Anda di halaman 1dari 29

PAPER NAMA : Dwi Srigati

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 140100189


FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RS UNIVERSITAS
SUMATERA UTARA MEDAN

PAPER

RETINITIS PIGMENTOSA

Disusun oleh:
DWI SRIGATI
140100189

Pembimbing:
dr.Vanda Virgayanti, M.Ked(Oph), Sp. M

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER


DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
RS UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2019
PAPER NAMA :Dwi Srigati
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 140100189
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya ucapkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
rahmat dan karunia-Nya saya dapat menyelesaikan makalah ini yang berjudul
“Retinitis Pigmentosa”.
Penulisan makalah ini adalah salah satu syarat untuk menyelesaikan
Kepaniteraan Klinik Program Pendidikan Profesi Dokter di Departemen Ilmu
Kesehatan Mata Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. Pada
kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada dr. Vanda
Virgayanti, M.Ked (Oph), Sp. M (K) selaku pembimbing yang telah memberikan
saran dalam menyelesaikan makalah ini.
Saya menyadari bahwa penulisan makalah ini masih jauh dari sempurna.
Oleh karena itu, saya mengharapkan kritik dan saran dari pembaca sebagai
perbaikan dalam penulisan penyuluhan selanjutnya. Kiranya makalah ini
bermanfaat bagi pembaca. Akhir kata, saya mengucapkan terima kasih.

Medan, 12 Maret 2019

Penulis

ii
PAPER NAMA :Dwi Srigati
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 140100189
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ......................................................................................... ii
DAFTAR ISI ........................................................................................................ iii
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................... 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA......................................................................... 2
2.1 Anatomi Retina ................................................................................. 2
2.2 Fisiologi Retina ................................................................................. 5
2.3 Definisi .............................................................................................. 9
2.4 Epidemiologi ..................................................................................... 9
2.5 Etiologi .............................................................................................. 9
2.6 Gejala Klinis ..................................................................................... 10
2.7 Patofisiologi ...................................................................................... 14
2.8 Diagnosis........................................................................................... 16
2.9 Diagnosis Banding ............................................................................ 16
2.10 Penatalaksanaan .............................................................................. 19
2.11 Prognosis ......................................................................................... 23
BAB III KESIMPULAN ..................................................................................... 24
BAB IV TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................... 25

iii
PAPER NAMA : Dwi Srigati
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 140100189
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RS UNIVERSITAS
SUMATERA UTARA MEDAN

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Retinitis pigmentosa (RP) adalah sekelompok kelainan bawaan yang ditandai
dengan kehilangan penglihatan perifer progresif dan kesulitan penglihatan pada
malam hari (nyctalopia) yang dapat menyebabkan kehilangan penglihatan
sentral.11
Dengan kemajuan dalam penelitian molekuler, sekarang diketahui bahwa
Retinitis pigmentosa retina merupakan dystrophy dan epitel pigmen retina (RPE)
dystrophy yang disebabkan oleh cacat molekul di lebih dari 40 gen yang berbeda
untuk Retinitis pigmentosa terisolasi dan lebih dari 50 gen yang berbeda untuk
Retinitis pigmentosa sindromik. Tidak hanya genotipe heterogen, tetapi pasien
dengan mutasi yang sama fenotipik dapat memiliki manifestasi penyakit yang
berbeda.11
Retinitis pigmentosa dapat ditularkan oleh semua kelainan genetik. Sekitar
20% dari Retinitis pigmentosa autosomal dominan (ADRP), 20% adalah
autosomal resesif (ARRP), dan 10% adalah X terkait (XLRP), sedangkan 50%
sisanya ditemukan pada pasien tanpa ada saudara yang terkena diketahui. RP ini
paling sering ditemukan dalam isolasi, tetapi dapat dikaitkan dengan penyakit
sistemik. Asosiasi sistemik yang paling umum adalah gangguan pendengaran
(sampai 30% dari pasien). Banyak dari pasien yang didiagnosis dengan sindrom
Usher. Kondisi sistemik lain juga menunjukkan perubahan retina identik dengan
Retinitis pigmentosa.11
Retinitis pigmentosa adalah keliru, sebagaimana yang telah dikatakan
bahwa Retinitis pigmentosa merupakan suatu respon inflamasi, yang belum
ditemukan menjadi fitur utama dari kondisi ini. Seperti meningkatkan pemahaman
molekul, Retinitis pigmentosa akan lebih dicirikan oleh protein spesifik / cacat
genetik. Karakterisasi ini akan meningkatkan pentingnya dalam penentuan
prognosis dan kemungkinan akan memungkinkan dokter untuk menggunakan
terapi gen yang ditargetkan.11

1
PAPER NAMA : Dwi Srigati
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 140100189
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RS UNIVERSITAS
SUMATERA UTARA MEDAN

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Retina


Retina adalah selembar tipis jaringan saraf yang semitransparan dan multilapis
yang melapisi bagian dalam dua per tiga posterior dinding bola mata. Retina
membentang ke depan hampir sama jauhnya dengan korpus siliari dan berakhir di
tepi ora serata. Pada orang dewasa, ora serata berada sekitar 6,5mm di belakang
garis schwalbe pada sisi temporal dan 5,7 mm di belakang garis ini pada sisi
nasal. Di sebagian besar tempat retina dan epitelium pigmen retina mudah
berpisah hingga membentuk suatu ruang subretina, seperti yang terjadi pada
ablasio retina. Tetapi pada diskus dan ora serata, retina dan eiptelium pigmen
retina saling melekat kuat, sehingga membatasi perluasan cairan subretina pada
ablasio retina.1

Gambar 1. Anatomi retina

Retina mempunyai tebal 0,12 mm pada ora serata dan 0,23 mm pada
kutub posterior. Di tengan-tengan kutub posterior terdapat makula yang

