Anda di halaman 1dari 22

PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KASUS

BELLS PALSY

NAMA NIM

NURUL UMAYA 1711401010

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN

SITI HAJAR MEDAN

T.A 2019/2020
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan nikmat serta hidayah-Nya terutama nikmat
kesempatan dan kesehatan sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan “Penyuluhan
Fisioterapi pada Kasus Bell’s Palsy” kepada warga di sekitar Pulau Rakyat Tua Dsn II.
Kemudian shalawat serta salam kita sampaikan kepada Nabi besar kita Muhammad SAW yang
telah membawa kita dari zaman jahiliyah yang gelap menuju zaman terang-benderang seperti ini,
semoga kelak di akhirat kita mendapatkan syafaat dari beliau.

Laporan ini merupakan salah satu kegiatan mahasiswa untuk mengganti masa PBL (Praktek
Belajar Lapangan) yang tidak dapat dilanjutkan karena Covid-19. Selanjutnya penulis
mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Bapak Hamzah Siagian selaku kepala
desa di Pulau Rakyat Tua Dsn II yang telah memberi izin untuk melakukan penyuluhan kepada
warga setempat

Penulis menyadari bahwa banyak terdapat kekurangan-kekurangan dalam penulisan laporan ini,
maka dari itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang konstruktif dari para pembaca demi
kesempurnaan laporan ini. Akhirnya penulis berharap, semoga makalah ini dapat memberikan
manfaat bagi yang membacanya.

Pulau Rakyat Tua, 23 Juli 2020

Nurul Umaya
DAFTAR ISI

JUDUL

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN..................................................................................................

1.1 Latar bealakang...........................................................................................................


1.2 Rumusan masalah........................................................................................................
1.3 Tujuan penulisan.........................................................................................................
1.4 Manfaat penulisan.......................................................................................................

BAB II PEMBAHASAN...................................................................................................

2.1 Pengertian.....................................................................................................................
2.2 Anatomi........................................................................................................................
2.3 Etiologi..........................................................................................................................
2.4 Patofisiologi..................................................................................................................
2.5 Tanda dan gejala.........................................................................................................
2.6 Pemeriksaan Fisioterapi..............................................................................................
2.7 Problematika Fisioterapi............................................................................................
2.8 Teknologi Itervensi Fisioterapi...................................................................................
BAB III……………………………………………………………………………………
3.1 Hasil Penyuluhan…………………………………………………………………….
PENUTUP..........................................................................................................................
4.1 Kesimpulan..................................................................................................................
4.2 Saran............................................................................................................................
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Bell’s Palsy merupakan kelumpuhan fasialis perifer akibat proses non-supratif, non-
neoplasmatik, non-degeneratif primer namun sangat mungkin akibat edema jinak pada bagian
nervus fasialisdi foramen stilomastoideusatau sedikit proksimal dari foramen tersebut, yang
mulainya akut dan dapat sembuh sendiri tanpa pengobatan (Sidharta, 2008).

Di Indonesia, insiden penyakit Bell’s Palsybanyak terjadi namun secara pasti sulit
ditentukan. Dalam hal ini didapatkan frekuensi terjadinya Bell’s Palsy di Indonesia sebesar
19,55%, dari seluruh kasus neuropati terbanyak yang sering dijumpai terjadi pada usia 20 –50
tahun, dan angka kejadian meningkat dengan bertambahnya usia setelah 60 tahun. Biasanya
mengenai salah satu sisi saja (unilateral), jarang bilateral dan dapat berulang (Annsilva, 2010).

Keadaan ini tidak memiliki penyebab yang jelas,akan tetapi ada yang menyebutkan bahwa
penyebab Bell’s Palsy adalah angin yang masuk ke dalam tengkorak, ini membuat syaraf di
sekitar wajah sembab lalu membesar. Pembengkakan syaraf nomor tujuh atau nervous fascialis
ini mengakibatkan pasokan darah ke syaraf tersebut terhenti.Hal itu menyebabkan kematian sel
sehingga fungsi menghantar impuls atau rangsangnya terganggu. Akibatnya, perintah otak untuk
menggerakkan otot-otot wajah tidak dapat diteruskan(Sutis, 2010).Namun ada beberapa teori
yang secara umum diajukan sebagai penyebab Bell’s Palsy,yaituteori ischemia vaskuler, teori
infeksi virus, danteori herediter.

