Anda di halaman 1dari 26

PAPER

CENTRAL RETINAL ARTERY OCCLUSION

DISUSUN OLEH:
Muhammad Darry Aprilio Pasaribu
140100214

SUPERVISOR:
dr. Vanda Virgayanti, M.Ked(Oph), Sp.M

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER


DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
RUMAH SAKIT PENDIDIKAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2019
PAPER NAMA : M. DARRY APRILIO P.
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 140100214
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan pada Allah swt. karena atas rahmat dan
karunia-Nya penyusun dapat menyelesaikan makalah yang berjudul Central
Retinal Artery Occlusion. Penulisan makalah merupakan salah satu syarat untuk
menyelesaikan kepaniteraan klinik senior di Departemen Ilmu Kesehatan Mata
Rumah Sakit Pendidikan Universitas Sumatera Utara.
Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada
supervisor, dr. Vanda Virgayanti, M.Ked(Oph), Sp.M, yang telah meluangkan
waktunya untuk memberikan arahan dalam penulisan makalah ini.
Adapun tujuan penulisan makalah ini untuk memberikan informasi
mengenai berbagai hal yang berhubungan dengan oklusi arteri retina sentral.
Dengan demikian diharapkan makalah ini dapat memberikan kontribusi positif
dalam proses pembelajaran serta diharapkan mampu berkontribusi dalam sistem
pelayanan kesehatan secara optimal.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan.
Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun yang diberikan oleh pembaca
sangat diharapkan demi perbaikan makalah dimasa yang akan datang. Akhir kata,
penulis mengucapkan terima kasih.

Medan, 25 November 2019

Penulis

i

PAPER NAMA : M. DARRY APRILIO P.
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 140100214
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR........................................................................................ i
DAFTAR ISI ...................................................................................................... ii
DAFTAR GAMBAR.......................................................................................... iii
DAFTAR TABEL .............................................................................................. iv
BAB I PENDAHULUAN................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ................................................................................... 1
1.2 Tujuan Penulisan................................................................................ 2
1.3 Manfaat Penulisan .............................................................................. 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................... 3
2.1 Anatomi, Histologi, dan Fisiologi Mata ............................................ 3
2.2 Central Retinal Artery Occlusion (CRAO)........................................ 7
2.2.1 Definisi ..................................................................................... 7
2.2.2 Epidemiologi ............................................................................ 7
2.2.3 Etiologi ..................................................................................... 8
2.2.4 Klasifikasi ................................................................................ 9
2.2.5 Patofisiologi ............................................................................. 11
2.2.6 Manifestasi Klinis .................................................................... 11
2.2.7 Diagnosis Banding ................................................................... 14
2.2.8 Tatalaksana............................................................................... 15
2.2.9 Komplikasi ............................................................................... 17
2.2.10 Prognosis ................................................................................ 17
BAB III KESIMPULAN ................................................................................... 19
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 20
LAMPIRAN........................................................................................................ 22

ii

PAPER NAMA : M. DARRY APRILIO P.
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 140100214
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

DAFTAR GAMBAR

Halaman
Gambar 1. Histologi lapisan retina......................................................... 5
Gambar 2. Vaskularisasi arteri retina sentral ......................................... 6
Gambar 3. Gambaran funduskopi pada central retinal artery occlusion 13

iii

PAPER NAMA : M. DARRY APRILIO P.
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 140100214
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

DAFTAR TABEL

Halaman
Tabel 1. Pilihan tatalaksana CRAO .................................................... 17

iv

PAPER NAMA : M. DARRY APRILIO P.
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 140100214
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

BAB I
PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG


Retina adalah neuroepitelium halus yang melapisi aspek posterior mata,
melekat kuat pada diskus optikus dan ora serrata secara anterior. Terbagi
menjadi sentral dan perifer ekstra-areal, lapisan silia sensorik yang dimodifikasi
ini memiliki berbagai fungsi yaitu, diskriminasi visual, persepsi warna,
penglihatan pada cahaya redup, dan penglihatan perifer.1
Permukaan retina adalah satu-satunya tempat pada tubuh dimana pembuluh
darah dapat diamati secara langsung dan dievaluasi perubahan patologisnya,
seperti yang terjadi pada hipertensi, diabetes mellitus, katarak dan penyakit
makula yang terkait usia melalui oftalmoskop. Central Retinal Artery (CRA)
merupakan cabang pertama dari arteri oftalmika dan berjalan di dalam dura
mater nervus optikus untuk menyuplai lapisan dalam dari retina.2,3,4
Kasus Central Retinal Artery Occlusion (CRAO) pertama kali dilaporkan
oleh Van Graefe pada tahun 1859, yang diakibatkan oleh emboli pada pasien
yang menderita endokarditis dan emboli multisistemik. Pada tahun 1868,
Mauthner mengatakan bahwa kontraksi spasmodik dapat memicu timbulnya
oklusi arteri retina. Loring, pada tahun 1874, menyatakan bahwa kelainan
dengan obstruktif fokal pada pembuluh darah merupakan penyebab CRAO.5,6
CRAO adalah kejadian langka dengan insidensi 1,9 per 100.000 orang di
Amerika Serikat. Analisis Korean National Health Insurance Service juga
menunjukan tingkat insidensi yang serupa yaitu 1,8 per 100.000 orang. Kelainan
ini umumnya terdapat pada penderita dengan usia rata-rata 60 tahun, meskipun
dapat juga ditemukan pada anak-anak. Penderita laki-laki lebih banyak daripada
wanita, dengan perbandingan 2:1. Hampir semua kasus unilateral dan hanya 1–
2% kasus bilateral.7,8

