Anda di halaman 1dari 14

Case Report

ANESTESI UMUM DENGAN INTUBASI ENDOTRAKEAL PADA


TINDAKAN CHOLELITOTOMI TERHADAP PASIEN
CHOLELITHIASIS
Disusun untuk Memenuhi Sebagian Syarat dalam Mengikuti
Program Pendidikan Profesi Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif

Disusun oleh :
Ujang Fauzan Zaini , S.Ked
FAA 110 017
Pembimbing :
dr. Erlina Ana Sepra Liber Sigai, Sp.An

KEPANITERAAN KLINIK ANESTESIOLOGI DAN TERAPI INTENSIF


RSUD dr. DORIS SYLVANUS/FK-UNPAR
PALANGKA RAYA
SEPTEMBER
2015

BAB I
KASUS
1.1 Identitas Pasien
Nama
Usia
Jenis Kelamin
Berat Badan
No. MR
Rencana Tindakan
Tanggal pemeriksaan

: Ny. T
: 39 tahun
: Perempuan
: 67 kg
: 05.99.45
: Cholelitotomi
: 24/09/2015

1.2 Preoperatif
1.2.1

Anamnesis

Pasien mengeluh nyeri di ulu hati sejak

1 tahun yang lalu tetapi hilang

timbul, kambuh lagi dan memberat nyerinya sejak 10 hari yang lalu nyeri
dirasakan semakin parah saat menarik napas panjang dan merasa lelah, nyeri
berkurang pada saat istirahat, saat ini nyeri sudah tidak dirasakan lagi, demam
(-).
Riwayat operasi sebelumnya (-), riwayat alergi obat (-), alergi makanan (-),
asma (-), penyakit jantung (-), DM (-), HT (-), TB (-), Hepatitis B (-), merokok
(-), alkohol (-).
1.2.2

Pemeriksaan Fisik
A. Status Generalis
Keadaan umum

: Tampak sakit ringan

Kesadaran

: E4M6V5, Compos mentis

Status Gizi
o BB/TB : 67 kg / 165 cm
o IMT

: 24, 6 kg/m2 (Overweight)

Tanda vital
o TD

: 120/80 mmHg

suhu

: 36,5 0C

o Nadi

: 80 x/mnt

RR

: 18 x/mnt

Cephal

konjungtiva pucat -/-, sklera

ikterik -/-, pupil isokor, 2 mm, refleks cahaya


langsung +/+, re fleks cahaya tidak langsung
+/+.
Mulut

bibir kering (-), lidah kotor

(-), gigi palsu (+) incicivus 1,2 dan caninum


superior dekstra, gigi goyang (-), gigi patah (-),
lidah besar (-), membuka mulut >2 jari (+).
Tenggorokan

pembesaran tonsil (-)

T1-T1, tonsil hiperemis (-), hiperemis faring (-),


uvula sentral, skor mallampati 2.
Collum

pembesaran

KGB

(-),

pembesaran tiroid (-), JVP meningkat (-).


Pulmo

: simetris, retraksi (-), fremitus

normal, sonor +/+, vesikuler +/+, Ronki -/-,


wheezing -/-.
Cor

: ictus cordis tidak terlihat, ictus

cordis teraba di sela iga V linea mid klavikula


sinistra, kuat angkat, S1 S2 tunggal, reguler,
murmur (-), gallop (-).
Abdomen :

supel, distensi (-), bising usus

(+), timpani, hepar dan lien tidak teraba


membesar, nyeri tekan (-)
Ekstremitas atas :

Akral teraba hangat;

pitting edema (-); capillary refill time < 2 detik


(+). Motorik 5/5
Ekstremitas bawah

Akral

teraba

hangat; pitting edema (-); capillary refill time


< 2 detik (+). Motorik 5/5

1.2.3

Pemeriksaan Penunjang
Hasil laboratorium
24-9-2015
WBC

5.330/mm3

HGB

13,1 g%

PLT

191.000/mm3

Cre

1,00 mg/dL

HbSAg

(-) Neg

CT/BT

400/230

Ur

28

SGOT

35

SGPT

40

HASIL USG
16-09-2015
Kesan : Cholelithiasis dengan diameter

1.2.4

5 mm

Resume Visite Preoperatif


Assesment

: ASA PS I

Diagnosis prabedah

: Cholelithiasis

Jenis pembedahan

: Cholelithotomi

Keadaan prabedah (24/09/2015 pukul 20.00 WIB) :


-

BB : 67 kg; Hb : 13,1 g/dL.