Tanda dan gejala yang dijumpai pada pasien Bell’sPalsy biasanya bila dahi dikerutkan
lipatan dahi hanya tampak pada sisi yang sehat saja, kelopak mata tidak dapat menutupi bola
mata dan berputarnya bola mata keatas dapat disaksikan. Dalam mengembungkan pipi terlihat
bahwa pada sisi yang lumpuh tidak mengembung. Dalam menjungurkan bibir, gerakan bibir
tersebut menyimpang kesisi yang tidak sehat serta air mata yang keluar secara berlebihan disisi
kelumpuhan dan pengecapan pada dua per tiga lidah sisi kelumpuhan kurang tajam(Sidharta,
2008).
Dari tanda dan gejala di atas, kasus tersebut bisa di tangani oleh fisioterapi. Fisioterapi
memiliki peran penting dalam proses penyembuhan serta perbaikan bentuk wajah yang
mengalami kelemahan, antara lain membantu mengatasi permasalahan kapasitas fisik pada
pasien, mengembalikan kemampuan fungsional pasien serta memberi motivasi dan edukasi pada
pasien untuk menunjang keberhasilan terapi pasien.Tekhnologi yang dapat di aplikasikan kepada
pasien antara lain (1) Infra red, (2) Massage, (3) Electrical Stimulasi dengan Faradik, (4) serta
edukasi kepada pasien untuk melakukan Mirror Exercise.

1.2     Rumusan Masalah


Berdasarkan uraian dari latar belakang tersebut di atas, maka dapat disimpulkan rumusan
masalah dalam laporan ini adalah sebagai berikut:
1.  Untuk mengetahui apa definisi bell’s palsy
2.  Untuk mengetahui apa etiologi bell’s palsy
3. Untuk mengetahui anatomi fisiologi bell’s palsy
3.  Untuk mengetahui patofisiologi bell’s palsy
4. Untuk mengetahui tanda dan gejala bell’s palsy
5. Untuk mengetahui pemeriksaan fisioterapi pada kasus bell’s palsy
6. Untuk mengetahui problematika fisioterapi pada kasus bell’s palsy
7. Untuk mengetahui teknologi intervensi fisioterapi pada kasus bell’s palsy

1.3    Tujuan Penulisan


Adapun tujuan penulisan ini adalah:
1. Untuk mengetahui pengaruh infrared terhadap proses penurunan rasa tebal diwajah.
2. Untuk mengetahui pengaruh massage terhadap peningkatan kekutan otot wajah.
3.   Untuk mengetahui pengaruh terapi latihanterhadap peningkatan kekutan otot wajah
1.4 Manfaat Penulisan

1.Manfaat bagi Penulis


Diharapkan dengan adanya penyusunan karyatulisilmiah ini dapat menambah
pengetahuan penulis terkait dengan kasus Bell’s Palsy serta upaya dalam pencegahannya.

2.Manfaat bagi Intitusi Rumah Sakit


Diharapkan dapat bermanfaat bagi institusi -institusi kesehatan agar dapat lebih
mengenali dan menambah pengetahuan tentang kasus Bell’sPalsy sehingga dalam
penanganannya dapat ditangani secara optimal dan tepat.

3.Manfaat bagi Pendidik

Dapat bermanfaat bagi dunia pendidik untuk lebih mengembangkan ilmu pengetahuan
dan pengalaman serta diharapkan menyebar luaskan mengenai kasus Bell’sPalsy.

4.Manfaat bagi Masyarakat

Diharapkan dengan adalanya karya tulis ini dapat memberikan pengetahuan dan
informasi bagi masyarakat tentangkondisiBell’s Palsy sehingga masyarakat dapat melakukan
upaya dalam pencegahan serta mengetahui peranan fisioterapi pada kondisi tersebut.
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 PENGERTIAN

Bell's Palsy ialah suatu kelumpuhan akut nervus fasialis perifer yang tidak diketahui
sebabnya. Pengamatan klinik, pemeriksaan neurologik, laboratorium dan patologi anatomi
menunjukkan bahwa Bell’s Palsy bukan penyakit tersendiri tetapi berhubungan erat dengan
banyak faktor dan sering merupakan gejala penyakit lain. Penyakit ini lebih sering ditemukan
pada usia dewasa, jarang pada anak di bawah umur 2 tahun. Biasanya didahului oleh infeksi
saluran napasbagian atas yang erat hubungannyadengan cuaca dingin(Mutaqqin,2008).

