PEMBIMBING:
Dr. dr Dadik Wahyu Wijaya, Sp. An
PENYUSUN:
Fiony Adida 130100269
Clara Shinta 130100364
Cristya Kartika P.S. 130100374
Peter Obrian Ginting 130100316
DAFTAR ISI
BAB 1
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi
Suatu polineuropati yang bersifat ascending dan akut yang sering terjadi
setelah 1 sampai 3 minggu setelah infeksi akut. Menurut Bosch, GBS merupakan
suatu sindroma klinis yang ditandai adanya paralisis flasid yang terjadi secara akut
berhubungan dengan proses autoimun dimana targetnya adalah saraf perifer, radiks,
dan nervus kranialis.5
2.2. Epidemiologi
Insidensi Guillain-Barre Syndrome bervariasi antara 0.6 sampai 1.9 kasus per
100.000 orang pertahun. Selama periode 42 tahun Central Medical Mayo Clinic
melakukan penelitian mendapatkan insidensi rate 1.7 per 100.000 orang. Terjadi
puncak insidensi antara usia 15-35 tahun dan antara 50-74 tahun. Jarang mengenai
usia dibawah 2 tahun..6
2.3. Etiologi
Etiologi GBS sampai saat ini masih belum dapat diketahui dengan pasti
penyebabnya dan masih menjadi bahan perdebatan. Beberapa keadaan/penyakit yang
mendahului dan mungkin ada hubungannya dengan terjadinya GBS, antara lain:5
1. Infeksi
2. Vaksinasi
3. Pembedahan
4. Penyakit Sistemik :
Keganasan
SLE
2
Tiroiditis
Penyakit Addison
5. Kehamilan atau dalam masa nifas
Guillain-Barre Syndrome sering sekali berhubungan dengan infeksi akut non
spesifik. Insidensi kasus SGB yang berkaitan dengan infeksi ini sekitar antara 56% -
80%, yaitu 1 sampai 4 minggu sebelum gejala neurologi timbul seperti infeksi saluran
pernafasan atas atau infeksi gastrointestinal.7
Infeksi Akut yang Berhubungan dengan Guillain-Barre Syndrome
Infeksi Definite Probable Possible
Virus CMV HIV Influenza
EBV Varicella- Zoster Measles
Vaccinia/Smallpox Mumps
Rubella
Hepatitis
Coxsackie
Echo
Bakteri Campylobacter Typhoid Borreila B
Jejeni Paratyphoid
Mycoplasma Brucellosis
Pneumonia Chlamydia
Legionella
Listeria
Tabel 1 : Infeksi akut yang berhubung dengan SGB.7
2.4. Patogenesis
2.5. Klasifikasi
Miller Fisher Syndrome adalah karakteristik dari triad ataxia, arefleksia, dan
oftalmoplegia. Kelemahan pada ekstremitas, ptosis, facial palsy, dan bulbar palsy
mungkin terjadi pada beberapa pasien. Hampir semua menunjukkan IgG auto
antibodi terhadap ganglioside GQ1b. Kerusakan imunitas tampak terjadi di
daerah paranodal pada saraf kranialis III, IV, VI, dan dorsal root ganglia.
2.6. Gejala klinis dan kriteria diagnosa
Plasmaparesis
Pengobatan imunosupresan:
1. Imunoglobulin IV
2. Obat sitotoksik
6 merkaptopurin (6-MP)
Azathioprine
cyclophosphamid Efek samping dari obat-obat ini adalah: alopecia,
muntah, mual dan sakit kepala.
9
Tes fungsi paru dengan spirometri untuk menilai kapasitas vital (VC), tekanan
inspirasi maksimal (MIP), dan tekanan ekspirasi maksimal (MEP) menjadi acuan
perlu tidaknya intubasi. Kapasitas vital ≤ 30 ml/kg ( nilai normal 60-70 ml/kg), batuk
akan melemah, akumulasi sekret di orofaring, terjadi atelectasis dan hipoksemia.
