Anda di halaman 1dari 44

MEMAHAMI

EKG

1 Kevin Wibawa (2016-061-161)


Pertama-tama penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada Tuhan Yang Maha Esa dan
seluruh pihak yang sudah menginspirasi, memberi masukan, dan mendukung terbuatnya
catatan ini. Kata “memahami” menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah mengerti
benar akan suatu hal atau mengetahui benar. Catatan “MEMAHAMI EKG” ini dibuat
berdasarkan keinginan penulis agar pembaca dapat lebih mudah untuk memahami EKG
dalam praktik sehari-hari baik ketika sedang bertugas maupun kelak akan bekerja untuk
mengabdi di masyarakat. Catatan ini dibuat dengan sumber-sumber terbaru pada waktunya,
sehingga jangan lupa para pembaca juga mengikuti perkembangan ilmu di masa yang akan
datang.
– Kevin Wibawa 2016-061-161-

Komponen-komponen :

1. Identitas pasien : jangan sampai salah membaca EKG yang bukan milik pasien
2. Tanggal dan waktu pembuatan : dapat berfungsi sebagai pembanding untuk
menentukan perburukan, perbaikan, atau tidak ada perubahan sama sekali

2 Kevin Wibawa (2016-061-161)


3. Kotak kecil : 1 kotak kecil pada selembar kertas EKG memiliki amplitudo 0,1 mV
dan durasi 0,04 s atau bisa menggunakan 1 mm x 1 mm

1 mm

0,1 mV 1 mm

0,04 s

4. Kotak besar : 1 kotak besar terdiri dari 5 kotak kecil ke samping dan 5 kotak kecil ke
atas, sehingga memiliki amplitudo 0,5 mV dan durasi 0,2 s atau bisa menggunakan 5
mm x 5 mm

5 mm

0,5 mV 5 mm

0,2 s

5. Amplitudo : kertas EKG memiliki amplitudo yang ditandai dengan “1x”, “1/2x”, atau
bahkan “1/4x”. Standar yang digunakan adalah 1x sehingga semua perhitungan harus
menggunakan 1x. Apabila menggunakan “1/2x” maka hasil akhirnya dikali dengan 2.
Apabila menggunakan “1/4x” maka hasilnya dikali dengan 4.
Pada contoh diatas dapat dilihat bahwa lingkaran kuning menunjukkan amplitudo
“1x” dan lingkaran biru menunjukkan amplitudo “1/2x”, dapat terlihat bahwa jumlah
kotak kecil keatas pada amplitudo “1/2x” merupakan 1/2 dari jumlah kotak kecil dari
amplitudo 1. Pada contoh lembaran EKG diatas, amplitudo sebelum garis vertikal
hijau adalah “1x”, amplitudo sesudah garis vertikal hijau dan sebelum garis vertikal
merah adalah “1/2x”, dan amplitudo sesudah garis vertikal merah adalah “1x”.
Contoh pada gelombang V1 dengan amplitudo “1/2x” menunjukkan 3 kotak kecil dan
gelombang V1 dengan amplitude “1x” menunjukkan 6 kotak kecil. Kesalahan

3 Kevin Wibawa (2016-061-161)


tersering pada amplitudo adalah dalam menghitung hipertrofi ventrikel kiri seperti
yang akan dibahas pada bagian berikut.
6. Kecepatan : kertas EKG dapat memiliki kecepatan kertas 12,5 mm/s, 25 mm/s, dan 50
mm/s. Standar yang digunakan adalah 25 mm/s. Kertas sebelum garis vertikal merah
memiliki kecepatan 25 mm/s (dapat dilihat pada lingkaran biru) dan sesudah garis
vertikal merah memiliki kecepatan 12,5 mm/s (dapat dilihat pada lingkaran merah).
Kecepatan kertas 12,5 mm/s artinya kertas dicetak 2x lebih cepat dan kecepatan kertas
50 mm/s artinya kertas dicetak 2x lebih lambat. Dalam menghitung “heart rate”,
gunakan kecepatan 25 mm/s. Kesalahan yang sering dilakukan adalah menghitung
“heart rate” dengan kecepatan 12,5 mm/s sehingga kesannya pasien mengalami sinus
takikardi. Contoh pada kertas diatas, jarak puncak R ke R pada lead II sebelum garis
vertikal merah adalah 16 kotak kecil dan jarak puncak R ke R pada lead II sesudah
garis vertikal merah adalah 8 kotak kecil.
7. Heart Rate : terdapat perbedaan dalam menghitung laju jantung pada kertas EKG
dengan irama teratur dan irama tidak teratur. Pada kertas dengan irama teratur, laju
jantung dapat dihitung dengan menghitung jumlah kotak kecil atau kotak besar antara
puncak R ke R (dan menggunakan kecepatan kertas 25 mm/s). Apabila menggunakan
kotak besar maka rumusnya 300 dibagi jumlah kotak besar antara puncak R ke R.
Apabla menggunakan kotak kecil maka rumusnya 1500 dibagi jumlah kotak kecil
antara puncak R ke R. Contoh pada kertas diatas, menggunakan lead II dengan
kecepatan 25 mm/s, jarak antara puncak R ke R adalah 16 kotak kecil, maka laju
jantungnya adalah 1500 dibagi 16 yaitu 94 x/menit (pembulatan dari 93,75).
Pada kasus dimana terdapat irama tidak teratur pada kertas EKG, maka tidak dapat
digunakan jarak puncak R ke R. Cara yang digunakan adalah dengan menghitung
berapa jumlah kompleks QRS (normal dan tidak normal) selama 6 detik pada lead II
diperpanjang (jika tidak terdapat lead II diperpanjang, boleh menggunakan lead V1
diperpanjang). Durasi 6 detik setara dengan 30 kotak besar.
8. Axis : axis normal jantung secara sederhana ditunjukkan melalui defleksi positif
(jumlah kotak kecil dari kompleks QRS yang terletak diatas garis isoelektrik lebih
banyak dari jumlah kotak kecil yang terletak di bawah garis isoelektrik) pada lead I
dan lead aVF.

