PAPER
RETINITIS PIGMENTOSA
Disusun oleh:
DWI SRIGATI
140100189
Pembimbing:
dr.Vanda Virgayanti, M.Ked(Oph), Sp. M
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur saya ucapkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
rahmat dan karunia-Nya saya dapat menyelesaikan makalah ini yang berjudul
“Retinitis Pigmentosa”.
Penulisan makalah ini adalah salah satu syarat untuk menyelesaikan
Kepaniteraan Klinik Program Pendidikan Profesi Dokter di Departemen Ilmu
Kesehatan Mata Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. Pada
kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada dr. Vanda
Virgayanti, M.Ked (Oph), Sp. M (K) selaku pembimbing yang telah memberikan
saran dalam menyelesaikan makalah ini.
Saya menyadari bahwa penulisan makalah ini masih jauh dari sempurna.
Oleh karena itu, saya mengharapkan kritik dan saran dari pembaca sebagai
perbaikan dalam penulisan penyuluhan selanjutnya. Kiranya makalah ini
bermanfaat bagi pembaca. Akhir kata, saya mengucapkan terima kasih.
Penulis
ii
PAPER NAMA :Dwi Srigati
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 140100189
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ......................................................................................... ii
DAFTAR ISI ........................................................................................................ iii
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................... 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA......................................................................... 2
2.1 Anatomi Retina ................................................................................. 2
2.2 Fisiologi Retina ................................................................................. 5
2.3 Definisi .............................................................................................. 9
2.4 Epidemiologi ..................................................................................... 9
2.5 Etiologi .............................................................................................. 9
2.6 Gejala Klinis ..................................................................................... 10
2.7 Patofisiologi ...................................................................................... 14
2.8 Diagnosis........................................................................................... 16
2.9 Diagnosis Banding ............................................................................ 16
2.10 Penatalaksanaan .............................................................................. 19
2.11 Prognosis ......................................................................................... 23
BAB III KESIMPULAN ..................................................................................... 24
BAB IV TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................... 25
iii
PAPER NAMA : Dwi Srigati
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 140100189
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RS UNIVERSITAS
SUMATERA UTARA MEDAN
BAB 1
PENDAHULUAN
1
PAPER NAMA : Dwi Srigati
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 140100189
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RS UNIVERSITAS
SUMATERA UTARA MEDAN
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
Retina mempunyai tebal 0,12 mm pada ora serata dan 0,23 mm pada
kutub posterior. Di tengan-tengan kutub posterior terdapat makula yang
2
PAPER NAMA : Dwi Srigati
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 140100189
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RS UNIVERSITAS
SUMATERA UTARA MEDAN
Gambar 2. Anatomi makula yang disebut juga area sentralis atau pole
posterior.
3
PAPER NAMA : Dwi Srigati
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 140100189
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RS UNIVERSITAS
SUMATERA UTARA MEDAN
Lapisan-lapisan retina mulai dari sisi dalamnya adalah sebagai berikut : 1,4,5,12
Membrana limitans interna
Lapisan serat saraf yang mengandung akson-akson sel ganglion yang
berjalan menuju nervus optikus
Lapisan sel ganglion
Lapisan pleksiformis dalam yang mengandung sambungan-sambungan sel
ganglion dengan sel amakrin dan sel bipolar
Lapisan inti dalam badan sel bipolar, amakrin dan sel horizontal
Lapisan pleksiformis luar, yang mengandung sambungan-sambungan sel
bipolar dan sel horizontal dengan fotoreseptor
Lapisan inti luar sel fotoreseptor
Membrana limitans eksterna
Lapisan fotoreseptor segmen dalam dan luar batang dan kerucut
Epitelium pigmen retina
4
PAPER NAMA : Dwi Srigati
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 140100189
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RS UNIVERSITAS
SUMATERA UTARA MEDAN
5
PAPER NAMA : Dwi Srigati
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 140100189
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RS UNIVERSITAS
SUMATERA UTARA MEDAN
6
PAPER NAMA : Dwi Srigati
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 140100189
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RS UNIVERSITAS
SUMATERA UTARA MEDAN
7
PAPER NAMA : Dwi Srigati
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 140100189
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RS UNIVERSITAS
SUMATERA UTARA MEDAN
yang berat dan tanpa vitamin A jumlah retinal dan rodopsin yang terbentuk juga
semakin berkurang. 3
Komponen fotokimia pada sel kerucut mempunyai struktur yang mirip
dengan komponen kimia rodopsin pada sel batang. Perbedaannya berada pada
komponen protein atau opsin, disebut dengan photopsin pada sel kerucut, sedikit
berbeda dengan skotopsin pada sel batang. Komponen retinal pada pigmen retina
sama pada sel kerucut dan sel batang.3
Sel kerucut sensitif terhadap pigmen warna yang berbeda. Pigmen warna
ini dikenal dengan pigmen sensitif warna biru, pigmen sensitif warna hijau dan
pigmen sensitif warna merah.3
Gambar 5. Absorbsi cahaya oleh pigmen retina sel batang dan sel kerucut.
