Anda di halaman 1dari 22

REFERAT

NYERI PADA ANGGOTA GERAK ATAS

Disusun Oleh:
1. Arsya Al Ayubi (160070201011015)
2. Uci Putri Maulida (160070200011055)

Pembimbing:
dr. Thomas , Sp. OT (K)
dr Ery Satriawan

LABORATORIUM/SMF ILMU BEDAH


RSUD DR. SAIFUL ANWAR MALANG
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2018
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Nyeri adalah ciri dari banyak diagnosis penyakit, menjadi indikator tingkat keparahan dan
aktivitas dari kondisi yang menyertai, indikator prognosa, dan penentu penggunaan layanan
kesehatan (Henschke et al., 2015). Menurut International Association for the Study of Pain
dan World Health Organization (WHO), nyeri adalah suatu perasaan sensoris yang tidak enak
dan pengalaman emosional yang berkaitan dengan kerusakan jaringan aktual atau potensial,
atau yang membuat kerusakan.
Data Departemen Kesehatan (Depkes) RI pada tahun 2008 dalam Riskesdas tahun 2007
menyatakan persentase penduduk umur 15 tahun ke atas yang merasa nyeri/merasa tidak
nyaman sebesar 11,2% yang mengakibatkan gangguan dalam fungsi tubuh/individu sosial.
Nyeri muskuloskeletal adalah satu dari penyebab terbanyak disabilitas dan penurunan
kapasitas pekerjaan, terutama pada orang tua. Selain nyeri pada spinal, nyeri pada
ekstremitas atas merupakan gejala muskuloskeletal dilaporkan bahwa prevalensi nyeri bahu
sekitar 18,6%-31,0% (median 24,8%) setiap bulannya.
Permasalahan muskuloskeletal pada tangan sendiri banyak terjadi pada populasi umum
usia 50 tahun ke atas, dengan estimasi prevalensi 1 bulan sebesar 47% menunjukkan
masalah pada tangan dan 31% menunjukkan nyeri tangan, dengan dampak yang signifikan
setiap hari kehidupan. Perempuan dan usia tua paling rentang terkena efek masalah pada
tangan dan mengganggu aktivitas dan kemandiriannya (Green et al. 2016).
Pada SKDI 2012, blok nyeri memiliki level kompetensi 4A dan 3A bagi dokter umum.
Sehingga dokter umum diharapkan mampu untuk menegakkan diagnosis klinis dan
memberikan terapi awal pada keadaan kegawatdaruratan demi menyelamatkan nyawa atau
mencegah keparahan dan atau kecacatan pada pasien, serta diharapkan mampu melakukan
rujukan yang tepat bagi penanganan pasien selanjutnya.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana anatomi ekstremitas atas?
2. Apa definisi dan patofisiologi nyeri pada ekstremitas atas?
3. Apa jenis nyeri pada ekstremitas atas?
4. Bagaimana tata laksana nyeri pada ekstremitas atas?
1.3 Tujuan
1. Mengetahui anatomi ekstremitas atas
2. Mengetahui definisi dan patofisiologi nyeri pada ekstremitas atas
3. Mengetahui jenis nyeri pada ekstremitas atas
4. Mengetahui tata laksana nyeri pada ekstremitas atas
1.4 Manfaat
1. Dapat memberikan khasanah ilmu pengetauan tentang nyeri pada ekstremitas atas
2. Dapat menjadi referensi dan rujukan untuk mendiagnosis serta melakukan
penatalaksanaan nyeri pada ekstremitas atas
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Ekstremitas Atas

Sistem skeletal manusia dibagi menjadi empat, skeletal aksial, skeletal appendicular,
ekstremitas atas, dan ekstremitas bawah. Ekstremitas atas terdiri dari pectoral gridle, lengan
atas, lengan bawah dan pergelangan tangan.

Anggota tubuh sendiri berkembang dari neural tube dari batang tubuh dan mempersarafi
bagian ekstremitas superior (C5-T1) dan ekstremitas bawah (L2-S2)

Ekstremitas atas terdiri dari otot fleksor di anterior dan otot ekstensor di posterior. Tidak
ada rotasi yang signifikan pada ekstremitas atas selama masa pertumbuhan, berbeda dengan
ekstremitas bawah yang lebih komplikasi di mana terjadi rotasi internal saat pertumbuhan
sehingga otot ekstensor berada di anterior dan otot fleksor berada di posterior.

