Anda di halaman 1dari 22

PAPER NAMA : FIONA APRILIA

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 130100329


FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

PAPER

DIABETIC MACULAR EDEMA

Disusunoleh:

FIONA APRILIA
130100329

Supervisor:
dr. Vanda Virgayanti, M.Ked (Oph), Sp.M

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER


DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
RSUP H. ADAM MALIK
MEDAN
2018
PAPER NAMA : FIONA APRILIA
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 130100329
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan pada Tuhan Yang Maha Esa karena atas
rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah “Diabetic Macular
Edema” sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan kepaniteraan klinik senior
di Departemen Ilmu Penyakit Mata RS Universitas Sumatera Utara, Medan.
Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada dr. Vanda
Virgayanti, M.Ked (Oph), Sp.M, selaku pembimbing yang telah meluangkan
waktu untuk memberikan masukan dan saran dalam penyusunan makalah ini.
Adapun tujuan penulisan makalah ini ialah untuk memberikan informasi
mengenai berbagai hal yang berhubungan dengan Diabetic Macular Edema.
Dengan demikian diharapkan makalah ini dapat memberikan kontribusi positif
dalam proses pembelajaran serta diharapkan mampu berkontribusi dalam sistem
pelayanan kesehatan secara optimal.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan.
Oleh karena itu, penulis menerima kritik dan saran yang membangun demi
perbaikan makalah dimasa yang akan datang. Akhir kata, penulis mengucapkan
terima kasih.

Medan, 20 Oktober 2018

Penulis

i
PAPER NAMA : FIONA APRILIA
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 130100329
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

DAFTAR ISI

Halaman
Kata Pengantar ................................................................................................. i
Daftar Isi .......................................................................................................... ii
BAB 1 PENDAHULUAN ............................................................................. 1
1.1. Latar Belakang .......................................................................................... 1
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA .................................................................... 2
2.1. Anatomi dan Fisiologi Retina ................................................................... 2

2.2. Diabetik Retinopati .................................................................................. 6


2.2.1 Definisi ............................................................................................ 6
2.2.2 Faktor Resiko .................................................................................. 6
2.2.3 Klasifikasi ........................................................................................ 6
2.3.Diabetic Macular Edema ............................................................................ 8
2.3.1. Definisi ............................................................................................ 8
2.3.2. Klasifikasi ....................................................................................... 8
2.3.3. Etiologi dan Patogenesis ................................................................. 9
2.3.4. Pemeriksaan Penunjang .................................................................. 12
2.3.5. Penatalaksanaan .............................................................................. 12
2.3.6. Differensial Diagnosis .................................................................... 13
BAB 3 KESIMPULAN .................................................................................. 16
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 17
LAMPIRAN

ii
PAPER NAMA : FIONA APRILIA
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 130100329
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Diabetes Melitus adalah suatu penyakit gangguan metabolik kompleks
yang mengenai pembuluh darah kecil dan sering menyebabkan kerusakan jaringan
yang luas termasuk mata.1 World Health Organization (WHO) memperkirakan
bahwa terdapat 180 juta orang di dunia yang menderita diabetes, dan akan
mengalami peningkatan dalam 20 tahun kedepan. Pada tahun 2015, Indonesia
menuruti peringkat ke tujuh di dunia untuk prevalensi penderita diabetes tertinggi
di dunia dengan jumlah estimasi orang sebesar 10 juta.1 Diabetes dengan
komplikasi merupakan penyebab kematian tertinggi ketiga di Indonesia. Salah
satu komplikasi penyakit ini adalah Retinopati Diabetik.1,2
Retinopati Diabetik(RD) menjadi masalah kesehatan masyarakat yang
utama dengan implikasi sosioekonomi yang signifikan, mempengaruhi kira-kira
50% penderita diabetes, dan tetap menjadi penyebab utama kebutaan pada
populasi usia kerja di negara industri. Di Amerika Serikat terdapat kebutaan 5000
orang pertahun akibat Retinopati diabetik.2 Early Treatment Diabetic Retinopathy
Studies(ETDRS) mengklasifikasikan Retinopati diabetik dalam 2 pembagian yaitu
Non Proliferating Diabetic Retinopathy(NPDR) dan Proliferating Diabetic
Retinopathy(PDR). NPDR merupakan perubahan mikrovaskular retina tanpa
disertai jaringan fibrosa ekstraretinal. Karakteristik yang dapat ditemukan berupa
pembentukan mikroaneurisma, eksudat, dan perdarahan. NPDR kemudian dibagi
menurut derajat perluasan menjadi ringan, sedang, berat dan sangat berat.
Termasuk diantaranya Diabetik Makula Edema(DME). 3
DME merupakan penyebab hilangnya ketajaman penglihatan pada
penderita diabetes.2 Penyakit ini mempengaruhi penglihatan sentral mulai dari
tahap awal retinopati yang bermula dari hilangnya perisit dan penebalan
membrana basalis. Keadaan patologis tersebut terjadi dikarenakan kondisi
hiperglikemik kronis yang mengaktifkan jalur biomekanis sehingga terjadi
kerusakan endotel pembuluh darah.3

