Disusun oleh :
Diana Silvi Nafila (201710490311001)
Tri Ayu Astuti (201710490311008)
Noor Hairunisa (201710490311014)
Rizqia Mawalidain (201710490311020)
Farida Apriliya Sari (201710490311026)
Yuliatin Nisa (201710490311032)
Ahmad Awaludin T. (201710490311038)
Putri Febriyanti G. (201710490311046)
An Nisa Melati S. (201710490311052)
Semoga makalah ini bermanfaat bagi semua pihak. Kami mengharapkan kritik
dan saran pada pembaca demi perbaikan makalah ini tidak kalah pentingnya kami
ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu kami dalam
menyelesaikan makalah ini.
Penyusun
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
3) Abnormalitas Kromosom
Terdapat sejumlah abnormalitas kromosom yang berkaitan dengan
defek jantung bawaan. Beberapa abnormalitas tersebut antara lain:
- Sindrom Down
- Trisomi 18 dan trisomi 13
- Sindrom turner
- Sindrom Cri du chat
- Sindrom Wolf-Hirschhorn
- Sindrom velo-kardio-fasial dan/atau sekuens DiGeorge
- Sindrom William
4) Defek Gen Tunggal
Beberapa sindrom genetik berkaitan dengan resiko defek jantung yang lebih
tinggi
yaitu :
- Sindorm Marfan
- Sindorm Smith-Lemil-Opitz
- Ellis-van Creveld
- Sindorm Holt-Oram
- Sindorm Noonan
- Mukopolisakaridosis
C. Patofisiologi
1. Stenosis Aorta yang memang kelainan kongenital saat lahir adalah murni
pembentukan katub pada aorta jantung yang tidak sempurna sejak lahir,
yang disebabkan oleh beberapa factor nutrisi saat hamil yang tidak
terpenuhi yang menyebabkan pembentukan katub aorta yang tidak
sempurna.
2. Penumpukan deposit kalsium dari darah akibat dari bertambahnya usia
dapat menyebabkan katub aorta mengeras dan kaku, dapat juga terjadi
karena suatu luka pada komplikasi demam rematik. Sehingga
menyebabkan katub pada aorta menyempit dan tidak dapat bekerja
secara maksimal. Akibatnya terjadilah penyakit kelainan katub jantung
Stenosis Aorta.
D. Klasifikasi
a. Stenosis aorta bawaan : sering terdapat penebalan katup dan ada
pertumbuhan pada komisur. Hal ini terdapat pada 90% stenosis aorta.
Bentuk ini disebut stenosis aorta valvuvar.
b. Stenosis aorta subvalvular : penyempitan pada jalan aliran keluar
ventrikel kiri, penyempitan dibawah katup beberapa millimeter dari
membran.
c. Stenosis aorta supravalvular : dapat disamakan dengan koarktasio
aorta asepens, letaknya diatas katup aorta.
d. Bentuk muskular : merupakan bentuk yang jarang sekali terdapat pada
umur anak.
Tidak semua penderita stenosis aorta akan mengalami gejala yang sama.
Sebagian penderita mungkin saja tidak mengalami gejala apa pun dalam
waktu yang lama. Beberapa gejala lain yang mungkin terjadi saat katup aorta
jantung menyempit meliputi detak jantung abnormal, sering pusing, pening,
kelelahan yang tidak biasa akibat aktivitas, dan palpitasi jantung (jantung
deg-degan; berdebar kencang).
F. Pengobatan
Orang-orang dengan gejala dan stenosis ringan tidak membutuhkan
pengobatan tetapi harus dipantau pada waktu yang berkala oleh dokter
mereka. Untuk pasien dengan gejala, berikut mungkin dibutuhkan :
1. Obat – obatan
Tidak ada obat yang dapat menghentikan stenosis aorta. Tetapi dokter
dapat menentukan obat-obatan untuk membantu meringankan gejala
yang Anda alami. Obat-obat ini akan membantu mengontrol
penyimpanan cairan dalam jantung, menurunkan satuan detak jantung,
dan menurunkan tekanan darah. Hal ini akan memperlambat
perkembangan stenosis.
2. Ketika gejala bertambah berat, cara yang dapat dilakukan :
a. Balon valvuloplasty
Pengobatan ini merupakan pilihan yang jarang untuk stenosis
aorta berat. Kerusakan katup aorta dapat digantikan dengan katup
mekanik atau jaringan. Risiko memiliki katup mekanik adalah
meningkatnya gumpalan darah beku. Anda mungkin membutuhkan
antikoagulan. Katup jaringan terbuat dari sapi, babi, atau donor dari
orang lain. Risiko dari katup jaringan adalah stenosis aorta dapat
kambuh.