Bell’s Palsy adalah paralisis wajah akut akibat inflamasi dari nervus fasialis (Saputra,
2009). Gangguan ini merupakan paralisis fasialis lower motor neuron (LMN) unilateral
idiopatik (Ginsberg, 2008). Bell’s Palsybiasanya terjadi secara mendadak. Penderita setelah
bangun pagi mendapati salah satu sisi wajahnya asimetris. Gejala awal yang ringan seperti
kesemutan di sekitar bibir atau mata kering biasanya cepat menjadi berat dalam waktu 48 jam
atau kurang (Dewanto, dkk, 2009).

Menurut Sidharta (2008) Bell’s Palsy adalah kelumpuhan fasialis perifer akibat proses
non-supuratif, non neo-plasmatik, non-degeneratifprimer namun sangat mungkin akibat edema
jinak pada bagian nervus fasialis di foramen stilomastoideus atau sedikit proksimal dari
foramentersebut, yang mulainya akut dan dapat sembuh sendiri tanpa pengobatan.

Bells palsy adalah suatu kelainan pada saraf wajah yang menyebabkankelemahan atau
kelumpuhan tiba – tiba pada otot di satu sisi wajah danmenyebabkan wajah miring/mencong.
Sir Charles Bell seorang ilmuan dari Skotlandia yang pertama kali
menemukan penyakit ini pada abad ke-19. Lokasi cedera nervus fasialis padaBells palsi adalah di
bagian perifer nukleus nervus VII.Cedera tersebut terjadi didekat ganglion genikulatum.
2.2 ANATOMI

Saraf otak ke VII mengandung 4 macam serabut, yaitu :

1. Serabut somato motorik, yang mensarafi otot-otot wajah (kecuali m.levator palpebrae (N.III),
otot platisma, stilohioid, digastrikus bagianposterior dan stapedius di telinga tengah).
2. Serabut somato-sensorik, rasa nyeri (dan mungkin juga rasa suhu dan rasa raba) dari sebagian
daerah kulit dan mukosa yang dipersarafi oleh nervustrigeminus.
3. Serabut visero-motorik (parasimpatis) yang datang dari nucleus salivatorius superior. Serabut
saraf ini mengurus glandula dan mukosafaring, palatum, rongga hidung, sinus paranasal, dan
glandulasubmaksilaris serta sublingual dan lakrimalis.
4. Serabut visero-sensorik, yang menghantar impuls dari alat pengecap di duapertiga bagian
depan lidah.Nervus fasialis (N.VII) terutama merupakan saraf motorik yang
menginervasi otot- otot ekspresi wajah.
Di samping itu saraf ini membawa serabutparasimpatis ke kelenjar ludah dan air mata
dan ke selaput mukosa rongga mulutdan hidung, serta menghantarkan sensasi eksteroseptif dari
daerah gendangtelinga, sensasi pengecapan dari 2/3 bagian depan lidah, dan sensasi
visceralumum dari kelenjar ludah, mukosa hidung dan faring, dan sensasi proprioseptif dari otot
yang disarafinya
Secara anatomis bagian motorik saraf ini terpisah dari bagian yangmenghantar sensasi
dan serabut parasimpatis, yang terakhir ini sering dinamaisaraf intermedius atau pars intermedius
Wisberg. Sel sensoriknya terletak diganglion genikulatum, pada lekukan saraf fasialis di kanal
fasialis. Sensasipengecapan dari 2/3 bagian depan lidah dihantar melalui saraf lingual
kordatimpani dan kemudian ke ganglion genikulatum. Serabut yang menghantar sensasi
ekteroseptif mempunyai badan sel di ganglion genikulatum dan berakhir pada
akar desenden dan inti akar desenden dari saraf trigeminus (N.V).
Hubungansentralnya identik dengan saraf trigeminus.Inti motorik nervus VII terletak di
pons.Serabutnya mengitari nervus VI,dan keluar di bagian leteral pons.Nervus intermedius
keluar di permukaan lateralpons, di antara nervus V dan nervus VIII.Nervus VII bersama nervus
intermediusdan nervus VIII memasuki meatus akustikus internus.
Di sini nervus fasialisbersatu dengan nervus intermedius dan menjadi satu berkas saraf
yang berjalandalam kanalis fasialis dan kemudian masuk ke dalam os mastoid.Nervus
fasialiskeluar dari tulang tengkorak melalui foramen stilomastoid, dan bercabang untukmersarafi
otot- otot wajah. (Maria S.Ked, 2012)
2.3 ETIOLOGI
a. Penyebabnya tidak diketahui, umumnya dianggap akibat infeksi semacamvirus herpes
(HSV 1 dan virus Herpes zoster). Virus tersebut dapatdormant (tidur) selama beberapa tahun,
dan akan aktif jika yangbersangkutan terkena stres fisik ataupun psikik. Sekalipun demikian
Bell'spalsy tidak menular.
b. Bell's palsy disebabkan oleh pembengkakan nervus facialis sesisi,akibatnya pasokan darah
ke saraf tersebut terhenti, menyebabkan kematia sel sehingga fungsi menghantar impuls atau
rangsangnya terganggu,akibatnya perintah otak untuk menggerakkan otot-otot wajah tidak
dapatditeruskan.
c. Paparan udara dingin seperti angin kencang, AC, atau mengemudi dengankaca jendela
d. Infeksi telinga tengah (otitis media kronik)
e. Tumor (tumor intracranial)
f. Trauma kepalag. Gangguan pembuluh darah (thrombosis arteri karotis, arteri maksilaris,
dan arteri serebri media)