1
PAPER NAMA : FIONA APRILIA
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 130100329
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

Early Treatment of Diabetic Retinopathy Study (ETDRS) menyebutkan


beberapa pemeriksaan yang dapat dilakukan berupa pemeriksaan klinis ocular,
fotografi fundus digital tujuh-bidang, Fluoresensi angiografi, dan Optical
Coherence Tomography(OCT).4 Upaya penanganan non farmakologi dimulai dari
pengawasan ketat kadar metabolik gula darah dan lemak. Beberapa pengobatan
yang diberikan bertujuan seperti Vascular Endothelial Growth Factor Inhibitor
(VEGF) dapat menginhibisi pembentukan vaskularisasi yang baru. Kortikosteroid
sebagai anti inflamasi poten juga dapat diberikan dalam bentuk injeksi vitreal.
Fotokoagulasi laser baik panretinal, fokal atau grid merupakan pilihan utama
penanganan RD.3,4

2
PAPER NAMA : FIONA APRILIA
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 130100329
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Anatomi dan Fisiologi Retina


Retina merupakan suatu struktur yang sangat terorganisasi, dengan
kemampuan untuk memulai pengolahan informasi penglihatan sebelum informasi
tersebut ditransmisikan melalui nervus opticus ke korteks visual. Struktur yang
berlapis-lapis tersebut memungkinkan lokalisasi fungsi atau gangguan fungsional
pada suatu lapisan atau sekelompok sel. Namun persepsi warna, kontras,
kedalaman, dan bentuk berlangsung di dalam korteks.5

Retina berbatas tegas dengan koroid dan terdiri atas 10 lapisan yang
ditunjukkan pada gambar dibawah ini:5

5
Gambar 1. Lapisan Retina

1. Lapisan pigmen epitelium, lapisan terluar yang mengandung pigmen dan


menempel kuat dengan membrane Bruch’s dari koroid.
2. Lapisan fotoreseptor, merupakan lapisan yang terdiri dari sel batang dan

1
PAPER NAMA : FIONA APRILIA
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 130100329
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

sel kerucut yang tersusun palisade.


3. Membran limitan eksterna. Pada lapisan ini tersusun atas membrana
penetrasi untuk kemudahan sel batang dan kerucut.
4. Lapisan nukleus luar, merupakan lapisan avaskular dan mendapat
metabolisme dari kapiler koroid. Mengandung nukleus dari sel batang dan
kerucut.
5. Lapisan pleksiform luar, lapisan aseluler dan merupakan tempat sinapsis
sel fotoreseptor dengan sel bipolar dan sel horizontal
6. Lapisan nucleus dalam, merupakan tubuh sel bipolar, sel horizontal dan
sel Muller yang mendapat suplai dari arteri retina sentral.
7. Lapisan pleksiform dalam, Lapisan aseluler tempat sinaps sel bipolar, sel
amakrin dengan sel ganglion.
8. Lapisan sel ganglion
9. Lapisan serabut saraf, lapisan akson sel ganglion menuju kea rah saraf
optik. Pada lapisan ini terletak sebagian besar pembuluh darah retina.
10. Membran limitan interna, merupakan lapisan terdalam dan memisahkan
retina dari vitreous.

