Anda di halaman 1dari 148

DASAR-DASAR

NEUROANESTESI

Dewi Yulianti Bisri


Tatang Bisri

Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran


Bandung
2019
DAFTAR ISI

Halaman
1 Pendahuluan 1
2 Neurofisiologi 3
2.1 Aliran Darah Otak 3
2.2 Tekanan intrakranial 10
2.3 Mctabolisme Otak 12
3 Ncurofarmakologi 13
3.1 Anestetika Intravena 13
3.2 Anestetika Inhalasi 23
3.3 Pelumpuh Otot 32
3.4 Narkotik Analgetik 33
3.5 Obat Adjuvan 35
4 Prinsip-prinsip Neuroanestesi: ABODE Neuroanestesi 36
4.1 Pemeriksaan Prabedah 38
4.2 Premedikasi 40
4.3 Monitoring 41
4.4 Induksi 42
4.5 Pemeliharaan Anestesi 44
4.6 Adjuvant Anestesi 47
4.7 Ekstubasi 50
4.8 Pcrawatan Pascabedah 52
5 Hal-hal khusus: 54
5.1 Proteksi Otak 54
5.2 Fast-track Neuroanesthesia 70
5.3 ERAS dalam Neuroanestesi 78
5.4 Trik-trik dalam Neuroanestesi 88
a) Hipcrtensi atau Hipotcnsi? 89
b) Miperventilasi.'l lipokapnia atau Normokapnia? 95
c) Hipertensi Intrakranial 98
d) Hcmiasi Otak 102
5.5 Cedera Otak Traumatika 104
5.6 Tumor Otak 117
5.7 Spinal Coni In jury (SCI) 121
Dal'tar Pustaka 131
Indeks 137

IV
DAFTAR TABEL

Tabcl I. I lubungan tckanan intrakranial dcngan mortalitas 2


Tabel 2. Efek liipoksia dan hipovolemia pada mortalitas 2
Tabcl 3. Ambang Aliran Kxitis 5
Tabcl 4. Tckanan dan Volume C’SF pada manusia 10
Tabel 5. Benzodiazepin 21
Tabel 6. Penggunaan Klinis Benzodiazepin 21
Tabcl 7. Efck kardiovaskuler dari ancstctika inhalasi 23
pada 1-1,5 MAC pada orang sehat dcngan PaCO:
normal
Tabcl 8. Pengaruh Anestctika Inhalasi pada CBF, C'MRO: 24
dan IC'P
Tabel 9. Pengaruh Anestetika Inhalasi pada CBF, CMRO2 25
dan ICP
Tabcl 10. Pengaruh Anestetika Inhalasi pada Laju 25 Pembentukan
C’SF, Rcsistensi Rcabsorpsi C’SF, dan ICP
Tabel II. Efck Anestetika pada Respon Fisiologik dan 30 Level Ion
Tabel 12. Efek Ancstctika Inhalasi pada Dinamika CSF 30
Tabel 13. Efek Anestetika pada CBF dan C’MRO: 31
Tabel 14. Efek Hipnotik-Scdatif dan Antagonis pada 31
Dinamika CSF
Tabcl 15. Efek Opioid dan Anestetika Lain pada Dinamika 32 CSF
Tabcl 16. Pengaruh Pelumpuh Otot terhadap Hemodinamik 33 dan IC'P
Tabel 17. Pengaruh Narkotik pada Laju Pembentukan 34 CSF,
Rcsistensi Reabsorpsi CSF, dan ICP Tabel 18. The Glasgow Coma
Scale 40
Tabel 19. Glasgow Coma Scale 40
Tabcl 20. Pencegahan dan Terapi Ilipertensi Intrakranial 46 dan
Pembengkakkan Otak
Tabel 21. Dosis dan Keeepatan pemberian anti kejang 49
Tabel 22. Kondisi untuk early emergence 73

v
Tabel 23. Risiko dan Kcuntungan Early v.s Delayed 74 Recovery
Tabel 24. Kondisi sistemik dan sercbral yang 75 menyebabkan pasien
lambat bangun Tabel 25. Aplikasi Klinis Terapi Lund untuk COT Berat
94
Tabel 26. Nilai SJ02. CE02, dan AVD02 97
Tabel 27. Perubahan C'E02, AVD02, SJ02 pada Bcrbagai 98 Keadaan
Tabel 28. Rekomendasi Terapi Brain Trauma Foundation 109 Guideline
2007
Tabel 29. Rekomendasi Terapi Brain Trauma Foundation 111 Guideline
2016
Tabel 30. Rekomendasi Monitoring 114
Tabel 31. Rekomendasi: Ambang (Thresholds) 1 15
Tabel 32. Komplikasi yang dihubungkan dengan posisi 119 pasien pada
operasi fossa posterior Tabel 33. Level SCI dan Fungsi
Pulmonal/Kardiak
12
5

VI
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Fungsi Otak dihubungkan dengan PaCh. DO2, 4


Aliran Darah Otak dan Tekanan Perfusi Otak lnteraksi
Gam bar 2. antara Tingkatan dan Lamanya 5
Penurunan Aliran Darah Otak dengan Fungsi Otak
Pengaturan aliran darah otak 7
Gambar 3. Hubungan Volume dan Tekanan Intrakranial 11
Gambar 4. Fisiologi dan patofisiologi intrakranial dalam 35
Gambar 5. hubungannya dengan anestetika Management Airway pada
pasien dengan 37
Gambar 6. cedera otak
Cedcra Iskemik/reperfusi 55
Gambar 7.
Komponen kunci ERAS 79
Gambar 8.
Gambar 9. Algoritma untuk terapi desaturasi vena 100 jugularis
Gambar Cedera sekunder dan konsekuensi di tingkat 106 seluler
10. Alogaritma Teknik Anestesi untuk Pasien 107 Ccdcra
Kepala
Gambar 11. SkorGOSE 116
llustrasi cfek dari perubahan PaCO:, PaO: dan 123 MAP
Gambar 12. pada SCBF
Kaskade patofisiologi SCI 124
Gambar 13.
Gambar 14.
Patofisiologi Hipertensi Intrakranial 99
Gambar 15.

vii
DAFTAR SINGKATAN
A
AVPU
Alert, response to Verbal stimuli, response to Painful stimuli.
ATP Unresponsive
AVDO: Adenosine Tri Phosphate
AVM arterial venous oxygen difference
AMPA arterio venous malformation
ADH alpha-amino-3-hydroxy-5-methyl-4-isoxazoIe-propionic acid
ARDS anti diuretic hormone
ASIA acute respiratory distress syndrome
American Spinal Injury Association
B
BUB
BB Blood Brain Barricrc Berat Badan

c: Cerebral Blood Flow Cerebral Extraction of Oxygen Cerebral


CBF
Metabolic Rate for Oxygen Cerebral Metabolic Rate Cerebral
CEO2
perfusion pressure Computed Tomography scanning Carbon
CMRO2
Dioxide C'erebro Spinal Fluid Central Venous Pressure
CMR
Cedera Otak Traumalik deep venous thrombosis
CPP
Decompressive Craniectomy
CT-scan
CO2
CSF
CVP Epidural hematoma Electroencephalography Excitatory
COT Amino Acids Enhanced Recovery After Surgery enteral nutrisi

D
DVT
DC

E
EDH
EEC.
EAA
ERAS
EN

viii
F
fCBF = focal cerebral blood flow
FAST-MAG = Field Administration of Stroke Treatment-Magnesium

G
GCS Glasgow Coma Scale
GOS Glasgow Outcome Scale
gCBF global cerebral blood flow'
GABA gamma-aminobutyric acid
GRADI The Grading of Recommendations Assessment. Development and
Evaluation
GDT goal directed fluid therapy

I
ICH Intra Cerebral Hematoma
1CP Intracranial pressure
ICU Intensive Care Unit
IN imunonutrien
1SCO International Standart For Neurological Classification of Spinal
S cord injury

L
LMA = laryngeal mask airway

M
MAC Minimal Alveolar Concentration
MR1 Magnetic Resonance Imaging
MAP Mean Arterial Pressure minimal
MAS access surgery microvascular
MVD decompression

N
NMDA N-methyl-D-aspartate Neurogenic
NPE Pulmonary Edema Nitrous oxyde near
N:0 infrared spectroscopy Non-steroidal
NIRS anti-inflammatory agents Non-invasive
NSAID = cardiac output monitoring neurosurgery
NICOM = ERAS value and safety
NERVS =

o
Osm = Osmolarity

IX
1*
PEEP = Positive End Expiratory Pressure
PaC'O; = Partial pressure of CO2
PaO: = Partial Pressure of O2
PRIS = Propofol Infuse Syndrome
PACU = Post Anesthesia Care Unit
PADSS = Postanesthesia Discharge Scoring System
PONV = Post Operative Nausea and Vomiting
PTS = posttraumatic seizure
PAE = paradoxal air embolism

R
rCBF = mregional cerebral blood How
RCT = randomised control trial
REE = resting energy expenditure
RESCUEicp = Randomised Evaluation of Surgery with
Uncontrollable Elevation ofICP

S
SaO; - Saturation arterial of oxygen
SAH = Subarachnoid Hemorrhage
SJO: = Saturation Jugular Bulb Oxygen
SDH = Subdural hematoma
SOL = Space Occupying Lesion
SpO; = Saturation peripheral of oxygen
SSP = Susunan Saraf Pusat
SAFE = Short Acting Fast Emergence
SCI Spinal Cord Injury
SC BE Spinal Cord Blood Flow

T
TIVA Total Intravenous Anesthesia
PCD = Transcranial Doppler
TOE = train of four
TIK — Tekanan intrakranial

u
UGD — Unit Gawat Darurat

V
VTE _ venous thromboembolism
VAE = venous air embolism

10
BAB I
PENDAHULUAN

Dengan ditemukannya alat diagnostik yang baru (CT-scan, Magnetic


Resonance Imaging!MRI). alat monitoring yang baru (monitor tekanan
intrakranial/m/racrawa/ pressure!ICP, evoked potential, monitor
oksigenasi otak), obat anestesi yang baru. serta adanya pengertian baru
mengenai obat-obat yang biasa dipakai akan memperbaiki hasil operasi
pada pasien-pasien dengan kelainan sercbral. Monitoring elektrofisiologi
otak dengan elektroencefalografi (EEG) dan multimodal evoked dengan
cepat dapat mendeteksi adanya fungsi saraf yang abnormal dalam
keadaan iskemi. Monitoring saturation jugular bulb oxygen (SJO2) dapat
mendeteksi adanya iskemia serebral global.
Sasaran anesthesiologist dalam bedah saraf selain memfasilitasi
suaya dapat dilakukannya tindakan pembedahan juga untuk
mengendalikan tekanan intrakranial dan volume otak, melindungi
jaringan saraf dari cedera dan iskemia (melakukan proteksi otakJbrain
protection), serta mengurangi perdarahan selama berlangsungnya
pembedahan.
Ada hubungan yang kontinyu dari aliran darah otak dengan
volume darah otak, volume jaringan otak, serta volume cairan
serebrospinalis. Apabila oleh suatu keadaan, misalnya karena teknik dan
obat anestesi. aliran darah otak meningkat, maka akan terjadi
peningkatan volume darah otak. dan akhirnya peningkatan tekanan
intrakranial. Karena terjadi peningkatan tekanan intrakranial. maka
ketika tulang dibuka terlihat adanya duramatcr yang tegang, dan bila
duramater dibuka jaringan otak akan menonjol kcluar. Otak yang
edematus ini akan menyebabkan ahli bedah saraf sulit bahkan tidak
mungkin bekerja, perlu retraksi yang kuat, otak tcriris oleh jaringan
tulang. dan sernua ini dapat menimbulkan cedera dan iskemi jaringan
saraf. Bila hal ini terjadi, berarti anesthesiologist tidak mampu
mengendalikan tekanan intrakranial dan volume otak. serta tidak mampu
melindungi jaringan saraf dari iskemi dan cedera. Tindakan dokter
anestesi tersebut dapat menimbulkan cedera otak sekunder. maka perlu

Dasar-Dasar Neuroanestesi | I
dilakukan berbagai tindakan dan pemberian obat untuk
mengendalikan tekanan intrakranial, scrta melakukan proteksi otak.
Perdarahan pcrlu dikurangi dcngan cara mcnurunkan tekanan
darah, akan tetapi hams selalu diingat bahwa penumnan tekanan darah
jangan sampai menumnkan tekanan perfusi otak (cerebral perfusion
pressure!C'PP) yang akan menimbulkan terjadinya iskemia otak atau
infark otak. Tekanan perfusi otak (normalnya 80-90 mmHg) adalah
tekanan arteri rerata dikurangi tekanan intrakranial (tekanan perfusi otak
= mean arterial pressure/MAP /tekanan arteri rerata - tekanan
intrakranial). Kcadaan dimana terjadi penumnan tekanan arteri rerata
atau peningkatan tekanan intrakranial dapat menurunkan tekanan perfusi
otak.
Miller (1985) menyatakan bahwa makin tinggi kenaikan
tekanan intrakranial, maka makin tinggi mortalitas.
Tabel 1. Hubungan tekanan intrakranial dcngan mortalitas
Tekanan Intrakranial Tingkat Mortalitas
Rerata (mmHg) (%)
0-20 19
21-40 28
41-80 79

Adanya hipoksia dan atau hipovolemia dapat


meningkatkan mortalitas. Menghilangkan hipoksia dan
hipovolemia secara nyata dapat menurunkan mortalitas.

Tabel 2. Efek hipoksia dan hipovolemia pada mortalitas


1 Cedcra Kcpala Tingkat Mortalitas (%)
Hipoksia 56
Disertai hipovolemia 64
Disertai hipoksia dan hipovolemia 76
Tanpa hipoksia dan hipovolemia 27

Kcadaan tersebut dapat diterangkan dari fisiologi otak,


karena aliran darah otak diatur antara lain oleh autoregulasi,
PaC02 dan Pa02. Selain itu simpatis, parasimpatis, suhu, dan
hematokrit akan mempengaruhi aliran darah otak.

2 Dasar-Dasar Neuroanestesi
BAB 2
NEUROFISIOLOGI

Dokter ancstcsi akan tcrlibat sccara menyeluruh dalain penanganan


pasien bedah saraf untuk pasien cedera otak. dokter anestesi sudah mulai
terlibat dimulai di Unit Gawat Darurat (UGD), dilanjutkan dengan di
kamar bcdali, dan perawatan di Unit Terapi Intensif. Pengelolaan
perioperatif ini memerlukan pengetahuan yang mendalam raengenai
fisiologi otak yang normal dan patofisiologi cedera kepala, tumor,
kelainan vaskuler atau kelainan kongenital sehingga kita harus mengerti
tentang fisiologi dan farmakologi dari aliran darah otak, metabolisme
serebral, dan tekanan intrakranial.

2.1 Aliran darah otak


Aliran darah otak (cerebral blood Jlow/CBF) bergantung pada tekanan
arteri serebral dan resistensi pembuluh-pembuluh serebral. Aliran darah
otak rata-rata sekitar 50-54 ml/100 gr/menit. Bila aliran darah otak < 20
ml/100 gr/menit, elektroencefalografi menunjukkan tanda iskemik. Bila
aliran darah otak 6-9 ml/100 gr/menit, Ca2 masuk ke dalam sel. Aliran
darah otak proporsiona! terhadap tekanan perfusi otak.
Tekanan perfusi otak (cerebral perfusion pressure!CPP) adalah
perbedaan tekanan arteri rata-rata (pada saat masuk) dengan tekanan
vena rata-rata (saat keluar) pada sinus sagitalis lymph /cerebral venous
junction. Nilai normalnya 80-90 mmHg. Akan tetapi. secara praktis,
adalah perbedaan tekanan arteri rata-rata (MAP mean arterial pressure)
dan tekanan intrakranial rata-rata yang diukur setinggi foramen Monroe.
Tekanan perfusi otak= MAP-tekanan intrakranial. akan menurun bila ada
penurunan tekanan artcii atau kenaikkan tekanan intrakranial. Bila
tekanan perfusi otak turun sampai 50 mmHg, EEG akan terlihat
melambat dan ada perubahan ke arah serebral iskemia. Tekanan perfusi
otak kurang dari 40 mmHg, EEG menjadi datar, menunjukkan adanya
proses iskemik yang berat yang bisa reversible atau irreversible. Bila
tekanan perfusi otak kurang dari 20 mmHg untuk jangka

Dasar-Dasar Neuroanestesi I 3
waktu lama, tcrjadi iskcmik neuron yang ireversible gambar
1 dan table 3).
Pasien cedera kepala dengan tekanan perfusi otak
kurang dari 50 mmHg akan mcmpunyai prognosa yang
buruk. Pada tekanan intrakranial yang tinggi, supaya tekanan
perfusi otak adekuat, maka perlu tetap mempertahankan
tekanan darah yang nomial alau sedikit lebih tinggi. Usaha
kita adalah untuk mempertahankan tekanan perfusi otak
normal, oleh karena itu, hipertensi yang memerlukan terapi
adalah bila tekanan arteri rata-rata lebih besar dari 130-140
mmHg.

BRAIN FUNCTION

Oxygenation Perfusion

Gambar 1. Fungsi Otak dihubungkan dengan Pa02, DO 2, Aliran Darah Otak dan Tekanan
Perfusi Otak

4 | Dasar-Dasar Neuroanestesi
Tabel 3. Ambang Aliran Kritis
Aliran darah otak (ml/IOOg//min)

<20 EF.G iskemik


<15 EEG isoelektrik Evok potensial negatif
ATP normal Fosfokreatin menurun

8-10 Kegagalan metabolisme ATP menurun


Potasium extraselular meningkat

6-9 Kalsium masuk kedalam sel


12-20 “Penumbra’"

Gambar 2. Interaksi antara Tingkatan dan Lamanya Penurunan Aliran Darah Otak
dengan Fungsi Otak

Aliran darah otak terutama diatur oleh Autoregulasi, PaC02,


PaO:.

a. Autoregulasi
Aliran darah otak dipertahankan konstan pada MAP 50-150 mmHg.
Pengaturan ini disebut autoregulasi yang disebabkan oleh

Dasar-Dasar Neuroanestcsi | 5
kontraksi otot polos dinding pcmbuluh darah otak sebagai jawaban
terhadap pcrubahan tekanan transmural. Jika mclebihi batas ini, walaupun
dengan dilatasi maksimal atau konstriksi maksimal dari pcmbuluh darah
otak, aliran darah otak akan mengikuti tekanan pcrfusi otak secara pasif.
Bila aliran darah otak sangat berkurang (MAP < 50 mniHg) bisa terjadi
serebral iskcmia. Jika di atas batas normal (MAP > 150 mmHg), tekanan
akan merusak daya konstriksi pcmbuluh darah dan aliran darah otak akan
naik dengan tiba-tiba. Dengan demikian, tcrjadilah kerusakan sawar darah
otak, yang dapat mcnimbulkan terjadinya edema serebral dan perdarahan
otak (gambar 2).
Berbagai keadaan dapat merubah batas autoregulasi misalnya
hipertensi kronis. Pada hipertensi kronis, autoregulasi bergeser ke kanan
sehingga sudah terjadi serebral iskemia pada tekanan darah yang dianggap
normal pada orang sehat. Autoregulasi dapat hilang/terganggu pada
keadaan serebral iskemia, serebral infark, trauma kepala, hipoksia, abses
otak, diabetes, hiperkarbi berat, edema sekeliling tumor otak, perdarahan
subarakhnoid, aterosklerosis serebrovaskuler. Obat anestesi inhalasi juga
mengganggu autoregulasi. Karena pada cedera kepala autoregulasi
terganggu, adanya hipotensi yang tiba- tiba bisa mcnimbulkan cedera otak
sekunder.
Saat pemberian anestesi supaya efek autoregulasi tetap ada, maka
hams dipertimbangkan penggunaan obat anestesi yang akan tetap
mempertahankan autoregulasi selama pemberian anestesi. Sebagai contoh,
yang disampaikan oleh Gupta et al, Summors et al serta Matta et al bahwa
autoregulasi tetap intact bila diberikan anestesi dengan sevofluran sampai
1,5 MAC, salah satu alasannya adalah efek serebral vasodilatasi
sevofluran < daripada isofluran (MAC sevofluran 2,08) tapi hilang pada
1,5 MAC isofluran, dengan demikian selama anestesi, berikan sevofluran
< 3 vol % atau isofluran < 2 vol%.

I) . PaCCh
Aliran darah otak berubah kira-kira 4% (0,95-1.75 ml/100 gr/menit) setiap
mmHg perubahan PaCO: antara 25-80 mmHg. Jadi, jika dibandingkan
dengan keadaan normokapni, aliran darah otak dua kali lipat pada PaCO:
80 mmHg dan setengahnya pada
PaCO: 20 mmHg (gambar 2). Karena hanya sedikit pcrubahan aliran darah
otak pada PaC02 < 25 mmHg, malahan bisa tcrjadi serebral iskcmia akibat
perubahan biokimia, maka harus dihindari hipcrv'cntilasi yang berlebihan.
Pada operasi tumor otak dipasang pcmantau kapnogram untuk mengukur

6 | Dasar-Dasar Neuroanestesi
end Tidal CO:, umumnya dipertahankan end Tidal CO2, 25-30 mmHg
yang setara dengan PaC02 29-34 mmHg, tetapi pada ccdcra kcpala akut
PaC02 jangan < 35 mmHg.

C. Path
Bila PaO2<50 mmHg, akan terjadi serebral vasodilatasi dan aliran darah
otak akan meningkat. Suatu peningkatan Pa02, hanya sedikit pengaruhnya
terhadap resistensi pembuluh darah serebral. Pada binatang percobaan bila
Pa02 > 450 mmHg terjadi sedikit penurunan aliran darah otak walaupun
tidak nyata. Akan tetapi, pada manusia sclatna operasi otak Pa02 jangan
melcbihi 200mmHg (gambar 2).

Gambar 3. Pengaturan aliran darah otak.

Dasar ncuroanestesi adalah pengcrtian tentang aliran darah otak.


