Anda di halaman 1dari 17

Laporan Kasus

PLEKSOPATI BRAKHIALIS

Oleh :
Wiratmono Rahmadi

Pembimbing :
dr. Handojo Pudjowidyanto, SpS

PPDS I ILMU PENYAKIT SARAF


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS DIPONEGORO
RSUP DR. KARIADI
SEMARANG
2014

TINJAUAN PUSTAKA
PLEKSOPATI BRAKHIALIS

Definisi dan Etiologi


Pleksus brakhialis dibentuk dari rami ventral saraf spinalis C5-Th1. Radiks sarafnya
melewati daerah antara m.scalenus anterior dan m.scalenus media, dan bersama dengan
a.subklavia membentuk trunkus regio supraklavikula. Trunkus ini lalu terbagi menjadi divisi
anterior dan posterior, membentuk tali-tali (cords) dan berjalan bersama arteri dan vena
subklavia di dalam regio infraklavikula. Tali-tali ini kemudian membentuk cabang terminal
di bagian lateral m.pectoralis minor, lalu berjalan ke aksila hingga ke lengan dan lengan
bawah.
Gambar 1. Pleksus Brakhialis

Gambar 2.
Hubungan Pleksus Brakhialis (Bagian Proksimal) dengan Kolumna Spinalis

Pleksopati adalah istilah yang digunakan untuk mendeskripsikan gejala dan tanda
neurologis abnormal yang asal anatomisnya dari jaringan saraf yang disebut pleksus saraf.
Manifestasi klinis pleksopati adalah nyeri (bahu dan lengan atau punggung dan tungkai)
dengan karakteristik neuropatik, disestesia, serta sensasi terbakar atau tersengat listrik,
muncul di lebih dari satu distribusi saraf perifer. Jika nyeri bersifat menyebar dalam
distribusi dermatomal dengan atau tanpa disertai hilangnya sensorik atau motorik sesuai
distribusi radiks saraf spinal, maka disebut sebagai radikulopati.
Pleksopati brakhialis, atau neuropati pleksus brakhialis, atau neuritis brakhial, adalah
inflamasi saraf (neuritis) di daerah bahu. Saraf yang terlibat bervariasi, namun kompleks
saraf lower motor neuron di leher dan ketiak (disebut pleksus brakhialis) yang utamanya
terkena. Gangguan yang timbul biasanya unilateral.
Etiologi pleksopati brakhialis dapat akibat infiltrasi tumor, kompresi, infeksi
(kemungkinan virus), serta efek lanjutan dari radioterapi. Penyebab lain yang paling nyata
adalah trauma, yaitu jika lengan dalam posisi hiperabduksi, atau jika bahu tertarik paksa
menjauhi leher. Proses kelahiran yang sulit juga merupakan etiologi penting untuk cedera
akibat traksi pleksus. Penyebab lain yang jarang juga adalah trauma elektrik. Di masa
lampau, tindakan injeksi subkutan atau intramuskuler kadang-kadang diikuti dengan
timbulnya pleksopati brakhialis, biasanya parsial. Penyakit granulomatosa seperti
sarkoidosis dan proses inflamasi sekunder akibat limfoma juga mungkin mempengaruhi
pleksus. Pleksopati brakhialis yang diturunkan dikaitkan dengan mutasi gen spesifik
(SEPT9 pada kromosom 17q). Gen ini berperan dalam pembentukan tulang rangka, namun