Cahaya harus menembus seluruh ketebalan retina untuk mencapai


fotoreseptor. Densitas dan distribusi fotoreseptor bervariasi sesuai lokasi. Pada
fovea dijumpai sel kerucut dominan sensitif terhadap warna merah dan hijau
dengan densitas melebihi 140.000 sel kerucut/mm2. Sel batang tidak dijumpai
pada daerah ini. Fotoreseptor tersusun sedemikian rupa sehingga kerapatan sel
kerucut meningkat di pusat makula (fovea), semakin berkurang ke perifer, dan
5
kerapatan sel batang lebih tinggi di perifer.

Fovea berperan pada resolusi spasial (ketajaman penglihatan) dan


penglihatan warna yang baik, keduanya memerlukan pencahayaan ruang yang
terang (penglihatan fotopik) dan paling baik di foveola; sementara retina sisanya
terutama digunakan untuk penglihatan gerak, kontras, dan penglihatan malam
(skotopik). Fotoreseptor kerucut dan batang terletak di lapisan luar retina sensorik

2
PAPER NAMA : FIONA APRILIA
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 130100329
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

yang avaskular dan merupakan tempat berlangsungnya reaksi kimia yang


mengawali proses penglihatan. Setiap sel fotoreseptor kerucut mengandung
rhodopsin, suatu pigmen penglihatan yang fotosensitif dan terbenam di dalam
diskus bermembran ganda pada fotoreseptor segmen luar. Pigmen ini tersusun
6
atas dua komponen, sebuah protein opsin dan sebuah kromofor.

Opsin tersebut mengelilingi kromofornya, retinal, yang merupakan turunan dari


vitamin A. Saat rhodopsin menyerap foton cahaya, 11-cis-retinal akan mengalami
isomerisasi menjadi alltrans-retinal dan akhirnya menjadi all-trans,retinol.
Perubahan bentuk itu akan mencetuskan teriadinya kaskade penghantar
(secondary messenger cascade). Puncak absorbsi cahaya oleh rodopsin terjadi
pada panjang gelombang sekitar 500 nm, yang merupakan daerah biru hijau pada
spektrum cahaya.

Penglihatan skotopik seluruhnya diperantarai oleh fotoreseptor batang.


Dengan bentuk penglihatan adaptasi gelap ini, terlihat beragam corak abu-abu,
tetapi warna-warnanya tidak dapat dibedakan. Sewaktu retina telah beradaptasi
penuh terhadap cahaya, sensitivitas spektrum retina bergeser dari puncak
dominasi rhodopsin 500 nm ke sekitar 560 nm, dan muncul sensasi warna. Suatu
objek akan berwarna apabila objek tersebut secara selektif memantulkan atau
menyalurkan sinar dengan panjang gelombang tertentu dalam kisaran spektrum
cahaya tampak (400-700 nm). Penglihatan siang hari (fotopik) terutama
diperantarai oleh fotoreseptor kerucut, sore (mesopik) oleh kombinasi sel kerucut
dan batang, dan malam (skotopik) oleh fotoreseptor batang. Fotoreseptor
dipelihara oleh epitel pigmen retina, yang berperan penting dalam proses
penglihatan. Epitel ini bertanggung jawab untuk fagositosis segmen luar
fotoreseptor, transportasi vitamin, mengurangi hamburan sinar, serta membentuk
sawar selektif antara koroid dan retina.

Empat Lapisan terluar retina diperdarahi oleh pembuluh darah koroid,


sedangkan sisanya mendapat perdarahan dari arteri retina sentralis yang
merupakan cabang dari arteri oftalmikus. Arteri retina sentralis dari diskus optik

3
PAPER NAMA : FIONA APRILIA
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 130100329
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

terbagi menjadi 4 cabang yaitu superior nasal, superior temporal, inferior nasal,
inferior temporal.

2.2. Diabetik Retinopati

2.2.1. Definisi

Retinopati diabetik merupakan salah satu penyebab utama kebutaan di


negara-negara Barat, terutama di antara individu usia produktif. Retinopati
Diabetik suatu mikroangiopati progresif yang ditandai oleh kerusakan dan
4,8
sumbatan pembuluh-pembuluh kecil.

