhubungan dengan adanya kelemahan otot-otot posturalnya,
sehingga pasien tidak mampu mengontrol posturnya dalam posisi
tegak. adanya kelemahan pada otot-otot tungkai bawah
mengakibatkan penurunan kemampuan tungkai dalam
menyanggah,menyeimbangkan berat tubuhnya. Pasien mengalami
kesulitan dalam mengatur perpindahan berat badan pada sisi kanan
28

dan kiri pada tubuhnya. Adanya gangguan pada sensoris terutama


pada telapak kaki mengakibatkan pasien tidak dapat merasakan
adanya ground reaction force (GRF) sehingga pasien kesulitan dalam
mengontrol sendi anklenya dan kesulitan dalam mengaktivasi otot-
otot tungkai bawah untuk mempertahankan posisi keseimbangan.
Keseimbangan menjadi salah satu hal yang sangat penting untuk
diberikan treatment dan dikembalikan fungsinya pada pasien stroke.
3. Core Stability Exercise
a) Pengertian Core Stability
Menurut Irfan (2010) dalam buku fisioterapi bagi insanstroke
yang dimaksud core stability adalah kemampuan untuk mengontrol
posisi dan gerak dari thrunk sampai pelvic yang digunakan untuk
melakukan gerakan secara optimal dalam proses perpindahan, kontrol
tekanan dan gerakan saat aktifitas. Core stability merupakan salah satu
faktor penting dalam postural set.
Core stability menggambarkan kemampuan untuk mengontrol
atau mengendalikan posisi dan gerakan sentral pada tubuh
diantaranya; head and neck alignment, alignment of vertebral column
thorak dan pelvic stability, dan ankle and hip strategic. Core stability
merupakan komponen penting dalam memberikan kekuatan lokal dan
keseimbangan untuk memaksimalkan secara efisien.merupakan kerja
integrasi sebelum adanya suatu gerakan integrasi satu sendi, atau
banyak sendi untuk mempertahankan stabilitas dan gerakan. Kerja
core stability memberikan pola adanya stabilitas proksimal yang
digunakan untuk mobilitas pada distal. merupakan gerakan
berkesinambungan yang melindungi sendi pada distal yang digunakan
mobilisasi saat gerak. Saat bergerak otot-otot core meliputi trunk dan
pelvic, sehingga membantu dalam beraktifitas (Kibler, 2006).
Core adalah daerah lumbo-pelvic-hip kompleks. Daerah core
adalah letak atau tempat dari pusat gravitasi dan tempat awal dari
semua gerakan. Efisensi dari core dimaksudkan untuk memelihara
hubungan pemanjangan normal dari fungsi agonis dan antagonis, yang
29

mana akan meningkatkan hubungan dari kedua kekuatan pada daerah


lumbo-pelvic-hip-komplek (Kibler, 2006).
Core stability menggambarkan kemampuan untuk mengontrol
posisi dan pergerakan bagian tengah tubuh. Core stability ditargetkan
pada otot-otot perut yang menhubungkan panggul, tulang belakang
dan bahu yang, membantu dalam pemeliharaan postur yang baik dan
memberikan gerakan dasar untuk semua gerakan lengan dan kaki
(Akuthota, 2007).
Core stability adalah komponen penting dalam memberikan
kekuatan lokal dan keseimbangan tubuh untuk memaksimalkan
aktifitas secara efisien. Aktfitas otot-otot core tersebut merupakan
kerja integrasi sebelum adanya suatu gerakan satu sendi atau beberapa
sendi untuk memepertahankan stabilitas dan gerakan. Kerja core
stability memberikan suatu pola adanya stabilitas proksimal yang
digunakan untuk mobilitas pada distal. Pola proksimal ke distal
merupakan gerakan berkesinambungan yang melindungi sendi distal
yang digunakan untuk mobilisasi saat bergerak , saat bergearak otot –
otot core meliputi trunk dan pelvic sehingga membantu dalam
beraktifitas, disertai perpindahan energy dari bagian tubuh yang besar
hingga kecil selama aktifitas berlangsung (Kibler, 2006).
b) Anatomi Core Stability
Core stability berpengaruh terhadap stabilitas. Pada aktifitas
anggota gerak core stability dipengaruhi otot-otot superficial (global)
dan otot-otot deep (core) . Otot-otot global dan otot-otot dalam (core)
fungsinya untuk mempertahankan postur, otot-otot global yang multi
segment merupakan suatu hubungan besar yang merespon beban
eksternal pada trunk yang bergeser pada pusat masa tubuh (center of
mass).
Core stability berhubungan dengan bagian tubuh yang dibatasi
oleh dinding perut , pelvis , punggung bagian bawah, dan diafragma
serta kemampuannya untuk menstabilkan tubuh selama gerakan. Otot–
30

otot utama core stability meliputi tranversus abdominis, oblique


internal dan eksternal , quadratus lumborum dan diafragma.