1

PAPER NAMA : M. DARRY APRILIO P.
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 140100214
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

1.2. TUJUAN PENULISAN


Tujuan penulisan paper ini adalah untuk mempelajari lebih dalam mengenai
Central Retinal Artery Occlusion (CRAO) dan mengasah keterampilan penulis
untuk mengolah dan merangkum informasi yang dipelajari dalam bentuk tulisan.
Selain itu, tujuan penulisan paper ini adalah sebagai salah satu syarat
menyelesaikan Pendidikan Profesi Dokter di Departemen Ilmu Penyakit Mata
Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara / Rumah Sakit Pendidikan
Universitas Sumatera Utara.

1.3. MANFAAT PENULISAN


Paper ini diharapkan dapat mengembangkan kemampuan penulis maupun
pembaca khususnya peserta P3D untuk lebih memahami tentang Central Retinal
Artery Occlusion (CRAO).

2

PAPER NAMA : M. DARRY APRILIO P.
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 140100214
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. ANATOMI, HISTOLOGI, DAN FISIOLOGI RETINA


Retina merupakan lapisan sel tipis, semitransparan yang menyelubungi
bagian dalam bola mata, terletak diantara koroid dan vitreous. Retina
memanjang dari ujung diskus optikus, dimana serabut saraf keluar dari mata,
menuju ora serrata. Retina bertanggung jawab dalam proses transformasi energi
cahaya menjadi sinyal saraf. Retina berasal dari ektoderm saraf dan terdiri dari
lapisan berpigmen–berasal dari lapisan terluar cawan optik (optic cup) serta
lapisan neuron retina–berasal dari lapisan terdalam cawan optik (optic cup).
Bagian neural retina merupakan hasil penonjolan otak. Bagian ini memproses
data visual sebelum dihantarkan oleh impuls saraf ke hipotalamus, kemudian ke
korteks visual primer.2,9,10
Terdapat tiga lapisan utama neuron retina yang dipisahkan oleh dua zona
dimana terjadi sinaps, yaitu lapisan sinaps luar dan dalam. Ketiga lapisan ini
(searah dengan input visualnya) ialah: lapisan-lapisan sel fotoreseptor, sel
bipolar, dan sel ganglion. Sel fotoreseptor mengubah foton cahaya menjadi
sinyal saraf melalui proses fototransduksi, kemudian memindahkan sinyal ini ke
sel bipolar yang bersinaps dengan sel ganglion. Sel ganglion pada akhirnya
mengirimkan sinyal keluar dari mata. Juga terdapat sel horisontal, sel amakrin,
dan neuron interpleksiform yang membentuk jalur lateral untuk mengubah dan
mengintegrasi sinyal saraf sebelum keluar dari mata.2,9,10
Retina tersusun atas 10 lapisan (dari luar ke dalam), yaitu:2,10–13
1. Epitel pigmen retina, selapis sel epitel yang mengandung pigmen melanin,
terletak di antara koroid dan bagian neural retina. Melanin pada koroid dan
epitel pigmen menyerap cahaya sehingga dapat mencegah pantulan dan
penyebaran cahaya di dalam bola mata. Dengan demikian, bayangan dapat
terlihat jelas.
2. Lapisan fotoreseptor, terdiri atas sel batang yang mempunyai bentuk
ramping, dan sel kerucut. Sel batang berfungsi pada penglihatan malam dan

3

PAPER NAMA : M. DARRY APRILIO P.
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 140100214
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

sensitif terhadap cahaya namun tidak sensitif pada panjang gelombang


cahaya sehingga tidak dapat membedakan warna. Sel batang mengandung
rhodopsin, berjumlah sekitar 120 juta sel batang yang tersebar di daerah
retina. Sedangkan sel kerucut berfungsi pada penglihatan siang hari dan
sensitif terhadap panjang gelombang pendek, menengah, dan tinggi, yang
membuatnya dapat membedakan warna. Terdapat sekitar 6 juta sel kerucut
yang terkonsentrasi pada daerah fovea.
3. Membran limitans eksterna, merupakan membran ilusi yang terdiri atas
jembatan-jembatan interselular yang menghubungkan sel fotoreseptor dan
sel Muller.
4. Lapisan nukleus luar, merupakan susunan lapisan nukleus sel kerucut dan
sel batang. Lapisan-lapisan tersebut avaskular, dan mendapatkan suplai dari
kapiler koroid.
5. Lapisan pleksiform luar, merupakan lapisan aselular dan merupakan tempat
bersinapsnya sel fotoreseptor dengan sel bipolar dan sel horizontal.
6. Lapisan nukleus dalam, merupakan tubuh sel bipolar, sel horizontal, dan sel
Muller. Lapisan ini mendapatkan suplai dari arteri retina sentral.
7. Lapisan pleksiform dalam, merupakan lapis aselular tempat bersinapsnya sel
bipolar, sel amakrin dengan sel ganglion.
8. Lapisan sel ganglion, tersusun atas satu lapis sel ganglion, kecuali pada
daerah makula yang berlapis-lapis.
9. Lapisan serabut saraf, merupakan lapisan akson menuju ke arah saraf optik.
Pada lapisan ini terletak sebagian besar pembuluh darah retina.
10. Membran limitans interna, merupakan membran hialin yang terbentuk oleh
bagian akhir dari sel Müller dan berhubungan dengan bagian utama
membran/lamina basalis yang membentuk batas terdalam dari retina.