3. Pemeriksaan
(a) Pemeriksaan Umum
1. Cara datang : dirawat di ICU’
2. Kesadaran : Compos Mentis
3. Koperatif/tidak koperatif
4. Tensi : 146/72 mmHg
5. Nadi : 93x/menit
6. RR : 28x/menit
7. Gizi : TB = 165CM ; BB = 67 kg
IMT= 24,6 (Normal)
8. Suhu : Afebris
2. Palpasi
a) Kesimetrisan dada
- Upper : simetris
- Middle : simetris
- Lower : simetris
b) Spasme otot bantu pernapasan
- M. upper trapezius (-)
- M. scalenus (+)
- M.sternocleidomastoideus (-)
- M. pectoralis mayor (-)
c) Nyeri tekan : m. scalenus
d) Gerakan pernapasan : dominan abdominal
3. Auskulpasi
Terdapat sputum pada paru-paru sinistra segmen apical.
4. Pemeriksaan nyeri
a) Parameter : VAS (Visual Analog Scale)
b) Nyeri tekan pada m.scalenus, VAS = 3 (nyeri sedang)
5. Tes khusus
Pemeriksaan expansi thorax
6. Pemeriksaan fungsional
7. Pemeriksaan biopsikososial
a) Kognitif
b) Intrapersonal
c) interpersonal
Duktus arteriosus adalah suatu pembuluh darah yang dilapisi oleh otot dan
memiliki fungsi khusus. Jika kadar oksigen di dalam darah meningkat
(biasanya terjadi segera setelah bayi lahir), otot ini akan mengkerut sehingga
duktus menutup.
Pada saat duktus menutup, darah dari jantung bagian kanan hanya mengalir ke
paru-paru (seperti yang terjadi pada orang dewasa).
Pada beberapa anak, duktus tidak menutup atau hanya menutup sebagian.
Hal ini terjadi karena tidak adanya sensor oksigen yang normal pada otot
duktus atau karena kelemahan pada otot duktus. Adapun faktor resiko
terjadinya PDA adalah prematuritas dan sindroma gawat pernafasan. PDA
mungkin terjadi :
1. Herediter- Infeksi rubela pada trimester pertama kehamilan
2. Rendahnya 02 (asfiksia, RDS, distres janin, di daerah dataran tinggi).
C. Patofisiologi
Normalnya, ductus arteriosus menutup pada saat kadar postragladin
yang dihasilkan plasenta menurun dan kadar oksigen meningkat. Proses
penutupan ini harus segera dimulai ketika bayi menarik nafas yang pertama
tetapi biasanya memerlukan waktu 3 bulan pada beberapa anak.
a. Mekanisme sirkulasi darah janin
1. Cabang yang kecil bersatu dengan vena aorta
2. Cabang yang lain ductus venosus arantii yang masuk ke dalam vena
cava inferior.
3. Darah dari ventrikel kanan ini dipompakan ke paru-paru melalui arteri
pulmonalis.
b. Mekanisme sirkulasi darah pada bayi baru lahir
Perubahaan siklus pasca lahir:
1. Tekanan vaskular paru menurun dan tekanan sistemik meningkat
sehingga aliran darah ke paru meningkat.
2. Tekanan sistemik meningkat.
3. Penutupan ductus arteriosus
4. Penutupan foramen ovale
Penutupan ductus venosus
Patofisiologi yang terjadi adalah :
1. Pirau dari kiri ke kanan, berakibat peningkatan aliran darah ke arteri
pulmonalis
2. Dilatasi atrium kiri peningkatan tekanan atrium kiri
3. Peningkatan volume (volume overload) ventrikel kiri
Derajat beratnya pirau kiri – kenan ditentukan oleh besarnya defek. Kecuali
pada yang non restriktif, pirau ditentukan oleh perbedaan relatif tahanan antara
sirkulasi sistemik dan sirkulasi paru.
Peningkatan tekanan di atium kiri sebagai akibat dari pirau kiri ke kanan
dapat memicu terjadinya pirau kiri ke kanan tambahan dari foramen ovale yang
teregang/ terbuka (stretched foramen ovale). (Bila volume di atrium kiri
bertambah tekanan bertambah septum inter atrium akan terdorong ke arah
atrium kanan foramen ovale teregang terbuka, disebut stretched foramen
ovale ).
Pada saat janin/fetus, plasenta adalah sumber prostaglandin utama. Setelah
lahir, plasenta tidak ada. Paru-paru merupakan tempat metabolisme
prostaglandin. Dengan hilangnya plasenta, ditambah dengan semakin
matangnya fungsi paru, maka kadar prostaglandin neonatus akan segera
menurun. Maka duktus akan mulai menutup secara fungsional (konstriksi)
dimulai dari sisi pulmonal. Penutupan duktus ini dipengaruhi oleh kadar PaO2
ateri, prostaglandin, thromboksan.