Gambar 2.10: Postural Stability (Irfan, 2010)

c) Peran dan Aktifitas Global dan Core Muscle


Otot- otot leher dan trunk tidak hanya sebagai penggerak utama
atau sebagai antagonis terhadap gerakan yang disebabkan oleh
gravitasi selama melakukan aktivitas dinamis. Mereka adalah
stabilisaor penting dari spine. Otot-otot global menjadi multi
segmental, adalah otot yang besar yang mersspon beban eksternal
yang dikenakan pada trunk yang menggeser center of mass (Kisner
dan Colby 2007).
1. Fungsi otot–otot global muscle
a. Menhubungkan kepala , leher dan trunk
b. Mentranfer beban eksternal antara trunk dan panggul
b. Pengendalian orientasi tulang belakang (postural control)
c. penghasil torsi besar
d. Pada beban rendah dapat mandiri untuk melakukan gerak.
e. Pada beban tinggi secara bilateral untuk menstabilkan trunk
f. Memiliki pengaruh langsung terhadap segmental control.
2. Otot–otot global muscle terdiri dari ;
a. m.rectus abdominis
b. m.Obliques eksternal dan internal
c. m. Quadratus lumborum
31

d. m. Erector spine
e. m .Iliopsoas
3. Fungsi deep muscle
Terletak dalam dekat pusat rotasi yaitu untuk mengendalikan gerak
intersegmental.
a. Otot intersegmental memiliki peran proprioseptif.
b. Peningkatan gerak yang menyimpang dapat diatasi oleh aktifitas
sistem otot- otot deep.
4. Otot-otot yang berhubungan pada lumbal spine hingga lokal
muscle.
a. Transfersus abdominis
b. Lumbal multifidus
c. Diaphrahma
d. Pelvic floor .

Gambar 2.11: Target Core Stability ( Irfan, 2010 )

Target utama pada pada core stability adalah otot yang letaknya
lebih dalam (deep muscle) pada abdomen . yang berhubungan dengan
tulang belakang (spine), panggul (pelvic) dan bahu (shoulder).
Reaksi otot-otot global tidak mampu untuk melakukan
stabilisasi pada segment spinal, kecuali melalui penekanan pada beban
vertebrae, jika satu segment tidak stabil maka penekanan beban dapat
menimbulkan nyeri. Otot-otot global dan otot-otot core memiliki
beberapa lapisan, bila kita berikan stimulasi pada bagian otot core
tersebut dapat memberikan respon kearah gerakan. Otot ini
32

memberikan dinamik support ke suatu segment spine dan membantu


menjaga setiap segment pada posisi stabil, sehingga jaringan inner
tidak mengalami stress pada keterbatasan gerak . Otot core berperan
dalam memberikan stabilisasi ke multi segment pada spine .Hal
tersebut menunjukkan bahwa dengan stabilisasi postur (aktifsi otot-
otot core stability) yang optimal, maka mobilitas pada ekstremitas
dapat dilakukan dengan efisien (Irfan, 2010).
1) Core stability exercise posisi terlentang
Adapun pelaksanaanya adalah posisi pasien terlentang diatas
bed, tujuan latihan untuk meningkatkan tonus otot postural.
Sebagaimana telah dijelaskan untuk dapat melakukan pola gerak
normal. maka dibutuhkan stabilitas postur yang adekuat. Latihan
ini merupakan bagian dari key point pelvic control yang akan
meningkatkan mobilitas daerah lumbal dan pelvic, yang perlu
diperhatikan pada saat melakukan gerakan tersebut, telapak kaki ,
tangan dan punggung bagian atas sebagai Base of Support, Latihan
gerak pelvic dan abdominal.
a. Posisi awal pasien stroke terlentang.
b. Tekuk kedua lutut 90 derajat.
c. Kedua tangan berada disamping badan dengan posisi pronasi .
d. Berikan instruksi untuk melakukan secara aktif gerakan
foreward dan back ward pada pelvic.
e. Setiap gerakan dilakukan bersamaan dengan posisi ekspirasi
(dapat dilakukan dengan meniup)
f. Lakukan dengan 7 x/ set dan dilakukan dengan pengulangan 3
set, sesi istirahat setiap set 1 menit .
Untuk dapat menghasilkan gerak foreward dan backward
pada pelvic, maka diperlukan fasilitasi dari fisioterapis yaitu
dengan menempatkan tangan pada abdominal untuk
memberikan stimulasi dan fasilitasi pada otot-otot abdominal.
Hal ini dilakukan agar gerakan yang diharapkan dapat dengan
mudah dilakukan dan secara selektif otot yang diaktifasi dapat
33

