Kelas : 2B D3 Keperawatan
Herpes zoster (HZ) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh reaktivasi virus
varisela zoster (VVZ) yang laten berdiam terutama dalam sel neuronal dan kadang--
kadang di dalam sel satelit ganglion radiks dorsalis dan ganglion sensorik saraf kranial
menyebar ke dermatom atau jaringan saraf yang sesuai dengan segmen yang
dipersarafinya. (Pusponegoro, Nilasari, & Dkk, 2014)
Herpes Zoster adalah penyakit yang di sebabkan oleh infeksi virus varisela-zoster
yang menyerang kulit dan mukosa, infeksi ini merupakan reaktivasi virus yang terjadi
setelah infeksi primer. (Djuanda, 1999).
Herpes Zoster adalah jenis penyakit kulit yang di sebabkan oleh virus varisela-
zoster yang menetap laten di akar saraf. (Ayu, 2015).
Herpes Zoster Adalah radang kulit akut, mempunyai sifat khas yaitu vesikel –
vesikel yang tersusun bekelompok sepajang persarafan sensorik kulit sesuai dermato.
(Siregar, 2005).
Herpes Zoster adalah radang kulit akut dan setempat, terutama terjadi pada orang
tua yang khas ditandai adanya nyeri radikuler unilateral serta timbulnya lesi vesikuler
yang terbatas pada dermatom yang dipersarafi serabut saraf spinal maupun ganglion
serabut saraf sensorik dari nervus kranialis. Infeksi ini merupakan reaktivasi virus
varisela-zoster dari infeksi endogen yang telah menetap dalam bentuk laten setelah
infeksi primer oleh virus. (Harahap & Marwali, 2000)
2. Etiologi / Penyebab Penyakit
Herpes zoster disebabkan oleh infeksi virus varisela zoster (VVZ) dan tergolong
virus berinti DNA, virus ini berukuran 140-200 nm, yang termasuk subfamili alfa herpes
viridae. Berdasarkan sifat biologisnya seperti siklus replikasi, penjamu, sifat sitotoksik
dan sel tempat hidup laten diklasifikasikan kedalam 3 subfamili yaitu alfa, beta dan
gamma. VVZ dalam subfamili alfa mempunyai sifat khas menyebabkan infeksi primer
pada sel epitel yang menimbulkan lesi vaskuler. Selanjutnya setelah infeksi primer,
infeksi oleh virus herpes alfa biasanya menetap dalam bentuk laten didalam neuron dari
ganglion. Virus yang laten ini pada saatnya akan menimbulkan kekambuhan secara
periodik. Secara in vitro virus herpes alfa mempunyai jajaran penjamu yang relatif luas
dengan siklus pertumbuhan yang pendek serta mempunyai enzim yang penting untuk
replikasi meliputi virus spesifik DNA polimerase dan virus spesifik deoxypiridine
(thymidine) kinase yang disintesis di dalam sel yang terinfeksi. (Harahap,Marwali. 2000)
3. Faktor Resiko Penyakit
Faktor Resiko Penyakit Herpes Zoster :
1. Usia lebih dari 50 tahun, infeksi ini sering terjadi pada usia ini akibat daya tahan
tubuhnya lemah. Makin tua usia penderita herpes zoster makin tinggi pula resiko
terserang nyeri.
2. Orang yang mengalami penurunan kekebalan (immunocompromised) seperti HIV
dan leukemia. Adanya lesi pada ODHA merupakan manifestasi pertama dan
immunocompromised.
3. Orang dengan terapi radiasi dan kometerapi.
4. Klasifikasi Penyakit
a. Herpes Zoster Oftalmikus
Herpes zoster oftalmikus merupakan infeksi virus herpes zoster yang mengenai
bagian ganglion gasseri yang menerima serabut saraf dari cabang ophtalmicus saraf
trigeminus (N.V), ditandai erupsi herpetik unilateral pada kulit. Infeksi diawali
dengan nyeri kulit pada satu sisi kepala dan wajah disertai gejala konstitusi seperti
lesu, demam ringan. Gejala prodromal berlangsug 1 sampai 4 hari sebelum kelainan
kulit timbul. Fotofobia, banyak kelar air mata, kelopak mata bengkak dan sukar
dibuka.
b. Zoster Fasialis
Herpes zoster fasialis merupakan infeksi virus herpes zoster yang mengenai
bagian ganglion gasseri yang menerima serabut saraf fasialis (N.VII), ditandai
erupsi herpetik unilateral pada kulit.
