Anda di halaman 1dari 11

LAPORAN PENDAHULUAN

A. Pengertian
Myastenia gravis merupakan penyakit dengan kelemahan otot yang parah
dan satu-satunya penyakit neuromuskular dengan gabungan antara cepatnya
terjadi kelelahan otot-otot volunteer dan lambatnya pemulihan (dapat
memakan waktu 10-20 kali lebih lama dari normal), (Yudistira Erlan, 2014)
Myastenia gravis merupakan gangguan yang memengaruhi transmisi
neuromuscular pada otot tubuh yang kerjanya di bawah kesdaran seseorang
(Muttaqin Arif, 2012)
B. Etiologi
Penyebab pasti masih belum diketahui. Akan tetapi, penyakit ini diyakini
karena:
1. Respon autoimun.
2. Pelepasan asetilkolin yang tidak efektif.
3. Respon serabut otot yang tidak adekuat terhadap asetilkolin.
(Yudistira Erlan, 2014)
C. Patofisiologi
Dasar ketiaknormalan pada mastenia gravis adalah adanya kerusakan pada
transmisi impuls saraf menuju sel-sel otot karena kehilangan kemampuan atau
hilangnya reseptor normal membrane postnaps sambungan neuromuscular.
Pada orang normal, jumlah sitelokiln yang dilepaskan sudah lebih dari
cukup untuk menghasilkan potensial aksi. Pada myestenia gravis, konduksi
neuromukuler terganggu. Jumlah reseptor asetilkolin berkurang, mungkin
akibat cedera autoimun. Antibodi terhadap protein reseptor asetilkolin
ditemukan dalam serum banyak penderita myestenia gravis. Pada klien
myestenia gravis, secara makroskopis otot-ototnya tampak normal. Jika ada
atrofi, hal ini akibat otot yang tidak dipakai. Secara mikroskopis, beberaa kasus
dapat ditemukan infiltrasi limfosit dalam otot dan organ lain, tetapi pada otot
rangka tidak dapat ditemukan kelainan yang konsisten (Muttaqin Arif, 2012)
D. Manifestasi Klinis
Miasthenia Gravisdapat terjadi secara berangsur atau mendadak. Tanda
dan gejala:
1. Pengatupan kelopak mata yang lemah, ptosis, dan diplopia akibat
kerusakan transmisi neuromuskuler pada nervus kranialis yang
mempersarafi otot-otot bola mata (mungkin menjadi satu-satunya gejala
yang ada).
2. Kelemahan otot skeletal dan keluhan mudah lelah yang akan bertambah
ketika hari semakin siang, tetapi akan berkurang setelah pasien beristirahat
(pada stadium awal MG dapat terjadi keadaan mudah lelah pada otot-otot
tertentu tanpa ada gejala lain. Kemudian, keadaan ini bisa menjadi cukup
berat dan menyebabkan paralisis).
3. Kelemahan otot yang progresif dan kehilangan fungsi yang menyertai
menurut kelompok otot yang terkena; keadaan ini menjadi semakin
parah pada saat haid dan sesudah mengalami stress emosi, terkena cahaya
matahari dalam waktu lama, serta pada saat menderita demam atau infeksi.
4. Tampilan wajah yang kosong serta tanpa ekspresi dan nada vocal hidung,
yang semua terjadi sekunder karena kerusakan transmisi pada nervus
kranialis yang mempersarafi otot-otot wajah.
5. Regurgitasi cairan yang sering ke dalam hidung dan kesulitan
mengunyah serta menelan akibat terkenanya nervus kranialis
6. Kelopak mata yang jatuh akibat kelemahan otot-otot wajah dan ekstraokuler.
7. Kelemahan otot-otot pernapasan, penurunan volume tidal serta kapasitas
vital akibat kerusakan transmisi pada diafragma yang menimbulkan
kesulitan bernapas. Keadaan ini merupakan faktor predisposisi pneumonia
dan infeksi saluran napas lain pada pasien myasthenia gravis.
8. Kelemahan otot pernapasan (krisis miastenik) mungkin cukup berat
sehingga diperlukan penanganan kedaruratan jalan napas dan
pemasangan ventilator mekanis.
9. Kelemahan otot-otot leher dengan kepala yang miring ke belakang
