Anda di halaman 1dari 11

Gangguan Saraf

Sistem saraf mempunyai peranan yang sangat penting bagi tubuh. Kemampuan berbicara,
bergerak, menelan, bernapas, dan berpikir, melibatkan sistem saraf yang cukup kompleks. Itulah
sebabnya, ketika mengalami gangguan saraf, seseorang dapat mengalami banyak kesulitan.

Tak hanya kesulitan bergerak, berbicara, bernapas, atau berpikir, gangguan saraf juga dapat
membuat pengidapnya mengalami gangguan pada ingatan, panca indra, serta suasana hati.

Tanda dan Gejala Gangguan Saraf

Secara umum, sistem saraf manusia terbagi menjadi dua, yakni sistem saraf pusat (terdiri dari
otak dan saraf tulang belakang) dan sistem saraf tepi (terdiri dari serabut saraf yang
menghubungkan berbagai organ dan sistem saraf pusat). Kedua bagian besar sistem saraf
tersebut bekerja bersama-sama, mengontrol semua fungsi tubuh manusia.

Beberapa fungsi tubuh yang dikontrol oleh sistem saraf sangat banyak. Mulai dari perkembangan
otak, sensasi dan persepsi, pikiran, emosi, ingatan, pergerakan, keseimbangan, koordinasi, tidur,
pemulihan, suhu tubuh, pernapasan, hingga detak jantung.

Berdasarkan tipenya, ada tiga tipe saraf dalam tubuh, yaitu:

● Saraf otonom. Fungsinya adalah untuk mengontrol gerakan tubuh yang tidak disadari
atau gerakan tubuh setengah sadar, misalnya detak jantung, tekanan darah, pencernaan,
dan pengaturan suhu tubuh.
● Saraf motorik. Fungsinya adalah untuk mengontrol gerakan dengan mengirimkan
informasi dari otak dan tulang belakang menuju otot.
● Saraf sensorik. Berfungsi untuk mengirimkan informasi dari kulit dan otot kembali ke
tulang belakang dan otak, agar merasakan sakit atau sensasi lainnya.
Lantas, apa tanda dan gejala yang dialami ketika terjadi gangguan saraf? Sebenarnya, itu
tergantung pada jenis saraf yang mengalami gangguan atau kerusakan. Berikut ini tanda
gangguan saraf berdasarkan jenis saraf yang terganggu:

● Gangguan pada saraf otonom: Ditandai dengan berkeringat terlalu banyak, sulit buang air
besar, mata dan mulut kering, gangguan pada kandung kemih, dan disfungsi seksual.
● Gangguan pada saraf motorik: Ditandai dengan kelemahan otot, pengecilan otot (atrofi
otot), otot berkedut, dan kelumpuhan.
● Gangguan pada saraf sensorik: Ditandai dengan sensitif, nyeri, kebas, kesemutan, dan
gangguan kesadaran posisi.

Apa Penyebab Gangguan Saraf?

Bicara soa penyebab dari gangguan saraf, tentunya sangat beragam. Berikut ini beberapa di
antaranya:

● Faktor genetik atau keturunan, misalnya pada penyakit Huntington dan penyakit Charcot-
Marie-Tooth.
● Tidak sempurnanya perkembangan saraf, misalnya pada kasus spina bifida.
● Rusaknya sel saraf, seperti pada kasus penyakit Parkinson dan Alzheimer.
● Gangguan pada pembuluh darah otak, misalnya pada stroke.
● Cedera pada otak atau tulang belakang.
● Kanker otak.
● Epilepsi.
● Infeksi bakteri, virus, jamur, atau parasit, misalnya pada meningitis.

Pengobatan untuk Gangguan Saraf

Pengobatan untuk gangguan saraf umumnya bertujuan untuk mengurangi gejala, karena pada
kebanyakan kasus, kerusakan saraf tidak bisa disembuhkan total. Selain itu, jika ada kondisi
medis lain yang jadi penyebabnya, maka pengobatan akan difokuskan ke situ.