Ekstremitas atas terdiri dari tujuh kompartmen, yaitu pectoral girdle, intrinsic shoulder,
anterior upper arm, posterior upper arm, anterior forearm, posterior forearm, dan intrinsic
hand.

2.1.1 Sistem Sendi Ekstremitas Atas

Sjamsuhidajat dan De Jong, 2003 dalam bukunya menyatakan, region bahu terdapat
beberapa sendi yang saling berhubungan dan saling mempengaruhi, yaitu sendi
sternoklavikular, sendi akromioklavikular (sendi antara scapula dengan klavikula), dan sendi
glenohumeral (sendi antara scapula dengan humerus). Hubungan skapulotorakal bukan
merupakan sendi melainkan suatu hubungan muskuler antara dinding toraks dan scapula.
Melalui keempat hubungan, yang terdiri atas tiga persendian dan suatu hubungan muscular
ini, terjadi gerakan ke segala arah di gelang bahu.

Pada region siku terdapat tiga sendi, yaitu sendi humeroradial, humeroulnar, dan
radioulnar proksimal. Sendi humeroradial terdiri atas kaput radius yang mempunyai yang
mempunyai cekungan (fovea kapitulum radius) yang bersendi pada kapitulum kondilus
lareralis humerus. Sendi humeroulnar terdiri atas permukaan dalam olecranon dan
permukaan dalam prosesus koronoideus (incisura semilunaris) yang bersendi dengan
kondilus medialis humerus. Sendi radioulnar proksimal terdiri atas kapitulum radius yang
bersendi dengan insisura radialis prosesus koronoideus ulna.
Pada region pergelangan tangan, radius bagian distal bersendi dengan tulang karpus,
yaitu tulang lunatum dan navikulare kea rah distal, dan dengan tulang ulna bagian distal kea
rah medial. Bagian distal sendi radiokarpal diperkuat dengan simpai di sebelah volar dan
dorsal, dan ligament radiokarpal kolateral ulnar dan radial. Antara radius dan ulna selain
terdapat ligament dan simpai yang memperkuat hubungan tersebut, terdapat pula diskus
artikularis, yang melekat dengan semacam meniscus yang berbentuk segitiga, yang melekat
pada ligament kolateral ulnar. Ligamen kolateral ulnar bersama dengan meniscus
homologinya dan diskus artikularis bersama ligament radioulnar dorsal dan volar, yang
kesemuanya menghubungkan radius dengan ulna, disebut kompleks rawan fibroid triangularis
(TFCC = triangular fibro cartilage complex).

Tabel 2.1 Prinsip dasar inervasi segmen spinal

Komponen Ekstremitas Gerakan sendi + suplai Gerakan berlawanan +


Atas segmental suplai
Bahu Abduksi (C5) Adduksi (C6/C7/C8)
Rotasi eksternal (C5) Rotasi internal (C6/C7/C8)
Siku Fleksi (C5/C6) Ekstensi (C7/C8)
Lengan bawah Supinasi (C6) Pronasi (C7/C8)
Pergelangan tangan Fleksi (C6/C7) Ekstensi (C6/C7)
Tendon panjang ke tangan Fleksi (C7/C8) Ekstensi (C7/C8)
Tangan intrisik T1

2.1.2 Anatomi Muskular

Bagian bahu dan regio lengan atas dibagi menjadi 5 kelompok otot, yaiut Anterior pectoral
muscles, Posterior pectoral muscles, Intrinsic shoulder muscles, Anterior compartment of
upper arm, Posterior ompartment of upper arm (Smith, 2014).