Selama terjadinya infeksi varisela, VZV (varicella zoster virus) meninggalkan lesi
di kulit dan permukaan mukosa ke ujung serabut saraf sensorik. Kemudian secara
sentripetal virus ini dibawa melalui serabut saraf sensorik tersebut menuju ke ganglion
saraf sensorik. Dalam ganglion ini, virus memasuki masa laten dan di sini tidak infeksius
dan tidak mengadakan multiplikasi lagi, namun tidak berarti ia kehilangan daya
infeksinya. Meskipun setiap syaraf dapat terkena, tetapi syaraf torakal, lumbal atau
kranial agaknya paling sering terserang.
Bila daya tahan tubuh penderita mengalami penurunan, akan terjadi reaktivasi
virus. Virus mengalami multiplikasi dan menyebar di dalam ganglion. Ini menyebabkan
nekrosis pada saraf serta terjadi inflamasi yang berat, dan biasanya disertai neuralgia
yang hebat.
VZV (varicella zoster virus) yang infeksius ini mengikuti serabut saraf sensorik
sehingga terjadi neuritis. Neuritis ini berakhir pada ujung serabut saraf sensorik di kulit
dengan gambaran erupsi yang khas untuk erupsi herpes zoster. Virus varicella yang
dorman atau tidak aktif, akan diaktifkan lagi dan timbul vesikel-vesikel meradang
unilateral di sepanjang satu dermatom. Kulit di sekitarnya mengalami edema dan
perdarahan. Keadaan ini biasanya didahului atau disertai dengan rasa nyeri hebat dan /
atau disertai dengan rasa terbakar. Herpes zoster dapat berlangsung selama kurang lebih
tiga minggu. Rasa nyeri yang timbul sesudah serangan herpes disebut neuralgie
posterpetika dan biasanya berlangsung beberapa bulan, bahkan kadang-kadang sampai
beberapa tahun. Neuralgie posterpetika lebih sering dialami pasien yang lanjut usia. Jika
herpes zoster menyerang ke seluruh tubuh, paru-paru dan otak maka mungkin akan
terjadi suatu kefatalan. Penyebaran ini biasanya tampak pada pasien menderita limfoma
atau leukemia. Dengan demikian setiap pasien yang menderita herpes zoster yang
tersebar harus dievaluasi kemungkinan adanya factor keganasan.
6. Manifestasi Klinis
Gelembung kulit ini mungkin terasa agak gatal sehingga dapat tergaruk tanpa
sengaja. Jika dibiarkan, gelembung akan segera mongering membentuk keropeng (krusta)
yang nantinya akan terlepas dan meninggalkan bercak berwarna gelap di kulit
(hiperpigmentasi). Bercak ini lama kelamaan akan pudar tanpa meninggalkan berkas.
Namun, jika gelembung tersebut pecah oleh garukan, keropeng akan meninggalkan bekas
yang dalam dan dapat membuat parut permanen.
Virus varisela-zoster umumnya hanya mempengaruhi satu saraf saja, pada satu
sisi tubuh. Sesekali, dua atau tiga syaraf bersebelahan dapat terpengaruh. Saraf di kulit
dada atau perut dan wajah bagian atas (termasuk mata) adalah yang paling sering terkena.
Herpes zoster di wajah sering kali menimbulkan sakit kepala yang parah. Otot-otot wajah
untuk sementara tidak dapat digerakkan. (Ayu, 2015).
7. Tanda dan Gejala Penyakit
Beberapa gejala herpes zoster, antara lain:
Ruam yang timbul pada satu sisi tubuh sesuai dengan saraf yang terinfeksi.
Nyeri berupa rasa panas seperti terbakar atau tertusuk benda tajam pada ruam.
Ruam berupa luka melepuh berisi air yang gatal dan menyerupai bintil cacar air.
Lepuhan akan mengering dan berubah menjadi koreng dalam beberapa hari.
Gatal dan mati rasa pada bagian yang terdapat ruam.