2
PAPER NAMA : Dwi Srigati
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 140100189
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RS UNIVERSITAS
SUMATERA UTARA MEDAN

mengandung xanthophylls (pigmen kuning). Secara histologis makula terdiri dari


dua atau lebih lapisan sel ganglion dengan diameter 5-6 mm. Makula berwarna
kuning akibat akumulasi dari karotenoid teroksidasi khususnya lutein dan
zeaxhantine di tengah-tengah makula. Karotenoid ini berperan sebagai antioksidan
dan berfungsi untuk memfilter gelombang sinar biru yang berperan dalam retinitis
solar. 2,1,4
Di tengah-tengah makula terdapat fovea (fovea sentralis) dengan diameter
1,5 mm dan di dalamnya terdapat fotoreseptor yang berperan dalam ketajaman
pengihatan dan penglihatan warna. Di dalam fovea terdapat foveal avascular
zone. Di tengah-tengah fovea foveola dengan diameter 0,35 dan di dalamnya
tersusun padat sel kerucut. Di sekitar fovea terdapat lingkaran yang berdiameter
0,5 mm yang disebut parafoveal dimana tersusun dari lapisan sel ganglion,
lapisan inti dalam dan lapisan pleksiformis luar yang tebal. Di sekeliling daerah
ini terdapat lingkaran berdiameter 1,5 mm, disebut perifoveal zone.2,5

Gambar 2. Anatomi makula yang disebut juga area sentralis atau pole
posterior.

3
PAPER NAMA : Dwi Srigati
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 140100189
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RS UNIVERSITAS
SUMATERA UTARA MEDAN

Lapisan-lapisan retina mulai dari sisi dalamnya adalah sebagai berikut : 1,4,5,12
 Membrana limitans interna
 Lapisan serat saraf yang mengandung akson-akson sel ganglion yang
berjalan menuju nervus optikus
 Lapisan sel ganglion
 Lapisan pleksiformis dalam yang mengandung sambungan-sambungan sel
ganglion dengan sel amakrin dan sel bipolar
 Lapisan inti dalam badan sel bipolar, amakrin dan sel horizontal
 Lapisan pleksiformis luar, yang mengandung sambungan-sambungan sel
bipolar dan sel horizontal dengan fotoreseptor
 Lapisan inti luar sel fotoreseptor
 Membrana limitans eksterna
 Lapisan fotoreseptor segmen dalam dan luar batang dan kerucut
 Epitelium pigmen retina

Gambar 3. Lapisan retina

4
PAPER NAMA : Dwi Srigati
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 140100189
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RS UNIVERSITAS
SUMATERA UTARA MEDAN

Sinar yang mengenai retina harus menembus melewati seluruh lapisan


retina untuk mencapai fotoreseptor. Densitas dan distribusi fotoreseptor bervariasi
sesuai dengan topografi di retina. Di fovea, fotoreseptor didominasi oleh sel
kerucut, khususnya yang sensitive terhadap warna merah dan hijau dengan
densitasnya mencapai 140.000 sel kerucut per millimeter persegi. Fovea sentralis
hanya mengandung sel kerucut dan sel muller dan tidak dijumpai sel batang.
Jumlah sel kerucut semakin berkurang menjauhi fovea sentralis, dan pada daerah
perifer tidak dijumpai sel kerucut dan digantikan oleh sel batang dan mencapai
densitas tertinggi yaitu 160.000 sel per millimeter persegi. 2

Neuro Vaskularisasi Retina


Lapisan dalam retina (mulai dari lapisan membran limitans interna sampai lapisan
inti dalam) diperdarahi oleh arteri retina sentralis yang berasal dari arteri
optalmika. Lapisan retina sisanya tidak mempunyai pembuluh darah dan
memperoleh nutrisi secara difusi dari lapisan koroid yang kaya akan kapiler.
Arteri retina sentralis memasuki orbita bersama dengan nervus optikus dan
bercabang menjadi empat percabangan yaitu cabang superior-nasal, superior
temporal, inferior-nasal, inferior temporal. Arteri-arteri ini tidak mempunyai
anastomosis sehingga apabila terjadi sumbatan akan menyebabkan infark
retina.2,4,5,12
Retina tidak mempunyai persarafan sensoris sehingga kerusakan pada
retina tidak akan menyebabkan nyeri.4,5

2.2 Fisiologi Retina


Retina terdiri atas fotoreseptor yang berperan dalam proses penglihatan yaitu
fotoreseptor batang dan kerucut. Kedua fotoreseptor ini mengandung komponen
kimia yang sensitive terhadap cahaya yang berperan dalam proses penglihatan.
Pada sel batang dikenal dengan rodopsin dan pada sel kerucut dikenal dengan
pigmen warna yang mempunyai susunan yang sedikit berbeda dengan rodopsin.3
Ketika melihat sebuah benda, cahaya dari objek yang bergerak pada
kornea, kemudian melewati aqueous humor, lensa dan vitreous humor untuk

5
PAPER NAMA : Dwi Srigati
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 140100189
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RS UNIVERSITAS
SUMATERA UTARA MEDAN

mencapai retina yang difokuskan ke bagian makula yang merupakan tempat


paling banyak sel kerucut berada. Cahaya menyebabkan reaksi kimia dalam sel
kerucut, yang akibatnya mengirim pesan listrik dari mata ke otak. Otak menerima
pesan-pesan dan menunjukkan bahwa objek tertentu telah terlihat. Sel kerucut
bertanggung jawab agar mampu mengenali warna dan membaca14
Sel batang terbanyak didapatkan di daerah retina perifer dan berperan
dalam melihat dalam pencahayaan yang kurang dan penglihatan perifer. Semua
sel-sel retina (batang dan kerucut) mendapatkan oksigen dan nutrisi lain dari sel-
sel epitel pigmen retina melalui jaringan yang kaya pembuluh darah di koroid.14
Segmen terluar dari sel batang yang mendekati lapisan pigmen retina
mengandung rodopsin sekitar 40%. Rodopsin merupakn kombinasi dari protein
scotopsin dengan pigmen karotenoid retina. Retina mempunyai bentuk rantai 11-
cis. Bentuk cis ini penting karena hanya bentuk ini yang dapat mengikat scotopsin
untuk membentuk rodopsin.3
Ketika energi cahaya diabsorpsi oleh rodopsin, maka akan terjadi
dekomposisi rodopsin menjadi fraksi yang sangat kecil menjadi barthorhodopsin.
Kemudian barthorhodopsin berubah menjadi lumirhodopsin kemudian menjadi
metarhodopsin I dan terakhir menjadi metarhodopsin II. Bentuk akhir ini,
metarhodopsin, dikenal juga sebagai rodopsin yang teraktivasi yang mengeksitasi
perubahan impuls listrik di dalam sel batang melalui proses hiperpolarisasi sel
batang yang .kemudian menyampaikan impuls visual ke system saraf pusat.3