4 Kevin Wibawa (2016-061-161)


Lead I Lead aVF
Normal Defleksi positif Defleksi positif
Left axis deviation Defleksi positif Defleksi negatif
Right axis deviation Defleksi negatif Defleksi positif
Extreme right axis deviation Defleksi negatif Defleksi negatif

Maksud dari defleksi positif adalah jumlah amplitudo gelombang R lebih besar daripada
amplitudo gelombang S. Simpelnya kalau kotak kecil gelombang R lebih banyak daripada
gelombang S maka itu defleksi positif.

Lead I positif

Lead aVF positif

Axis normal

Lead I positif

Lead aVF negatif

Left axis
deviation

Lead I negatif

Lead aVF positif

Right axis
deviation

5 Kevin Wibawa (2016-061-161)


Lead I negatif

Lead aVF negatif

Extreme right
axis deviation

Gelombang EKG Normal

(Goldberger Clinical Electrocardiography edisi 8)

6 Kevin Wibawa (2016-061-161)


(ECG Braunwald)

7 Kevin Wibawa (2016-061-161)


GELOMBANG NORMAL EKG

1. Gelombang P :
a. Durasi : ≤ 0,1 s (≤ 2,5 kotak kecil)
b. Amplitudo : ≤ 0,25 mV (≤ 2,5 kotak kecil)
2. Interval PR :
a. Durasi : 0,12 – 0,2 s (3-5 kotak kecil)
3. Kompleks QRS
a. Durasi : ≤ 0,12 s (≤ 3 kotak kecil)

8 Kevin Wibawa (2016-061-161)


4. Gelombang Q Patologis
a. Durasi : > 0,04 s (> 1 kotak kecil)
b. Amplitudo : kedalaman gelombang Q > 1/3 jarak puncak gelombang R ke
dasar gelombang Q

5. Segmen ST
a. Tidak ditemukan ST elevasi
b. Tidak ditemukan ST depresi
6. Gelombang T
a. Tidak ditemukan peak and tall T
b. Tidak ditemukan inverted T
7. Interval QT
a. Durasi : ≤ 0,38 s (≤ 9,5 kotak kecil) tetapi ada beberapa sumber yang
menggunakan batasan hingga ≤ 0,44 s (≤ 11 kotak kecil)

9 Kevin Wibawa (2016-061-161)


PEMBESARAN ATRIUM DAN VENTRIKEL

Pembesaran atrium :
1. Left atrial enlargement : dilatasi dari atrium kiri dan ditandai dengan perubahan
gambaran gelombang P yaitu ditemukannya gambaran P mitral. P mitral memiliki
gambaran seperti huruf M dan durasinya > 0,1 s. Amplitudo P mitral berada dalam
batas normal (≤ 0,25 mV).

Tampak gelombang P mitral karena durasi > 0,10 s (> 2.5 kotak kecil). Pasien didiagnosa
menderita ASD sejak kecil.

10 Kevin Wibawa (2016-061-161)


2. Right atrial englargement : dilatasi dari atrium kanan dan ditandai dengan perubahan
gambaran gelombang P yaitu ditemukannya gambaran P pulmonal. P pulmonal
memiliki gambaran seperti huruf P dan amplitudonya > 0,25 mV. Durasi P pulmonal
berada dalam batas normal (≤ 0,1 s).

Gambaran P pulmonal karena amplitudo gelombang P > 0,25 mV (> 2,5 kotak kecil)

Pembesaran ventrikel :
1. Left Ventricular Hyperthrophy (LVH) : hipertrofi dari ventrikel kiri dan dapat
dinilai dengan kriteria Sokolow Lyon. Cara termudah adalah dengan menghitung
gelombang S terdalam pada lead V1 atau V2 (pilih saja yang paling dalam)
ditambah dengan gelombang R tertinggi pada lead V5 atau V6 (pilih yang
tertinggi). Jika hasil penjumlahan gelombang S dan gelombang R diatas 35 mm /
35 kotak kecil, maka didapatkan hipertrofi ventrikel kiri.