Tabel 2.2 Anterior pectoral muscles

Muskulus Origo Insersio Gerakan Inervasi


Pektoralis Clavicular Tuberculus Adduksi + N. Pectoralis
mayor head, sternum, mayor + lateral internal rotasi (C5-C7) medial
CC 2-6 lip bicipital humerus dan lateral
groove Fleksi serabut
humerus atas
Ekstensi
serabut bawah
Pektoralis minor Costae 3-5 Processus Depresi + N. Pectoralis
coracoidus protraksi medial (C8, T1)
scapula scapula
Subklavia Costae 1 Batas inferior Depresi dan N. Subclavia
clavicula perpindahan (C5-C6)
clavicula
anterior
Stabilisasi
pectoral girdle
Serratus Costae superior Permukaan Menggenggam N. Long
anterior ke-8 atau ke-9 anterior batas scapula pada Thoracic (C5-
medial scapula sternum, C7)
protraksi
skapula

Ekstremitas atas mendapat suplai nutrisi dari arteri besar, A. Subclavia yang melewati
setiap ekstremitas atas melalui pangkal leher, melewati clavicula dan memasuki aksila
menjadi A. aksila. Arteri aksila ini memiliki banyak cabang dan anastomosis, kemudian
memasuki lengan atas dan membentuk A. brachialis dan bercabang kembali menjadi A.
brachii profunda. Pada siku, arteri brachialis bercabang menjadi A. Radialis yang
memvaskularisasi lateral/radial lengan atas dan tangan, dan A. Ulnaris yang
memvaskularisasi medial/ulnar lengan atas dan tangan. Arteri ulnaris ini merupakan cabang
utama, arteri interosseus besar yang kemudianterbagi menjadi cabang anterior dan posterior.
Kedua arteri ini kemudian bertemu menjadi anastomosis kembali pada tangan sebagai palmar
carpal arch dan dorsal palmar arch yang memberikan vaskularisasi jari-jari tangan melalui A.
Metacarpal dan A. Digital.

Sistem vena pada ekstremitas atas secara garis besar mengikuti sistem arteri. Keduanya
bercabang menjadi sistem superficial dan profunda. Sistem superficial terdiri dari V. Basilica
yang melalui superficial medial (ulnar) dan V. Cephalica yang melalui superficial lateral
(radial). Sedangkan sistem profunda terdiri dari dua jalur vena, yaitu V. Deep forearm yang
melewati lengan atas kemudian menjadi V. Basilica, dan V. Comitantes yang melewati
sepanjang A. Brachialis pada lengan atas dan menjadi V. Axillar.
2.1.3 Innervasi Ekstremitas Atas

Gambar 2.6 Cabang Persarafan Ekstremitas Atas (Smith, 2014)

Dalam bukunya, Smith (2014) menyatakan, ekstremitas atas mendapat suplai saraf
sensorik dan motorik dari spinal segmen C4-T1 (T2 menyuplai aksila). Otot disuplai berdasar
pasangan segmen yang mengikutinya :

- C4-C7 : shoulder girdle musles


- C5-C6 : shoulder joint muscles and elbow flexors
- C7-C8 : elbow joint extensors
- C6-C8 : wrist movements + course hand movements
- C8-T1 : fine hand movements (intrinsic hand muscles)

Fungsi dari pleksus brakhialias adalah untuk menyusun kembali serabut saraf C5-T1 ke
dalam bundel yang sesuai dengan anggota tubuh.

Pleksus Brachialis
Cabang Minor

Cabang Utama

- Long Thoracic (menyuplai M. Serratus anterior)


- Dorsal scapular (menyuplai M. Rhomboids dan sebagian M. Levator Scapulae

Cabang Sekunder

- Suprascapular (menyuplai M. Supraspinatus dan M. Infraspinatus)

Cabang Corda

- Lateral pectoral (menyuplai M. Pectoral) + medial pectoral (menyuplai M. Pectoral)


- Thoracodorsal (menyuplai M. Latisimus dorsi)
- Upper + lower subscapular (menyuplai M. Subscapularis + M. Teres major)
- Axillary (menyuplai M. Deltoid)

Cabang Terminal Mayor

Nervus muskulokutaneus bergerak dari lateral corda, menyuplai kompartemen anterior


lengan atas (fleksor siku). M. Biceps merupakan kunci otot supinasi. Saraf ini sangat dalam
dari M. Biceps, sehingga sangat terlindungi dengan baik. Tetapi saraf ini dapat tergunting saat
operasi kanker payudara. Yang mempengaruhi gerakan fleksi dan supinasi

