Abstrak
Cedera medulla spinalis akibat trauma atau traumatic spinal cord injury (TSCI) merupakan suatu cedera pada tulang
belakang yang menyebabkan lesi medula spinalis sehingga terjadi gangguan fungsi neurologis. Penyebab utama dari TSCI
adalah kecelakaan lalu lintas dan jatuh dari ketinggian. Berbagai derajat cedera medula spinalis diklasifikasikan dalam ASIA
Impairment Scale (AIS) dan beratnya cedera menentukan prognosis pasien. Pada laporan kasus ini, seorang pria berusia 39
tahun datang dengan keluhan kedua tungkai tidak dapat digerakkan sejak 4 bulan yang lalu setelah jatuh dari pohon
setinggi 10 m. Pasien kemudian merasakan nyeri pinggang yang menjalar sepanjang tungkai, tungkai semakin lama semakin
lemah dan sulit digerakkan. Pemeriksaan neurologis: refleks fisiologis patella dan achilles menurun, atrofi otot tungkai
(+/+), refleks patologis (babinsky, Gordon, schaeffer) positif pada kedua tungkai, kekuatan otot tungkai -, dan hipestesi
setinggi dermatom lumbal 1. Pemeriksaan radiologi menunjukkan adanya fraktur kompresi korpus vertebra lumbal 1. Oleh
karena itu, pasien ini didiagnosis dengan paraplegi ec fraktur kompresi vertebra lumbal 1. Pada pasien dilakukan operasi
dengan dekompresi, posterior stabilisasi dan fusi. Pada pemeriksaan selanjutnya, terdapat perbaikan dengan sensorik yang
pulih, dan kekuatan motorik meningkat menjadi 1-2.
Korespondensi: Pratiwi Aminah, S.Ked, alamat Jalan Palapa 1 no 59 15A Iringmulyo Metro Timur, HP 081273176446, email
pratiwiaminah@gmail.com
Tenggara. Namun, beberapa negara di Asia tidak ada bunyi tambahan; abdomen tidak ada
melaporkan luka akibat perang merupakan nyeri tekan, bising usus normal; ekstremitas
penyebab utama.4,7 tidak ada edema.
Fraktur kompresi vertebra torakolumbal Pemeriksaan neurologis: refleks fisiologis
sering terjadi, khususnya pada lanjut usia. Di patella dan achilles menurun, atrofi otot
Amerika Serikat, fraktur kompresi vertebra tungkai (+/+), refleks patologis: Babinsky,
terjadi sekitar 1,5 juta kasus tiap tahun. Gordon, Schaeffer (+/+), tidak ditemukan
Penyebab utama fraktur ini adalah rangsang meningeal, kekuatan otot tungkai
osteoporosis, trauma, infeksi dan neoplasma. 0/0, sensorik hipestesi setinggi lumbal 1.
Sekitar 60 hingga 75% fraktur terjadi di regio Hasil pemeriksaan laboratorium
torakolumbal.8 didapatkan hemoglobin 11,5 g/dl, leukosit
Lokasi tersering terjadinya cedera 7.100/ul, dan trombosit 301.000/ul. Hasil
adalah vertebra torakal 11 hingga lumbal 1 pemeriksaan radiologi pada torakolumbal:
pada 57,57% kasus. Dekompresi dan fiksasi tampak fraktur kompresi korpus vertebra
pedikel dengan fusi tulang merupakan lumbal 1 dan penyempitan diskus
prosedur yang umum dilakukan pada kasus ini. intervertebralis torakal 12-lumbal 1.
Pasien paraplegi traumatik membutuhkan Pasien dalam kasus ini didiagnosis
pendekatan holistik karena beratnya cedera sebagai paraplegi dan retensio uri et alvi ec
mempengaruhi prognosis. Instrumentasi pada fraktur kompresi vertebra lumbal 1. Pada
tulang belakang memperbaiki mobilisasi dan pasien ini dilakukan pembedahan dekompresi
membantu rehabilitasi.9 Dalam laporan kasus dan stabilisasi rekonstruksi. Prognosis pada
ini akan dibahas sebuah kasus mengenai pasien ini adalah ad bonam (ad vitam) dan
seorang pria usia 39 tahun dengan paraplegi ec dubia ad malam (ad functionam dan ad
fraktur kompresi vertebra lumbal 1. sanationam).
