Anda di halaman 1dari 36

AIRWAY &

VENTILATORY
MANAGEMENT

Preseptor :
dr. Arief Guntara, Sp. B., FInaCS

Presentan :
Inka Apriyani
Muhammad Ilham
Wafa Fahriza Sanad
AIRWAY

- Identifikasi dan penanganan gangguan jalan napas diawali dengan


mengenali tanda objektif obstruksi jalan napas yaitu identifikasi trauma
atau luka bakar yang melibatkan wajah, leher, dan laring
- Gangguan oksigenasi ke otak dan organ vital menjadi penyebab
kematian tercepat pada kasus pasien cedera
- Jalan napas yang baik, tidak terhalang dan ventilasi yang memadai
penting untuk mencegah keadaan hipoksemia
PROBLEM RECOGNITION

- Gangguan jalan napas dapat terjadi secara tiba-tiba, progresif dan atau berulang
- Tanda awal gangguan jalan napas dan atau ventilasi: Takipnea
- Pengukuran penilaian awal yang paling penting adalah berbicara dengan pasien
dan merangsang respons verbal. Respon "pasien yang berbicara" memberikan
jaminan sesaat bahwa jalan napas tersebut paten dan tidak terganggu.
- Gagal merespon atau respons yang tidak tepat menunjukan tingkat kesadaran
yang berubah yang mungkin disebabkan oleh gangguan jalan nafas atau
ventilasi atau keduanya
TRAUMA MAXILLOFACIAL

- Trauma maxillofacial sering terjadi pada kejadian kecelakaan dengan


penumpang terlempar ke kaca depan atau dashboard
- Trauma ke bagian tengah wajah dapat menyebabkan patah tulang dan
dislokasi yang mengganggu nasofaring dan orofaring.
- Fraktur wajah dapat menyebabkan perdarahan, pembengkakan, dan
gigi copot, yang dapat menimbulkan kesulitan dalam mempertahankan
jalan napas yang baik
TRAUMA LEHER

- Cedera penetrasi ke leher dapat menyebabkan cedera vaskular dengan


hematoma yang signifikan, yang dapat menyebabkan penyumbatan
jalan napas.
- Cedera leher tumpul dan penetrasi dapat menyebabkan gangguan pada
laring atau trakea, yang mengakibatkan obstruksi jalan napas dan atau
perdarahan hebat ke dalam trakeobronkial.
- Cedera leher yang menyebabkan gangguan pada laring dan trakea atau
kompresi jalan napas dari perdarahan ke jaringan lunak dapat
menyebabkan obstruksi jalan napas parsial.
TRAUMA LARING

Trias Klasik:
- Suara serak
- Emfisema Subkutan
- Fraktur yang teraba

- Suara napas yang bising menandakan obstruksi jalan napas parsial


- Suara napas hilang menandakan obstruksi total
OBJECTIVE SIGNS OF AIRWAY OBSTRUCTION

- Cyanosis  dapat menjadi indikasi hypoxemia


- Cari tanda – tanda hypoxemia dengan menginspeksi kuku dan
circumoral skin
- Cari tanda – tanda retraksi dari otot – otot ventilasi  jika ada
menandakan adanya airway compromise
VENTILATION

● Memastikan jalan napas agar tetap baik untuk memberikan


oksigen
● Jalan napas yang paten akan menguntungkan pasien hanya jika
ventilasi juga memadai.
OBJECTIVE SIGNS OF INADEQUATE VENTILATION

Lihat kesimetrisan dinding dada ;


- Jika dinding dada asimetris  kemungkinan adanya splinting of the rib
cage, pneumothorax, flail chest
- Apabila pasien sulit bernapas, kemungkinan terjadi gangguan ventilasi
pada pasien
Dengarkan pergerakan udara di kedua dinding dada;
- Apabila terjadi penurunan / hilang, perlu dicurigai adanya trauma thorax
- Gunakan pulse oximeter untuk mengukur saturasi oksigen pasien
AIRWAY MANAGEMENT
Tindakan untuk meningkatkan oksigenasi dan mengurangi risiko gangguan ventilasi:

- Teknik pemeliharaan jalan napas


- Tindakan jalan napas definitif (termasuk jalan napas bedah/surgical airway)
- Metode pemberian ventilasi tambahan.

Karena semua tindakan ini berpotensi memerlukan gerakan leher, pembatasan gerakan
tulang belakang leher diperlukan pada semua pasien trauma yang berisiko cedera tulang
belakang sampai dibuktikan oleh tambahan radiografi yang tepat dan evaluasi klinis.