untuk melihat (otot-otot leher terlalu lemah untuk menyangga kepala tanpa
gerakan menyentak).
(Yudistira Erlan, 2014)
E. Komplikasi
Krisis miasnetik, yang ditandai dengan perburukan beratfungsi otot rangka
yang memncak pada gawat napas dan kematian karena diafragma dan otot
interkostal menjadi lumpuh, dapat terjadi setelah pengalaman yang
menimbulkan stress seperti penyakit, gangguan emosiaonal, pembedahan, atau
selama kehamilan.
Krisis kolinergik adalah respon toksisk yang kadang dijumpai pada
penggunaan obat antikolinesterase yang terlalu banyak. Status hiperkolinergik
dapat terjadi yang ditandai dengan peningkatan motilitas usus, kontrisksi
pupil, dan bradikardi. Individu dapat mengalami mual muntah,
berkeringat, dan diare.
Gawat napas dapat terjadi:
1. Gagal nafas
2. Disfagia
3. Krisis miastenik
4. Krisis cholinergic
5. Komplikasi sekunder dari terapi obat
Penggunaan steroid yang lama:
1. Osteoporosis, katarak, hiperglikemi
2. Gastritis, penyakit peptic ulcer
(Yudistira Erlan, 2014)
F. Pemeriksaan Penunjang
1. Tes darah dikerjakan untuk menebtukan kadar antibody tertentu didalam
serum(mis, AChR-binding antibodies, AChR-modulating antibodies,
antistriational antibodies). Tingginya kadar dari antibody dibawah ini dapat
mengindikasikan adanya MG.
2. Pemeriksaan Neurologis melibatkan pemeriksaan otot dan reflex. MG dapat
menyebabkan pergerakan mata abnormal, ketidakmampuanuntuk
menggerakkan mata secara normal, dan kelopak mata turun. Untuk
memeriksa kekuatan otot lengan dan tungkai, pasien diminta untuk
mempertahankan posisint melawan resistansi selama beberapa periode.
Kelemahan yang terjadi pada pemeriksaan ini disebut fatigabilitas.
3. Foto thorax X-Ray dan CT-Scan dapat dilakukan untuk mendeteksi adanya
pembesaran thymoma, yang umum terjadi pada MG
4. Pemeriksaan Tensilon sering digunakan untuk mendiagnosis MG. Enzim
acetylcholinesterase memecah acetylcholine setelah otot distimulasi,
mencegah terjadinya perpanjangan respon otot terhadap suatu rangsangan
saraf tunggal. Edrophonium Chloride merupakan obat yang memblokir aksi
dari enzim acetylcholinesterase.
5. Electromyography (EMG) menggunakan elektroda untuk merangsang otot
dan mengevaluasi fungsi otot. Kontraksi otot yang semakin melemah
menandakan adanya MG.
(Yudistira Erlan, 2014)
G. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan Pada Myestenia Gravis adalah :
1. Periode istirahat yang sering selama siang hari untuk menghemat kekuatan
2. Timektomi (pengangkatan timus melalui pembedahan)
3. Plasmaferesis (dialisis darah dengan pengeluaran antibodi IgG)
4. Terapi farmakologi
a. Antikolinesterase (piridostigmin 30-120 mg per oral tiap 3 jam atau
neostigmin bromida 15-45 mg per oral tiap 3 jam) untuk
memperpanjang waktu paruh asetilkolin di taut neuromuskular.
b. Steroid (prednisolon sekali sehari secara selang-seling/alternate days
dengan dosis awal kecil (10 mg) dan dinaikkan secara bertahap (5-10
mg/minggu).
c. Azatioprin (merupakan obat imunosupresif dengan efek samping lebih
sedikit jika dibandingkan dengan steroid, yaitu berupa gangguan
saluran cerna, peningkatan enzim hati, dan leukopenia).
d. Obat anti-inflamasi untuk membatasi serangan autoimun
(Yudistira Erlan, 2014)
H. Pencegahan
Seperti pada penyakit autoimun lainnya, tidak ada yang dapat dilakukan
untuk mencegah terjadinya myasthenia gravis, karena bukan disebabkan
oleh sesuatu yang bisa kita hindari (Yudistira Erlan, 2014)
I. Penyimpangan KDM