kontribusi mutasi gen ini terhadap kejadian pleksopati brakhialis masih belum diketahui.
Etiologi toksik akibat obat juga mungkin, misalnya akibat antibiotik, toksin tetanus atau
difteri, kloramfenikol, cisplatin atau piridoksin, atau obat lain. Namun, neuropati akibat
intoksikasi obat biasanya sulit dikonfirmasi dan baru timbul beberapa hari/minggu setelah
intoksikasi. Meskipun jarang, pleksopati brakhialis juga dapat timbul mendadak pada
individu sehat tanpa alasan jelas.
Epidemiologi
Meskipun pleksopati brakhialis dilaporkan terjadi di seluruh dunia, namun tidak
semua negara melaporkan angka insidensinya. Di Amerika Serikat, tiap tahun terdapat ratarata 1-2 kasus per 100.000 penduduk per tahun. Sedangkan di Inggris, angka insidensinya
dilaporkan 3 kasus per 100.000 penduduk per tahun. Laki-laki dewasa muda lebih sering
terkena, yaitu di usia 15-25 tahun, yang juga merupakan karakter untuk insidensi berbagai
trauma.
Diagnosis
1. Anamnesis
Pasien dengan pleksopati brakhialis non traumatik mengeluhkan nyeri berat
yang mendadak di otot bahu, terkadang di lengan dan leher. Kebas dan kelemahan
juga mungkin dikeluhkan. Perlu ditanyakan adakah riwayat infeksi, pembedahan,
latihan fisik yang berlebihan, cedera, atau riwayat injeksi/vaksinasi.
2. Pemeriksaan Fisik
Nyeri otot akan ditemukan dengan palpasi. Lengan yang terkena dapat
menggantung lemah atau ditopang oleh lengan lain. Otot-otot bahu dan lengan atas
(deltoid, biseps, triseps, dan serratus anterior) mungkin lemah sebagian atau
seluruhnya. Refleks otot lengan dapat menurun, dan sensibilitasnya juga dapat
berkurang. Jika nervus frenikus terkena, dapat terjadi kesulitan bernafas.
Pemeriksaan motorik amat berguna. Beberapa fungsi motorik kasar yang
dipersarafi pleksus brakhialis dapat dilihat pada tabel di bawah ini. Penting untuk
diingat bahwa banyak otot individual yang dipersarafi oleh beberapa saraf servikal.

Tabel 1.Fungsi Motorik Saraf Pleksus Brakhialis


Level
Fungsi Motorik yang Relevan
C5
Abduksi, ekstensi, dan rotasi eksternal bahu; fleksi siku
C6
Fleksi siku, pronasi dan supinasi lengan bawah, ekstensi pergelangan tangan
Hilangnya fungsi ekstremitas tanpa kelemahan kelompok otot yang spesifik,
C7
ekstensi siku
C8
Ekstensi dan fleksi jari, fleksi pergelangan tangan, gerakan intrinsik tangan
Th1
Gerakan intrinsik tangan
3. Pemeriksaan Penunjang
Tes elektrofisiologi sangat berguna. Segera setelah cedera traumatik atau
penyakit akut yang mengenai pleksus, satu-satunya abnormalitas elektrofisiologi
yang mungkin terlihat adalah hilang atau melambatnya respon (F wave). Setelah 710 hari atau lebih, saat degenerasi wallerian mulai terjadi, potensial sensorik mulai
menghilang secara progresif dan amplitudo aksi potensial kelompok otot
berkurang. Potensial fibrilasi (tanda telah terjadi denervasi) mulai terlihat di otototot pendukung. Setelah beberapa minggu dapat terdeteksi adanya tanda reinervasi.
Pada kasus kronis, semua tanda ini dapat muncul saat pertama kali pasien
diperiksa. Pola denervasi otot yang timbul dapat membedakan diagnosis
pleksopati, radikulopati, serta mononeuropati multipleks.
MRI dapat memperlihatkan lesi-lesi infiltratif di pleksus, meskipun lesi
noduler kecil bisa saja luput. X-foto bahu dan servikal mungkin berguna untuk
menyingkirkan dugaan patologi lain di bahu atau leher.
Penatalaksanaan
Penatalaksanaan lesi pleksus brakhialis biasanya konservatif. Jika ada keluhan nyeri,
diberikan analgesik. Obat Anti Inflamasi Non Steroid (OAINS) dan obat-obatan nyeri
neuropatik lainnya paling sering digunakan dalam terapi nyeri pleksopati brakhialis
traumatik, tergantung gejala dan waktu sejak terjadinya cedera. Saat fase akut, mungkin
perlu diberikan analgesik narkotik jangka pendek.
Terapi nyeri neuropatik bermanfaat untuk mengurangi nyeri disestesia yang timbul
pada fase akut dan kronik. Tidak ada obat pilihan (drug of choice), beberapa golongan obat
yang dapat digunakan yaitu :
1. OAINS, berguna untuk meredakan nyeri akibat cedera, termasuk cedera yang
melibatkan jaringan lunak seperti otot dan ligamen. Dapat diberikan Celecoxib
yang menghambat COX-2 (isoenzim yang terbentuk saat ada rangsang nyeri