Jalur penghantaran sinyal visual dari sel kerucut ke sel ganglion berbeda
dengan jalur penghantaran sinyal visual dari sel batang ke sel ganglion. Neuron
dan serabut saraf yang menghantar sinyal visual dari penglihatan sel kerucutlebih
besar dan dua kali lebih cepat menghantarkan sinyal visual dibandingkan dengan
penglihatan sel kerucut.3
8
PAPER NAMA : Dwi Srigati
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 140100189
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RS UNIVERSITAS
SUMATERA UTARA MEDAN
Gambar 6. Organisasi neural retina, sebelah kiri di daerah perifer retina dan di sebelah kanan di
daerah fovea
Dari gambar di atas terlihat jalur penghantaran sinyal visual dari
fotoreseptor menuju ke sel ganglion. Fotoreseptor baik sel kerucut maupun sel
batang akan menghantarkan sinyal visual menuju lapisan pleksiformis eksterna
yang akan bersinaps dengan sel bipolar dan sel horizontal. Sel bipolar akan
menghantarkan sinyal visual akan meneruskan sinyak visual menuju lapisan
pleksiformis interna yang akan bersinaps dengan sel ganglion dan sel amakrin. Sel
amakrin akan menghantarkan sinyal visual melalui dua arah yaitu secara langsung
dari sel bipolar menuju sel ganglion atau secara horizontal di dalam lapisan
pleksiformis interna dari akson sel bipolar ke dendrite sel ganglion atau sel
amakrin yang lainnya. Sel ganglion kemudian akan menghantarkan sinyak dari
retina menuju nervus optikus dan kemudian menuju otak.2,3
2.3 Defenisi
Retinitis pigmentosa merupakan sekelompok degenerasi retina herediter yang
ditandai oleh disfungsi progresif fotoreseptor dan disertai oleh hilangnya sel
secara progresif dan akhirnya atrofi beberapa lapisan retina1. Atau sekelompok
gangguan retina yang menyebabkan hilangnya ketajaman penglihatan secara
progresif, defek lapangan penglihatan, dan kebutaan pada malam hari (night
9
PAPER NAMA : Dwi Srigati
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 140100189
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RS UNIVERSITAS
SUMATERA UTARA MEDAN
2.4 Epidemiologi
Retinitis pigmentosa mempengaruhi 1:3000 sampai 1:7000 orang di seluruh
dunia. Usia penderita RP biasanya didiagnosis pada masa dewasa muda meskipun
dapat juga ditemukan pada masa kanak-kanak hingga pertengahan usia 30-an
sampai 50-an. Biasanya, predileksi jenis kelamin tidak ada. Bagaimanapun, x-
linked retinitis pigmentosa diekspresikan hanya pada pria. Retinitis
pigmentosa tidak menunjukkan pada spesifisitas etnik, tetapi retinitis
pigmentosa disebabkan oleh mutasi pada gen-gen tertentu yang lebih sering pada
populasi sekeluarga (seperti gen USH3 dihubungkan dengan Usher syndrome tipe
III). 4
2.5 Etiologi
Retinitis pigmentosa merupakan penyakit genetik yang diturunkan secara mendel
yang terjadi pada beberapa kasus. Beberapa kasus retinitis pigmentosa disebabkan
oleh mutasi DNA mitokondria. Pada tahun 1990 gen pertama yang menunjukkan
kelainan pada retinitis pigmentosa yaitu rhodopsin, yang merupakan pengkodean
rod visual pigmen. Sejak saat itu, banyak kelainan gen yang bisa mengakibatkan
terjadinya retinitis pigmentosa.6
Retinitis pigmentosa terjadi sebagai gangguan isolated sporadic, atau
kelainan genetik autosomal dominant (AD), autosomal recessive (AR), atau X-