Aliran darah otak otak dipertahankan kira-kira 50-54 ml/100 gr
jaringan/menit. Faktor utama yang mengengatumya adalah autoregulasi,
PaC02, dan Pa02. Aliran darah otak tetap konstan 50-54 ml/100 gr
jaringan/menit pada tekanan arteri rerata 50-150 mmHg karena pembuluh
darah akan bcrkonstriksi dan berdilatasi. Bila tckanan arteri rerata < 50
mmHg tcrjadi penurunan aliran darah otak dan kalau makin menurun
terjadi iskemia dan infark otak. Peningkatan tckanan arteri rerata > 150
mmHg akan menyebabkan hilangnya kemampuan vasokonstriski dan
terjadi kerusakan BBB dan dapat terjadi edema otak dan perdarahan otak.
Perubahan 1 mmHg PaCO: dari 24-80 mmHg akan merubah aliran darah
otak sebesar 4% (kira-kira 1,75 ml/lOOg/menit), hiperkarbia akan
menyebabkan serebral vasodilatasi dan hipokarbia akan mcnimbulkan
serebral vasokonstriksi. Adanya hipoksia (PaO: < 60 mmHg) akan
mcningkatkan aliran darah otak. Peningkatan aliran darah otak ini akan

Dasar-Dasar Neuroanestesi | 7
menyebabkan edema otak dan peningkatan tekanan intrakranial.
Hal lain yang mempengaruhi aliran darah otak adalah simpatis-
parasimpatis, hematokrit. suhu.
a. Simpatis dan parasimpatis
Stimulasi simpatis menyebabkan vasokonstriksi. Perubahan-
perubahan tersebut pada aliran darah otak tidak lebih dari 5- 10%.
Stimulasi serabut simpatis menimbulkan perubahan pada kurva
autoregulasi. Pada perdarahan terjadi stimulasi simpatis, autoregulasi
akan bergeser ke kanan sehingga batas bawah autoregulasi aliran
darah kc otak (tolcransi terendah yang bisa mcnimbulkan iskemia)
akan bergeser kc kanan. Disamping itu, autoregulasi akan bergeser kc
kanan pada keadaan cemas, sakit, marah, maupun bcrlatih. Hal ini
bermanfaat untuk mclindungi otak dari kenaikan tekanan darah yang
tiba-tiba.

b. Hematokrit
Hematokrit mempengaruhi aliran darah otak secara nyata. Bila
hematokrit meningkat diatas nilai normal, aliran darah otak akan
menurun karena ada peningkatan viskositas darah. Isovolemik alau
hemodilusi hipervolemia (hematokrit 33%) menunjukkan
peningkatan tekanan darah otak tanpa ada gangguan penghantaran
oksigen.

c. Temperatur
Penurunan temperatur tubuh akan memperlambat metabolisme
serebral. Hal ini berarti menurunkan aliran darah otak. Setiap
pemurunan temperatur 1°C, aliran darah otak menurun kira- kira 5%.
Autoregulasi adalah suatu mekanisme yang sangat scnsitif
terhadap cedera dan terganggu setelah ccdcra otak, pemberian
anestetika inhalasi dan stimulasi simpatis. Efek yang segera timbul
pada autoregulasi adalah menurunkan batas atas dari autoregulasi
sehingga pada tekanan darah scdikit di atas normal bisa terjadi
kerusakan sawar darah otak dan edema otak. Pada daerah yang
terganggu (iskemia, trauma, atau neoplasma) terjadi penekanan
fungsi neuron, asidosis laktat, edema, gangguan autoregulasi, dan
kemungkinan juga gangguan reaksi terhadap CO2.
Asidosis jaringan menimbulkan terjadinya dilatasi local arteri
serebral yang meluas ke jaringan normal. Bila autoregulasi hilang,

8 | Dasar-Dasar Neuroanestesi
aliran darah akan bergantung pada tekanan darah sehingga suatu
penurunan tekanan perfusi otak akan menyebabkan penurunan aliran
darah otak secara proporsional. Bila reaksi terhadap CO2 juga hilang,
maka aliran darah bctul-betul tergantung dari tekanan darah.
Keadaan ini disebut cerebral vasoparalisis yang berarti ada paralisis
pembuluh darah otak. Pembuluh darah otak berespon terhadap
perubahan tekanan darah (autoregulasi) dan berespon terhadap
perubahan PaCCh. Pada serebral vasoparalisis artinya respons
pembuluh darah terhadap PaCCh hilang dan autoregulasi juga
hilang. Bila tekanan perfusi adekuat, perfusi pada daerah yang
asidotik akan berlebihan dengan kebutuhan metabolik dan saturasi
oksigen vena tinggi, keadaan ini disebut luxury perfusion. Akan
tetapi, bila tekanan perfusi turun, aliran darah akan berkurang, dan
cepat terjadi iskemia, seperti yang terjadi pada keadaan hipotensi
atau steal phenomena.
Gangguan aliran darah otak dapat berupa adanya cerebral
vasoparalisis. intraserebral steal atau inverse intracerebral steal.
Cerebral vasoparalisis artinya adanya kelumpuhan pembuluh darah
otak. Lumpuh artinya hilangnya autoregulasi dan rekativitas
pembuluh darah otak terhadap CO2. Intracerebral steal adalah ketika
terjadi vasodilatasi serebral global misalnya pada keadaan
hiperkapnia, di daerah otak

Dasar-Dasar Neuroanestesi | 9
yang normal aliran darah otak regional meningkat. Inverse
Intracerebral steal: darah dialirkan ke daerah iskemik dengan adanya
vasokonstriksi pembuluh darah di daerah otak yang normal, misalnya
akibat hipervcntilasi.

2.2 Tekanan Intrakrani al


Isi tengkorak terdiri dari jaringan otak (86%), darah (4%) dan cairan
scrcbrospinal (10%). Cairan serebrospinal dibentuk dengan kecepatan
konstan, 80% atau lebih dibuat di pleksus koroideus, sisanya dibuat di
parenkim otak. Fungsi cairan serebrospinal adalah untuk proteksi,
sokongan dan regulasi kimia otak.

Tabel 4. Tekanan dan Volume CSF pada manusia

Produksi cairan serebrosnial kira-kira 0,35-0,4 ml/menit atau 30


ml./jam atau 500-600ml/hari. Absopsinya bergantung pada perbedaan
tekanan cairan serebrospinal dan vena. Absopsi tersebut terjadi melalui vili
khorialis. Beberapa obat anestesi mempengaruhi produksi dan absorpsi
cairan serebrospinal. Adanya darah pada cairan serebrospinal dapat
menyumbat granulasio- arachnoid sehingga mengganggu absorpsi cairan
serebrospinal dan menyebabkan terjadinya hidrosefalus. Volume dan
tekanan cairan serebrospinal berbeda pada anak dan dewasa (tabel 4).
Tekanan intrakranial normal 5-15 mmHg. Tekanan ini tidak selalu
konstan bergantung pada pulsasi arteri, respirasi, dan batuk. Peningkatan
volume salah satu komponen (otak, darah, atau cairan serebrospinal) akan
dikompensasi dengan penurunan volume komponen yang lainnya.

10 | Dasar-Dasar Neuroanestesi
Volume intrakranial selalu konstan. Bila volume bertambah,
misalnya karena ada hematoma intrakranial, maka untuk mengurangi
volume, cairan serebrospinal, dan darah juga akan bcrkurang, keluar dari
ruangan intrakranial sehingga tekanan intrakranial akan tetap normal. Bila
batas kompensasi diiewati, tekanan intrakranial akan mcningkat.

Gambar4. Hubungan Volume dan Tekanan


Intrakranial

Bila tekanan intrakranial meningkat dengan cepat, terjadi


perubahan sistemik seperti hipertensi, hipotensi, takikardia, bradikardia,
perubahan irama jantung, perubahan EK.G, gangguan elcktrolit, hipoksia,
dan Neurogenic Pulmonary Edema (NPE). Cushing menuliskan adanya
Trias Cushing pada pasien dengan kanaikan tekanan intrakranial. Trias itu
terdiri atas hipertensi, bradikardia dan melambatnya respirasi. Peningkatan
tekana darah ini merupakan mekanisme untuk mempertahankan aliran
darah otak yang terjadi akibat peningkatan kadar adrenalin, nor- adrenalin,
dopamine dalam sirkulasi. Bradikardi tidak selalu terjadi pada setiap
pasien. Bradikardi dapat juga terjadi selintas, yang paling sering terjadi
adalah takikardia atau aritmia ventrikel.
Peningkatan tekanan intrakranial, selain dihubungkan dengan
peningkatan mortalitas, juga bila pasien bertahan hidup, keadaan
neuropsikologis sering lebih buruk daripada penderita tanpa kenaikan
tekanan intrakranial.
Pada keadaan tekanan intrakranial yang meningkat bisa terjadi
spasme arteri sercbral, yang bisa menimbulkan serebral iskemia dan
serebral infark. Pada cedera kepala berat bisa terjadi

Dasar-Dasar Neuroanestesi | I I
laktik asidosis cairan serebrospinal, yang juga akan meningkatkan
tekanan intrakranial.
Isi rongga kranium tcrdiri dari jaringan otak, darah, serta likuor
serebrospinal. Tekanan intrakranial normal 5-15 mmHg. Peningkatan salah
satu komponen isi ronggra kranium akan dikompensasi dengan
mcnurunkan komponen lain dan yang pertama adalah menurunkan volume
likuor serebrospinal, sehingga walaupun ada penambahan komponen
tersebut tekanan intrakranial masih dalam batas normal (pada gambar
adalah dacrah 1 sampai 2). Akan tetapi. bila batas kompensasi dilalui maka
terjadi peningkatan tekanan intrakranial (2 sampai 4).

2.3 Metabolisme Otak


Berat otak hanya 2-3% berat badan. Pada istirahat otak mengkonsumsi
20% oksigen yang diambil. Basal metabolic rate Lintuk oksigen adalah
3,3 ml/lOOgr/menit dan untuk glukosa 4,5mg/100gr/menit. Keadaan ini
rclatif konstan pada saat tidur dan bangun, otak memerlukan pasokan
substrat yang konstan karena metabolismenya yang tinggi. Glukosa
merupakan bahan bakar untuk jaringan saraf walaupun keton dapat dipakai
selama periode puasa dan ketoasidosis.
Aliran darah otak dan Cerebral Metabolic Rate (C'MR)
berlangsung bersama-sama. Peningkatan metabolisme akan meningkatkan
aliran darah otak. Obat anestesi inhalasi menyebabkan peningkatan aliran
darah otak dan penurunan CMRO2. Dari semua obat anestesi inhalasi,
isoflurane merupakan screbral metabolic depressant yang paling kuat, dan
menurunkan 50% CMRO2 pada konsentrasi end- tidal isoflurane 2,5%.
Semua obat anestesi intravena (kecuali ketamin) menurunkan CMRO2.
Barbiturat menurunkan CMRO2 dan aliran darah otak paling kuat.

12 j Dasar-Dasar Neuroanestesi
BAB 3
NEUROFARMAKOLOGI

Pada umumnya pemilihan obat anestesi berdasarkan efeknya pada sistcm


kardiovaskular, akan tetapi, pada pasien bedah saraf harus dipikirkan
efeknya terhadap aliran darah otak, volume darah otak, tekanan
intrakranial, produksi dan absoipsi cairan serebrospinal, autoregulasi,
respons terhadap CO2, dsbnya.
Kualifikasi obat untuk neuroanestesi harus mudah dikontrol,
misalnya mula kerja yang cepat, lama kerja singkat, cepat bangun dari
anestesi, sehingga dikenal istilah Fast-tract neuroanesthesia dengan
memakai obat yang Short Acting Fast Emergence (SAFE). Sclain itu obat
juga harus mempunyai efek hemodinamik dan homeostasis intrakranial
yang stabil, tidak mempengaruhi monitoring neurofisiologik serta berefek
antinosisepsi dan proteksi otak.

3.1 Anestetika Intravena


Obat yang menurunkan tekanan intrakranial dan aliran darah otak dari
golongan obat induksi intravena adalah yang paling menurunkan pentotal,
lalu etomidat, propofol, midazolam, jadi pilihan utama adalah pentotal.
Semua obat anestesi intravena menurunkan aliran darah otak dengan
pengecualian ketamin yang berefek meningkatkan aliran darah otak.
Barbiturat menurunkan Ca influx, memblok kanal natrium,
menghambat pembentukan radikal bebas, menurunkan laktat ekstrasclulcr,
glutamat dan aspartat. Propofol meningkatkan eksitotoksisitas glutamat,
meningkatkan kerusakan neuronal serta dapat menimbulkan propofol
infuse syndrome (PRIS).

3.1.1 Propofol
Walaupun efek propofol terhadap tekanan perfusi otak disebabkan oleh
efek yang menurunkan tekanan darah, telah ditunjukkan bahwa efek
hemodinamik yang tidak menyenangkan tersebut dapat dicegah dengan
menghindari efek konsentrasi puncak. Efek propofol terhadap
metabolisme otak dan aliran darah otak sama sepcrti golongan barbiturat.
Pada penclitian manusia, juga diperl ihatkan bahwa propofol menurunkan
aliran darah otak dan metabolisme otak. Pada pasien dengan cedera otak,
anestesia dengan propofol akan menurunkan tckanan perfusi otak.

Dasar-Dasar Neuroanestesi ; 13
Pemeliharaan reaktivitas perfusi serebral terhadap CO2 tetap ada.
Propofol menurunkan aliran darah otak (sebanyak 30%), CMRO2
(30%), dan tekanan intrakranial, akan tetapi tckanan perfusi otak juga
mcnurun disebabkan olch karena propofol rnempunyai efek menurunkan
tekanan darah yang hebat. Pcnelitian lain menyatakan bahwa propofol bisa
menurunkan atau tidak mengakibatkan perubahan pada tekanan tekanan
intrakranial. Satu penelitian menemukan bahwa walaupun tekanan cairan
scrcbrospinal lumbal selama induksi dengan propofol mcnurun 32% dan
tekanan darah sistemik mcnurun, tekanan perfusi otak dipertahankan
diatas 70 mmHg (pada ccdera kcpala 50-70 mmHg). Seperti halnya
hipnotik sedatif yang lain, deprcsi susunan saraf pusat (SSP) yang tcrjadi
bergantung pada dosis.
Propofol mendepresi jantung lcbih kuat daripada tiopental. Tekanan
darah turun 15-30%, yang disertai atau tidak disertai reflex peningkatan
denyut nadi. Propofol lebih cfektif daripada tiopental dan etomidate dalam
mencegah respons hemodinamik pada saat intubasi. Propofol
menimbulkan rasa sakit di tempat suntikan. Suntikan pada vena antecubiti
menimbulkan rasa sakit hebat. Suntikan pada vena dorsum manus atau
vena dipergelangan tangan menimbulkan rasa sakit pada 28,5% pasien,
tetapi hanya 8,2% yang bctul-betul sakit. Untuk mencegah rasa sakit bisa
diberikan 10 mg lidokain yang dicampur dengan larutan propofol, atau
disuntikkan lidokain pada vena yang sama sebclum diberikan propofol
dengan tehnik seperti untuk Bier’s block. Temyata, rasa sakit pada
suntikan vena dorsum manus bisa mcnurun dari 28,5% menjadi 8,8%.
Dosis induksi propofol 2-2.5mg/kgBB intravena.
Autorcgulasi dan respons pembuluh darah otak terhadap CO2 tetap
dipertahankan, propofol sering digunakan untuk awake craniotomy, akan
tetapi penggunaan dosis besar dan lama dapat tcrjadi Propofol Infuse
Syndrome (PR1S). Propofol menurunkan tekanan intrakranial akibat
penurunan metabolisme otak dan vasokonstriksi serebral, menurunkan
MAP, maka efek pada CPP

14 | Dasar-Dasar Neuroanestesi
harus bctul-betul dipantau, menurunkan metabolisme mcdula spinal
ditunjukkan dengan pcngurangan pemakaian glukosa secara lokal. Dosis
induksi 2-2,5 mg/kg BB, dosis pemeliharaan 50-150 pg/kg/menit.

3.1.2 Barbiturat
Barbiturat telah digunakan sejak tahun 1837 untuk menurunkan tekanan
intrakranial. Tiopenton adalah suatu serebral vasokonstriktor yang kuat
bergantung pada dosisnya. Selama anestesi dengan barbiturat, CMRO2
berkurang sesuai dengan dosisnya. Pada titik yang menunjukan EEG
isoelektrik, tidak ada penurunan lebih Ian jut dari CMRO2 walaupun dosis
barbiturat dinaikkan. Akibatnya, pcngurangan aliran darah yang paling
besar adalah pada anestesi yang paling dalam. Maksimal penurunan
CMRO2 oleh tiopenton sekitar 55-60%. Jadi dengan barbiturat, depresi
fungsi bersama-sama dengan penurunan aliran darah otak dan CMRO2,
mendukung bahwa barbiturat juga mengurangi komponen rantai metabolik
terhadap fungsi otak dan hanya menimbulkan efek minimal pada fungsi
metabolik untuk mempertahankan integritas scluler.
Penurunan aliran darah yang sama terjadi pada medulla spinalis.
Pemberian tiopenton kontinyu telah berhasil dalam pemberian anestesi
pada bedah saraf dengan dosis total rata-rata 1230mg. Tekanan
intrakranial yang menurun dengan barbiturat, mungkin akibat penurunan
aliran darah otak dan volume darah otak. Walaupun masih kontroversial,
efek ini digunakan untuk terapi peningkatan tekanan intrakranial pada
pasien dengan cedera kepala, paling tidak selama operasi otak dengan
tujuan untuk menghentikan atau mengendalikan peningkatan tekanan
intrakranial akut. Barbiturat menghilangkan efek vasodilatasi serebral
akibat N2O dan ketamin sehingga dapat digunakan sebagai suplemen
anestesi. Barbiturat sering digunakan untuk obat neuroanestcsi dengan
scjumlah alasan. Yang paling penting ialah barbiturat mempunyai efek
menurunkan CMRO2 dengan menurunkan aktifitas sel neuron pada
susunan saraf pnsat sehingga akan menurunkan aliran darah otak dan
tekanan intrakranial.
Peningkatan resistcnsi serebrovaskular hanya menurunkan aliran
darah otak pada daerah yang normal. Karena adanya vasomotor paralisis,
pembuluh darah dalam daerah yang cedera atau iskemik gagal untuk
bereaksi dan tctap dilatasi maksimal. Hasilnya adalah shunting darah dari
daerah yang normal ke daerah iskemik (inverse steal) dan tidak ada
pengaruhnya tcrhadap dinamika cairan sercbrospinal.
Efek SSP dcpresan bcrkaitan dengan besamya dosis yang
diberikan, yang dipcrlihatkan oleli electroencephalografi (EEG) yang

Dasar-Dasar Neuroanestesi | 15
melambat secara progresif. C’MR menurun secara maksimal sampai kira-
kira 50% normal, dan pada titik ini kcadaan EEG datar. Dosis barbiturat
yang tinggi tidak mempunyai pengaruh tcrhadap CMRO2. Barbiturat
menurunkan aktivitas radikal bebas dan kemnngkinan menccgah cedera
selanjutnya terhadap daerah iskemik. Barbiturat juga bekerja sebagai
antikonvulsan. Karena sifat ini, barbiturat digunakan untuk proteksi otak.
Untuk neuroanestesia, tiopental merupakan barbiturat yang paling
sering digunakan, tetapi metohexital dan tiamilal juga digunakan di ncgara
lain. Tiopental dimetabolisme di hepar 10- 25% per jam. Tiopental
umumnya diubah menjadi metabolit yang tidak aktif, tetapi sejumlah kecil
menjadi pentobarbital yang bersifat long acting. Tiopental juga
mempunyai hepatic extraction ratio (clearance dibagi hepatic blood flow).
Lambatnya climinasi tiopental menyebabkan terjadinya akumulasi obat
bila diberikan dalam dosis besar.
Pentotal (Tiopental) menurunkan tckanan intrakranial hanya jika
telah ada kenaikan tekanan intrakranial, tetapi pada bedah saraf penting
untuk mengurangi tekanan intrakranial akibat tchnik anestesi, misalnya
pada saat laringoskopi-intubasi dan akibat obat anestesi yang lain. Pentotal
merupakan obat anestesi intravena tcrpilih untuk anestesi operasi otak.
Proteksi otak harus dilakukan sebelum, sclama pemberian anestesi dan
setelah operasi selesai. Pada umumnya dibuat sediaan dengan konsentrasi
2,5%, dosis induksi 4-6mg/kgBB (rata-rata 5mg/kgBB) dan untuk proteksi
otak digunakan pentotal dengan dosis 1-3 mg/kgBB/jam. Mekanismc
pentotal yang bekerja sebagai protektor adalah sebagai berikut:
menurunkan CMRO2, memperbaiki distribusi aliran otak, menekan
seizure, menekan katekolamin yang menyebabkan reaktivitas, anestesia,
imobilisasi, hilangnya tcrmoregulasi, menurunkan tekanan intrakranial,
menurunkan edema serebral, menurunkan sekresi cairan serebrospinal,
pembersih radikal bebas.
stabi I isasi membrane, blockade calsium channel, merubah metabolisme
asam lemak.
Tiopental menurunkan aliran darah otak (cerebral blood /low/CBF)
dan metabolisme otak (cerebral metabolic rate for oxvgen/CMRCh)
paralcl dcngan adanya isoelcktrik scl neuron yang tcrlihat pada EEG. Efck
serebral vasokonstriksi, sekunder dari mcnurunnya metabolisme otak,
tidak mengganggu autoregulasi dan reaktivitas pembuluh darah otak
terhadap CO2, kecuali dosis bcsar.

16 | Dasar-Dasar Neuroanestcsi
3.1.3 Ctomidat
Etomidat adalah senyawa imidazole non barbiturat yang mempunyai cfek
menguntungkan karena sedikit mendepresi kardiovaskuler pada penderita
yang sehat. Bila ada penyakit kardiovaskuler, etomidate sedikit menekan
sistem kardiovaskuler. Kclemahan etomidate adalah timbulnya gerakan
otot involunter serta menekan fungsi adrenokortikal. Kejadian mioklonus
dapal dihilangkan dcngan fentanyl. Peningkatan mortalitas pada pasien
yang disedasi dcngan infus etomidate adalah akibat efeknya pada sintesis
kortisol. Etomidate mcnginhibisi aktivitas enzim 17a- hydroxylase dan 11
[1-hydroxylase yang diperlukan untuk sintesis cortisol, aldosterone, 17-
hydroxyprogcsteron dan kortikosteron. Setelah suatu dosis induksi,
penekanan adrenal menetap untuk 5-8 jam.
Efek etomidate pada serebral sama seperti golongan barbiturat. Hal
ini telah ditemukan pada penelitian anjing. Selama infus etomidate,
CMRO2 menurun sccara progresif sampai EEC isoelektrik, tetapi seperti
halnya tiopenton, peningkatan dosis etomidate setelah EEG datar tidak
menimbulkan penurunan lebih lanjut daripada CMR02dan energi
metabolisme otak tetap normal. Tidak seperti CMRO2, aliran darah otak
menurun curam sekali dcngan dimulainya pemberian infus dan mencapai
maksimal. Hal ini mendukung bah'wa etomidate menimbulkan
vasokonstriksi dcngan suatu mekanisme yang berbeda daripada barbiturat.
Terjadi pula penurunan yang paralel pada tekanan intrakranial dan aliran
daralrotak.
Pada manusia, etomidate menyebabkan penurunan yang paralel dan
aliran darah otak dan CMRO2, dcngan dosis klinis.

Dasar-Dasar Neuroanestesi | 17
dua-duanya menurun kira-kira 30-50%. Rcaktivitas terhadap CO2
dipertahankan selama ancstesi dcngan etomidate. Etomidate efektif
mcnurunkan tekanan intrakranial tanpa menurunkan tckanan perfusi otak.
Pada pasien yang mengalami cedcra kcpala bcrat, etomidate menurunkan
tekanan intrakranial, sedangkan aktivitas elektrokortikal tctap ada dan
tidak efektif bila aktivitas itu ditckan secara maksimal. Hal ini
mcnunjukkan bahwa penurunan tekanan intrakranial mungkin disebabkan
pengurangan aliran darah otak yang dibantu oleh efek dcpresi etomidate.
Etomidat menurunkan C’BF dan CMRO2. Mioclonus efek yang
tidak diinginkan pada pemberian etomidat, dapat disalah interprestasi
sebagai aktivitas seizure. Penggunaan lama dapat menekan respon
adrenoeortical terhadap sties. Dibanding tiopental dan propofol, efek
kardiovaskulemya lebih ringan. Dosis 0,2-0,4 mg/kg. Efek pada
autoregulasi bclum dievaluasi. Reaktivitas terhadap CO2 tetap terjaga.
Menurunkan tekanan intrakranial tanpa menurunkan tekanan perfusi otak.
Efek etomidate pada SSP: merupakan serebral vasokonstriktor yang
menyerupai tiopental, mampu menurunkan tekanan intrakranial. Etomidat
dianjurkan untuk neuroanestesia, karena profil metabolik serebral yang
sama dibandingkan barbiturat tanpa efek samping kardiovaskuler.
Etomidate menurunkan aliran darah otak dan konsumsi oksigen,
serta menumpulkan peningkatan tekanan intrakranial yang dihubungkan
tindakan intubasi. Tidak seperti halnya pcntotal dan propofol, etomidate
mengurangi tekanan intrakranial tanpa menurunkan tekanan darah arterial
dan tekanan perfusi otak.
Etomidate mempunyai efek proteksi otak dengan menurunkan
CMRO2, menurunkan atau redistribusi aliran darah otak, menurunkan
volume darah intrakranial, stabilisasi membran, inhibisi pelcpasan radikal
bebas. Beberapa penelitian pada model hewan coba, etomidate
memberikan proteksi selama iskemi global non komplit dan hipoksemia
bcrat.