11 Kevin Wibawa (2016-061-161)


Kesalahan tersering dalam menghitung dengan kriteria Sokolow Lyon adalah
pemeriksa tidak menghitung dengan skala amplitudo “1x” dan malah
menggunakan skala “1/2x” tetapi tidak dikali 2 atau menggunakan skala “1/4x”
tetapi tidak dikali 4. Akibatnya, banyak pasien yang seharusnya didiagnosis LVH
tetapi tidak terdiagnosis.
Kesalahan kedua tersering dalam menghitung dengan kriteria Sokolow Lyon
adalah pemeriksa tidak menghitung dengan gelombang S tetapi menggunakan
gelombang Q. Akibatnya pasien yang tidak menderita LVH menjadi terdiagnosa
dengan LVH.

Amplitudo gelombang S lead V1


bernilai 18 kotak kecil

Amplitudo gelombang R lead V5


bernilai 28 kotak kecil

Totalnya adalah 46 kotak kecil


sehingga dapat ditegakan LVH. LV
strain juga terlihat pada lead V5 dan
V6

12 Kevin Wibawa (2016-061-161)


Pada V5 tampak
gelombang R
dengan amplitudo
28 kotak kecil

Pada V5 tampak
gelombang S
dengan amplitudo
28 kotak kecil

Amplitudo gel R +
gel S adalah 56
kotak kecil
sehingga pasien
didiagnosa LVH

Tampak LV strain pada lead V5 dan V6 yang mendukung hipertrofi ventrikel kiri.

13 Kevin Wibawa (2016-061-161)


Kotak 1

Kotak 2

Berikut adalah contoh PENTINGNYA MEMPERHATIKAN AMPLITUDO (kotak 1)

Lingkaran merah menunjukkan amplitudo x1/4, artinya semua ukurang lead V1 hingga V6
diperkecil ¼ kali. Jika anda menghitung menggunakan rumus sokolow-lyon maka tidak
didapatkan hipertrofi karena diperkecil ¼ kali. Maka dari itu, jangan lupa amplitudo tiap
gelombang dikali 4 atau menghitung menggunakan kotak 2 dimana amplitudonya 1x.

Dengan amplitude 1x, dapat dilihat amplitudo gelombang S di V2 adalah 30 kotak kecil dan
gelombang R di lead V5 adalah 9 kotak kecil, maka didapatkan 39 kotak kecil dan dapat
ditegakan LVH pada pasien ini.
14 Kevin Wibawa (2016-061-161)
JANGAN TERKECOH, pada Lead V1
dan V2 TIDAK ADA gelombang S.
Ingat turunan pertama selalu
gelombang Q. Sering sekali orang
terkecoh dengan gelombang Q.
Rumus Sokolow Lyon
menggunakan gelombang S,
BUKAN gelombang Q.

2. Right Ventricular Hyperthrophy (RVH) : hipertrofi dari ventrikel kanan dan dapat
dinilai secara sederhana dengan melihat gelombang R dan gelombang S pada lead
V1. Gelombang R normalnya lebih pendek dibandingkan dengan gelombang S
pada lead V1 (normalnya jumlah kotak kecil pada gelombang R lebih sedikit
dibandingkan dengan jumlah kotak kecil pada gelombang S di lead V1). Pada
pasien dengan RVH, justru gelombang R akan lebih tinggi dibandingkan dengan
gelombang S pada lead V1 (jumlah kotak kecil pada gelombang R lebih banyak
dibandingkan dengan jumlah kotak kecil pada gelombang S di lead V1).

15 Kevin Wibawa (2016-061-161)


Tampak gelombang R lebih besar dibandingkan dengan gelombang S pada lead V1 sehingga
dapat ditegakkan Right Ventricular Hypertrophy (RVH). RV Strain juga terlihat pada lead V1
yang mendukung adanya hipertrofi.

16 Kevin Wibawa (2016-061-161)


BLOKADE

AV Block
AV block adalah keadaan dimana impuls dari nodus SA sulit untuk melewati nodus AV
atau bahkan tidak bisa melewati nodus AV. Untuk mempermudah memahami AV block
bisa digunakan perumpamaan mahasiswa yang datang ke kuliah.
1. AV Blok Derajat I : ditandai dengan pemanjangan durasi interval PR (> 0,2s) dan
setiap gelombang P diikuti dengan kompleks QRS.

Gambaran EKG diatas menunjukkan interval PR berdurasi 0,24 s. Setiap gelombang P selalu
diikuti kompleks QRS meskipun interval PR memanjang sehingga dapat ditegakkan AV Blok
derajat I. Diumpamakan sebagai mahasiswa yang selalu datang telat 15 menit ke perkuliahan,
tetapi mahasiswa ini selalu datang untuk kuliah.