Linked recessive (XL). Bentuk terbanyak kelainan gen pada retinitis pigmentosa
10
PAPER NAMA : Dwi Srigati
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 140100189
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RS UNIVERSITAS
SUMATERA UTARA MEDAN
yaitu autosomal recessive, diikuti oleh autosom dominan. Sedangkan bentuk yang
sedikit yaitu X-linked resesif.5,10
11
PAPER NAMA : Dwi Srigati
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 140100189
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RS UNIVERSITAS
SUMATERA UTARA MEDAN
Gambar 6. Perbandingan normal vision dengan tunnel vision pada retinitis pigmentosa
12
PAPER NAMA : Dwi Srigati
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 140100189
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RS UNIVERSITAS
SUMATERA UTARA MEDAN
13
PAPER NAMA : Dwi Srigati
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 140100189
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RS UNIVERSITAS
SUMATERA UTARA MEDAN
5. Perubahan Elektrofisiologi
Perubahan secara electrofisiologi ini muncul diawal sebelum gejala
subjektif dan tanda-tanda objektif muncul.
a. Electro-retinogrsm (ERG) subnormal atau terhapus (abolished)
b. Electro-oculogram (EOG) menunjukkan tidak adanya puncak cahaya.
2.7 Patofisiologi
Mekanisme pasti dari degenerasi fotoreseptor belum diketahui, tetapi
akhirnya dapat terjadi apoptosis degeneratif fotoreseptor batang dengan
fotoreseptor kerucut pada tingkat yang lanjut. Retinitis pigmentosa dapat respon
terhadap fotoreseptor yang atrofi dengan proliferasi kedalam retina. Sel-sel
pigmen berkumpul disekitar pembuluh darah retina yang atrofi, yang dapat
diketahui dengan fundus sebagai bentuk klasik “bone spicule”.8
Retinitis pigmentosa biasanya dianggap sebagai distrofi batang-kerucut
(rod-cone dystrophy) dimana defek genetik menyebabkan kematian sel
(apoptosis), terutama di fotoreseptor batang. Jarang terjadinya defek genetik
akibat pengaruh fotoreseptor epitelium pigmen retina dan kerucut. Retinitis
pigmentosa memiliki variasi fenotipik yang signifikan, karena ada banyak gen
yang berbeda yang mengarah ke diagnosis retinitis pigmentosa, dan pasien dengan
mutasi genetik yang sama dapat ditandai dengan temuan retina sangat berbeda.11
Sel batang pada retina (berperan dalam penglihatan pada malam hari)
secara bertahap mengalami kemunduran sehingga penglihatan di ruang gelap atau
penglihatan pada malam hari menurun. Lama-lama terjadi kehilangan fungsi
penglihatan tepi yang progresif dan bisa menyebabkan kebutaan. Sedangkan pada
stadium lanjut, terjadi penurunan fungsi penglihatan sentral. Retinitis pigmentosa
14
PAPER NAMA : Dwi Srigati
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 140100189
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RS UNIVERSITAS
SUMATERA UTARA MEDAN
biasanya terkena bilateral pada kedua mata dengan penurunan fungsi rod
photoreceptors.15
Gambar 11. Cone dystrophy menunjukkan typical central macular atrophy yang ditemukan pada
kondisi ini
15
PAPER NAMA : Dwi Srigati
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 140100189
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RS UNIVERSITAS
SUMATERA UTARA MEDAN
Jalur akhir yang umum dalam retinitis pigmentosa biasanya kematian dari
fotoreseptor batang yang menyebabkan hilangnya penglihatan. Sebagai batang