4

PAPER NAMA : M. DARRY APRILIO P.
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 140100214
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

Gambar 1. Histologi lapisan retina.14

Retina mendapat dua vaskularisasi. Lapisan luar retina, yaitu epitel pigmen
retina hingga lapisan pleksiform luar mendapat vaskularisasi dari koriokapiler
yang terdapat di koroid secara difusi. Lapisan bagian dalam retina mulai dari
lapisan inti dalam hingga membran limitan interna mendapat vaskularisasi dari
arteri retina sentral yang merupakan percabangan dari arteri oftalmika sebagai
cabang pertama dari arteri karotis interna.12,13

5

PAPER NAMA : M. DARRY APRILIO P.
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 140100214
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

Pembuluh darah retina analog dengan pembuluh darah otak. Hal ini
dikarenakan pembuluh darah retina dapat membentuk sawar darah-retina. Sawar
fisiologis ini terbentuk oleh lapisan tunggal endotel non-fenestrasi yang
memiliki tight junction. Pembuluh darah arteri dan vena berjalan menembus
membrana limitans interna hingga lapisan serat saraf. Setelah itu berubah
menjadi arteriol dan venula hingga membentuk dua jaringan mikrovaskular,
yaitu kapiler superfisial di lapisan sel ganglion dan lapisan serat saraf, dan
kapiler yang lebih padat serta lebih dalam di lapisan inti dalam. Arteri terlihat
berwarna merah terang, sementara vena berwarna merah gelap. Arteri lebih kecil
daripada vena dengan perbandingan kira- kira 3:4.12,13

Gambar 2. Vaskularisasi arteri retina sentral. Tampak arteri retina sentral merupakan cabang
pertama dari arteri oftalmika.3

6

PAPER NAMA : M. DARRY APRILIO P.
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 140100214
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

2.2. CENTRAL RETINAL ARTERY OCCLUSION (CRAO)


2.2.1. DEFINISI
CRAO merupakan suatu keadaan dengan penurunan aliran darah secara
tiba-tiba pada arteri retina sentral sehingga menyebabkan iskemia pada bagian
dalam retina. Keadaan ini merupakan salah satu kedaruratan mata (true ocular
emergencies) yang membutuhkan penanganan dengan segera, karena iskemia
yang lama akan menyebabkan kerusakan retina yang ireversibel. CRAO
umumnya terjadi secara tiba-tiba, tidak menimbulkan rasa sakit, bersifat
unilateral, dan sering menyebabkan kehilangan penglihatan yang berat. Dalam
beberapa kasus, dapat juga dijumpai kehilangan penglihatan dalam periode
waktu yang singkat (amaurosis fugax).14–16
Pada tahun 1859, Van Graefe pertama kali menjelaskan bahwa CRAO
disebabkan oleh adanya penyumbatan pada pembuluh darah arteri sentral retina
pada pasien dengan endokarditis. Pada tahun 1868, Mauthner mengatakan
bahwa kontraksi spasmodik dapat menyebabkan oklusi arteri retina.5

2.2.2. EPIDEMIOLOGI
Insidensi CRAO yang sebenarnya masih belum diketahui. Perkiraan angka
insidensi CRAO dilaporkan sekitar 1 per 10.000 kasus di fasilitas kesehatan
tersier, bahkan angka insidensinya lebih rendah pada populasi umum yaitu
sekitar 8,5 per 100.000 penduduk. Sama seperti penyakit vaskular lainnya,
CRAO lebih banyak terjadi pada usia tua dengan rata-rata penderita CRAO
adalah sekitar 60 tahun, walaupun pada beberapa kasus dilaporkan terjadi pada
usia lebih muda kurang dari 30 tahun. Penderita laki-laki lebih banyak daripada
wanita dengan perbandingan 2:1.15,17
Departemen Mata di Western Galilee–Nahariya Medical Center Israel
melaporkan insidensi CRAO akut (onset di bawah 48 jam) sekitar 0,85 per
100.000 atau 1,13 per 10.000 kunjungan rawat jalan. Berdasarkan data tersebut,
kejadian CRAO bilateral dijumpai sebanyak 1–2%. Pasien dengan emboli arteri
retina sentralis memiliki angka mortalitas 56% selama 9 tahun dibandingkan
dengan individu dengan usia yang sama tanpa emboli yaitu 27%.17

7

PAPER NAMA : M. DARRY APRILIO P.
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 140100214
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

Studi lain menunjukkan insidensi CRAO sebanyak 1 per 100.000


penderita, dengan lebih dari 75% penderita memilliki ketajaman visual 20/400
atau lebih buruk pada mata yang terkena. Insidensi meningkat pada penderita
hipertensi arterial, diabetes mellitus, penyakit jantung koroner, penyakit arteri
karotis, Transient Ischaemic Attack (TIA), dan individu perokok.18