Intubasi diperlukan bila kapasitas vital paru 15 ml/ kg. MIP normal ≤ 70 cmH2O
menunjukkan kekuatan diafragma dan otot inspirasi lainnya, dan secara umum
menunjukkan kemampuan mempertahankan pengembangan paru dan mencegah
atelectasis. MEP normal ≥ 100 cmH2 O menunjukkan kekuatan otot ekspirasi dan
berkolerasi dengan kekuatan batuk dan kemampuan membuang secret dari jalan
nafas. Kriteria tambahan untuk intubasi adalah MIP ≥ 30 cmH2O dan MEP < 40
cmH2O. Berikut merupakan kriteria dilakukan intubasi:
Tekanan(-) inspirasi >70 cmH2O <20 cm H20 ≥20 CM H2O ~40 cm H2O
Pada pasien dengan nafas spontan, fisioterapi dada dan monitoring fungsi
respirasi merupakan hal yang penting. Penilaian regular terhadap kapasitas vital
merupakan cara terbaik untuk menilai kegagalan respirasi. Pasien dengan kapasitas
11
vital kurang dari 15ml/kg atau 30% dari nilai yang diprediksikan, atau peningkatan
PCO2 arterial membutuhkan ventilasi mekanik. Keterlibatan bulbar harus hati-hati
dicari, karena terdapat risiko sigknifikan aspirasi dari sekresi jalan nafas atas, isi
lambung atau makanan yang dicerna. Jika reflek batuk tidak adekuat, maka proteksi
jalan nafas dengan intubasi trakea atau trakeostomi dibutuhkan. Makanan per oral
harus dihentikan pada pasien yang diduga mengalami keterlibatan bulbar.
Rekomendasi
Fungsi pernapasan harus dipantau pada pasien dengan GBS. Bantuan ventilasi
mekanik sangat diperlukan. Trakeostomi juga dapat dipertimbangkan Trakeostomi
dini meningkatkan kenyamanan pasien dan keselamatan jalan napas dan dapat
membantu penyapihan.13
Imobilisasi karena GBS merupakan faktor risiko untuk terjadinya deep vein
thrombosis (DVT). Waktu terjadinya DVT atau emboli paru bervariasi dari 4 sampai
67 hari setelah onset. Suatu penelitian observasional pada pasien bedah umum atau
bedah ortopedi memperlihatkan keuntungan dari heparin subkutan (5000 U per 12
jam) sebagai profilaksis DVT. Pada pasien kritis, pemberian profilaksis dengan
enoxaparin subkutan (40 mg per hari) mengurangi insidensi terjadinya DVT. Dari
penelitian meta analisis sebelumnya, penggunaan support stocking mengurangi resiko
sebesar 70% pada pasien yang memiliki resiko tinggi mengalami tromboemboli paska
operasi.
12
Rekomendasi
Jika memugkinkan makanan dapat diberikan enteral atau via pipa nasogastrik
jika menggunakan ventilator. Pada pasien yang tidak menggunakan ventilator, sedasi
harus dihindari karena dapat memperburuk respirasi dan fungsi jalan nafas atas.
Rekomendasi
Perlu dilakukan pemantauan ketat tekanan darah dan nadi per menit pasien
GBS.
4. Pemberian Antibiotik13
5. Pemberian PPI13
Perawatan ICU yang lama merupakan hal yang membuat pasien stress dan
predisposisi terbentuknya ulkus pada gaster akibat penggunaan jenis obat yang
berbeda-beda. Perdarahan dari lokasi ulkus juga merupakan penyebab terjadinya
perdarahan gastrointestinal. Hal ini disebabkan oleh penggunaan NSAID, steroid, dan
heparin sebagai profilaksis DVT. Pemberian PPI seperti omeprazole dan lansoprazole
lebih superior dibandingkan H2RA dalam mengurangi resiko perdarahan
gastrointestinal akibat stress ulcer.
6. Penanganan Nyeri13
Nyeri anggota tubuh, terutama dengan gerakan pasif, sangat sering terjadi dan
terkadang agak parah. Analgesik non steroid dan obat antidepresan dapat diberikan,
tetapi jika nyeri sulit dikontrol, opioid sering diperlukan. Metadon, fentanyl,
14
Rekomendasi
Konstipasi sering terjadi pada pasien yang berbaring lama. Pada fase akut
pasien GBS dapat mengalami ileus. Resiko meningkat dengan imobilisasi yang lama,
penggunaan opioid untuk mengatasi nyeri, dan penyebab lain seperti tindakan bedah
pada abdomen.
Rekomendasi
8. Pemantauan nutrisi13
Pemasangan nasogastrik atau gastrik tube perlu segera dilakukan sejak awal.