Setelah tindakan pembedahan, pasien
Kasus mengalami perbaikan motorik, sensorik dan
Seorang pria, usia 39 tahun datang otonom. Pasien sudah dapat menggeser kedua
dengan keluhan kedua tungkai tidak dapat tungkainya meskipun masih lemah. Pasien juga
digerakkan sejak 4 bulan yang lalu. Awalnya, sudah mulai bisa buang air besar dan kecil,
pasien jatuh dari pohon dengan ketinggian 10 serta sudah dapat merasakan kedua kakinya.
meter dengan posisi terduduk. Setelah jatuh, Pada pemeriksaan fisik, didapatkan kekuatan
pasien hanya merasakan nyeri pada pinggang. motorik kedua tungkai menjadi 1-2, sensorik
Pasien mengatakan sempat diurut-urut dan normoestesi.
rasa nyeri menjalar ke kedua tungkai. Rasa
nyeri dirasakan seperti ditusuk-tusuk. Sejak 3 Pembahasan
bulan yang lalu, rasa nyeri berkurang namun Paraplegi didefinisikan sebagai gangguan
pasien tidak bisa merasakan apapun pada atau hilangnya fungsi motorik dan/atau
kedua kakinya. Selain itu, kedua tungkai sensorik pada segmen torakal, lumbal atau
semakin lama semakin lemah dan sulit sakral (namun bukan servikal) dari medula
digerakkan. Pasien juga mengatakan tidak bisa spinalis, sekunder terhadap kerusakan saraf
buang air kecil dan buang air besar sejak 2 dalam kanalis spinalis. Terminologi ini
bulan yang lalu. digunakan untuk menyatakan cedera kauda
Pasien tidak ada riwayat batuk lama, ekuina dan konus medularis, namun bukan
keringat malam ataupun demam, tidak ada untuk lesi pleksus lumbosakral atau cedera
keluhan kejang atau nyeri kepala hebat nervus perifer di luar kanalis spinalis.10
sebelum muncul keluhan saat ini. Riwayat Pada anamnesis didapatkan keluhan
hipertensi (-), diabetes melitus (-). utama pasien adalah kedua tungkai tidak dapat
Pada pemeriksaan fisik didapatkan digerakkan sejak 4 bulan yang lalu setelah
kesadaran pasien compos mentis, tekanan jatuh dari pohon setinggi 10 m. Awalnya,
darah 130/80 mmHg, frekuensi nadi pasien hanya merasa nyeri pinggang yang
84x/menit, laju pernapasan 20x/menit, suhu menjalar ke tungkai. Setelah diurut-urut, nyeri
36,9 oC. Pemeriksaan generalis didapatkan berkurang diikuti kedua tungkai yang semakin
kepala normosefal; suara napas normal pada sulit digerakkan dan makin memburuk tiap
kedua lapang paru, bunyi jantung I/II reguler, harinya. Pasien juga mengeluh kesulitan buang
air kecil dan buang air besar. Pemeriksaan fisik medula spinalis setelah trauma menyebabkan
neurologis ditemukan refleks fisiologis patella kerusakan sekunder dengan gangguan aliran
dan achilles menurun, atrofi otot tungkai (+/+), darah. (4) Terganggunya sirkulasi darah atau
refleks patologis: babinsky, gordon, schaeffer aliran arteri spinalis anterior dan posterior
(+/+), rangsang meningeal (-), kekuatan otot akibat kompresi vertebra.3,11
tungkai 0/0, sensorik hipestesi setinggi lumbal Cedera medula spinalis dapat
1. diklasifikasikan menjadi lima derajat sesuai
Dari anamnesis dan pemeriksaan fisik, dengan lesi dan fungsi motorik dan sensorik
pasien dapat dinyatakan mengalami paraplegi pasien. Penting untuk membedakan cedera
traumatik dan retensio uri et alvi. Diduga komplit dan inkomplit. Klasifikasi berdasarkan
penyebabnya adalah kompresi medula spinalis skala standar neurologis The American Spinal
oleh vertebra. Trauma pada medula spinalis Injury Association/International Spinal Cord