2.2.3. ETIOLOGI
CRAO paling sering disebabkan oleh trombosis yang berhubungan dengan
aterosklerosis yang terjadi di tingkat lamina cribrosa. Embolisasi mungkin
penting pada beberapa kasus, sama seperti perdarahan di bawah plak
aterosklerosis, trombosis, spasme, dan aneurisma diseksi di dalam arteri retina
sentral. Secara keseluruhan, emboli yang berasal dari arteri karotis interna dan
pembuluh darah jantung merupakan yang penyebab paling sering CRAO.
Terdapat tiga tipe emboli yang diketahui yaitu: emboli kolesterol (plak
Hollenhorst), emboli kalsium, dan emboli platelet-fibrin. Emboli kolesterol dan
platelet-fibrin biasanya berasal dari ateroma pada arteri karotis sedangkan
emboli kalsium berasal dari katup jantung. Pada funduskopi, emboli kalsium
tampak putih, emboli kolesterol (plak Hollenhorst) tampak berwarna jingga, dan
platelet-fibrin tampak berwarna putih kusam.1,19,20
Giant Cell Arteritis (GCA) terjadi sekitar 1–2% dari seluruh kasus CRAO.
Pada kasus CRAO dimana emboli tidak dapat dilihat dengan jelas, evaluasi
untuk GCA perlu dipertimbangkan. Laju endap darah dan level protein C-
Reactive (penanda inflamasi) biasanya meningkat pada GCA. Pada pemeriksaan
darah lengkap dapat dijumpai peningkatan platelet, yang juga mengarah pada
GCA, dan membantu dalam interpretasi laju endap darah. Jika GCA dicurigai
sebagai penyebab, terapi kortikosteroid harus diberikan segera karena mata
kedua bisa ikut terlibat oleh iskemia dalam beberapa jam atau hari setelah yang
pertama; sebagai tambahan, biopsi arteri temporal perlu dilakukan sebagai
konfirmasi diagnosis dan dasar pemberian kortikosteroid jangka panjang.1

8

PAPER NAMA : M. DARRY APRILIO P.
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 140100214
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

Penyebab lain dari CRAO sebagai berikut:5


- Hipertensi sistemik, dijumpai pada dua pertiga kasus
- Diabetes mellitus
- Keadaan hiperkoagulasi, seperti pada pasien anemia sel sabit/sickle cell
anemia, polisitemia, sindrom antifosfolipid atau pada pengguna
kontrasepsi oral, dan merupakan etiologi yang paling sering pada pasien di
bawah 30 tahun.
- Penyakit pembuluh darah kolagen
- Poliarteritis nodosa
- Behçet disease
- Sifilis
- Migren
- Peningkatan tekanan intraokular akibat glaukoma
- Oklusi arterial hidrostatik
- Iatrogenik: injeksi cosmetic facial filler telah dilaporkan menjadi penyebab
oklusi arteri retina. Hal lain yang berhubungan dengan CRAO, seperti
ekstraksi katarak ekstrakapsular dengan anestesia retrobulbar, strangulasi,
serta injeksi stem cell pada kebotakan kepala juga telah dipublikasikan.

2.2.4. KLASIFIKASI
CRAO dapat dibagi menjadi empat tipe, yaitu:7,18,21
1. Non-arteritic permanent CRAO
Kelompok ini menyumbang lebih dari dua pertiga dari seluruh kasus
CRAO, dan disebabkan oleh trombus fibrin platelet dan emboli sebagai
akibat dari penyakit aterosklerosis.
2. Non-arteritic transient CRAO
Insidensi non-arteritic transient CRAO (transient monocular blindness)
sekitar 15% dari seluruh kasus CRAO dan memiliki prognosis visual
terbaik. Penderita penyakit ini memiliki risiko 1% tiap tahunnya untuk
mengalami non-arteritic permanent CRAO. Vasospasme sementara akibat
pelepasan serotonin dari platelet pada plak aterosklerosis dicurigai sebagai

9

PAPER NAMA : M. DARRY APRILIO P.
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 140100214
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

mekanisme dari transient CRAO.


3. Non-arteritic CRAO with cilioretinal sparing
Kelompok ini mengalami kehilangan penglihatan sentral yang tidak terlalu
parah karena adanya arteri cilioretinal yang membantu perfusi ke fovea.
Sekitar 30% dari mata dipercaya memiliki arteri cilioretinal yang muncul
proksimal ke arteri retina sentral dan menutrisi papillomacular bundle.
4. Arteritic CRAO
Arteritic CRAO terjadi kurang dari 5% kasus dan berhubungan dengan
etiologi vaskulitik, yang paling sering adalah Giant Cell Arteritis (GCA).
GCA dapat menyebabkan kehilangan penglihatan bilateral. Jika penyebab
arteritik dicurigai, maka penting untuk menilai penanda inflamasi dan
obati segera dengan kortikosteroid sistemik.
Berdasarkan berat/ringannya gejala, CRAO dibedakan menjadi tiga
tingkatan, yaitu:22
1. Derajat I (incomplete)
CRAO yang ditandai dengan penurunan tajam penglihatan dan
penyempitan lapang pandang, edema retina ringan disertai gambaran
cherry-red spot di makula, dan tidak ada perburukan retina dalam
beberapa jam. Fluorescein angiography memperlihatkan perlambatan
aliran darah.
2. Derajat II (subtotal)
CRAO dengan penurunan tajam penglihatan yang berat, penyempitan
lapang pandang, edema retina yang lebih nyata dengan gambaran cherry-
red spot di makula. Arteri retina tampak menyempit dengan penurunan
dan terputusnya aliran darah (sludge phenomenon di arteri dan vena, cattle
track sign di arteri). Fluorescein angiography menunjukkan perlambatan
nyata aliran darah terutama arteriol perimakula.
3. Derajat III (total)
CRAO yang ditunjukan dengan tidak adanya persepsi cahaya, edema
retina masif yang meluas dari bagian sentral (makula) ke bagian nasal
retina, tidak ada gambaran cherry-red spot, tidak ada aliran darah di

10

PAPER NAMA : M. DARRY APRILIO P.
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 140100214
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

perimakula dan biasanya terlihat cattle truck sign di arteri.