3.1.4 Ketamin
Serebral vasodilator meningkatkan aliran darah otak 60/80% dan
menyebabkan kenaikan tekanan intrakranial yang bisa dikurangi dengan
hiperventilasi atau barbiturat. Peningkatan aliran darah otak oleh ketamin
dapat dilawan olch skopolamin, tctapi diperhebat olch CO2 atau
fisostigmin. Ketamin meningkatkan tekanan intrakranial secara hebat.
Efek peningkatan tekanan intrakranial ini dapat dilawan dengan
hipokapnia, pentotal atau benzodiazcpin. Akan tetapi beberapa penelitian

18 I Dasar-Dasar Neuroanestesi
menunjukkan kcgagalan sekobarbital, droperidol, diazepam, atau
midazolam untuk melawan efek kenaikan tekanan intrakranial akibat
ketamin. Ketamin menycbabkan peningkatan resitensi absorpsi cairan
cerebrospinal, yang akan meningkatkan tekanan intrakranial lebih dari
yang ditimbulkan oleh peningkatan darah otak saja. Metabolisme otak
tidak berubah walaupun ada perbedaan secara regional. Jadi ketamin tidak
dianjurkan untuk neuroanestesia, terutama pada pasien dengan
peningkatan tekanan intrakranial atau penurunan komplian intrakranial.
Dosis induksi ketamin menycbabkan peningkatan tekanan darah,
laju nadi, aliran darah otak, dan metabolisme otak. Adanya depresi
respirasi menimbulkan hiperkapni ringan, neuroeksitasi regional/seizure,
peningkatan metabolisme otak. vasodilatasi pembuluh darah screbral.
Autoregulasi dan reaktivitas pembuluh darah otak terhadap CO2 tidak
terganggu. Meningkatkan PaCCh dan tekanan intrakranial pada pasien
normal dan yang sebelumnya sudah ada hipertensi intrakranial. Dosis: 1-2
mg/kg i.v, 5-10 mg/kg i.m. Infus 1-2 mg/kg/jam.

3.1.5 Benzodiazcpin
Dengan diperkenalkannya senyawa midazolam yang larut dalam air,
penggunaaannya untuk induksi anestesi menjadi popular lagi, padahal
dahulu penggunaan benzodiazepin hanyalah untuk memberikan sedasi dan
amnesia saja. Midazolam menycbabkan penurunan aliran darah otak dan
CMRO2 secara paralel dibandingkan dengan pentotal, efek penekanan
metabolisme otak lebih sedikit.
Pada manusia midazolam 0,15 mg/kg menurunkan aliran darah ke
otak kira-kira 30% dengan penurunan CMRO2 dan efek ini dapat dihambat
secara sempurna dengan antagonis benzodiazepin spesifik, yaitu
flumazenil. Midazolam dapat menurunkan tekanan intrakranial atau
tekanan intrakranial tidak berubah. Pada pasien pcndcrita tumor otak,
induksi dengan midazolam 0,25 mg/kg tidak mempunyai pengaruh pada
tekanan intrakranial. Pada pasien yang mcngalami kenaikan tekanan
intrakranial dan yang scdang dianastesi dengan fentanil dan N:0,
pemberian midazolam 0,2 mg/kg menurunkan tekanan intrakranial
walaupun tidak ada pengaruh yang nyata dibandingkan dengan yang
tekanan intrakranialnya normal. Midazolam memberikan hemodinamik
yang lebih stabil daripada tiofenton. Bila diberikan pada pasien tumor
otak, ada sedikit penurunan dan tekanan darah rcrata dan tekanan perfusi
otak cenderung tidak turun.

Dasar-Dasar Neuroanestesi | 19
Efek diazepam pada cairan darah otak dan CMRO: bcrv'ariasi dan
bergantung pada spesiesnya. Pada manusia, diazepam dalam kombinasi
dengan fentanil dan N2O menyebabkan penurunan yang paralel dari aliran
darah otak dan CMRO2 sedangkan rcaktivitas terhadap CO2 tetap
dipertahankan.
Pada pasien yang mengalami eedera kepala, diazepam
menyebabkan penurunan aliran darah otak dan CMRO2 sebanyak 25%.
Bertcntangan dengan asumsi yang menggangap bahwa tekanan
intrakranial akan menurun akibat lebih rendahnya aliran darah otak,
ternyata diazepam 0,25 mg/kg tidak mengubah tekanan intrakranial.
Lorazepam, triazolam, dan flurazepam mempunyai efek yang sama
dengan diazepam dan midazolam.
Bcnzodiazepin adalah suatu hipnotik sedatif, tetapi mempunyai
rentang yang lebih besar, berefek ansiolitik, antikonvulsan, dan amnesia.
Bcnzodiazepin menyebabkan depresi SSP sesuai dengan dosisnya
sehingga terjadi penurunan CMRO2, aliran darah otak, sedangkan terhadap
intrakranial mempunyai efek proteksi otak walaupun kurang dibandingkan
dengan barbiturat. Efek bcnzodiazepin dan penggunaannya terlihat pada
tabel di bawah ini.

(1) Diazepam
Diazepam mcrupakan standar golongan benzodiazepine yang
digunakan untuk premedikasi secara oral. Level puncak dalam darah
dicapai setelah 1 jam (pada dewasa) atau 15-30 menit (pada anak-
anak). Diazepam adalah obat antikonvulsan yang baik dan mcrupakan
obat pertama kali diberikan pada pasien

20 | Dasar-Dasar Ncuroanestesi
dengan status cpilcptikus. Kadang-kadang digunakan sebagai obat
induksi karcna dcpresi kardiovaskuler minimal, meskipun inula kerja
sangat lambat dan pemulihannya sangat lama. Metabolisme di hcpar
menycbabkan dibentuknya metabolik yang bcrsifat long acting, yang
menycbabkan panjangnya lama kerja diazepam. Waktu paruh
memanjang pada usia lua, pemakaian cimetidin dan penyakit hcpar.
Tabel 5. Benzodiazepin

Dasar-Dasar Neuroanestesi j 21
Bila diazepam dipakai sebagai dosis tunggal, efck depresi nafas
minimal, tetapi bila disatukan dengan narkotik bisa terjadi apnoe.
Pemberian diazepam secara intramuskulcr tidak dianjurkan scbab
absorpsinya jelck. Penggunaan diazepam sebagai sedasi selama
pembedahan lebili jarang daripada midazolam, scbab sedasi
midazolam lebih kuat dan tidak sakit bila disuntikan serta waktu
paruhnya yang lebili pendek.
Diazepam 0,2 mg/kg intravena menurunkan aliran darah otak
dan CMRO2 sebanyak 15%.
Kombinasi diazepam dengan 70% N2O menurunkan CMRO2
dan aliran darah otak 40%. Hal ini menunjukkan adanya interaksi
sinergistik antara diazepam dan N2O. Kombinasi diazepam dengan
fentanil menurunkan aliran darah otak dan CMRO2. Pada pasien yang
mcngalami eedera kepala, diazepam menurunkan aliran darah otak
dan CMRO2 sebanyak 20%. Berlawanan dengan perkiraan bahwa
tekanan intrakranial akan menurun karena aliran darah otak menurun,
diazepam 0,25 mg/kg ternyata tidak menurunkan tekanan intrakranial.

(2) Midazolam
Midazolam mcmiliki potensi 3-4 kali diazepam dengan mula kerja
dan pemulihan yang lebih ccpat. Tekanan darah menurun, terutama
bila ada hipovolemia akibat turunnya resistensi perifer dan curah
jantung. Midazolam menyebabkan penurunan aliran darah otak dan
CMRO2 sebanyak 40% dan lebih protektif terhadap otak
dibandingkan dengan diazepam, tetapi kurang jika dibandingkan
tiopental. Midazolam menurunkan aliran darah otak dan metabolisme
sercbral, tetapi lebih menekan aliran darah otak daripada
metabolisme. Pada pasien penderita tumor otak. induksi dengan
midazolam 0,25 mg/kg tidak mempunyai efek terhadap tekanan
intrakranial sebagai antikonvulsi, midazolam lebih baik daripada
diazepam karena tingginya pcnctrasi SSP. Midazolam juga
mendepresi nafas sedikit lebih kuat daripada diazepam, terutama
dalam dosis besar atau bila diberikan bersama-sama narkotika.
Anterograde amnesia sangat menonjol dan berakhir satu jam
setelah pemberian intramuskuler dan berakhir 2 jam setelah
pemberian intravena. Metabolisme terjadi di hepar tanpa dibentuk
metabolik aktif. Bila digunakan untuk sedasi selama pembedahan.
berikan midazolam secara titrasi untuk memperoleh keadaan pasien

22 I Dasar-Dasar Neuroancstesi
tenang, tetapi tidak tidur.

(3) Lorazepam
Pcnelitian pada primata menunjukkan bahwa lorazepam mengurangi
CMRO; dan mcningkatkan resistensi pembuluh darah otak sehingga
akan mengurangi aliran darah otak. Tidak adanya perubahan
metabolisme serebral mendukung pengurangan CMRO; proporsional
dengan atau melebihi penurunan aliran darah otak.

3.2 Anestetika Inhalasi


Antara ketiga anestetika inhalasi halotan. enfluran, dan isofluran, ketiga-
tiganya menurunkan tekanan darah sarna besarnya, tetapi mekanismenya
yang berbeda. Penurunan tekanan darah oleh isofluran terutama karena
penurunan resistensi vaskuler sistemik, sedangkan halotan karena
penurunan curah jantung.
label 7. Efek kardiovaskuler dari anestetika inhalasi pada 1-1,5 MAC pada orang
sehat dengan PaCO? normal
Variabel Halotan Enfluran Isofluran Sevofluran
Tekanan darah u u u 1
Resistensi vaskuler 0 1 u u
Curah jantung u u 0 0
Kontraksi jantung 1 il 0 0
CVP T T 0 0
Denyut jantung 0 T TT or
Sensitisasi jantung TTT T 0 0?
terhadap epinefrin
Keterangan: 0 tidak berubah (< 10%). [ : menurun 10 - 20%. J,j: menurun 20 40% t:
mcningkat

3.2.1 Halotan
Halotan menurunkan CMRO; paling sedikit daripada anestetika inhalasi
lain. Pada konsentrasi 1,5% CMRO; menurun 25%, pada konscntrasi 4,5%
CMRO2 menurun 50%, dan HEG isoelektrik. Akan tctapi, konscntrasi
halotan yang lebih dari 2% mcmpunyai efck metabolik yang toksik akibat
adanya kerusakan initokondria respirasi. Kadar laktatotak mcningkat.
Halotan meningkatkan aliran darah otak dua kali lebih bcsar
dibandingkan dengan enfluran dan isofluran dengan gangguan
autoregulasi yang nyata. Autoregulasi hilang pada dosis lebih dari 1 MAC
dan hilangnya autoregulasi menetap sampai periode pascabedah. Volume
darah otak meningkat 12%. Pembentukan likuor mclambat, tetapi absorpsi

Dasar-Dasar Neuroanestesi | 23
juga dihambat. Kenaikan tekanan intrakranial yang tidak terhindarkan
tidak dapat dikurangi dengan hiperventilasi sebelum pemberian halotan.
Penyebab timbulnya hipertensi intrakranial adalah rusaknya sawar darah
liquor dan sawar darah otak oleh halotan.
Iskemia kurang ditoleransi dengan halotan dibandingkan dengan
enfluran dan isofluran, yang terjadi pada tekanan arteri rerata yang lebih
tinggi. Nilai aliran darah otak kritis selama oklusi arteri karotis lebih tinggi
dengan halotan daripada dengan sevofluran. Halotan meningkatkan air
dalam jaringan otak, memperburuk edema otak yang telah ada, dan
meningkatkan peimeabilitas sawar darah otak. Karena itu, halotan
merupakan kontraindikasi pada eedera kepala berat. Halotan tidak
dianjurkan pada bedah saraf.
Tabel 8. Pengaruh Anestetika Inhalasi pada C’BF, CMRO2 dan IC’P
Anestetika Inhalasi CBF CMRCh ICP
N:0 meningkat 0/meningkat meningkat
Halotan meningkat Menurun meningkat
Enfluran meningkat Menurun meningkat
Isofluran meningkat Menurun meningkat
Desfluran meningkat Menurun meningkat
Sevofluran meningkat Menurun meningkat
Kelerangan: C'BF cerebral blood flow; CMRO;= cerebral metabolic rate for
oxygen; ICP - intracranial pressure.
Dikutip dari: Newfield P. Cottrell JE, cd. Handbook of neuroancsthesia, 4 th ed;
2007

24 | Dasar-Dasar Neuroanestesi
label 9. Pengaruh Anestetika Inhalasi pada CBF, CMRO2 dan ICP

Keterangan: CBF cerebral blood How; CMRO: cerebral metabolic rate for oxygen; IC'P =
intracranial pressure.
Dikutip dari: Cottrell JE, Patel P, ed. Cottrell and Patel's Neuroanesthesia, 6th ed; 2017

Tabcl 10. Pengaruh Anestetika Inhalasi pada Laju Pembentukan CSF, Resistensi
Reabsorpsi CSF, dan ICP

Keterangan: Vr= kecepatan pembentukan CSF; R., rcsistcnsi tcrhadap absorpsi C'SF;
ICP intracranial pressure/tekanan intrakranial 0 = tidak ada perubahan, - = mcnurun, * cfek
tcrgantung dari dosis. ? tidak tcntu. a cfck tcrjadi hanya selama hipokapnia dikombinasikan
peningkatan tekanan C'SF. Dikutip dari: Ncwfield P. Cottrell JE, ed. Handbook of
neuroanesthesia, 4lh cd; 2007

3.2.2 Enfluran
Walaupun merupakan suatu isomer isofluran, enfluran mempunyai efek
yang berbeda tcrhadap SSP. Enfluran menyebabkan kejang pada dosis
sedang, terutama selama hipokapnia. Hal ini menyebabkan obat ini tidak
terpilih untuk neuroanestesi.
Enfluran menuriinkan CMRO2 lebih besar daripada halotan, tctapi
kurang daripada isofluran. Bcbcrapa pcneliti menyatakan terjadi
penurunan 50% pada 2 MAC, sedangkan yang lain mengatakan
penurunan maksimal 30% pada I MAC atau lebih. Dcngan onset kejang,
CMRCB mcningkatkan 400% dengan peningkatan aliran darah otak yang
jauh di atas normal, yang

Dasar-Dasar Neuroanestesi | 25
terlihat dengan enfluran. Kcnyataan, aliran darah otak meningkat sedikit
disebabkan adanya pcnurunan tekanan darah. Pada konsentrasi klinis
enfluran, volume darah otak meningkat kira-kira 15%.
Berdasarkan efeknya terhadap cairan sercbrospinal, enfluran
meningkatkan pembentukan dan resistensi terhadap absorpsi, schingga
terjadi peningkatan volume cairan serebrospinal. Hal ini mcrupakan faktor
penting dalam pemakaian jangka lama. Kejang EEG terjadi pada
pemakaian enfluran 2 MAC, terutama jika PaC02< 30 mmHg.
Autoregulasi hilang pada dosis > 1MAC.

3.2.2 Isofluran
Isofluran merupakan anestetika inhalasi yang baik untuk neuroanestesi
yang menuninkan CMRO2 50% pada 2 MAC. Oleh karena efek CMRO2
oleh isofluran disebabkan oleh pcnurunan fungsi neuron, bukan oleh
toksisitas metabolik, dosis isofluran yang lebih tinggi tidak menimbulkan
perubahan seperti thiopental. Hal ini tidak mengherankan bahwa obat-
obat ini tidak memberikan keuntungan selama isketnia berat yang
menimbulkan EEG datar. Untuk incomplete global ischemia, isofluran
kurang efektif dibandingkan pentotal.
Isofluran, sebagai suatu vasodilator serebral, akan mengambil darah
dari daerah iskemia yang mengalami vasomotor paralisis (steal effect).
Scbaliknya, thiopental merupakan suatu cerebral vasokonstriktor yang
dapat mendistribusikan darah ke daerah yang sama (inverse steal).
Dengan isofluran, aliran darah otak juga akan meningkat, tetapi
kurang jika dibandingkan dengan anestetika inhalasi yang lain. Pada
konsentrasi rendah (0,5%), isofluran menurunkan aliran darah otak.
sedangkan pada konsentrasi 0,95% meningkatkan aliran darah otak.
Peningkatan tekanan intrakranial dengan 1% isofluran ini dapat
dihilangkan dengan hipokapnia atau dengan barbiturat.
Autoregulasi terganggu oleh isofluran, tetapi tetap berfungsi
sampai 1,5 MAC. Rcspon terhadap hipokapnia masih baik sampai
2.8 MAC, tetapi pada dosis ini kenaikan PaCCC gagal untuk
mempengaruhi aliran darah otak, karena pembuluh darah otak sudah
berdilatasi maksimal. Dengan isofluran, aliran darah otak meningkat,
tetapi ada penurunan resistensi absorpsi cairan serebrospinal. Dengan
hiperventilasi, pcrubahan tekanan intrakranial minimal.
Pcningkatan tekanan intrakranial akibat isofluran berakhir setelah
30 menit, tetapi akibat halotan/enfluran berakhir lebih dari 3 jam.

26 | Dasar-Dasar Neuroanestesi
Isofluran menurunkan tekanan darah, terutama dengan menurunkan
resistensi perifer. Isofluran juga sering digunakan untuk menurunkan
tekanan darah, terutama pada kasus operasi aneurisma. Tidak ada
hipertensi rebound atau takifilaksis akibat isofluran. Bila ada takikardi
akibat isofluran, hal ini bisa diatasi dengan (3-bloker. Isofluran
mempunyai efek serebral metabolik depresi kuat sehingga mempunyai
efek proteksi otak. Akan tetapi, penelitian terbaru menyatakan bahwa efek
proteksi otak isofluran sebagai antinekrotik, tapi tidak antiapotopik
sehingga secara keseluruhan dianggap isofluran tidak mempunyai efek
proteksi otak. Pada praktik klinis dapat diberikan anestesi dengan
isofluran yang ditambah infus kontinyu pentotal 1 3 mg/kgBB/jam
untuk
proteksi otak.

3.2.3 Sevofluran
Sevofluran adalah suatu obat anestesi inhalasi derivat methyl
isoprophylether dengan kelarutan dalam darah yang rendah (0,63), uptake
dan climinasi cepat.
Induksi inhalasi berlangsung cepat. tanpa iritasi jalan nafas, batuk,
menahan nafas, spasme laring. dengan konsentrasi tinggi sevofluran (8%).
Secara umum anestetika inhalasi menyebabkan dilatasi pcmbuluh darah
serebral. Keseluruhan efek pada aliran darah otak bergantung pada
keseimbangan antara efek vasodilatasi langsung dengan efek tidak
langsung dari penurunan metabolisme otak. Respon autoregulasi tetap
intact sampai 1,5 MAC sevofluran sedangkan dengan 1,5 MAC isofluran
dan desfluran autoregulasi sudah terganggu.
Sevofluran memberikan pemulihan yang lebih cepat dan penilaian
neurologis pascabedah yang lebih cepat daripada isofluran pada kasus
bcdah saraf yang memerlukan operasi yang lama.
Obat anestesi inhalasi pada umumnya menyebabkan vasodilatasi
pembuluh darah serebral, dan meningkatkan aliran darah otak. Bila
dibandingkan antara semua obat anestesi inhalasi yang ada di Indonesia,
efek vasodilatasi serebral sevofluran < isofluran < ethran < halotan. Efek
vasodilatasi serebral sevofluran 0.6 kali efek isofluran. Efek akhir dari
aliran darah otak bergantung pada keseimbangan efek langsung
vasodilatasi dan efek tidak langsung akibat penurunan metabolism otak.
Kcuntungan utama sevofluran adalah kelarutannya yang rendah
sehingga onsetnya cepat, pemulihan cepat. scrta mudah mengatur

Dasar-Dasar Neuroancstesi | 27
kcdalaman anestesi, selain itu mempunyai efek proteksi otak, serta paling
kecil menycbabkan vasodilatasi pembuluh darah otak dibandingkan
dengan obat anestesi inhalasi lainnya.
Sevofluran merupakan obat yang baik untuk ncuroanestcsi karena:
a. Mempcrtahankan autoregulasi serebral
b. Mcnurunkan CMRO2. analog dengan obat anestesi inhalasi
dan intravena
e. Pengaruh terhadap tckanan intrakranial dan respon pada
hipokapnia sama dengan isofluran
d. Tidak mengaktivitasi sistem saraf sirnfatis manusia
e. Tidak menyebabkan aktivitas epileptiform seperti enflurane
f. Kocfisien partai lebih rendah daripada isofluran sehingga
induksi dan pemulihan lebih cepat scrta lebih baik daripada
isofluran bila pasien perlu dibangunkan ketika operasi sedang
bcrlangsung serta mudah menilai fungsi ncurologis
pascabedah.
g. Tidak ada peningkatan denyut jantung, seperti halnya
isoflurane
h. Sensitivitas terhadap katekholamin tidak meningkat
i. Pengaruh pada EEG sama dengan isoflurane

Sevofluran sama seperti isofluran berpengaruh terhadap tekanan


intrakranial dan memberikan respons terhadap hipokapni. Satu penelitian
pada 4 pasien dengan lesi masa supratentorial dimungkinkan untuk
mempcrtahankan tekanan intrakranial 5mmHg dari asal dengan atau tanpa
hiperventilasi.