High-flow oxygen baik diperlukan sebelum dan segera setelah melakukan tindakan
manajemen jalan napas dan rigid suction penting dan harus tersedia.
CARA MELEPASKAN HELM
PREDICTING DIFFICULT AIRWAY MANAGEMENT

Faktor-faktor yang menunjukkan potensi kesulitan dengan


manuver jalan napas meliputi:
- C-spine injury
- Severe arthritis of the c-spine
- Significant maxillofacial or mandibular trauma
- Limited mouth opening
- Obesity
- Anatomical variations (e.g., receding chin, overbite, and a short,
muscular neck)
- Pediatric patients
AIRWAY
DECISION
SCHEME
AIRWAY MAINTENANCE TECHNIQUES

Pasien yang mengalami penurunan tingkat kesadaran, lidah dapat jatuh ke belakang dan
menyumbat hipofaring. Untuk segera memperbaiki dilakukan manuver chin lift atau jaw-
thrust kemudian jalan nafas dapat dipertahankan dengan jalan napas nasofaring atau
orofaringeal.
NASOPHARYNGEAL AIRWAY

● Nasopharyng airway dimasukkan dalam satu lubang hidung dan


dilewatkan dengan lembut ke orofaring posterior. Jika terdapat
obstruksi , berhenti dan coba lubang hidung lainnya. Jangan
mencoba prosedur ini pada pasien yang dicurigai atau berpotensi
mengalami fraktur cribriform plate.
OROPHARYNGEAL
AIRWAY
EXTRAGLOTIC AND SUPRAGLOTIC DEVICE

Ekstraglotis atau supraglotik ini memiliki peran dalam menangani pasien


yang memerlukan tambahan jalan napas lanjutan, tetapi intubasi telah
gagal atau tidak mungkin berhasil. Tindakan yang bisa di lakukan
berupa:
- Laryngeal mask airway
- Intubating laryngeal mask airway
- Laryngeal tube airway
- Intubating laryngeal tube airway
- Multilumen esophageal airway
LARYNGEAL MASK AIRWAY AND INTUBATING LMA

● (LMA) dan (ILMA) telah terbukti efektif dalam pengobatan pasien dengan kesulitan
jalan napas, terutama jika upaya intubasi endotrakeal atau ventilasi bag-mask telah
gagal. supraglottic i-gel®, dapat digunakan sebagai pengganti LMA
LARYNGEAL TUBE AIRWAY AND INTUBATING LTA

● LTA adalah alat bantu nafas


ekstraglotis dengan kemampuan yang
serupa dengan LMA dalam
memberikan ventilasi dan ILTA
memungkinkan intubasi melalui LTA.
● LTA bukanlah alat jalan napas definitif,
sehingga rencana untuk menyediakan
jalan napas definitif diperlukan.
MULTILUMEN ESOPHAGEAL AIRWAY

- Salah satu port terhubung dengan


kerongkongan dan yang lainnya
dengan jalan napas.
- Port esofagus kemudian ditutup
dengan balon, dan port lainnya
diberi ventilasi. Menggunakan
detektor CO2 memberikan bukti
ventilasi jalan napas.
- Multilumen esophageal airway
harus dilepas dan/atau saluran
napas definitif diberikan setelah
penilaian yang tepat.
DEFINITIVE AIRWAY
Ada tiga jenis saluran udara definitif: tabung orotrakeal, tabung nasotrakeal, dan
saluran napas bedah (krikotiroidotomi dan trakeostomi). Kriteria untuk menetapkan
jalan napas definitif didasarkan pada temuan klinis dan meliputi:

● Ketidakmampuan untuk mempertahankan paten jalan napas dengan cara lain, dengan
gangguan jalan napas yang akan datang atau potensial (misalnya, setelah cedera
inhalasi, fraktur wajah, atau hematoma retrofaring)
● Ketidakmampuan untuk mempertahankan oksigenasi yang adekuat dengan
suplementasi oksigen sungkup muka, atau adanya apnea
● Obtundasi atau daya juang akibat hipoperfusi serebral
● Obtundasi yang menunjukkan adanya cedera kepala dan membutuhkan bantuan
ventilasi (Glasgow Coma Scale [GCS] skor 8 atau kurang), aktivitas kejang yang
berkelanjutan, dan kebutuhan untuk melindungi jalan napas bagian bawah dari
aspirasi darah atau muntahan
INDIKASI
DEFINITIF
AIRWAY
ENDOTRACHEAL INTUBATION
● Jangan CT scan atau rontgen c-spine, sampai menetapkan jalan napas definitif ketika
pasien jelas membutuhkannya.
● Pasien dengan skor GCS 8 atau kurang memerlukan intubasi segera.
● Intubasi orotrakeal adalah rute pilihan yang diambil untuk melindungi jalan napas dan
intubasi nasotrakeal dapat menjadi alternatif untuk pasien yang bernapas spontan.
● Jika pasien mengalami apnea, intubasi orotrakeal diindikasikan.
DEFINITIVE AIRWAY
DRUG ASSISTED INTUBATION