2.2.5. PATOFISIOLOGI
Hilangnya penglihatan akibat CRAO terjadi ketika dua pertiga bagian
dalam retina tidak mendapat suplai darah. Arteri retina sentral, cabang
intraorbital pertama dari arteri oftalmika, memasuki nervus optikus untuk
menyuplai retina. Obstruksi akut pada arteri sentral retina menyebabkan edema
lapisan dalam dan matinya nukleus sel ganglion. Retina kehilangan transparansi
dan tampak menjadi putih kekuningan karena nekrosis iskemik. Opasitas paling
padat di bagian posterior sebagai akibat dari meningkatnya ketebalan lapisan
serabut saraf dan sel-sel ganglion di makula. Selain itu, foveola memiliki cherry-
red spot karena kombinasi dari faktor retina foveolar yang tetap transparan
karena dinutrisi oleh choriocapillaris dan epitel pigmen retina serta koroid yang
mendasari fovea diuraikan oleh opak di sekitar retina. Setelah beberapa minggu,
opasifikasi akan menghilang dan retina tetap tipis serta atrofi, meskipun
mungkin ada penyempitan arteri dan atrofi optik, retina bisa tampak seperti
normal.5
Dalam pengaturan klinis dimana oklusi mungkin tidak lengkap,
kembalinya penglihatan dapat dicapai setelah penundaan 8 hingga 24 jam.
Sekitar 15% dari populasi menerima sirkulasi kolateral makula yang signifikan
dari arteri cilioretinal. Pasien dengan varian anatomi ini biasanya memiliki
presentasi yang tidak terlalu parah dan prognosis jangka panjang yang lebih
baik.20

2.2.6. MANIFESTASI KLINIS


Pasien dengan CRAO mengalami penurunan tajam penglihatan yang
umumnya terjadi secara tiba-tiba, tanpa disertai rasa sakit, bersifat unilateral dan
memburuk dalam waktu singkat. Beberapa penderita mempunyai riwayat
kehilangan penglihatan sementara (amaurosis fugax) dari beberapa detik sampai
beberapa menit dan kembali normal sebelum mengalami kehilangan penglihatan
yang berat. Penderita yang memilik kondisi dimana arteri silioretina ikut

11

PAPER NAMA : M. DARRY APRILIO P.
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 140100214
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

memperdarahi fovea, visus dapat membaik dan mencapai 20/40 atau mendekati
normal dalam beberapa minggu. Tidak adanya persepsi cahaya jarang dilaporkan
terjadi. Pemeriksaan bagian depan bola mata dan tekanan intraokular
menunjukkan hasil yang normal, kecuali bila telah terjadi komplikasi
neovaskularisasi iris atau pada kondisi rubeosis iridis.1,8,15,22
Pada pemeriksaan funduskopi, gambaran fundus masih normal dalam
menit-menit pertama sampai beberapa jam setelah oklusi. Setelah itu, akan
terlihat perubahan warna retina menjadi lebih putih, yang jelas terlihat pada
daerah makula. Perubahan ini menunjukkan gambaran cherry-red spot yang
muncul dalam beberapa jam setelah oklusi. Gambaran ini timbul karena bagian
perifoveolar dengan ketebalan 0,5 mm mengalami iskemia dan opasifikasi,
sedangkan foveola yang tipis dengan ketebalan 0,1 mm memperlihatkan
bayangan epitel pigmen retina dan koroid dibawahnya. Pada kasus yang ringan,
gambaran ini dapat terlihat sampai beberapa hari dan pada kasus berat akan
menghilang setelah 4 sampai 6 minggu. Selanjutnya akan terlihat gambaran
diskus optik yang pucat, arteri retina yang menyempit, dan pada keadaan yang
lebih berat menunjukkan segmentasi pembuluh darah (box-carring).5,8,22
Diagnosis oklusi arteri retina sentral ditegakkan berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan oftalmologis, dan pemeriksaan penunjang lain. Pemeriksaan
penunjang seperti fluorescein angiography dan electroretinography sangat
membantu dalam menegakkan diagnosis, tetapi dengan pemeriksaan funduskopi
yang seksama dapat menegakan diagnosis CRAO. Riwayat menderita penyakit
sistemik yang dapat membentuk emboli penting dalam menegakkan
5,22
diagnosis.
Pemeriksaan fisik harus dilakukan dengan berfokus pada sistem
kardiovaskular yang paling berpotensi sebagai penyebab. Pemeriksaan pulsasi
radial penting dilakukan mengingat apabila dijumpai irama yang ireguler dapat
mengarahkan pemeriksa ke atrial fibrilasi, yang mana berisiko menimbulkan
emboli. Pengukuran tekanan darah penting untuk memberikan hubungan antara
CRAO dengan hipotensi. Palpasi kepala dan inspeksi nodul pada daerah arteri
temporal harus dilakukan untuk menyingkirkan adanya arteritis temporal.18