6
PAPER NAMA : Dwi Srigati
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 140100189
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RS UNIVERSITAS
SUMATERA UTARA MEDAN

Gambar 4. Aktivasi rodopsin

Pembentukan rodopsin diawali dengan isomerisasi rantai all-trans retinal


menjadi rantai 11-cis retina dengan bantuan enzim retinal isomerase. Setelah 11-
cis retina terbentuk secara otomomatis akan berikatan dengan skotopsin dan
membentuk rodopsin yang akan tetap stabil sampai terjadi dekomposisi kembali
yang dipicu oleh absorbsi energy cahaya.3
Rantai all-trans retinal yang terbentuk dalam proses aktivasi rodopsin
dapat dikonversi menjadi bentuk all-trans retinol yang merupakan salah satu
bentuk vitamin A. Dengan bantuan enzim isomerase all-trans retinol akan
dikonversi menjadi bentuk 11-cis retinol yang kemudian berubah menjadi 11-cis
retinal yang kemudian berikatan dengan skotopsin membentuk rodopsin. Vitamin
A yang terdapat pada sel batang dapat diubah menjadi bentuk retina apabila
dibutuhkan, dan sebaliknya retinal yang berlebih diretina dapat diubah menjadi
vitamin A. Hal ini penting, karena berhubungan dengan proses penglihatan,
seperti yang terjadi pada rabun senja. Pada rabun senja terjadi defisiensi vitamin A

7
PAPER NAMA : Dwi Srigati
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 140100189
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RS UNIVERSITAS
SUMATERA UTARA MEDAN

yang berat dan tanpa vitamin A jumlah retinal dan rodopsin yang terbentuk juga
semakin berkurang. 3
Komponen fotokimia pada sel kerucut mempunyai struktur yang mirip
dengan komponen kimia rodopsin pada sel batang. Perbedaannya berada pada
komponen protein atau opsin, disebut dengan photopsin pada sel kerucut, sedikit
berbeda dengan skotopsin pada sel batang. Komponen retinal pada pigmen retina
sama pada sel kerucut dan sel batang.3
Sel kerucut sensitif terhadap pigmen warna yang berbeda. Pigmen warna
ini dikenal dengan pigmen sensitif warna biru, pigmen sensitif warna hijau dan
pigmen sensitif warna merah.3

Gambar 5. Absorbsi cahaya oleh pigmen retina sel batang dan sel kerucut.
Jalur penghantaran sinyal visual dari sel kerucut ke sel ganglion berbeda
dengan jalur penghantaran sinyal visual dari sel batang ke sel ganglion. Neuron
dan serabut saraf yang menghantar sinyal visual dari penglihatan sel kerucutlebih
besar dan dua kali lebih cepat menghantarkan sinyal visual dibandingkan dengan
penglihatan sel kerucut.3

8
PAPER NAMA : Dwi Srigati
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 140100189
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RS UNIVERSITAS
SUMATERA UTARA MEDAN

Gambar 6. Organisasi neural retina, sebelah kiri di daerah perifer retina dan di sebelah kanan di
daerah fovea
Dari gambar di atas terlihat jalur penghantaran sinyal visual dari
fotoreseptor menuju ke sel ganglion. Fotoreseptor baik sel kerucut maupun sel
batang akan menghantarkan sinyal visual menuju lapisan pleksiformis eksterna
yang akan bersinaps dengan sel bipolar dan sel horizontal. Sel bipolar akan
menghantarkan sinyal visual akan meneruskan sinyak visual menuju lapisan
pleksiformis interna yang akan bersinaps dengan sel ganglion dan sel amakrin. Sel
amakrin akan menghantarkan sinyal visual melalui dua arah yaitu secara langsung
dari sel bipolar menuju sel ganglion atau secara horizontal di dalam lapisan
pleksiformis interna dari akson sel bipolar ke dendrite sel ganglion atau sel
amakrin yang lainnya. Sel ganglion kemudian akan menghantarkan sinyak dari
retina menuju nervus optikus dan kemudian menuju otak.2,3

2.3 Defenisi
Retinitis pigmentosa merupakan sekelompok degenerasi retina herediter yang
ditandai oleh disfungsi progresif fotoreseptor dan disertai oleh hilangnya sel
secara progresif dan akhirnya atrofi beberapa lapisan retina1. Atau sekelompok
gangguan retina yang menyebabkan hilangnya ketajaman penglihatan secara
progresif, defek lapangan penglihatan, dan kebutaan pada malam hari (night

9
PAPER NAMA : Dwi Srigati
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 140100189
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RS UNIVERSITAS
SUMATERA UTARA MEDAN

blindness). Sebutan retinitis pigmentosa berasal dari deposit pigmen yang


merupakan karakteristik penyakit ini.4
Sel batang pada retina (berperan dalam penglihatan pada malam hari) secara
bertahap mengalami kemunduran sehingga penglihatan di ruang gelap atau
penglihatan pada malam hari menurun. Lama-lama terjadi kehilangan fungsi
penglihatan tepi yang progresif dan bisa menyebabkan kebutaan. Sedangkan pada
stadium lanjut, terjadi penurunan fungsi penglihatan sentral. Retinitis pigmentosa
biasanya terkena bilateral pada kedua mata dengan penurunan fungsi rod
photoreceptors.13