17 Kevin Wibawa (2016-061-161)


2. AV Blok Derajat II
a. Mobitz I / Wenckebach : ditandai dengan durasi interval PR yang terus
memanjang (> 0,2 s dan seterusnya) hingga suatu saat muncul gelombang
P tanpa kompleks QRS.

Saat gelombang P Saat gelombang P


tanpa kompleks QRS tanpa kompleks QRS

Gelombang P ditandai (panah biru). Kompleks QRS ditandai (panah merah). Interval
PR ditandai (panah ungu).
Rekaman EKG diatas menunjukkan interval PR yang terus memanjang hingga akhirnya ada
gelombang P tanpa kompleks QRS, kemudian muncul kembali gelombang P yang diikuti
kompleks QRS. Seumpama mahasiswa telat, semakin lama mahasiswa ini semakin telat
hingga akhirnya tidak masuk kuliah sama sekali, lalu kembali masuk tapi telat.

18 Kevin Wibawa (2016-061-161)


b. Mobitz II : ditandai dengan durasi interval PR dalam batas normal ( 0,12-
0,2s) dan tiba-tiba bisa muncul gelombang P tanpa kompleks QRS.

Sumber gambar Life in the fast lane. Gelombang P diikuti kompleks QRS ditandai panah
biru. Gelombang P tanpa diikuti kompleks QRS ditandai panah merah. Tampak gelombang P
yang tidak diikuti kompleks QRS. Seumpama mahasiswa preklinik, mahasiswa ini suka tidak
masuk mendadak.

3. AV Blok Derajat III / Total AV Block : dimana terdapat blok total yang
menyebabkan atrium dan ventrikel masing-masing berjalan sesuai temponya
masing-masing. Gelombang P memiliki durasi dan amplitudo normal (selama
tidak ada pembesaran atrium). Kompleks QRS menjadi lebar yang ditandai
dengan durasi > 0,12 s.

19 Kevin Wibawa (2016-061-161)


Gelombang P ditandai (panah hijau). Kompleks QRS ditandai (panah kuning).
Gelombang P dan kompleks QRS berjalan sesuai iramanya masing-masing karena ada
blokade total dari nodus AV sehingga impuls dari nodus SA tidak bisa mencapai
ventrikel. Durasi antar gelombang P ke gelombang P selalu sama dan durasi antar
kompleks QRS ke kompleks QRS selalu sama. Konsekuensinya, atrium memiliki
iramanya sendiri dan ventrikel memiliki iramanya sendiri. Perumpamaannya, ini adalah
mahasiswa ”lugu” (lu gue lu gue) dimana dosen memiliki jam kuliah tapi mahasiswa ini
suka suka datengnya kapan.

Bundle Branch Block


1. Right Bundle Branch Block (RBBB) : blokade terjadi pada cabang berkas kanan
sehingga menimbulkan perubahan EKG yang dapat dilihat pada lead V1, V2, dan
V3. Perubahan yang terlihat adalah ditemukannya kompleks QRS dengan pola
RSR’ pada lead V1, V2, V3 (minimal 2 dari 3 lead maka RBBB dinyatakan
positif). Pola RSR’ juga dikenal dengan sebutan “rabbit ear appeareance”.
a. RBBB inkomplit : durasi kompleks QRS masih normal yaitu ≤ 0,12 s
b. RBBB komplit : durasi kompleks QRS memanjang yaitu > 0,12 s

20 Kevin Wibawa (2016-061-161)


Tampak kompleks QRS
dengan pola RSR’ (rabbit
ear appeareance) pada
lead V1 hingga V3 dengan
durasi ≤ 0,12 s sehingga
dapat ditegakkan RBBB
inkomplit

Tampak kompleks QRS


dengan pola RSR’ (rabbit
ear appeareance) pada
lead V1 hingga V3 dengan
durasi ≤ 0,12 s sehingga
dapat ditegakkan RBBB
inkomplit

2. Left Bundle Branch Block (LBBB) : blokade yang terjadi pada cabang berkas kiri
sehingga menimbulkan perubahan EKG yang dapat dilihat pada lead V1, V2, V3,
V4, V5, dan V6 terutama lead V5 dan V6. Perubahan yang terlihat pada V5 dan
V6 adalah gambaran kompleks QRS dengan gelombang R yang memiliki puncak
ganda atau seperti gambaran man-ray (tokoh antagonis pada film spongebob
squarepants) diikuti dengan secondary T inversion.