berkontraksi tanpa adanya gerakan kompensasi. Sementara


tangan yang lain pada sisi lateral dan caudal pelvic untuk
mengarahkan pergerakan pelvic sebagaimana yang diharapkan
dengan fasilitasi pada otot gluteal.
2) Core stability exercise posisi duduk
Pada posisi duduk kedua tangan pasien ditaruh diatas paha
dan kedua kaki kontak / menempal dengan lantai. Terapis berada di
belakang pasien dengan letak fasilitasi kedua tangan terapis
memegang pelvis dan mengarahkan gerakan kearah forward dan
backward pelvis yang benar, maka akan mengaktivasi otot-otot
stabilitas postural dan meningkatkan aktifasi otot-ototnya, maka
hendaknya dilakukan secara perlahan.
3) Core stability exercise terhadap keseimbangan dinamis
Core stability exercise yaitu bentuk latihannya memperkuat
dan menyeimbangkan kinerja otot-otot core yaitu (rectus
abdominis, obliques eksternal dan internal, Quadratus lumborum ,
erector spine dan iliopsoa) dan deep muscle (Tranfersus abdominis
,lumbal multifidus, diaphrahma dan pelvic floor). Sehingga dengan
postur tubuh yang baik akan dihasilkan keseimbangan yang baik
pula. Core stability exercise merupakan suatu latihan yang
menggunakan kemampuan dari trunk, lumbal spine, pelvis, hip,
otot-otot perut, dan otot-otot kecil sepanjang spine . Otot-otot
tersebut bekerja bersama untuk membentuk kekuatan yang
bertujuan mempertahankan spine sesuai garis tubuh yang simetri
dan menjadi lebih stabil. Ketika spine kuat dan stabil memudahkan
tubuh untuk bergerak secara efektif dan efisian. Latihan core
stability dapat membentuk kekuatan otot-otot postural, hal ini akan
meningkatkan stabilitas pada trunk dan postur, sehingga dapat
meningkatkan keseimbangan. Pada latihan core stability terjadi
peningkatan fleksibilitas. Hal ini terjadi karena pada saat suatu otot
berkontraksi, maka terjadi penguluran atau stretch pada otot-otot
antagonisnya.
34