2.4 Epidemiologi
Retinitis pigmentosa mempengaruhi 1:3000 sampai 1:7000 orang di seluruh
dunia. Usia penderita RP biasanya didiagnosis pada masa dewasa muda meskipun
dapat juga ditemukan pada masa kanak-kanak hingga pertengahan usia 30-an
sampai 50-an. Biasanya, predileksi jenis kelamin tidak ada. Bagaimanapun, x-
linked retinitis pigmentosa diekspresikan hanya pada pria. Retinitis
pigmentosa tidak menunjukkan pada spesifisitas etnik, tetapi retinitis
pigmentosa disebabkan oleh mutasi pada gen-gen tertentu yang lebih sering pada
populasi sekeluarga (seperti gen USH3 dihubungkan dengan Usher syndrome tipe
III). 4

2.5 Etiologi
Retinitis pigmentosa merupakan penyakit genetik yang diturunkan secara mendel
yang terjadi pada beberapa kasus. Beberapa kasus retinitis pigmentosa disebabkan
oleh mutasi DNA mitokondria. Pada tahun 1990 gen pertama yang menunjukkan
kelainan pada retinitis pigmentosa yaitu rhodopsin, yang merupakan pengkodean
rod visual pigmen. Sejak saat itu, banyak kelainan gen yang bisa mengakibatkan
terjadinya retinitis pigmentosa.6
Retinitis pigmentosa terjadi sebagai gangguan isolated sporadic, atau
kelainan genetik autosomal dominant (AD), autosomal recessive (AR), atau X-
Linked recessive (XL). Bentuk terbanyak kelainan gen pada retinitis pigmentosa

10
PAPER NAMA : Dwi Srigati
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 140100189
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RS UNIVERSITAS
SUMATERA UTARA MEDAN

yaitu autosomal recessive, diikuti oleh autosom dominan. Sedangkan bentuk yang
sedikit yaitu X-linked resesif.5,10

2.6 Gejala Klinis


Gejala awal seringkali muncul pada awal masa kanak-kanak.
Sel batang pada retina (berperan dalam penglihatan pada malam hari) secara
bertahap mengalami kemunduran sehingga penglihatan di ruang gelap atau
penglihatan pada malam hari menurun. Lama-lama terjadi kehilangan fungsi
penglihatan tepi yang progresif dan bisa menyebabkankebutaan. Sedangkan pada
stadium lanjut, terjadi penurunan fungsi penglihatan sentral.7
Retinitis pigmentosa biasanya terkena bilateral pada kedua mata dengan
penurunan fungsi rod photoreceptors. Adapun simptom yang biasa yaitu:5,8
1. Simtom visual
Gejala yang paling awal di Retinitis Pigmentosa adalah nyctalopia,
penglihatan yang buruk pada malam hari dengan adaptasi penglihatan
yang gelap ataupun rabun senja paling umum dan dipandang sebagai
ci ri khas (hallmark) dari penyakit. Pasien mungkin mengeluhkan
kesulitan dengan pekerjaan di malam hari atau di tempat gelap, seperti
kesulitan berjalan dalam ruangan yang bercahaya redup (misalnya,
bioskop). Selain itu keluhan yang dirasakan pasien dibutuhkan waktu
yang lama untuk beradaptasi dari terang ke gelap. Hal ini disebabkan
oleh penurunan pengelihatan perifer, akibat dari densitas sel batang
yang lebih besar terhadap perifer.13
2. Hilangnya pengelihatan (visual loss)
Kehilangan pengelihatan perifer sering asimpromatik, namun beberapa
pasien mengeluhkan hilangnya pengelihatan dan pengelihatan
terowongan (tunnel vision). Pasien dapat melaporkan menabrak
perabotan atau kesulitan dengan olahraga yang membutuhkan
pengelihatan perifer (misalnya, tenis, basket). Hilangnya pengelihatan
tidak menimbulkan rasa sakit dan umumnya berkembang dengan
lambat.13

11
PAPER NAMA : Dwi Srigati
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 140100189
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RS UNIVERSITAS
SUMATERA UTARA MEDAN

Gambar 6. Perbandingan normal vision dengan tunnel vision pada retinitis pigmentosa

3. Perubahan pada Fundus


Perubahan pigmen retina. Ini adalah jenis perivaskular dan berbentuk
seperti bone spicules. Pada awalnya perubahan ini ditemukan hanya
pada bagian equatorial dan kemudian berlanjut ke bagian anterior dan
posterior. Arteriol retina berkurang dan menjadi seperti benang pada
tingkat yang lanjut, Optic disc menjadi pucat pada tingkat lanjut dan
terjadi atrofi. Perubahan yang lain yang dapat terlihat adalah colloid
bodies, choroidal sclerosis, cystoid macular oedema, atrophic or
cellophane maculopathy. 13

Gambar 7. Fundus picture in retinitis pigmentosa

12
PAPER NAMA : Dwi Srigati
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 140100189
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RS UNIVERSITAS
SUMATERA UTARA MEDAN

Gambar 8. Consecutive optic atrophy in retinitis pigmentosa

4. Perubahan lapangan pandang penglihatan


Annular atau ring-shaped scotoma adalah gambaran adanya degenerasi
pada bagian equator pada retina. Seperti progres dari suatu penyakit,
scotoma meningkat pada bagian anterior dan posterior dan utamanya
hanya penglihatan central berada disebelah kiri (tubular vision). Biasanya
hal ini hilang dan pasien menjadi buta.

Gambar 9. Field change in retinitis pigmentosa

13
PAPER NAMA : Dwi Srigati
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 140100189
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RS UNIVERSITAS
SUMATERA UTARA MEDAN

5. Perubahan Elektrofisiologi
Perubahan secara electrofisiologi ini muncul diawal sebelum gejala
subjektif dan tanda-tanda objektif muncul.
a. Electro-retinogrsm (ERG) subnormal atau terhapus (abolished)
b. Electro-oculogram (EOG) menunjukkan tidak adanya puncak cahaya.