12

PAPER NAMA : M. DARRY APRILIO P.
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 140100214
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

Hayreh et al. mengemukakan kriteria diagnosis CRAO, yaitu:23


• riwayat hilangnya penglihatan secara tiba-tiba pada satu mata
• pemeriksaan awal menunjukkan gambaran infark retina dengan cherry-red
spot
• gambaran box-carring (“cattle track”) pada pembuluh darah retina kecuali
pada transient CRAO
• pemeriksaan awal dengan fluorescein angiography menunjukkan
perlambatan atau tidak ada sirkulasi arteri retina

Gambar 3. Gambaran funduskopi pada central retinal artery occlusion. Tampak 'cherry-red
spot pada makula.24

Pemeriksaan penunjang lain yang dapat dilakukan untuk menegakkan


diagnosis oklusia arteri retina sentral, yaitu:22
1. Fluorescein Fundus Angiography (FFA)
FFA berguna untuk menunjukkan detail sirkulasi abnormal aliran darah.
Terdapat keterlambatan pengisian arteri retina dan biasanya pada fase

13

PAPER NAMA : M. DARRY APRILIO P.
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 140100214
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

arteri-vena (normal pengisian arteri kira-kira 12 detik). Pengisian


pembuluh darah koroid biasanya masih normal.
2. Electroretinography (ERG)
ERG memperlihatkan amplitudo gelombang-a yang normal dan penurunan
amplitudo gelombang-b yang menunjukan adanya iskemia lapisan dalam
retina.
3. Orbital Color Doppler Imaging (OCDI)
OCDI dapat memperlihatkan adanya emboli dalam arteri retina sentral
berupa retrobulbar hyperechoic material (plak). Foroozan et al.
menemukan emboli pada 9 pasien dengan OCDI, yang tidak tampak
dengan pemeriksaan biasa.

2.2.7. DIAGNOSIS BANDING


Diagnosis banding oklusi arteri retina sentral, yaitu:14,22
1. Branch Retinal Artery Occlusion (BRAO)
Pasien dengan oklusi arteri retina cabang biasanya menyadari adanya
penurunan tajam penglihatan atau defek lapangan pandang yang bersifat
parsial. Pemeriksaan dengan oftalmoskopi menunjukkan adanya edema
retina pada area sekitar pembuluh darah yang mengalami oklusi.
2. Lipid-storage diseases
Lipid-storage diseases seperti Tay-Sachs disease, Niemann-Pick disease
atau Gaucher's disease, dapat memberikan gambaran cherry-red spot,
tetapi penyakit-penyakit ini lebih sering terdapat pada usia muda dan
bersifat bilateral.
3. Ophthalmic Artery Occlusion
Oklusi arteri oftalmikus memberikan gambaran retina yang lebih putih,
tetapi tidak memperlihatkan gambaran cherry-red spot. Pemeriksaan
electroretinography pada oklusi arteri oftalmikus, memperlihatkan
penurunan amplitudo gelombang-a dan gelombang-b, yang menunjukkan
adanya iskemia pada lapisan dalam dan luar retina.

14

PAPER NAMA : M. DARRY APRILIO P.
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 140100214
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

2.2.8. TATALAKSANA
Sebagai suatu keadaan emergensi okular, penanganan segera untuk
mengembalikan aliran darah pada retina mungkin akan sangat bermanfaat bila
dilakukan sedini mungkin. Berdasarkan penelitian, retina tidak mengalami
kerusakan hingga 97 menit setelah terjadinya CRAO akut. Namun demikian,
retina akan mengalami kerusakan masif yang bersifat ireversibel setelah 4 jam
terjadinya CRAO. Oleh karena itu, tidak ada pengobatan yang dapat
mengembalikan penglihatan setelah 4 jam dari onset apabila dalam keadaan
CRAO yang mengalami obstruksi komplit. Kasus CRAO pada manusia jarang
yang mengalami obstruksi komplit. Maka dari itu, pengobatan pada pasien
CRAO direkomendasikan untuk diberikan dalam 24 jam pasca onset.1,15,16
Berikut ini beberapa terapi yang dapat diberikan pada penderita CRAO
meskipun beberapa pilihannya masih menunjukkan hasil yang tidak
konsisten:1,5,8,24
• Ocular massage
Hal ini dilakukan dengan gerakan berputar selama 5–15 detik pada bola
mata dan dilepas kemudian dilakukan berulang-ulang. Saat pemijatan
dengan jari, tenaga yang diberikan akan membuat retina menganggap
adanya hipoksia sehingga terjadi dilatasi vaskular retina kemudian aliran
darah akan meningkat. Ketika pemijatan dihentikan, cairan akan mengalir
dan terjadi penurunan resistensi dari aliran darah. Diharapkan dari
tindakan ini adalah terjadi perpindahan emboli menjadi lebih dalam dan
menyelamatkan sebagian daerah retina.
• Terapi oksigen hiperbarik
Terapi ini dapat meningkatkan oxygen delivery pada daerah yang hipoksia.
Hal ini bermanfaat bila diberikan dalam 2–12 jam setelah onset.
Pemberian oksigen dan peningkatan pCO2 umumnya dilakukan dengan
pemberian campuran 95% O2 dan 5% CO2 selama 10 menit yang dilakukan
setiap 2 jam selama 2 hari.

