Anda di halaman 1dari 13

Carpal tunnel syndrome

1. Defenisi
Adalah penyakit yang disebabkan terjepitnya saraf medianus pada ekstremitas atas tepatnya
pergelangan tangan yang melalui terowongan karpal.

2. Epidemiologi
90% dari kasus neuropati yang ada adalah CTS
1-4% populasi dunia pernah mengalami CTS
Di Jakarta, 20,3% pekerja di industri garmen mengalami CTS

3. Etiologi
Faktor mekanis:
Aktivitas gerakan tangan repetitif, gerakan yang membutuhkan tenaga dari tangan dan
pergelangan tangan dan efek dari bekerja dengan memegang alat berat yang menimbulkan
getaran terus-menerus. Umumnya pada tangan dominan

Faktor Anatomis:
Tumor, kista atau terowongan karpal yang sempit menyebabkan penekanan pada nervus
medianus sehingga terjadi CTS

4. Faktor risiko
Pekerjaan yang repetitive (Koki, sekretaris, penjahit)
Obesitas
Penderita hipotiroidisme
Diabetes
Rheumatoid arthritis
5. Patofisiologi pathogenesis

6. Manifestasi klinis
Nyeri
Kesemutan
Sensasi terbakar
Mati rasa pada bagian lengan, pergelangan tangan,telapak tangan, dan jari tangan (kecuali
kelingking)
Pembengkakan pada bagian yang terdampak

7. Diagnosis
Anamnesis:
Dari gejala yang ditemukan

Pemeriksaan fisik:
Pada Elektromiografi (EMG) terdapat pemanjangan nerve conduction velocity (kecepatan
konduksi saraf)
USG untuk melihat apakah ada edema saraf
MRI untuk melihat kondisi jaringan lunak apakah ada ganglion,deformitas tulang,atau
hemangioma

8. Diagnosis banding
Radikulopati servikal
Fenomena Raynaud
Arthritis carpometacarpal ibu jari
Ganglion volar radialis
Arthritis pergelangan tangan
9. Tatalaksana
Cara pencegahan:
Melakukan peregangan tangan, baik sebelum dan setelah melakukan aktivitas yang banyak
melibatkan pergerakan tangan dan jari-jari tangan.
Mengurangi kebiasaan mencengkeram kuat dengan tangan.
Mengistirahatkan pergelangan tangan secara berkala untuk mengurangi stres dan tekanan pada
lorong karpal.
Menghindari menekuk pergelangan tangan terlalu lama.
Menjaga posisi pergelangan tangan agar tetap lurus selama tidur.
Menggunakan bantalan khusus saat menggunakan mouse komputer.
Menjaga tangan dan pergelangan tangan agar tetap hangat.
Menjaga berat badan dan postur tubuh ideal

Pemberian obat-obatan untuk meringankan gejala nyeri serta peradangan dan pembengkakan
pada lorong karpal, seperti obat antiinflamasi nonsteroid (OAINS) dan kortikosteroid.
Penggunaan wrist splint untuk menjaga pergelangan tangan agar tidak menekuk terutama saat
malam hari.

Tindakan operatif (Open carpal tunnel release/OCTR)


Indikasi:
Atrofi thenar
Defisit sensoris
Gejala persisten >1 tahun dengan terapi konservatifnya yang gagal

10. Komplikasi
Kerusakan permanen saraf median
Penyusutan massa otot
Nyeri kronis menjalar ke siku dan bahu

Distrofi musculorum

1. Defenisi
Sekelompok penyakit otot yang diturunkan yang dapat merusak serabut otot terutama
mengenai otot rangka, dan menimbulkan kelemahan progresif

2. Klasifikasi
Duchen muscular dystrophy
Becker muscular dystrophy
Limb-girdle muscular dystrophy
Congenital muscular dystrophy
3. Epidemiologi
16-25 per 100.000 penduduk mengalami distrofi otot
Terdapat 1 dari 3.500 bayi mengalami distrofi otot
Duchen muscular dystrophy adalah bentuk yang paling sering ditemui dengan menyumbang 50%
kasus dan menyerang pria pada usia 4 tahun