4. Ankle Strategy Exercise


a) Pengertian Ankle Strategy Exercise
Ankle strategy exercise adalah latihan yang menggambarkan
kontrol goyangan postural dari ankle dan kaki. Gerakan pusat gravitasi
tubuh pada ankle strategy dengan membangkitkan putaran ankle
terhadap permukaan penyangga dan menetralkan sendi lutut dan sendi
panggul untuk mestabilkan sendi proksimal tersebut . Pada strategi ini
kepala dan panggul bergerak dengan arah dan waktu yang sama
dengan gerakan tubuh lainnya diatas kaki. Pada respon goyangan
kebelakang, respon sinergis otot normal, pada strategi ini
mengaktivasi otot tibilais anterior, otot quadrisep, diikutin otot
abdominal. Pada goyangan kedepan, mengaktivasi, hamstring dan
otot- otot ekstensor trunk (Mackey and Robinovitch, 2006).
b) Fungsi Ankle Strategi Exercise
Ankle strategi exercise bermanfaat untuk pasien yang
mengalami gangguan keseimbangan. Dalam melakukan latihan ankle
strategy, tubuh atas dan bawah bergerak dalam arah dan fase yang
sama . Itu karena jumlah tenaga yang dihasilkan oleh otot-otot sekitar
sendi pergelangan kaki relative kecil. Ankle strategy umumnya
digunakan untuk mengontrol gerakan bergoyang ketika kita berdiri
tegak atau bergoyang melalui rentang gerakan yang sangat kecil.
Ankle strategy digunakan pada tingkat bawah sadar untuk
mengembalikan keseimbangan setelah cidera kecil atau dorongan .
Faktor-faktor yang membatasi kemampuan untuk menggunakan
gerakan ankle strategy yang efektif memerlukan jangkauan gerak yang
memadai dan kekuatan otot-otot sendi pergelangan kaki serta tingkat
sensasi yang baik pada kaki dan pergelangan kaki (Mackey and
Robinovitch, 2006).
Pada pasien stroke melakukan latihan ankle joint strategy.
Mereka melakukan latihan ankle strategy selama 30 menit, tiga kali
seminggu selama enam minggu. Kemampuan keseimbangan di ukur
sebelum dan sesudah latihan. Untuk menilai kemampuan
35

keseimbangan, limit of stability (LOS). Berg balance scale digunakan


untuk menilai keseimbangan sebelum dan sesudah latihan. Hasil dari
penelitian ini terjadi perubahan LOS yang signifikan di anterior,
posterior, arah kiri dan kanan. Memiliki efek positif pada
keseimbangan ketika latihan ankle joint strategy yang dilakukan oleh
pasien stroke untuk meningkatkan keseimbangan (Hyun Choi,PT,PhD
2015). Ankle strategi digunakan ketika perpindahan kecil, COG
berubah saat terjadi gerakan ankle joint , saat gerakan dorsi fleksi
ankle COG berubah otot-otot yang berkontraksi antara lain; otot
tibialis anterior, otot quadrisep femoris, otot abdominal. Saat gerak
plantar fleksi COG berubah otot-otot yang kontraksi antara lain; otot
gastrocnemius, otot, hamstring, dan trunk otot ekstensor. Ankle
strategi digunakan untuk menjaga Central of mass (COM) pada Base
of support (BOS), ketika gerakan dipusatkan di ankle, lutut, pinggang,
dan tulang belakang untuk stabilisasi yang lebih efektif.
Ankle strategi sering digunakan untuk kontrol yang kecil dan
gerakan yang lambat. Digunakan lebih efektif pada permukaan yang
lembut. Aktivasi otot terjadi pada tahap distal ke proksimal. Ketika
otot berkontraksi sangat penting untuk menghasilkan torsi yang cukup
pada ankle dan menjaga stabilitas adekuat pada pinggang, lutut, dan
tulang belakang. Ankle strategi sering digunakan saat berdiri diam,
sebagai contoh, digunakan efektif dalam mengontrol gerakan kecil
dan gerakan sway lambat yang terjadi saat seseorang berdiri dari garis.
Hip strategi atau gerakan hip digunakan untuk kontrol besar akan
gerakan sway yang cepat atau ketika gerakan ankle strategi tidak
efektif. Aktifasi otot saat menggunakan hip strategi terjadi pada tahap
proksimal ke distal . Strategi ini sering terjadi pada ankle strategi saat
pendekatan COM melebihi batas BOS, dan lebih efektif karena
kemampuan untuk menghasilkan kecepatan dan jangkauan yang lebih
besar. Ketika ankle dan hip strategi dirasakan kurang efektif, BOS
diperpanjang kearah gerakan COM. Menghasilkan tujuan yang
dihubungkan yang sering disebut “Stepping Strategi“. Seseorang
36