Makanan dengan kalori tinggi (40–45 kkal nonprotein) and dan protein yang tinggi
(2–2.5 g/kg) direkomendasikan pada pasien untuk mengurangi muscle wasting dan
membantu penyapihan pernafasan. Pemberian makanan enteral secara terus menerus.
2.9. Prognosis
Pada umumnya penderita mempunyai prognosa yang baik tetapi pada
sebagian kecil penderita dapat meninggal atau mempunyai gejala sisa. 95% terjadi
penyembuhan tanpa gejala sisa dalam waktu 3 bulan bila dengan keadaan antara
lain:9
BAB 3
STATUS PASIEN
3.2. Anamnesis
Keluhan Utama : Lemah keempat anggota gerak
Telaah : Hal ini dialami os ± 1 minggu yang lalu, dialami secara
perlahan-lahan dan dirasakan semakin memberat. Awalnya, 1
minggu yang lalu os mengeluhkan merasa kebas pada tungkai
dan lengan. Disusul merasa kelemahan oleh kedua tungkai
secara bersamaan pada hari berikutnya, lalu 2 hari kemudian
disusul kelemahan pada kedua lengan. Riwayat sulit menelan
(+) pada beberapa minggu ini. Riwayat trauma (-). Riwayat
demam naik-turun (+) sejak 1 minggu yang lalu. Riwayat nyeri
saat BAK (+) dalam 2 minggu ini. Riwayat sakit kepala (-).
Riwayat kejang (-).Riwayat mual dan muntah (-). Riwayat
keluhan yang sama sebelumnya (-). Riwayat Hipertensi (-
).Riwayat Diabetes Melitus (-). Riwayat stroke (-). Pasien
merupakan rujukan dari RS Luar.
17
3.6. Penatalaksanaan
Bed rest dengan head up 30o
Pasang monitor untuk memantau status hemodinamik pasien
Memasang IV line dengan abocath ukuran 16G dan threeway serta pastikan
lancar
O2 8 L/i via non-rebreathing mask
IVFD R-Sol 20 gtt/i
Inj. Cefotaxim 1 gr/ 12 jam/iv
Tab. Vit B Comp 3x1
Tab. Klobazam 1 x 10 mg
Tab. Amitriptilin 2 x 12,5 mg
Tab.Amlodipine 1 x 10 mg
Tab. Betahistine 3 x 6 mg
GINJAL
BUN 18 mg/dL 7 – 19 mg/dL
Ureum 39 mg/ dL 15 – 40 mg/dL
Kreatinin 0,51 mg/dL 0,6 – 1,1 mg/dL
ELEKTROLIT
Natrium (Na) 132 mEq/L 135 – 155 mEq/L
Hasil : Kedua sinus kostofrenikus lancip, kedua diafragma licin. Tidak tampak
infiltrat pada kedua lapangan paru. Jantung ukuran normal CTR < 50%. Trakea
di tengah. Tulang-tulang dan soft tissue intak.
Kesimpulan : Tidak tampak kelainan pada cor dan pulmo.
22
3.8. Diagnosis
3.9. Rencana
Pasien tiba di IGD RSUP Pasien dikonsulkan ke Pasien masuk ruang rawat
HAM dengan keluhan neurologi dan dilakukan inap RA4 Neuro dengan
kelemahan keempat pemeriksaan laboratorium, diagnosa tetraparese tipe
anggota gerak. pemasangan NGT, dan
EKG, serta dilakukan foto UMN ec. Susp. GBS.
thoraks.
Keluhan pasien
bertambah dengan
sesak dan nyeri perut
kanan. Konsul dijawab oleh Pasien dikonsulkan ke
anestesi dengan isi: ACC UDT untuk tindakan
Pasien dikonsulkan ke untuk perawatan ICU pada plasma exchange.
anestesi untuk
pasien ini.
perawatan ICU.
24
3 Mei 2018
3 Mei 2018 3 Mei 2018
Pukul 10.00
Pukul 09.00 WIB Pukul 09.15 WIB
Konsul dijawab oleh
UDT dengan isi:
Pasien direncanakan Telah dilakukan intubasi
theurapetic plasma
intubasi oleh anestesi. pada pasien ini dengan
ETT no. 7. exchange saat ini belum
dapat dilakukan karena
Support ventilator modus penurunan kesadaran dan
SIMV 14, PS 12, VT 400
FiO2 60%, SaO2 99% tensi 160/120 mmHg dan
pasien dalam kondisi
tidak stabil.