Pasien dengan gangguan penglihatan yang berat dapat terjadi halusinasi


dan gangguan tidur. Hal ini merupakan suatu kesempatan penting bagi pasien
untuk berdiskusi tentang diagnosis penyakitnya dan konseling genetik prognosis
penyakitnya.9

2.7 Patofisiologi
Mekanisme pasti dari degenerasi fotoreseptor belum diketahui, tetapi
akhirnya dapat terjadi apoptosis degeneratif fotoreseptor batang dengan
fotoreseptor kerucut pada tingkat yang lanjut. Retinitis pigmentosa dapat respon
terhadap fotoreseptor yang atrofi dengan proliferasi kedalam retina. Sel-sel
pigmen berkumpul disekitar pembuluh darah retina yang atrofi, yang dapat
diketahui dengan fundus sebagai bentuk klasik “bone spicule”.8
Retinitis pigmentosa biasanya dianggap sebagai distrofi batang-kerucut
(rod-cone dystrophy) dimana defek genetik menyebabkan kematian sel
(apoptosis), terutama di fotoreseptor batang. Jarang terjadinya defek genetik
akibat pengaruh fotoreseptor epitelium pigmen retina dan kerucut. Retinitis
pigmentosa memiliki variasi fenotipik yang signifikan, karena ada banyak gen
yang berbeda yang mengarah ke diagnosis retinitis pigmentosa, dan pasien dengan
mutasi genetik yang sama dapat ditandai dengan temuan retina sangat berbeda.11
Sel batang pada retina (berperan dalam penglihatan pada malam hari)
secara bertahap mengalami kemunduran sehingga penglihatan di ruang gelap atau
penglihatan pada malam hari menurun. Lama-lama terjadi kehilangan fungsi
penglihatan tepi yang progresif dan bisa menyebabkan kebutaan. Sedangkan pada
stadium lanjut, terjadi penurunan fungsi penglihatan sentral. Retinitis pigmentosa

14
PAPER NAMA : Dwi Srigati
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 140100189
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RS UNIVERSITAS
SUMATERA UTARA MEDAN

biasanya terkena bilateral pada kedua mata dengan penurunan fungsi rod
photoreceptors.15

Gambar 10. Cone dydtrophy

Gambar 11. Cone dystrophy menunjukkan typical central macular atrophy yang ditemukan pada
kondisi ini

15
PAPER NAMA : Dwi Srigati
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 140100189
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RS UNIVERSITAS
SUMATERA UTARA MEDAN

Perubahan histopatologi pada retinitis pigmentosa telah didokumentasikan


dengan baik, dan baru baru ini, perubahan histologis tertentu yang terkait dengan
mutasi gen tertentu telah dilaporkan. Tahap akhir terjadi kematian sel fotoreseptor
tetap oleh apoptosis. Perubahan histologis pertama yang ditemukan di fotoreseptor
adalah pemendekan segmen luar batang. Segmen luar semakin memendek, diikuti
oleh hilangnya fotoreseptor batang. Hal ini terjadi paling signifikan di pinggiran
pertengahan retina. Daerah-daerah retina mencerminkan apoptosis sel dengan
memiliki inti menurun di lapisan nuklir luar. Dalam banyak kasus, degenerasi
cenderung memburuk pada bagian retina rendah, sehingga menunjukkan peran
untuk eksposur cahaya.11

Jalur akhir yang umum dalam retinitis pigmentosa biasanya kematian dari
fotoreseptor batang yang menyebabkan hilangnya penglihatan. Sebagai batang
yang paling padat ditemukan di retina midperipheral, hilangnya sel di daerah ini
cenderung menyebabkan kehilangan penglihatan perifer dan kehilangan
penglihatan pada malam hari. Bagaimana mutasi gen menyebabkan perlambatan
kematian fotoreseptor batang progresif bisa terjadi dengan banyak jalan, yang
kenyataannya bahwa begitu banyak mutasi yang berbeda dapat menyebabkan
gambaran klinis yang serupa.11

Kematian fotoreseptor kerucut terjadi dengan cara yang mirip dengan


apoptosis batang dengan pemendekan segmen luar diikuti dengan hilangnya
sel. Hal ini dapat terjadi lebih awal atau terlambat dalam berbagai bentuk retinitis
pigmentosa.11

2.8 Diagnosis
Penegakan diagnosa retinitis pigmentosa, selain melalui anamnesa keluhan
penderita sesuai manifestasi klinis yang telah disebutkan sebelumnya, dapat
dilakukan dengan melalukan pemeriksaan mata.
Retinitis pigmentosa merupakan penyakit retina degeneratif yang memiliki
karakteristik adanya deposit pigmen di retina. Kelainan ini merupakan degenerasi
primer fotoreseptor batang dengan fotoreseptor kerucut sebagai degenerasi

16
PAPER NAMA : Dwi Srigati
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 140100189
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RS UNIVERSITAS
SUMATERA UTARA MEDAN