memindahkan berat badan keluar BOS dan mengambil langkah untuk


membawa BOS ke bawah COM (Gillen, 2011). Kelemahan fungsional
dari tungkai akibat stroke disebabkan kelemahan otot, stabilitas sendi
dan hilangnya rasa propriseptif, dan kesulitan mengendalikan gerakan
karena kelemahan otot, tonus abnormal dan pola gerakan abnormal.
Keseimbangan menggangu aktivitas hidup sehari-hari (ADL) dan
mengubah postur berdiri dan berjalan. Fungsi sendi pergelangan kaki
sangat mempengaruhi keseimbangan dan kemampuan berjalan. Secara
khusus fleksibitas gerakan plantar fleksor mengganggu keseimbangan
statis dan dinamis, pola berjalan yang normal. Kelemahan dorsi
fleksor dengan spastisitas menjadi faktor yang berbahaya untuk resiko
jatuh. Otot-otot penting keseimbangan dinamis tibialis anterior dan
soleus menunjukan peningktan kinerja ankle. Intervensi aktivasi
proprioceptif dan ankle meningkatkan keseimbangan dinamis
(Changho yom ,et al 2015) tanggal diakses 28 Oktober 2015.
c) Anatomi dan Bentuk Latihan Ankle Strategi Exercise

Gambar 2.12: Anatomi otot-otot tungkai bawah


https://corewalking.com/the-muscles-that-work-the-pulleys-that-lift-
the-arches-of-the-feet/
diambil 25 Oktober 2015
37

Gambar: 2.13 Ankle strategi


https://www.atrainceu.com/course-module-short-view/2605833-
137_stroke-care-module-12
Diambil 25 okt 2015
Balance strategi digunakan untuk mengontrol ketika terjadi
goncangan postural yang berbeda dalam arah gerakan korektif. Hal
tersebut dilakukan untuk menggeser pusat massa relatif terhadap
informasi somato sensori. Misalnya dengan ankle strategy gerakan
maju, kepala dan badan menyertai pergeseran kedepan di tengah-
tengah massa. Dengan strategi pinggul, gerakan mundur dikepala dan
badan posisi menyertai pergeseran kedepan ditengah-tengah massa.
d) Latihan Ankle Strategy Antara Lain:
Ankle strategy gerakan kepala maju dan tubuh menyertai
pergeseran ke depan ditengah- tengah massa. Pada posisi ankle
strategy mengaktivasi otot gastrocnemius, hamstring, dan otot
punggung.
a. Intensitas : berat badan
b. Repetisi : 1 set
c. time : 7,5 menit
d. Rest : 1 menit
e. Frekuensi : 3 x seminggu
Ankle strategi gerakan kepala mundur dan tubuh menyertai
pergeseran kebelakang ditengah- tengah massa. Pada posisi ankle
strategi mengaktivasi otot tibialis anterior, quadrisep, dan otot
abdominal.
38

a. Intensitas : berat badan


b. Repetisi : 1 set
c. Time : 7,5 menit
d. Rest : 1 menit
e. Frekwensi : 3 x seminggu
Ankle strategi gerakan kepala kesamping kanan dan tubuh
menyertai gerakan pergeseran kesamping di tengah- tengah massa
tubuh. pada posisi ankle strategi mengaktivasi otot vactus medialis
tungkai atas kanan, romboideus lateral sinistra,
sternocleidomastoideus sinistra.
a. Intensitas : berat badan
b. Repetisi : 1 set
c. Time : 7,5 menit
d. Rest : 1 menit
e. Frekwnsi : 3 x seminggu
Ankle strategi gerakan kepala kesamping kiri dan tubuh
menyertai pergeseran kesamping ditengah-tengah massa tubuh. Pada
posisi ankle strategi mengaktivasi otot vactus medialis tungkai atas
kiri, romboideus lateral dekstra, sternocleido mastoideus dekstra.
a. Intensitas : berat badan
b. Repetisi : 1 set
c. Time : 7,5 menit
d. Rest : 1 menit
e. Frekwensi : 3 x seminggu
e) Ankle strategi exercise terhadap keseimbangan dinamis
Ankle strategi exercise digunakan untuk mengontrol gerakan
postural, berbeda dengan arah gerakan korektif dilakukan untuk
menggeser pusat massa relative terhadap informasi somatosensoris.
Ankle strategi exercise dengan gerakan maju pada kepala dan badan
posisi menyertai ke depan ditengah- tengah massa (Shumway and
Emerita,tt). Ankle strategi exercise bekerja menstimulus kerja otot-
otot postural sehingga akan menstabilkan posisi tubuh ketika
39