Pada neonatus preterm, penutupan duktus terjadi lambat, karena
metabolisme/degradasi prostaglandin tidak sempurna disebabkan oleh fungsi
paru yang belum matang, dan sensitivitas terhadap duktus meningkat. Respons
duktus terhadap oksigen juga tidak baik. Sementara itu, dengan bertambahnnya
umur, tahanan vaskular paru akan menurun, maka pirau kiri ke kanan akan
bertambah, sehingga muncullah gejala.
Pada usia 2 minggu, duktus akan menutup secara anatomi dengan terjadinya
perubahan degeneratif dan timbulnya jaringan fibrotik, berubah menjadi
ligamentum arteriosum.
E. Pemeriksaan diagnosis
1. Foto Thorak : Atrium dan ventrikel kiri membesar secara signifikan
(kardiomegali), gambaran vaskuler paru meningkat
2. Ekhokardiografi : Rasio atrium kiri terhadap pangkal aorta lebih dari
1,3:1 pada bayi cukup bulan atau lebih dari 1,0 pada bayi praterm
(disebabkan oleh peningkatan volume atrium kiri sebagai akibat dari
pirau kiri ke kanan)
3. Pemeriksaan dengan Doppler berwarna : digunakan untuk mengeva-luasi
aliran darah dan arahnya.
4. Elektrokardiografi (EKG) : bervariasi sesuai tingkat keparahan, pada
PDA kecil tidak ada abnormalitas, hipertrofi ventrikel kiri pada PDA
yang lebih besar.
5. Kateterisasi jantung : hanya dilakukan untuk mengevaluasi lebih jauh
hasil ECHO atau Doppler yang meragukan atau bila ada kecurigaan
defek tambahan lainnya.
F. Pengobatan
1. Penatalaksanaan Konservatif : Restriksi cairan dan bemberian obat-
obatan : Furosemid (lasix) diberikan bersama restriksi cairan untuk
meningkatkan diuresis dan mengurangi efek kelebihan beban
kardiovaskular, Pemberian indomethacin (inhibitor prostaglandin)
untuk mempermudah penutupan duktus, pemberian antibiotik
profilaktik untuk mencegah endokarditis bakterial.
2. Pembedahan : Pemotongan atau pengikatan duktus. Non pembedahan
: Penutupan dengan alat penutup dilakukan pada waktu kateterisasi
jantung.(Betz & Sowden, 2002 ; 377-378, Suriadi, Rita Yuliani, 2001 ;
236)
G. Klasifikasi
Klasifikasi PDA ditentukan berdasarkan perubahan anatomi jantung
bagian kiri, tahanan arteri pulmonal, saturasi oksigen, dan perbandingan
perbandingan sirkulasi pulmonal dan sistemik.
Perbandingan
Hipertrofi Ventrikel dan Tekanan Arteri
Tingkat Saturasi Oksigen Sirkulasi Pulmonal-
Atrium Kiri Pulmonal
Sistemik
I Tidak ada Normal Normal <1,5
II Minimal 30-60 mmHg Normal 1,5-2,5
Signifikan + hipertrofi >60 mmHg, tetapi
III ventrikel kanan yang masih di bawah Kadang sianosis >2,5
minimal tahanan sistemik
Hipertrofi biventrikel + Lebih tinggi
IV Sianosis <1,5
atrium kiri daripada tahanan
sistemik
Tingkat II : Pasien sering menderita infeksi saluran napas, tetapi pertumbuhan fisik
masih sesuai dengan umur. Peningkatan aliran darah ke sirkulasi pulmonal dapat
terjadi sehingga timbul hipertensi pulmonal ringan. Umumnya pada pasien yang tidak
tertangani dengan baik pada tingkat ini PDA akan berkembang menjadi tahap III atau
IV.
Tingkat III : Infeksi saluran napas makin sering terjadi. Pertumbuhan anak biasanya
terlambat; pada pemeriksaan, anak tampak kecil tidak sesuai umur dengan gejala-
gejala gagal jantung. Nadi memiliki amplitudo yang lebar. Jika melakukan aktivitas,
pasien akan mengalami sesak napas yang disertai dengan sianosis ringan. Pada pasien
dengan duktus berukuran besar, gagal jantung dapat terjadi pada minggu pertama
kehidupan. Pada foto polos dada dan EKG ditemukan hipertrofi ventrikel kiri dan
atrium kiri serta hipertrofi ventrikel kanan ringan. Suara bising jantung dapat
didengar di antara sela iga 3 dan 4.