15

PAPER NAMA : M. DARRY APRILIO P.
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 140100214
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

• Parasintesis Camera Oculi Anterior (COA)


Tindakan ini dilakukan dengan anastesi lokal dan menggunakan jarum 30
Gauge pada spuit 1 cc. Insersi dilakukan pada daerah limbus dengan hati-
hati dan menjaga agar jarum tidak merusak lensa. Cairan diambil sebanyak
0,1–0,2 cc. Kemudian jarum ditarik keluar dan diberikan obat tetes mata
berupa antibiotik topikal. Dengan tindakan ini diharapkan terjadi
penurunan tekanan intraokular yang akan memicu peningkatan perfusi
yang akan mendorong emboli bergerak lebih dalam.
• Timolol 0,5% atau asetazolamid
Pemberian timolol 0,5% secara topikal atau asetazolamid 500 mg secara
intravena maupun per oral dapat segera diberikan untuk menurunkan
tekanan intraokular sehingga meningkatkan perfusi pada retina.
• Isosorbid dinitrat
Pemberian isosorbid dinitrat secara sublingual bertujuan untuk
menginduksi vasodilatasi.
• Larutan hiperosmolar
Larutan hiperosmolar seperti mannitol atau gliserol banyak digunakan
karena memilik efek untuk menurunkan tekanan intraokular.
• Transluminal Nd: YAG laser embolysis/embolectomy
Prosedur ini disarankan untuk dilakukan pada BRAO atau CRAO yang
mana embolinya masih dapat terlihat. Hal ini dilakukan denngan
menembakkan 0,5–1,0 mL medium Nd: YAG yang diarahkan langsung ke
emboli dengan menggunakan kontak lensa fundus. Embolektomi
dilakukan dengan cara mengeluarkan emboli ke dalam cairan vitreous
melalui arteiol yang telah dilubangi sebelumnya. Komplikasi yang dapat
terjadi pada prosedur ini yaitu perdarahan vitreous.
• Pemberian trombolitik
Hal ini bertujuan untuk menambah perfusi pada retina. Beberapa kasus
menunjukkan bahwa pemberian tPA secara intravena bersamaan dengan
heparin menunjukkan peningkatan visus hingga 3 baris kartu Snellen pada

16

PAPER NAMA : M. DARRY APRILIO P.
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 140100214
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

50% subjek yang diberikan dalam 6,5 jam setelah gejala klinis pertama
kali muncul.

Tabel 1. Pilihan tatalaksana CRAO.21

2.2.9. KOMPLIKASI
Komplikasi CRAO adalah rubeosis iridis dan neovaskularisasi diskus
optik. Rubeosis iridis atau neovaskularisasi iris terjadi pada sekitar 18%
penderita dalam 4 bulan setelah oklusi, yang biasanya timbul pada minggu ke 4
s/d 5. Penderita CRAO dianjurkan kontrol ulang secara ketat selama 3 bulan
pertama sehubungan dengan risiko komplikasi neovaskularisasi iris dan diskus
optik.22

2.2.10. PROGNOSIS
Sebagian besar penderita CRAO memiliki prognosis buruk terhadap
penglihatan. Prognosis CRAO dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu umur
penderita, tingkat oklusi, material penyebab oklusi, dan lamanya oklusi. Pada
10% penderita CRAO yang memiliki arteri cilioretina, sebagian besar
mengalami perbaikan tajam penglihatan hingga 20/50 setelah 2 minggu.
Terdapat peningkatan angka kematian pada penderita oklusi arteri retina sentral.
Angka harapan hidup penderita oklusi arteri retina sentral adalah 5,5 tahun, yang
menurun bila dibandingkan dengan rata-rata angka harapan hidup umumnya

17

PAPER NAMA : M. DARRY APRILIO P.
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 140100214
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

sebesar 15,4 tahun. Tingkat kematian penderita CRAO karena emboli setelah 9
tahun adalah 56%, sedangkan non-emboli 27%. Sembilan puluh persen penderita
dengan plak Hollenhorst juga menderita penyakit jantung, dengan 15% penderita
meninggal dalam 1 tahun pertama dan 55% meninggal dalam kurun waktu 7
tahun akibat penyakit jantung yang dideritanya.5,22

18

PAPER NAMA : M. DARRY APRILIO P.
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 140100214
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

BAB III
KESIMPULAN

Central Retinal Artery Occlusion (CRAO) merupakan suatu keadaan


dengan penurunan aliran darah secara tiba-tiba pada arteri retina sentral sehingga
menyebabkan iskemia pada bagian dalam retina. Keadaan ini merupakan salah
satu kedaruratan mata (true ocular emergencies) yang membutuhkan
penanganan dengan segera, karena iskemia yang lama akan menyebabkan
kerusakan retina yang ireversibel. Penyakit ini terjadi secara tiba-tiba, tidak
menimbulkan rasa sakit, bersifat unilateral, dan sering menyebabkan kehilangan
pandangan yang berat.
Kriteria diagnosis CRAO yaitu riwayat hilangnya penglihatan secara tiba-
tiba pada satu mata, pemeriksaan awal yang menunjukkan gambaran infark
retina dengan cherry-red spot, dijumpainya gambaran box-carring (“cattle
trucking”) pada pembuluh darah retina kecuali pada transient CRAO, dan
pemeriksaan FFA yang menunjukkan perlambatan atau tidak ada sirkulasi arteri
retina.
Sebagai suatu keadaan emergensi okular, penanganan segera untuk
mengembalikan aliran darah pada retina mungkin akan sangat bermanfaat bila
dilakukan sedini mungkin. Penderita CRAO memiliki prognosis buruk terhadap
penglihatan. Prognosis CRAO dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu umur
penderita., tingkat oklusi, material penyebab oklusi, dan lamanya oklusi.