menerima goyangan dari luar tubuh. Keseimbangan merupakan


interaksi yang komplek dan interaksi sistim sensorik (estibular, visual,
dan somatosensoris termasuk proprioseptor) dan musculoskeletal
(otot sendi dan jaringan lunak lainnya) yang diatur oleh otak (kontrol
motorik, sensorik, basal ganglia, cerebellum dan area asosiasi)
sebagai respon dari perubahan kondisi eksternal dan internal,
sehingga untuk mengoptimalkan kerja sistim keseimbangan salah satu
dengan meningkatkan kerja sistim musculoskeletal. Ankle strategi
exercise adalah bentuk latihan dengan menstimulus sistem
musculoskeletal tubuh manusia, sehingga dengan memberikan ankle
strategi exercise dapat mengoptimalkan sistim keseimbangan
dinamik.
f) Ankle strategy exercise terhadap keseimbangan dinamis
Ankle strategy exercise digunakan untuk mengontrol postural
bergoyang berbeda dalam arah dan gerakan. Dilakukan untuk
menggeser pusat massa relatif terhadap informasi somatosensori.
Ankle strategy exercise dengan gerakan maju pada kepala dan batang
pada posisi menyertai pergeseran ke depan ditengah-tengah massa
(Shumway and Emerita, t.t). Ankle strategi exercise bekerja
menstimulus kerja otot-otot postural sehingga akan menstabilkan
posisi tubuh ketika menerima goyangan dari luar tubuh.
Keseimbangan merupakan interaksi yang komplek dan interaksi sistim
sensorik (vestibular, visual, dan somatosensoris termasuk
proprioseptor) dan musculoskeletal (otot, sendi, dan jaringan lunak
lain) yang diatur dalam otak (kontrol motorik, sensorik, basal ganglia,
cerebellum dan area asosiasi), sebagai respon terhadap perubahan
kondisi eksternal dan internal, Sehingga untuk mengoptimalkan kerja
sistim keseimbangan salah satunya dengan meningkatkan kerja sistem
musculoskeletal. Ankle strategy exercise adalah bentuk latihan dengan
menstimulus sistem musculoskeletal tubuh manusia sehingga dengan
memberikan ankle strategy exercise dapat mengoptimalkan sistem
keseimbangan tubuh.
40

5. Functional Reach Test (alat ukur impairment)


Functional reach tes adalah ukuran dinamik dari stabilitas selama
gerakan yang diprakarsai sendiri (self- initiated). Functional reach test
dirancang sebagai ukuran klinis dari keseimbangan dinamis.
a) Scoring
Functional reach adalah perbedaan dalam inchi antara panjang
lengan seseorang dan maksimal mencapai kedepan dengan bahu fleksi
sampai 90 derajat sambil mempertahankan base of support dalam
berdiri. Jarak maksimum yang dapat dicapai kedepan melampaui jarak
satu lengan. Jarak diukur dengan ukuran yang dipasang didinding,
sejajar dengan lantai, pada tingkat yang sejajar dengan bahu
seseorang. Subyek diminta untuk berdiri dengan kaki pada jarak yang
nyaman, untuk membuat tangan dan jari- jari lurus dan kearah depan,
dengan lengan fleksi sekitar 90 derajat. mereka kemudian diminta
untuk mencapai maju sejauh mungkin tanpa melangkah atau
menyentuh dinding. Jarak awal dan akhir di ukur dengan
menggunakan kepala metakarpal jari ketiga sebagai titik acuan. Dua
uji coba praktek dan tiga uji tes yang dilakukan, dengan rata- rata dari
tiga uji coba didokumentasikan dalam inchi atau centimeter.

Age (year) Men (inchi) Women (inchi)


20-40 16.7+- 1.9 14.6+-2.2
41-69 14,9+- 22 13.8+-2.2
70- 87 13.2+-16 10.5+-3.5
Tabel 2.3 : Standar Normal Functional Reach Test
Sumber; Direproduksi dengan izin dari Gerontological Society of
America dari Duncan PW,Weiner Dk, Chandler J et al.Functional
reach;a new clinical measure of balance , Gerontol.1990;45;M195.
41

a b
Gambar . 2.14: Functional reach test
a. posisi awal b. posisi akhir saat meraih kedepan
Sumber: Functional Testing in human Performance, hal 110