yang paling padat ditemukan di retina midperipheral, hilangnya sel di daerah ini
cenderung menyebabkan kehilangan penglihatan perifer dan kehilangan
penglihatan pada malam hari. Bagaimana mutasi gen menyebabkan perlambatan
kematian fotoreseptor batang progresif bisa terjadi dengan banyak jalan, yang
kenyataannya bahwa begitu banyak mutasi yang berbeda dapat menyebabkan
gambaran klinis yang serupa.11
2.8 Diagnosis
Penegakan diagnosa retinitis pigmentosa, selain melalui anamnesa keluhan
penderita sesuai manifestasi klinis yang telah disebutkan sebelumnya, dapat
dilakukan dengan melalukan pemeriksaan mata.
Retinitis pigmentosa merupakan penyakit retina degeneratif yang memiliki
karakteristik adanya deposit pigmen di retina. Kelainan ini merupakan degenerasi
primer fotoreseptor batang dengan fotoreseptor kerucut sebagai degenerasi
16
PAPER NAMA : Dwi Srigati
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 140100189
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RS UNIVERSITAS
SUMATERA UTARA MEDAN
17
PAPER NAMA : Dwi Srigati
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 140100189
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RS UNIVERSITAS
SUMATERA UTARA MEDAN
Segmen anterior
Pasien dapat berkembang menjadi katarak subkapsular posterior,sampai
dengan 50% dari pasien dewasa dengan Retinitis pigmentosa berkembang
menjdi katarak jenis ini.
Fundus
1. Temuan kunci khas meliputi:
- Bone spicules, hiperpigmentasi di pinggiran pertengahan retina
- Saraf optik pucat lilin
- Atrofi RPE (retinal pigmen epithelium) di pinggiran pertengahan retina
- Perlemahan arteriol retina
Gambar 12. Karakteristik tanda adanya narrowed retinal vessels, waxy yellow appearance of the
optic disk due to atrophy of the optic nerve, and “bone-spicule” proliferation of retinal pigment
epithelium.
18
PAPER NAMA : Dwi Srigati
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 140100189
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RS UNIVERSITAS
SUMATERA UTARA MEDAN
19
PAPER NAMA : Dwi Srigati
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 140100189
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RS UNIVERSITAS
SUMATERA UTARA MEDAN
2.10 Penatalaksanaan
Belum ada pengobatan yang efektif untuk retinitis pigmentosa. Penderita
dianjurkan untuk berkunjung secara teratur kepada spesialis mata untuk memantau
kelainan ini. Sebaiknya dilakukan secara teratur setiap 5 tahun termasuk untuk
menguji lapangan pandang dan evaluasi electroretinogram.7,11
Pemakaian kaca mata gelap untuk melindungi retina dari sinar ultraviolet
bisa mempertahankan fungsi penglihatan. Pada pasien dapat diberikan kacamata
gelap untuk menghindari paparan sinar ultaviolet yang dapat memperburuk
penglihatan pasien. Pengobatan yang efektif untuk retinitis pigmentosa masih
belum diketahui. Pada pasien diberikan vitamin A karena vitamin A berperan
dalam pembentukan rhodopsin untuk penglihatan gelap. Dalam literatur dikatakan
apabila pasien rutin mengkonsumsi vitamin A, akan dapat menunda terjadinya
kebutaan untuk 10 tahun. Pada pasien juga diberikan neurotropik untuk
meningkatkan fungsi sel-sel syaraf penglihatan. Penderita dianjurkan untuk
berkunjung secara teratur kepada spesialis mata untuk memantau kelainan ini.
