Anda di halaman 1dari 8

RESPONSI

REHABILITASI MEDIK DAN FISIOTERAPI

Cervical Root Syndrome


(Sindroma Akar Saraf Servikal)

Pembimbing :
dr. EKA POERWANTO, Sp. KFR

Penyusun :
AKHMAD IKHWAN BAIDLOWI
2009.04.0.0171

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HANG TUAH
SURABAYA
2015

Cervival Root Syndrome


(Sindroma Akar Saraf Servikal)
A. Batasan.
Sindroma akar saraf servikal merupakan kumpulan gejala yang diakibatkan
penekanan / iritasi pada akar saraf di leher dalam / sekitar foramen intervertebralis
sebelum akar saraf tersebut terbagi dalam rami anterior dan posterior, yang disertai
dengan rasa nyeri di leher dan menjalar ke bahu, lengan atas dan lengan bawah
bergantung akar saraf mana yang terkena. Lebih lanjut dikatakan bahwa hal ini
disebabkan karena adanya perubahan degenratif pada diskus intervertebralis maupun
pada ligamentum flavum.
Radikulopati Servical merupakan salah satu contoh nyata dari sindroma akar
saraf servical. Didapati pada 34% pasien dengan nyeri servikal adalah radikulopati.
Pada pasien dengan radikulopati servical akan didapati gangguan distribusi
sklerotomal baik motorik dan ataupun sesoris. Pada dasarnya anamnesa dan
pemeriksaan fisik menjadi modalitas utama dalam mendiagnosa kelainan ini. Maka
dari itu pemahaman mengenai anatomi Spine Cervical dan patofisiologi nyeri
radikular dipandang penting untuk dokter maupun tenaga medis lain dalam
menegakan diagnosa CRS.
Studi yang dilakukan pada 550 pasien antara tahun 1976-1990 di Rochester
Minesota oleh Lavine dan Smith (1996) menunjukan sekitar 83,2 kasus per 100.000
populasi adalah laki-laki dengan rentan umur terbanyak 50-54 tahun. Lebih lanjut
dikatan bahwa C7 dan C6 merupakan daerah tersering yang mengalami penekanan
ataupun kelainan tersebut.
B. Patofisiologi.
Penting untuk diketahui mengenai anatomi tulang servical terlebih dahulu
sebelum kita mempelajari patofisiologis dari Cercical Root Syndrome (CRS). Pada
regio servical ini sangatlah unik dibandingkan dengan regio thorax maupun lumbal,
karena setiap akar saraf servical akan keluar diantara pedikel sesuai dengan nama
tulangnya kecuali pada C8 yang keluar diatas pedikel T1. Sebagai contoh pada diskus
C3-C4 yang keluar adalah akar saraf C4 dan yang mengalami penekanan adalah akar
saraf C4 tersebut. Hal ini dipandang penting karena akan sangat berpengaruh untuk
mengetahui kelainan-kelainan yang terjadi sesuai dengan dermatomnya.

Pada orang dengan tulang servikal yang normal, umumnya pada remaja
normal, akar saraf servikal akan menempati 1/3 celah yang ada pada neuroforamen.
Namun ketika menengadah (extend) didapati peningkatan proporsi dari akar saraf
yang menempati neuroforamen tersebut dikarenakan adanya pengecilan dari foramen
tersebut akibat dari posisi yang menengadah. Dapat diperkirakan pada orang dengan
kelainan CRS, akan diperoleh penekanan yang lebih nyata dari akar saraf servikal
tersebut.
Secara umum patofisiolgis CRS terjadi karena adanya tekanan mekanis
langsung pada akar saraf di dalam foramen intervertebralis (neuroforamen), maupun
penekanan dari akar-akar saraf sekunder oleh karena angulasi yang abnormal dari
tulang-tulang belakang yang berdekatan dengan ruang intervertebralis yang
mengalami degenerasi. Disamping itu, proses degenerasi menyebabkan terjadinya
Stenosis Spinal, dimana ditandai dengan pemebentukan tulang muda yang dapat
menyebabkan terjadinya penekanan pada akar saraf servikal. Selain itu proses infeksi,
trauma, tumor dan kelainan sistemik memberi andil besar dalam terjadinya CRS.
Segala sesuatu yang bisa merangsang serabut sensorik pada tingkat radiks dan
foramen intervertebral dapat menyebabkan nyeri radikuler, yaitu nyeri yang
berpangkal pada tulang belakang tingkat tertentu dan menjalar sepanjang kawasan
dermatome radiks posterior yang bersangkutan. Maka dari itu sering kali nyeri
tersebut akan timbul sesuai dengan pemetaan dermatom berikut ini :