21 Kevin Wibawa (2016-061-161)


Perubahan yang terlihat pada V1 hingga V4 adalah gambaran gelombang Q yang
dalam dan ST elevasi. Karena gambaran inilah maka gambaran EKG pada LBBB
tidak bisa dibedakan dengan gambaran STEMI Anterior (makanya LBBB lebih
berbahaya dari RBBB).
a. LBBB inkomplit : durasi kompleks QRS masih normal yaitu ≤ 0,12 s
b. LBBB komplit : durasi kompleks QRS memanjang yaitu > 0,12 s

Tampak ST elevasi pada


lead V1 hingga V4 yang
ditandai dengan kotak
merah

Tampak kompleks QRS


dengan puncak ganda
disertai inversi T sekunder
pada kompleks QRS di lead
V6 yang ditandai dengan
lingkaran biru

22 Kevin Wibawa (2016-061-161)


3. Left Anterior Fasicular Block (LAFB) : blokade cabang berkas kiri tetapi hanya
pada bagian anterior. Perubahan EKG terjadi pada lead lateral kiri (I, aVL, V5,
V6) dan lead inferior (II, III, aVF).
a. Gambaran lead inferior : kompleks QRS dengan pola RS, gelombang R
kecil dan gelombang S dalam (dikatakan positif bila perubahan tampak
pada minimal 2 lead)
b. Gambaran lead lateral kiri : kompleks QRS dengan pola QR, gelombang Q
kecil dan gelombang R tinggi (dikatakan positif bila perubahan tampak
pada minimal 2 lead)
4. Left Posterior Fasicular Block (LPFB) : blokade cabang berkas kiri tetapi hanya
pada bagian posterior. Perubahan EKG terjadi pada lead lateral kiri (I, aVL, V5,
V6) dan lead inferior (II, III, aVF).
a. Gambaran lead inferior : kompleks QRS dengan pola QR, gelombang Q
kecil dan gelombang R tinggi (dikatakan positif bila perubahan tampak
pada minimal 2 lead)
b. Gambaran lead lateral kiri : kompleks QRS dengan pola RS, gelombang R
kecil dan gelombang S dalam (dikatakan positif bila perubahan tampak
pada minimal 2 lead)

Terkadang dengan apesnya pasien dapat memiliki lebih dari 1 blokade, sehingga ada kriteria
blokade bifasikular dan blokade trifasikular.
1. Blokade Bifasikular : AV blok dan RBBB
2. Blokade Trifasikular : AV blok, RBBB, dan LAFB/LPFB

23 Kevin Wibawa (2016-061-161)


INFARK

Otot-otot ventrikel mendapat suplai darah dari arteri koronaria dekstra dan sinistra. Hal-hal
yang menyebabkan sumbatan pada arteri koronaria seperti proses aterosklerosis. Urutan
proses yang terjadi adalah iskemi, injury, dan terakhir infark.

 Iskemi : proses aterosklerosis hanya menimbulkan ketidakseimbangan suplai dan


kebutuhan oksigen ketika pasien beraktivitas dan membaik dengan istirahat.
Contohnya adalah angina pektoris stabil, UAP/NSTEMI
 Injury : terjadi ruptur plak aterosklerosis yang menyebabkan sumbatan pada lumen
arteri koronaria. Sumbatan pada lumen dapat berupa sumbatan total (ditandai dengan
perubahan EKG berupa elevasi segmen ST) dan sumbatan parsial (ditandai dengan
perubahan EKG berupa depresi segmen ST). Sumbatan total pada lumen arteri
koronaria membutuhkan tindak pertolongan segera baik berupa PCI ataupun Terapi
Fibrinolitik. Contohnya adalah AMI (Acute Myocardial Infarction) yang terbagi
menjadi STEMI dan UAP/NSTEMI.

24 Kevin Wibawa (2016-061-161)


 Infark : apabila otot ventrikel yang mengalami injury telat mendapat pertolongan,
maka otot ini akan mati dan digantikan jaringan fibrosis. Perubahan EKG yang
tampak adalah munculnya Q patologis tanpa elevasi segmen ST. Contohnya adalah
OMI (Old Myocardial Infarction).

Dalam mencari infark pada EKG, kita harus menentukan apakah pasien sedang dalam proses
iskemi, injury, atau sudah berada di infark. Untuk menentukannya dapat menggunakan
kriteria berikut :
1. Iskemi :
a. Ditandai dengan T inverted (melibatkan otot subendokardial) atau peak and
tall T (transmural)
b. Minimal pada 2 lead kecuali posterior
c. T inverted harus memiliki kedalaman minimal 0,1 mV (1 kotak kecil)
d. Bedakan T inverted dengan strain dan ST depression karena ketiganya mirip-
mirip
e. T inverted yang terjadi pada lead V2-V4 dan pasien mengeluhkan nyeri dada
merupakan pertanda yang khas dari Wellens’ Syndrome. Lokasi sumbatan
spesifk berada pada left anterior descending artery (LAD).

Tampak gelombang T terbalik (inverted T) pada lead V2 hingga V6. Menandai iskemi pada
lead anterolateral.

2. Injury (AMI : acute myocardial infarction) :

25 Kevin Wibawa (2016-061-161)


a. ST Elevasi
i. Minimal naik 0,3 mV (3 kotak kecil) dari garis isoelektrik (tetapi perlu
melihat anamnesis dan pemeriksaan fisik pasien juga)
ii. Minimal pada 2 lead kecuali posterior

Kotak merah menunjukkan elevasi segmen ST dimana terdapat peningkatan segmen ST dari J
point. ST elevasi terjadi pada lead V1 hingga V5 yang menandakan terjadinya Infark
Miokard Akut (Acute myocardial infarction) anterior luas.

