Anda di halaman 1dari 13

I.

ANATOMI
1. Hip Joint
Hip joint (sendi pinggul) merupakan sendi yang paling besar dan
stabil dari seluruh persendian di tubuh, yang dibentuk oleh head of femur dan
acetabulum dari pelvis dimana fungsi utamanya adalah untuk menopang
berat badan pada waktu statis (berdiri) dan waktu dinamis (berjalan atau
berlari). Dibandingkan dengan sendi lutut, sendi pinggul memiliki stabilitas
intrinsik, yang dibentuk oleh konfigurasi bola rigid dan soketnya. Sendi
pinggul atau hip joint memiliki range of motion (ROM) yang cukup luas,
dimana meliputi gerakan fleksi, ekstensi, abduksi, adduksi, endorotasi,
eksorotasi, circumduksi.

Gambar 1. Hip joint kanan (anterior view)


2. Acetabulum
Acetabulum adalah komponen yang berbentuk konkaf atau cekung
dari konfigurasi bola dan soket pada hip joint. Permukaan acetabulum
ditutupi oleh kartilago artikuler yang makin menebal kearah perifer.
Permukaan cekungan acetabulum menghadap obliq kedepan, keluar, dan
kebawah. Cekungan acetabulum diperdalam oleh labrum yang dibentuk oleh
fibrokartilago.

Gambar 2. Hip joint kanan, pandangan lateral distal


3. Femur
a. Femoral head
Femoral head adalah komponen yang berbentuk konvek atau
cembung dari konfigurasi bola dan soket pada hip joint dan membentuk 2/3
bulatan. Kartilago artikuler yang menutupi permukaan femoral head (kecuali
pada fovea capitis) menebal pada sisi mediosentral dan makin tipis jika ke
tepi. Variasi ketebalan kartilago artikuler berpengaruh pada perbedaan
kekuatan dan kekakuan pada beberapa bagian dari femoral head. Perbedaanperbedaan ini secara mekanis pada kartilago femoral head akan
mempengaruhi transmisi tekanan dari acetabulum melalui femoral head ke
leher femur. Meskipun belum diketahui bagaimana tekanan didistribusikan
dari femoral head ke leher femur, tapi biasanya permukaan sendi terkena
pada bagian kuadran atas.
b. Femoral neck
Femoral neck memiliki 2 hubungan angulasi dengan femoral shaft
yang penting untuk fungsi hip joint. Sudut inklinasi dari leher ke shaft pada
plane frontal (sudut neck-to-shaft) dan sudut inklinasi pada plane transverse
(sudut anteversi). Kebebasan bergerak hip joint difasilitasi oleh sudut neckto-shaft. Pada orang dewasa, sudut ini kira-kira 125o tapi dapat bervariasi

antara 90-135o. Sudut yang melebihi 125o disebut coxa valga, jika kurang
dari 125o disebut sebagai coxa vara.

Gambar 3. Sudut neck-to-shaft dari femur


Sudut anteversi dibentuk sebagai proyeksi axis panjang dari
femoral head dan axis tranverse dari kondilus femur. Pada dewasa sudut ini
berkisar 12o 14o. Anteversi yang lebih dari 14o mengakibatkan ada bagian
dari femoral head yang tidak tertutup dan cenderung rotasi internal dari
tungkai saat berjalan untuk menjaga femoral head tetap didalam acetabulum.
Sudut kurang dari 12o (retroversi) mengakibatkan external rotasi tungkai saat
berjalan.
Bagian inferior femoral neck dibentuk dari tulang cancellous yang
membentuk sistem trabekula lateral dan medial. Lempeng epifiseal berada
pada sudut yang tepat untuk sistem trabekula medial dan tegak lurus dengan
gaya kompresi yang diterima femoral head. Sistem trabekula lateral menahan
gaya kompresi pada femoral head oleh otot-otot abduktor (seperti gluteus
medius, gluteus minimus, tensor fascia latae).