2.4 PATOFISIOLOGI
Para ahli menyebutkan bahwa pada Bell’s palsy terjadi proses inflamasi
akut pada nervus fasialis di daerah tulang temporal, di sekitar foramenstilomastoideus. Bell’s
palsy hampir selalu terjadi secara unilateral.Namundemikian dalam jarak waktu satu minggu atau
lebih dapat terjadi paralysisbilateral.

Penyakit ini dapat berulang atau kambuh. Patofisiologinya belum jelas,tetapi salah satu
teori menyebutkan terjadinya proses inflamasi pada nervusfasialis yang menyebabkan
peningkatan diameter nervus fasialis sehingga terjadikompresi dari saraf tersebut pada saat
melalui tulang temporal.Perjalanan nervus fasialis keluar dari tulang temporal melalui
kanalisfasialis yang mempunyai bentuk seperti corong yang menyempit pada pintu keluarsebagai
foramen mental.Dengan bentukan kanalis yang unik tersebut, adanyainflamasi, iskemik dapat
menyebabkan gangguan dari konduksi.Impuls motoric yang dihantarkan oleh nervus fasialis bisa
mendapat gangguan di lintasansupranuklear dan infranuklear.Lesi supranuklear bisa terletak di
daerah wajahkorteks motorik primer atau di jaras kortikobulbar ataupun di lintasan asosiasiyang
berhubungan dengan daerah somatotropik wajah di korteks motorik primer.Karena adanya suatu
proses yang dikenal awam sebagai “masuk angin” ataudalam bahasa inggris “cold”.

Paparan udara dingin seperti angin kencang, AC, atau mengemudi dengan kaca jendela
yang terbuka diduga sebagai salah satu penyebab terjadinya Bell’s palsy. Karena itu nervus
fasialis bisa sembab, iaterjepit di dalam foramen stilomastoideus dan menimbulkan kelumpuhan
fasialisLMN. Pada lesi LMN bisa terletak di pons, di sudut serebelo-pontin, di ospetrosum atau
kavum timpani, di foramen stilomastoideus dan pada cabang-cabang tepi nervus fasialis.Lesi di
pons yang terletak di daerah sekitar inti nervusabdusens dan fasikulus longitudinalis medialis.
Karena itu paralisis fasialis LMNtersebut akan disertai kelumpuhan muskulus rektus lateralis
atau gerakan melirikke arah lesi.

Selain itu, paralisis nervus fasialis LMN akan timbul bergandengandengan tuli perseptif
ipsilateral dan ageusia (tidak bisa mengecap dengan 2/3bagian depan lidah). Berdasarkan
beberapa penelitian bahwa penyebab utamaBell’s palsy adalah reaktivasi virus herpes (HSV tipe
1 dan virus herpes zoster)yang menyerang saraf kranialis. Terutama virus herpes zoster karena
virus inimenyebar ke saraf melalui sel satelit.Pada radang herpes zoster di gangliongenikulatum,
nervus fasialis bisa ikut terlibat sehingga menimbulkan kelumpuhan.

Fasialis LMN. Kelumpuhan pada Bell’s palsy akan terjadi bagian atas dan bawah
dari otot wajah seluruhnya lumpuh. Dahi tidak dapat dikerutkan, fisura palpebral tidak dapat
ditutup dan pada usaha untuk memejam mata terlihatlah bola matayang berbalik ke atas.Sudut
mulut tidak bisa diangkat.Bibir tidak bisa dicucukandan platisma tidak bisa digerakkan. Karena
lagophtalmos, maka air mata tidakbisa disalurkan secara wajar sehingga tertimbun disitu.

