Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PENDAHULUAN

MYASTHENIA GRAVIS

STASE KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH

Disusun Oleh :

Nening Safitri

20300026

PROGRAM STUDI NERS TAHAP PROFESI


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
CITRA DELIMA BANGKA BELITUNG
2021/2022
A. DEFINISI

Myastheniagravisadalahsuatukelainanautoimunyangditandaiolehsuatukelemah

anabnormal dan progresif pada otot rangka yang dipergunakan secara terus-menerus

dandisertai dengan kelelahan saat beraktivitas.Penyakit ini timbul karena adanya

gangguandarisynaptictransmissionataupadaneuromuscularjunction.Dimanabilapender

itaberistirahat,makatidaklamakemudiankekuatanototakanpulihkembali(Widyadharma,

2013).

Myasthenia gravis adalah suatu penyakit autoimun disertai gejala kelemahan

dan kelelahan dimana antibodi menurunkan sejumlah reseptor asetilkolin post sinap

pada neuromuscular junction (Harahap, 2015).

Myasthenia

gravisadalahsuatukelainanautoimunyangditandaiolehsuatukelemahan abnormal dan

progresif padaototrangkayang dipergunakan secaraterus- menerusdan

disertaidengankelelahansaatberaktivitas. Jika penderita beristirahat, maka tidak

lamakemudiankekuatanototakanpulihkembali.Penyakitinitimbulkarenaadanyaganggua

ndarisynaptictransmissionatau padaNMJ (Kamarudin, 2019).

Myasthenia gravis adalah gangguan autoimun yang merusak komunikasi antara

syaraf dan otot, mengakibatkan peristiwa kelemahan otot.

B. ETIOLOGI

Penyebabnya diduga merupakan gangguan autoimun (dimana antibody didalam

tubuh menyerang sel ataupun jaringan yang membentuk antibody itu sendiri) yang

merusak fungsi reseptor asetilkolin dan mengurangi efesiensi hubungan

neuromuscular.Pada orang normal jumlah asetilkolin yang dilepas sudah lebih dari

cukup untuk menghasilkan suatu kontraksi otot (otot dapat bergerak), tetapi pada
miastenia gravis, jumlah reseptor asetilkolin berkurang atau asetilkolin yang dihasilkan

terlalu cepat dihancurkan, akibat gangguan autoimun, sehingga kontraksi otot lemah.

C. ANATOMI FISIOLOGI

Pengetahuan tentang anatomi dan fungsi normal darineuromuscular junction

sangatlahpentingsebelum memahami tentang miastenia gravis.Tiap-tiap serat saraf

secara normalbercabang

beberapakalidanmerangsangtigahinggabeberaparatusseratototrangkamotor end-

plate.Ujung-

ujungsarafmembuatsuatusambunganyangdisebutneuromuscularjunctionatausambung

anneuromuscular.

Membran presinaptik (membran saraf), membran post sinaptik (membran

otot), dan celahsinaps merupakan bagian-bagian pembentuk neuromuscular

junction.Bagian terminal darisaraf motorik melebar pada bagian akhirnya yang

disebut terminal bulb, yang terbentangdiantaracelah-celahyangterdapat di

sepanjangserat saraf.

D. MANIFESTASI KLINIK
Karakteristik penyakit berupa kelemahan otot ekstrem dan mudah

mengalami kelelahan, yang umumnya memburuk setelah aktivitas dan berkurang

setelah istirahat.Pasien dengan penyakit ini mengalami kelelahan hanya karena

penggunaan tenaga yang sedikit seperti menyisir rambut, mengunyah dan berbicara,

dan harus menghentikan segalanya untuk istirahat.

Selain melemahnya otot, ada berbagai  gejala yang sering muncul sebagai

tanda penyakit myasthenia gravis, di antaranya:  

1. Penglihatan menjadi kabur atau ganda.

2. Salah satu atau kedua kelopak mata pengidapnya akan turun dan susah di buka.

3. Kesulitan menelan dan mengunyah, kondisi ini bisa menyebabkan pengidapnya

mudah tersedak.