Nervus Medianus muncul dari lateral dan median corda, karena memperoleh persarafan
dari serabut C6-T1. Saraf ini menyuplai sebagian besar pergelangan tangan dan fleksor jari
pada lengan bawah, dan sebagian besar otot-otot kecil pada ibu jari dan jari telunjuk. Serabut
saraf sensorik menyuplai bagian lateral dari tangan, sehingga apabila terjadi cedera atau
jeratan, aktivitas tangan halus seperti menulis menjadi sulit dan mustahil. Saraf median
terproteksi dengan baik dari cedera eksternal, tetapi sering terperangkap saat melewati
terowongan carpal antara pergelangan tangan dan tangan

Nervus Ulnar muncul dari medial corda, memperoleh persarafan dari serabut C8-T1.
Saraf ini merupakan saraf motor dan sebagian besar menyuplai otot-otot kecil pada tangan.
Saraf ini rentan terhadap terjadinya kompresi, terpotong, dan fraktur karena saraf ini melewati
posteror medial epichondylus humerus pada siku. Hal ini dapat menyebabkan kelemahan
otot-otot kecil tangan. Saraf Ulnaris juga mempersarafi setengah medial M. flexor digitorum
profundus. Apabila terjadi lesi pada proximal, dapat menyebabkan Ulnar Paradox.

Nervus Axillary merupakan cabang besar pada corda posterior. Saraf ini melingkari
leher humerus untuk menyuplai serabut C5+C6 pada M. Deltoid dan M. Teres minor. Saraf ini
mudah sekali rusak karena dislokasi bahu anterior. Kepala dari humerus dapat menekan saraf
ini, seperti sekitar pembuluh darah. Kerusakan pada sendi bahu akan menyebabkan
kelemahan pada M. Deltoid (berkurangnya gerakan bahu), seperti hilangnya sensasi kulit
yang dipersarafi oleh Nervus cutaneous lateral (cabang dari Nervus Axillary yang menyuplai
patch regimen dari kulit

Nervus Radial disuplai oleh divisi posterior dari seluruh cabang, yang diperoleh dari
serabut C6-T1. Saraf ini melewati posterior humerus pada galur radial yang ditutupi M.
Triceps. Saraf ini dapat mengalami kerusakan oleh fraktur humerus, menyebabkan
berkurangnya fungsi M. Extensor. Sehingga menyebabkan penurunan fungsi tangan dan
berkurangnya sensasi lateral dorsum dari tangan.

Suplai Saraf Sensoris

Inervasi segmen

Bagian dinding otot dan kulit disuplai secara segmental oleh saraf spinal. Daerah kulit
disuplai oleh akar saraf tunggal atau setinggi corda spinalis yang dinamakan dermatom. Sama
dengan di otot skeletal, bagian yang dipersarafi disebut myotom.

Pada kulit, dermatom yang berdekatan saling tumpang tindih. Hal ini menyebabkan,
apabila akar saraf tunggal rusak, akan menyebabkan kehilangan banyak sensoris pada
dermatom tersebut. Kebanyakan otot juga tersuplai lebih dari satu akar saraf spinal. Untuk
mengevaluasi integritas saraf menyuplai myotom dapat menggunakan tes gerak sendi pada
tempat otot bergerak.

Saraf Perifer

Saraf perifer membawa komponen saraf dari beberapa segmen spinal ke area otot dan
kulit. Kerusakan pada saraf perifer dapat mengakibatkan efek yang luas lebih dari satu area

dermatom/myotom, termasuk area luas pada kulit dan


beberapa otot
Gambar 2.7 Dermatom ekstremitas atas

Gambar 2.8 Myotom ekstremitas atas

2.3 Jenis Nyeri pada Ekstremitas Atas


Jenis nyeri pada ekstremitas atas dapat berbagai macam, dalam sub bab ini akan dibahas
mengenai jenis nyeri berdasar letak anatominya.