dan inflamasi), atau Naproksen yang menghambat reaksi inflamasi dan nyeri
dengan cara mengurangi aktifitas siklooksigenase.
2. Antikonvulsan, memiliki efek antikolinergik sentral dan perifer, efek sedatif,
serta memblok reuptake aktif norepinefrin dan serotonin. Mekanisme analgesik
obat ini juga termasuk memperbaiki kualitas tidur, mengubah persepsi nyeri,
dan meningkatkan ambang batas nyeri. Obat antikonvulsan misalnya
Gabapentin, yang dapat diberikan 300-1500 mg/hari dalam dosis terbagi 2-4
kali/hari.
3. Antidepresan Trisiklik, memiliki efek antikolinergik sentral dan perifer, serta
efek sedatif. Antidepresan trisiklin memblok reuptake aktif norepinefrin dan
serotonin.
4. Analgesik Narkotik, digunakan dalam fase akut atau periode post operatif
pembedahan rekonstruktif. Jenis obat yang digunakan misalnya metadon atau
tramadol.
Terapi rehabilitasi medis pada kasus pleksopati brakhialis dilakukan 2-3 kali
seminggu selama 4-8 minggu. Indikasi terapi ini bergantung pada derajat nyeri dan
kelemahan bahu serta lengan atas. Tujuan utama terapi rehabilitasi medis adalah untuk
mengontrol nyeri. Caranya dengan menggunakan sling di awal terapi, untuk menyangga
bahu. Namun begitu, perlu dilakukan latihan menggerakkan bahu dan lengan secara
bertahap untuk mencegah kontraktur. Latihan range of motion pasif dilakukan sesegera
mungkin. Jika nyeri sulit hilang, dapat dilakukan terapi Transcutaneous Electrical Nerve
Stimulation (TENS) untuk memblok persepsi nyeri di otak. Tujuan kedua adalah untuk
menjaga range of motion leher, bahu, dan siku. Latihan range of motion aktif harus
dilakukan dengan lembut dan bebas-nyeri. Tujuan ketiga adalah mengembalikan kekuatan
bahu dan siku. Latihan penguatan mulai dilakukan jika dokter telah yakin bahwa cedera
saraf tidak akan berlanjut lagi.
Pilihan terapi pembedahan yaitu rekonstruksi saraf (primer) dan jaringan lunak
(sekunder). Nerve grafting mungkin bermanfaat untuk kasus neuroma atau ruptur
postganglionik. Tindakan graft yang dilakukan mungkin di C5 untuk abduksi bahu, C6
untuk fleksi siku, serta C7 untuk ekstensi siku dan pergelangan tangan.

Komplikasi dan Prognosis


Pasien dimonitor selama periode 12-18 bulan untuk kesembuhan kontrol motorik
volunter yang bermakna. Berbagai gejala sisa yang tidak berkurang setelah periode tersebut
dinyatakan permanen. Meskipun begitu, penyembuhan untuk fungsi motorik yang lebih
distal biasanya baru terlihat 1 tahun setelah cedera.
Kesembuhan fungsional komplit diharapkan terjadi pada sebagian besar pasien (80%
dalam 2 tahun; 90% dalam 3 tahun). Perasaan kebas dan menurunnya sensibilitas biasanya
bertahan hingga 6-12 minggu. Beberapa pasien dapat tetap merasakan kelemahan otot,
lainnya dapat mengalami winging scapula. Secara umum, prognosis pasien pleksopati
brakhialis bilateral lebih buruk dibandingkan dengan yang unilateral (pleksopati brakhialis
bilateral biasanya adalah penyakit keturunan). Angka rekurensi setelah sembuh adalah 75%
untuk tipe didapat, dan 5-26% untuk tipe idiopatik.
Algoritma Penatalaksanaan
Berikut ini adalah algoritma diagnosis untuk kasus neuropati perifer yang juga dapat
digunakan dalam menentukan langkah diagnosis pleksopati.