a. Waktu pelaksaan
Dibutuhkan 1- 2 menit untuk melaksakan test.
b. Sebuah tolok ukur, level yang diperlukan .
c. Reliabilitas
Test ini memiliki reliabilitas antar penilai baik ( ICC =0,98 ) dan
reliabilitas test- retest ( r = 0,89 ).
d. Validitas concurrent
Hal ini telah ditentukan dengan walking speed ( r = 071), tandem
walk ( r = 0,71 ) dan mobility skill ( r = o,65 ).
e. Aplikasi klinis
Skor < 6 ditunjukkan untuk menjadi prediksi terjatuh pada orang
tua ( validitas prediktif ). Functinal reach test mengukur kontrol
postural dinamis. Keuntungan dari functional reach test adalah
bahwa itu adalah cara yang cepat, tes tepat dan portable,
membutuhkan peralatan yang minimum, adalah tugas tunggal dan
sensitif terhadap terhadsap perubahan yang mengikuti pelatihan
keseimbangan.
f. Keterbatasan
Tes ini mengukur stabilitas dinamis hanya dalam satu arah dan
dengan tidak ada perubahan pada base of support. Banyak kegiatan
yang sulit untuk orang tua, seperti gaya berjalan, melibatkan
42

kontrol gerakan pada center of mass lateral serta dalam arah


anterior dan diluar batas stabilitas (stability limit). Tinggi badan,
usia, dan jenis kelamin dapat mempengaruhi hasil sampai batas
tertentu. Sulit untuk melakukan functional reach test pada pasien
dimensia atau kelainan bentuk tulang belakang, dan pada individu
yang tidak mampu berdiri. Juga hanya dapat digunakan untuk
menguji individu yang memiliki ROM bahu yang memadai untiuk
melakukan tes dan mampu mempertahankan posisi berdiri selama
beberapa menit tanpa alat bantu. Meskipun ada keterbatasan, tes ini
adalah alat yang berguna untuk menilai dari waktu ke waktu
memprediksi status fungsional pada orang tua. Hal ini sesuai dalam
berbagi pengaturan, termasuk perawatan akut, rawat inap dan
rehabilitasi rawat jalan (Gupta,2008).
6. Times Up and Go (TUG) Test

Gambar : 2.15 Tug test


Sumber, Jenniver Davis, et al,2005 hal 109
diakses tanggal 20 Nov 2015

Deskripsi : mengukur fungsi dengan korelasi pada keseimbangan


dan resiko jatuh.
Alat-alat : Stopwatch, kursi standard, jarak yang sudah diukur
selama 3 meter (10 feet)
Instruksi Pasien : “Aba-aba saya untuk test ini untuk selalu bersiap
(ready), set (sedia), pergi (go). Ketika saya katakan
go. Saya ingin Anda berdiri dari kursi.Anda juga bisa
menggunakan lengan meja untuk berdiri atau
43

duduk.Sekalian dari berdiri, anda bisa memilihara


jalan sendiri yang anda suka, tapi saya ingin anda
berpindah secara cepat dengan aman dan nyaman
sampai kembali melewati batas awal dengan kedua
kaki.berkeliling dan berjalan kembali ke kursi. Saya
akan menstop waktunya ketika anda kembali dan
menyentuh belakang kursi. Anda akan melengkapi
satu latihan berlari dan yang kedua akan dihitung.”
Instruksi Terapi : memulai waktu pada kata “GO” dan berhentikan
waktuketika pasien duduk kembali. Pasien
menggunakan sepatu biasa yang dapat menggunakan
alat bantu jalan dan menyusuri jalan, tetapi tidak
yang lain. Tidak ada batas waktu. Mereka dapat
berhenti dan istirahat tetapi tidak duduk.

Interpretasi:
≤ 10 detik = normal
≤ 20 detik = mobilitas bagus, dapat berjalan sendiri, mobilitas tanpa alat
bantu jalan
≤ 30 detik = bermasalah, tidak dapat berjalan sendiri, membutuhkan alat
bantu jalan.
Nilaidari≥ 40 detik telah mengindikasikan bahwa resiko jatuh tinggi .
44

Usia Rata-rata dalam detik


60-69 7.9 +/- 0.9
70-79 7.7 +/- 2.3
Times Up and Go Tanpa alat : 11.0 +/- 2.2
80-89
Dengan alat : 19.9 +/- 6.4
Tanpa alat : 14.7 +/- 7.9
90-101
Dengan alat : 19.9 +/- 2.5