Pembebanan berlebih

Nyeri pada sistem muskuloskeletal sering disebabkan oleh proses degeneratif dan
pembebanan berlebih sehari-hari. Degenerasi pada umumnya berhubungan dengan usia atau
perubahan anatomik di persendian, dapat berupa artrosis atau tendinitis kronik.
Pembebanan berlebih dapat terjadi pada pekerja tertentu atau olahragawan, berupa
tarikan seperti pada apofisitis, tekanan seperti pada katimumul, atau geseran seperti pada
bursitis. Pembebanan berlebih mudah terjadi pada tendo, aponeurosis otot, otot, insersi tendo
pada tulang, sarung tendo, dan bursa.

Bahu

Tendinitis supraspinatus

Sindrom supraspinatus selalu disertai rangsangan bursa subakrominon karena tendo M.


Supraspinatus terletak pada dasar bursa tersebut. Sehingga, tendinitis supraspinatus disebut
juga bursitis subakromial.
Inflamasi karena rangsang sekitar sendi glenohumeralis merupakan penyebab utama
nyeri bahu dan perbatasan gerak. Penderita biasanya berusia pertengahan.
Tendinitis M. Supraspinatus selalu disertai rangsangan bursa subakromial dan
menyebabkan nyeri subdeltoid yang sering menyebar di sepanjang lateral humerus sampai
ke insersi M. Deltoideus. Gambaran klinis dari tendinitis ini adalah nyeri pada bahu bagian
anterior dan lateral, nyeri timbul sewaktu abduksi, pembatasan gerak bahu, dan sindrom nyeri
arkus.
Tatalaksana tendinitis supraspinatus, bursitis subakromialis, dan sindrom manset
ditatalaksana dengan pemberian analgetik seperti aspirin dan NSAID, dan bebat dingin untuk
perawatan lokal. Apabila nyeri tidak teratasi dengan antiinflamasi oral, dapat diberikan
suntikan lidokain 1-2 ml ke dalam bursa subakromial. Untuk menjaga keutuhan lingkup gerak,
dapat dilakukan fisioterapi dan latihan.

Ruptur tendo M. Supraspinatus

Ruptur tendo M. Supraspinatus tidak jarang ditemukan. Biasanya manset rotator bahu
ikut terlibat. Karena tendo M. Supraspinatus merupakan dasar bursa subakromion, setelah
ruptur terdapat hubungan terbuka antara sendi bahu dan bursa. Biasanya ruptur terjadi pada
usia pertengahan atau usia tua. Abduksi lengan terganggu karena M. Deltoideus tidak cukup
kuat untuk melakukan abduksi sendiri. Pada pemeriksaan selanjutnya didapat hipotrofi M.
Supraspinatus dan mungkin juga otot rotator lain seperti M. Infraspinatus. Kadang rupture
dapat diraba di daerah tepat lateral acromion.
Tendinitis kalsifikans
Pada tendinitis M. Supraspinatus, bursitis, dan sindrom manset rotator sering ditemukan
kalsifikasi. Gejala utamanya adalah nyeri sendi bahu hebat dan gerak abduksi sangat
terbatas. Penumpukan kalsium dapat mengakibatkan gangguan faal yang berat. Walaupun
demikian, deposit kalsium bilateral tanpa gejala atau tanda patologi sering dijumpai pada usia
di atas 40, dan patogenesisnya tidak jelas. Deposit sering meluas ke seluruh bursa
subakromial.
Pemeriksaan radiologi menunjukkan focus deposit kalsium di dalam tendo M.
Supraspinatus atau penyebaran kalsium ke dalam bursa subakromial. Untuk tatalaksananya
dapat diberikan kortikosteroid dan lidokain dekat deposit kalsium di tendo dan bursa.
Mobilisasi sendi bahu diberikan dengan hati-hati tanpa paksaan.