28 1 Dasar-Dasar Ncuroanestcsi
3.2.5 Desfluran
Luti dkk., meneliti pengaruh desfluran pada anjing. Desfluran
menimbulkan penurunan CMRO2 bergantung pada dosisnya. Scpcrti
halnya obat anestesi inhalasi lainnya, desfluran bersifat vasodilator dan
menyebabkan penurunan resistensi pembuluh darah serebral bergantung
pada besarnya dosis yang dibcrikan.
Pada konsentrasi desfluran diatas I MAC (MAC desfluran 6.0),
aliran darah otak mcningkat. Bila tekanan darah menurun dengan
besarnya dosis desfluran, tekanan pcrfusi otak akan turun dan bila turun di
bawah batas bawah autoregulasi, aliran darah otak akan turun. Perubahan
tekanan intrakranial terjadi minimal. Efek vasodilatasi serebral desfluran
lebih besar daripada sevofluran dan isofluran demikian juga peningkatan
tekanan intrakranialnya lebih tinggi desfluran daripada sevofluran dan
isofluran. Pada pemakaian I MAC, C'BF dengan dcsflurane 16% lebih
tinggi daripada isofluran dan lebih besar daripada sevofluran.
Penurunan C'MRO: terbatas sampai 20% mungkin akibat depresi
metabolik maksimal yang dicapai pada konsentrasi >2 MAC. Pada
penelitian lain pada anjing, reaktivitas CO2 dipertahankan pada 1-2 MAC
desfluran. Desfluran mempunyai kelarutan yang sangat rendah sehingga
uptake dan eliminasi terjadi sangat, cepat. Baunya sangat mcrangsang
sehingga bila dilakukan induksi inhalasi kejadian batuk, tahan nafas, dan
spasme laring sangat tinggi. Patel & Goa mengatakan bahvva desfluran
kontra indikasi pada anak uniur < 12 tahun. Kejadian batuk dan menahan
nafas ini menyebabkan desfluran tidak merupakan pilihan pada induksi
untuk anak.
Sepcrti halnya isoflurane, desfluran mcningkatkan denyut jantung
dan menekan kontraksi jantung, letapi lebih ringan dibandingkan dengan
halotan. Seperti halnya isofluran juga, desfluran mempertahankan curah
jantung. Sensitivitas desfluran terhadap katecholamine masih
kontroversial, ada yang mengatakan meningkatkan, tapi ada yang
mengatakan tidak ada pengaruhnya. Tekanan cairan serebrospinal ini
mungkin terjadi akibat peningkatan produksi cairan serebrospinal
tanpa disertai
perubahan kecepatan absorpsi cairan serebrospinal.

Dasar-Dasar Neuroanestesi | 29
3.2.6 NjO
N2O 60% meningkatkan aliran darah otak kira-kira 100%, meningkatan
CMRO2 kurang lcbih dari 20%. Pcningkatan aliran darah otak dapat
dikurangi dengan barbiturat (pcntotal), opioid, hipokapnia. Efek pada
aliran darah otak dan tekanan intrakranial lebih lemah dibandingkan
dengan halotan karena mudah dilawan dengan hipokarbia dan
vasokonstriksi (barbiturat). Hindari pemakaiannya bila ada aerocele atau
sampai 5 hari sctelah operasi atau bila ada resiko emboli udara. Kejadian

emesis oleh N2O bisa meneapai 90%, dengan alasan-alasan diatas


Pentotal Ya Ya Ya Ya Ya
Midazolam Ya Ya Ya
Propofol Tidak Tidak Ya Ya Ya
Etomidat Tidak Tidak Tidak
Lidokain Ya Ya Ya Ya mmYa
N20 50% Tidak Tidak Tidak Tidak
Isotluran 2% Tidak Tidak Ya Ya Tidak
Sevofluran4% Ya ■h Ya Ya
Desfluran ya WkWWRfa
ya ya ya Ya
6%
Kcterangan: - bclum ada penclitiannya
Dikutip dari: Cottrell & Young Ncuroanesthesia, 2010

penggunaan N2O harus betul-betul dipertimbangkan.

Tabel 11. Ef'ek Ancstetika pada Respon Fisiologik dan Level Ion

Tabel 12. Efek Anestetika Inhalasi pada Dinamika CSF


Anestetika Inhalasi Vf Ra Prediksi Efek
pada ICP
Desfluran 0,+,a 0 0,+,a
Enfluran
Konsentrasi rendah 0 + +
Konsentrasi tinggi + 0 +
Halothan - + +
Isofluran
Konsentrasi rendah 0 0,+,b 0,+,b
Konsentrasi tinggi 0 - -

N;0 0 0 0
Sevofluran - + ?
Keterangan: Vf; kecepatan pembentukan CSF, Ra: resistensi absorpis, +: meningkat. 0:
tidak ada perubahan, menurun, a: efek terjadi saat hipokapnia kombinasi dengan
peningkatan tekanan CSF dan terapi furosemid, b: efek bergantung dosis. ?:
tidak tentu.
Dikutip dari: Cottrell & Young, 2010

30 I Dasar-Dasar Neuroanestesi
Dasar-Dasar Neuroanestesi | 40
3.3 Obat Pelumpuh Ot ot
Secara umum scmua pelumpuh otot tidak menembus sawar darah otak.
Setiap elek pada SSP adalah efck sekunder akibat pelepasan histamin,
perubahan hemodinamik, cfek metabolit, dan perubahan input aferent
serebral. Pelumpuh otot semunya meningkatkan aliran darah otak, tapi
yang paling sedikit meningkatkan aliran darah otak adalan vecuronium
dan rocuronium, sehingga vecuronium dan rocuronium merupakan
relaksan terpilih untuk bedah saraf.
Succinylcholin dapat meningkatkan CBF dan ICP akibat sekunder
dari peningkatan aktivitas muscle spindle yang meningkatkan input aferent
serebral. Perubahan pada ICP adalah sedang dan sclintas. Efck merugikan
adalah meningkatkan pelepasan kalium.

Atracurium
Menyebabkan pelepasan histamin bila diberikan dalam dosis besar.
Laudanosin, metabolit aktif dari atracurium yang dapat menyebabkan
seizure pada hewan coba. Cisatracurium tidak 41 | Dasar-Dasar Neuroanestesi
menycbabkan “histamin release” dan tidak berkaiian dengan
pembentukan metabolik toksik.

Vecuronium
Mctnpunyai keuntungan mcmberi hemodinamik yang stabil vvalau
diberikan dalam dosis besar. Bradikardi terjadi bilamana vecuronium
dikombinasi dengan dosis besar narkotik. Tidak mempengaruhi tekanan
intrakranial ataupun dinamika cairan sercbrospinalis. Merupakan pilihan
popular pada neuroanestesi

Rocuronium
Merupakan vagolitik lemah. Tidak bcrkaitan dengan metabolik aktif.
Mula kerja ccpat, merupakan pilihan pada tindakan intubasi.

Pancuronium
Menurunkan MAC dari anestesi inhalasi. Dosis besar menycbabkan
hipertensi dan takikardi yang dapat meningkatkan aliran darah otak dan
tekanan intrakranial.

Pengaruh obat pelumpuh otot tcrhadap hemodinamik dan tekanan


intrakranial terlihat pada tabel dibawah ini:

3.4 Narkotik Analgetik


Efek narkotik pada aliran darah otak sulit dijelaskan dengan tepat karcna
data eksperimen yang berbeda. Akan tetapi, dosis kccil
narkotik memberikan sedikit pengamh pada aliran darah otak dan
metabolisme otak, sedangkan dosis bcsar menurunkan aliran darah otak
dan metabolisme otak.
Autoregulasi sercbral dan reaktivitas terhadap CO2 tetap
Dasar-Dasar Neuroanestesi | 33
dipertahankan. Efek pada dinamika cairan scrcbrospinal terlihat pada
tabel dibawah ini:
Tabel 17.Pengaruh Narkotik pada Laju Pembentukan CSF, Resistensi Reabsorpsi
CSF, dan ICP

Kctcrangan: Vr kecepatan pembentukan CSF; R., resistensi terhadap absorpsi CSF;


ICP intracranial pressure/tekanan intrakranial; 0 tidak ada perubahan; - menunin: * = efek
tergantung dari dosis; ? tidak tentu.
Dikutip dari: Newftcld P, Cottrell JE, ed. Handbook of neuroanesthesia, 4 th ed; 2007

Terhadap tekanan intrakranial sedikit atau hampir tidak


menurunkan. Akan tetapi. pada kcadaan tertentu terjadi peningkatan
tekanan intrakranial, sebagai contoh, pemberian bolus sufentanil
meningkatkan tekanan intrakranial pasicn dengan cedera kepala berat.
Pada pasien dengan tumor supratentorial, pemberian bolus sufentanil dan
alfentanil meningkatkan tekanan cairan serebrospinal.
Efek narkotik pada aliran darah otak sulit ditentukan karena adanya
laporan pcnelitian yang saling bertentangan.
■ Dosis kecil narkotik mempunyai efek sedikit pada aliran darah
otak dan CMRO2
■ Dosis besar secara progresif menurunkan aliran darah otak dan
CMRO:.
■ Autoregulasi dan reaktivitas pembuluh darah otak terhadap CO2
dipertahankan.
■ Tidak menurunkan atau sedikit menurunkan tekanan intrakranial.

43 | Dasar-Dasar Neuroanestesi
3.5 Obat Adjuvan
3.5.1 Dexmedetomidin
Mempunyai efck “anesthesia sparring effect", mempunyai efek sedatif
dan analgetik. Mempunyai efek proteksi otak. Menumpulkan kenaikan
tekanan darah akibat laringoskopi- intubasi. Dosis bolus 0,1 ug/kg
diberikan dalam waktu 10-15 menit, dosis rumatan adalah 0,2-0,7
ug/kg/jam.
Gambar 5.FisioIogi dan patolisiologi intrakranial dalam hubungannya dengan anestetika

Dasar-Dasar Neuroanestesi | 35
BAB 4
PRINSIP-PRINSIP NEUROANESTESI

Prinsip pengelolaan anestesi untuk operasi otak atau operasi lain di luar
otak tctapi pasiennya mempunyai kelainan otak adalah sebagai berikut
dan disebutkan sebagai prinsip ABCDE Neuroancstesi yaitu:

A invay.
Jalan nafas harus bcbas sepanjang waktu, karena bila tcrjadi hipoksia dan
atau hiperkarbia, maka aliran darah otak akan meningkat dan tekanan
intrakranial akan meningkat. Di sini pentingnya dipilih pipa cndotrakhcal
yang non-kinking scrta dipilih pipa sebesar mungkin yang bisa masuk.
Pada pasicn trauma kepala, di bawah ini terliliat tabel kritcria intubasi.
Lakukan intubasi bila sctelah dilakukan resusitasi GCS <8, lebih-lebih
bila disertai parameter lain seperti terliliat pada label dibawah ini.

Indikasi dilakukan Intubasi:


• GCS <8
• Pernafasan Ireguler
• Frekuensi nafas < 10 atau >40 per men it
• Volume tidal < 3.5 ml/kgBB
• Vital capacity <15 ml/kgBB
• PaC>2 < 70 mmHg
• PaCO:> 50 mmHg

45 | Dasar-Dasar Neuroanestesi
Gambar 6. Management Airway pada pasien dengan
cedcra otak

Breathing:
Ventilasi kendali untuk mencapai PaCO: 25-30 mmHg untuk opcrasi tumor
otak dan normokapnia (PaC02 35 mmHg) pada cedera kepala, PaO: 100-
200 mmHg. Hindari PaCCh <20 mmHg karena: I) sedikit pengaruhnya
pada aliran darah otak, 2) untuk mencapai PaCO;><20 mmHg dibutuhkan
ventilasi semenit yang tinggi, sehingga tekanan vena sentral mcningkat
yang akan mengganggu drainase vena serebral sehingga akan menyebabkan
peningkatan volume darah otak dan tekanan intrakranial, dan 3) terjadi
serebral vasokonstriksi sehingga dapal tcrjadi iskemia serebral.
,*
Circulation:
Pengendalian tekanan darah merupakan faktor yang penting, karena saat
induksi anestesi dapat terjadi hipotensi. Ilarus diingat bahwa Tekanan
Perfusi Otak = MAP-Tekanan Intrakranial, sehingga jangan sampai terjadi
penurunan tekanan perfusi otak pada saat induksi anestesi. Pada pasien
yang sebelumnya tekanan darahnya normal, lebih disukai sistolik sekitar
90-lOOmmHg. Pada saat laringoskopi intubasi, pemasangan pin, sayatan

Dasar-Dasar Neuroanestesi I 37
kulit, member tulang kepala, atau saat ekstubasi dapat terjadi kenaikan
tekanan darah. Saat-saat tersebut harus diperhatikan karena peningkatan
tekanan darah dapat menyebabkan terjadinya peningkatan aliran darah otak,
volume darah otak, tekanan intrakranial, edema otak, hiperemia, dan
perdarahan otak. Faktor mekanis yang meningkatkan tekanan vena serebral
seperti batuk, mengejan, posisi trendelenburg, obstruksi vena besar di leher,
tekanan pada abdomen, tahanan pengembangan dada, positive end
expiratory pressure (PEEP) yang tidak disengaja (PEEP sampai 15 tidak
menaikkan tekanan intrakranial), kanulasi vena jugularis interna, vena
jugularis eksterna, vena subclavia harus dihindari.

Drugs
Pemilihan obat dan keterampilan dokter anestesi memegang peranan
penting karena cedera sekunder dapat terjadi akibat tindakan dan jenis obat
anestesi yang diberikan. Sebagai contoh, yang merupakan kontraindikasi
pada cedera kepala berat adalah premedikasi dengan narkotik. nafas
spontan, neurolep analgetik, ketamin, halotan, N2O bila ada aerocele, spinal
anestesi. Harus dipakai obat mempunyai efek proteksi otak, misalnya
pentotal, lidokain, sevofluran.

Environment
Pengaturan suhu dengan cara mengatur suhu inti 35°C saat operasi dan
menjadi 36°C pascabedah. Di kamar bedah pengaturan suhu cukup dengan
pengaturan ruangan pada pasien yang awalnya normotermi. Bila
sebelumnya temperatur pasien sudah naik, dapat diberikan kompres dingin
atau infus dingin.

4.1 Pemeriksaan Prabedah


Pemeriksaan prabedah sama seperti pemeriksaan rutin untuk tindakan
anestesi lain, hanya ditambah dengan evaluasi tekanan intrakranial, efek
samping kelainan serebral, tcrapi dan pemeriksaan sebelumnya, hasil CT-
scan, MRI dll. Mid line shift 0,5 cm pada CT-scan atau MRI menunjukkan
adanya kenaikan

38 | Dasar-Dasar Ncuroanestesi
tekanan intrakranial. Hasil CT-scan yang menunjukkan adanya invasi
tumor kc tulang tcngkorak menunjukkan kemungkinan terjadinya
perdarahan hebat saat mengangkat tulang. Evaluasi prabedah dilakukan
dengan menanyakan riwayat penyakit (anamnesa), pemcriksaan fisik,
pemeriksaan penunjang seperti lab darah, CT-scan, Magnetic Resonance
Imaging (MRI).

a) Evaluasi Neurologik Prabedah: Anamnesa


Ditanyakan adanya riwayat kejang, tanda-tanda peningkatan tekanan
intrakranial seperti sakit kepala, mual, muntah, penglihatan kabur. Defisit
neurologik fokal: defisit motorik atau sensorik akibat dari efek pcnckanan
massa, status hidrasi untuk melihat asupan cairan, dan efek pemberian
diuretik. Obat yang sedang diberikan pada pasien tersebut seperti steroid,
obat antiepileptic dan efek buruknya. Ditanyakan juga kondisi medikal
yang menyertainya.

b) Evaluasi Neurologik Prabedah: Pemeriksaan Fisik Dilakukan


pemeriksaan status mental, level kesadaran, adanya papil edema, respons
Cushing’s (hipertensi, bradikardi), ukuran pupil, defisit bicara, skor
Glasgow Coma Scale (GCS), defisit focal.

c) Evaluasi Neurologik Prabedah: Radiologik (CT atau MRI- sean)


Dilihal ukuran dan lokasi tumor (dekat dengan pembuluh darah besar atau
area eloquent otak), adanya efek massa berupa midline shift, herniasi
temporal atau frontal, hilangnya basal CSF cistema, hidrocephalus.

Dasar-Dasar Neuroanestesi | 39
Table 18. The Glasgow Coma Scale
Activity Qualification Response Score
Eyes Open Spontaneously 4
To verbal command 3
To pain 2
No response 1
Best motor To verbal Obeys command 6
response To painful Localizes pain 5
stimulus Flexion-withdrawal 4
Flexion-abnormal 3
(Decorticate rigidity)
Extension 2
(Decerebrate rigidity)
No response 1
Best verbal Oriented and converses 5
response Disoriented and converses 4
Inappropriate words 3
Incomprehensible sounds 2
No response 1
Dikutip dari: Teasdale G, et al. Assessment of outcome and impaired consciousness.
Lancet 1974
Tabel 19. Glasgow Coma Scale

4.2. Premedikasi
Hindari narkotik karena dapat menyebabkan peningkatan PaCO? akibat
efek depresi nafas, dan menimbulkan mual muntah, yang keduanya dapat
meningkatkan tekanan intrakranial. Premedikasi sebaiknya dengan
diazepam (0,1-0,2 mg/kg per oral), lorazepam, atau midazolam (0,5-1
mg/kg i.m). Pada anak-anak dapat diberikan midazolam 0,5-0,75 mg/kg per
oral, yang diberikan 30 menit sampai 1 jam sebelum induksi anestesi.
Pasien yang tidak mempunyai tanda kenaikan tekanan intrakranial mungkin
menguntungkan bila diberikan premedikasi per oral dengan dosis kecil
benzodiazepin.

49 | Dasar-Dasar Ncuroatiestesi
Pasien yang tidak mempunyai tanda kenaikan tekanan intrakranial mungkin
menguntungkan bila diberikan premedikasi per oral dengan dosis kccil
benzodiazepin.
- hindari narcotik
- diazepam 0,15 mg/kg po
- midazolam 0,025 - 0,05 mg/kg i.m
- pediatrik: midazolam 0,75 mg/kg po

4.2. Monitoring
Apakah monitoring serebral? Memantau atau memonitor adalah untuk
melihat dan mengobservasi. Implikasinya bukan saja mengumpulkan data,
tapi kemampuan untuk menginterpretasi informasi dan implemcntasi terapi
untuk memperbaiki outcome. Pemantauan serebral kontinyu memerlukan
kombinasi metode pemantauan sistemik rutin dan teknik spesifik khusus
untuk otak.
Pasien dengan pcnyakit neurologik yang dilakukan tindakan
pcmbcdahan meningkatkan risiko terjadinya kerusakan iskemik/hipoksik
SSP. Monitoring neurofisiologik intraoperatif dapat memperbaiki outcome
pasien. Otak dapat dipantau dalam hal: 1) fungsi, 2) aliran darah, 3)
metabolisme.
1. Fungsi serebral: EEC, Evoked potential.
2. Hemodinamik serebral/aliran darah: tekanan arteri rata-ta (mean
arterial pressure! MAP), tekanan intrakranial (intracranial
pressure!ICP), tekanan perfusi serebral (cerebral perfusion
pressure/CPP), transcranial dopier (TC’D), regional cerebral
blood flow (rCBF), global cerebral blood flow (gCBF), focal
cerebral blood flow (fCBF).
3. Metabolisme serebral: SJO2, CEO:, AVDO:, NIRS, BtiO:.

Monitoring oksigenasi otak untuk mendeteksi adanya iskemia


serebral regional atau global, untuk mendeteksi adanya iskemia sedini
mungkin dan mengobatinya sebelum terjadi kerusakan permanen, dan
untuk memprediksi outcome. Monitoring dapat dilakukan seeara invasif
dan non-invasif. Monitoring invasif adalah BtiO:, ICP, intracerebral PO:
monitor, jugular venous oximetry (SJO:), microdialysis. Monitoring non-
invasif yaitu transcranial cerebral oxymetri (near infrared
spectroscopy/NIRS).

Dasar-Dasar Neuroanestesi j 41
Indikasi dilakukan monitoring oksigenasi sercbral adalah pasien
dcngan risiko sercbral iskemia, hipoperfusi serebrak cedera kepala, bedah
saraf yang kritis, aneurisma sercbral. arterio venous mat formation/ A VM,
subarachnoid hemorrhage (SAH) dan intracerebral hemorrhage (ICH),
bypass cardiopulmonal.
Monitoring sirkulasi dengan EKG, tekanan darah non invasif atau
invasif. Tekanan vena sentral (CVP), arteri line, pulmonary arteri (PA)
kateter hanya bila ada indikasi. Indikasi pemasangan arteri line (tekanan
darah invasif) adalah bila operasi menyebabkan perubahan tekanan darah
yang cepat, resiko perdarahan yang cepat, hipotensi kendali, adanya
penyakit sertaan tertentu, dan bila diperlukan ventilasi pascabedah. Indikasi
pemasangan kateter vena sentral adalah bila ada kemungkinan perdarahan
yang banyak, operasi fossa posterior (untuk mengambil emboli udara, bila
terjadi komplikasi emboli udara), perlu obat vasoaktif, dan untuk menilai
volume cairan.
Harus diingat bahwa pemasangan CVP lebih disukai di vena sefalika
atau basilica dan hindari pemasangan di vena jugularis intema/ekstema atau
vena subclavia. Alasannya adalah pada pemasangan di vena jugularis
interna ada resiko menusuk arteri karotis sehingga akan menurunkan aliran
darah otak. tusukan pada vena jugularis akan menyebabkan terganggunya
drainase vena serebral, serta pada saat pemasangan posisi pasien
Trendelenburg serta kepalanya miring. Posisi-posisi tersebut akan
menyebabkan terganggunya drainase vena serebral, yang akan
menyebabkan peningkatan volume darah otak dan akhimya peningkatan
tekanan intrakranial. Pemasangan di vena subclavia umumnya dilakukan
dengan bahu diganjal, kepala miring yang mengganggu drainase vena
serebral serta risiko kejadian pneumotoraks yang besar.
Monitoring ventilasi dengan pulse oksimeter, end tidal CO2, gas
darah, konsentrasi O2 inspirasi. Monitoring cairan dengan mengukur
hematokrit atau produksi urin, relaksasi otot dengan train of four (TOF),
dan juga dipasang monitor temperatur.

4.3. Induksi
Berikan oksigen 100% tcrlebih dulu, lain fentanil (narkotik analgetik
terpilih untuk bedah saral) dengan dosis 1-3 mikrogram/kg pelan-pelan
dalam waktu satu menit, jangan sainpai pasien batuk. Berikan 1/10 dosis
pelumpuh otot non depolarizing yang akan dipakai, lalu berikan pentotal 5
mg/kg atau propofol 2-
2,5 mg/kg. Setelah reflex bulu mata negatif (pengecualian yang sudah

42 | Dasar-Dasar Ncuroanestesi
koma/GCS<9), dieoba untuk diventilasi, bila bisa dilakukan vcntilasi
berikan sisa pelumpuh otot (dapat diberikan vecuronium 0,15 mg/kg atau
rocuronium 0,6mg/kg atau atracurium 0,5 mg/kg) lalu diventilasi dengan
O2 100%. Bisa diventilasi dengan O2- sevofluran atau 0:-isofluran dengan
dosis <1,5 MAC. Berikan lidokain 1-1,5 mg/kg intravena 3 menit sebelum
laringoskopi- intubasi. Pentotal ulangan atau propofol ulangan (sctengah
dosis awal) dapat diberikan 30 detik sebelum laringoskopi-intubasi. Selama
induksi tckanan darah terus menerus dipantau (di-x/ar). Succynilcholine
memberikan kondisi intubasi yang baik, akan tetapi, kerugiannya adalah
meningkatkan tekanan intrakranial walaupun hanya selintas, kita tidak
punya waktu untuk mclakukan hiperventilasi yang berguna untuk
menurunkan tekanan intrakranial, ada kemungkinan straining saat pertama
kali mencoba vend Iasi, serta pada dosis besar ada kemungkinan terjadi
penurunan tekanan darah. Succynilcholin dapat dipakai untuk intubasi
pasien dengan cedera kepala berat di emergensi dengan sebelumya diberi
lidokain 1-1,5 mg/kg intravena.
Intubasi dilakukan setelah tekanan darah menurun kira-kira 20% dari
tekanan awal, relaksasi otot adekuat, dan dengan kombinasi obat-obat
tersebut di atas pada umumnya tekanan darah tidak terlalu turun (asal
sebelumnya normovolemia) dan tidak naik saat laringoskopi-intubasi.
Pemasangan oropharyngeal airway harus sesuai dengan ukurannya.
Caranya dengan mengukur dari puncak mulut ke angulus niandibula. Bila
dipasang oropharyngeal airway yang lebih besar dari ukurannya akan
terjadi penekanan pada faring, sehingga terjadi edema faring yang akan
mengganggu pada periode pascabedah, karena adanya nyeri tenggorok dan
batuk. Mata diberi salep mata dan ditutupi dengan plester kertas tiga atau
lima lapis.
Untuk mencegah kenaikan tekanan darah saat laringoskopi dan
intubasi, dalamkan anestesi dengan pentotal atau propofol, fentanil,
lidokain. Jangan didalamkan dengan anestetika inhalasi karena akan
meningkatkan aliran darah otak. Dengan anestetika inhalasi tekanan darah
memang turun, tapi tidak menurunkan tekanan intrakranial. Penurunan
tekanan darah bisa dibantu dengan nitroprusid 100 mikrogram atau gliserin
trinitrat, tetapi kedua obat tersebut bersifat serebral vasodilator, maka tidak
dibcrikan sebelum duramater dibuka.
Bila tcrjadi hipotensi saat induksi, lakukan elevasi tungkai, jangan
trcndclcnburg karena posisi trcndelenburg akan menyebabkan kenaikkan
tekanan intrakranial. Berikan kristaloid kira-kira 500 ml (pada devvasa)
dengan cepat, bila masih tekanan darah masih belum naik, beri koloid.
Vasopressor (efedrin) diberikan bila tekanan arteri rerata dibawah batas

Dasar-Dasar Neuroanestesi | 43
bawah autoregulasi (tekanan arteri rerata < 50 mrnHg).