4. Melemahnya otot tangan, kaki, dan leher. Gejala ini bisa memicu gangguan

mobilitas, seperti pincang atau kesulitan mengangkat barang.

5. Kesulitan bernapas, terutama saat beraktivitas atau berbaring.

6. Berubahnya kualitas suara, seperti menjadi pelan dan sengau.

7. Terbatasnya ekspresi wajah, contohnya sulit tersenyum.

E. PATOFISIOLOGI

Observasi klinik yang mendukung hal ini mencakup timbulnya kelainan

autoimun

yangterkaitdenganpasienyangmenderitamiasteniagravis,misalnyaautoimuntiroiditis,sis

temiklupuseritematosus,arthritisrheumatoid,danlain-

lain.Sehinggamekanismeimunogenikmemegangperananyangsangatpentingpadapatofis

iologimiasteniagravis.
Halinilahyangmemegangperananpentingpadamelemahnyaototpenderitadengan

miatenia gravis.Sejak tahun 1960, telah didemonstrasikan bagaimana autoantibodi

padaserumpenderitamiasteniagravissecaralangsung

melawankonstituenpadaotot.Tidakdiragukanlagi,bahwaantibodipadareseptornikotinika

setilkolinmerupakanpenyebabutama kelemahan otot pasien dengan miastenia gravis.

Autoantibodi terhadap asetilkolinreseptor (anti-AChRs), telah dideteksi pada serum

90% pasien yang menderita acquiredmyastheniagravisgeneralisata.

Miastenia gravis dapat dikatakan sebagai “penyakit terkait sel B”, dimana

antibodi

yangmerupakanprodukdariselBjustrumelawanreseptorasetilkolin.PerananselTpadapat

ogenesismiasteniagravismulaisemakinmenonjol.Walaupunmekanismepastitentanghila

ngnyatoleransiimunologikterhadapreseptorasetilkolinpadapenderitamiasteniagravisbel

umsepenuhnyadapatdimengerti.Timusmerupakanorgansentralterhadapimunitas yang

terkait dengan sel T, dimana abnormalitas pada timus seperti

hiperplasiatimusatautimoma,biasanyamuncullebihawalpadapasiendengangejala

miastenik.

Subunit alfa juga merupakan binding site dari asetilkolin.Sehingga pada pasien

miasteniagravis, antibodi IgG dikomposisikan dalam berbagai subklas yang berbeda,

dimana satuantibodi secara langsung melawan area imunogenik utama pada subunit

alfa.Ikatan antibodireseptor asetilkolin pada reseptor asetilkolin akan mengakibatkan

terhalangnya transmisineuromuskularmelaluibeberapacara,seperti dengan cara

ikatansilangreseptorasetilkolinterhadapantibodianti-

reseptorasetilkolindanmengurangijumlahreseptorasetilkolinpadaneuromuscular

junction dengan cara menghancurkan sambungan ikatan pada membranpost sinaptik,


sehingga mengurangi area permukaan yang dapat digunakan untuk insersireseptor-

reseptor asetilkolinyangbarudisintesis.

F. PATHWAY

Gangguan autoimun yang merusak reseptor asetilkolin

Jumlah reseptor asetilkolin berkurang pada membrane postsinaps

Kerusakan pada transmisi implus saraf menuju sel –sel otot karena
kehilangan kemampuan/hilangnya reseptor normal membrane postsinaps
pada sambungan neuromuskular

Penurunan hubungan

Kelemahan otot-otot

Otot- Otot Otot


otot Otot volunteer pernafasan
okular wajah,
laring,
faring Kelemahan otot Kelemahan otot-
Gangguan otot otot pernafasan
levator palpebra Intoleransi
Disartria
aktivitas Pola nafas tidak
Ptosis & diplopia efektif
Gangguan
Resiko cedera
komunikasi
Gangguan citra tubuh verbal

G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Diagnosis dapat ditegakkkan berdasarkan riwayat penyakit dan pemeriksaan

fisik.Penting sekali untuk mengetahui keadaan sebenarnya dari miastenia

gravis.Diagnosis dapat dibantu dengan meminta pasien melakukan kegiatan berulang

sampai timbul tanda-tanda kelelahan. Untuk kepastian diagnosisnya, maka diperlukan

tes diagnostik sebagai berikut :

1. Antibodi anti-reseptorasetilkolin

Antibodi ini spesifik untuk miastenia gravis, dengan demikian sangat

berguna untuk menegakkan diagnosis.Titer antibodi ini meninggi pada 90%

penderita miastenia gravis golongan IIA dan IIB, dan 70% penderita golongan I.