Tabel 2.4 : Waktu Normal yang Ditempuh Saat Berjalan


Sumber : Collen FM, Wade DT, Bradshaw CM. Mobilitas setelah stroke :
keandalan ukuran gangguan dan cacat. Int Disabil Stud. 1990 (Diakses
tanggal 20 November 2015)

B. Kerangka Berpikir
Gangguan keseimbangan pasien stroke ini dikarenakan adanya
kelemahan ataupun kekakuan pada otot-otot postural maupun
ekstremitasnya. Keseimbangan dinamis adalah kemampuan tubuh untuk
menjaga kesetimbangan ketika bergerak. Keseimbangan tubuh secara
internal dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain somatosensoris,
kekuatan otot, fleksibilitas sendi dan bidang tumpu. Keseimbangan dinamik
dapat ditingkatkan dengan core stability exercise dan ankle strategy
exercise. Pemberian latihan core stability exercise dapat meningkatkan dan
menstabilkan kerja global muscle dan deep muscle pada otot core dan
mengontrol posisi dan pergerakan tubuh. Core stability exercise sebagai
penghubung otot panggul, tulang belakang dan bahu sehingga pergerakan
tubuh dapat optimal. Pemberian ankle strategy exercise dapat meningkatkan
kerja otot-otot postural agar dapat menstabilkan posisi tubuh dan
mengontrol setiap goyangan yang diterima oleh tubuh sehingga tubuh
mampu untuk mempertahankan posisi stabil.
45

2.1 Kerangka Skema Berpikir


Stroke

Gangguan Gangguan
input sensorik kontrol motorik

Gangguan Gangguan Gangguan Tonus postural Kelemahan Fleksibilitas


somatosensoris visual vestibular menurun otot jaringan lunak
menurun

Gangguan Gangguan Gangguan Kontraksi


Gangguan
informasi keseimbangan stabilisasi otot menurun Mobilitas
jarak obyek
posisi sendi sendi
menurun

Gangguan
Postural

Gangguan
Keseimbangan
dinamik
Ankle strategi exercise
Core stability
1. Menstabilkan posisi
tubuh Memperbaiki 1. Mengaktivasi otot –
2. Mengontrol setiap Keseimbangan otot core.
Dinamik 2. Meningkatkan otot
goyangan saat
postural
berdiri 3. Pergerakan tubuh
3. Mempertahankan optimal
posisi stabil.

C. Kerangka Konsep
a. Variabel Dependen : Perbaikan ankle strategi
b. Variabel independen : core stability dan ankle strategy
46

c. Konsep penelitian :
O1 O2
P-1

ASS
P S
S
P-2
O3 O4

Skema 2.2 Kerangka Konsep


Keterangan ;
P : Populasi
S : Sampel
ASS : Assesment
P-1 : Kelompok perlakuan-1 (core stability exercise untuk
mengoptimalkan keseimbangan dinamis)
P-2 : Kelompok perlakuan-2 (core stability exercise dan ankle strategy
exercise untuk mengoptimalkan keseimbangan dinamis)
O1 : Obsevasi data awal keseimbangan dinamis pada kelompok-1 (core
stability exercise untuk mengoptimalkan keseimbangan dinamis)
O2 : Obsevasi data akhir keseimbangan dinamis pada kelompok-1 (core
stability exercise untuk mengoptimalkan keseimbangan dinamis)
O3 : Obsevasi data awal keseimbangan dinamis pada kelompok-2 (core
stability exercise dan ankle strategy exercise untuk mengoptimalkan
keseimbangan dinamis)
O4 : Obsevasi data akhir keseimbangan dinamis pada kelompok 2 (core
stability exercise dan ankle strategy exercise untuk mengoptimalkan
keseimbangan dinamis)

D. Hipotesis
Pada penelitian yang akan dilakukan ini maka hipotesa yang penulis
akan buktikan adalah ;
47

1. Pemberian core stability exercise dapat meningkatkan dynamic balance


pada pasien pasca stroke.
2. Pemberian penambahan ankle strategi exercise pada core stability
exercise dapat meningkatkan dynamic balance pada pasien pasca stroke.
3. Ada perbedaan pemberian core stability exercise dengan penambahan
core stability exercise dapat meningkatkan dynamic balance pada pasien
paska stroke.

Anda mungkin juga menyukai