2.5 TANDA DAN GEJALA


a. Mati rasa di wajah, telinga, dan lidah
b. Gangguan pengecapan
c. Wajah terkulai pada bagian yang terkena
d. Ketidakmampuan untuk mengontrol gerakan pada otot wajah
e. Kesukaran untuk menutup sebelah mata
f. Kekeringan pada sebelah mata
g. Kesukaran untuk merasa bagian hadapan lidah pada bagian yang diserang,
perubahan pada jumlah air liur
h. Bunyi pendengaran yang lebih kuat dari pada biasanya pada satu bagian
telinga.
i. Gerakan bola mata pada sisi yang lumpuh lambat, disertai bola mata
berputar ke atas bila memejamkan mata.
j. Kelopak mata tidak dapat menutupi bola mata pada sisi yang lumpuh.
k. Sudut mulut tidak dapat diangkat, lipat nasolabialis mendatar pada sisi
yang lumpuh dan mencong ke sisi yang sehat.
l. Dahi tidak dapat dikerutkan atau lipat dahi hanya terlihat pada sisi yangsehat. (Dika
Supranata, 2013)
2.6 PEMERIKSAAN FISIOTERAPI
1.      Pemeriksaan Subjektif
a.    Keluhan Utama
1)      Pasien merasakan adanya rasa tebal pada wajah,
2)      Pasien merasakan adanya kelemahan otot wajah
3)      Pasien merasakan mata tidak mampu menutup rapat,
4)      Pasien belum mampu mengangkat alis
5)      Mulut pasien mencong
b.   Riwayat Penyakit Sekarang
2.      Pemeriksaan Obyektif
a.       Pemeriksaan vital sign.
1)      Tekanan darah 
2)      Denyut nadi     
3)      Pernafasan       
4)      Temperature    
5)      Tinggi badan    
6)      Berat badan     
a. Inspeksi
1)      Statis
2)      Dinamis
b.      Palpasi
c.    Pemeriksaan Gerak Dasar
1)      Gerak aktif dilakukan dengan kesimpulan pasien belum mampu mengangkat
2)      Gerak pasif dalam hal ini tidak dilakukan .
d.     Muscle Test
Muscle test dilakukan pada otot-otot wajah dengan menggunakan MMT wajah,
Igo Fisch wajah

2.7 PROBLEMATIKA FISIOTERAPI


a. Impairment
Adanya asimetris pada wajah, rasa kaku dan tebal pada wajah sisi yang lesi, adanya
penurunan kekuatan otot wajah pada sisi yang lesi.
b. Functional Limitation
Adanya gangguan fungsi melibatkan otot-otot wajah seperti menutup mata,
menaikkan alis, tersenyum, saat makan terkumpul disisi yang lesi, saat minum air
bocor dan gangguan ekspresi wajah.
c. Disability
Pasien cenderung menarik diri dari pergaulan sosialnya karena tidak percaya diri
dengan kondisi wajahnya.

2.8 TEKNOLOGI INTERVENSI FISIOTERAPI


1. Infra Red(IR)
Fisioterapi adalah bagian dari ilmu kesehatan salah satu modalitas fisioterapi yang
biasanya digunakan untuk menurunkan nyeri adalah Infra Red, Dosis yang digunakan
dalam aplikasi penggunaan Infra Redkhususnya untuk jarak dari tenaga medis satu
dengan yang lain bisa berbeda dan pancaran gelombang elektromagnetik dengan
panjang gelombang 7.700 –4 juta A.
Pada penggunaan lampu non luminous jarak lampu yang digunakan adalah antara
45–60 cm, sinar diusahakan tegak lurus dengan daerah yang diobati serta waktu
antara 10-30 menit.Pada penggunaan lampu luminous jarak lampu 35-45 cm, sinar
diusahakan tegak lurus, waktu antara 10-30 menit diusahakan dengan kondisi
penyakitnya (Putra, 2010)
Indikasi Terapi Infra Merah
a. Nyeri otot, sendi dan jaringan lunak sekitar sendi. Misal: nyeri punggung bawah, nyeri
leher, nyeri punggung atas, nyeri sendi tangan, sendi lutut, dsb.
b. Kekakuan sendi atau keterbatasan ge rak sendi karena berbagai sebab.
c. Ketegangan otot atau spasme otot.
d. Peradangan kronik yang disertai dengan pembengkakan.
e. Penyembuhan luka di kulit.
Kontra indikasi absolut ( yang mutlak tidak boleh ) meliputi :
a. Kelainan perdarahan.
b. Kelainan pembuluh darah vena atau peradangan pembuluh darah, seperti
thrombophlebitis (inflamasi permukaan pembuluh darah disertai pembentukan pembekuan
darah).
c. Gangguan sensoris berupa rasa raba maupun terhadap suhu.
d. Gangguan mental.
e. Tumor ganas atau kanker.
f. Penggunaan infra merah pada mata.
Kontra indikasi relatif ( boleh diberikan tetapi dengan pengawasan ketat dari dokter ataupun
terapis yang memberikan ) meliputi :
a. Trauma atau peradangan akut.
b. Kehamilan.
c. Gangguan sirkulasi darah.
d. Gangguan regulasi suhu tubuh.
e. Bengkak atau edema.
f. Kelainan jantung.
g. Adanya metal di dalam tubuh.
h. Luka terbuka.
i. Pada kulit yang sudah diolesi obat-obat topikal atau obat gosok.
j.Kerusakan saraf