Tendinitis biseps
Tendinitis tendo biseps merupakan suatu proses radang yang biasanya terjadi pada
pekerjaan yang memerlukan fleksi berulang melawan tahanan atau ekativitas olahraga,
seperti melempar bola, tombak, atau cakram. Tanda dan gejala dasarnya berupa nyeri lokal
pada sulkus bisipitalis dan nyeri saat supinasi lengan bawah melawan tahanan. Perasat
dilakukan dengan mempertahankan tangan pada posisi pronasi kemudian memutar tangan
menjadi supinasi. Gerakan ini menyebabkan nyeri di sulkus biseps di bahu karena M. Biseps
merupakan otot supinator kuat. Nyeri terutama di bagian anterior lengan timbul karena
pergerakan bahu. Gejala berkurang dengan istirahat.
Gambaran klinis sering disamarkan oleh spasme otot M. Deltoideus sebagai reaksi untuk
melindungi sendi dengan membatasi gerak aktif maupun pasif. Tendinitis biseps dan tendinitis
M. Supraspinatus dapat dibedakan berdasar lokasi nyeri, yaitu di sulkus bisipitalis. Nyeri di
sulkus bisipitalis waktu melakukan supinasi tangan melawan tahanan disebut tanda yergason.
Tanda ini positif pada tendinitis tendo panjang M. Biseps. Tata laksananya dengan
pembatasan kegiatan berlebih dan imobilisasi singkat dengan mitela. Umumnya dibutuhkan
pemberian analgetik. Pemberian kortikosteroid harus dihindari karena dapat mengakibatkan
kelemahan tendo, bahkan ruptur. Pembedahan dilakukan untuk stabilisasi subluksasi. Segera
setelah keluhan menghilang, mobilisasi progresif harus dimulai.
Ruptur tendo panjang biseps
Ruptus kaput longus M. Biseps brakius dapat ditemukan setelah pembebanan besar,
tetapi juga dapat terjadi secara spontan, bahkan mungkin tidak disadari penderita. Tandanya
yaitu “tumor” yang berisi kaput longus otot dalam keadaan kontraksi tonus. Kekuatan M.
Biseps biasanya tidak terlalu terganggu karena kekuatan otot tendo brevis dalam waktu
singkat dapat mengompensasi kehilangan kaput longus. Tata laksananya dengan penjahitan
kembali.
Bahu beku
Nyeri bahu difus dan gerak bahu terbatas karena gerakan di sendi glenohumerus
mendekati atau tidak ada sama sekali. Penyebab umum nyeri bahu pada usia pertengahan
dan tua adalah bahu beku atau bahu kejur (frozen shoulder). Gangguan ini merupakan
penyulit radang bahu atau pascatrauma, terutama pada penderiya yang mengalami
imobilisasi berkepanjangan. Patogenesis tidak diketahui, tetapi berakhir sebagai radang
menahun. Simpai sendi mengalami pengerutan dan fibrosis sehingga terjadi perlekatan erat
antara kaput humerus, acromion, otot biseps, dan manset rotator yang meliputinya. Bursa
subakromion akan mengalami obliterasi oleh jaringan fibrosa. Gejala biasanya timbul
bertahap dan ditandai dengan keluhan nyeri difus disertai pembatasan gerak aktif dan pasif
yang tidak setara. Artografi menunjukkan sela sendi yang menyempit disertai osteoporosis
hebat kaput humerus. Tatalaksananya dapat dengan fisioterapi, kortikosteroid, NSAID, dan
penyuntikan 50 ml larutan garam faal di dalam sendi dan kortikosteroid untuk mencegah
perlekatan simpai sendi dengan jaringan sekitarnya. Imobilisasi berkepanjangan harus
dicegah. Mobilisasi dini harus ditekankan, dimulai dengan latihan ringan dan diteruskan
dengan bimbingan dokter dan fisioterapis.