Titer antibodi ini umumnya berkolerasi dengan beratnya penyakit.

2. Antibodi anti-otot skelet (anti-striated muscleantibodi)

Antibodi ini ditemukan pada lebih dari 90% penderita dengan timoma dan

lebih kurang 30% penderita miastenia gravis.Penderita yang dalam serumnya

tidak ada antibodi ini dan juga tidak ada antibodi anti-reseptor asetilkolin, maka

kemungkinan adanya timoma adlah sangat kecil.

3. Tes tensilon (edrofoniumklorida)

Tensilon adalah suatu penghambat kolinesterase.Tes ini sangat bermanfaat

apabila pemeriksaan antibodi anti-reseptor asetilkolin tidak dapat dikerjakan, atau

hasil pemeriksaannya negatif sementara secara klinis masih tetap diduga adanya

miastenia gravis.Apabila tidak ada efek samping sesudah tes 1-2 mg intravena,

maka disuntikkan lagi 5-8 mg tensilon.Reaksi dianggap positif apabila ada

perbaikan kekuatan otot yang jelas (misalnya dalam waktu 1 menit),

menghilangnya ptosis, lengan dapat dipertahankan dalam posisi abduksi lebih

lama, dan meningkatnya kapasitas vital.Reaksi ini tidak akan berlangsung lebih

lama dari 5 menit. Jika diperoleh hasil yang positif, maka perlu dibuat diagnosis
banding antara miastenia gravis yang sesungguhnya dengan sindrom miastenik.

Penderita sindrom miastenik mempunyai gejala-gejala yang serupa dengan

miastenia gravis, tetapi penyebabnya ada kaitannya dengan proses patologis lain

seperti diabetes, kelainan tiroid, dan keganasan yang telah meluas. Usia timbulnya

kedua penyakit ini merupakan faktor pembeda yang penting. Penderita miastenia

sejati biasanya muda, sedangkan sindrom miastenik biasanya lebih tua.Gejala-

gejala sindrom miastenik biasanya akanhilang kalau patologi yang mendasari

berhasil diatasi.Tes ini dapat dikombinasikan dengan pemeriksaan EMG.

4. Foto dada

Foto dada dalam posisi antero-posterior dan lateral perlu dikerjakan, untuk

melihat apakah ada timoma. Bila perlu dapat dilakukan pemeriksaan dengan sken

tomografik.

5. TesWartenberg

Bila gejala-gejala pada kelopak mata tidak jelas, dapat dicoba tes

Wartenberg.Penderita diminta menatap tanpa kedip suatu benda yang terletak di

atas bidang kedua mata beberapa lamanya.Pada miastenia gravis kelopak mata

yang terkena menunjukkan ptosis.

6. Tesprostigmin

Prostigmin 0,5-1,0 mg dicampur dengan 0,1 mg atropin sulfas disuntikkan

intramuskular atau subkutan. Tes dianggap positif apabila gejala-gejala

menghilang dan tenaga membaik.

H. PENATALAKSANAAN MEDIS

1. Antikolinesterase

Dapat diberikan piridostigmin 30-120 mg per oral tiap 3 jam atau neostigmin
bromida 15-45 mg per oral tiap 3 jam. Piridostigmin biasanya bereaksi secara

lambat.Terapi kombinasi tidak menunjukkan hasil yang menyolok. Apabila

diperlukan, neostigmin metilsulfat dapat diberikan secara subkutan atau

intramuskularis (15 mg per oral setara dengan 1 mg subkutan/intramuskularis),

didahului dengan pemberian atropin 0,5-1,0 mg. Neostigmin dapat menginaktifkan

atau menghancurkan kolinesterase sehingga asetilkolin tidak segera dihancurkan.