mengakibatkan terjadinya komosio, kontusio, Society Neurological Standard Scale
laserasi maupun kompresi. Mekanisme (ASIA/ISCoS) atau ASIA Impairment Scale (AIS)
kerusakan medula spinalis dan radiks antara ditunjukkan dalam Tabel 1. Cara menentukan
lain: 3,1 (1)Kompresi medula spinalis oleh tulang, klasifikasi pasien dengan cedera medula
ligamen, herniasi diskus intervertebralis, dan spinalis adalah dengan menentukan: (1) tingkat
hematoma. Kerusakan paling berat akibat sensorik pada sisi kiri dan kanan, (2) tingkat
kompresi korpus vertebra yang berdislokasi ke motorik pada sisi kiri dan kanan (Tabel 2), (3)
posterior dan trauma hiperekstensi. (2) tingkat cedera neurologis, (4) apakah termasuk
Regangan jaringan berlebih, pada hiperfleksi cedera komplit atau inkomplit, dan (5) derajat
karena toleransi terhadap regangan semakin ASIA Impairment Scale (AIS).12
menurun seiring bertambah usia. (3) Edema
2,10,12
Tabel 1. Skala Standar Neurologis American Spinal Injury Association (ASIA Impairment Scale / AIS)
Derajat Lesi Klinis
A Komplit Tidak ada fungsi motorik atau sensorik hingga segmen S4-S5
B Inkomplit Sensorik Fungsi sensorik baik, namun fungsi motorik terganggu hingga S4-S5, dan
tidak ada fungsi motorik lebih dari tiga tingkat di bawah tingkat motorik
pada sisi lain tubuh.
C Inkomplit Motorik Fungsi motorik masih ada di bawah lokasi cedera, dan lebih dari separuh
otot-otot motorik utama di bawah lokasi cedera memiliki kekuatan otot
kurang dari 3.
D Inkomplit Motorik Fungsi motorik masih ada di bawah lokasi cedera, dan setidaknya separuh
otot-otot motorik utama di bawah lokasi cedera memiliki kekuatan otot
lebih dari 3.
E Normal Fungsi sensorik dan motorik normal.
20% dari seluruh kasus fraktur kompresi punggung menetap yang gagal dengan terapi
vertebra.8 konservatif atau terdapat defisit neurologis
Diagnosis pasti trauma medula spinalis atau deformitas spinal sangat berat. 8
ditegakkan dengan pemeriksaan penunjang Stabilisasi, reduksi terbuka atau tertutup
pencitraan. Magnetic resonance imaging (MRI) serta pembedahan dekompresi yang dilakukan
adalah teknik pilihan untuk melihat pencitraan pada tahap awal cedera dapat menghilangkan
medula spinalis. Lesi cedera medula spinalis tekanan langsung pada medula spinalis dan
yang umum ditemukan pada MRI adalah mencegah cedera sekunder. Stabilisasi segera
berbentuk kumparan (spindle shaped), sebaiknya dipertimbangkan pada pasien
mengandung perdarahan di tengah dan dengan kelainan neurologis. Selain itu,
dikelilingi halo berupa edema. Meskipun pembedahan awal dikaitkan juga berkurangnya
indikasi spesifik untuk dilakukannya lama rawat di rumah sakit. Namun, tidak
pemeriksaan MRI tidak terlalu jelas, namun berhubungan dengan beratnya derajat
beberapa ahli menyarankan untuk melakukan cedera.12
pemeriksaan MRI segera pada pasien yang Sesuai dengan konsep patofisiologi
dicurigai mengalami cedera medula spinalis.14- pada cedera medula spinalis akut dimana
15
adanya mekanisme primer dan sekunder yang
menyebabkan kerusakan neurologis, maka
13
Tabel 2. Uji fungsi motorik otot utama terapi yang efektif untuk mengurangi
Nervus Fungsi Motorik perluasan kerusakan jaringan dan memperbaiki
o
C5 Fleksi siku 90 , lengan di sisi pasien dan keluaran neurologis dapat dipertimbangkan.