Tingkat IV : Keluhan sesak napas dan sianosis semakin nyata. Tahanan sirkulasi
paru lebih tinggi daripada tahanan sistemik sehingga aliran darah di duktus berbalik
dari kanan ke kiri. Foto polos dada dan EKG menunjukkan hipertrofi ventrikel kiri,
atrium kiri, dan ventrikel kanan. Kondisi pasin ini disebut sindrom Eisenmenger
2.1.Penatalaksanaan Fisioterapi
Manajemen fisioterapi dapat dibagi menjadi tiga tahap yaitu pada tahap in
patient, tahap out patient, dan yang terakhir tahap long-term maintenance. Selama
fase inpatient, tujuan intervensi fisioterapi adalah mencegah atau
menangani sequelae dari bed rest. Teknik-teknik yang digunakan bertujuan untuk
mencegah kolaps paru dan membantu mengembalikan aktivitas secara mandiri
dengan bantuan sederhana. Aktivitas harus ditingkatkan secara perlahan dan
mencakupkan program latihan dan mobilisasi sehingga pada saat pasien keluar dari
rumah sakit, pasien mampu melakukan aktivitas sehari-hari secara mandiri.
Pada tahap outpatient, lanjutan fisioterapi untuk pasien jantung bisa dilakukan
dengan edukasi dan sesi latihan sekali atau lebih per minggu selama 1-2 bulan, yang
disertai dengan latihan di rumah, atau bisa juga dibuatkan program latihan berbasis-
rumah agar lebih memudahkan pasien.
Latihan long term maintenance untuk pasien jantung sekarang telah banyak
tersedia. Banyak pasien yang termotivasi untuk melakukan program latihan bersama
pasien jantung lainnya.
Pada kasus pasien dengan kelianan jantung bawaan, kemungkinan besar pasien
terkena infeksi saluran pernafasan atas, makadari itu peran fisioterapi sangatlah
penting dalam upaya rehabilitasi pasien. Adapun intervensi fisioterapi yang dapat
diberikan antara lain:
1. Infra merah
a) Persiapan alat: siapkan alat, kemudian cek keadaan lampu, cek kabel ada
yang terkelupas/ tidak.
b) Persiapan pasien: posisi pasien tidur terlentang dan tengkurap serta
usahakan pasien dalam keadaan nyaman, daerah yang diterapi harus bebas
dari pakaian dan benda logam yang ada.
c) Pelaksanaan fisioterapi:
1) Mengarahkan infra red pada daerah yang akan diterapi yaitu pada
daerah dada dan punggung.
2) Mengatur jarak 45 cm antara lampu dan permukaan kulit.
3) Menyalakan alat, mengusahakan posisi infra red tegak lurus dengan
daerah yang diterapi.
4) Waktu terapi yaitu 3 menit, dosis yang digunakan adalah
submitis/normalis dimana pasien merasakan hangat.
5) Setelah terapi berlangsung setengah dari waktu yg ditentukan terapis
mengecek pasien dengan menanyakan apakah terlalu panas atau tidak.
Hal ini untuk mencegah terjadinya luka bakar selama terapi
berlangsung.
2. Chest therapy
a. Passive Breathing Exercise
Pada latihan pernafasan ini dapat dilakukan masing-masing sebanyak
6-8 kali hitungan. Pelaksanaan terapi meliputi:
1) Pernafasan pada daerah apical costa
Posisi pasien tidur terlentang atau half laying dengan support
sempurna. Terapis meletakan ujung-ujung jari tangan dibawah
clavikula. Pada saat inspirasi tekanan dikendorkan dan saat akhir
ekspirasi terapis membantu mengarahkan sesuai gerakan jalan nafas.
2) Pernafasan pada daerah upper costa
Posisi pasien tidur terlentang atau half laying dengan support
sempurna. Pada saat ekspirasi terapis membantu menekan pada daerah
upper disamping lateral kearah medial.
3) Pernafasan pada daerah lower costa
Posisi pasien tidur terlentang. Pada akhir pernafasan ekspirasi diberi
penekanan pada daerah lower costa.
4) Pernafasan pada daerah diafragma/ abdominal breathing exercise.
Posisi pasien tidur terlentang kemudian pada akhir ekspirasi posisi
pegang terapis pada sisi latero ventral dan diberi penekanan pada
daerah abdomen.
BAB III
PENUTUP
3.1.KESIMPULAN
3.2.SARAN
DAFTAR PUSTAKA
3. Amin M, et al. 789. Pengantar Ilmu Penyakit Paru, Airlangga Universty Press,
Surabaya.
5. Kapanji, La.774. The Physiology of the joint volume three the trunk and vertebral
Collum, second edition, churchill livingstone, Edinburg.
7. Price, A.S dan Wilson,M.L. 803. Patofisiologi, edisi, Buku kedokteran EGC,
Jakarta
9. Suryana A. 805. Berbagai Masalah Kesehatan Anak dan Balita, Khilms, Jakarta.
10. WHO.803. Penangan ISPA pada Anak di Rumah Sakit Kecil Negara
Berkembang; Buku Kedokteran EGC, Jakarta