sekunder, yang dapat menjelaskan mengapa pasien dapat mengalami kebutaan


pada malam hari. 6
Adapun untuk menegakkan diagnosis dari retinitis pigmentosa
berdasarkan temuan klinis retinitis pigmentosa yaitu berdasarkan simptom visual
(lihat manifestasi retinitis pigmentosa), perubahan pada fundus, perubahan
lapangan pandang pengelihatan, perubahan elektroretinagram. 4
Selain itu, diagnosis juga dapat dibuat oleh ophtalmoskopi berdasarkan
gambaran klasik dasar. Red-conedystrophy (utamanya sel batang yang terkena).
Adanya „bonespicule‟ yang merupakan proliferasi epitelium retina yang dapat
dilihat pada bagian tengah perifer retina. Kelainan ini perlahan-lahan menyebar ke
sentral. Awal defisit yang terjadi yaitu defek pengelihatan warna dan ganggaun
persepsi kontra. Atrofi optic nerve yang terjadi pada fase lanjut dan arteri-arteri
menjadi sempit. 4
Pada cone-rod dystophy (utamanya sel kerucut yang terkena). Adanya
penurunan visus diawal dengan penurunan progress dari lapangan pandang
pengelihatan. Kedua bentuk kelainan dari retinitis pigmentosa ini dapat diketahui
melalui electroretinography.6
Menariknya, bahkan pasien dengan cacat genetik yang sama dapat
memiliki manifestasi klinis yang berbeda dari penyakit. Temuan yang paling
umum dijelaskan dibawah ini:
 Simptom Visual
Nyctalopia, penuruanan penglihatan perifer dan berlanjut menajdi penurunan
pengelihatan perifer dan berlanjut menjadi penurunan pengelihatan sentral dan
fotofobia pada episodelanjut.
 Lapangan Pandang
Hilangnya pengelihatan perifer,ring shaoe scotoma, tunnel vision
 Pupil
Reaksi pupil bisa normal dengan atau tanoa defek pupil aferen

17
PAPER NAMA : Dwi Srigati
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 140100189
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RS UNIVERSITAS
SUMATERA UTARA MEDAN

 Segmen anterior
Pasien dapat berkembang menjadi katarak subkapsular posterior,sampai
dengan 50% dari pasien dewasa dengan Retinitis pigmentosa berkembang
menjdi katarak jenis ini.
 Fundus
1. Temuan kunci khas meliputi:
- Bone spicules, hiperpigmentasi di pinggiran pertengahan retina
- Saraf optik pucat lilin
- Atrofi RPE (retinal pigmen epithelium) di pinggiran pertengahan retina
- Perlemahan arteriol retina

Gambar 12. Karakteristik tanda adanya narrowed retinal vessels, waxy yellow appearance of the
optic disk due to atrophy of the optic nerve, and “bone-spicule” proliferation of retinal pigment
epithelium.

2. Kehadiran sel vitreus umumnya, pasien dapat kehilanagan refleks foveolar


atau vitreoretinalinterface abnormal. Sekelompok pasien dengan retinitis
pigmentosa berkembang menajadi edema cystoid dengan penurunan
penglihatan lebih cepat dan berpotensi reversibel.

18
PAPER NAMA : Dwi Srigati
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 140100189
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RS UNIVERSITAS
SUMATERA UTARA MEDAN

3. Retinitispunctata albescens, sebuah varian retinitis pigmentosa hadir


dengan deposit kuning di dalam retina dibandingkan dengan pigmen perifer
retina.
4. Degenerasi sel batang-kerucut pada retina hadir dengan perubahan pigmen
makula sentral (bull’s eye maculopathy. Choroideremia dan atrofi biasanya
hadir dengan daerah yang berlekuk besar pada atrofi retina perifer.
5. Elektroretinogram
- Amplitudo gelombang a dan b yang kecil
- Predominan pada sistem scotopic (sel batang) di atas sistem photopic
(sel kerucut)

2.9 Diagnosa Banding


Adapun diagnosa banding dari retinitis pigmentosa yaitu:10
 End stage chloroquine retinopathy
Kesaman : Penurunan difus bilateral epitelium pigmen retina dengan
pembuluh darah choroid yang jelas dan penyempitan arteriol-arteriol.
Perbedaan : Perubahan pigmentasi yang tidak melibatkan perivaskular
konfigurasi “bone corpuscle”; atrofi optic tidak seperti lilin.
 End stage thioridazine retinopathy
Kesamaan : Penurunan difus bilateral epitelium pigmen retina
Perbedaan : Perubahan pigmen seperti plaque (plaque-like pigmentary
change) dan tidak adanya nyctalopia
 End stage syphilitic neuroretinitis
Kesamaan : Lapangan pandang terbatas, penyempitan vaskular dan
perubahan pigmen
Perbedaan : Nyctalopia ringan, keterlibatan assimetris dengan ringan
atau tidak adanya choroid
 Cancer-related retinopathy
Kesamaan : Nyctalopia. Terbatasnya lapangan pandang perifer,
penyempitan arteriol dan elektroretinogram yang dapat dibedakan
Perbedaan : Perubahan pigmen ringan atau tidak ada

19
PAPER NAMA : Dwi Srigati
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 140100189
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RS UNIVERSITAS
SUMATERA UTARA MEDAN

2.10 Penatalaksanaan
Belum ada pengobatan yang efektif untuk retinitis pigmentosa. Penderita
dianjurkan untuk berkunjung secara teratur kepada spesialis mata untuk memantau
kelainan ini. Sebaiknya dilakukan secara teratur setiap 5 tahun termasuk untuk
menguji lapangan pandang dan evaluasi electroretinogram.7,11
Pemakaian kaca mata gelap untuk melindungi retina dari sinar ultraviolet
bisa mempertahankan fungsi penglihatan. Pada pasien dapat diberikan kacamata
gelap untuk menghindari paparan sinar ultaviolet yang dapat memperburuk
penglihatan pasien. Pengobatan yang efektif untuk retinitis pigmentosa masih
belum diketahui. Pada pasien diberikan vitamin A karena vitamin A berperan
dalam pembentukan rhodopsin untuk penglihatan gelap. Dalam literatur dikatakan
apabila pasien rutin mengkonsumsi vitamin A, akan dapat menunda terjadinya
kebutaan untuk 10 tahun. Pada pasien juga diberikan neurotropik untuk
meningkatkan fungsi sel-sel syaraf penglihatan. Penderita dianjurkan untuk
berkunjung secara teratur kepada spesialis mata untuk memantau kelainan ini.
Sebaiknya dilakukan secara teratur setiap 5 tahun termasuk untuk menguji
lapangan pandang dan evaluasi elektroretinogram.13,16 Baru-baru ini, muncul
terapi baru (meskipun masih dalam perdebatan) seperti pemberian
antioksidan (misalnya vitamin A palmitat) bisa menunda perkembangan penyakit
ini.7,11
1. Medical Care
 Vitamin A/ Beta Karoten
Antioksidan dapat bermanfaat dalam mengobati pasien dengan
retinitis pigmentosa, tetapi belum ada bukti, yang jelas pada saat ini.
Sebuah studi komprehensif terbaru epidemiologi menyimpulkan
bahwa dosis harian yang sangat tinggi dari vitamin A palmitat (15.000
U / d) memperlambat kemajuan RP sekitar 2% per tahun.
 Docosahexaenoic acid (DHA)
DHA adalah asam lemak tak jenuh ganda omega-3 dan antioksidan.
Penelitian telah menunjukkan korelasi ERG (electroretinogram)
amplitudo dengan konsentrasi DHA eritrosit-pasien. Studi lainnya