supinasi lengan bawah Mekanisme cedera sekunder ini didefinisikan
C6 Ekstensi penuh pergelangan tangan sebagai kaskade yang diawali oleh cedera
C7 Bahu berada pada posisi rotasi netral,
o primer (trauma) dan meliputi perubahan
aduksi dan fleksi 90 , dengan fleksi siku
45
o vaskular, gangguan elektrolit, akumulasi
C8 Posisi fleksi penuh falang distal dengan neurotransmiter eksitotoksik, inflamasi dan
sendi jari proksimal pada posisi ekstensi hilangnya metabolisme energi.16
T1 Posisi abduksi penuh digiti 5 jari Mencegah mekanisme sekunder dari
o
L2 Fleksi pinggul 90 kerusakan neurologis ini diduga dapat
o
L3 Fleksi lutut 15 memberikan neuroproteksi pada medula
L4 Dorsofleksi penuh pada lutut spinalis yang mengalami cedera. Teori ini
L5 Ibu jari kaki ekstensi penuh didukung dengan bukti bahwa pembedahan
S1 Pinggul pada rotasi netral, lutut dekompresi medula spinalis setelah trauma
diekstensikan penuh dan tumit pada
mengurangi kerusakan sekunder dan
posisi plantarfleksi penuh
memperbaiki keluaran neurologis. Penelitian
oleh Fehlings et al. (2012)17-18, menunjukkan
Terapi non bedah merupakan salah satu
bahwa dekompresi yang dilaksanakan sebelum
pendekatan terapi yang dianjurkan pada
24 jam setelah SCI berhubungan dengan
fraktur kompresi vertebra. Terapi konservatif
meningkatnya fungsi neurologis, sedikitnya
meliputi periode tirah baring singkat diikuti
perbaikan 2 derajat AIS pada follow-up 6 bulan.
mobilisasi bertahap dengan ortosis eksternal.
Rehabilitasi pada pasien cedera medula
Karena fraktur ini adalah cedera fleksi-
spinalis dapat diberikan untuk membantu
kompresi, maka dapat digunakan
mencapai perbaikan optimal untuk beraktivitas
hyperextension brace yang bermanfaat selama
mandiri dan memperbaiki kualitas hidup.
beberapa bulan pertama hingga nyeri hilang.
Perbaikan fungsional bervariasi antar individu
Meskipun pasien muda dapat mentolerir alat
karena bergantung pada faktor-faktor seperti
ini dengan baik, namun orang tua umumnya
usia, berat badan, cedera lainnya, beratnya
akan kesulitan karena nyeri yang bertambah
spastisitas otot, motivasi, dukungan keluarga,
akibat penggunaan alat ini.8
gaya hidup sebelum sakit, pekerjaan, latar
Terapi operatif mendapatkan perhatian
belakang pendidikan dan status ekonomi.
utama karena menghasilkan perbaikan yang
Selain itu, bergantung juga pada beratnya
cepat dan signifikan pada nyeri punggung,
derajat cedera dan terapi definitif awal yang
fungsi dan kualitas hidup. Intervensi bedah
telah dilakukan. Dalam rehabilitasi ini tercakup
diindikasikan pada pasien dengan nyeri
latihan bladder care, skin care, kemampuan
menggunakan kursi roda, berpindah tempat, dan otonom. Setelah dilakukan tindakan
pekerjaan rumah tangga dan lainnya.19 pembedahan dekompresi dan stabilisasi,
Pada pasien dalam kasus, setelah didapatkan perbaikan fungsi neurologis pada
dilakukan pembedahan, didapatkan perbaikan pasien.
fungsi sensorik dan motorik. Fungsi sensorik
kedua tungkai membaik, pasien sudah dapat Daftar Pustaka
buang air besar dan kecil. Kekuatan fungsi otot 1. Perhimpunan Dokter Spesialis saraf
pasien juga didapatkan peningkatan menjadi 1- Indonesia (PERDOSSI). Konsensus nasional
2. penanganan trauma kapitis dan trauma
Prognosis ad vitam pada kasus ini adalah spinal. Jakarta: PERDOSSI; 2006. hlm. 19-
ad bonam karena cedera medula spinalis yang 22.