TD : 120/80 mmHg; nadi : 78x/menit, suhu 36,6oC

Dipuasakan mulai pukul 01.00 WIB

Rencana tindakan anestesi : Anestesi umum dengan intubasi


Manajemen Anestesi di Kamar Bedah
1.3.1. Preoperatif
-

Persiapan anestesi :
a. Pasien puasa 6 8 jam preoperatif.
b. Dilakukan pemeriksaan kembali identitas pasien, persetujuan
operasi, lembar konsultasi anestesi, obat-obatan dan alat-alat yang
diperlukan.
c. Dilakukan pemeriksaan tanda vital.
d. Pemasangan IV line menggunakan transfusi set dengan cairan
kristaloid pada tangan kanan.
e. Mengganti pakaian pasien dengan pakaian operasi.

Manajemen terapi cairan :


a. Kebutuhan Cairan Basal (KCB) BB 67 kg
I.

10 kg x 4 cc = 40 cc

II.

10 kg x 2 cc = 20 cc

III.

47 kg x 1 cc = 47 cc

Jumlah cairan maintanance : 107 cc/jam.


b. Kebutuhan cairan puasa (KCP) BB 67 kg
= lama puasa (jam) x KCB
= 6 x 107
= 642 cc
c. Kebutuhan intraoperatif (KIO) operasi besar (6 8 cc/kg)
= (6 8 cc) x 67 kg
= 402- 536 cc
d. Perdarahan
e. Cara pemberian penggantian cairan selama operasi
Jam Pertama

= KCB + KIO + 50% KCP


= 107 + 500 + 50% x 642
= 928 cc

Jam Kedua

= KCB + KIO + 25% KCP

= 107 + 500 + 25% x 642


= 767 cc
Jam Ketiga

= KCB + KIO + 25% KCP


= 107 + 500 + 160
= 767 cc

Persiapan alat yang digunakan :


Scope

: Stetoskop, laringoskop

Tube

: ETT no. 6.5 , 7.0 , 7.5

Airway

: Oropharingeal airway

Tape

: Plester

Introducer

: Stilet

Connector

: penyambung antara pipa dan mesin anestesi

Suction

: memastikan alat berfungsi dengan baik

Persiapan obat-obatan anestesi :


Emergency drugs: Efedrin (5mg/ml), SA (0,25mg/ml),
Dexametasone (5mg/ml)
Premedikasi

: Ondansentron (2mg/ml), Ketorolac (30mg/ml),


Fentanyl (10 mcg/ml) Asam traneksamat 500
mg/5ml

Induksi

: Propofol (10mg/ml)

Muscle relaxan : Atracurium (25mg/ 2,5 ml)


1.3.2. Intraoperatif (Durante operatif)
-

Jenis anestesi

: Anestesi umum

Teknik anestesi

: Anestesi umum dengan Intubasi

Lama anestesi

: - WIB

Lama operasi

: - WIB

Obat-obatan yang digunakan :


1. Ondansentron 4 mg (iv)
2. Ketorolac 30 mg (iv)
3. Fentanyl 100 mcg (iv)

4. Asam Taneksamat 500 mg (iv)


5. Propofol 140 mg (iv)
6. Atracurium 35 mg (iv)
-

Pasien masuk ke ruang OK, diposisikan di meja operasi, kemudian


dipasang elektroda yang dihubungkan dengan monitor dan mencatat
hasil tanda vital, saturasi O2 yang terdapat pada monitor :
o TD : 120/70 mmHg
o Nadi :

72 x/menit

o RR : 15 x/menit
o SpO2 : 99 %.
-

Memasang Vena Line dengan Abbocath 18 dan cairan kristaloid

Memberikan premedikasi berupa Ondansentron 4 mg (iv), ketorolac 30


mg, asam traneksamat 500 mg (iv)

Memberikan fentanyl 100 mcg (iv).

Induksi dengan propofol 140 mg (iv).

Preoksigenasi O2 100% sampai pasien masuk kedalam stadium


anestesi.

Memberikan muscle relaxan atracurium 35 mg (iv) sebelum


pemasangan intubasi.

Oksigenasi O2 100% selama 120 detik hingga refleks bulu mata (-/-)

Laringoskopik dan intubasi ETT 7.0 mm ID non-king, dengan level


bibir 19.

Menyambungkan ETT dengan mesin ventilator anestesi

Cuff dikembangkan, auskultasi kedua lapang paru untuk evaluasi letak


ETT dan dada mengembang simetris.

Jika sudah simetris, memfiksasi ETT disudut mulut kanan.

Menutup kedua mata pasien dengan menggunakan plester.