Anjuran Induksi Anestesi


• Ansiolisis prabedah yang adekuat.
• Pasang EKG, kapnograph, pulse oximeter, tekanan darah non invasif.
• Pasang jalur vena, jalur arteri (dengan anestesi lokal).
• Preoksigenasi, kemudian berikan fentanyl.
• Propofol 1,25-2,5 mg/kg atau pentotal 3-6 mg/kg
• Pelumpuh otot nondepolarizing.
• Hiperventilasi (PaCO? 35 mrnHg)
• Intubasi.

4.4. Pemeliharaan Anestesi


Pemilihan obat anestesi harus yang mempunyai efck paling kecil atau tidak
mcmpengaruhi autoregulasi serebral dan kemampuan merespon CO2,
mempertahankan kestabilan kardiovaskuler. Pemilihan anestetika inhalasi
berdasarkan efeknya pada ICP dan pembuluh darah otak. Harus diingat
bahwa semua anestetika inhalasi berefek vasodilatasi serebral yang akan
meningkatkan CBF, CBV, dan ICP. Harus diketahui efck anestetika
inhalasi terhadap autoregulasi, respon pembuluh darah otak tcrhadap CO:,
elek anestetika inhalasi tcrhadap mctabolisme otak (CMRO2) dan adakah
efck proteksi otak.
Di Indonesia terdapat berbagai macam anestetika inhalasi misalnya
halotan, enflurane, isofluran, desflurane dan sevoflurane. Dari kelima
macam anestetika inhalasi yang paling ideal adalah sevoflurane.

44 I Dasar-Dasar Neuroanestesi
Relaksasi diperoleh dengan vecuronium untuk mencapai TOF=0.
TOF liarus selalu nol, karena TOF=l tidak menjamin tidak ada gerakan
diafragma yang akan meningkatkan tckanan vena serebral dan tekanan
intrakranial. Apnoe dengan narkotik atau hiperventilasi tidak dianjurkan
karena akan menyebabkan otot abdomen kaku dan menyebabkan kcnaikan
tekanan vena serebral juga.
Tujuan Tujuan tcrapi cairan adalah sirkulasi stabil, eegah
hipovolemia, hipervolemia, hipo-osmolar, hiperglikemia. Pemberian cairan
dengan NaCl 0,9%, batasi pemberian RL, bisa juga diberikan koloid.
Pemeliharaan cairan 1-1,5 ml/kgBB/jam atau ganti 2/3 dari jumlah diuresis.
Hindari laruran hipotonik (dextrose 5%). Lebih disukai NaCl 0,9%
daripada RL karena NaCl 0,9% osmolaritasnya 300 mOsm/lt sedangkan RL
273 mOsm/lt, jadi NaCl 0,9% scdikit hiperosmoler (osmolaritas tubuh kita
290 mOsm/lt). Dextrose hanya diberikan untuk terapi hipoglikemia (bila
kadar gula darah <60 mg%) untuk mempertahankan kadar gula darah <150
mg% karena adanya hiperglikemia bisa menyebabkan eksaserbasi edema
otak. iskemia, dan nekrosis serebral. Terapi dengan insulin bila gula darah
>200 mg%. Bila perdarahan >20% atau Ht<30%, berikan darah dengan
target hematokrit 35%. Berikan mannitol 0,25-0.5 g/kg, perlahan-lahan
selama >20 menit. Bila diuresis belum keluar dan setelah dipcriksa bukan
karena kclainan mekanis, beri furosemide 0,5-1 mg/kgBB.

Bagaimana membuat slack brain!otak “kenipis” selama operasi?


Isi rongga cranium terdiri dan jaringan otak (85%), darah (4%) dan cairan
serebrospinal (10%). Untuk membikin otak kempis selama anestesi maka
harus mengurangi ketiga volume otak tersebut, jadi kurangi volume
jaringan otak, aliran darah otak, dan

Dasar-Dasar Neuroanestesi | 45
cairan serebrospinal. Pengurangan volume jaringan otak yang dapat
dilakukan oleh dokter anestesi adalah dengan memberikan osmotic
diuretik (mannitol), loop diuretik (furoseniide), dexamethasone (hanya
untuk mengurangi edema otak akibat tumor otak. Pengurangan aliran
darah otak dapat dilakukan dengan tindakan A, B, C, D, E neuroanestesi
yaitu jalan nafas bebas sepanjang waktu, hipokarbia, tidak hipoksia,
normotensi-sedikit hipotcnsi, obat (pentotal, propofol, etomidate), dan
hipotermia. Pengurangan volume cairan serebrospinal dapat dilakukan
dengan pemberian obat yang menurunkan produksi cairan serebrospinal
dan atau meningkatkan absorpsi cairan serebrospinal.
Hal-hal yang dapat dilakukan anesthesiologist untuk menurunkan
tekanan intrakranial adalah mengatur hal-hal yang meningkatkan aliran
darah otak. dan volume darah otak. Faktor yang menyebabkan
meningkatnya volume darah otak adalah meningkatnya aliran darah otak
dan terganggunya drainasc aliran darah otak. Drainase aliran darah akan
dipengaruhi oleh posisi kcpala, maka posisi kepala harus head up 0-30°
dan dalam posisi netral (leher tidak boleh miring kiri atau miring kanan,
tidak hiperlleksi atau hiperekstensi).
Untuk mencegah tcrjadinya pembengkakan otak atau melakukan
terapi bila sudah terjadi pembengkakkan otak, terlihat pada tabel
dibavvah ini.
Tabel 20. Pencegahan dan Terapi Hipertcnsi Intrakranial dan
Pembengkakkan Otak

55 | Dasar-Dasar Neuroanestesi
Ada istilah yang disebut Konsep Chemical Brain Retractor yaitu
konsep mengurangi atau mencegah pembengkakan otak secara chemical
yaitu dengan cara:
• Hiperosmolaritas ringan (sebclum mcngangkat tulang kepala
bcrikan 20% mannitol 0,5-0.75 mg/kg atau NaCI 7,5% 2-3
mL/kg).
• Hiperventilasi ringan.
• Posisi head-up adekuat (10-20 derajat)
• Anestetika intravena (propofol)
• Normotcnsi atau hipertensi ringan (MAP 100 mmHg).
• Drainase lumbal CSF .
• Drainase vena: vena jugularis bebas.
• Hindari retraktor otak.

4.5. Adjuvant Anestesi


Penurunan tekanan intrakranial yang cepat dapat dicapai dengan
pemberian diuretik. Dua macam diuretika yang umum digunakan yaitu
osmotik diuretik mannitol dan loop diuretic furosemid. Mannitol: dosis
0,25- 1 g/kgBB. diberikan segera sctelah induksi anestesi selama >20
menit (kecuali pada aneurisma sercbri, mannitol diberikan setelah dura
dibuka). Mannitol bekerja dengan membuat perbedaan tekanan osmotik,
autoregulasi viskositas, darah menjadi oncer sehingga pengeluaran COa
menjadi Icbih baik, mengurangi volume cairan serebrospinal. Dosis 0,25
g/kgBB akan menaikan osmolaritas 10 mOsm/liter. NaCI hipertonik (3%-
7,5%) bersifat hiperosmoler maka dapat digunakan untuk menurunkan
tekanan intrakranial karena akan menarik air dari interstitial otak sehingga
mengurangi edema otak. akan tetapi, hams diingat bahwa hipernatremia
mempunyai pengaruh yang buruk terhadap miokardium, ginjal dan dapat
terjadi mielinolisis pontin. Furosemid: dosis 0,5-1 mg/kgBB. bekerja di
tubulus ginjal, menghambat reabsorbs) natrium dan menurunkan produksi
cairan serebrospinal karena menghambat karbonik anhidrase.
Mannitol diberikan secara bolus intravena dengan dosis 0,25- 1
gr/kgBB. Bekerja dalam waktu 10-15 menit dan efektif kira-kira selama 2
jam. Mannitol tidak menembus sawar darah otak yang intact. Dengan
peningkatan osmolalitas darah relatif terhadap otak, mannitol menarik air
dari otak ke dalam darah. Bila sawar darah olak rusak, mannitol dapat
memasuki otak dan menycbabkan rebound kenaikan tekanan intrakaranial
scbab ada suatu reversal dari perbedaan osmotik. Akumulasi mannitol
dalam otak terjadi pada dosis besar dan pengulangan pemberian.
Mannitol dapat menyebabkan vasodilatasi, yang bergantung dan

Dasar-Dasar Neuroanestesi | 47
besamya dosis dan kecepatan pemberiannya. Vasodilatasi akibat mannitol
dapat menyebabkan peningkatan volume darah otak dan tekanan
intrakranial secara selintas yang simultan dengan penurunan tekanan darah
sistemik. Disebabkan karena mannitol pertama-tama dapat meningkatkan
tekanan intrakranial, maka harus diberikan sccara perlahan (infus > 10
menit) dan dilakukan bersama-sama dengan maneuver yang menurunkan
volume intrakranial (misalnya hiperventiIasi).
Obat hipertonik misalnya harus diberikan secara hati-hati pada
pasien dengan penyakit kardiovaskuler. Pada pasicn ini, peningkatan
selintas volume intravaskuler dapat mempresipitasi gagal jantung kiri.
Furosemid mungkin obat yang lebih baik untuk mengurangi tekanan
intrakranial pada pasien ini. Penggunaan mannitol jangka panjang dapat
menyebabkan dehidrasi, gangguan elektrolit, hiperosmolalitas, dan
gangguan fungsi ginjal. Hal ini terutama bila serum osmolalitas mcningkat
di atas 320 mOsm/kg.
Furosemid mengurangi tekanan intrakranial dengan mcnimbulkan
diuresis, menurunkan produksi cairan serebrospinal, dan memperbaiki
edema sercbral dengan memperbaiki transport air seluler. Furosemid
menurunkan tekanan intrakranial tanpa meningkatkan volume darah otak
atau osmolalitas darah, akan tetapi, tidak seefektif mannitol dalam
menurunkan tekanan intrakranial. Furosemid dapat diberikan tersendiri
dengan dosis 0,5-1 mg/kg atau dengan mannitol dengan dosis yang lebih
rendah (0,15-0,3 mg/kg). Suatu kombinasi mannitol dengan furosemid
lebih efektif daripada mannitol saja dalam mengurangi brain bulk dan
tekanan intrakranial tapi lebih mcnimbulkan dehidrasi dan gangguan
keseimbangan elektrolit. Bila dilakukan kombinasi terapi, diperlukan
pemantauan serum elektrolit dan osmolalitas dan mengganti kalium bila
ada induksi.
NaCl hipertonik, lebih berguna pada pasien tertentu misalnya
hipertensi intrakranial refrakter atau yang memerlukan restorasi

48 | Dasar-Dasar Neuroanestesi
cepat dari volume intravaskuler dan penurunan tekanan
intrakranial. Kerugian utama dari NaCl hipertonik adalah terjadinya
hipernatremia.
Pada sualu penelitian pasien bedah saral' selama operasi elektif
tumor supratentorial, volume yang sama mannitol 20% dan NaCl 7,5%
dapat mengurangi brain bulk dan tekanan cairan serebrospinal, tetapi
serum Na meningkat selama pemberian NaCl hipertonik dan mencapai
puncak 150 meq/lt.
Phenitoin: diberikan bila ada kejang atau untuk profdaksis kejang.
Dosisnya 10-15 mg/kgBB. Bisa diberikan bolus yang dilanjutkan secara
kontinyu. Seizure bisa tcrjadi scbagai akibat dari cedcra otak, penyakit
lainnya, atau dari faktor lainnya secara bersama-sama.
label 21. Dosis dan Kecepatan pemberian anti kejang

Kortikosteroid: hanya diberikan untuk edema serebri karena tumor


abscs serebri. Tidak boleh diberikan pada cedcra kcpala karena akan
menaikan gula darah yang akan memperburuk fungsi otak. Kortikosteroid
mengurangi edema sekeliling tumor otak. Kortikosteroid memerlukan
beberapa jam atau hari sebelum mengurangi tekanan intrakranial.
Pemberian kortikosteroid sebelum reseksi tumor sering menimbulkan
perbaikan neurologis mendahului pengurangan tekanan intrakranial.
Steroid dapat

Dasar-Dasar Neuroanestesi 49
mempcrbaiki kerusakan sawar darah-otak. Postiilat mekanisme steroid
dapat mcngurangi edema otak adalah dehidrasi otak. perbaikan sawar
darah-otak, pencegahan aktivitas lisosom, mempertinggi transport
elektrolit serebral, merangsang ekresi air dan elektrolit. dan menghambat
aktivitas fosfolipasc A2. Komplikasi yang potensial dari pemberian steroid
yang lama adalah hiperglikemia. ulkus peptikum akut. peningkatan
kejadian infeksi. Walaupun pada tahun 70-an dan permulaan tahun 80-an
digunakan sccara ekstensif untuk tcrapi edema serebral pada cedera kepala
akut, sekarang steroid tidak digunakan pada protokol pengelolaan cedera
kepala.
Antipirctik: sctiap ada kenaikan suhu tubuh diatas normal diberikan
antipiretik, selimut dingin, komprcs es, infus dingin, suhu ruangan dingin,
atau dilakukan lavase lambung melalui pipa nasogastric dengan air es.
Non Steroidal Anti Inflammatory’ Drugs (NSAlDs): Indometasin
telah diteliti pcrannya sebagai inhibitor jalur metabolik asam arachidonik.
Indometasin tidak efektif untuk terapi edema serebral, kemungkinan
disebabkan karena edema otak berhubungan dengan produksi leukotrin
dan tidak berhubungan dengan produksi prostaglandin. Walaupun
ketorolak telah digunakan secara luas untuk pengelolaan nyeri pascabedah
pada kasus bukan bedah saraf, akan tetapi ketorolak hams dihindari
penggunaannya setelah kraniotomi dengan pcrtimbangan efck inhibisi
agregasi platelet. Adanya pcrdarahan intrakranial pascabedah walaupun
sedikit akan memperburuk outcome dan kalau ada peningkatan tekanan
intrakranial, kemungkinan besar harus dilakukan operasi ulang untuk
evakuasi hematoma.

4.6. Ekstubasi
Keputusan untuk dilakukan ekstubasi atau tidak pada periode pascabedah
kadang-kadang sulit. Pada operasi fossa posterior, bila manipulasi
minimal, bisa dilakukan ekstubasi scgera, tapi bila manipulasi dalam,
lebih baik pipa endotrakeal tctap dipertahankan sampai bahaya dilalui
(komplikasi depresi nafas, karena edematous di pusat pemafasan). Pada
operasi supratentorial, bila pasien sudah bangun dan tidak banyak
perdarahan dapat dilakukan

50 i Dasar-Dasar Neuroanestesi
ekstubasi di kamar bedah. Pada pasien cedera kepala, bila GCS <9
scbaiknya tctap terintubasi.
Pada saat ekstubasi bisa terjadi kenaikan tekanan darah yang
berbahaya karcna dapat menimbulkan hiperemia otak. edema otak
bertambah, perdarahan kembali dan kenaikan tekanan intrakranial. Untuk
menanggulanginya dapat diberikan 1 idokain 1-1,5 mg/kgBB intravena.
Terdapat pro dan kontra apakah pasien dibangunkan segera setelah
selesai oprasi atari tidak.

Akan tetapi apakah pro atau kontra pasien segera dibangunkan,


harus dilakukan check list sebelum membangunkan pasien dengan segera.
Prekondisi yang menungkinkan pasien dibangunkan segera adalah:
• Kesadaran preoperatif adekuat.
• Kardiovaskulaf stabil, temperatur tubuh normal, oksigenasi
adequat.
• Tidak ada laserasi otak yang luas atau komplikasi selama
pembedahan.
• Tidak ada cedera pada saraf kranial IX, X. X I I .
• Bukan operasi AVM yang besar.

Dasar-Dasar Neuroanestesi | 60
Check List sebelum membangunkan pasien dengan segera. Persiapan yang
harus dilakukan adalah:
• Antisipasi kcbutuhan analgesia terutama bila digunakan
remifentanil.
• Chek keadckuatan propilaksis seizure.
• Pcmberian steroid diteruskan terutama pada tumor ganas.
• Cegah post operative nausea and vomiting (PONV) pada pasien
dengan risiko linggi.
• Siapkan atau berikan infus obat anti hipcrtensi untuk hipertensi
saat ekstubasi.

4.7. Peravvatan Pascabedah


Pascabedah pasien dapat dirawat diruangan atau harus dirawat di
ICU/Neuro ICU. Secara uinum penentuan pasien dirawat di 1CU atau
tidak, bergantung pada level GCS prabedah. besar dan lokasi tumor,
adanya midline shift. Semua pasien dengan posisi head up 30 dcrajat
netral yaitu tidak miring ke kiri atau ke kanan, tidak hiperekstensi atau
hiperfleksi untuk memperbaiki drainase vena serebral.
Bila perlu divcntilasi, pertahankan nonnocapnia. Harus dihindari
PaCCh <35 mmHg selama 24 jam pertama setelah cedcra kepala.
Kendalikan tekanan darah dalam batas autoregulasi. Sistolik tidak
boleh kurang dari 90 mmHg. Pada cedera kepala terapi bila tekanan arteri
rcrata >130 mmHg
Infus dengan NaCl 0,9%, batasi pemberian RL, bisa diberikan
koloid. Hcmatokrit pertahankan 33%. Bila Hb <10 g% beri darah, pada
pasien dengan iskemia serebral, target Hb adalah 10 g%. Biasanya pada
pasien sehat (bukan kelainan serebral) transfusi diberikan bila Hb <8 g%.
Untuk pengendalian kejang bisa diberikan phenytoin 10-15 mg/kg
dengan kecepatan 50 mg/menit. Bila sedang memberikan phenytoin terjadi
kejang, berikan diazepam 5-10 mg intravena (0,3 mg/kgBB) perlahan-
lahan 1-2 menit.
Bangun dari anestesi sesudah operasi supratentorial harus lancar
dan gentle. Keputusan apakah pasien harus bangun dan diekstubasi
bergantung pada derajat kesadaran prabedah. lokasi opcrasi, luasnya
edema serebri, jumlah obat yang diberikan. Pasien yang prabedahnya
dalam keadaan koma atau tumor besar di sentral, tidak usah segera
dickstubasi. Kebanyakan pasien tetap diintubasi dan bangun pcian-pelan
di ICU setclah terus dimonitor dan diventilasi. Kebanyakan pasien operasi
supratentorial diekstubasi di kamar operasi. Labetolol atau esmolol dan
lidokain

52 Dasar-Dasar Neuroanestesi
1,5 mg/kg intravena, dapat digunakan untuk tcrapi hipertensi, takikardi
dan stimulasi simpatis yang dihubungkan pada periode sesaat sebelum
ekstubasi. Adanya hipertensi pada periode ini harus ditcrapi karena bisa
terjadi perdarahan otak pada daerah luka operasi.
Bangun dari anestesia harus mulus dan hindari straining atau
bucking akibat adanya pipa endotrakhea, hipertensi arterial dan kenaikan
IC'P. Untuk menghindari bucking saat bangun dari anestesi, pelumpuh
otot jangan di reverse sampai selesai membalut kepala. Lidokain intravena
(1,5 mg/kg) dapat diberikan 90 detik sebelum pengisapan lendir dan
ekstubasi untuk mengurangi batuk, straining dan hipertensi. Adanya
hipertensi saat bangun dari anestesi dapat menimbulkan terjadinya
hematom intrakranial pascabedah.
Pada operasi tumor supratentorial diharapkan pasien segera
bangun dan diekstubasi pada ahir operasi supaya dapat mengevaluasi hasil
pembedahan dan fungsi neurologis
pascabedah. Keuntungan dan kerugian antara segera bangun dan pasien
dibiarkan tidur pascabedah masih diperdebatkan. Faktor diluar obat
anestesi yang menyebabkan pasien lama sadar adalah tumor intrakranial
yang besar, prabedah sudah ada penurunan kesadaran, komplikasi bedah
(kejang, edema serebral, hematoma, pneumosefalus, oklusi pembuluh
darah/iskemia), gangguan elektrolit, dan hipotermi.
Cara baru dalam mencegah hipertensi saat bangun dari anestesi
seraya pasien tetap akan sadar, adalah dengan pemberian alpha-2 agonis
dexmedetomidin yang dimulai 10 menit sebelum ekstubasi, dengan dosis
rerata 0,4 ug/kg/jam.
BAB 5
HAL-HAL KHUSUS

5.1 Proteksi Otak


Proteksi otak adalah scrangkaian tindakan yang dilakukan untuk
mencegah atau mengurangi kerusakan scl-scl otak yang diakibatkan oleh
keadaan iskemia. Iskemia otak adalah suatu gangguan hemodinamik yang
menyebabkan penurunan aliran darah otak sampai suatu tingkat yang akan
menyebabkan kemsakan otak yang ireversibel.
Berbagai cara dan obat-obatan telah diberikan untuk proteksi otak.
Seeara garis besar proteksi otak dibagi atas hal yang mendasar (Basic
Method) yaitu pengendalian jalan nafas, adekuat oksigenasi, pencegahan
hiperkarbia, pengendalian tekanan darah, pengendalian tekanan
intrakranial, pemeliharaan tekanan perfusi otak, dan pengendalian kejang.

Dasar-Dasar Neuroanestesi | 53
Proteksi otak dapat dilakukan seeara farmakologik, yaitu dengan obat-obat
yang diperkirakan mempunyai efek proteksi otak. Cara lain adalah dengan
hipotermi dan kombinasi farmakologik dengan hipotermia.
Bila terjadi iskemia, dimana pasokan oksigen lebih rendah daripada
kebutuhan, terjadi kaskade iskemi yang diakhiri kematian set neuron
seperti terlihat pada gambar 7 di bawah ini.