Gambar 4. Ujung proksimal femur kiri, menunjukkan sudut anteversi


II. KINEMATIK
1. Range of Motion (ROM)
Pergerakan hip joint dilihat dari 3 plane, yaitu sagittal (fleksiekstensi), frontal (abduksi-adduksi), transverse (internal-eksternal rotasi).
Pergerakan paling lebar yaitu fleksi mulai 0-140o, dan range ekstensi 0-15o.
Range abduksi yaitu mulai 0-30o, dimana adduksi mulai 0-25o. Eksternal
rotasi memiliki range mulai dari 0-90 o, dan internal rotasi mulai 0-70 o
ketika hip joint dalam posisi fleksi. Rotasi lebih kecil ketika sendi ekstensi
karena fungsi tahanan dari jaringan lunak.

Gambar 5. Gerakan-gerakan dari hip joint

ROM dari hip joint saat berjalan telah diukur dengan alat
elektrogoniometri pada ketiga plane. Pengukuran pada bidang sagittal
sewaktu berjalan menunjukkan hip fleksi maksimal saat fase akhir berjalan,
saat tungkai berjalan maju (heel strike phase). Sendi ekstensi saat badan
bergerak kedepan untuk fase berdiri (stance phase) lalu maksimal saat tumit
terangkat (heel off). Sendi mulai untuk fleksi saat fase ayun (swing phase)
dan mencapai maksimal 35-40o saat tumit kembali menyentuh tanah.

Gambar 6. Range gerakan sendi pada plane sagittal, pada 30 laki-laki


normal, dalam waktu 1 siklus berjalan
Pergerakan pada plane frontal (abduksi-adduksi) dan plane
transverse (internal dan eksternal rotasi) sewaktu berjalan dapat dilihat pada
gambar. Abduksi terjadi sewaktu fase ayun, mencapai maksimal sesaat
setelah toe-off, saat heel strike akan terjadi fleksi yang akan terus berlanjut
sampai akhir fase berdiri. Hip joint mengalami rotasi eksternal saat fase
ayun, dan rotasi internal sebelum heel strike. Sendi akan teteap rotasi
internal sampai akhir fase berdiri.

Gambar 7. Gambaran khas ROM pada plane frontal (atas) dan plane
transverse (bawah) sewaktu berjalan dalam satu siklus
berjalan
Saat usia makin tua, ROM justru berkurang secara progresif. Hal ini
dibuktikan oleh Murray et al (1969). Pada orang tua, posisi berjalan
menunjukkan langkah yang lebih pendek, penurunan jangkauan fleksi dan
ekstensi hip, berkurangnya fleksi plantar dari ankle, dan berkurangnya
sudut heel-to-floor dari tungkai. Pada orang tua juga menunjukkan
dorsifleksi yang berkurang pada ankle dan menurunnya elevasi jempol kaki
pada saat tungkai ke depan.

Gambar 8. Perbedaan posisi sagittal pada orang tua (kiri) dan orang muda
(kanan) pada saat heel strike.

Tabel. Harga rata-rata untuk gerakan hip joint pada tiga plane selama aktivitas
yang umum.
2. Pergerakan Pada Permukaan Sendi
Pergerakan di permukaan hip joint dapat dianggap sebagai gerakan
meluncur (gliding) dari femoral head pada acetabulum. Jika terjadi
gangguan pada femoral head, maka gerakan luncuran tidak akan lancar lagi
dan kartilago artikuler bisa tertekan secara abnormal atau teregang. Analisis
instan secara metode Reuleaux tidak dapat dilakukan secara akurat pada hip
joint karena pergerakan terjadi pada tiga plane secara simultan.
III. KINETIK
1. Statik
Pada waktu berdiri dengan kedua kaki, garis gravitasi dari tubuh
yang tegak melewati dibelakang simphisis pubis, dan karena hip joint
dalam keadaan stabil maka posisi berdiri didapat tanpa adanya kontraksi
otot. Stabilitas ini didapat melalui efek stabilisasi dari kapsul sendi dan
ligamen-ligamen. Karena tidak ada aktivitas otot pada saat berdiri, maka
gaya yang bekerja pada setiap femoral head adalah dari berat badan.