Memberikan ventilasi dan oksigenasi positif sebanyak 12 14


kali/menit.

Maintenance dengan O2 100% + Sevoflurane 2-2,5 Vol%.

Tabel 1.1. Observasi tanda vital dan saturasi oksigen selama operasi

Waktu (WIB)

TD (mmHg)

Nadi (x/menit) SpO2 (%)

09.45

120/70

68

99

09.50

120/70

68

99

09.55

120/70

68

99

10.00

120/70

66

99

10.05

120/70

68

99

10.10

120/70

66

99

10.15

140/70

69

99

10.20

150/80

70

99

10.25

150/80

70

99

10.30

150/80

70

99

10.35

150/80

71

99

10.40

150/80

71

99

10.45

150/80

71

99

10.50

150/90

71

99

10.55

150/90

72

99

11.00

140/80

72

99

11.05

140/80

72

99

11.10

140/80

72

99

11.15

140/80

72

99

11.20

140/80

72

99

11.25

140/80

72

99

11.30

140/80

73

99

11.35

110/70

72

99

11.40

110/70

68

99

11.45

110/70

68

99

11.50

110/70

68

99

11.55

110/70

68

99

12.00

110/70

68

99

12.05

110/70

68

99

12.10

110/70

68

99

12.15

110/70

71

99

12.20

110/70

68

99

12.25

110/70

70

99

12.30

110/70

69

99

12.35

110/70

68

99

12.40

110/70

68

99

12.45

110/70

68

99

12.50

110/70

68

99

12.55

110/70

68

99

13.00

110/70

68

99

Pada jam 11.15 diberikan Fenthanyl Syiring pump 50 mg/jam sampai


jam 12.15 dosis diturunkan 40 mg/jam, dan dihentikan jam 12.45

Sevoflurane dikurangi dan dihentikan beberapa menit sebelum operasi


selesai. Pasien hanya diberikan O2.

Dilakukan suction untuk membersihkan sekret yang terdapat dijalan


nafas. Setelah pasien batuk (+), pasien mulai sadar, EET dilepas dan
pasien diberikan O2 paranasal. Pasien mulai sadar oropharyeal airway
dilepas.

Pasien dipindahkan ke recovery room (RR).

Total pemberian cairan 1500 cc.

1.3.3. Postoperatif
-

Setelah dipindahkan ke recovery room, pasien dipasang oksigen nasal


dan alat untuk memantau saturasi oksigen.

Monitoring keadaan pasien hingga sadar penuh.

Anjuran post op jika pasien sudah diantar kembali keruangan:


1. Berikan O2 2-3 Lpm Nasal Kanul.
2. Awasi airway.

3. Observasi KU dan tanda vital.


4. Makan/minum bila BU (+), flatus (+).
5. Lain-lain sesuai terapi bedah umum.

BAB II
PEMBAHASAN
Pasien Ny. T, 39 tahun dengan diagnosis Cholelithiasis Pro Cholelithotomi
ASA PS I dilakukan tindakan berupa anestesi umum dengan intubasi. Pasien ini
masuk kategori ASA PS I karena berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang tidak

didapatkan kelainan sistemik. Anestesi umum

merupakan pemberian secara menyeluruh disertai dengan hilangnya kesadaran. 1


Anestesi umum adalah keadaan tidak sadar dan hilangnya refleks pelindung yang
dihasilkan dari satu atau lebih agen anestesi umum. Berbagai obat dapat
diberikan, dengan tujuan keseluruhan untuk memastikan hipnosis, amnesia,
analgesia, dan relaksasi otot rangka.2 Pada pasien ini seluruh obat-obatan anestesi
diberikan secara intravena.
Jenis anestesi umum yang digunakan pada pasien ini adalah jenis anestesi
intravena total dengan intubasi. Jenis anestesi ini diindikasikan untuk operasioperasi yang memerlukan lapangan operasi yang optimal dan proteksi terhadap
pasien dengan keadaan yang gawat atau pasien dengan refleks akibat sumbatan
yang terjadi.
Premedikasi bertujuan untuk melancarkan induksi, rumatan dan bangun
dari anestesi diantaranya : meredakan kecemasan dan ketakutan, memperlancar
induksi anestesia, mengurangi sekresi kelenjar ludah, meminimalkan jumlah obat
anestetik, mengurangi mual muntah pasca bedah, menciptakan amnesia.3 Pada
pasien ini diberikan premedikasi berupa pemberian Ondansentron 4 mg (iv),
Ketorolac 30 mg (iv), Asam Traneksamat 500 mg dan Fentanyl 100 mcg.
Ondansentron diberikan untuk mencegah mual dan muntah setelah operasi
agar tidak terjadi aspirasi dan rasa tidak nyaman.
Ketorolac diberikan untuk mengurangi rasa nyeri pada saat operasi.
Fentanyl merupakan analgetik golongan opioid kuat yang diberikan
sebagai premedikasi dengan dosis 1 2 mcg/kgBB dengan onset kerja 30 detik
dan durasi kerja selama 3060 menit. Pada pasien diberikan dengan intravena dan
syring pupm dengan dosis 50 mg/jam, selama operasi.
Asam Traneksamat diberikan untuk meminimalkan jumlah perdarahan
Setelah tahap premedikasi dan pasien sudah dalam keadaan rileks,
diberikan obat induksi berupa propofol sebanyak 140 mg (iv). Pasien diberikan
ventilasi positif dan oksigenasi untuk menjaga saturasi oksigen yang optimal saat
pasien berada pada stadium anestesi.
Atrakurium adalah salah satu muscle relaxan yang dapat menurunkan
refleks semua otot didalam dalam tubuh termasuk otot didaerah laring yang
nantinya akan memudahkan pemasangan intubasi. Onset kerja berkisar 120 180