diderita pasien tidak mengancam tanda-tanda 2. Sina MI. Mielopati ec fraktur kompresi
vital (seperti pada cedera medula spinalis vertebra lumbal I. Medula. 2013; 1(5):42-
servikal yang mempersarafi sistem respirasi 50.
dan jantung). Prognosis ad fungsionam dan 3. Gondowardaja Y, Purwata TE. Trauma
sanationam adalah dubia ad malam medula spinalis: patobiologi dan tata
dikarenakan kondisi saat pasien datang sudah laksana medikamentosa. CDK. 2014;
lama dari onset terjadinya trauma sehingga 41(8):567-71.
telah terjadi paraplegi yang kemungkinan besar 4. World Health Organization. International
terjadi akibat mekanisme kerusakan sekunder perspectives on spinal cord injury.
pada medula spinalis. Meskipun telah Switzerland: ISCOS; 2013. Tersedia dari:
dilakukan pembedahan dengan tujuan http://www.who.int/iris/bitstream/10665
mengembalikan fungsi neurologis, namun /94192/1/WHO_NMH_VIP_13.03_eng.pdf
probabilitas kembalinya fungsi neurologis 5. Singh A, Tetreault L, Kalsi-Ryan S, Nouri A,
normal tidak dapat dipastikan.16 Fehlings MG. Global prevalence and
Perbaikan fungsi neurologis pada pasien- incidence of traumatic spinal cord injury.
pasien dengan cedera spinalis membutuhkan Clin Epidemiol. 2014; 23(6):309-31.
waktu yang lama. Bahkan, ditemukan bahwa 6. Noonan VK, Fingas M, Farry A, Baxter D,
hampir 80% pasien dengan paraplegi inkomplit SinghA, Fehlings MG, et al. Incidence and
akan bertahan hingga 12 bulan, 50% akan prevalence of spinal cord injury in Canada:
keluar rumah sakit dalam 12 bulan dan pasien a national perspective.
umumnya menunjukkan perbaikan hingga 2 Neuroepidemiology. 2012; 38(4):219-26.
tahun setelah trauma.12 Penelitian
mengindikasikan bahwa pasien dengan SCI 7. Ning GZ, Wu Q, Li YL, Feng SQ.
memiliki resiko 2 hingga 5 kali meninggal lebih Epidemiology of traumatic spinal cord
cepat dibandingkan dengan orang tanpa SCI. injury in Asia: a systematic review. J Spinal
Penderita tetraplegi lebih berisiko Cord Med. 2012; 35(4):229-39.
dibandingkan dengan paraplegi, dan penderita 8. Alexandru D, So W. Evaluation and
lesi komplit lebih berisiko dibandingkan dengan management of vertebral compression
lesi inkomplit. Kematian khususnya paling fractures. Perm J. 2012; 16(4):46-51
tinggi pada tahun pertama setelah cedera, dan 9. Sahoo SS, Gupta D, Mahapatra AK.
terkait erat dengan sistem pelayanan Traumatic paraplegi: outcome study at an
kesehatan. Tingkat mortalitas ditemukan apex trauma centre. IJNT. 2011; 8(1):33-6.
cenderung lebih tinggi pada negara miskin- 10. Kirshblum SC, Burns SP, Biering-Sorensen
berkembang dibandingkan dengan negara F, Donovan W, Graves DE, Jha A, et al.
maju.4,20 International standards for neurological
classification of spinal cord injury (Revised
Simpulan 2011). J Spinal Cord Med. 2011; 34(6):535-
Trauma medula spinalis merupakan 46.
cedera pada medulla spinalis akibat proses 11. Tjokorda GBM, Maliawan S. Diagnosis dan
trauma sehingga terjadi gangguan fungsi tatalaksana kegawat daruratan tulang
neurologis. Pada laporan kasus ini, seorang belakang. Jakarta: Sagung Seto; 2009.
pasien dengan trauma medulla spinalis 12. Bonner S, Smith C. Initial management of
mengalami gangguan fungsi sensorik, motorik acute spinal cord injury. Continuing