PELAKSANAAN FISIOTERAPI INFRA RED


a. Persiapan alat
Menyiapkan alat dan memeriksa alat yang meliputi kabel, jenis lampu dan besar
watt.Untuk generator non luminious diperlukan waktu pemanasan kira-kira selama 5
menit. Untuk mengetahui lampu Infra Red dapat digunakan, cobalah terlebih dahulu
menghidupkan atau menyalakan lampu sebelum diaplikasikan langsung pada pasien.
b. Persiapan pasien
Pasien dalam posisi tidur terlentang senyaman mungkin.Lakukan tes sensibilitas
panas dan dingin pada wajah kiri dengan tujuan mengetahui apakah pasien dapat
membedakan rasa panas dan dingin.Daerah wajah kiri yang hendak diterapi bebas
dari pakaian dan dalam keadaan bersih.Sebelum terapi dilakukan, pasien diberitahu
mengenai rasa yang ditimbulkan oleh Infra Red dan menganjurkan pasien untuk
menutup mata selama terapi.

c.Pelaksanaan terapi
Lampu Infra Red diletakkan tegak lurus dengan area terapi dengan jarak 45 - 60 cm.
Kemudian nyalakan lampu dengan waktu terapi 15 menit.Selama terapi selalu
lakukan evaluasi mengenai panas yang dirasakan.Apakah terlalu panas atau kurang
panas.Setelah selesai matikan lampu dan simpan pada tempatnnya.

2. MASSAGE
Massage
Massage adalah suatu pijatan dengan menggunakan tangan untuk memijat wajah
yang mengalami kelemahan otot–otot wajah yang mengalami lesi sebelah kanan.
Tujuandiberikannya massage di wajah untukpenguluran pada otot-otot wajah yang
letaknya superfisial sehingga perlengketan jaringan dapat dicegah, selain itu
memberikan efek rileksasi dan mengurangi rasa kaku pada wajahdan gerakanya
secara gentle (Wiyanto,2011).
Indikasi
merupakan suatu keadaan atau kondisi tubuh dapat diberikan manipulasi masase, serta
masase tersebut akan memberikan pengaruh yang positif terhadap tubuh. Indikasi dalam
masase adalah:
1) Keadaan tubuh yang sangat lelah.
2) Kelainan-kelainan tubuh yang diakibatkan pengaruh cuaca atau kerja yang kelewat batas
(sehingga otot menjadi kaku dan rasa nyeri pada persendian serta gangguan pada persarafan).
b. Kontraindikasi
Kontraindikasi atau pantangan terhadap masase adalah sebagai keadaan atau kondisi tidak
tepat diberikan masase, karena justru akan menimbulkan akibat yang merugikan bagi tubuh
itu sendiri. Kontraindikasi dalam masase adalah:
1) Pasien dalam keadaan menderita penyakit menular.
2) Dalam keadaan menderita pengapuran pembuluh darah arteri.
3) Pasien sedang menderita penyakit kulit. Adanya luka-luka baru atau cedera akibat
berolahraga atau kecelakaan.
4) Sedang menderita patah tulang, pada tempat bekas luka, bekas cedera, yang belum sembuh
betul.
5) Pada daerah yang mengalami pembengkakan atau tumor yang diperkirakan sebagai
kanker ganas atau tidak ganas