detik dan durasi kerja selama 20 45 menit. Pasien ini diberikan atrakurium 35
mg.
Setelah muscle relaxan bekerja, dilakukan pemasangan intubasi dengan
cara melakukan laringoskopik, yaitu laringoskop dipegang menggunakan tangan
kiri dan jari tangan kanan melakukan cross-finger untuk membuka mulut pasien.
Laringoskop dimasukkan pada bagian kanan mulut pasien, dan menggeser lidah
ke kiri. Secara visual mengidentifikasi epiglotis dan pita suara. Dengan hati-hati
memasukkan ETT No.7.0 ke dalam trakea sampai dengan batas marker 19.
Kembangkan cuff dan auskultasi untuk memastikan letak pipa, setelah terdengar
simetris dikedua lapang paru, ETT difiksasi disudut mulut kanan pasien.
Maintenance

menggunakan

O2

100%

yang

dikombinasi

dengan

sevoflurane sebanyak 1,5-2 vol%. Sevoflurane merupakan anestesi inhalasi yang


selain memiliki efek hipnotik, juga sebagai analgetik ringan. Sevoflurane
memiliki keuntungan antara lain induksi cepat, lancar, dan pemulihan yang cepat.1
Pemasangan pipa endotrakeal memiliki keuntungan yaitu mencegah
aspirasi, kontrol pernapasan pada apnea atau resusitasi, membantu ventilasi pada
posisi tengkurap, memudahkan pembersihan jalan napas. Komplikasi yang dapat
terjadi akibat pemasangan ETT adalah trauma gigi geligi, laserasi bibir, faring
dan laring, spasme vocal cord, aspirasi hingga spasme bronkus dan laring yang
dapat menyebabkan kematian. Untuk mencegah komplikasi tersebut diperlukan
keterampilan dan latihan untuk meminimalkan komplikasi.3

BAB III
KESIMPULAN
Telah

dilaporkan

penatalaksanaan

anestesi

umum

pada

operasi

Cholelitotomi pada penderita Ny. T, usia 39 tahun, status fisik ASA I. Dengan
diagnosis Cholelitiasis dengan menggunakan teknik anestesi endotrakeal tube
no.7 mm ID respirasi terkontrol.

Dalam kasus ini, selama operasi berlangsung tidak ada hambatan yang
berarti baik dari segi anestesi maupun dari tindakan operasinya. Selama di ruang
pemulihan juga tidak terjadi hal yang memerlukan penanganan serius, tetapi tetap
memerlukan pengawasan khusus pada pasien agar tidak terjadi komplikasi pasca
operasi dan anestesi. Secara umum pelaksanaan operasi dan penanganan anestesi
berlangsung dengan baik meskipun ada hal-hal yang perlu mendapat perhatian.

DAFTAR PUSTAKA
1. Muhardi, M.dkk. Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif. FKUI. Jakarta.
1998.
2. Wirjoatmojo, K. Anestesiologi dan Reanimasi modul dasar untuk pendidikan
kedokteran. Jakarta; Depatermen Pendidikan Nasional. 2000.

3. Latief Said A, Suryadi Kartini A, Dachlan. PETUJUK PRAKTIS


Anestesiologi. Ed 2. BAGIAN ANETESIOLOGI DAN TERAPI INTENSIF.
FKUI. JAKARTA: 2009

Anda mungkin juga menyukai