26 Kevin Wibawa (2016-061-161)


b. ST Depresi
i. Minimal turun 0,1 mV (1 kotak kecil) dari garis isoelektrik
ii. Minimal pendataran dibawah garis isoelektriknya 0,08 s (2 kotak
kecil)
iii. Minimal pada 2 lead kecuali posterior
iv. Waspada terhadap ST depresi yang muncul dengan ST
elevasi, karena ST depresi disini adalah cerminan dari ST
elevasi atau disebut “reciprocal depression”

Tampak st elevasi pada lead inferior (II, III, aVF) yang ditandai kotak merah. Tampak
cerminannya berupa st depresi pada lead anterior (V1-V4) dan lead lateral (I, aVL, V5) yang
ditandai kotak biru.

27 Kevin Wibawa (2016-061-161)


Tampak st elevasi pada lead anterior (V2-V4) dan lead lateral (I, aVL, V5, V6) yang ditandai
kotak merah. Tampak cerminan berupa st depresi pada lead inferior (III dan aVF).

3. Infark (OMI : old myocardial infarction):


a. OMI (Old Myocardial Infarction)
i. Muncul Q patologis pada minimal 2 lead
ii. ST elevasi kembali ke garis isoelektris
iii. Apabila ada Q patologis dan ST elevasi setelah berbulan-bulan terjadi
serangan jantung, maka itu bukanlah AMI atau OMI melainkan
sebuah Ventricular Aneurysm

Tampak gelombang Q patologis pada lead V1 hingga V4 menandakan OMI (Old myocardial
infarction).

28 Kevin Wibawa (2016-061-161)


Tampak gelombang Q
patologis pada lead V1
hingga V5 yang menandakan
OMI (Old myocardial
infarction)

Setelah menentukan apakah pasien mengalami iskemi, injury, atau infark. Tentukan juga
lokasi pembuluh darah mana yang terkena berdasarkan lead-lead pada EKG.
 Lead Anterior (V1, V2, V3, V4) : left anterior descending artery (LAD)
 Lead Lateral (aVL, I, V5, V6) : left circumflex artery (LCX)
 Lead Inferior (II, III, aVF) : right coronary artery (RCA)
 Lead Posterior (aVR) : right coronary artery (RCA)

29 Kevin Wibawa (2016-061-161)


ARITMIA

ARITMIA SUPRAVENTRIKULAR
Aritmia Supraventrikular adalah kelainan irama yang ditandai dengan kompleks QRS
normal/sempit yaitu durasi ≤ 0,12 s.
1. Supraventricular Tachycardia (SVT) : ditandai dengan
a. Irama regular
b. Laju jantung > 150 bpm (kalau di pegang nadinya berasa cepet cepet
banget sampe susah ngitungnya)
c. Gelombang P hilang

Gambaran EKG diatas menunjukkan SVT. Laju jantung dengan irama REGULER dihitung
dengan 1500/8 kotak kecil menjadi 187 kali/menit dan tidak tampak gelombang P.

2. Atrial Flutter (Kepak Atrium) : ditandai dengan


a. Irama regular
b. Laju jantung > 150 bpm
c. Gelombang P banyak seperti pola gigi gergaji (saw tooth pattern) dan
gelombang P bertambah banyak ketika dilakukan pijat karotis

30 Kevin Wibawa (2016-061-161)


(Life in the fast lane)
Tampak pola gigi gergaji (saw tooth), rekaman ekg diatas menunjukkan kepak atrium dengan
4 gelombang P (panah merah) diantara setiap kompleks QRS.

3. Atrial Fibrillation : ditandai dengan


a. Irama iregular
b. Gelombang P hilang timbul
c. Respon ventrikel bisa lambat, normal, atau cepat
d. Kalau anda sedang beruntung bisa menemukan yang namanya “gelombang
fibrilasi” pada lead V1
e. Diagnosis fibrilasi atrium harus disertai respon ventrikel. Di atma jaya kita
biasa menulis AF R/N/SVR yang merupakan singkatan dari Atrial
Fibrillation Rapid Ventricular Responses (AF RVR), Atrial Fibrillation
Normo Ventricular Responses (AF NVR), atau Atrial Fibrillation Slow
Ventricular Responses (AF SVR)
i. AF RVR : laju ventrikel > 100x/menit
ii. AF NVR : laju ventrikel 60-100x/menit
iii. AF SVR : laju ventrikel <60x/menit

31 Kevin Wibawa (2016-061-161)


Kompleks QRS tanpa didahului gelombang P ditandai (panah merah). Kompleks QRS
didahului gelombang P ditandai (panah hijau). Gelombang P diandai (panah biru).
Tampak beberapa kompleks QRS yang tidak didahului gelombang P. Respons ventrikel
setelah dihitung hanya terdapat 54 kali (slow ventricular response). Kesimpulannya adalah
AF SVR. Rekaman EKG ini juga cukup beruntung dimana gelombang V1 menunjukkan
gelombang fibrilasi.