20
PAPER NAMA : Dwi Srigati
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 140100189
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RS UNIVERSITAS
SUMATERA UTARA MEDAN

melaporkan adanya perubahan ERG kurang pada pasien dengan


tingkat yang lebih tinggi kadar DHA.
 Acetazolamide
Edema makula dapat mengurangi penglihatan dalam tahap lanjut dari
retinitis pigmentosa. Dari banyak terapis mencoba, acetazolamide oral
telah menunjukkan hasil yang paling menggembirakan dengan
beberapa perbaikan dalam fungsi visual. Studi yang dilakukan oleh
Fishman dkk dan Cox et al telah menunjukkan perbaikan dalam
ketajaman visual snelling dengan acetazolamide oral untuk pasien
yang memiliki retinitis pigmentosa dengan edema makula
 Calcium channel blocker
Calcium channel blockers, seperti diltiazem, adalah obat-obat yang
biasa digunakan pada penyakit jantung. Kalsium channel blocker telah
menunjukkan beberapa manfaat dalam beberapa model binatang dari
retinitis pigmentosa tetapi mereka tidak efektif dalam model lain.
 Lutein / zeaxanthin
Lutein dan zeaxanthin merupakan makula pigmen yang tubuh tidak
dapat membuat melainkan berasal dari sumber makanan. Lutein
berfungsi untuk melindungi macula dari kerusakan oksidatif, dan
suplementasi oral telah terbukti meningkatkan pigmen makula. Dosis
20 mg / hari telah direkomendasikan.
 Asam valproik
Asam valproik oral telah menunjukkan manfaat dalam uji klinis, dan
uji klinis yang lebih lanjut sedang dilakukan.
 Obat-obat yang dapat menyebabkan efek yang tidak diinginkan
menjadi retinitis pigmentosa
Sotretinoin (Accutane), obat yang digunakan untuk mengobati jerawat
telah dilaporkan memperburuk penglihatan pada malam hari, respon
electroretinogram, dan adaptasi terhadap gelap. Sildenafil (Viagra),
obat untuk mengobati disfungsi ereksi telah terbukti menyebabkan
perubahan reversibel elektroretinogram dan penglihatan .Sildenafil

21
PAPER NAMA : Dwi Srigati
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 140100189
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RS UNIVERSITAS
SUMATERA UTARA MEDAN

adalah inhibitor PDE5 dan kurang begitu sensitif terhadap


PDE6. Mutasi dari gen PDE6 diketahui menyebabkan RP autosomal
resesif.
 Obat Lain
Dosis 1000 mg /hari asam askorbat telah direkomendasikan, tetapi
belum ada bukti bahwa asam askorbat sangat membantu. Bilberry juga
direkomendasikan oleh beberapa praktisi pengobatan alternatif dalam
dosis 80 mg, tetapi belum ada studi terkontrol tentang khasiat dalam
pengobatan pasien dengan retinitis pigmentosa. Antibodi antiretinal,
agen imunosupresif (termasuk steroid) juga telah digunakan dengan
sukses.

2. Surgical Care
 Katarak ekstraksi
Operasi katarak sering bermanfaat dalam tahap selanjutnya penobatan
retinitis pigmentosa. Bastek et al, mempelajari 30 pasien dengan
retinitis pigmetasi, 83% dari mereka menunjukkan perbaikan dalam
pengobatan, dengan 2 garis pada grafik ketajaman visual Snellen
setelah dilakukan operasi katarak
 Faktor pertumbuhan
Faktor neurotropik ciliary (CNTF) telah menunjukkan adanya
perlambatan degenerasi retina pada sejumlah model hewan. Tahap II
uji klinis sedang dilakukan, dengan menggunakan bentuk
dienkapsulasi dari sel-sel epitelium pigmen retina menghasilkan
CNTF (Neurotech) untuk pasien dengan sindrom Usher dan RP. Sel-
sel ini harus dikemas dengan pembedahan yang diletakkan ke dalam
mata. Tahap I hasil uji coba klinis telah mendukung.
 Transplantasi
Transplantasi sel epitelium pigmen retina telah di transplantasikan ke
dalam ruang subretinal untuk menyelamatkan fotoreseptor pada
hewan model retinitis pigmentosa. Salah satu pendekatan yang

22
PAPER NAMA : Dwi Srigati
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 140100189
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RS UNIVERSITAS
SUMATERA UTARA MEDAN

mungkin berguna adalah modifikasi ex vivo pada sel-sel yang terdapat


faktor-faktor trofik.
 Prostesis retina
Sebuah chip prostesis retina ditanamkan pada permukaan retina dan
telah diteliti selama beberapa tahun. Lapisan sel ganglion retina yang
sehat dapat dirangsang, dan implan pada hewan model memiliki
stabilitas jangka panjang. Dalam sebuah studi oleh Humayun et al, ini
telah terbukti bermanfaat pada manusia. Satu pasien yang tidak punya
persepsi cahaya, mampu melihat dan melokalisasi senter setelah
prostesis pada retinitis pigmentosa
 Terapi gen
Terapi gen masih dalam penelitian, dengan harapan untuk
menggantikan protein yang rusak dengan menggunakan vektor DNA
(misalnya, adenovirus, Lentivirus).