Metode Proteksi Otak


Proteksi otak dapat dilakukan dengan berbagai jalan, yaitu:
1. Basic Method
2. Farmakologik
3. Hipotermi ringan

4. Kombinasi Hipotermi ringan dan Farmakologik

Basic Methods:
Dapat dilakukan dengan cara jalan nafas yang bebas, oksigenasi yang
adekuat. ccgah hiperkarbi (selalu dalam normokarbia, hiperventilasi hanya
bila ada herniasi otak dan bila PaCO: < 30 mmHg harus dipasang alat
pantau SJO:), pengendalian tekanan darah (harus normotensi, sistolik
jangan < 90 mmHg), pengendalian tekanan intrakranial (terapi bila
tekanan intrakranial > 20 mmHg, walaupun hcmiasi otak sudah dapat
terjadi pada tekanan intrakranial < 20-25 mmHg). mempertahankan
tekanan perfusi otak (tekanan perfusi otak hams 50-70 mmllg),
pengendalian kejang. Tanpa cara pengobatan yang mendasar ini, metode
yang canggih tidak akan berhasil dengan baik. Proteksi otak dapat
dilakukan secara fisiologis (tindakan dasar) atau dengan obat ancstesi saat
melakukan anestesi umum sehingga prinsip anestesi pada bedah saraf
adalah mcmberikan proteksi otak selama tindakan pembedahan.
Simpulannya: metode dasar ini yang haras dilakukan pertama kali
dalam melakukan proteksi otak.

54 Dasar-Dasar Neuroanestesi
Gambar 7. Cedera lskemik/reperfusi
Dikutip dari: Cottrell JE. Anesthesia and Neurosurgery. 3red.

Dasar-Dasar Neuroanestesi | 55
Hipoterinia
Dalam dekade yang lalu. penelitian menunjukkan bahvva hipotermi ringan
secara nyata mcnurunkan ccdcra pada pasien dcngan iskemia screbral.
Ada risiko sistemik yang nyata dan faktor-faktor yang hams
dipertimbangkan sebclum melakukan tcknik hipotermi. Hipotermi ringan
(sampai suhu 34°C) mempunyai efck proteksi otak. Di klinik digunakan
suhu inti (core temperature) 35°C di kamar operasi dan 36°C di ICU.
Terdapat sejumlah laporan penelitian model hewan coba pada
iskemi serebral global untuk melihat cfek proteksi dengan penurunan
temperatur 1-4°C. Untuk penurunan 3°C, ada penurunan CMRO2
scbanyak 20%. Akan tetapi, efek proteksi otak dengan hipotermia ringan
bukan primer pada cfeknya menumnkan CMRO2 tetapi juga pada
mediator cedera iskemik (misalnya dengan menumnkan pelepasan
excitatory amino acids/EAA). Hipotermia ringan untuk beberapa hari
setelah kliping aneurisma/subarachnoid hemorrhage (SAH) atau cedera
kepala secara nyata mengurangi konsentrasi glutamat pada cairan
serebrospinal. Hipotermia ringan juga mempunyai keuntungan lain dengan
bekerja pada sintesa ubiqitin dan aktivasi protein C kinase atau dengan
stabilisasi membran dan mengurangi konsentrasi kalsium intraseluler.
Peningkatan suhu tubuh akan mcningkatkan CMRO2, yang
menyebabkan ketidakscimbangan antara kebutuhan dan pasokan oksigen.
Beberapa penelitian klinis hipotermia ringan selama 24- 48 jam setelah
cedera kepala berat memperbaiki outcome ncurologis. Beberapa pusat
pendidikan anestesi menggunakan teknik hipotermia ringan (33-35°C)
pada operasi dimana jelas ada risiko cedera iskemi susunan saraf pusat,
misalnya kliping aneurisma serebral.
Pengaturan temperatur pasien yang dirawat di ICU adalah konsep
“/ow normothermia" yaitu pasien dipertahankan dalam temperatur 36°C.
Pada penelitian invitro menunjukkan bahvva hipotermia akan memelihara
ATP, mengurangi Ca influks, memperbaiki pemulihan elcktrofisiologis
dari hipoksia, sedangkan hipertemi akan menghabiskan ATP,
mcningkatkan Ca influks dan mengganggu pemulihan. Adanya demam
pada pasien ncuro dan jantung akan memperburuk outcome, sebagai
contoh 90% pasien
SAH akan mengalami hipertermi sclama perawatan di ICU dan
dihubungkan dengan buruknya outcome.
Pcnclitian pada pasicn yang diberikan raoderat hipotermi (33°C) 1 I
dari 24 pasicn meninggal akibat hcmiasi yang disebabkan peningkatan
tekanan intrakranial sekunder setelah rewarming dan 10 dari 25 pasien
(40%) menderita pneumonia. Kalau keuntungan hipotermi ringan tcrbatas
56 I Dasar-Dasar Neuroanestesi
pada mencegah hipertermi, keuntungan yang lebih baik adalah
mempertahankan pasien dalam low normothermia.
Tcrdapat bukti-bukti ncuroproteksi dari profilaksis hipotermi
ringan. Data yang barn membandingkan normotermi dengan hipotermi
(35,5-36,5 lawan 28-30°C) pasien bypass kardiopulmonal, gagal
menunjukkan keuntungan dari hipotermi. Akan tetapi, sampai bukti-bukti
empiris ada, dianjurkan untuk melakukan hipotermi ringan intraoperatif.
Mekanisme proteksi otak dengan hipotermi adalah menurunkan
metabolisme otak, memperlambat depolarisasi anoksik/iskemik,
memelihara homeostatis ion, menurunkan excitatory neurotransmisi,
mencegah atau mengurangi kerusakan sekunder terhadap perubahan
biokimia.
Simpulannya: di OK suhu pertahankan 34-35°C, pascabedah di ICU 36°C.

Metode farmakologik
1) Tirilazad:
Aplikasi klinis 21-amino steroid tirilazad menjanjikan basil yang baik
akan tetapi penelitian di Amerika Utara gagal menunjukkan keuntungan
yang secara statistik nyata. Review penggunaan tirilazad pada 1757 pasicn
stroke menyimpulkan bahwa tirilazad mesilate meningkatkan kematian
dan morbiditas bila diberikan pada iskemia akut stroke.
i
2) Nimodipin:
Penelitian klinis dan dua meta-analisis menyokong bahwa nimodipin,
nicardipin mengurangi kejadian vasospasme setelah SAH dan rata-rata
memperbaiki outcome. Apakah penurunan tekanan darah akibat blokade
C’a memperbaiki outcome yang relatif terhadap adanya hipertensi,
hipervolemi, hemodilusi masih kontroversial. Dua penelitian yang
memberikan nimodipin dalam 24 jam stroke akut dan satu lagi dalam 6
jam stroke akut, gagal menunjukkan keuntungan pemberian nimodipin.
Ada penelitian yang berlawanan yaitu pemberian nimodipin akan
memperburuk keadaan pasien.

3) Magnesium:
Magnesium mempunyai efek proteksi otak yaitu mengurangi influks Ca
dan memperbaiki aliran darah otak. Suatu penelitian metaanalisis pada
pasien akut iskemik stroke menunjukkan pemberian magnesium akan
memperbaiki outcome. Penelitian FAST-MAG (Field Administration of
Stroke Treatment-
Magnesium) menunjukkan bahwa pemberian bolus 4 gr magnesium akan

Dasar-Dasar Neuroanestesi | 57
menguntungkan dan tanpa komplikasi. Sayangnya, bukti laboratorium
menunjukkan pemberian magnesium lebili berefek proteksi bila diberikan
pada keadaan preiskemik daripada keadaan postiskemik. Hasil penelitian
S3 Universitas Padjadjaran membuktikan bahwa magnesium memberikan
efek proteksi otak pada ccdcra otak traumatik (Sri Rahardjo, Disertasi).

4) Barbiturat: Sebagai Protektor Otak


Seperti halnya hipotermi, pengurangan metabolisme otak adalah jalan
utama untuk dilakukannya proteksi otak. Mekanisme barbiturat dalam
menurunkan C’MR adalah karena penurunan inlluks Ca, blokade
tcrowongan Na, inhibisi pembentukan radikal bebas, potensiasi aktivitas
GABAergic, menghambat transfer glukosa melalui barier darah otak.
Semua mekanisme ini konsisten dengan penelitian Goodman dkk. bahwa
koma karena pentobarbital akan secara jelas mengurangi laktat, glutamat,
dan aspartat pada ruangan ekstraselulcr pasien cedera kepala dengan
kenaikan tekanan intrakranial yang berat. Satu penelitian invitro juga
menunjukkan bahwa pentotal juga memperlambat hilangnya perbedaan
listrik transmembran akibat N-methyl-D-aspartate (N M DA) dan alpha-
amino-3-hydroxy-5-methyl-4-isoxazole- propionic acid (AMPA). Keadaan
ini kontras dengan efek propofol yang dapat memperberat eksitotoksisitas
glutamate dan mcningkatkan kerusakan neuron.
Rasionalisasi utama penggunaan barbiturat untuk proteksi melawan
iskemi adalah mcngurangi kebutuhan encrgi jaringan dengan menekan
fungsi aktivitas listrik sel. Pada saat pasokan nutricn pada titik krisis,
kebutuhan encrgi dikurangi sehingga jaringan dapat hidup pada pasokan
nutricn rendah. Efek proteksi barbiturat adalah dengan pencegahan
peroksidase lipid, mengurangi edema serebral menyokong distribusi aliran
darah otak yang juga disebut sebagai “Robin Hood' atau "inverse stead
dan menurunkan tekanan intrakranial.
Barbiturat menurunkan tckaan intrakranial dengan mempengaruhi
metabolisme serebral dan secara sekunder mempengaruhi aliran darah
otak dan volume darah otak. Karena umumnya aktivitas listrik masih ada
pada pasien dengan peningkatan tekanan intrakranial, tetapi barbiturat
akan menurunkan CMRO2 dan akan melindungi jaringan otak dengan eara
membatasi kebutuhan encrgi serta memperbaiki tekanan perfusi otak
melalui penurunan tekanan perfusi otak. Pada terapi hipertensi
intrakranial, dosis tinggi barbiturat umumnya diberikan kepada pasien
yang gagal dengan eara terapi yang lain (misalnya hiperventilasi, diuretik,
drainasc cairan serebrospinal).
Barbiturat hanya efektif untuk proteksi otak bila iskcmia inkomplit
(misalnya masih ada aktivitas EEC). Bukti

58 | Dasar-Dasar Neuroanestesi
eksperimental sangat kuat dalam menunjukkan efek proteksi barbiturat
pada fokal serebral iskemi. Pada fokal iskemi. aktivitas listrik sinaps
sebagian masih dipertahankan. Olch karena itu, terapi barbiturat akan
menurunkan CMRO:, dan memperbaiki keseimbangan antara kebutuhan
energi dan pasokan. Perbaikan perfusi pada daerah iskemik fokal
bergantung pada sistem kolateral.
Pentotal suatu barbiturat yang bekerja cepat, sering diberikan bila
efek yang diinginkan diperlukan sesegera mungkin (misal selama operasi).
Dalam konteks ini dosis 3-5 mg/kg intravena akan menimbulkan
penekanan selintas (kurang 10 menit) dan kadar pentotal dalam darah
antara 10-30 ug/ml. Bila diperlukan efek proteksi otak yang kontinyu,
infus kontinyu harus segera dimulai. Dosis permulaan dapat diberikan 10-
15 mg/ml/jam dan segera ditumnkan menjadi 2- 5 mg/kg/jam.
Berdasarkan mekanisme kerjanya, barbiturat akan memberikan
beberapa keuntungan bila diberikan setelah terjadinya

Dasar-Dasar Neuroanestesi | 59
iskemi fokal. Jadi, barbiturat mcngurangi ukuran infark bila
diberikan setelah iskemi fokal.
Komplikasi tcrapi barbiturat antara lain penekanan curali jantung
dan tekanan perfusi otak. Pada pasicn hipovolemia atau fungsi
kardiovaskuler yang terbatas mungkin terjadi kolaps kardiovaskuler.
Sebelum terapi dengan barbiturat, hipovolemia harus diperbaiki. Mungkin
diperlukan pemberian inotrop. Efek depresi nafas dapat diantisipasi
dengan nafas buatan. Terapi barbiturat jangka lama (berhari-hari) dapat
menimbulkan terjadinya hipotermia, penekanan respons imun dan infeksi
paru. Evaluasi neurologis pada pasien dengan barbiturat koma sulit
dilakukan. Penggunaan alat pantau tekanan intrakranial dan
elektrofisiologis (misalnya evok potensial) bersama-sama dengan CT-
scan, magnetic resonance imaging (MRI), angiografi dapat menolong
mengidentifikasi perkembangan pasien yang memburuk. Pada saat
pemberian anestesi, proteksi otak dengan pentotal dapat dilakukan dengan
cara: induksi anestesi dengan pentotal 5 mg/kgBB, sebelum intubasi
diberikan setengah dosis induksi dan pemeliharaan 1 - 3 mg/kg/BB/jam
kontinyu.
Simpulannya: lakukan semua metode proteksi otak. Di kamar
bedah untuk induksi anestesi pilihan utama adalah pentotal (selama tidak
ada kontra indikasi pemberian pentotal). Barbiturat menurunkan
metabolisme otak. menurunkan ICP. menurunkan influx Ca, memblok
terowongan Na, menghambat pembentukan radikal bebas, menurunkan
laktat glutamat, aspartat ekstraseluler. Di ICU dapat diberikan magnesium
atau pentotal.

5) Anestesi Volatil Sebagai Protektor Otak


Efek proteksi otak dari anestetika volatil dilihat dari efek antinekrotik dan
anti apoptotik. Anestetika inhalasi meningkatkan CBF didaerah yang
iskemik. Mengurangi metabolisme otak, menekan konvulsi, menghambat
pelepasan asam laktat dan neurotransmiter eksitatori, mencegah in finks
patologik Na, Ca2', menghambat peroksidasi lipid, mengurangi
pembentukan radikal bebas.
Isofluran, sevofluran, desfluran menekan metabolisme otak secara
maksimal pada dosis 2 MAC sehingga akan memperbaiki
ketidakseimbangan antara pasokan dan kebutuhan oksigen.
a) N2O Sebagai Protektor Otak
Pada penelitian dengan profilaksis dan terapi barbiturat pada postiskemik,
menunjukkan tidak adanya proteksi otak dengan N2O, hal ini dihubungkan
dengan peningkatan kebutuhan metabolisme scrcbral terhadap oksigen.

60 Dasar-Dasar Neuroanestesi
Kombinasi N2O/O2 dan isolluran lebih buruk dari pada 02/nitrogen dan
isofluran pada pasien dengan iskemia inkomplit. Pemberian isoflurane/Ch
akan memperbaiki outcome dari pada N2O/O2 walaupun N2O/O2 ♦
isolluran memperburuk outcome bila pi I dapat dikendalikan.
Pada tahun 1938 CD. Courville mempublikasikan “The
pathogenesis of necrosis of the cerebral gray matter following nitrous
oxide anesthesia” suatu artikel yang menunjukkan foto vacuola pada
neuron cortical pada pasien yang meninggal setelah berikan N2O. Enam
puluh tahun kemudian Jevtovic Todorovic dan ko-autor mempublikasikan
bukli yang menunjukkan bahwa N2O menyebabkan vakuolisasi dari
endoplasmik retikulum dan mitokondria neuron pada singulate posterior
dan korteks retrospinal tikus. Apakah kita akan melakukan hal seperti
sekarang apabila laporan Courville mendapat perhatian yang lebih serins?
Mekanisme kerja N2O adalah antagonis reseptor NMDA, dan
seperti halnya antagonis NMDA lainnya, N2O telah menunjukkan
mengurangi kerusakan akibat pelepasan glutamat yang banyak. Akan
tetapi. tidak beruntung sebab NMDA juga mengaktifkan neuron inhibisi,
blokade NMDA menyebabkan inhibisi pelepasan gamma-aminobutyric
acid (GABA), jadi ada disinhibisi menyeluruh. Hal ini mungkin suatu
komponen mekanisme yang mana N2O, seperti NMDA antagonis lainnya
(ketamin, phencyclidine, dcctrophan, MK-801) dapat menyebabkan
kerusakan saraf.
Pada pasien dengan defisiensi asam folat, pemberian tunggal N2O
dapat menyebabkan degenerasi medulla spinalis. Kurang langsung tapi
juga Qgak sering, pemberian N2O menyebabkan peningkatan plasma
homocystein yang dapat meningkatkan koagulasi, menurunkan flow-
mediated vasodilatasi dan meningkatkan miokardial iskemia pascabedah.
Hal-hal itu semua dapat menyebabkan masalah yang kompleks saat
pemulihan di Neuro 1CU. Hyperhomocysteinemia yang lama mcrupakan
suatu laktor risiko terjadinya penyakit serebrovaskuler.
Pertanyaan tentang efek N2O pada neuroprotcksi sebagai obat
anestesi utama telah dilakukan berbagai pcnelitian. Setelah Arnfred dan
Seller menunjukan bahwa pentotal mempunyai waktu survival lebih dari
dua kali pada tikus yang hipoksia sedangkan N2O akan mengurangi
survival, ditemukan bahwa penambahan N2O sesungguhnya akan
menghilangkan protektif efck dari pentotal pada model yang sama. Dua
tahun kemudian Baughman dan koautor menemukan bahwa 0,5 MAC
N2O yang ditambahkan pada 1 MAC atau 0,5 MAC isollurane akan
menghilangkan efek proteksi otak isofluran. Sugaya dan Kitani
sclanjutnya melaporkan bahwa N2O mengurangi efek proteksi isofluran

Dasar-Dasar Neuroanestesi | 61
dalam memelihara protein sitoskeletal neuron yang sangat penting sclama
iskemia forebrain pada otak. Lebih baru lagi, Jevtovic Todorovic dan ko-
autor menemukan bahwa N2O menyebabkan dosis non toksik ketamin
menjadi dosis toksik pada tikus. Bukti-bukti dari penemuan klinis dan
laboratoris menghasilkan adanya efek neurotoksik langsung dari N2O
didukung dengan penemuan yang mana N2O mempengaruhi pemulihan
clektrofisiologis dari hipoksia berat tanpa mempengaruhi parameter
biokimia sepeiii konsentrasi ATP. influks Ca, etluks K dan influks Na.
Disamping neurotoksisitas langsung, N2O meningkatkan
metabolisme otak, aliran darah otak, dan tekanan intrakranial bila
digunakan secara tersendiri, akan tetapi pengaruh ini bervariasi bila N2O
digunakan sebagai tambahan anestetik, dengan atau tanpa hipokapnia,
dengan atau tanpa penekanan LEG. Ada sejumlah penelitian, baik pada
binatang maupun manusia, yang mengkonfimiasikan bahwa N:0
menimbulkan vasodilatasi screbral sebagai ekses dari efek stimulasi pada
metabolisme otak. Suatu peningkatan pada metabolisme sercbral telah
ditunjukkan pada tikus, kambing, dan anjing. Efek vasodilatasi serebral ini
terlihat pada kelinci. kucing, tikus, babi dan manusia.
Penelitian terhadap manusia dilakukan untuk menganalisis aliran
darah otak ke regional. Penelitian tersebut menemukan adanya perubahan
yang heterogen yang bertendensi meningkat di korteks bagian anterior dan
menurun di korteks bagian posterior. Perubahan antero-posterior ini
berbeda dibandingkan dengan perubahan yang ditimbulkan oleh
vasodilator lain, seperti CO2 yang menyebabkan perubahan aliran darah
otak yang seragam di semua bagian korteks. Peningkatan aliran darah otak
dcngan N2O paling nyata terbukti sclama ancstcsi inhalasi. Terjadi
peningkatan aliran darah otak bila N2O ditambahkan pada anestesi dengan
halotan. Secara teoritis, perubahan alirah darah otak dengan N2O bersifat
sekunder terhadap perubahan metabolisme otak atau akibat langsung pada
pcmbuluh darah serebral.
Peningkatan kedalaman anestesi dari 0.5 ke 1 MAC iso 11 uran
menyebabkan penurunan yang nyata pada CMRglu. Scdangkan bila
ditambah 70% (0,5 MAC) pada 0.5 MAC isofluran (1 MAC total)
CMRglu tidak berubah. Tidak adanya perubahan CMR bila 0,5 MAC N2O
ditambah pada 0,5 MAC isofluran menunjukan bahwa elek N:0 pada
aliran darah otak bersifat langsung danjuga oleh faktor lain sclain karena
perubahan metabolisme serebral.
Pada penelitian kelinci temyata walaupun reaktivitas CO2 tetap ada
selama pemberian N2O dihipervcntilasi, tidak meneegah vasodilatasi bila
N2O ditambahkan pada anestetika volatil. Walaupun N2O secara jelas

62 | Dasar-Dasar Neuroanestesi
meningkatkan aliran darah otak dan metabolisme otak, efek ini mungkin
berbeda bila diberikan obat anestesi intravena. Pada penelitian tentang
pengaruh propofol terhadap kera, ditemukan bahwa penambahan udara
dalam campuran udara respirasi dengan 60% N2O tidak mempunyai
pengaruh pada aliran darah otak atau metabolisme otak. N2O adalah suatu
vasodilator yang lebih kuat daripada isofluran pada manusia. Pengaruh
N2O pada tekanan cairan serebrospinal pada pasien tumor otak lebih
penting daripada efek isofluran pada dosis yang equipoten. Pada tahun
1974 sudah dibuktikan bahwa N:0 meningkatkan tekanan intrakranial
pada pasien yang mengalami penurunan komplians otak. N2O 60%
meningkatkan aliran darah otak sekitar 100% dan meningkatkan CMRO2
20% yang dapat dilurunkan dengan pentotal. opioid, dan tehnik
hiperventilasi/hipokapni.
Pemberian reserpin sebelum pemberian N2O tidak mengubah efek
N2O terhadap aliran darah otak dan CMRO2. Hal ini menunjukkan bahwa
efek N2O bukan karena hiperaktif simpatis. Pada bin-bin. N2O
meningkatkan aliran darah otak dan CMRO, tanpa adanya peningkatan
katekholamin plasma. Akan tetapi, peneliti lain mengatakan N2O
menyebabkan peningkatan aktivitas simpatis dengan menimbulkan
konstriksi perifer dan peningkatan

Dasar-Dasar Neuroanestesi | 63
norcpinefrin. Meningkatkan ncurotoksisitas NMDA hewan coba
tikus, potensiasi dcngan kerusakan NMDA. Bila ditambah ketamin lcbih
memperburuk kerusakan neuron. Penambahan dosis nontoksik N:0 pada
anestesi midazolam/isofluran menghasilkan reaksi neurodegenerasi berat
di thalamus dan korteks parietal. N:0 menyebabkan muntah pada 90%
pasien.
Simpulannya: selama anestesi bedah saraf scbaiknya jangan diberikan
N2O.