4. Etiologi
Genetik

5. Faktor risiko
Anak anak
Laki laki
Riwayat anggota keluarga mengalami distrofi otot

6. Pathogenesis patofisiologi

7. Manifestasi klinis
Sering jatuh
Kesulitan bangkit dari posisi berbaring atau duduk
Kesulitan berlari dan melompat
Gaya berjalan terhuyung-huyung
Berjalan dengan jari kaki
Otot betis besar
Nyeri dan kekakuan otot
Mempelajari ketidakmampuan
Pertumbuhan tertunda

8. Diagnosis
Tes enzim. Otot yang rusak melepaskan enzim, seperti creatine kinase (CK), ke dalam darah. Pada
seseorang yang tidak mengalami cedera traumatis, kadar kreatin kinase (CK) dalam darah yang
tinggi menunjukkan adanya penyakit otot.

Pengujian genetik. Sampel darah dapat diperiksa untuk mengetahui adanya mutasi pada
beberapa gen yang menyebabkan jenis distrofi otot.

Biopsi otot. Sepotong kecil otot dapat diangkat melalui sayatan atau dengan jarum berlubang.
Analisis sampel jaringan dapat membedakan distrofi otot dengan penyakit otot lainnya.

Tes pemantauan jantung (elektrokardiografi dan ekokardiogram). Tes-tes ini digunakan untuk
memeriksa fungsi jantung, terutama pada orang yang didiagnosis menderita distrofi otot
miotonik.

Elektromiografi. Jarum elektroda dimasukkan ke dalam otot untuk diuji. Aktivitas listrik diukur
saat pasien rileks dan saat pasien mengencangkan otot dengan lembut. Perubahan pola aktivitas
listrik dapat memastikan adanya penyakit otot.

9. Diagnosis banding
Stroke
Ensefalitis
Sindrom gullain barre

10. Tatalaksana
Kortikosteroid, seperti prednison dan deflazacort (Emflaza), yang dapat membantu kekuatan otot
dan menunda perkembangan beberapa jenis distrofi otot tertentu.
Obat eteplirsen
ACE inhibitor
Operasi

11. Komplikasi
Pemendekan otot atau tendon sekitar sendi
Gangguan pernafasan
Sulit berjalan
Osteoporosis
Bell’s Palsy

1. Defenisi
Merupakan kelemahan yang terjadi pada salah satu sisi otot wajah yang sifatnya sementara
akibat dari rusaknya saraf

2. Epidemiologi
15-30 kasus per 100.000 orang
63% kasus terjadi pada bagian sisi kanan wajah
4-14% terjadi kejadian berulang pada individu yang terdampak
29% meningkat pada orang prediabetes dan diabetes

3. Etiologi
Idiopatik
Trauma
Autoimun
Infeksi

4. Faktor risiko
Usia 15-60 tahun
Diabetes
Pengidap gangguan pernafasan atas
Penderita ISPA
Obesitas
Hipertensi
Riwayat bell palsy sebelumnya
5. Pathogenesis patofisiologi

6. Manifestasi klinis
Nyeri di belakang telinga
Kelumpuhan di seluruh otot ekspresi wajah
Sudut mulut jatuh
Garis dan lipatan kulit juga terpengaruh
Garis dahi menghilang
Lipatan palpebral menghilang dan kelopak mata tidak tertutup sempurna
Airmata yang menetes melewati pipi
Makanan atau minuman dapat menetes dari sudut mulut
Rasa tebal atau mati rasa dan terkadang mengeluh nyeri di wajah
Dapat menjadi lebih sensitif dan merasa nyeri jika mendengar suara-suara yang keras
Gangguan pendengaran dan terkadang pusing berputar (dizziness)

7. Diagnosis

Elektromiografi (EMG): prosedur ini bisa dokter lakukan dengan menempatkan elektroda di
wajah pengidap. Mesin kemudian akan mengukur aktivitas listrik saraf dan aktivitas listrik otot
sebagai respons terhadap stimulasi. Tes ini bermanfaat untuk menentukan tingkat kerusakan
saraf, serta lokasinya.
MRI, CT Scan, atau sinar X. Beberapa pemeriksaan tersebut bagus untuk menentukan apakah
ada kondisi lain yang mendasari penyakit tersebut, seperti infeksi bakteri, patah tulang
tengkorak, atau tumor.