2.11 Prognosis
Retinitis pigmentosa merupakan suatu progress yang kronik. Prognosis
klinis tergantung pada jenis dari kelainan yang terjadi, masing-masing bentuk
keparahan dapat menyebabkan kebutaan.4 Prognosis jangka panjang adalah buruk
dengan hilangnya pengelihatan sentral karena keterlibatan langsung fovea pada
retinitis pigmentosa atau makulopati. Pemberian vitamin A dapat memperlambat
progresivitas dari retinitis pigmentosa. Sekitar 15% pasien mempertahankan
kemampuan visual dan dapat membaca, bekerja seperti biasanya. Dibawah usia 20
tahun, kebanyakan pasien mempunyai tajam penglihatan lebih dari 6/60.10

23
PAPER NAMA : Dwi Srigati
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 140100189
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RS UNIVERSITAS
SUMATERA UTARA MEDAN

BAB 3
KESIMPULAN

Retina adalah selembar tipis jaringan saraf semitransparan dan multilapis yang
melapisi bagian dalam dua pertiga posterior dinding bola mata. Retinitis pigmentosa
merupakan sekelompok degenarasi retina herediter yang ditandai oleh disfungsi
progresif fotoreseptor dan disertai oleh hilangnya sel secara progresif dan akhirnya
atrofi beberapa lapisan retina. Gejala awal seringkali muncul pada awal masa kanak-
kanak. Sel batang pada retina (berperan dalam pengelihatan dimalam hari) secara
bertahap mengalami kemunduran sehingga pengelihatan di ruang gelap atau
pengelihatan pada malam hari menurun. Pengobatan terdiri dari medical care dan
surgical care. Pemakaan kacamata gelap untuk melindungi retina dari sinar ultraviolet
bisa mempertahankan fungsi pengelihatan. Pemberian antioksidan (misalnya vitamin
A palmitat) bisa menunda perkembangan penyakit ini (masih penelitian). Retinitis
pigmentosa merupakan suatu progres yang kronik. Penampakan klinis tergantung
pada jenis dari kelainan yang terjadi, masing-masing bentuk keparahan dapat
menyebabkan kebutaan

24
PAPER NAMA : Dwi Srigati
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 140100189
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RS UNIVERSITAS
SUMATERA UTARA MEDAN

DAFTAR PUSTAKA

1. Riordan-Eva P. Bab 1 : Anatomi dan Embriologi Mata, Retinitis Pigmentosa. Dalam


Vaughan GD, Asbury T, dan Riordan-Eva Paul (editor). Oftalmologi Umum. Edisi 17.
Jakarta : Widya Medika; 2000. P. 12-14, 206.

2. American Academy Of Ophthalmology. Basic Clinical Science Course : Retina and


Vitreuos. Section 12 th. Singapore. American Academy Of Ophthalmology. 2007. P.7-15,
25

3. Guyton, Arthur C. Textbook of Medical Physiology. 11 th edition.2006. Philadelphia.


Elsevier. P. 626-636

4. Lang GK. Retinitis Pigmentosa. In Ophthalmology A short of Textbook. NewYork:


Thieme Stuttgart ;2000. P. 3343-345

5. Khurana AK. Retinitis Pigmentosa. In: Comprehensive Ophtalmology. 4th ed. New Delhi:
New Age International (P) Ltd; 2007. P.268-269

6. Hamel Christian, 2003. Retinitis Pigmentosa. Perancis: Orphanet

7. Medicastore. Retinitis Pigmentosa Available From : http://www.medicastore.com


[Accesed on 21 Oktober 2011]

8. Sehu KW, R. Lee William. Ophthalmic Pathology: Retinitis Pigmentosa. 1th ed. 2005.
Australia. BMJ. P. 224-225

9. Khaw PT, et all., ABC Of Eyes, Fourth Edition: Retinitis Pigmentosa. 4th ed.2004.
London. BMJ. P. 41.

10. Kanski, Jack J. Clinical Ophthalmology : Retinitis Pigmentosa. 7th ed. 2011. Cina.
Elsevier. P. 491-494

11. Telander David G, MD, PhD., Retinitis Pigmentosa. Medscapep Available From:
http://www.medscape.com [Accesed on 21 Oktober 2011]

12. Ilyas S. Anatomi dan Fisiologi Mata. Dalam Ilmu Penyakit Mata. Edisi 3. Jakarta : Balai
Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2008. Hal 1-12

13. Musarela MA, Macdonald. Current concept in the treatment of retinitis pigmentosa.
Journalof Opthalmology. 2011. Tersedia dari: http://dx.doi.org/10.1155/2011/753547

14. Sherwood L. Fisiologi manusia dari sel ke sistem. Edisi ke-6. Jakarta: EGC;2012

15. Musarela MA, Macdonald. Current concept in the treatment of retinitis pigmentosa.
Journal of Opthalmology. 2011. Tersedia dari: http://dx.doi.org/10.1155/2011/753547

16. Daiger SP, Sara J, Bowne, Lori. Perspective on genes and mutation causing retinitis
pigmentosa. Journal Arch of Opthalmology. 2007; 125(1):151-8.

17. Vaidya P. Retinitis pigmentosa: disease encumbrance in the Eurozone. J Opthalmol clin
res. 2015; 2(3):1-2.

25
PAPER NAMA : Dwi Srigati
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 140100189
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RS UNIVERSITAS
SUMATERA UTARA MEDAN

18. Ali Muhammad, Rahman Muhammad,Cao Jiang, Yuan Ping Xi, Genetic characterization
and disease mechanism of retinitis pigmentosa; current scenario, 2017

19. Daigher Stephen, Bowne Sara, Sullivan Lori, Genes and Mutation Causing Autosomal
Dominant Retinitis Pigmentosa, The University of Texas Health Science Center. 2015

20. Sato Giovanni, Nadai Katia, Romano Mario, Binoto Andrea, Clinical and Rehabilitative
Management of Retinitis Pigmentosa, Departemen of Ophthalmology University of
Ferrara Italy. 2011

26

Anda mungkin juga menyukai