Berikut ini beberapa pengobatan untuk gangguan saraf:

● Perbaikan gizi.
● Mengganti obat, jika penyebab kerusakan saraf adalah obat.
● Mengatasi kondisi autoimun yang jadi penyebab gangguan saraf.
● Mengontrol kadar gula darah, jika mengidap diabetes.
● Memberikan obat pereda nyeri, antidepresan trisiklik, atau beberapa obat antikejang
untuk meredakan nyeri saraf.
● Fisioterapi, seperti terapi listrik.
● Operasi untuk mengatasi tekanan atau trauma pada saraf.
● Transplantasi saraf.

Sumber: https://www.halodoc.com/artikel/inilah-tanda-saat-seseorang-mengalami-gangguan-
saraf

Gangguan Akar Saraf

Cauda Equina Syndrome (CES)

Cauda Equina Syndrome (Sindrom Cauda Equina) adalah kondisi ketika sekumpulan akar saraf
(cauda equina) di bagian bawah saraf tulang belakang mengalami tekanan. Akar saraf berperan
sebagai penghubung antara otak dan tubuh bagian bawah, dalam mengirim dan menerima sinyal
sensorik dan motorik, dari dan menuju tungkai, kaki, dan organ panggul. Ketika akar saraf
tertekan, sinyal akan terputus dan mempengaruhi fungsi bagian tubuh tertentu.

Sindrom cauda equina merupakan kondisi medis yang jarang terjadi. Jika penderita CES tidak
segera ditangani, kondisi ini dapat menyebabkan kelumpuhan permanen, inkontinensia urine dan
tinja, serta disfungsi seksual. Terkadang, penanganan darurat tetap tidak mampu mengembalikan
fungsi tubuh penderita secara keseluruhan.

Penyebab CES
Sindrom cauda equina disebabkan oleh berbagai kondisi yang mengakibatkan peradangan atau
terjepitnya saraf di bagian bawah tulang belakang. Salah satu kondisi yang menjadi penyebab
utama CES adalah herniasi diskus atau hernia nukleus pulposus. Herniasi diskus adalah kondisi
ketika bantalan tulang belakang mengalami pergeseran. Selain itu, ada beberapa kondisi yang
juga dapat menyebabkan CES, yaitu:

1. Infeksi atau peradangan pada tulang belakang


2. Stenosis spinal
3. Cedera tulang belakang bagian bawah
4. Cacat lahir
5. Malformasi arteri vena
6. Tumor pada tulang belakang
7. Perdarahan tulang belakang (subarachnoid, subdural, epidural)
8. Komplikasi pascaoperasi tulang belakang

Selain itu, ada beberapa faktor yang meningkatkan risiko seseorang terkena CES:

1. Lansia
2. Atlet
3. Memiliki berat badan berlebih atau obesitas
4. Sering mengangkat atau mendorong benda berat
5. Cedera punggung akibat jatuh atau kecelakaan

Gejala CES

Gejala CES bervariasi, berkembang secara bertahap, dan terkadang menyerupai gejala penyakit
lainnya, sehingga sulit terdiagnosis. Gejala yang dapat muncul di antaranya adalah:

1. Nyeri hebat di punggung bagian bawah


2. Nyeri di sepanjang saraf panggul (skiatika), baik pada satu atau kedua tungkai
3. Mati rasa di area pangkal paha
4. Gangguan buang air besar dan buang air kecil
5. Berkurang atau hilangnya refleks anggota tubuh bagian bawah
6. Otot tungkai melemah
Diagnosis CES

Dokter dapat mencurigai seorang pasien menderita sindrom cauda equina jika terdapat gejala-
gejalanya, yang diperkuat oleh pemeriksaan fisik. Selama pemeriksaan fisik, dokter akan
menguji keseimbangan, kekuatan, koordinasi, dan refleks pada tungkai dan kaki pasien. Dokter
akan menginstruksikan pasien untuk:

1. Duduk
2. Berdiri
3. Berjalan dengan tumit dan jari kaki
4. Mengangkat kaki dalam posisi berbaring
5. Membungkukkan tubuh ke depan, belakang, dan samping

Tes pencitraan juga dilakukan untuk memastikan diagnosis pasien. Di antaranya adalah:

1. Mielografi: prosedur pemeriksaan tulang belakang dengan menggunakan sinar-X dan


cairan kontras yang disuntikkan ke dalam jaringan sekitar tulang belakang. Pemeriksaan
ini dapat menunjukkan tekanan yang terjadi pada saraf tulang belakang.
2. CT Scan: untuk menghasilkan gambar kondisi sumsum tulang belakang dan jaringan
sekitarnya dari berbagai sudut
3. MRI: untuk menghasilkan gambar detail sumsum tulang belakang, akar saraf, dan area
sekitar tulang belakang
4. Elektromiografi: untuk mengevaluasi dan merekam aktivitas elektrik yang dihasilkan
oleh otot dan sel saraf. Hasil elektromiografi dapat melihat gangguan fungsi saraf dan
otot.

Pengobatan CES

Setelah dokter mengonfirmasi bahwa pasien terdiagnosis CES, maka penanganan darurat melalui
tindakan operasi perlu segera dilakukan. Tindakan operasi bertujuan untuk meredakan tekanan
yang terjadi pada ujung saraf tulang belakang. Jika CES disebabkan oleh herniasi diskus,
tindakan operasi dapat dilakukan pada area bantalan tulang belakang untuk mengangkat materi
yang menekan saraf.
Tindakan operasi sebaiknya dilakukan dalam waktu 24 atau 48 jam sejak gejala dirasakan.
Tindakan ini bertujuan untuk mencegah kerusakan saraf dan cacat permanen.

Penanganan pascaoperasi akan dilakukan terhadap pasien setelah menjalani tindakan operasi.
Beberapa penanganan yang dilakukan yaitu:

1. Terapi obat. Dokter akan memberikan beberapa jenis obat untuk mengendalikan atau
mencegah kondisi lain yang mungkin dialami pasien pascaoperasi. Di antaranya adalah:
● Kortikosteroid, untuk meredakan peradangan pascaoperasi
● Pereda nyeri, seperti paracetamol, ibuprofen, hingga oxycodone, untuk meredakan
rasa nyeri pascaoperasi
● Antibiotik, jika CES disebabkan oleh infeksi
● Obat-obatan untuk mengendalikan fungsi kandung kemih dan usus, seperti
tolterodine atau hyoscyamine.
2. Radioterapi atau kemoterapi, sebagai tindakan pengobatan lanjutan pascaoperasi jika
CES disebabkan oleh tumor tulang belakang.
3. Fisioterapi, jika CES mempengaruhi kemampuan berjalan, maka dokter akan
merekomendasikan pasien untuk menjalani fisioterapi. Dokter rehabilitasi medik akan
merencanakan program terapi yang bisa membantu pasien untuk mengembalikan
kekuatan kaki untuk melangkah.

Tindakan operasi tidak secara langsung dapat mengembalikan fungsi tubuh secara keseluruhan.
Kondisi ini tergantung pada tingkat kerusakan saraf yang dialami pasien. Fungsi kandung kemih
dan usus membutuhkan waktu beberapa tahun untuk kembali normal.

Pencegahan CES

Tindakan pencegahan CES sulit dilakukan karena kemunculan sindrom ini seringkali diakibatkan
oleh cedera atau trauma yang tidak dapat diprediksi. Namun, CES yang disebabkan oleh infeksi
dapat dipicu oleh penyalahgunaan NAPZA dalam bentuk suntik. Karena itu, tindakan
pencegahan yang dapat dilakukan adalah dengan tidak menggunakan narkotika suntik secara
ilegal.