Tes darah untuk memeriksa adanya infeksi bakteri atau virus.

Tusukan lumbal (spinal tap) untuk memeriksa meningitis , penyakit Lyme, atau sarkoidosis.

8. Diagnosis banding
Stroke
Tumor otak
Sklerosis multiple
Trauma
Aneurisma serebral

9. Tatalaksana
Kortikosteroid (anti inflamasi) yang dapat diberikan 72 jam setelah onset, dengan dosis dimulai
50 mg prednisone selama 5 hari lalu diturunkan 10 mg per hari pada 5 hari berikutnya. Namun
harus hati-hati pada pasien dengan kondisi sakit lain seperti diabetes mellitus, kelainan ginjal
atau hepar, hipertensi, kehamilan, dan tukak lambung.

Bila terdapat kecurigaan penyebabnya adalah virus dapat diberikan antivirus (acyclovir) dengan
dosis 400 mg lima kali sehari selama tujuh hari.

Menjaga kelembaban kornea dengan memberikan tetes mata pada siang hari untuk mencegah
iritasi pada mata.

10. Komplikasi
Kelemahan wajah
Gangguan bicara
Mata kering
Ulkus kornea
Hilangnya indra perasa
Kontraktur wajah
Sinkinesis mata dan mulut

Gullain burre syndrome

1. Defenisi
Kondisi autoimun dimana system kekebalan tubuh menyerang system saraf tepi

2. Epidemiologi
Diseluruh dunia terjadi 1,3 kasus per 100.000
Terdapat 3000-6000 pasien GBS setiap tahunnya di AS
Laki laki 1,5 lebih sering terkena daripada Perempuan

3. Klasifikasi
AIDP (Acute inflammatory demyelinating polyradiculoneuropathy)
Demielinisasi perifer multifaktoral yang dapat dipengaruhi baik oleh mekanisme humoral atau
pun imun seluler
Gejalanya bersifat progresif dengan kelemahan tubuh yang simetris dan terdapat hiporefleksia
atau arefleksia (tidak adanya refleks tendon dalam)
Kena motorik, sensorik, otonom

AMAN (Acute motor axonal neuropathy)


Disebabkan oleh adanya antibodi yang terbentuk dalam tubuh yang melawan gangliosida GM1,
GD1a, GalNAc-GD1a, dan GD1b pada akson saraf motorik perifer tanpa disertai adanya proses
demielinisasi
Berhubungan dengan infeksi Campylobacter jejuni yang biasanya terjadi pada musim panas pada
pasien muda

AMSAN (Acute motor sensory axonal neuropathy)


Memiliki mekanisme yang sama dengan AMAN tetapi terdapat proses degenerasi aksonal
sensorik -> banyak gangguan sensorik

MFS (Miller Fisher syndrome)


terjadi proses demielinisasi, dimana antibodi imunoglobulin G merusak gangliosida GQ1b, GD3,
dan GT1a. Miller Fisher syndrome merupakan kasus yang jarang terjadi, yang memiliki gejala
yang khas berupa oftalmoplegi bilateral, ataksia dan arefleksia.
Ataksia (ketidakseimbangan, gangguan koordinasi)
Areflexia (tidak adanya refleks tendon dalam
Selain itu juga terdapat kelemahan pada wajah, bulbar, badan, dan ekstremitas yang terjadi pada
50% kasus.