Indikasi : Pasien yang membutuhkan kontrol jalan nafas, tetapi masih adanya gag refleks terutama pada pasien
yang cedera kepala.
Teknik:
1. Plan jika gagal lakukan pembedahan jalan nafas. Mengetahui lokasi alat penyelamatan jalan nafas.
2. Suction dan ventilasi tekanan positif sudah siap
3. Preoksigenisasi dengan O2 100%
4. Berikan tekanan pada kartilago krikoid
5. Berikan obat induksi (Etomidate 0.3 mg/kgBB) atau sedative sesuai protocol rumah sakit
6. Berikan succinylcholine IV 1-2mg/kgBB
DRUG ASSISTED INTUBATION

Setelah pasien relaks:


1. Intubasi pasien secara orotrakeal
2. Kembangkan balon dan confirm selangnya sudah masuk paru atau belum dengan
auskultasi dada pasien dan pastikan adanya CO 2 dari udara yang dihembuskan pasien
3. Lepaskan tekanan krikoid
4. Beri ventilasi pada pasien
DRUG

1. Etomidate (Amidate)
• Efek : Sedasi
• Efek samping : Depress adrenal

2. Succinylcholine
• MOA : Rapid
• Efek : Paralisis <1 menit, Durasi 5 menit.
• Efek samping : Hiperkalemia berat
• Hati-hati : CKD, Kelumpuhan kronis, penyakit neuromuscular kronis, Cedera parah, Luka bakar besar, dan cedera listrik.

3. Agen induksi (Thiopental dan obat sedative lain)


• Hati-hati : Trauma dengan hipovolemia
SURGICAL AIRWAY

Indikasi:
Ketidakmampuan untuk mengintubasi trachea (Edema glottis, fraktur laring, perdarahan
orofaringeal massive, atau ketidakmampuan menempatkan ett melewati vocak cord.
Cricothyroidotomy lebih di sukai (trakheostomi) karena mudah dilakukan, perdarahan
sedikit, waktu lebih sedikit.
Needle Cricothyroidotomy
• Dilakukan sebagai urgensi
• Teknik : Percutaneous transtracheal oxygenation (PTO)
• Tempatkan caliber plastic cannula yang besar (12-14 gauge untuk dewasa, 16-18 untuk
anak)
• Masukan melalui membrane cricothyroid masuk ke trachea dibawah level obstruksi.
• Hubungkan kanula dengan O2 15 L/min dengan Y connector
• Lakukan insuflasi (pengembangan) secara berselang (1 detik on, 4 detik off)
• Lama waktu : 30-45 menit
• Komplikasi : Ruptur paru, Tension pneumothorax
SURGICAL AIRWAY

Surgical Cricothyroidotomy
• Insisi kulit yang sampai cricothyroid membrane
• Masukan hemostat bengkok atau skapel untuk dilatasi dari pembukaan
• Masukan tube endotracheal atau trakheostomi (5-7 ID) atau tube
trakheostomi (5-7 mm OD)
• Tidak dilakukan pada usia < 12 tahun
• Setelah di pasang harus di pantau untuk mencegah malposisi
• Tidak ditekomendasikan pada situasi trauma akut
MANAGEMENT OF OXYGENATION

• Paling bagus menggunakan face mask dengan aliran min 10


L/min
• Selalu menggunakan pulse oximetry (karena pertukaran oksigen
yang cepat) min 95%
• Fungsi digunakan pada pasien dengan keadaan : Vasokontriksi
berat, keracuna CO, anemia berat (HB < 5 g/dL), Hipotermia
(<30°C), dan trauma.
MANAGEMENT OF
VENTILATION

• Bantuan ventilasi dapat dilakukan sebelum intubasi


pada pasien trauma
• Efektif : Bag-mask dan dilakukan berdua
• Komplikasi:
• Pneumothorax ringan, tension pneumothorax,
pneumothorax sekunder.
TEAMWORK
● Team leader : harus menentukan airway manager yang handal dan terlatih.

● Jika informasi prehospital menunjukkan bahwa pasien akan memerlukan jalan napas
definitif, lebih baik menyiapkan obat yang tepat untuk sedasi dan intubasi yang dibantu
obat sebelum pasien tiba. Peralatan untuk mengelola jalan napas yang sulit juga harus
ditempatkan dalam akses yang mudah ke ruang resusitasi.

● Diskusi : Saat manajemen jalan napas definitif jika memerlukan diskusi dengan
konsultan tim trauma. Misalnya, pada pasien dengan cedera kepala yang tidak dalam
keadaan tertekan yang jelas, dapat didiskusikan dengan bagian bedah saraf dalam tim.

● Pasien mungkin memerlukan CT scan, ruang operasi, atau ICU. Oleh karena itu, ketua
tim harus menjelaskan siapa yang akan bertanggung jawab untuk mengelola jalan napas
dan ventilasi pasien setelah intubasi.
THANK
YOU!

Anda mungkin juga menyukai