Dapat disertai demam, nyeri kepala, sensitif terhadap cahaya, dan rasa lelah.
Gejala akan mereda setelah 14-28 hari.
8. Komplikasi
1) Komplikasi Neurologis
Neuralgia Paska Herpes (NPH) : Nyeri yang menetap di dermatom yang
terkena 3 bulan setelah erupsi HZ menghilang. Insidensi PHN berkisar sekitar
10-40% dari kasus HZ. NPH merupakan aspek HZ yang paling mengganggu
pasien secara fungsional. dan psikososial. Pasien dengan NPH akan mengalami
nyeri konstan (terbakar, nyeri, berdenyut), nyeri intermiten (tertusuk-tusuk), dan
nyeri yang dipicu stimulus seperti allodinia (nyeri yang dipicu stimulus normal
seperti sentuhan dll). Risiko NPH meningkat pada usia>50 th (27x lipat), nyeri
prodromal lebih lama atau lebih hebat;; erupsi kulit lebih hebat (luas dan
berlangsung lama) atau intensitas nyerinya lebih berat. Risiko lain : Distribusi di
daerah oftalmik, ansietas, depresi, kurangnya kepuasan hidup, wanita, diabetes.
Walaupun mendapat terapi antivirus, NPH tetap terjadi pada 10-20% pasien HZ,
dan sering kali refrakter terhadap pengobatan, walau pengobatan sudah optimal,
40 % tetap merasa nyeri.
2) Komplikasi Mata
Keterlibatan saraf trigeminal cabang pertama menyebabkan HZ
Oftalmikus, terjadi pada 10-25% dari kasus HZ, yang dapat menyebabkan
hilangnya penglihatan, nyeri menetap lama, dan/atau luka parut.
3) Komplikasi THT
Sindrom Ramsay Hunt : sering disebut HZ Otikus merupakan komplikasi
pada THT yang jarang terjadi namun dapat serius. Sindrom ini terjadi akibat
reaktivasi VZV di ganglion genikulata saraf fasialis. Tanda dan gejala sindrom
Ramsay Hunt meliputi HZ di liang telinga luar atau membrana timpani, disertai
paresis fasialis yang nyeri, gangguan lakrimasi, gangguan pengecap 2/3 bagian
depan lidah, tinitus, vertigo, dan tuli. Banyak pasien yang tidak pulih sempurna.
9. Penatalaksanaan Medis dan Keperawatan
Dalam penatalaksanaan HZ, dikenal strategi 6A :
a. Attract patient early
Pasien : Untuk mendapatkan hasil pengobatan yang optimal, pengobatan sedini
mungkin dalam 72 jam setelah erupsi kulit
Dokter : Diagnosis dini , Anamnesis dan pemeriksaan fisik secara seksama dan
lengkap.
b. Asses Patient Fully : Memperhatikan kondisi khusus pasien misalnya usia lanjut,
resiko PHN, resiko komplikasi mata, kemungkinan imunnokompromais,
kemungkinan defisit motorik, dan kemungkinan terkenannya organ dalam.