b) Halothan Sebagai Protektor Otak


Halotan paling kecil efek menurunkan CMRO: tapi meningkatkan aliran
darah otak 3 kali lebih besar daripada isofluran. Penggunaan halotan
dengan N2O, meningkatkan aliran darah otak 300%. Autoregulasi hilang
pada > I MAC dan menetap sampai periode pascabedah. Meningkatkan
produksi dan absorbsi cairan serebrospinalis, bisa terjadi kerusakan dari
blood brain barier dan blood-CSF barier. Peningkatan “brain water”,
permeabilitas BBB, edema. Pada konsentrasi 2% terjadi kerusakan
mitokondria. Peningkatan scnsitilitas myocardium terhadap katekolamin

c) Entluran Sebagai Protektor Otak


Dapat menimbulkan seizure EEG pada dosis moderat (1,5-2 MAC) dan
hipokapnia. Menurunkan CMRO2. Efek pada C'SF adalah meningkatkan
produksi dan menurunkan absorpsi, sehingga pemakaian entluran yang
lama akan meningkatkan volume LCS. Proteksi iskemia serebral, entluran
lcbih baik dari halotan tapi kurang baik dibanding isofluran. Pada 1 MAC
autoregulasi hilang, sehingga seperti halotan, entluran tidak dianjurkan
untuk neuroancstesi.

d) Isofluran Sebagai Protektor Otak


Isofluran, sesuai dengan dosisnya akan menekan metabolisme dengan kuat
sama seperti barbiturat. Tidak ada depresi metabolisme lcbih jauh lagi bila
EEG sudah isoelektrik. Keadaan ini dapat terjadi pada konsentrasi
isofluran 3%. Gambarannya sama dengan bila diberikan dosis besar
barbiturat.
Walaupun ada laporan yang baik, ada juga yang negatif. Jadi, kcadaannya
belum jelas. Perbcdaan ini mungkin dihubungkan oleh

64 1 Dasar-Dasar Neuroanestesi
kenyataan bahvva isofluran tidak dapat digunakan untuk mcnurunkan
tckanan intrakranial. Dapat terjadi steal phenomena, juga mengurangi
aliran darah pada iskemik penumbra. Keuntungan proteksi otak isofluran
dibandingkan dcngan pentotal adalah lebih kecilnya efek penekanan
isofluran terhadap hemodinamik serta cepat pulihnya isofluran. Tetapi
peneliti lain mengatakan efek vasodilatasi dan penekanan miokard akibat
dosis tinggi pentotal kurang jika dibandingkan dengan dosis 2 MAC
isofluran yang membuat EECi isoelektrik
Bcrdasarkan laporan pertama. isofluran menyebabkan penurunan
yang besar dari CMRO2 pada konsenlrasi klinis. Oleh karena itu. dapat
diperkirakan bahwa isofluran mempunyai efek proteksi otak selama
pembedahan. Isofluran menghambat eksitotoksisitas akibat akumulasi
glutamat pada ruangan ekstraseluler selama iskemia, sebagai antagonis
reseptor gtutamat karena itu mengurangi masuknya kalsium ke dalam sel,
suatu GABA agonis. Bcrdasarkan hal-hal tersebut isofluran dapat
mengurangi kematian sel.
Isofluran menekan aktivitas listrik otak pada titik isoelektrik pada
dosis klinis (2 MAC). Cadangan energi otak dipelihara sestiai tingkatan
depresi metabolisme sama dengan barbiturat. Beberapa penelitian
menyokong efek proteksi otak isofluran, tetapi penelitian yang lain gagal
menunjukkan efek yang nyata atau tidak ada perbedaan jika dibandingkan
obat anestesi yang lain. Nelils dkk., menunjukkan efek proteksi barbiturat
tetapi tidak dengan isofluran pada babon yang dioklusi arteri serebri
medianya. Sebaliknya, bila tckanan darah sama, efek proteksi otak sama
antara barbiturat dan isofluran.
Bukti-bukti klinis menyokong efek proteksi otak isofluran. Pada
pasien karotidenarterectomi, aliran darah otak regional yang EEGnya
menunjukkan iskemi (ischemic ires hold), secara nyata lebih rendah
dengan isofluran (8-10 ml/100 gr/menit daripada yang ditunjukkan halotan
(18-20 ml/100 gr/menit).
Isofluran hanya mempunyai efek proteksi otak selintas melawan
iskemi fokal yang berat. Hanya mempunyai efek antinekrotik tapi tidak
mempunyai efek anti-apoptotik. Karena istilah proteksi otak melingkupi
antinekrotik dan antiapototik, maka disimpulkan isofluran tidak
mempunyai efek proteksi otak. Pendapat ini masih diperdebatkan sehingga
dalam pemakaian untuk neuroanestcsi. isofluran masih ada tempatnya
dengan memherikan dosis tidak boleh lcbih dari 1,5 MAC.

■ Konsentrasi isotluran 0,5% menurunkan CBF, Konsentrasi isofluran 0,95%


meningkatkan CBF.
■ Isoflurane 1% meningkatkan ICP mudah diturunkan dengan
hipokapni/pentotal.

Dasar-Dasar Neuroanestesi | 65
■ Autoregulasi tetap utuh sampai dosis 1,5 MAC.
■ CO 2 respons tetap utuh sampai dosis 2,8 MAC.
■ LCS : produksi tidak berubah, peningkatan absorbsi.
■ Kenaikan tekanan intrakranial: isofluran berakhir 30 menit.
Enfluran/halothan berakhir 3 jam.

e) Sevofluran Sebagai Protektor Otak


Sejak diperkcnalkannya sevofluran, tclah diketahui bahwa sevofluran
mempunyai gambaran yang mcnguntungkan untuk neuroanestesi. Sebagai
contoh: lcbih cepatnya pemulihan dengan sevofluran dibandingkan dengan
isofluran, akan mempercepat evaluasi neurologis pascabcdah. Si tat ini
menyebabkan sevofluran merupakan obat terpilih untuk bedah saraf. Akan
tetapi, semua obat anestesi inhalasi bersifat vasodilatasi serebral sehingga
kcmungkinan akan meningkatkan aliran darali otak, volume darah otak,
dan tekanan intrakranial. Tetapi pada pcnelitian-penelitian terbukti efek
vasodilator serebral sevofluran lebih keeil daripada isofluran dan halotan
(perbandingan vasodilatasi serebral sevofluran: isofluran: enfluran: halotan
adalah 0,8 : 1 : 2 : 3) sehingga sevofluran lebih dianjurkan untuk operasi
bedah saraf. Pcnelitian-penelitian menunjukkan bahwa efek sevofluran
pada sirkulasi serebral adalah minimal dan lebih keeil daripada isofluran.
Juga sevofluran mempunyai beberapa keuntungan dibandingkan dengan
TIVA.
Pcnelitian-penelitian tentang efek sevofluran pada pembuluh darah
serebral telah ditekankan pada cfeknya terhadap reaktivitas CO:,
autoregulasi serebral, diameter pembuluh darah, metabolisme serebral dan
aliran darah otak. Kemampuan pembuluh darah otak untuk beraksi
terhadap perubahan PaCCb, penting untuk neuroanestesi yang aman.
Relleks terhadap CO2 ini tetap dipertahankan pada dosis sevofluran sampai
1,3 MAC.
Hal yang sama, autoregulasi sclama anestesi dengan sevofluran
tetap dipertahankan sampai 1,5 MAC dengan metode

66 | Dasar-Dasar Neuroanestesi
yang menilai dinamika autoregulasi. Sebaliknya, 1,5 MAC isofluran
mcnghilangkan autoregulasi serebral. Salah satu alasan penting untuk
perbedaan ini adalah penurunan efek dilatasi dari sevofluran (sedikitnya
75%) dibandingkan dcngan isofluran pada pembuluh darah serebral.
Efek keseluruhan sevofluran pada metabolisme dan aliran darah
serebral bergantung pada keseimbangan vasokonstriksi yang sekunder
(terhadap penurunan metabolisme dan efek vasodilatasi dirck dari obat.
Kebanyakan penelitian pada manusia menunjukkan suatu efek bersamaan
dari penurunan utilisasi oksigen serebral dan aliran darah sampai 40% pada
dosis 1 MAC. Sedikit, peningkatan tekanan intrakrania! yang tidak
signifikan terlihat dengan sevofluran dan isofluran, tetapi tekanan perfusi
otak dipertahankan lebili baik dengan sevofluran.
Stabilitas aliran darah otak secara empiris bernilai khusus jika
kondisi pembuluh darah otak tidak diketahui. Aliran darah otak stabil bila
sevofluran didahului dengan pemberian obat anestesi intravena.
Sebaliknya, desfluran menyebabkan peningkatan aliran darah otak yang
nyata, mungkin sekunder terhadap suatu peningkatan tekanan darah
sistemik dan vasodilatasi serebral. Lagipula, aliran darah otak stabil selama
induksi anestesi dengan sevofluran, tetapi induksi intravena dengan
propofol dapat menurunkan aliran darah otak. Sevofluran memperbaiki
outcome neurologis setelah iskemia serebral incomplete pada tikus coba.
Kalau isofluran tidak mampu mencegah infark serebral setelah iskemia
fokal pada tikus, ternyata sevofluran mempunyai efek antinekrotik dan
antiapoptotik.

Isofluran menguntungkan untuk neuroanestesi antara lain karena;


1) Lebili eepat bangun dengan sevofluran dibanding Isofluran
2) Lebili cepatnya dilakukan evaluasi neurologik pascabedah.

Dasar-Dasar Neuroanestesi I 67
1) Efek sercbral vasodilatasi sevofluran lebih kecil dibanding halotan,
enfluran dan isofluran.
2) Efek pada sirkulasi darah lebih kecil dibanding isofluran.
3) Menguntungkan pada tehnik TIVA dengan propofol biaya lebih
hemat
4) Dosis tinggi propofol dihubungkan dengan propofol in fits
syndrome dan propofol memicu apoptotik.
Simpulannya: Bila ada sevofluran, lebih baik menggunakan sevofluran
daripada isofluran.

6) Alpha-2 agonist Dexmedetomidine Sebagai Protektor Otak


Delapan kali lebih spesifik untuk a2-adrenoceptor daripada klonidin.
Superselektif a2-adrenergic dengan selektivitas 1600:1 (a2 : al). Efek
sedasi tergantung dari besamya dosis tetapi dengan dexmedetomidine
pasien ccpat menjadi kooperatif. Ini yang bcrbcda dengan obat sedatif yang
ada sckarang ini.
Dexmedetomidine adalah suatu alpha-2 agonist yang selektif dan
paten. Secara klinis menunjukkan efek sedasi yang efektif, menghilangkan
atau mengurangi kebutuhan analgetik lain, pasien sadar bila distimulasi,
tidak terbukti adanya depresi nafas sehingga dapat diberikan tanpa
diintubasi dan diventilasi, perubahan hemodinamik dapat diperkirakan,
mempunyai anesthesia sparring effect, menyebabkan penurunan tekanan
darah dan denyut jantung, menurunkan katekholamin plasma, diuresis
akibal inhibisi pelepasan anti diuretic hormon (ADH) dan antagonism efek
ADH pada tubulus serta mempunyai efek dekongestan dan antisialogogus.
Dexmedetomidine menurunkan aliran darah otak, reaktivitas
terhadap CO: dipertahankan, autoregulasi tetap dipcrtahankan,
vasokonstriksi serebral, mengurangi volume darah otak, menurunkan ICP,
akan tetapi CMRO: tidak berubah. Efek dexmedetomidine pada CBF
terlihat pada hewan coba bahwa dexmedetomidine menyebabkan
pengurangan aliran darah otak sarnpai 45%, tetapi tidak mempunyai efek
pada CMRO: dan bergantung pada dosisnya menyebabkan konstriksi arteri
dan vena pial serta efek vasodilatasi serebral akibat hipoksia dan
hiperkapnia dapat diurangi.

68 Dasar-Dasar Neuroanestesi
Pada penelitian manusia menunjukkan vclositas aliran darah otak
rata-rata menurun dengan meningkatnya konsentrasi dexmedetomidin
dalam plasma. Hal ini menunjukkan peningkatan resistensi pembuluh
darah serebral. Efek dexmedetomidine pada ICP ditunjukkan pada hewan
coba. ICP menurun bila sebelumnya sudah ada hipertensi intrakranial.
Pada penelitian manusia, tidak mempunyai pengaruh pada tekanan CSF
lumbal pada pasien yang sedang menjalanai reseksi tumor hipofise
transphenoidal. Efek proteksi otak dexmedetomidine antara lain
mcnghambat iskcmia akibat pelepasan norepinephrin, mencegah
kematian sel neuron yang berjalan lambat akibat iskcmia fokal dan
tcrbukti mampu menurunkan volume iskemik total sampai 40%. Secara
keseluruhan dexmedetomidin aman dan dapat ditolerir dengan baik.
Kejadian yang tidak diinginkan (>3%) yaitu hipotensi, hipertensi,
bradikardi, demam, mual, muntah, hipoksia, atrial fibrilasi.
Dosis dan cara pemberian dexmedetomidine:
1. Dosis bolus I mcg/kg diberikan > 10 menit. Dosis rumatan 0,4
mcg/kg,jam (0.2 -0,7)
2. Harus diberikan melalui infus pump atau syringe pump.
3. Atur dosis untuk level sedasi yang diinginkan
4. Penurunan dosis diperlukan untuk pasien dengan gangguan
fungsi hepar dan ginjal
5. Infus diteruskan/kontinyu pada pasien dengan ventilator pada
saat sebelum ekstubasi, sedang ekstubasi dan setelah ekstubasi.

Dasar-Dasar Neuroanestesi | 69
7) Lidokain Sebagai Protcktor Otak
Lidokain berkerja menghambat tekanan darah dan laju nadi pada saat
laringoskopi-intubasi juga bcrefck proteksi otak dengan cara mcmblok
terowongan Na sehingga menghambat influks Na, mengurangi cedera
pasca nekrotik. Dosis lidokain adalah 1- 1,5 mg/kg BB secara intravena
dilanjutkan dengan infus kontinyu Img/kg BB/jam.

8) Erythopoietin (EPO)
Mcmpunyai efek proteksi langsung pada sel neuron selama iskemia
serebral. Efek tidak langsungnya dengan cara menstimulasi pertumbuhan
pcmbuluh darah otak. Berperan pada pertumbuhan, pemeliharaan,
perlindungan, dan perbaikan sistim saraf. Sebagai proteksi otak melalui
efek antiapoptotik mengurangi eksitotoksisitas neuron, antioksidan,
mengurangi, inflamasi, mengstimulasi neurogenesis dan angiogenesis.

5.2. Fast-truck !\euroanesthesia


Fast-track neuroanestesia mungkin merupakan hal yang baru bagi beberapa
dokter spesialis anestesiologi. Fast-track anestesi memungkinkan pasien
bedah berada di postanesthesia care unit (PACU) dalam vvaktu yang
singkat atau bahkan tidak perlu ke PACU, melainkan dari kamar bedah
langsung ke ruang perawatan, atau mungkin juga menjadi lcbih pendcknya
lama tinggal di unit tcrapi intensif atau tempat perawatan pascabedah
lainnya. Dengan teknik fast-track memakai obat anestesi short acting fast
emergence (SAFE), dan bergantung pada jenis operasinya, operasi bedah
otak dapat diperlakukan sebagai bedah rawat jalan.
Pendekatan multimodal untuk fast-track anesthesia adalah
menyiapkan pasien dari mulai periode prabedah. Pada periodc prabedah
harus mengoptimalkan status kesehatan pasien, misalnya pada pasien
dengan tumor otak yang mengalami malnutrisi, maka kita harus
memperbaiki keadaan malnutrisinya pada saat sebclum pembedahan.
Selama pembedahan harus mengurangi stress respons akibat pembedahan,
dengan mengurangi trauma bedah itu sendiri, mengurangi nyeri dan
perdarahan, mencegah hipotermi intraoperatif dan pascabedah. Suhu tubuh
selama pembedahan sebaiknya dalam kcadaan permisive hypothermia yaitu
suhu 35°C dan pada pcriode pascabedah dinaikkan menjadi 36°C. Apabila
memenuhi syarat, segera setelah operasi selesai pasicn diekstubasi. Ada
tujuh kunci untuk dilakukannya fast-track anestesi yaitu:
1) Mcmperbaiki cara pemiiihan pasien dan pendidikan pada pasien.
2) Mcrcvisi kriteria bypass bypass post anesthesia care unit

70 | Dasar-Dasar Neuroanestesi
(PAC'U). Saat ini untuk keluardari PACU (ruang pulih fase I)
adalah bila mencapai Aldrete score > 9, dan untuk keluar dari
ruang pulih fase II bila mencapai Postanesthesia Discharge
Scoring System (PADSS) > 9.
3) Menggunakan Short Acting Fast Emergence (SAFE) anestetika
inhalasi.
4) Strategi prolllaksis Post Operative Nausea and Vomiting (PONV).
5) Meningkatkan penggunaan blok saraf perifcr (misalnya pada
awake craniotomy)
6) Memakai alat-alat yang lebih baik, misalnya pemakaian laryngeal
mask airway (LMA), pada saat pasien harus tidur pada awake
craniotomy.
7) Integrasi dengan perawat PACU.

Keuntungan fast-track anesthesia adalah pemulihan yang cepat,


mengurangi lama tinggal di PACU/IC’U, menurunkan keperluan
pemakaian alat monitor dan kertas, pasien ccpat kembali ketempat yang
lebih menyenangkan, dan mengurangi biaya.
Cepat pulih dan ccpat ekstubasi menyebabkan cepatnya
mendiagnosa bila ada komplikasi intrakranial, akan tetapi, ekstubasi cepat
dapat menimbulkan agitasi, peningkatan kebutuhan O2, pelepasan
katekhplamin, hiperkapnia, hipertensi sistemik yang akan membawa kearah
terjadinya hiperemia serebral, edema serebral. perdarahan serebral.
Ekstubasi dini menguntungkan karena lama tinggal di ICU akan lebih
singkat. Pada neuroanesthesia yang modern sering pasien bangun dan
diekstubasi diakhir operasi yang lama.
Keuntungan ccpat bangun dari anestesi adalah lebih ccpatnya
pemeriksaan ncurologis, lebih ccpatnya menentukan diagnosa untuk
pemeriksaan selanjutnya, kejadian hipertensi kurang, lonjakan
katekholamin kurang, biaya lebih murah.
Kerugian bangun yang cepat adalah meningkatkan resiko
hipoksemia, hiperkarbia, sulitnya memantau respirasi saat transfer ke ICU.
masih ada hipotermi karena tidak eukup waktu untuk rewarming.

SAFE anestetika
Sevofluran adalah anestetika in halasi derivat methyl isoprophylether
dengan kelarutan yang rendah (0,63), serta uptake dan eliminasi cepat.
Induksi inhalasi berlangsung cepat, tanpa iritasi jalan nafas, batuk,
menahan nafas, spasme laring dengan konsentrasi tinggi sevofluran (8%).

Dasar-Dasar Neuroanestesi | 71
Sevofluran memberikan pemulihan yang lebih cepat dan penilaian
neurologis pascabedah yang lebih ccpat daripada isofluran pada kasus
bedah saraf yang memcrlukan operasi yang lama.
Obat anestesi inhalasi pada umumnya menyebabkan vasodilatasi
pembuluh darah serebral, dan meningkatkan aliran darah otak. Keuntungan
utama sevofluran adalah kelarutannya yang rendah sehingga onsetnya
cepat, pemulihan ccpat, serta mudah mengatur kedalaman anestesi. Selain
itu mempunyai elek proteksi otak, serta paling kecil menyebabkan
vasodilatasi pembuluh darah otak dibandingkan dengan obat anestesi
inhalasi lainnya. Bila dibandingkan antara semua obat anestesi inhalasi
yang ada di Indonesia, sevofluran < isofluran< ethran< halothan. Efck
vasodilatasi serebral sevofluran 0,6 kali efek isofluran. Efck akhir dari
aliran darah otak bergantung pada keseimbangan efck langsung
vasodilatasi dan efek tidak langsung akibat penurunan metabolisme otak.
Respon autoregulasi tetap intact pada konsentrasi sevofluran 1,5 MAC’,
akati tetapi sudah hilang pada 1,5 MAC isofluran dan desfluran. Sevofluran
menunjukan pemulihan dan penilaian neurologis yang lebih cepat daripada
isofluran pada operasi bedah saraf yang lama.

72 i Dasar-Dasar Neuroanestesi
Kejadian PONV pada awake craniotomy lebih rendah daripada
ancstcsi umum. Fast-track neuroanestesi adalah tennasuk teknik anestesi
bcdah otak dengan memakai anestesi lokal, kombinasi anestesi umum
dengan anestesi lokal (Monitored Anesthesia CareIMkC), dan anestesi umum
dengan obat yang bersifat Short Acting Fast Emergence (SAFE).
Cepat pulih dan cepat ekstubasi menyebabkan cepatnya dapat
dilakukan diagnose bila ada komplikasi intrakranial. akan tetapi ekstubasi
cepat dapat menimbulkan agitasi. peningkatan kebutuhan O2, pelepasan
katekolamin, hiperkapnia, hipertensi sistemik yang akan membawa
terjadinya hyperemia serebral, edema serebral, perdarahan serebral.
Ekstubasi dini menguntungkan karena lama tinggal di 1CU akan
lebih singkat. Pada neuroanesthesia yang modem seeing pasien bangun dan
dieksturbasi diakhir yang lama.
Keuntungan cepat bangun dari anestesi adalah lebih cepatnya
pemeriksaan neurologis, lebih cepatnya menentukan diagnosa untuk
pemeriksaan selanjutnya, kejadian hipertensi berkurang, lonjakan
katekolamin kurang, biaya lebih murah.
Kerugian bangun yang cepat adalah meningkatkan resiko
hipoksemia hiperkarbia, sulitnya memanlau respirasi saat tranfer ke lC’U,
masih ada hipotermia karena tidak eukup vvaktu untuk rewarming.
Pasien dapat segera di ekstubasi bila memenuhi persyaratan sebagai
berikut:
Tabel 22. Kondisi untuk early emergence

Dasar-Dasar Neuroanestesi | 82
Tabic 23. Risiko dan Keuntungan Early v.s Delayed Recovery

Keuntungan: Keuntungan:
• Bila diperlukan pemeriksaan dan • Risiko hipoksemia dan atau
intervensi neurologi dapat segera hiperkarbia kurang •
dilakukan Pengendalian respirasi dan
• Indikasi untuk pemeriksaan hemodinamik lebih baik
lanjutan segera diketahui • Lebih mudah ditransfer ke ICU
• Hipertensi kurang, lonjakan • Periode stabilisasi sama dengan
katekolamin kurang • saat pembedahan •
Dikerjakan oleh anesthetist yang Lebih mudah mencapai
mengetahui keadaan pasien: otak normotermi
tidak slack, perdarahan. tindakan
pembedahan dsb • Efek Kerugian:
akibat anestesi dan • Monitoring neurologis kurang
pembedahan dapat dibedakan • Perubahan hemodinamik lebih
• Biaya lebih rendah besar
• Lebih besar pelepasan katekolamin
Kerugian:
• Risiko hipoksemia,
hiperkarbia meningkat
• Pemantauan respirasi sulit
selama ke ICU
• Hipotermia?

Check list sebelum dilakukan ekstubasi segera:


Kesadaran prabedah adekuat, operasi otak terbatas, tidak ada laserasi otak
yang luas, bukan operasi fossa posterior yang luas yang mengenai saraf
IX dan XII, bukan reseksi arterio-venous malformation (AVM) yang
besar (risiko terjadinya edema pascabedah malignan), temperatur normal,
oksigenasi normal, kardiovaskuler stabil.