2.2.2. Faktor Resiko

Hiperglikemia kronik, hipertensi, hiperkolesterolemia, dan merokok


merupakan faktor risiko utama timbul dan berkembangnya retinopati.9 Orang
muda dengan diabetes tipe I (dependen-insulin) mengalami retinopati paling
sedikit 3-5 tahun setelah awitan penyakit DM. Pasien diabetes tipe II (non-
dependen insulin) mengalami retinopati pada saat diagnosis ditegakkan, dan
mungkin retinopati merupakan manifestasi diabetes yang tampak saat itu. Durasi
diabetes juga berperan penting dalam kejadian penyakit ini.8 Menurut penelitian,
50% mengidap retinopati diabetik setelah 10 tahun, 70% setelah setelah 20 tahun,
dan 90% setelah 30 tahun onset penyakit. Faktor genetik turut berperan khususnya
pada tipe NPDR yang diturunkan secara autosomal resesif.3,9,10

2.2.3. Klasifikasi

Klasifikasi dari Early Treatment Diabetic Retinopathy Study (ETDRS)


adalah Pada NonProliferative Diabetic Retinopathy (NDPR) terjadi perubahan
vaskular intraretinal tanpa kehadiran dari jaringan fibrovaskular ekstraretinal. Ini
kemudian dibagi lagi menjadi mild, moderate, dan severe.10 Clinically significant
diabetic macular edema(CSME) hadir ketika kriteria tingkat keparahan minimal
untuk makula edema dijumpai.3,10 Dalam Proliferative Diabetic Retinopathy
(PDR), iskemia menginduksi neovaskularisasi dari diabetes dan komplikasi yang

4
PAPER NAMA : FIONA APRILIA
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 130100329
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

berhubungan ditandai. PDR lebih lanjut dideskripsikan sebagai early, high risk,
atau advanced.8,10

2.3. Diabetic Macular Edema

2.3.1 Definisi
Diabetic macular edema (DME) adalah penyebab terbesar dari kehilangan
ketajaman penglihatan pada diabetes. DME menyebabkan distorsi gambar visual
dan dapat menyebabkan penurunan tajam penglihatan yang signifikan bahkan
tanpa adanya retinopati yang parah. Edema makula merupakan komplikasi umum
dan karakteristik retinopati diabetik dan menunjukkan hubungan yang jelas
dengan perubahan metabolisme sistemik diabetes.10,11

2.3.2 Klasifikasi

Berdasarkan klinik-angiografi, diabetik makulopati dapat diklasifikasikan


menjadi:3,10
1. Focal exudative maculopathy
ditandai dengan mikroaneurisma, perdarahan, edema makula, dan eksudat keras
yang tersusun sirsinar. Pada angiografi fluoresens dijumpai kebocoran fokal
dengan perfusi makula yang adekuat.
2. Diffuse exudative maculopathy
ditandai edema dan penebalan retina pada posterior dengan relatif sedikit eksudat
keras. Pada angiografi fluoresens dijumpai kebocoran difus pada bagian posterior.
3. Ischaemic maculopathy
Terjadi akibat penyumbatan mikrovaskular. Ditandai dengan penurunan
penglihatan dengan mikroaneurisma, perdarahan, makula edema ringan dan
beberapa eksudat keras. Pada angiografi fluoresens dijumpai daerah iskemik non
perfusi ditandai dengan pembesaran zona avaskular fovea.
4. Mixed maculopathy
Merupakan kombinasi iskemik dan eksudatif makulopati.

5
PAPER NAMA : FIONA APRILIA
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 130100329
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

2.3.3 Etiologi dan Patogenesis

Hiperglikemia menginduksi jalur metabolisme yang berbeda dan berimplikasi,


memulai pengembangan kaskade yang berpuncak pada perkembangan dan
perkembangan retinopati diabetik.
a. Peningkatan produksi poliol merupakan jalur yang terlibat dalam
neurodegenerasi retina. Pada awalnya glukosa diubah menjadi sorbitol
oleh aksi enzim reduktase aldose. Lalu, sorbitol diubah menjadi fruktosa.
Sorbitol tetap berada di ruang intraseluler, menginduksi kerusakan sel oleh
jalur yang tidak diketahui. Secara paralel, aktivasi enzim aldose-reduktase
menginduksi downregulation glutathione, yang merupakan antioksidan
kemudian meningkatkan stres oksidatif. Dua mekanisme (sorbitol dan
aldose-reductase enzyme pathways) diproduksi ke dalam mitokondria dan
meningkatkan stress oksidatif yang diinduksi oleh jalur poliol, yang pada
akhirnya merusak sel retina dan menginduksi DR.15