Acute autonomic neuropathy


Gejalanya berupa gejala otonom khususnya pada kardiovaskuler dan visual, kehilangan sensoris
juga terjadi pada kasus ini

4. Etiologi
Autoimun
Pencetus:
- infeksi saluran cerna (5 hari -3 minggu sebelum gejala muncul)
Bakteri:
- Camplobacter jejuni (pada AMAN) dan mycoplasma pneumoniae
Virus:
- Eipstein barr virus
5. Faktor risiko
HIV/AIDS
Penyakit autoimun
Pria lebih beresiko
Lansia lebih beresiko
Infeksi pernafasan
Pasca operasi/suntikan

6. Pathogenesis patofisiologi

7. Manfiestasi klinis
Kesemutan pada tangan kaki
Kelumpuhan LMN, Sub akut, Relatif simteris kiri kana, dimulai dari anggota gerak bawah
Gejala mototrik lebih berat dari sensorik
Lemah bersifat ascenden
Sistem otonom bisa kena (Aritmia dan TD fluktuatif)
Reflek tendon berkurang/hilang
Paresis N. Fasialis terjadi pada 50% pasien
8. Diagnosis
Fase Progresif:
Pada umumnya, fase progresif berlangsung selama dua sampai tiga minggu sejak timbulnya
gejala awal sampai gejala menetap yang dikenal sebagai “titik nadir”. Pada fase ini timbul nyeri,
kelemahan bersifat progresif dan gangguan sensorik. Derajat keparahan gejala bervariasi dan
tergantung seberapa berat serangan yang muncul pada penderita.

Fase progresif akan diikuti oleh fase plateau yang stabil dimana tidak didapati baik perburukan
ataupun perbaikan gejala. Serangan telah berhenti namun derajat kelemahan tetap ada sampai
dimulai fase berikutnya, yaitu fase penyembuhan

Fase yang terakhir adalah fase penyembuhan dimana terjadi perbaikan dan penyembuhan
spontan. Sistem imun berhenti memproduksi antibodi yang menghancurkan mielin, dan gejala
berangsur-angsur menghilang, penyembuhan saraf mulai terjadi. Terapi pada fase ini ditujukan
terutama pada terapi fisik, untuk membentuk otot pasien dan mendapatkan kekuatan dan
pergerakan otot yang normal dan optimal.

Pemeriksaan neurologis:
Kelemahan anggota tubuh
Kesemutan

penunjang:
Nerve conduction study dan EMG:
Pada minggu pertama serangan gejala, didapatkan perpanjangan respon (88%), perpanjangan
distal latensi (75%), konduksi blok (58%) dan penurunan kecepatan konduksi motor (50%). Pada
minggu kedua, potensi penurunan tindakan berbagai otot (CMAP, 100%), perpanjangan distal
latensi (92%) dan penurunan kecepatan konduksi motor (84%)

Pada pemeriksaan laboratorium, ditemukan laju endap darah (LED) hasil


umumnya normal atau sedikit meningkat, leukosit umumnya dalam batas normal,
haemoglobin dalam batas normal, pada darah tepi didapati leukositosis
polimorfonuklear sedang dengan pergeseran ke bentuk yang imatur, limfosit
cenderung rendah selama fase awal dan fase aktif penyakit. Pada fase lanjut, dapat
terjadi limfositosis; eosinofilia jarang ditemui

Pada pemeriksaan cairan serebrospinal paling khas ditemukan adanya kenaikan kadar protein (1-
1,5 g/dl) tanpa diikuti kenaikan jumlah sel.

Pemeriksaan MRI akan memberikan hasil yang bermakna jika dilakukan pada hari ke 13 setelah
timbulnya gejala. MRI lumbosacral akan memperlihatkan penebalan pada radiks kauda equina
dengan peningkatan pada gadolinium. Adanya penebalan radiks kauda equina mengindikasikan
kerusakan pada barier darahsaraf. Hal ini dapat terlihat pada 95% kasus GBS dan hasil sensitif
sampai 83% untuk GBS akut.
9. Diagnosis banding
Encefalitis brainstem
Kompresi korda spinalis
Meningitis Karsinomatosis
Poliomielitis
Mielitis transversa
miastenia gravis

10. Tatalaksana
Kortikosteroid
Immunoglobulin intravena
Fisioterapi
Terapi suportif

11. Komplikasi
Gagal nafas
Adynamic ileus
Hiperkalsemia
Tekanan darah tidak stabil
Henti jantung
Sepsis

Anda mungkin juga menyukai