Lebih lanjut nyeri yang timbul pada pasien CRS merupakan indikator penting
dalam menegakan diagnosa, namun dalam penelitian belum sepenuhnya dapat
dimengerti. Pada penelitian menggunakan mediator kimia yang dilakukan oleh
Cornefjod et al, didapati peningkatan neuropeptide substansi P dan substansi VIP
sebagai akibat dari penekanan akara saraf ini. Bahkan peningkatan mediator kimia
yang mencetus rangsangnya nyeri lain akan meningkat pada keadaan ini. Hal ini
menunjukan bahwa nyeri merupakan keluhan utama akan yang membawa pasien
datang ke dokter ataupun pusat kesehatan lainya.
Umumnya pada pasien geriatri didapati adanya proses degenratif yang
menyebabkan penekanan akar saraf, namun pada pasien muda atau remaja proses
herniasi diskus yang memegang peranan penting. Didapati tiga jenis herniasi diskus
yang dikategorikan oleh Stookey dan oleh Rothman dan Marvel sebagai berikut:

Herniasi intraforamen merupakan yang teresring dengan gejala radikular


sesuai dengan dermatom akar saraf yang mengalami penekanan. Pada herniasi postero
lateral yang banyak mengalami gangguan adalah bagian motoris seperti kelemahan
otot maupun atrofi otot, sedangkan pada herniasi midline akan mengakibatkan
myelopati.
C. Gejala Klinis (Anamnesa).
Nyeri di tengkuk (nyeri leher). Biasanya nyeri ini dapat menjalar ke daerah

bahu, dada, pundak, skapula, dan lengan atas atupun bawah yang terkena.
Ada gejala sensoris seperti parestesia dan hipostesia.
Bisa di dapati gejala motoris seperti kelemahan otot leher, lengan dan tangan
sampai atrofi otot intrisik tangan. Biasanya keadaan ini menyebabkan
terjadinya keterbatasan gerak.

D. Cara Pemeriksaan (Diagnosa Penyakit)


Inspeksi : posisi kepala tertekuk menjahui sisi yang sakit.
Palpasi : nyeri tekan, kekakuan, spasme otot.
Movement : nampak nyeri gerak
Tes Sensoris dan Tes Motorik.
Tes khusus :
o Tes kompresi (provokasi) : Pemeriksa menekan puncak kepala
penderita dengan kedua tangan, sembari penderita memiringkan
kepalanya ke arah satu sisi. Tes dikatakan positif bila timbul rasa nyeri
di leher yang menjalar ke lengan di sisi mana kepala penderita
dimiringkan. Hal ini menegaskan adanya penekanan pada akar
sarafnya. Tes ini bersifat spesifik namun kurang sensitif.

o Tes distraksi : Pemeriksa meletakan satu tangan di dagu sedangkan


tangan lain di daerah occiput kemudian secara perlahan kepala
penderita diangkat. Tes ini dinyatakan positif bila rasa nyeri hilang
ataupun berkurang.

o Tes abduksi bahu : Penderita dalam posisi duduk maupun berbaring.


Pemeriksa secara pasif ataupun penderita secara aktif mengangkat
lenganya

ke

atas

sampai

tangan

atau

lengan

bawah

menempel/bersandar pada puncak kepala. Tes positif bila keluhan


penderita berukrang.
o Tes depresi bahu : Pemeriksa berdiri dibelakang penderita dimana satu
tangan yang lain dalam waktu yang bersamaan menekan bahu dari sisi

yang berlawanan ke arah bawah, maka nyeri akan bertambah.


Pemeriksaan penunjang :
o Foto polos servikal (X-Ray AP/Lat/Oblique) : penting untuk
mendeteksi adanya subluksasi, fraktur, maupun proses degeneratif.
o CT Scan : Dapat memberikan visualisasi yang baik komponen tulang
servikal dan sangat membantu bila terjadi proses akut.
o MRI : sebagai pemeriksaan penunjang pilihan untuk regio servikal.
Dapat mendeteksi kelainan pada ligamentum, diskus, medula spinalis,
radiks saraf dan tulang vetebra.
o EMG : membantu mengetahui apakah gangguan neurogenik atau tidak;
menentukan level dari iritasi radiks, membedakan lesi radiks dan lesi
saraf perifer, mebedakan adanya iritasi atau kompresi radiks.