b. Pembentukan Advanced Glycated End Products (AGEs) mengubah protein


transmembran dari i-BRB dan memulai radang inflamasi. AGEs adalah
hasil dari serikat protein sel membran glukosa, terutama penyatuan
fruktosa dan protein sel membran, dan dinamakan sebagai proses glikasi.
Glikasi dengan fruktosa terjadi pada tingkat yang lebih tinggi
dibandingkan dengan glukosa saja; pada pasien diabetes, kelebihan
fruktosa memungkinkan pembentukan sejumlah besar molekul AGE.
AGEs menghasilkan kerusakan sel melalui persatuan mereka dengan
RAGE, dan stres oksidatif meningkatkan ekspresinya, meningkatkan efek
AGEs. Kompleks AGE-RAGE menginduksi berbagai komplikasi vaskular
diabetes, termasuk tanggapan proinflamasi.

c. Aktivasi protein kinase C (PKC) merupakan jalur penting dalam gangguan


inner Blood Retina Barrier (i-BRB). PKC adalah salah satu factor yang

6
PAPER NAMA : FIONA APRILIA
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 130100329
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

terlibat dalam reaksi fosforilasi. Overaction dari PKC terjadi pada stres
oksidatif melalui pembentukan diacylglycerol (DAG) yang berlebihan.
PKC penting dalam fungsi intraseluler, termasuk diantaranya
immunorespons, pertumbuhan dan perkembangan sel. Overaction PKC
menyebabkan peningkatan regulasi dari aktivitas ini dan memulai
pertumbuhan sel yang memicu angiogenesis. Peristiwa lain yang diinduksi
langsung oleh PKC atau oleh peningkatan ekspresi faktor yang berbeda
seperti VEGF termasuk akumulasi matriks ekstraseluler, fibrinolisis, dan
respon inflamasi.15

d. Stres oksidatif, sekunder untuk akumulasi radikal bebas dalam bentuk


spesies oksidatif reaktif (ROS), terkait dengan perubahan histopatologi
seperti penebalan membran basal dan hilangnya sel endotel dan pericytes.
Akumulasi dari setiap produk akhir glikasi akhir (AGEs) meningkatkan
produksi ROS. Jalur poliol menurunkan produksi glutathione antioksidan,
yang menghambat ROS. Akhirnya, ROS meningkatkan aktivitas protein
kinase C (PKC). Interaksi antara ROS dan tiga jalur yang dijelaskan
sebelumnya di bawah rute ganda aktivasi jalur ROS mendefinisikan ROS
sebagai memainkan peran kunci dalam pengembangan DR, yang sulit
untuk dikendalikan. Disfungsi mitokondria, sumber stres oksidatif, dapat
menjadi target potensial untuk pengobatan DR.15

Patogenesis edema makula diabetes melibatkan pemecahan


penghalang darah-retina (BRB), yang terdiri dari BRB bagian dalam dan
BRB luar. BRB bagian dalam terdiri dari persimpangan ketat antara sel-sel
endotel vaskular retina serta sel glial retina (astrosit dan sel Muller),
menciptakan penghalang yang biasanya kedap terhadap protein. BRB luar
dibentuk oleh persimpangan ketat antara epitel pigmen retina ( RPE) sel.
Edema makula diabetik diduga disebabkan oleh kerusakan BRB bagian
dalam, meskipun ada bukti bahwa disfungsi BRB luar dapat berperan
dalam DME. Penguraian BRB memungkinkan untuk ekstravasasi protein

7
PAPER NAMA : FIONA APRILIA
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 130100329
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

dan zat terlarut lainnya dari kapiler ke ruang ekstraseluler. Hal ini
menyebabkan pergeseran keseimbangan tekanan hidrostatik dan onkotik,
mendukung akumulasi cairan di dalam ruang ekstraseluler dan
perkembangan edema makula. Mekanisme yang mengarah ke pemecahan
BRB pada diabetes adalah kompleks dan secara ekstensif ditinjau di
tempat lain, tetapi beberapa faktor utama dijelaskan di bawah ini.
Beberapa perubahan paling awal yang terlihat secara histologis di
retina diabetes adalah adhesi leukosit terhadap kapiler serta akumulasi
produk akhir glikasi lanjut (AGEs). Perubahan ini berkontribusi pada
aktivasi mediator inflamasi dan kematian sel endotel. Kematian sel endotel
berkontribusi pada kerusakan BRB dan dapat menyebabkan peningkatan
iskemia. Selain kehilangan sel, pemecahan sambungan ketat sel endotel
juga terjadi. Perubahan histologis lain yang terkait dengan perkembangan
retinopati diabetik adalah hilangnya perisit yang merupakan sel-sel yang
berhubungan dengan kapiler dan terletak di luar BRB. Di antara fungsi
mereka adalah pembuluh darah stabilisasi. Hilangnya perisit mungkin
terkait dengan akumulasi AGEs dan adanya mediator inflamasi dan
berhubungan dengan pembentukan mikroaneurisma dan kerusakan pada
BRB. 14,15