c. Antiviral
Antivirus diberikan tanpa melihat waktu timbulnya lesi pada :
Usia > 50 tahun
Dengan resiko terjadinya NPH
Imunnokompromais
Anak-anak usia <50 tahun dan perempuan hamil deberikan terapi antiviral
bila disertai : Resiko terjadinya NPH
d. Pengobatan Antivirus
Asiklovir dewasa : 5 x 800 mg/ hari elama 7-10 atau
Asiklovir untuk dewasa 3x1 gram/hari selama 7 hari
Famsiklovir untuk dewasa : 3x 250 mg/hari selama 7 hari
Catatan Khsusus :
Pemberian antivirus masih dapat diberikan setelah 72 jam bila
masih timbul lesi baru/ terdapat vesikel berumur <3 hari
Bila disertai keterlibatan organ viseral diberikan asiklovir
intervena 10 mg/kg BB, 3 x per hari selama 5-10 hari. Asiklovir
dilarutkan dalam 100 cc NaCl 0,9 % dan diberikan tetes selama
satu jam
Untuk wanita hamil diberikan asiklovir
Analgetik :
Herpes zoster
Resiko infeksi
Kerusakan jaringan
Gangguan rasa
nyaman nyeri
2. Ds : klien mengatakan kulit di dadanya Organ terkena infeksi Kerusakan integritas
melepuh dan gatal pada daerah luka kulit
Do :
terdapat lesi pada daerah dada Virus demam/ laten
berbentuk pita dijaringan saraf
beberapa lesi berisi cairan sensori
serosa, dan lesi berwarna gelap
dan bengkak Virus aktif
Herpes zoster
Resiko infeksi
Gangguan Kerusakan
jaringan
3. Ds : klien mengatakan tidak enak Organ terkena infeksi Gangguan pengaturan
badan suhu tubuh
Do : TTV :
suhu tubuh kklien 38 oC Virus demam/ laten
nadi 74x/ menit dijaringan saraf
TD : 148/88 mmHg
Virus aktif
Hipertermi
4. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Gangguan rasa nyaman nyeri sehubungan dengan organ terkena infeksi/
peradangan ditandai dengan
DS : Klien mengatakan nyeri seperti terbakar di dadanya dan garal di sepanjang
dada , skala nyeri 2 dari (0-5)
Do : ada lesi pada kulit di daerah dada klien
2. Kerusakan jaringan sehubungan dengan organ terkena infeksi/ peradangan
ditandai dengan
Ds :klien mengatakan kulit di dadanya melepuh dan gatal pada daerah luka
Do :
terdapat lesi pada daerah dada berbentuk pita
beberapa lesi berisi cairan serosa, dan lesi berwarna gelap dan bengkak
3. Gangguan pengaturan suhu tubuh/ Hipertermia sehubungan dengan organ
terkena infeksi/ peradangan ditandai dengan
Ds : klien mengatakan tidak enak badan
Do : TTV :
suhu tubuh kklien 38 oC
nadi 74x/ menit
respirasi 22x/menit
TD : 148/88 mmHg
5. RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN
1. Gangguan rasa nyaman nyeri sehubungan dengan organ terkena infeksi/
peradangan ditandai dengan
DS : Klien mengatakan nyeri seperti terbakar di dadanya dan garal di sepanjang
dada , skala nyeri 2 dari (0-5)
Do : ada lesi pada kulit di daerah dada klien
NO INTERVENSI RASIONAL
1. Kaji tingkat nyeri , frekuensi, dan reaksi nyeri untuk mengetahui berapa
yang dialami pasien berat nyeri yang dialami
pasien.
2. Ajarkan tekhnik relaksasi kepada pasien untuk mengalihkan rasa
nyeri pasien apa bila
nyeri timbul
3. Berikan obat analgetik sesuai indikasi medis untuk mengurangi rasa
nyeri
4. Observasi TTV untuk mengetahui
keadaan umum pasien.
5. Ciptakan lingkungan nyaman dan tenang agar pasien lebih nyaman
dan dapat tidur dengan
nyenyak
2. Gangguan kerusakan jaringan sehubungan dengan organ terkena infeksi/
peradangan ditandai dengan
Ds :klien mengatakan kulit di dadanya melepuh dan gatal pada daerah luka
Do :
terdapat lesi pada daerah dada berbentuk pita
beberapa lesi berisi cairan serosa, dan lesi berwarna gelap dan bengkak
NO INTERVENSI RASIONAL
1. Observasi TTV untuk mengetahui
keadaan umum pasien.
2. Anjurkan pasien untuk menjaga Menurunkan resiko
kebersihan kulit agar tetap bersih dan infeksi
kering
3. Lakukan perawatan luka bakar Agar luka cepat
sembuh
4. Mobilisasi pasien (ubah posisi pasien) Pengubahan posisi
setiap dua jam sekali menurunkan tekanan
pada jaringan edema
untuk memperbaiki
sirkulasi
NO INTERVENSI RASIONAL
1. Monitor tanda-tanda vital Untuk mengetahui adanya
tanda dan gejala dari dari
hipertermi atau hipotermia.
2. Aplikasi kompres panas atau Dengan menggunakan
dingin disekitar paha dan axila aplikasi
panas/dinginbertujuan untuk
mengurangi rasa sakit/
perdangan
3. Berikan obat antipiretik Untuk mengurangi suhu
tubuh pada klien
DAFTAR PUSTAKA