Sebaiknya dilakukan secara teratur setiap 5 tahun termasuk untuk menguji
lapangan pandang dan evaluasi elektroretinogram.13,16 Baru-baru ini, muncul
terapi baru (meskipun masih dalam perdebatan) seperti pemberian
antioksidan (misalnya vitamin A palmitat) bisa menunda perkembangan penyakit
ini.7,11
1. Medical Care
Vitamin A/ Beta Karoten
Antioksidan dapat bermanfaat dalam mengobati pasien dengan
retinitis pigmentosa, tetapi belum ada bukti, yang jelas pada saat ini.
Sebuah studi komprehensif terbaru epidemiologi menyimpulkan
bahwa dosis harian yang sangat tinggi dari vitamin A palmitat (15.000
U / d) memperlambat kemajuan RP sekitar 2% per tahun.
Docosahexaenoic acid (DHA)
DHA adalah asam lemak tak jenuh ganda omega-3 dan antioksidan.
Penelitian telah menunjukkan korelasi ERG (electroretinogram)
amplitudo dengan konsentrasi DHA eritrosit-pasien. Studi lainnya
20
PAPER NAMA : Dwi Srigati
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 140100189
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RS UNIVERSITAS
SUMATERA UTARA MEDAN
21
PAPER NAMA : Dwi Srigati
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 140100189
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RS UNIVERSITAS
SUMATERA UTARA MEDAN
2. Surgical Care
Katarak ekstraksi
Operasi katarak sering bermanfaat dalam tahap selanjutnya penobatan
retinitis pigmentosa. Bastek et al, mempelajari 30 pasien dengan
retinitis pigmetasi, 83% dari mereka menunjukkan perbaikan dalam
pengobatan, dengan 2 garis pada grafik ketajaman visual Snellen
setelah dilakukan operasi katarak
Faktor pertumbuhan
Faktor neurotropik ciliary (CNTF) telah menunjukkan adanya
perlambatan degenerasi retina pada sejumlah model hewan. Tahap II
uji klinis sedang dilakukan, dengan menggunakan bentuk
dienkapsulasi dari sel-sel epitelium pigmen retina menghasilkan
CNTF (Neurotech) untuk pasien dengan sindrom Usher dan RP. Sel-
sel ini harus dikemas dengan pembedahan yang diletakkan ke dalam
mata. Tahap I hasil uji coba klinis telah mendukung.
Transplantasi
Transplantasi sel epitelium pigmen retina telah di transplantasikan ke
dalam ruang subretinal untuk menyelamatkan fotoreseptor pada
hewan model retinitis pigmentosa. Salah satu pendekatan yang
22
PAPER NAMA : Dwi Srigati
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 140100189
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RS UNIVERSITAS
SUMATERA UTARA MEDAN
2.11 Prognosis
Retinitis pigmentosa merupakan suatu progress yang kronik. Prognosis
klinis tergantung pada jenis dari kelainan yang terjadi, masing-masing bentuk
keparahan dapat menyebabkan kebutaan.4 Prognosis jangka panjang adalah buruk
dengan hilangnya pengelihatan sentral karena keterlibatan langsung fovea pada
retinitis pigmentosa atau makulopati. Pemberian vitamin A dapat memperlambat
progresivitas dari retinitis pigmentosa. Sekitar 15% pasien mempertahankan
kemampuan visual dan dapat membaca, bekerja seperti biasanya. Dibawah usia 20
tahun, kebanyakan pasien mempunyai tajam penglihatan lebih dari 6/60.10
23
PAPER NAMA : Dwi Srigati
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 140100189
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RS UNIVERSITAS
SUMATERA UTARA MEDAN
BAB 3
KESIMPULAN
Retina adalah selembar tipis jaringan saraf semitransparan dan multilapis yang