2.3.4. Pemeriksaan Penunjang

Diagnosis DME dapat ditegakkan bila dijumpai penebalan retina bermakna


pada pemeriksaan slit lamp atau OCT. Penemuan penting pada pemeriksaan
termasuk:3
 Lokasi dari penebalan retina relatif di fovea
 Terlihat eksudat dan lokasinya
 Dijumpai kistoid edema makula
Angiografi Fluoresens umumnya digunakan untuk melihat kebocoran
pembuluh darah retina akibat kerusakan barrier pembuluh darah retina. Pada
umumnya, fluoresein tidak dapat melewati barier ketat kapiler retina. Namun,

8
PAPER NAMA : FIONA APRILIA
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 130100329
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

dalam beberapa penyakit, seperti DR dan DME, kebocoran terjadi. Gambaran


kebocoran kapiler perifoveal dijumpai pada fase awal penyakit, atau bentuk
petalloid flower pada fase lanjut. Gambaran angiografi fluoresen dibawah
menunjukkan mikroaneurisma, edema macula difus disertai kebocoran
3,10,11
intraretinal.

Gambar

2.3.5. Penatalaksanaan

1. Non farmakologi

Upaya yang dapat dilakukan berupa pengendalian faktor risiko berupa


pengawasan indeks massa tubuh, kontrol metabolik gula darah, kolestrol, dan
hipertensi. Modifikasi gaya hidup seperti tidak merokok, dan alkohol.

2. Farmakologi

Beberapa pengobatan bertujuan untuk menginhibisi beberapa jalur


biomekanis yang berperan dalam retinopati seperti Protein Kinase C inhibitor,
Aldose reduktase dan ACE inhibitor, Vascular endothelial growth factor (VEGF)
inhibitor, dan Antioksidan.

9
PAPER NAMA : FIONA APRILIA
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 130100329
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

VEGF berkontribusi terhadap perkembangan edema makula melalui


neovaskularisasi yang dibentuk, sehingga suntikan anti-VEGF intravitreal dapat
dilakukan. Antibodi yang diinjeksikan ke intravitreal mengurangi efek kebocoran
vaskular. Antibodi anti-VEGF pertama kali digunakan untuk mengobati pasien
degenerasi makula dan menunjukkan manfaat yang bermakna. Karena manfaat
ini, antibodi anti-VEGF sekarang sedang dievaluasi dalam pengobatan edema
makula.4,11

Pemberian steroid intravitreal dengan injeksi langsung ke dalam rongga


vitreous. Edema makula diabetik disebabkan oleh kaskade yang mengakibatkan
peningkatan permeabilitas pembuluh darah. IL-6 dan VEGF hadir dalam
konsentrasi yang tinggi sehingga diharapkan dengan pemberian steroid dapat
mengurangi konsentrasi faktor-faktor ini. triamsinolon adalah steroid yang paling
sering digunakan untuk tujuan ini.

3. Laser fotokoagulasi

Menurut ETDRS, Metode laser dibagi menjadi dua yaitu fotokoagulasi


makular dan panretinal. Kemudian fotokoagulasi makular dibagi lagi menjadi
laser fokal dan grid. Laser fokal ditujukan untuk terapi fokal yang berlokasi 500 –
3000 mikrometer dari sentral makula. Lesi fokal yang dimaksud berupa
mikroaneurisma, Intra Retinal Microvascular Abnormalities(IRMA), dan segmen
kapiler pendek yang dijumpai pada kebocoran fluoresen.Hasil akhir terapi ini
adalah pemutihan atau penggelapan lesi fokal.
Laser grid adalah modalitas laseer yang memberikan efek ringan dengan
fokus ukuran 50-200 mikrometer. Berlangsung selama 0.05-0,5 detik untuk
mencapai pemutihan lapisan epiter berpigmen. Fokus ditujukan bukan pada
makula, namun pada bundel papilomakular. Gambar A menunjukkan efek
protokol laser fokal sedangkan gambar B pada laser grid.