E. Diferensial Diagnosa (Diagnosa Pembanding)


Pseudo Cervical Root Syndrome, merupakan suatu MTPS (myofacial trigger
point syndrome) dimana gejala klinisnya sering kali mirip dengan CRS yaitu

berupa rasa nyeri di daerah tengkuk, yang menjalar ke pundak, lengan dan

tangan.
Thoracic Outlet Syndrome adalah kumpulan gejala yang disebabkan karena
adanya kompresi terhadap neurovaskular bundle dalam perjalanan menuju ke

ekstremitas atas melintasi tiga daerah yang cenderung sempit.


Carpal Tunel Syndrome. Didapati adanya gejala parestesi dan nyeri pada jarijari tangan yang ditimbulkan oleh karena adanya kompresi terhadap saraf
medianus pada saat melintasi terowongan carpal yang tidak elastis yang
dibentuk oleh 2 lengkung tulang carpal yang cekung serta fleksor retinakulum.

F. Penatalaksanaan
Non Operatif dan Non Medikamentosa.
o Traksi Leher : Tindakan ini dilakukan apabila dengan istirahat keluhan
nyeri tidak berkurang atau pada pasien dengan gejala yang berat dan
mencerminkan adanya kompresi radiks saraf. Traksi dapat dilakukan
secara terus-menerus atau intermiten. Traksi ini ditujukan untuk
menghilangkan spasme otot dan memisahkan permukaan tulang.
o Terapi Latihan :
Streching exercise.
Neck Cailliet exercise.
Strengthening exercise.
o Modalitas :
Terapi dingin (1-4 x sehari selama 15-20 menit)
Terapi panas superfisial : HCP, IR.
Terapi panas dalam : SWD, MWD atau USD
Biasanya dilakukan bila kompres dingin tidak memberi dampak
yang signifikan. (perlu diingat bahwa pemahaman rasa nyeri

terhadap dingin ataupun panas pasien sangatlah pragmatis).


TENS : merupakan terapi listrik yang bertujuan untuk

mengurangi rasa nyeri.


Akupuntur : terapi yang berasal dari ilmu kedokteran
tradisional China yang telah diakui WHO, terapi ini ditujukan

untuk mengurangi nyeri dan memperlancar peredaran darah.


o OP : Collar neck untuk immobilisasi leher dan mengurangi kompresi
akar saraf servikal (24 jam/hari selama seminggu pertama, selanjutnya

bila beraktivitas saja pada minggu kedua)


Medikamentosa

o Analgetika dan inflamasi berguna untuk menghilangkan rasa nyeri dan


mengurangi odem. Yang biasa digunakan adalah Asam Mefenamat
dengan dosis 500mg tiap 8 jam.
o Muscle relaxant untuk menghilangkan spasme otot, kadang golongan
sedatif juga diperlukan, diazepan dengan dosis 2mg tiap 12 jam

(disesuaikan dengan kebutuhan).


o Vitamin Neurotropik. Vitamin B1, B6 dan B12.
Operatif
Dilakukan hanya jika terapi konservatif tidak ada perubahan berarti selama 6
bulan.
Edukasi

pasien

meliputi

penjelasan

penyakit,

resiko

penyakit

(pekerjaan/aktivitas tertentu yang menyebabkan leher seringkali menunduk),


proper body, memodifikasi aktivitas / pembatasan aktivitas (pasien dilarang
melakukan aktivitas dengan kepala terlalu menunduk dalam waktu lama),
home exercise dan penggunan bantal urethane.
G. Prognosis
Kebanyakan CRS merupakan penyakit yang bisa diatasi tanpa tindakan operatif.
Dengan pengetahuan patofisiologis dan anatomis yang baik, diagnosa yang tepat, dan
penanganan konservatif secara intensif akan didapatkan perbaikan yang signifikan.

Kepustakaan :
1. Anonym. 2012. Panduan Pelayanan Medis Departemen Rehabilitasi Medik RSUP
Nasional Dr.Cipto Mangunkusumo. Hal. 146-148.
2. Nugraheni N, Subadi I dan Andriana M. 2008. Sindroma Akar Saraf Servikal di
Pedoman Diagnosis dan Terapi Bag/SMF, Rehabilitasi Medik RSUD Dr.Soetomo.
Surabaya. Hal. 6-8.
3. Lavine MJ, Albert TJ dan Smith MD. 1996. Cervical Radiculopathy: Diagnosis and
Nonoperative Management in American Academy of Orthopaedic Surgeon.
Philadelphia. Pp.305-316.
4. http://bimaariotejo.wordpress.com/2009/05/31/cervical-root-syndrome.
5. http://www.spine-health.com/video/cervical-radiculopathy-interactive-video.
6. http://www.swarminteractive.com/vm/index/brochure/1257/cervrad/en.

Anda mungkin juga menyukai