Akibatnya aktifitas otot dapat dipulihkan mendekati normal, sedikitnya 80-90%

dari kekuatan dan daya tahan semula. Pemberian antikolinesterase akansangat

bermanfaat pada miastenia gravis golongan IIA dan IIB. Efek samping pemberian

antikolinesterase disebabkan oleh stimulasi parasimpatis,termasukkonstriksi pupil,

kolik, diare, salivasi berkebihan, berkeringat, lakrimasi, dan sekresi bronkial

berlebihan. Efek samping gastro intestinal (efek samping muskarinik) berupa kram

atau diare dapat diatasi dengan pemberian propantelin bromida atau atropin.Penting

sekali bagi pasien-pasien untuk menyadari bahwa gejala-gejala ini merupakan tanda

terlalu banyak obat yang diminum, sehingga dosis berikutnya harus dikurangi untuk

menghindari krisis kolinergik.

Karena neostigmin cenderung paling mudah menimbulkan efek muskarinik,

maka obat ini dapat diberikan lebih dulu agar pasien mengerti bagaimana

sesungguhnya efek smping tersebut.

2. Steroid

Di antara preparat steroid, prednisolon paling sesuai untuk miastenia gravis, dan

diberikan sekali sehari secara selang-seling (alternate days) untuk menghindari efek

samping.Dosis awalnya harus kecil (10 mg) dan dinaikkan secara bertahap (5-10

mg/minggu) untuk menghindari eksaserbasi sebagaimana halnya apabila obat

dimulai dengan dosis tinggi.Peningkatan dosis sampai gejala- gejala terkontrol atau
dosis mencapai 120 mg secara selang-seling.Pada kasus yang berat, prednisolon

dapat diberikan dengan dosis awal yang tinggi, setiap hari, dengan memperhatikan

efek samping yang mungkin ada.Hal ini untuk dapat segera memperoleh perbaikan

klinis.

Disarankan agar diberi tambahan preparat kalium.Apabila sudah ada perbaikan

klinis maka dosis diturunkan secara perlahan-lahan (5 mg/bulan) dengan tujuan

memperoleh dosis minimal yang efektif. Perubahan pemberian prednisolon secara

mendadak harus dihindari.

3. Azatioprin

Azatioprin merupakan suatu obat imunosupresif, juga memberikan hasil yang

baik, efek sampingnya sedikit jika dibandingkan dengan steroid dan terutama berupa

gangguan saluran cerna,peningkatanenzim hati, dan leukopenia. Obat ini diberikan

dengan dosis 2,5mg/kg BB selama 8 minggu pertama. Setiap minggu harus

dilakukan pemeriksaan darah lengkap dan fungsi hati.Sesudah itu pemeriksaan

laboratorium dikerjakan setiap bulan sekali.Pemberian prednisolon bersama-sama

dengan azatioprin sangat dianjurkan.

4. Timektomi

Pada penderita tertentu perlu dilakukan timektomi.Perawatan pasca operasi dan

kontrol jalan napas harus benar-benar diperhatikan.Melemahnya penderita beberapa

hari pasca operasi dan tidak bermanfaatnya pemberian antikolinesterase sering kali

merupakan tanda adanya infeksi paru- paru.Hal ini harus segera diatasi dengan

fisioterapi dan antibiotik.

5. Plasmaferesis

Tiap hari dilakukan penggantian plasma sebanyak 3-8 kali dengan dosis 50

ml/kg BB.Cara ini akanmemberikan perbaikan yang jelas dalam waktu singkat.
Plasmaferesis bila dikombinasikan dengan pemberian obat imusupresan akansangat

bermanfaat bagi kasus yang berat. Namun demikian belum ada bukti yang jelas

bahwa terapi demikian ini dapat memberi hasil yang baik sehingga penderita mampu

hidup atau tinggal di rumah.Plasmaferesis mungkin efektif padakrisi miastenik

karena kemampuannya untuk membuang antibodi pada reseptor asetilkolin, tetapi

tidak bermanfaat pada penanganan kasus kronik.