Siku

Epokondilitis humerus

Epikondilus lateralis humerus disebabkan oleh pembebanan berlebih berupa otot


ekstensor lengan bawah pada origonya di epikondilus. Epikondilitis medialis lebih jarang
ditemukan. Penyebabnya adalah traksi berlebih otot fleksor lengan bawah pada origonya di
epikondilus medialis humerus. Penyakit ini sering disebut “siku pemain tenis”, sindrom ini
jarang terjadi pada usia di bawah 18 tahun, tersering pada decade keempat dan kelima.
Sindrom ini lebih sering terjadi pada orang yang banyak melakukan kegiatan dengan gerak
rotasi lengan bawah, seperti berkebun, menggunakan obeng atau kunci, dan pekerjaan rumah
tangga. Gambaran klinisnya ditandai dengan nyeri pada epikondilus yang diprovokasi oleh
gerak ekstensi dan fleksi pergelangan tangan, tergantung epikondilus mana yang tersangkut.
Pada epikondilus lateralis terjadi nyeri saat ekstensi pergelangan tangan, sedangkan pada
epikondilus medialis terjadi nyeri saat fleksi pergelangan tangan. Sisi lateral lebih sering
tersangkut.
Sumber keluhan adalah inflamasi origo otot ekstensor komunis. Sinovitis sendi dapat
menyertai tendinitis. Keluhan biasanya akibat inflamasi origo otot ekstensor dan kadang
robekan origo otot ekstensor karpus radialis brevis. Robekan diduga akibat regangan
berulang pada tendo yang mengalami degenarasi. Gerakan sendi bahu tetap normal. Tata
laksananya adalah dengan istirahat dan pemberian analgetik, diikuti latihan bertahap
meningkatkan kekuatan otot lengan. Bila keluhan berat, dapat diberikan obat antiinflamasi
dan anestetik lokal subtendineal. Penyuntikan berulang dapat mengakibatkan kelemahan
tendo. Pembedahan dianjurkan bila pemberian obat-obatan tidak berhasil memuaskan.
Tindakan bedah dilakukan dengan memperbaiki origo aponeurosis otot yang robek setelah
melakukan eksisi jaringan granulasi dari permukaan tulang.
Bursitis olecranon

Radang bursa olecranon merupakan penyebab tersering nyeri periartikuler siku.


Penyebab utama bursitis olecranon adalah cedera ringan berulang, biasanya berhubungan
dengan kegiatan kerja.
Gejala klinis dari penyakit “siku mahasiswa” atau “siku buruh tambang” ini adalah gerak
sendi siku terbatas pada fleksi maksimal karena nyeri. Bursitis trauma biasanya hanya nyeri
ringan walaupun dapat sangat bengkak. Bursitis olecranon sering merupakan radang
piogenik. Gejala dini berupa tanda radang akut dengan hyperemia dan udem luas di
sekitarnya. Tidak ada tanda artritis. Diagnosis bandingnya adalah artritis akut, cedera siku,
dan penyakit pirai yang dapat mengenai bursa olecranon. Pada penyakit pirai dapat
ditemukan Kristal urat. Tata laksana akibat trauma atau idiopatik perlu perlindungan bursa
terhadap iritasi dan tekanan, bila perlu dilakukan aspirasi dan bebat tekan. Aspirasi cairan dari
bursa radang menghasilkan sel mononuclear yang predominan dan banyak eritrosit. Aspirasi
harus dilakukan secara steril untuk mencegah infeksi bakteri. Bila keluhan persisten, perlu
eksisi bursa. Bursektomi berhasil baik dan biasanya akan terbentuk bursa baru kembali.

Pergelangan tangan

Sindrom terowongan karpal

Sindrom ini mengenai N. Medianus karena kompresi di bawah retinaculum volar.


Penderita biasanya mengeluh kelemahan tangan atau kekakuan, terutama bila melakukan
pekerjaan halus menggunakan jari. Selain gangguan motorik itu, terdapat akroparatesia,
serangan nyeri, gelenyar, mati rasa, dan tangan terasa seperti bengkak. Sindrom ini terkadi
karena penyempitan bekas patah tulang radius distal atau artritis rheumatoid, tetapi
kebanyakan idiopatik.
Pada tahap dini biasanya didapatkan hiperestesia bagian kulit yang disuplai N. Medianus.
Pemeriksaan pada penderita yang sudah lama terkena kadang terdapat hipotrofi tenar.
Parestesia akan tambah hebat bila dilakukan fleksi pergelangan semaksimal mungkin selama
satu menit atau disebut tes Phalen. Dengan mengenakan turniket atau pompa tensimeter
didapatkan hasil yang sama. Bila tatalaksana konservatif tidak berhasil, dapat dilakukan
sayatan retinakulum yang dapat dikerjakan secara endoskopik.
Tenosinovitis stenosis