Komplikasi CES
Jika tidak segera ditangani, CES dapat menyebabkan beberapa komplikasi, yaitu:

1. Kelumpuhan permanen. Saraf yang tertekan dapat mengalami kerusakan permanen jika
tidak ditangani yang akan mengakibatkan kelumpuhan permanen terutama di bagian
tungkai.
2. Inkontinensia urine dan tinja, terjadi ketika tubuh kehilangan kendali atas buang air kecil
(inkontinensia urine), atau buang air besar (inkontinensia tinja). Kondisi ini disebabkan
saraf yang tidak berfungsi secara normal.
3. Disfungsi seksual. Sindrom ini dapat menyebabkan terganggunya fungsi saraf di organ
reproduksi, terutama pria.

Sumber: https://www.alodokter.com/sindrom-cauda-equina

Gangguan Pleksus

Definisi Branchial Plexus Injury

Brachial plexus adalah jaringan saraf yang bertugas mengirim sinyal dari tulang belakang ke
bahu, lengan, dan tangan. Regangan, tekanan, atau cedera yang menyebabkan jaringan saraf ini
rusak atau bahkan hingga sobek atau terputus dapat menyebabkan masalah.

Cedera yang ringan umum terjadi pada kontak fisik saat olahraga, seperti sepak bola. Cedera
saraf brachial plexus juga bisa terjadi saat persalinan. Kondisi kesehatan tertentu, misalnya
peradangan atau tumor, dapat memengaruhi jaringan saraf ini.
Kasus cedera yang paling serius biasanya terjadi pada kecelakaan lalu lintas. Ini bisa
menyebabkan tangan Anda lumpuh dan mati rasa.

Fungsi saraf brachial plexus dapat diperbaiki dengan cangkok otot atau saraf lewat pembedahan.

Tanda-tanda & Gejala

Tanda dan gejala brachial plexus injury bisa bervariasi, tergantung keparahan dan lokasi
cederanya. Biasanya, hanya satu sisi lengan yang terpengaruh. Tanda dan gejala brachial plexus
injury bisa bervariasi, tergantung keparahan dan lokasi cederanya. Biasanya, hanya satu sisi
lengan yang terpengaruh.

Brachial plexus injury ringan

Cedera ringan biasanya terjadi pada olahraga, seperti sepak bola, gulat, ketika saraf pleksus
brakialis meregang atau ditekan.

Cedera ringan biasanya menimbulkan gejala seperti sensasi tersengat listrik atau terbakar di
sekujur lengan, atau sensasi kebas (mati rasa) atau kelemahan di lengan tersebut. Gejala-gejala
ini biasanya berlangsung hanya beberapa menit, tapi beberapa orang bisa mengalaminya hingga
harian bahkan mingguan atau lebih lama lagi.

Brachial plexus injury parah

Pada kasus cedera yang lebih berat, misalnya sampai sobek atau terlepas dari tulang belakang,
biasanya menyebabkan

● Kelemahan atau ketidakmampuan untuk menggerakkan otot tangan, lengan, atau bahu.
● Tidak bisa menggerakkan dan merasakan sensasi rangsangan, seperti di bahu atau tangan.
● Nyeri hebat
Penyebab

Kerusakan pada bagian teratas saraf jaringan brachial plexus yang menyebabkan injury atau
cedera cenderung terjadi ketika bahu Anda tertekan ke bawah sementara leher tertarik ke
atas.Bagian bawah saraf cenderung terluka ketika tangan tertarik atau ditarik paksa di atas
kepala.

Hal ini bisa disebabkan oleh beberapa hal:

● Kontak fisik saat olahraga, seperti saat sepak bola


● Proses persalinan yang sulit, seperti posisi bayi sungsang atau waktu bersalin yang lama
yang menyebabkan bahu bayi tersangkut di jalur lahir. Kerusakan bagian saraf atas
disebut Erb’s palsy.
● Trauma fisik, dari kecelakaan lalu lintas, terjatuh, atau luka tembak.
● Peradangan yang menyebabkan kerusakan saraf brachial plexus. Salah satunya
disebabkan oleh kondisi langka yang disebut sindrom Parsonage-Turner
● Tumor nonkanker atau kanker yang tumbuh di brachial plexus atau menyebabkan
tekanan pada brachial plexus atau menyebar ke jaringan saraf tersebut, sehingga
menyebabkan kerusakan.
● Radioterapi kanker.