32 Kevin Wibawa (2016-061-161)


Kompleks QRS tanpa didahului gelombang P ditandai (panah merah). Kompleks QRS
didahului gelombang P ditandai (panah hijau). Gelombang P diandai (panah biru).
Tampak beberapa kompleks QRS yang tidak didahului gelombang P. Respons ventrikel
setelah dihitung hanya terdapat 80 kali (normo ventricular response). Kesimpulannya adalah
AF NVR.

33 Kevin Wibawa (2016-061-161)


Kompleks QRS tanpa didahului gelombang P ditandai (panah merah). Kompleks QRS
didahului gelombang P ditandai (panah hijau). Gelombang P diandai (panah biru).
Tampak beberapa kompleks QRS yang tidak didahului gelombang P. Respons ventrikel
setelah dihitung hanya terdapat 130 kali (rapid ventricular response). Kesimpulannya adalah
AF RVR.

ARITMIA VENTRIKULAR
Aritmia ventrikular ditandai dengan kompleks QRS abnormal/melebar yaitu durasi > 0,12 s.
1. Ventricular Tachycardia (VT) : terdiri dari
a. VT monomorfik : hanya terlihat kompleks QRS lebar dengan bentuk
yang sama (monomorfik) yang menandakan bahwa impuls berasal dari 1
sumber yang sama

(Goldberger Clinical Electrocardiography edisi 8)


b. VT polimorfik : hanya terlihat kompleks QRS lebar dengan
sekelompok bentuk yang berubah-ubah (polimorfik) yang menandakan bahwa
impuls berasal dari beberapa sumber yang berbeda. Istilah lain untuk VT
polimorfik adalah “torsades des pointes”

34 Kevin Wibawa (2016-061-161)


(Goldberger Clinical Electrocardiography edisi 8)

(Life in the fast lane)


2. Ventricular Fibrillation (VF) : merupakan gambaran EKG terburuk yang pernah ada
bagi pasien dan koas. Ditandai dengan kompleks QRS lebar dan benar-benar tidak
beraturan. Pasien pasti pingsan dan alat defibrilasi harus digunakan. Biasanya koas
sudah mengantri untuk giliran RJP.

Tampak komplek QRS lebar tidak beraturan.

35 Kevin Wibawa (2016-061-161)


EXTRASYSTOLE

Atrial Extrasystole
Atrial Extrasystole (AES) atau dulu dikenal dengan Premature Atrial Contraction (PAC)
merupakan denyut ekstra yang berasal dari atrium (BUKAN NODUS SA). Gambaran EKG
yang muncul adalah :
a. Muncul gelombang P dengan wujud yang berbeda dari gelombang P normalnya
b. Kompleks QRS sempit yaitu durasi ≤ 0,12 s
c. Jarak puncak gelombang R ke R sebelum AES lebih pendek dari jarak puncak
gelombang R ke R biasa pada EKG pasien, sedangkan jarak puncak gelombang R ke
R sesudah AES lebih panjang dari jarak puncak gelombang R ke R biasa pada EKG
pasien. Misalkan jarak puncak R ke R normal kita anggap “a”, maka jarak puncak R
normal ke puncak R AES adalah kurang dari “a”, dan jarak puncak R AES ke puncak
R normal adalah kurang dari “2 x a”.
d. Biasanya untuk AES tidak digunakan istilah bigemini, trigemini, dll. Namun beberapa
sumber ada yang menggunakan istilah demikian.

36 Kevin Wibawa (2016-061-161)


10 kk 6 kk 10 kk
10 kk 6 kk 6 kk
6 kk
9 kk 9 kk 9 kk
9 kk

Tampak gelombang P dengan kompleks QRS ≤0,12 s dengan morfologi yang berbeda. Jarak
puncak R ke R normal adalah 9 kk (kalau dari teori di atas berarti “a = 9kk”). Jarak antar
puncak gelombang R normal ke gelombang dari AES sebesar 6 kk (berarti sesuai dengan
teori diatas, kurang dari “a” dimana “a = 9”, dari ekg diatas, 6<9, sudah sesuai). Jarak dari
puncak R AES ke puncak R normal 10 kk (sesuai dengan teori yaitu kurang dari 2 x a, a=9,
jadi 2x9 = 18, berarti harus <18kk dan di ekg diatas 10<18, sudah sesuai)

Ventricular Extrasystole
Ventricular Extrasystole (VES) atau dulu dikenal dengan Premature Ventricular Contraction
(PVC) merupakan denyut ekstra yang berasal dari ventrikel. Gambaran EKG yang muncul
adalah :
a. Muncul kompleks QRS lebar (durasi > 0,12 s) dan bentuknya berbeda dengan
kompleks QRS yang normal pada EKG pasien. Beberapa kepustakaan menyebutnya
sebagai “wide and bizzare QRS complex”
b. Gelombang VES tidak didahului gelombang P