Merupakan tendovaginitis kronik yang disertai penyempitan sarung tendo. Sering


ditemukan juga penebalan tendo. Renosinovitis de Quervain adalah tendovaginitis kronik
sarung tendo M. Abduktor poliks longus dan tendo M. Ekstensor poliks brevis setinggi radius
distal. Penderita mengalami nyeri, terutama pada gerakan kedua otot tersebut, yaitu bila
menggerakkan ibu jari. Kadang dapat diraba atau dilihat penebalan sarung dan tendo, sedikit
proksimal prosesus stiloideus radius. Gerakan ekstensi aktif menimbulkan nyeri dan dapat
diraba krepitasi, sedangkan gerakan pasif tidak. Selalu ada nyeri tekan. Tes Finkelstein
biasanya positif. Tatalaksananya dengan membuka bagian sarung tendo yang sempit.

Ganglion Karpal
Ganglion di pergelangan tangan biasanya berasal dari sendi karpal, dan sering dari sendi
skafoid lunatum. Kadang ganglion berakar pada synovia tendo otot. Ganglion lebih menonjol
pada fleksi tangan dan kadang dapat ditekan sampai kosong pada sikap ekstensi sendi
pergelangan tangan. Di sebelah volar, ganglion kebanyakan muncul antara tendo M. Fleksor
radialis dan M. Brakioradialis. Jarang dapat ditemukan fluktuasi. Biasanya ganglion tidak
diafan karena isinya agak kental dan keruh, sementara biasanya ganglion terlalu kecil utuk
membuat tes transiluminasi. Terapi dengan eksisi. Pembedahan harus dilakukan dengan teliti.
Dasar hubungan dengan sendi harus ikut dikeluarkan untuk mencegah kekambuhan.
Pembedahan tangan harus dilakukan pada keadaan bebas darah.
Tendovaginitis stenosans pada jari tangan
Disebut juga jari pelatuk atau jari picu. Bila mengepalkan tangan tidak tampak kelainan,
tetapi pada ekstensi jari, jari picu tetap dalam keadaan fleksi karena tendo yang menebal tidak
dapat masuk ke sarungnya yang keras dan sempit. Tatalaksana dengan pembelahan bagian
sarung yang sempit sejajar sumbunya sehingga tendo dapat bergerak secara bebas.
Kontraktur Volkmann
Meupakan kontraktur miogen akibat iskemia dan nekrosis otot lengan bawah karena
obstruksi perdarahan, biasanya karena patah tulang regio siku, terutama patah tulang
humerus suprakondilar. Iskemia juga dapat disebabkan oelah gips atau balutan yang sempit.
Tanda dini adalah nyeri bila jari tangan diekstensi secara pasif. Kontraktur ini umumnya
berupa kontraktur fleksi seluruh jari yang sukar ditanggulangi karena otot berubah menjadi
jaringan fibrosa.
BAB II

KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
Departemen Kesehatan (Depkes) RI. 2008. Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2007.
Jakarta : Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Depkes RI
Green, Daniel J.; Jordan, Kelvin P.; Protheroe, Joanne; van der Windt, Danielle A. 2016.
Development of Hand Phenotypes and Changes in Hand Pain and Problems Over Time in
Older People. PAIN : March 2016 – Volume 157 – Issue 3 – p. 569-576
Henschke, Nicholas; Kamper, Steven J.;Maher, Chris G. 2015. The Epidemiology and
Economic Consequences of Pain. Mayo Foundation for Medical Education and Research :
January 2015; 90(1): 139-147
Sjamsuhidajat, R. dan De Jong Wim. 2003. Buku Ajar Ilmu Bedah, Ed. 2. Jakarta :
Penerbit Buku Kedokteran EGC
Standar Kompetensi Dokter Indonesia (SKDI). 2012. Panduan Praktik Klinis bagi Dokter
di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Primer.
Smith, Alexandra Burke. 2014. LCRS Anatomy of the Limbs. www.icsmsu.com

Anda mungkin juga menyukai