5 Mei 2018
Pasien dilakukan
pemasangan triple
lumen pada v.
subclavia sin dengan
kedalaman 15 cm
oleh anestesi.
25
BAB 5
DISKUSI KASUS
Teori Kasus
Epidemiologi Epidemiologi
Setiap orang bisa terkena GBS tetapi pada Pada kasus pasien perempuan berumur
umumya lebih banyak terjadi pada orang tua. 39 tahun, puncaknya adalah pada pasien
Orang berumur 50 tahun keatas merupakan usia produktif
golongan paling tinggi risikonya untuk mengalami
GBS (CDC, 2012). Namun, menurut ketua
Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia
(PERDOSSI) dr. Darma Imran, Sp S (K)
mengatakan bahwa GBS dapat dialami semua usia
mulai anak-anak sampai orang tua, tapi
puncaknya adalah pada pasien usia produktif (
Mikail, 2013).
Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan Fisik
Diagnosa SGB terutama ditegakkan secara klinis. K. Motorik :
SBG ditandai dengan timbulnya suatu ESD : 33333 / 33333
kelumpuhan akut yang disertai hilangnya refleks- EID : 11111 / 11111
refleks tendon dan didahului parestesi dua atau
tiga minggu setelah mengalami demam disertai ESS : 33333 / 33333
disosiasi sitoalbumin pada likuor dan gangguan EIS : 11111 / 11111
sensorik dan motorik perifer. Kriteria diagnosa
yang umum dipakai adalah criteria dari National Primary
Hasil
Institute of Neurological and Communicative Survey
Disorder and Stroke (NINCDS), yaitu: 4 A (Airway) Clear,
III. Ciri-ciri yang perlu untuk diagnosis: Snoring/Gargling/Crow
Terjadinya kelemahan yang ing: (-)/(+)/(-), C-spine
28
Secondary
Hasil
Survey
B1 (Breath) Airway clear, S/G/C:
(-)/(-)/(-), RR: 21
x/menit, SP:
Vesikuler, ST: (-),
SpO2: 99%, terpasang
endotracheal tube
B2 (Blood) Akral:
Hangat/Merah/Kering,
TD: 90/60 mmHg,
HR: 100 x/menit,
reguler, t/v:
cukup/kuat; CRT < 2
detik, Suhu: 35,7 ˚C
B3 (Brain) Sensorium: Sopor,
GCS: 4 (E4 Mx Vt),
Pupil: Isokor, Ø: 3
mm/3 mm, Refleks
cahaya (+/+)
30
pada pasein GBS akibat kelumpuhan otot Tab. Vit B Comp 3x1
pernafasan yang dieksaserbasikan oleh Tab. Klobazam 1 x 10
aspirasi paru karena gangguan menelan mg
atau refleks batuk yang berkurang Tab. Amitriptilin 2 x
maupun tidak ada refleks batuk. 12,5 mg
Dukungan ventilasi diberikan jika terjadi Tab.Amlodipine 1 x 10
hipoksemia atau hipercarbia. Intubasi mg
biasa dilakukan dengan pemberian Tab. Betahistine 3 x 6
thiopentone atau propofol secara mg
intravena. Penggunaan benzodiazepine
(midazolam, diazepam) obat tunggal atau
dikombinasikan dengan opioid (fentanyl,
morphine) juga biasa diberikan.
2. Antibiotik
Penggunaan antibiotik diberikan
kebanyakan pada pasien yang
menggunakan ventilator mekanik.
Indikasi pemberian antibiotik jika terdapat
demam, sekret purulen, perubahan
gambaran radiologis atau pertumbuhan
bakteri pada kultur.
3. PPI
Perawatan di ICU dalam jangka
waktu yang panjang dapat menimbulkan
peptic ulcers.
4. LMWH dan fisioterapi
Pencegahan dari deep vein
thrombosis (DVT) dan emboli.
5. Mobilisasi sama eyecare
Pencegahan ulkus dekubitus dan
ulkus kornea.11
32
BAB 6
KESIMPULAN
Pasien RS, perempuan, usia 39 tahun dibawa oleh keluarga ke IGD RSUP HAM
dengan keluhan kelemahan keempat anggota gerak. Pasien didiagnosa dengan Tetraparese
type LMN ec. GBS melalui anamnesis dan pemeriksaan fisik yang dilakukan saat primary
survey dan secondary survey. Telah dilakukan initial assesment dan diberi penatalaksanaan:
DAFTAR PUSTAKA