PELAKSANAAN MASSAGE
a. Persiapan alat
Menyiapkan media pelicin.Bisa berupa lotion wajah atau bedak dan tisu untuk
membersihkannya.
b. Persiapan pasien
Posisi pasien tidur terlentang senyaman mungkin.Area terapi yang hendak dimassage
dalam keadaan bersih. Sebelum massage dilakukan, berikan penjelasan mengenai
terapi yang akan dilakukan
c. Pelaksanaan terapi Terapi berada di sebelah atas wajah pasien. Massage diberikan
pada wajah yang lesi. Sebelumnya tuangkan media pelicin ditangan terapis.Kemudian
usapkan pada wajah pasien dengan gerakan stroking dengan menggunakan seluruh
permukaan tangan satu atau permukaan kedua belah tangan dan arah gerakannya
tidak tentu.Lakukan gerakan efflurage secara gentle, gerakan dari dagu kearah pelipis
dan dari tengah dahi turun ke bawah menuju ke telinga. Dilanjutkan dengan finger
kneading dengan jari-jari dengan cara memberikan tekanan dan gerakan melingkar,
diberikan ke seluruh otot wajah yang terkena lesi dari dagu, pipi, pelipis dan tengah
dahi menuju ke telinga. Kemudian lakukan tapping dengan jari-jari dari tengah dahi
menuju ke arah telinga, dari dekat mata menuju ke arah telinga, dari hidung ke arah
telinga, dari sudut bibir ke arah telinga dan dari dagu menuju kearah telinga.Khusus
pada bibir, lakukan stretching kearah yang lesi. Gerakan massage dilakukan dengan
pengulangan masing-masing 3-5 kali gerakan dan dilakukan selama kurang lebih 5-10
menit.
3.TERAPI LATIHAN DENGAN ”MIRROR EXERCISE”
Pada kondisi bell’s palsy, latihan yang dilakukan adalah mirror exercise (didepan
cermin) yang akan memberikan biofeedback, yang dimaksud dengan biofeedback
adalah mekanisme kontrol suatu sistem biologis dengan memasukan kembali
keluaran yang dihasilkan dari system biologis tersebut, dengan tujuan akhir untuk
meningkatkan kekuatan otot.
Posisi pasien berada di depan cermin dan posisi terapis berada di samping
pasien.Pertama-tama terapis memberikan contoh gerakan-gerakan yang harus
dilakukan oleh pasien kemudian pasien diminta untuk menirukan gerakan-gerakan
tersebut, terapis memperhatikan dan mengoreksi apabila ada gerakan yang keliru.
Gerakan yang diberikan seperti: mengangkat alis, mengerutkan dahi,
mendekatkan kedua alis ke arah medial, tersenyum, bersiul, dan turunkan mulut ke
bawah. Terapi dilakukan 8x pengulangan setiap gerakannya.       
Indikasi rasa tebal wajah, kelemahan dan penurunn kekuatan otot wajah, gangguan
fungsi motori wajah, gangguan ekspresi , gangguan fungsional wajah.
Kontraindikasi tidak dianjurkan pasien dengan tekanan darah tinggi, bila pasien
merasakan fatique yang sangat berat hentikan latihan.

a. Persiapan alat Sebelum melakukan terapi terlebih dahulu dipersiapkan cermin


dengan ukuran lebih besar dari wajah pasien agar pasien dapat bercermin dengan
jelas, serta disediakan kursi sebagai tempat duduk pasien didepan cermin.
b. Persiapan pasien Pasien duduk tegak lurus didepan cermin, kemudian diminta
untuk berkonsentrasi, dan mendengarkan apa yang dijelaskan oleh terapis.

c. Pelaksanaan terapi Pada pelaksanaan terapi ini pasien diminta untuk melakukan
gerakan– gerakan wajah yang diperintahkan oleh terapis, seperti : mengangkat alis
keatas dan mengerutkan dahi, menutup mata, mengembang kempiskan cuping
hidung, tersenyum, menarik sudut mulut kesamping kiri, mecucu, memperlihatkan
gigi seri dan mengucap kata – kata labial L, M, O, dan N. Dosis waktu : 10 – 25
menit dan dilakukan Pengulangan : 4 – 5 kali setiap latihan.
BAB III