I. PENGKAJIAN

1. Anamnesis

a.KeluhanUtama

Hal yang sering menyebabkan klien miastenia meminta bantuan medis adalah

kondisi penurunan atau kelemahan otot-otot, dengan manifestasi: diplopia

(pengelihatan ganda), ptosis (jatuhnya kelopak mata) merupakan keluhan utama

dari 90% klien miastenia gravis, disfonia (gangguan suara), masalah menelan, dan

mengunyah makanan. Pada kondisi berat keluhan utama biasanya adalah

ketidakmampuan menutup rahang, ketidakmampuan batuk efektif dan dispnea.

b. Riwayat PenyakitSekarang

Miestania gravis juga menyerang otot-otot wajah, laring, dan faring.Keadaan ini

dapat menyebabkan regurgitasi melalui hidung jika klien mencoba menelan

(otot-otot palatum); menimbulkan suara abnormal atau suara nasal; dank lien

tidak mampu menutup mulut yang disebut sebagai tanda rahang

menggantung.Terserangnya otot –otot pernapasan terlihat dari adanya batuk

yang lemah, akhirnya dapat berupa serangan dispnea dan klien tidak mampu

lagi membersihkan lender dari trakea dan cabang-cabangnya.Pada kasus lanjut,


gelang bahu dan panggul dapat terserang pula; dapat pula terjasi semua

kelemahan otot-otot rangka.Biasanya gejala-gejala miestania gravis dapat

diredakan dengan beristirahat dan dengan memberikan obat antikolinesterase.

c. Riwayat PenyakitDahulu

Kaji faktor-faktor yang berhubungan dengan penyakit yang memperberat kondisi

miaestania gravis, seperti hiprertensi dan diabetes mellitus.

d. Riwayat PenyakitKeluarga

Kaji kemungkinan dari generasi terdahulu yang mempunyai persamaan dengan

keluhan klien saat ini.

e. PengkajianPsikososiokultural

Klien miestania gravis sering mengalami gangguan emosi pada kebanyakan klien

kelemahan otot jika mereka berada dalam keadaan tegang.Adanya kelemahan pada

kelopak mata ptosis, diplopia, dan kerusakan dalam komunikasi verbal

menyebabkan klien sering mengalami gangguan citra diri.

2. PengkajianFisik

a. B1(Breathing)

Inspeksi apakah klien mengalami kemampuan atau penurunan batuk efektif,

produksi sputum, sesak nafas, penggunaan otot bantu nafas, dan peningkatan

frekuensi pernapasan yang sering didapatkan pada klien yang disertai adanya

kelemahan otot-otot pernapasan. Auskultasi bunyi napas tambahan seperti ronkhi

atau stridor pada klien, menunjukkan adanya akumulasi secret pada jalan napas

dan penurunan kemampuan otot-otot pernapasan.

b. B2(Blood)
Pengkajian pada system kardiovaskuler terutama dilakukan untuk memantau

perkembangan dari status kardiovaskular, terutama denyut nadi dan tekanan

darahyang secara progresif akan berubah sesuai dengan kondisi tidak membaiknya

status pernapasan.

c. B3(Brain)

1) Pengkajian SarafKranial

 Saraf I. Biasanya pada klien tidak ada kelainan, terutama fungsipenciuman

 Saraf II. Penurunan pada tes ketajaman penglihatan, klien sering


mengeluh adanya penglihatan ganda.
 Saraf
III,IVdanVI.Seringdidapatkanadanyaptosis.Adanyaoftalmoplegia,m
imicdari pseudointernuklear oftalmoplegia akibat gangguan motorik
pada nervusVI.
 Saraf V. Didapatkan adanya paralisis pada otot wajah akibat kelumpuhan pada
otot-ototwajah.
 Saraf VII. Persepsi pengecapan terganggu akibat adanya gangguan
motoriklidah

 Saraf IX dan X. Ketidakmampuan dalammenelan.

 Saraf XI. Tidak ada atrofi otot sternokleidomastoideus dantrapezius.