Faktor-faktor risiko

Beberapa faktor yang meningkatkan risiko Anda terhadap brachial plexus injury adalah:

● Terlibat dalam olahraga fisik, seperti sepak bola dan gulat.


● Terlibat dalam kecelakaan bermotor.

Diagnosis
Dokter mendiagnosis cedera dengan mengamati gejalanya dan melakukan serangkaian
pemeriksaan fisik, meliputi:

● Electromyography (EMG). Prosedur ini melibatkan pemasukan jarum ke dalam otot


untuk mengevaluasi aktivitas listrik dalam otot tersebut ketika berkontraksi dan
beristirahat. Prosedur ini mungkin terasa sedikit sakit, namun mereda setelahnya.
● Tes konduksi saraf, yang biasanya dilakukan dalam rangkaian tes EMG. Tes ini
dilakukan unuk mengamati kecepatan konduksi saraf ketika dialiri listrik. Informasi ini
dapat memberi tahu dokter seberapa baik saraf Anda bekerja.
● Magnetic resonance imaging (MRI). Tes ini dapat memberi tahu dokter seberapa parah
cedera telah terjadi sekaligus kondisi arteri utama yang penting dalam lengan.
● Computerized tomography (CT) myelography. Tes ini menggunakan sinar X-ray untuk
memindai gambaran detail mengenai tulang belakang dan akar-akar sarafnya. CT scan
biasanya dilakukan ketika MRI tidak memberikan hasil yang optimal.
● Jika dokter mencurigai bahwa pembuluh darah di lengan Anda cedera, ia mungkin akan
melakukan angiogram. Angiogram adalah tes pemindaian menggunakan cairan pewarna
khusus yang disuntikkan ke pembuluh darah untuk mengecek kondisi pembuluh darah
tersebut. Informasi ini penting untuk dokter menentukan perencanaan operasi

Pengobatan

Pengobatan akan didasari oleh tingkat keparahan cedera, jenis cedera, jarak dari waktu cedera
sampai pengobatan, dan beragam faktor lainnya. Saraf yang tertarik mungkin dapat sembuh
sendiri tanpa harus diobati.

Dokter mungkin merekomendasikan


● Terapi fisik untuk menjaga persendian dan otot-otot Anda tetap berfungsi baik, menjaga
rentang gerak, dan mencegah sendi kaku.
● Luka jaringan parut mungkin terbentuk selama proses pemulihan cedera, yang bisa
diperbaiki lewat pembedahan untuk meningkatkan fungsi saraf. Prosedur ini biasanya
ditujukan untuk cedera saraf yang telah sobek atau putus tertarik.

Pembedahan untuk memperbaiki cedera harus segera dilakukan setidaknya dalam 6-7 bulan
setelah kejadian cedera. Jika lebih dari ini, otot-otot Anda mungkin tidak dapat lagi berfungsi.

● Prosedur perbaikan cedera lainnya termasuk cangkok saraf, transfer saraf (dari area lain
di tulang belakang Anda), hingga transfer otot (memindahkan otot atau tendon dari area
lain di tubuh Anda untuk menggantikan jaringan yang cedera).
● Untuk mengelola rasa sakit dari cedera, dokter biasanya meresepkan obat pereda sakit
jenis opiat. Pasalnya, rasa sakit dari brachial plexus injury sering digambarkan sebagai
rasa nyeri yang luar biasa, meremukkan, dan sensasi terbakar terus menerus yang
melemahkan.

Sumber : https://hellosehat.com/saraf/otak-tulang-belakang/brachial-plexus-injury/

Anda mungkin juga menyukai