Terdapat beberapa klasifikasi VES berdasarkan pola gelombang VES :


Cara menghitung VES yaitu menghitung dengan menggunakan lead yang diperpanjang (biasa
lead II). Idealnya dihitung 1 menit penuh, tetapi kertas EKG paling sering memperpanjang
hanya hingga 10-12 detik. Misalnya menggunakan 10 detik, hitung jumlah VES selama 10
detik, misal didapatkan 4 VES, 10 detik agar menjadi 60 detik (1 menit) dikali 6, maka
jumlah VES juga dikali 6 maka didapatkan 24 VES. Lalu lihat lagi, apakah ada pola tetap
seperti trigemini, bigemini, duplet, atau dll. Bila tidak ada pola tetap, maka tulis VES ini
frequent atau infrequent berdasarkan jumlah VES ≤ 6 atau > 6 VES selama 1 menit.

37 Kevin Wibawa (2016-061-161)


1. VES infrequent : ditandai dengan ≤ 6 VES selama 1 menit

Tampak VES infrequent pada rekaman EKG diatas, ditandai lingkaran merah

2. VES frequent : ditandai dengan > 6 VES selama 1 menit


a. Unifokal : pada kertas EKG hanya tampak 1 morfologi VES

Sumber gambar : life


in the fast lane

VES ditandai lingkaran merah

38 Kevin Wibawa (2016-061-161)


b. Multifokal : pada kertas EKG muncul gambaran VES yang berbeda-beda
(minimal 2 gambaran VES yang berbeda)

Sumber gambar : life


in the fast lane

Tampak 2 VES yang berbeda,


ditandai lingkaran merah dan
hijau

3. VES bigemini : ditandai dengan gambaran 1 kompleks QRS normal dan 1


VES

Setiap 1 kompleks QRS normal (kotak biru) selalu diikuti 1 VES (lingkaran merah)

4. VES trigemini : ditandai dengan gambaran 2 kompleks QRS normal dan 1


VES

Setiap 2 kompleks QRS normal (kotak biru) selalu diikuti 1 VES (lingkaran merah)

39 Kevin Wibawa (2016-061-161)


5. VES quadrigemini : ditandai dengan gambaran 3 kompleks QRS normal dan 1
VES

Setiap 3 kompleks QRS normal (kotak biru) selalu diikuti 1 VES (lingkaran merah)

6. VES duplet/koplet : ditandai dengan gambaran 2 VES berturut-turut

Tampak VES duplet/koplet yang ditandai dengan kotak merah

40 Kevin Wibawa (2016-061-161)


7. VES triplet/salvo/non-sustained VT (NSVT) : ditandai dengan gambaran MINIMAL 3
VES berturut-turut

Tampak 4 VES berurutan, salah satu contohnya ditandai kotak biru

41 Kevin Wibawa (2016-061-161)


CONTOH EKG LAIN

Contoh EKG pasien dengan alat pacu jantung, tanda (panah merah) menunjukkan impuls
yang dikirimkan alat pacu jantung.

Contoh EKG pasien dengan AV Nodal Escape Beat, terlihat pada rekaman EKG TIDAK
ADA gelombang P dan kompleks QRS ≤ 0,12 s. Laju jantung sebesar 60x per menit sesuai
dengan nodus AV.

42 Kevin Wibawa (2016-061-161)


Contoh EKG pasien dengan intoksikasi digoksin, terlihat tanda “Moustache Sign” .

Gambaran EKG pasien dengan sindrom “Wolf Parkinson White”(WPW), tampak gelombang
delta (salah satunya dilingkari merah) dan interval PR <0,12 s (salah satunya ditunjukkan
panah merah)

43 Kevin Wibawa (2016-061-161)


Berikut adalah contoh EKG “PPOK”. Tampak p pulmonal, deviasi aksis ke kiri (lingkaran
merah), clockwise rotation pada lead prekordial, dan sagging of the baseline (garis
isoelektris tidak lurus tapi bengkok bengkok). Apabila disertai RVH (right ventricular
hypertrophy) maka disebut “Cor Pulmonale”.

Demikianlah catatan memahami EKG. Perlu diingat bahwa EKG merupakan pemeriksaan
penunjang yang medukung diagnosis klinis anda, jadi EKG hanya merupakan penunjang.
Semoga catatan ini dapat bermanfaat dan mempermudah pembaca untuk memahami EKG.
Sekian dan terima kasih. Apabila ada pertanyaan, jangan segan bertanya.

Sumber :
Goldberger clnical electrocardiography edisi 8, ECG braunwald, buku EKG satu-satunya
edisi 7, ina-ecg.com, lifeinthefastlane.com, morgan and mikhail clinical anesthesiology

44 Kevin Wibawa (2016-061-161)

Anda mungkin juga menyukai