 Saraf XII. Lidah tidak simetris, adanya deviasi pada satu sisi akibat
kelemahan otot motorikpada lidah.
2) Pengkajian SistemMotorik

Karakteristik utama miestania gravis adalah kelemahan dari system

motorik.Adanya kelemahan umum pada oto-otot rangka memberikan manifestasi

pada hambatan mobolitas dan intoleransi aktivitas.

3) PengkajianRefleks

Pemeriksaan reflex profunda, pengetukan pada tendon, ligamentum atau


periosteum derajat reflex pada respons normal.

4) Pengkajian SistemSensorik

Pemeriksaan sensorik pada penyakit ini biasanya didapatkan sensasi raba dan

suhu normal, tidak ada perasaan abnormal di permukaan tubuh.

d. B4(Bladder)

Pemeriksaan pada system perkemihan biasanya menunjukkan berkurangnya volume

pengeluaran urin, yang berhubungan dengan penurunan perfuusi dan penurunan

curah jantung ke ginjal.

e. B5(Bowel)

Mual sampai muntah akibat peningkatan produksi asam lambung.Pemenuhan

nutrisi pada klien miestania gravis menurun karena ketidakmampuan menelan

makanan sekunder dari kelemahan otot-otot menelan.

f. B6(Bone)

Adanya kelemahan otot-otot volunter memberikan hambatan pada mobilitas dan

mengganggu aktivitas perawatan diri (Muttaqin, 2008).

J. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan hambatan upaya nafas (kelemahan otot
pernafasan) ditandai dengan pola nafas abnormal

2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan ditandai dengan merasa tidak


nyaman setelah beraktivitas

3. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan gangguan neuromuskuler


ditandai dengan disartria
4. Gangguan citra tubuhberhubungan dengan perubahan fungsi tubuh ditandai dengan
mengungkapkan perubahan gaya hidup

5. Resiko cedera berhubungan dengan disfungsi autoimun.

K. INTERVENSI

Diagnosa SLKI (Evaluasi SIKI (Intervensi)


Keperawatan

Pola napas tidak Setelah dilakukan asuhan Manajemen jalan nafas ( 010111)
efektif keperawatan selama 3x24 jam,
diharapkan pola nafas klien O :
berhubungan membaik dengan criteria
hasil : - Monitor pola nafas
dengan hambatan - Monitor bunyi nafas
upaya nafas - Tekanan ekspirasi
meningkat dengan skala 4/5 T:
(kelemahan otot
- Tekanan inspirasi meningkat - Posisikan semifowler/fowler
pernafasan) dengan skala 4/5 - Berikan oksigen
E:
ditandai dengan - Dispnea menurun dengan - Anjurkan asupan cairan 2000
pola nafas skala 4/5 ml/hari, jika tidak kontraindikasi
K:
abnormal - Frekuensi nafas membaik - Kolaborasi pemberian bronkodilator
dengan skala 4/5

Intoleransi aktivitas Setelah


dilakukan asuhan Manajemen Energi
keperawatan selama 3x24 jam,
berhubungan
diharapkan toleransi aktivitas O :
dengan kelemahan meningkat dengan criteria
- Identifikasi gangguan fungsi tubuh
ditandai dengan hasil : yang mengakibatkan kelelahan
merasa tidak - Kemudahan dalam - Monitor kelelahan fisik dan
melakukan aktivitas sehari-
nyaman setelah emosional
hari
beraktivitas T:
- Keluhan lelah menurun
dengan skal 4/5 - Berikan aktivitas distraksi yang
menenangkan
- Dispnea setelah aktivitas
menurun dengan skala 4/5 - Fasilitasi duduk di sisi tempat tidur,
jika tidak dapat berpindah atau
- Perasaaan lemah menurun berjalan
dengan skala 4/5
E:
- Frekuensi nafas membaik
dengan skala 4/5 - Anjurkan melakukan aktivitas secara
bertahap

- Ajarkan strategi koping untuk


mengurangi kelelahan

K:

- Kolaborasi dengan ahli gizi tentang


cara mengontrol asupan makanan

Gangguan Setelah dilakukan asuhan Promosi komunikasi devisit bicara


keperawatan selama 3x 24jam, (13492)
komunikasi verbal diharapkan komunikasi verbal
klien meningkat dengan O:
berhubungan
criteria hasil :
dengan gangguan - Monitor kecepatan, tekanan,
- Aktivitas yang tepat kuantitas, volume dan diksi bicara
neuromuskuler meningkat dengan
skala 4/5 - Identifikasi perilaku emosional dan
ditandai dengan fisik sebagai bentuk komunikasi
- Strategi untuk
disartria menyeimbangkan T:
aktivitas dan istirahat
meningkat dengan - Sesuaikan gaya komunikasi dengan
skala 4/5 kebutuhan (missal berdiri didepan
- Teknik pasien, bicaralah dengan perlahan
menyederhanakan sambil menghindari teriakan,
pekerjaan meningkat dengarkan dengar seksama)
dengan skala 4/5
- Pembatasan aktivitas - Modifikasi lingkungan untuk
menurun dengan skala meminimalkan bantuan
4/5
- Factor-faktor yang - Berikan dukungan psikologis
meningkatkan
E:
pengeluaran energi
menurunn dengan - Anjurkan berbicara perlahan
skala 4/5

Gangguan citra Setelah


dilakukan asuhan Manajemen gangguan makan (03111)
keperawatan selama 3x24jam,
tubuh berhubungan O:
diharapkan berat badan
dengan perubahan membaik dengan kriteria hasil:
- Monitor asupan dan keluarnya
fungsi tubuh - Berat badan membaik makanan dan cairan serta kebutuhan
dengan skala 4/5 kalori
ditandai dengan
mengungkapkan - Indeks massa tubuh T:

perubahan gaya membaik dengan skala - Timbang berat badan secara rutin
4/5
hidup - Rencanakan program pengobatan
- Tebal lipatan kulit untuk perawatan dirumah ( misal
membaik dengan skala medis, konseling )
4/5
- Diskusikan perilaku makan dan
jumlah aktivitas fisik yang sesuai

- Lakukan kontrak perilaku ( missal


target berat badan, tanggung jawab
perilaku)

E:

- Ajarkan pengaturan diet yang tepat

- Ajarkan keterampilan koping untuk


penyelesaian masalah perilaku
makan

K:

- Kolaborasi dengan ahli gizi tentang


target berat badan dan kebutuhan
kalori serta pilihan makanan

Resiko cedera Setelah dilakukan asuhan Pencegahan cedera


keperawatan selama 3x24 jam,
berhubungan dengan
diharapkan mobiltas fisik O :
disfungsi autoimun meningkat dengan criteria - Identifikasi area lingkungan yang
hasil : menyebabkab cedera
- Kelemahan fisik meningkat T :
dengan skala 4/5
- Sosialisasikan pasien dan keluarga
Setelah dilakukan asuhan dengan lingkungan ruang rawat
keperawatan selama 3x24 jam, (missal penggunaan tempat tidur,
diharapkan keamanan penerangan ruangan, telephone, dan
lingkungan rumah meningkat lokasi kamar mandi)
dengan criteria hasil :
- Sediakan pispot atau urinal untuk
- Kemudahan akses kamar eleminasi dan tempat tidur, jika perlu
mandi meningkat dengan
skal 4/5 - Pastikan barang-barang pribadi
mudah dijangkau
- Ketersediaan perangkat
bantu meningkat dengan - Diskusikan mengenai alat bantu
skala 4/5 mobalitas yang sesuai (misal tongkat
atau alat bantu jalan

- Diskusikan bersama anggota


keluarga yang dapat mendampingi
pasien

E : jelaskan intervensi pencegahan


jatuh ke pasien dan keluarga
DAFTAR PUSTAKA

Kamarudin .S, (2019). Miastenia Gravis. Jurnal Kesehatan Anak. 1(1), 63-71

Muttaqin, Arif. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan
Sistem Imunologi. Jakarta : Salemba

PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia Edisi 1 Cetakan III.


Jakarta : Dewan Pengurus Pusat
PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia Edisi 1 Cetakan II. Jakarta :
Dewan Pengurus Pusat
PPNI. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia Edisi 1 Cetakan II. Jakarta :
Dewan Pengurus Pusat

Anda mungkin juga menyukai