Gambar 3. Algoritma Diagnosis Neuropati Perifer

DAFTAR PUSTAKA

1. Ropper AH, Samuels MA. Diseases of Spinal Cord, Peripheral Nerve, and
Muscle.Dalam: Adams and Victors Principles of Neurology, 9th Edition. New York: The
McGraw-Hill Companies; 2009. 1163-1164
2. Ferrante MA. Brachial Plexopathies: Classification, Causes, and Consequences. Invited
Review. Dalam: Muscle Nerve Journal, November 2004. 30:547-568.
3. Wippold FJ II, Miller-Thomas MM, Cornelius RS, Angevine PD, Broderick DF, Brown
DC,

et

al. ACR Appropriateness

Criteria

Plexopathy

[online

http://guidelines.gov/content.aspx?id=15747&search=plexopathy.

publication].

[diakses

28

November 2014]
4. American

Society

for

Surgery

of

The

Hand

(ASSH).

Brachial

http://www.assh.org/Public/HandConditions/Pages/BrachialPlexus.aspx.

Plexus.

[diakses

28

November 2014]
5. MD

Guidelines.

Brachial

Neuropathy.

http://www.mdguidelines.com/brachial-

neuropathy. [diakses 28 November 2014]


6. Kaye V. Traumatic Brachial Plexopathy. Medscape Reference. http://emedicine.
medscape.com/article/316888-overview. [diakses 28 November 2014]
7. Kelompok Studi Nyeri Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia. Konsensus
Nasional 1: Diagnostik dan Penatalaksanaan Nyeri Neuropatik. Surabaya: Pusat
Penerbitan dan Percetakan Unair, 2011.
8. Poncelet AN. An Algorithm for The Evaluation of Peripheral Neuropathy. American
Academy of Family Physician Journal, Vol.57/No.4. February 1998.755-764

LAPORAN KASUS PLEKSOPATI BRAKHIALIS


I.

IDENTITAS PENDERITA
Nama

: Tn. S

Umur

: 44 tahun

Alamat

: Tugurejo RT 1 RW 5 Semarang

Agama

: Islam

Pendidikan

: lulus SD

Pekerjaan

: Kuli

No CM

: C484652

II.

ANAMNESIS ( Auto dan Alloanamnesis dengan ibu penderita tanggal 11-82014)


Riwayat Penyakit Sekarang
Keluhan utama

: lemah anggota gerak kiri atas

Kualitas

: lengan kiri tidak bisa diangkat tinggi dan tidak bisa menggenggam

Kuantitas

: aktivitas sehari-hari mandiri

Kronologis

Sekitar bulan Desember 2013, saat sedang bekerja sebagai kuli, pasien kejatuhan
lemari yang akan diangkat dari atas truk. Lengan atas kiri patah, kemudian oleh pasien
dibawa ke sangkal putung. Oleh sangkal putung lengan pasien dibebat. Saat itu pasien
mulai merasa ada rasa tebal dari ujung-ujung jari sampai pangkal siku kiri. Setelah
sekitar 1 bulan, pasien merasa tidak ada perbaikan, oleh keluarga pasien dibawa ke RSI
Sultan Agung, kemudian dilakukan reposisi tertutup dan pemasangan gips. Gips
dipasang selama 4 bulan. Setelah gips dilepas, pasien menjalani fisioterapi.
Selama menjalani rawat jalan dan fisioterapi, keluhan sedikit berkurang, lengan
atas dan lengan bawah mulai bisa diangkat sampai lurus sejajar bahu, nyeri juga sudah
berkurang. Rasa kesemutan juga mulai berkurang. Saat ini penderita mengeluhkan
lemah dan rasa tebal pada lengan kiri, dan telapak tangan kiri tidak bisa menggenggam,
sehingga mengganggu aktivitasnya. BAB dan BAK tidak ada keluhan. Penderita sudah
tidak kontrol teratur, kadang-kadang masih menjalani fisioterapi.