melapisi bagian dalam dua pertiga posterior dinding bola mata. Retinitis pigmentosa
merupakan sekelompok degenarasi retina herediter yang ditandai oleh disfungsi
progresif fotoreseptor dan disertai oleh hilangnya sel secara progresif dan akhirnya
atrofi beberapa lapisan retina. Gejala awal seringkali muncul pada awal masa kanak-
kanak. Sel batang pada retina (berperan dalam pengelihatan dimalam hari) secara
bertahap mengalami kemunduran sehingga pengelihatan di ruang gelap atau
pengelihatan pada malam hari menurun. Pengobatan terdiri dari medical care dan
surgical care. Pemakaan kacamata gelap untuk melindungi retina dari sinar ultraviolet
bisa mempertahankan fungsi pengelihatan. Pemberian antioksidan (misalnya vitamin
A palmitat) bisa menunda perkembangan penyakit ini (masih penelitian). Retinitis
pigmentosa merupakan suatu progres yang kronik. Penampakan klinis tergantung
pada jenis dari kelainan yang terjadi, masing-masing bentuk keparahan dapat
menyebabkan kebutaan
24
PAPER NAMA : Dwi Srigati
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 140100189
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RS UNIVERSITAS
SUMATERA UTARA MEDAN
DAFTAR PUSTAKA
5. Khurana AK. Retinitis Pigmentosa. In: Comprehensive Ophtalmology. 4th ed. New Delhi:
New Age International (P) Ltd; 2007. P.268-269
8. Sehu KW, R. Lee William. Ophthalmic Pathology: Retinitis Pigmentosa. 1th ed. 2005.
Australia. BMJ. P. 224-225
9. Khaw PT, et all., ABC Of Eyes, Fourth Edition: Retinitis Pigmentosa. 4th ed.2004.
London. BMJ. P. 41.
10. Kanski, Jack J. Clinical Ophthalmology : Retinitis Pigmentosa. 7th ed. 2011. Cina.
Elsevier. P. 491-494
11. Telander David G, MD, PhD., Retinitis Pigmentosa. Medscapep Available From:
http://www.medscape.com [Accesed on 21 Oktober 2011]
12. Ilyas S. Anatomi dan Fisiologi Mata. Dalam Ilmu Penyakit Mata. Edisi 3. Jakarta : Balai
Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2008. Hal 1-12
13. Musarela MA, Macdonald. Current concept in the treatment of retinitis pigmentosa.
Journalof Opthalmology. 2011. Tersedia dari: http://dx.doi.org/10.1155/2011/753547
14. Sherwood L. Fisiologi manusia dari sel ke sistem. Edisi ke-6. Jakarta: EGC;2012
15. Musarela MA, Macdonald. Current concept in the treatment of retinitis pigmentosa.
Journal of Opthalmology. 2011. Tersedia dari: http://dx.doi.org/10.1155/2011/753547
16. Daiger SP, Sara J, Bowne, Lori. Perspective on genes and mutation causing retinitis
pigmentosa. Journal Arch of Opthalmology. 2007; 125(1):151-8.
17. Vaidya P. Retinitis pigmentosa: disease encumbrance in the Eurozone. J Opthalmol clin
res. 2015; 2(3):1-2.
25
PAPER NAMA : Dwi Srigati
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 140100189
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RS UNIVERSITAS
SUMATERA UTARA MEDAN
18. Ali Muhammad, Rahman Muhammad,Cao Jiang, Yuan Ping Xi, Genetic characterization
and disease mechanism of retinitis pigmentosa; current scenario, 2017
19. Daigher Stephen, Bowne Sara, Sullivan Lori, Genes and Mutation Causing Autosomal
Dominant Retinitis Pigmentosa, The University of Texas Health Science Center. 2015
20. Sato Giovanni, Nadai Katia, Romano Mario, Binoto Andrea, Clinical and Rehabilitative
Management of Retinitis Pigmentosa, Departemen of Ophthalmology University of
Ferrara Italy. 2011
26