Karena setiap ektremitas bawah adalah 1/6 dari berat badan, gaya reaksi
pada tiap hip joint akan menjadi separuh dari 2/3 sisanya atau 1/3 berat
badan. Tapi jika terdapat kontraksi otot disekitar hip joint misalnya untuk
mencegah ayunan atau saat berdiri terlalu lama, maka gaya ini akan
bertambah sesuai dengan aktivitas otot.
Pada waktu merubah posisi berdiri dengan dua kaki menjadi satu
kaki, garis gravitasi akan berubah pada ketiga plane menciptakan momen
sekitar hip joint dimana otot-otot akan ikut menyesuaikan sehingga
meningkatkan gaya reaksi sendi (joint reaction force). Besarnya gaya
reaksi sendi tergantung pada postur tulang belakang, posisi tungkai yang
non weight bearing, ekstremitas atas, dan inklinasi pelvis.
2. Teknik Free Body Sederhana untuk Gaya Coplanar
Teknik ini digunakan untuk memperkirakan gaya reaksi sendi pada
plane frontal yang terjadi pada femoral head sewaktu berdiri dengan satu
kaki dengan pelvis pada posisi netral. Tungkai yang berdiri disebut free
body, dan diagram free body dibuat. Dari semua gaya yang bekerja pada
free body, ada 3 gaya coplanar utama yaitu:
a. The ground reaction force, yaitu gaya gravitasi yang melawan kaki
dimana diteruskan oleh tibia ke kondilus femur. Besarnya 5/6 dari
berat badan.
b. The abductor muscle force, yaitu gaya yang dihasilkan oleh
kontraksi otot-otot abduktor dimana jumlahnya belum dapat
dihitung. Pendapat lain menyatakan bahwa gaya yang dihasilkan
oleh otot-otot untuk stabilisasi hip joint tidak diperhitungkan.
c. The joint reaction force, yaitu gaya yang diterima oleh femoral
head, tapi merupakan gaya yang jumlahnya dan garisnya tidak
diketahui.
Besarnya abductor muscle force dan joint reaction force dapat diketahui
dengan desain ketiga gaya pada diagram free body dan membentuk

segitiga gaya. Gaya otot diketahui kira-kira 2 kali berat badan, dimana
gaya reaksi sendi lebih besar.

Gambar 8. A. Diagram free body menunjukkan garis W dan M


diperpanjang sampai bertemu (titik interseksi). Garis J ditentukan dengan
menghubungkan titik interseksi dengan titik kontaknya (antara acetabulum
dengan femoral head). B. Segitiga gaya. Besarnya M dan J bisa ditentukan
dari W, dimana sama dengan berat badan. Gaya m kira-kira 2 kali berat
badan, dan gaya J kira-kira 2,75 kali berat badan.
3. Metode Matematika Menggunakan Persamaan Equilibrium
Metode matematika untuk menghitung gaya reaksi sendi pada
femoral head menggunakan persamaan equilibrium akan ditunjukkan
untuk posisi berdiri dengan satu kaki setinggi level pelvis. Pertama, gaya
eksternal bekerja pada tubuh selama berdiri satu kaki ditunjukkan pada
diagram free body. Karena tubuh dalam keseimbangan, gaya reaksi tanah
setara dengan gaya gravitasi yang bekerja pada tubuh, dibagi menjadi dua
komponen yaitu gaya gravitasi pada tungkai yang berdiri (sama dengan
1/6 berat badan) dan gaya sisanya (sama dengan 5/6 berat badan).
Selanjutnya tubuh pada hip joint dibagi menjadi dua free body.
Gaya coplanar utama dan momen yang bekerja pada free body ini harus
ditentukan terlebih dahulu. Momen bekerja pada tubuh yang tegak (5/6 W)

harus diseimbangkan dengan momen yang muncul dari gaya pada otot
abduktor. Gaya pada tubuh tegak sebagai jarak b dari pusat rotasi hip (Q),
menghasilkan momen 5/6 W b. Gaya yang dihasilkan oleh abduktor,
gluteus medius yaitu M, bekerja pada jarak c dari pusat rotasi,
menghasilkan momen counterbalance M kali c. Pada tubuh yang
seimbang, jumlah dari semua momen ini harus nol. Gaya yang sesuai arah
jarum jam adalah positif, dan berlawanan jarum jam adalan negatif.
(5/6 W x b) (M x c) = 0
M = 5/6 W x b
c
Untuk mengetahui M perlu dicari harga b dan c. Gaya pengungkit
gravitasi (b) dicari secara rontgenogram. Sebuah garis tegak lurus
digambar dari pusat rotasi pada femoral head (Q) terhadap garis gravitasi
melalui tumit adalah jarak b. Lengan pengungkit gaya otot (c) ditentukan
dengan mengidentifikasi gluteus medius melalui rontgenogram.
Pada contoh ini harga M adalah 2 kali berat badan, arahnya 30o dari
vertikal. Dimana komponen horizontal (Mx) sama dengan berat badan,
dan komponen vertikal (My) mendekati 1,7 berat badan.
Pada free body bawah, gaya gravitasi (W dan 1/6 W) telah
diketahui. Gaya reaksi sendi (gaya J) tidak diketahui arah dan jumlahnya
tapi harus melalui pusat rotasi pada femoral head. Besarnya diketahui dari
menjumlahkan komponen vertikal dan horisontalnya. Gaya horisontal dan
vertikal ditambahkan:
Mx Jx = 0