Riwayat Penyakit Dahulu


Baru pertama kali sakit seperti ini. Riwayat alkohol dan intoksikasi obat disangkal.
Riwayat DM dan kolesterol disangkal, riwayat trauma leher sebelumnya disangkal.
Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada anggota keluarga yang sakit seperti ini
Riwayat Sosial Ekonomi
Penderita dulu bekerja sebagai kuli serabutan, tetapi sejak sakit penderita tidak dapat
bekerja lagi. Penderita tinggal dengan istri dan 4 orang anak. Istri bekerja berjualan di
warung di rumah. Pembiayaan pengobatan dengan BPJS non PBI. Kesan sosial
ekonomi kurang.
Rumah : Rumah milik sendiri, luas rumah 5 x 15 m 2. Halaman rumah tidak ada, ada
jalan kecil menuju rumah, tidak ada tangga menuju maupun di dalam rumah. Terdapat 1
ruang tamu, 2 kamar tidur dan dapur. Kamar mandi dan WC jongkok, berada dalam
rumah dekat dengan dapur. Lantai rumah dari tanah, atap genting. Sumber air dari
sumur timba.
III. PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum baik, kesadaran kompos mentis, GCS E4M6V5 = 15
Tanda vital :

TD = 110/70 mmHg, N = 60 x/menit, RR = 16 x/menit, Suhu = afebris


TB : 170 cm, BB : 62 kg, BMI : 21,45 (normoweight)

Kepala

: Mesosefal

Kulit

: Dalam batas normal

Nn. Kranialis : Dalam batas normal


Mata

: Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil bulat,isokor, 3mm

Hidung

: Deviasi (-), bentuk normal

Mulut

: Bibir tidak sianosis

Telinga

: Pendengaran baik, discharge (-/-)

Wajah

: Simetris

Leher

: Simetris, Pembesaran kelenjar limfe (-)

Thoraks

Inspeksi

: Simetris statis dan dinamis, retraksi (-),

Palpasi

: Stem fremitus kanan = kiri,

Perkusi

: Sonor diseluruh lapangan paru

Auskultasi

: Cor
Pulmo

Abdomen :

: BJ I dan II reguler, murmur (-)


: vesikuler, ronkhi (-/-), wheezing (-/-)

Inspeksi

: Datar

Palpasi

: Supel, hepar/ lien tidak teraba, nyeri tekan (-), massa (-)

Perkusi

: Timpani

Auskultasi

: Bising usus normal

Extremitas Superior

Dextra

Sinistra

Deformitas

(-)

(-)

Tanda radang

(-)

(-)

Gerak

(+)

(+)

ROM aktif

full

terbatas

Tonus

normotonus

hipotonus

Trofi

eutrofi

atrofi

Reflek fisiologis

+2

+1

Reflek patologis

(-)

(-)

Kekuatan
C5

C6

C7

C8

Th1

Dextra

sinistra

Musculus serratus anterior

Musculus rhomboid

Musculus supraspinatus

Musculus infraspinatus

Musculus pectoralis mayor

Musculus subscapular

Musculus lattisimus dorsi

Musculus biceps brachii

Musculus triceps brachii

Musculus supinator

Musculus :

Musculus pronator

Musculus interosseus & Palmaris

Ekstremitas Inferior

Dekstra

Sinistra

Deformitas

(-)

(-)

Tanda radang

(-)

(-)

Gerak

+N

+N

ROM

full

full

Tonus

normotonus

normotonus

Trofi

eutrofi

eutrofi

Kekuatan

5.5.5.5.5

5.5.5.5.5

Reflek fisiologis
Patella

+2

+2

Achilles

+2

+2

Reflek patologis

(-)

(-)

Klonus

(-)

(-)

Status Lokalis ekstremitas superior kiri


Inspeksi

: Atrofi m.deltoideus, m.supraspinatus, m.infraspinatus

Palpasi

: nyeri tekan

(-)

Nyeri gerak aktif dan pasif (-)


Tanda radang
AROM

PROM

(-)
S

: 30 0 50

: 60 0 30

Ro

: 20 0 20

: 50 0 180

: 180 0 40

Ro

: 50 0 40

Winging scapula

: (-)