19

PAPER NAMA : M. DARRY APRILIO P.
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 140100214
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

DAFTAR PUSTAKA

1. American Academy of Ophthalmology. 2018-2019 Basic and Clinical


Science Course Section 12: Retina and Vitreous. San Fransisco: American
Academy of Ophthalmology; 2018. p. 12, 110–2.

2. Tortora GJ, Derrickson B. Principles of Anatomy & Physiology. 13th ed.


Hoboken: John Wiley & Sons; 2014. p. 584.

3. Bird B, Stawicki SP. Anatomy, Head, Face, Eye, Arteries, Ophthalmic


[Internet]. Tampa: StatPearls; 2019 Feb [cited 2019 Nov 16]. 5 p. Available
from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK482317/

4. Michalinos A, Zogana S, Kotsiomitis E, Mazarakis A, Troupis T. Anatomy


of the Ophthalmic Artery: A Review concerning Its Modern Surgical and
Clinical Applications. Anato Res Int. 2015 Oct 22; 1(1):1–8.

5. Graham RH. Central Retinal Artery Occlusion. Medscape [Internet]. 2019


Jun [cited 2018 Jul 24]. 18 p. Available from:
https://emedicine.medscape.com/article/1223625-overview

6. Sharma S, Brown M, Brown GC. Retinal Artery Occlusions. Ophthalmol


Clin Nor Am. 1998 Dec;11(4):591–600.

7. Mehta N, Marco RD, Goldhardt R, Modi Y. Central Retinal Artery


Occlusion: Acute Management and Treatment. Curr Ophthalmol Rep. 2017
June;5(2):149–59.

8. Duker JS, Duker JS. Retinal Arterial Obstruction. In: Yanoff M, Duker JS,
editors. Ophthalmology. 5th ed. Philadelphia: Elsevier; 2018. p. 520–4.

9. Remington LA. Clinical Anatomy and Physiology of the Visual System. 3rd
ed. St. Louis: Butterworth-Heinemann; 2012. p. 61.

10. Wangko S. Histofisiologi Retina. J Biomed. 2013 Nov;5(3):S1–6.

11. Ilyas S, Yulianti SR. Ilmu Penyakit Mata. 4th ed. Jakarta: Badan Penerbit
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2012. p. 10.

12. American Academy of Ophthalmology. 2016-2017 Basic and Clinical


Science Course Section 2: Fundamentals and Principles of Ophthalmology.
San Fransisco: American Academy of Ophthalmology; 2016. p. 105, 112.

13. Wisnuwardani F, Sovani I, Panggabean D, Kartasasmita AS, Iskandar E,


Virgana R. Perkembangan dan Struktur Retina. Pustaka Unpad. 2013:1–9.

20

PAPER NAMA : M. DARRY APRILIO P.
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 140100214
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

14. Lang GK, Lang GK. Retina. In: Lang GK, et al. Ophthalmology: A Short
Textbook. New York: Thieme; 2000. p. 301, 321–2.

15. Patel PS, Sadda SR. Retinal Artery Occlusions. In: Schachat AP, Wilkinson
CP, Hinton DR, Sadda SR, Wiedemann P. Ryan's Retina. 6th ed.
Philadelphia: Elsevier; 2017. p. 3446–7, 3463.

16. Fletcher EC, Chong NV. Retina & Retinal Disorders. In: Riordan-Eva P,
Cunningham ET. Vaughan & Asbury's General Ophthalmology. 18th ed.
New York: The McGraw-Hill Medical; 2011. p. 199–200.

17. Agarwal N, Gala NB, Karimi RJ, Turbin RE, Gandhi CD, Prestigiacomo CJ.
Current Endovascular Treatment Options for Central Retinal Arterial
Occlusion: A Review. Neurosurg Focus. 2014 Jan;36(1):1–5.

18. Varma DD, Cugati S, Lee AW, Chen CS. A Review of Central Retinal Artery
Occlusion: Clinical Presentation and Management. Eye. 2013;27:688–97.

19. Khurana AK, Khurana AK, Khurana BP. Comprehensive Ophthalmology.


7th ed. London: Jaypee Brothers Medical; 2018. p. 277.

20. Farris W, Waymack JR. Central Retinal Artery Occlusion [Internet]. Tampa:
StatPearls Publishing. 2019 Jan [cited 2019 Nov 17]. 3 p. Available from:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK470354/

21. Cugati S, Varma DD, Chen CS, Lee AW. Treatment Options for Central
Retinal Artery Occlusion. Curr Treat Opt Neurol. 2013;15:63–74.

22. Basri S. Oklusi Arteri Retina Sentral. J Ked Syiah Kuala. 2014 Apr;14(1):50–
9.

23. Hayreh SS, Podhajsky PA, Zimmerman MB. Retinal Artery Occlusion:
Associated Systemic and Ophthalmic Abnormalities. Ophthalmol. 2009
Oct;116(10):1928–36.

24. Bowling B. Kanski's Clinical Ophthalmology: A Systemic Approach. 8th ed.


New York: Elsevier; 2016. p. 554–5.

21

Anda mungkin juga menyukai