My Jy 1/6 W + W = 0

Mx = Jx

My ~ 1,7 W

Mx = W

Jy ~ 1,7 W + 5/6 W

Jx = W

Jy ~ 2,5 W

10

Gaya reaksi sendi pada femoral head saat posisi berdiri satu kaki setinggi
pelvis adalah 2,7 berat badan, arahnya 69o dari horizontal.

Gambar 9. A. Gaya eksternal bekerja secara seimbang pada waktu berdiri


dengan satu kaki. Gaya reaksi tanah sama dengan berat badan (W). Gaya
gravitasi pada tungkai yang bertumpu sebesar 1/6 W, gaya sisanya 5/6 W.
B. Gaya
internal yang bekerja pada hip joint diketahui dengan
memisahkan sendi menjadi free body atas dan bawah. C. Gaya M sama
dengan 2 kali berat badan dan memiliki arah 30o dari vertikal
Lengan pengungkit yang pendek seperti pada coxa valga,
menghasilkan rasio yang kecil dan meningkatkan gaya reaksi sendi.
Memasukkan mangkuk prostesis didalam acetabulum akan mengurangi
gaya lengan pengungkit gravitasi dan gaya reaksi sendi, kemudian akan
meningkatkan rasio.

11

Gambar 10. A. Gaya-gaya yang bekerja pada free body. M, gaya otot
abduktor; J, gaya reaksi sendi; 1/6W, gaya gravitasi yang bekerja pada
tungkai. B. Gaya-gaya yang bekerja pada free body bagian bawah
dibedakan menjadi gaya vertikal dan horisontal. C. Komponen Jx dan Jy
digambarkan secara grafik dan gaya J ditentukan.
4. Dinamik
Menggunakan sistem gaya plate dan data kinematik untuk hip
normal, Paul (1967) memeriksa gaya reaksi sendi femoral head pada lakilaki dan wanita sewaktu berjalan dan menghubungkannya dengan
elektromyografi untuk mencatat aktivitas otot secara spesifik.
Pada laki-laki, ditemukan dua puncak gaya yang dihasilkan oleh aktivitas
otot. Puncak gaya yang pertama kira-kira 4 kali berat badan terjadi sesaat
setelah heel strike, kemudian yang kedua besarnya kira-kira 7 kali berat
badan dicapai sesaat sbelum toe off. Selama fase ayun gaya reaksi sendi
dipengaruhi oleh kontraksi otot ekstensor untuk deselarasi paha, dan
jumlahnya tetap kecil kira-kira sama dengan berat badan.
Pada wanita, gambaran gayanya hampir sama, tapi bagaimanapun
besarnya gaya lebih kecil, mencapai maksimal hanya kira-kira 4 kali berat
badan pada waktu akhir fase berdiri. Besar gaya reaksi sendi yang kecil
pada wanita mungkin berhubungan dengan beberapa faktor: pelvis wanita
yang lebih lebar, perbedaan sudut inklinasi dari sudut femoral neck-to-

12

shaft, perbedaan alas kaki, dan perbedaan pola berjalan secara


keseluruhan.
DAFTAR PUSTAKA
1. Anonim, 2009, Hip Anatomy Biomechanics, www.aboutjoints.com
2. Anonim, 2009, Biomechanics of the Hip, www.wikipedia.com
3. Frankel, Victor H., Nordin, Margareta, 1989, Basic Biomechanics of the
Skeletal System, Lea & Febriger: Pennsylvania
4. Putz, Pabst, 1999, Sobotta: Atlas of Human Anatomy, from ebooks.

13

Anda mungkin juga menyukai