Sensibilitas

: parestesi dan hipestesi sesuai distribusi dermatom C6, C7, C8 sinistra

Vegetatif

: dalam batas normal

Indeks Barthel
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10

Item
BAB
BAK
Perawatan diri
Penggunaan kamar kecil
Makan
Pindah dari tempat duduk ke tempat tidur dan sebaliknya
Berjalan
Berpakaian
Naik-turun tangga
Mandi
Jumlah
Kesan : Mandiri

Skor
10
10
5
10
10
15
15
10
10
5
100

IV.PEMERIKSAAN PENUNJANG
X-foto Humerus sinistra

Kesan : Fraktur os humerus sinistra 1/3 tengah


Hasil EMG tanggal 4 agustus 2014
Kesan :
-

Radikulopati pada C5-Th1 kiri

Mononeuropati multipleks lesi aksonal N. medianus, ulnaris kiri curiga


entrapment pada axilla.

V.ASSESMENT
1. DK

: Monoparesis superior sinistra flaksid

DT

: Pleksus brakhialis sinistra

DE

: Pleksopati brakhialis post trauma

2. Fraktur os humerus sinistra


Impairment :
- Monoparesis superior sinistra flaksid
- Fraktur os humerus sinistra
Disabitas :
- Hambatan untuk ADL dengan melibatkan lengan kiri
Handycap :
- Hambatan untuk bekerja.

.
VI.PROGRAM REHABILITASI MEDIK
1. Fisioterapi
Asessment :
-

Monoparesis superior sinistra flaksid

Fraktur os humerus sinistra

Program
a. Elektrostimulasi kelompok otot shoulder fleksor/ekstensor, abduktor/adduktor
sinistra
b. Elektrostimulasi kelompok otot elbow fleksor/ekstensor
c. Latihan penguatan ekstremitas superior sinistra
d. Latihan peningkatan lingkup gerak sendi dengan overhead pulley, finger ladder
dan shoulder wheel
2. Terapi Okupasi
Asessment:
-

Monoparesis superior sinistra flaksid

Fraktur os humerus sinistra

Program
-

Latihan peningkatan lingkup gerak sendi dengan aktivitas pekerjaan dan


permainan

Latihan peningkatan kemampuan ADL

Latihan peningkatan kemampuan motorik halus dan koordinasi tangan kiri

Latihan peningkatan sensibilitas dengan media sensitisasi

3. Psikologi :
Assessment :
-

Penderita lebih sering berdiam diri di rumah

Hubungan dengan anggota keluarga baik

Keluarga memberikan dukungan untuk pengobatan sakitnya

Penderita cemas akan kondisinya karena tidak bisa bekerja

Program :
-

Memberikan support mental agar penderita dapat menerima kondisinya

Memotivasi pasien agar rutin melakukan latihan di rumah

Memotivasi keluarga untuk tetap memberikan dukungan pada penderita

4. Social Worker :
Assessment :
-

Penderita tidak bisa bekerja lagi sejak sakit

Aktivitas sehari-hari dan perawatan diri mandiri

Program :
-

Memberikan motivasi untuk kontrol teratur dan menjalani program rehabilitasi


yang diberikan.

Visite untuk mengetahui kondisi rumah dan lingkungan sekitar.

GOAL SETTING

Kelemahan

Psikologis

Pekerjaan

+2

Kekuatan motorik
anggota gerak kiri atas
5-5-5-5-5

Dapat bekerja dan ADL seperti


sebelum sakit

+1

Kekuatan motorik
anggota gerak kiri atas
4-4-4-5-5
Kekuatan motorik
anggota gerak kiri atas
3-3-3-5-5
Kekuatan motorik
anggota gerak kiri atas
2-2-2-5-5

Tidak ada kecemasan, bisa


menerima kondisi dan
semangat untuk bisa
sembuh.
Kecemasan semakin
berkurang seiring dengan
peningkatan kekuatan
Kecemasan berkurang
karena ada perbaikan
kekuatan motorik
Cemas dengan kondisi
penyakitnya saat ini
berkaitan dengan pekerjaan
Kecemasan bertambah berat

Semua kegiatan pribadinya


tergantung pada orang lain

-1

-2

Kekuatan motorik
anggota gerak kiri atas
bertambah buruk

Dapat bekerja agak berat

Dapat bekerja ringan

Belum dapat bekerja lagi

Anda mungkin juga menyukai