10
PAPER NAMA : FIONA APRILIA
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 130100329
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

Gambar
Makula hanya ditangani bila dijumpai CSME. Namun dikontraindikasikan
pada jenis iskemik makulopati. Paradigma terbaru yang dikeluarkan ETDRS
merekomendasikan pengobatan dengan laser fokal pada CSME bila dijumpai
temuan:
 Edema retina pada atau diantara area 500 mikrometer dari sentral
makula.
 Eksudat keras pada atau diantara area 500 mikrometer dari sentral
jika berhubungan dengan penebalan retina yang berdekatan.
 Daerah dari penebalan lebih besar 1 disk area jika lokasi diantara 1
disk diameter dari sentral makula.4,19

Gambar

11
PAPER NAMA : FIONA APRILIA
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 130100329
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

Fotokoagulasi panretinal menjangkau 1200-1600 spot dengan ukuran


masing-masing 500 mikrometer dan durasi 0,1 detik. Laser ditujukan pada 2-3
area diskus dari sentral macula. PRP mendestruksikan retina iskemik yang
bertanggung jawab dalam pembentukan faktor vasoaktif. Protokol aplikasi PRP
dapat dilihat pada gambar dibawah.

Gambar

2.3.6 Differensial Diagnosis

Beberapa penyakit retina yang harus dibedakan dari DME adalah oklusi
venous retina. Cental Retinal artery Venous Occlusion (CRVO) dan Branch
Retinal artery Venous Occlusion (BRVO) berkaitan erat dengan proses
arteriosclerosis. Penebalan arteriol dapat menekan pembuluh darah vena yang
mengakibatkan kerusakan sel endotel vena. Selanjutnya akan terbentuk trombus
yang berpotensi menghambat aliran darah.

12
PAPER NAMA : FIONA APRILIA
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 130100329
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

BAB 3
KESIMPULAN

3.1 KESIMPULAN

Diabetic Macular Edema (DME) merupakan mikroangiopati, sebagai akibat


dari gangguan metabolik , yaitu defisiensi insulin dan hiperglikemik kronis pada
penderita diabetik retinopati atau diabetes melitus. Kondisi hiperglikemia kronis
merupakan hasil perubahan biokimia dan fisiologis yang menyebabkan kerusakan
endotel vaskuler sehingga terjadinya perubahan mikrovaskular. Perubahan awal
yang terjadi di kapiler retina ini disebabkan oleh kehilangan perisit dan penebalan
membrana basal yang diikuti oleh oklusi kapiler dan nonperfusi retina. Hal ini
dapat berujung menyebabkan kebocoran serum dan edema retina.
Hasil temuan yang dapat dijumpai pada NPDR berupa mikroaneurisma,
eksudat, perdarahan dan mikroinfark. Mikroaneurisma dapat terjadi akibat defek
kelemahan kapiler disertai pembentukan kantung dimana jika berkelanjutan dapat
menyebabkan perdarahan. Perdarahan juga terjadi pada dinding kapiler akibat
peningkatan fragilitas pembuluh darah sehingga tampilan berupa titik-titik merah.
Eksudat dapat terbentuk akibat peningkatan permeabilitas dinding kapiler yang
memungkinkan ekstravasasi protein dan lipid. Gambaran yang terlihat seperti
bercak putih kekuningan yang tersusun sirsinar. Pada tahapan lanjut, oklusi
vascular dapat terjadi sehingga tampak lesi putih dengan batas tidak tegas seperti
cotton wool spots.
Beberapa pemeriksaan yang dapat dilakukan berupa pemeriksaan klinis
okular, fotografi fundus digital tujuh-bidang, Fluoresensi angiografi, dan Optical
Coherence Tomography(OCT). Fluoresensi Angiografi menunjukkan kebocoran
pembuluh darah retina akibat kerusakan BRB. OCT secara efektif dapat menilai
ketebalan makula dikarenakan reflektivitas optik pada lapisan neurosensory
retina. Modalitas ini juga dapat digunakan untuk memantau respon terapi yang
diberikan.