HASIL PENYULUHAN

Kegiatan penyuluhan masyarakat mengenai stroke di Desa Pulau Rakyat Tua Dsn II,
Kecamatan Pulau Rakyat, Kabupaten Asahan telah dilakukan pada bulan Juli 2020.
Kegiatan yang saya lakukan adalah mengenai penjelasan tentang Bell’s Palsy,
penyebab faktor resiko, tanda dan gejala, dan terapi latihan menurut fisioterapi pada
penyakit stroke.
Saya juga membagikan media penjelasan materi penyuluhan kepada masyarakat
berupa PPT yang berisi tentang penyakit dan pemaparan langsung dari saya mengenai
penyakit tersebut. Setelah pemaparan selesai saya sampaikan dilanjutkan dengan sesi
tanya jawab kepada masyarakat. Pada sesi tanya jawab dapat dilihat bahwa kurangnya
pengetahuan masyarakat mengenai penyakit tersebut, dan dapat diketahui bahwa
keluhan yang mereka rasakan selama ini merupakan tanda dan gejala serta pola hidup
yang mengarah kepada penyakit Bell’s Palsy.
Selanjutnya saya menyampaikan cara mengatur pola hidup sehat bagaimana
mengkonsumsi makanan dan minuman yang dapat memperbaiki dan memperburuk
kondisi mereka, karena sekarang penderita Bell’s Palsy sudah tidak memadang usia
lagi. Stroke bukan hanya terjadi pada lansia, tetapi pada usia muda juga dapat
memungkinkan terkena Bell’s Palsy. Banyak masyarakat yang hanya tahu faktor
resiko penyebab Bell’s Palsy itu, tapi setelah diberikan penjelasan mereka lebih tahu
bukan hanya itu saja penyebabnya. Bahkan kadang dari pola hidup mereka banyak
yang makim memperburuk penyakit tersebut sehingga dapat terjadinya komplikasi.
Pengetahuan yang kurang seta kebiasaan yang kurang tepat pada masyarakat di desa
tersebut mempengaruhi motivasi untuk berobat. Motivasi merupakan keinginan,
dorongan dan tenaga penggerak yang berasal dari dalam diri seseorang untuk
melakukan sesuatu dengan mengesampingkan hal-hal yang dianggap kurang
bermanfaat. Motivasi tersebut berasal dari diri sendiri dan juga butuh dukungan dari
keluarga.
Kegiatan dan pola hidup yag dilakukan masyarakat yang dilakukan dalam
aktivitasnya sehari-hari. Aktivitas sehari-hari juga dapat menimbulkan penyebab
Bell’s Palsy. Dan saya juga menjelaskan terapi latihan untuk home program yang bisa
dilakukan pada pasien sudah terkena Bell’s Palsy, bagi orang sudah terkena Bell’s
Palsy terapi latihan dan obat tidak cukup untuk mendukung kesembuhannya, tetapi
juga dukungan dari keluarganya dan lingkungan sekitar.

PENUTUP

3.1 KESIMPULAN
Seorang Pasien diagnosa Bell’s Palsy di tindakan fisioterapidengan menggunakan
modalitas penyinaran dengan Infrared, Massage, dan Terapi latihan. Diperoleh
perkembangan yang positif, dapat meningkatkan kekuatan otot wajah dan
kemampuaan fungsional otot –otot wajah.

3.2 SARAN
Saran Bagi pasien diharapkan untuk terapi dengan teratur dan
menjalankan program terapi yang pernah di berikan terapis untuk dilanjutkan di
rumah dan menjalankan semua edukasi yang telah diberikanoleh terapiserta
berdo’a kepada Allah SWTuntuk cepat diberi kesembuhaan.
Saran bagi Keluarga pasien Bell’s Palsyhendaknya memberikan motivasi
kepada pasien agar rajin terapi dan selalu semangat dalam melakukan home
program yang telah diberikan oleh terapis.
LAMPIRAN

Data pasien stroke:

1. Nama : Dedi Zuwanda

2. Umur : 20 Tahun

3. Jenis kelamin : Laki-laki

4. Agama : Islam

5. Pekerjaan : Bertani

6. Alamat : Pulau Rakyat Tua Dsn II

7. Keluhan : Sulit menggerakkan sisi wajah sebelah kanan

8. Riwayat Penyakit : 1 bulan yang lalu pasien pergi bersama teman-temannya untuk
liburan, tetapi pasien tidak menggunakan helm saat berkendara.
Sepulang dari liburan, dan sesudah 4 hari, malamnya pasien
merasakan wajahnya tidak asimetris dan mengeluhkan rasa nyeri
disebelah kanan, berbicara tidak terlalu jelas dan sulit buat ter
senyum.
DOKUMENTASI KEGIATAN

Anda mungkin juga menyukai