Gangguan autoimun yang merusak reseptor asetilkolin

Jumlah reseptor asetilkolin berkurang pada membran postsinap

Kerusakan pada transmisi impuls saraf menuju sel-sel otot


karena kemampuan / hilangnya reseptor normal membran
postsinaps pada sambungan neuromuskular

Penurunan hubungan neuromuskular

Kelemahan otot-otot

Otot wajah, laring, faring Otot volunter Otot pernafasan

Kelemahan otot-otot Ketidakmampua


Regurgitasi makanan ke
rangka n batuk efektif,
hidung pada saat menelan,
kelemahan otot-
suara abnormal,
otot pernafasan
ketidakmampuan menutup Hambatan mobilitas Fisik,
rahang Intoleransi aktifitas
Ketidakefektifan pola
nafas, Ketidakefektifan
Risiko Aspirasi, bersihan jalan nafas
Gangguan pemenuhan
Krisis myastenia
nutrisi, Kerusakan
komunikasi Verbal
Kematian

Sumber : Muttaqin Arif, 2012


KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
1. Identitas klien yang meliputi nama,alamat,umur,jenis kelamin,dan status.
2. Keluhan utama : kelemahan otot
3. Riwayat kesehatan : diagnosa miastenia gravis didasarkan pada riwayat dan
presentasi klinis. Riwayat kelemahan otot setelah aktivitas dan pemulihan
kekuatan parsial setelah istirahat sangatlah menunjukkan miastenia gravis,
pasien mungkin mengeluh kelemahan setelah melakukan pekerjaan fisik
yang sederhana. Riwayat adanya jatuhnya kelopak mata pada pandangan
atas dapat menjadi signifikan, juga bukti tentang kelemahan otot.
4. Pemeriksaan Fisik :
a. B1(breathing): dispnea,resiko terjadi aspirasi dan gagal pernafasan akut,
kelemahan otot diafragma.
b. B2(bleeding) : hipotensi / hipertensi .takikardi / bradikardi
c. B3(brain) : kelemahan otot ekstraokular yang menyebabkan palsi
okular,jatuhnya mata atau dipoblia
d. B4(bladder) : menurunkan fungsi kandung kemih,retensi
urine,hilangnya sensasi saat berkemih
e. B5(bowel) : kesulitan mengunyah-menelan,disfagia, dan peristaltik
usus turun, hipersalivasi,hipersekresi
f. B6(bone) : gangguan aktifitas / mobilitas fisik,kelemahan otot yang
berlebih.
B. Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakefektifan pola nafas yang berhubungan dengan kelemahan otot
pernafasan.
2. Hambatan mobilitas di tempat tidur b.d gangguan kognitif, kelemahan
3. Risiko aspirasi
4. Risiko infeksi
C. Intervensi Keperawatan

No.
Diagnosa Keperawatan Tujuan & Kriteria Hasil Intervensi
Dx
I Ketidakefektifan bersihan jalan nafas b.d NOC: NIC
mucus berlebihan, benda asing dalam
jalan napas Setelah dilakukan tindakan keperawatan  Membersihkan jalan napas
selama ... x 24 jam pasien menunjukkan
 Memberikan posisi
keefektifan bersihan jalan napas teratasi,
dibuktikan dengan kriteria hasil: nyaman
 Menunjukkan jalan napas yang paten  Melakukan pengisapan
(irama napas, frekuensi pernapasan) 8eurom/darah pada saluran
dalam rentang normal pernapasan
 Tidak ada suara napas abnormal  Melakukan pemasangan
 Saturasi oksigen dalam batas normal oropharingeal airway
TTV dalam batas normal
 Melakukan auskultasi paru
secara periodic

II Hambatan mobilitas di tempat tidur b.d NOC: NIC:


gangguan kognitif, kelemahan, gangguan
Setelah dilakukan tindakan keperawatan  Lakukan pengkajian
muskuloskeletal, ganguan neuromuscular selama …x 24 jam di harapkan mencapai mobilitas pasien secara terus
mobilitas di tempat tidur, dibuktikan oleh: menerus
 Pengaturan posisi tubuh : Kemauan  Kaji tingkat kesadaran
sendiri  Latih rentang pergerakan
 Gerakan terkoordinasi sendi aktif dan pasif
 Mobilitas yang memuaskan  Latih teknik membalik dan
memperbaiki kesejajaran
tubuh
 Tempatkan tombola tau
lampu pemanggil bantuan di
tempat yang mudah di raih
 Berikan penguatan positif
selama aktifitas
 Gunakan ahli terapi
fisik/okupasi sebagai sumber
dalam penyusunan rencana
untuk mempertahankan dan
meningkatkan mobilitas di
tempat tidur
III Risiko Aspirasi NOC: NIC:

Setelah dilakukan tindakan keperawatan  Periksa residu lambung


selama …x 24 jam di harapkan tidak terjadi sebelum pemberian makanan
aspirasi, dibuktikan oleh: dan oabat
 Menunjukkan peningkatan kemampuan  Pantau tanda tanda aspirasi
menelan selama proses pemberian
 Menoleransi asupan oral dan secret tanpa makanan
aspirasi  Tempatkan pasien pada
 Menoleransi pemberian makan per enteral posisi semi fowler saat
tanpa aspirasi makan dan 1 jam setelahnya
 Gunakan spuit jika perlu saat
pemberian makanan
 Berikan penguatan positif
selama aktifitas
VI Risiko Infeksi NOC: NOC:

Setelah dilakukan tindakan keperawatan  Pantau tanda dan gejala


selama … x 24 jam di harapkan faktor risiko
infeksi (mis. Suhu tubuh,
infeksi akan hilang dibuktikan oleh:
 Terbebas dari tanda dan gejala infeksi penampilan luka, denyut
 Memperlihatkan higyne personal yang jantung,)
adekuat  Pantau hasil laboratorium
Melaporkan tanda dan gejala infeksi serta  Instruksikan untuk
mengikuti prosedur skrining dan pemantauan menjaga personal higine
untuk melindungi tubuh
terhadap infeksi
 Bersihkan lingkungan
dengan benar setelah
dipergunakan masing-
masing pasien
 Pertahankan teknik isolasi
bila diperlukan
 Batasi jumlah pengunjung
jika diperlukan
DAFTAR PUSTAKA

Muttaqin Arif, 2012. Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem

Persarafan. Jakarta: Salemba Medika

Yudistira Erlan, 2014. Laporan Pendahuluan Myestenia Gravis.

www.Kupdf.net di akses tanggal 09 Juli 2018

Wikinson, Judith M 2017. Diagnosa Keperawatan: Diagnosa Nanda-I,

Intervensi NIC, Hasil NOC, Ed10. EGC

Anda mungkin juga menyukai