13
PAPER NAMA : FIONA APRILIA
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 130100329
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

Upaya penanganan non farmakologi dimulai dari pengawasan ketat kadar


metabolik gula darah dan lemak. Beberapa pengobatan yang diberikan bertujuan
seperti Vascular Endothelial Growth Factor Inhibitor (VEGF) dapat
menginhibisi pembentukan vaskularisasi yang baru. Kortikosteroid sebagai anti
inflamasi poten juga dapat diberikan dalam bentuk injeksi vitreal. Fotokoagulasi
laser baik panretinal, fokal atau grid merupakan pilihan utama penanganan RD.3,4

14
PAPER NAMA : FIONA APRILIA
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 130100329
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

Penatalaksanaan umum dapat digolongkan menjadi non farmakologi,


pembedahan dan laser. Medikasi antara lain dengan anti VEGF, steroid.
Pembedahan antara lain, vitrektomi. Terapi laser menggunakan laser
photocoagulation diindikasikan secara luas pada kerusakan vaskular retina.

DAFTAR PUSTAKA

1. Riskesdas
2. Brown JB, Pedula K, Summers K. Diabetic retinopathy: contemporary
prevalence in a well-controlled population. Oregon: American Diabetes
Association;2003.p.2637-2642.
3. American Academy of Ophthalmology staff. American Academy of
Ophthalmology in Retina and Vitreous Section 12. Italy: American
Academy of Ophthalmology; 2015. p16,89,95.
4. Alghadyan A. Diabetic retinopathy- An Update. Saudi Arabia:
Elsevier;2011.
5. Arevali F, Wu L, Sauma J, et al. Classification of Direct Retinopathy &
Diabetic Macular Edema. Barshidening Publishing group;2013.Volume 4
Edition 6.p.290-294.
6. Hoon M, Okawa H, Della L. Functional Architecture of The
Retina Development & Disease. Elsevier;2014.

15
PAPER NAMA : FIONA APRILIA
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 130100329
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

7. Drake R, Vogi AW, Mitchell AW. Gray’s Anatomy for Students:


Elsevier Health Sciences; 2014
8. Eva R.P., Whitcher J.P. Vaughan dan Asbury Oftalmologi umum


 edisi17. Penerbit Buku Kedokteran ECG. 2010. 1-193. 


th
9. Mescher A.L.Junquieras Basic Histology text and Atlas 13 
 edition.

Mc Graw Hill LANGE.2013: 490-495.

10. Khurana AK. Comprehensive Ophthalmology 4th edition. New Delhi:New


Age publisher;2007: 259-263.

th
11. Bowling B.Kanski’s Clinical Ophthalmology a systematic approach 8

edition.Elsevier. 2016 : 520-537 


12. Oliver J, Casssidy L. Ophthalmology at a glance. Dublin: Blackwell


Science;2005.p.92-93
13 Bressler, N. and Wenick, A. (2012). Diabetic macular edema: Current and
emerging therapies. Middle East African Journal of Ophthalmology, 19(1),
p.4.
14 Tarr, J.M., Kaul K., Chopra M., Kohner E.M., Chibber R. Review


 Article : Pathophysiology of Diabetic Retinopathy. Hindawi. 213 : 1-13

15 Romero-Aroca, P., Baget-Bernaldiz, M., Pareja-Rios, A., Lopez-Galvez,


M., Navarro-Gil, R. and Verges, R. (2016). Diabetic Macular Edema
Pathophysiology: Vasogenic versus Inflammatory. Journal of Diabetes
Research, 2016, pp.1-17.

16
PAPER NAMA : FIONA APRILIA
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 130100329
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

16 Ren F, Cao P. Diabetic Macular Edema grading in retinal images using


vector quantization & semi supervised learning. Technology & Health
care;2018.
17 Dan C, Mihai C. Central Retina Vein Occlusion in young adult. Rome:
Romanian journal of ophthalmology, volume 60; 2016.p.120-124.
18 Haisrek S. Fundus changes in Branch Retina Vein Occlusion. Lowa:
Department of Ophthalmology;2015.
19 Aroca PR, Torres J, Sune C. Laser treatment for Diabetic Macular Edema
in the 21st century. Spain:Bentham Science Publisher;2014.
20 Puliafito C, Hee M, Schuman J. Optical Coherence Tomography of Ocular
Disease

17

Anda mungkin juga menyukai