Rangkaian persiapan untuk membangunkan pasien:


Pcrsiapan membangunkan pasien dengan tujuan untuk mencegah depresi
nafas adalah menghentikan pemberian opioid yang bersifat midle atau
long acting 60 menit sebelum operasi selesai, anestesi dihentikan saat
menjahit kulit, blok neuromuskuler di TOF 2, bila digunakan obat
pelumpuh otot berikan antidotum pelumpuh otot sebelum ekstubasi.
Naikkan PaCCE kearah normoventilasi

74 i Dasar-Dasar Neuroanestesi
l abel 24. Kondisi sistemik dan serebral yang menyebabkan pasien
lambat bangun

Hindari rangsangan nyeri yang tidak perlu, misalnya lepas headpin


sesegcra mungkin, ambil pak di mulut/faring, penghisapan faring dilakukan
sebelum pasien betul-betul bangun. Terapi lonjakan tekanan darah,
sasarannya MAP < 120 mmHg dengan lidokain l,5mg/kg,
dexmedetomidine, atau beta bloker. Saat transfer kc PAC'U atau ICU
berikan O:, dan pemantauan EKG, tekanan darah, SpCh terns dilakukan.

Masalah Ekstubasi Dini


Komplikasi yang paling ditakutkan setelah operasi intrakranial adalah
terjadinya hematoma intrakranial dan edema serebral berat yang membawa
kearah terjadinya hipoperfusi otak. Hipertensi arterial melalui pelepasan
katekholamin dan hiperkapnia dapat mempromosi terjadinya komplikasi
ini. Cedera sekunder lain yang bersifat sistemik seperti hipoksia dan
hipotensi dapat meningkatkan cedera neuron pada daerah otak yang
hipoperfusi. Jadi, bangun dari anestesi harus lancar, dengan parameter
respirasi dan kardiovaskuler yang stabil, tanpa ada batuk dan melawan pada
ventilator. Sedasi yang lama masih dianjurkan untuk meneapai stabilitas
suhu dan kardiovaskuler setelah prosedur intrakranial. Sebaliknya. diagnosa
cepat komplikasi bedah saraf merupakan hal yang penting untuk
memperkecil kerusakan otak. Diagnosa komplikasi bergantung pada
pemeriksaan neurologis yang cepat setelah pasien bangun, karena
kesadaran pasien pasien standar emas untuk melihat fungsi otak. Setelah
suatu operasi yang tidak kompleks, pasien dalam keadaan normotermi dan
normovolemia.

Dasar-Dasar Neuroanestesi j 75
pada sebagian bcsar pasien pemulihan dari neuroanestesi berlangsung
dcngan sedikit perubahan metabolik dan hemodinamik. Jadi, pemulihan
yang segera dengan ekstubasi dilakukan di kamar bcdah merupakan metode
yang lebih disukai bila kesadaran prabedali baik dan tindakan bcdah tidak
mengenai daerah otak yang berbahaya. Jika prabedali pasien tidak sadar,
operasi luas atau didaerah otak yang krilis, extubasi cepat kadang- kadang
lebih berisiko. Bila pasien dalam keadaan sadar, akan tetapi tetap
terintubasi, dapat dilakukan dengan pemberaian sedasi, dan evaluasi
neurologis tetap dapat dilakukan. Pada semua kasus monitoring respirasi
dan hemodinamik harus dilakukan dengan ketat.
Komplikasi pascabedah saraf mempunyai efek yang sangat
merugikan yang dapat membawa kearah kematian atau disabilitas berat.
Spesialis anestesi memegang peran kunci untuk mencegah komplikasi ini
scbab banyak faktor yang mempengaruhi aliran darah otak, metabolisme
otak, dan tekanan intrakranial (misalnya PaCh, PaC’CE, tekanan darah,
kejang, sties pascabedah) dalam kendali spesialis anestesi. Spesialis
anestesi juga memegang peranan utama dalam penemuan komplikasi
pascabedah secara dini karena kenyataan evaluasi pascabedah bergantung
pada beberapa faktor antara lain teknik anestesi selama pembedahan.

Perubahan Fisiologi selama pemulihan setelah anestesi untuk Bcdah


Saraf.
Pemulihan dari anestesi umum dan ekstubasi adalah saat yang stress pada
pasien. Stres pascabedah didefmisikan sebagai respon terhadap nyeri,
hipotermi, rasa tidak nyaman karena adanya pipa endotrakheal atau katetcr
dan stimulus luar selama proses bangun. Ada beberapa respons fisiologis
terhadap stres pascabedah, termasuk peningkatan konsumsi O2 (VO2),
kadar katekholamin darah, tekanan darah dan denyut jantung. Pada
kebanyakan kasus, tekanana darah dan denyut jantung meningkat secara
gradual ke nilai prabedali atau lebih tinggi dari saat pasien bangun.
Ekstubasi menyebabkan penambahan peningkatan dari parameter ini
melalui stimulasi trachea dan laring. Menggigil, nyeri, dan awareness
merupakan penyebab utama perubahan metabolik, hemodinamik, aliran
darah otak, dan tekanan intrakranial.
Perubahan Metabolik
Peningkatan VO2 dan pelepasan katekholamin perubahan metabolik yang
paling relevan selama pemulihan. Menggigil, yang disebabkan karena
penggunaan anestetika inhalasi, hipotermi intraopcratif atau keduanya dapat
mcnyebabkan peningkatan VO:. Hal ini terjadi pada kira-kira 40% pasien
yang pulih dari ancstcsi umum dengan temperatur tubuh < 36,5°C.

76 I Dasar-Dasar Neuroanestesi
Penelitian lain menunjukkan adanya menggigil meningkatkan peningkatan
VO: sampai 200-400%. Selanjutnya, dibandingkan dengan pasien yang
normotermi, pasien yang hipotermi ringan selama operasi (temperatur
sentral 35-36°C) mengalami peningkatan konsentrasi norepinefrin lebih
besar, keadaan vasokonstriksi lebih nyata dan tcrdapat peningkatan tekanan
darah pada periodc pascabedah dini. Pasien yang normotermi dan tidak
menggigil peningkatan VO: lebih keeil. Akan tctapi. penelitian baru-bani
menunjukkan perbedaan anatara VO: pasien yang menggigil dan tidak
menggigil hanya sekitar 38%.
Nyeri merupakan stres faktor yang lain yang meningkatkan VO:
pascabedah dan mencetuskan pelepasan katekholamin. Analgesia mcnekan
peningkatan katekholamine plasma selama dan pascabedah dengan adanya
korelasi yang nyata antara skala nyeri dengan konsentrasi noradrenalin
plasma. Operasi intrakranial tidak dipcrtimbangkan sangat sakit pascabedah
dibandingkan dengan operasi abdominal atau torakal. Jadi jumlah besar
analgetik tidak diperlukan untuk mcnekan reaksi metabolik dan
hemodinamik akibat nyeri pascabedah.
Pemulihan mcnuju nafas spontan juga berperanan pada peningkatan
VO: pascabedah dan pelepasan katekholamin. Pasien bcdah saraf umumnya
bebas dari penyakit kardiorespirasi kecuali pasien dengan multitrauma.
Pada individu sehat, keperluan O: untuk bernafas <5% VO: total dan
weaning dari nafas kendali setelah bedah saraf tidak meningkatkan VO:
>10%.
Simpulan Fast-trak neuroanestesia:
1. Pasien bedah saraf saat bangun dari ancstcsi harus mulus,
parameter kardiorespirasi stabil, tanpa batuk.
2. Fast-track anestesi menguntungkan karena dengan cepat dapat
mengetahui bila ada komplikasi neurologis.
3. Pulih dari anestesi dan ekstubasi di kamar bcdah merupakan
metoda yang disukai saat ini.
4. Gunakan obat anestesi inhalasi dan intravena yang berifat Short
acting fast emergence (SAFE) supaya dapat dilakukan teknik Fast-
track.

5.3 Enhanced Recovery After Surgery (ERAS) dalam Neuroanestesi


Enhanced recovery after surgery (ERAS) adalah suatu tindakan
perioperatif multimodal sistematik yang bertujuan dalam mengurangi stress
pembedahan pasien schingga memfasilitasi pemulihan dini (early
recovery). Rada dasarnya merupakan tindakan multidisiplin, multimodal,

Dasar-Dasar Neuroanestesi | 77
pendekatan pasien terintegrasi dan mengintegrasikan pengetahuan dasar
dalam satu tindakan yang lebih efesien, yang akhirnya meningkatkan
outcome pembedahan. Dengan kata lain, ini adalah proses perioperative
fast-tracking yang membawa kearah lebih baiknya outcome. Dimulai oleh
Profesor Henrik Kehlet pada tahun 1997, ERAS telah sukses diaplikasikan
pada operasi colorektal, ginekologik, rektal dan pelvis, vascular dan
urologik dengan outcome yang baik. Dibandingkan dengan pengclolaan
perioperatif tradisional, penggunaan protokol ERAS telah diliubungkan
dengan outcome pasien yang lebih baik, lebih singkat lama tinggal
pascabcdah di rumahsakit dan mempercepat pemulihan.
Aplikasi ERAS dalam praktek bedah saraf merupakan konsep yang
rclatif baru. Implementasi ERAS dalam kraniotomi mempunyai pengaruh
yang nyata dalam pengclolaan pasien perioperatif. Dalam bedah saraf,
disebabkan karena morbiditas dan mortalitas yang melekat pada
penyakitnya sendiri, outcome pasien pascabcdah menurun secara eksponen,
kalau pengclolaan perioperatif tidak tepat. Ada kekurangan dalam literatur,
bergantung pada implementasi dari protokol yang kcras seperti ERAS
dalam bedah saraf.
Elemen kunci dari protokol ERAS termasuk konseling prabedah,
nutrisi enteral prabedah dan pemberian imun nutrisi, hindari puasa
prabedah dan pemberian karbohidrat sampai 2 jam prabedah, berikan
anestetika dan analgesia standar, nutrisi enteral

78 | Dasar-Dasar Neuroanestesi
dini dan mobilisasi dini. Pada kraniotomi, beberapa kosnep ERAS
tidak dapat dipakai dan konsep yang lebih baru seperti peran scalp block
dan penggunaan minimal access surgery (MAS), bila dipakai, dapat
memegang peran sangat penting dalam meningkatkan pemulihan sctelah
kraniotomi. Pcranan ERAS dalam oprasi spine major adalah sangat besar
dilihat dari lama tinggal di rumahsakit, nyeri pascabcdah, pemulihan
fungsional. Secara mendasar, komponen kunci ERAS adalah melalui masa
prabedah, pengelolaan intraoperatif dan postoperatif yang detail dan
terpantau. seperti diuraikan pada gambar dibawah ini.

Gambar 8. Komponen kunci ERAS

Sistem The Grading of Recommendations Assessment, Development


and Evaluation (GRADE) telah digunakan untuk menilai level evidens.dan
tingkatan rekomendasi.

Preoperatif
Konseling
Pendidikan pasien secara nyata mempengaruhi persetujuan pasien dan
meningkatkan kesadaran pasien terhadap outcome pembedahan, termasuk
nyeri dan status fungsional jangka panjang.

Dasar-Dasar Neuroanestesi I 88
Membuat pasicn belajar dengan baik tentang status fungsional jangka
panjangnya, membangun percaya diri mempunyai pcngaruh positif
terhadap outcome nya. Penelitian telah mengusulkan bahwa program
interaktip yang difokuskan pada konseling dan pendidikan berperan dalam
mcmperbaiki pendidikan pasien dan mcningkatkan kenyamanan pasien.

Nutrisi
Status nutrisi prabedah yang buruk adalah predictor pembantu untuk
meningkatnya morbiditas dan lama perawatan pada periode pascabedah.
sebaliknya enteral nutrisi (EN) prabedah akan memperbaiki outcome. Baru-
baru ini, perhatian telah bcrgeser pada kemungkinan adanya keuntungan
dari imunonutrien (IN). Imunonutrien mungkin meningkatkan respons sel
Summary and recommendations:
EN is recommended preoperatively and IN may be important in patients with
cancer although larger studies are needed.
Evidence level:
EN: Moderate.
IN: Moderate.
Recommendation grade:
EN: Strong for.
IN: Weak for.
imun, mengijinkan adaptasi terhadap inflamasi sistemik dan stres oksidatif.
lmunonutricnt mungkin lebih superior daripada enteral nutrisi untuk pasien
dengan cancer karena meningkatkan respons sel imun, menyebabkan lebih
tolerans terhadap stres oksidatif. Akan tetapi, secara umum penelitian ini
bias. Satu penelitian meta- analisis menunjukkan bahwa efek
menguntungkan dalam hal mengurangi lama tinggal di rumahsakit bila
dibcrikan nutrisi enteral yang kaya arginin dibcrikan 5-10 hari prabedah
dan/atau 7- 10 hari pascabedah pasicn cancer kepala dan leher.

89 | Dasar-Dasar Neuroanestesi
Merokok dan Konsumsi Alkohol
Merokok dan mengkonsumsi alkohol merupakan faktor risiko untuk
meningkatnya morbiditas dan mortalitas pascabedah. Bebas dari alkohol
untuk 1 bulan sebelum operasi elektif telah diketahui mampu mengurangi
morbiditas pascabedah diantara para pecandu alkohol. Penghentian
merokok jangka pendek < 4 minggu tidak meningkatkan atau monurunkan
risiko komplikasi paru. Akan tetapi. sedikitnya 4 minggu berhenti dari
merokok mengurangi komplikasi paru, dan bila berhenti merokok 3-4
minggu menurunkan komplikasi penyembuhan luka.

Puasa Prabedah dan Pcmberian Karbohidrat


Pemberian karbohidrat peroral 2 jam sebelum mulai oprasi pada periode
prabedah mempunyai implikasi menumpulkan resistensi insulin dengan
mengaktivasi jalur phosphatidyl inositol
3 kinase/protein kinase B. Juga mempunyai efek tambahan berupa
mengurangi rasa lapar, rasa haus dan kelemahan pascabedah dibandingkan
dengan yang puasa. Praktek ini tidak meningkatkan risiko aspirasi dan
menyebabkan lebih singkatnya lama perawatan dan lebih cepatnya
kembalinya fungsi usus pada pasien dengan oprasi colorectal. Walaupun
bukti untuk praktek bedah saraf rendah, tapi rekomendasinya kuat untuk
melakukan strategi ini.

Propilaksis Antitrombotik
Pada kraniotomi pasien bcrisiko tinggi untuk terjadi trombosis arterial dan
vena yang sclanjutnya dapat mengganggu kualitas

Dasar-Dasar Neuroanestesi | 81
hidup. Dalam hal ini. profilaksis antitrombotik mempunyai nilai lebih
besar dengan early discharge. Pada populasi kraniotomi, profilaksis
mekanik (mechano-prophvlaxis) lebih disukai daripada profilaksis dengan
obat (pharmaco-prophylaxis) disebabkan ketakutan terjadi komplikasi
perdarahan yang mempunyai risiko signifikan karena ada didalam tulang
cranium yang rigid, terutama pada pasien pascakraniotomi. Mechano-
prophylaxis termasuk penggunaan stocking kompres dan intermittent
pneumatic compression devices efisien dalam mengurangi risiko venous
thromboembolism (VTE).

Summary and recommendations:


The use of graduated compression stockings and intermittent pneumatic
compression is recommended in craniotomy patients to prevent VTE. The
routine use of anticoagulants is not recommended.
Evidence level: High.
Recommendation grade: Strong for.

Propilaksis Antimicrobial
Pasien bedah saraf mempunyai risiko tinggi untuk terjadi infcksi
pascabedah. Satu protocol berdasarkan proftaksis antibiotic perioperatif
mengurangi infeksi di luka opcrasi tapi tidak untuk kejadian meningitis.
Pendekatan ini tidak hanya menurunkan infeksi di tcmpat dilakukan
opcrasi tapi juga mengurangi infeksi diluar daerah yang dioprasi. Akan
tctapi, penelitian metaanalisis menunjukkan satu penurunan yang nyata
pada kejadian meningitis setelah dilakukan profilaksis antimicrobial.
Kebanyakan memberikan cefazolin sebagai obat pilihan pertama untuk
profilaksis antibiotic untuk kraniotomi yang diberikan 60 menit scbelum
dilakukan insisi kulit.

Summary and recommendations:


Minimize scalp shaving.
Routine prophylaxis with cefazolin within 1 hour prior to skin incision is
recommended. Patients with MRSA should be treated prophylactically with
vancomycin initiated 1 hour prior to skin incision.
Evidence level:
Scalp shaving: Moderate.
Antibiotic prophylaxis: High.
Recommendation grade:
Scalp shaving: Weak against.
Antibiotic prophylaxis: Strong for.
Intraoperatif Infiltrasi dan
Block Scalp
Infiltrasi scalp dan scalp block mengurangi stres hemodinamik dalam Hal

82 I Dasar-Dasar Neuroanestesi
lebih baiknya pengendalian hemodinamik perioperatif, mengurangi
kebutuhan opioid dcngan sccara nyata lebih rendahnya skor VAS
pascabedah. Meta-analysis scalp block telah menunjukkan penurunan
rata-rata yang signifikan yang terjadi pada periode 1 jam pascabedah.
Walaupun ada suatu kekurangan dari randomised control trial (RCT)
dalam mendukung peranan scalp blok dalam nyeri pascakraniotomi, tapi
scalp block masih merupakan suatu modal itas untuk mengurangi nyeri
pascabedah yang mempunyai pengaruh nyata pada ERAS.

Summary and recommendations:


Both scalp infiltration and scalp blocks are recommended lor craniotomies.
Evidence level: Moderate.
Recommendation grade: Strong for.

Protokol Anestesia
Pemulihan yang ccpat dari anestesia setelah kraniotomi, mengijinkan
dilakukannya penilaian neurologik dan diagnosa komplikasi intrakranial
pada saat awal, yang mana memungkinkan lebih cepatnya pasien keluar
dari rumah sakit. Beberapa penelitian membandingkan total intravenous
anaesthetic (T1VA) versus anestetika inhalasi (sevoflurane) telah
dilakukan. lelapi lidak ada satupun yang menyimpulkan keuntungan salu
dari yang lainnya. Nitrous oxide (N:0) telah diketahui meningkatkan
cerebral metabolic rate, cerebral blood flow, intracranial pressure dan
kejadian post operative nausea and vomiting (PONV). karena itu N:0
tidak digunakan dalam praktek neuroanestesi.
Peranan magnesium sulphate, dexmedetomidine dan lidocaine
dalam perioperative medicine telah diteliti sebagai adjuvant anestesi
umuin dan sebagai modalitas untuk pengendalian nyeri pascabedah.
Pcnggunaan ketamine dihubungkan dengan adanya beberapa efek
samping yang tidak diharapkan seperti halusinasi, mual-muntah dan
penglihatan kabur yang tidak menyenangkan untuk pasien-pasien yang
dilakukan kraniotomi. Awake craniotomy dihubungkan dengan outcome
yang baik dibandingkan dengan bila opcrasi dilakukan dengan ancstesi
umum dan dipertimbangkan sebagai standar operasi untuk tumor di daerah
eloquent.

Summary and recommendations:


The evidence does not support the superiority of short versus longer acting
opioids orTIVA versus pure inhalational anesthetics in craniotomies.

Dasar-Dasar Neuroanestesi | 83
Evidence level:
TIVA/short-acting opioids: High.
Intravenous lidocaine, ketamine: High.
Dexmedetomidine: High.
Recommendation grade:
TIVA/short-acting opioids: Weak for.
Intravenous lidocaine, ketamine: Strong against.
Dexmedetomidine: Weak for.

Analgesia
Pada pasien bedah saraf, pemilihan analgesik untuk pengendalian nyeri
perioperatif adalah dengan obat yang mempunyai efck minimal pada
kognitif dan orientasi. Protokol ancstesi hams tidak menggunakan opioid
yang bekerja lama karena adanya cfek samping yang tidak menyenangkan
seperti sedasi, miosis, mual- muntah, yang dapat menghalangi
diketahuinya adanya katastropik intrakranial. Efck depresi respirasi opioid
dapat meningkatkan PaCCH yang dapat menyebabkan perburukan
hemodinamik intrakranial. Dipikirkan penggunaan pregabalin preoperatif
mengurangi anxictas dan menurunkan skor nyeri pascabcdah dan
penggunaan analgesik pascabedah. Gambaran keamanan dan cfek
samping selalu harus menjadi pertimbangan dalam populasi bedah saraf.
Non-steroidal anti-injlammatory agents (NSAID) adalah analgesik yang
efektif, tapi pertimbangan perdarahan membatasi penggunaannya pada
populasi kraniotomi. Karena itu, pemilihan analgesik perioperatif yang
tepat merupakan komponen penling dari ERAS pada pasien kraniotomi.
Dalam hal ini, intravena acetaminophen lebih menjanjikan. Tapi
tidak ada penelitian yang menyokong efektivitas obat ini. Dalam seting
neurocritical care, survey multinasional menemukan bahwa penggunaan
acetaminophen merupakan first-line analgesik, kemudian diikuti oleh
oipoid dan gabapentin.

84 Dasar-Dasar Neuroanestesi
Summary and recommendations:
Gabapentin/pregabalin and tramadol have side effect profiles that arc
unfavorable for craniotomies.
Intravenous acetaminophen has yet to be proven effective in the craniotomy
population. It is possible that there is a place for limited dosing of COX-2
inhibitors and flupirtine in the craniotomy analgesic armamentarium, pending
further research ensuring safety and efficacy.
Evidence level:
Intravenous acetaminophen: Moderate.
Gabapentin/pregabalin, tramadol: Low.
NSAIDS. flupirtine: Low.
Recommendation grade:
Intravenous acetaminophen: Strong for.
Gabapentin/pregabalin, tramadol: Weak against.
NSAIDS, flutirpine: Weak for.

Summary and recommendations:


Non-invasivc cardiac output monitoring (NICOM) may allow more accurate
determination of volume status.
Evidence level: NICOM: Low.
Recommendation grade: NICOM: Strong for.
• ^
Kumatan Suhii Inti Tubuh
Mempertahankan suhu inti tubuh adalah hal yang penting dalam
pengelolaan anestesi. Hipotermi dapat memperpanjang efek blokade
neuromuskuler dan inemperlambat bangun dari anestesi.

Dasar-Dasar Neuroanestesi | 85
Summary and recommendations:
Measures to prevent hypothermia should be implemented for all craniotomies.
Evidence level: High.
Recommendation grade: Strong for.

Minimal Access Surgery (MAS)


Kurangnya nyeri pascabedah sebagai akibat dari discksi jaringan yang
lebih sedikit adalah kcuntungan dari MAS. Kepuasan kosmetik, kurangnya
rasa nyeri pascabedah, dan segera keluar dari rumahsakit membuat
minimally invasive craniotomy dan pendekatan endoscopic komponen
penting dari ERAS, akan tetapi, tidak ada penclitian RCT melukiskan
tentang quality of life setelah prosedur ini.

Summary and recommendations:


Minimally invasive neurosurgery offers exciting possibilities for improved
patient recovery and satisfaction, but there is a lack of RCT that demonstrate
improved outcomes.
Evidence level: Very low.
Recommendation grade: Weak for.

Post-Operatif
Post -operative nausea and vomiting (PONV )
PONV adalah satu pengalaman yang menyusahkan setelah pemulihan dan
berhubungan dengan banyak faktor. Kejadian PONV pascakraniotomi
sekitar 47%. Pengendalian PONV yang cepat dan tepat diperlukan pada
periodc pascabedah karena dapat mengganggu homeostasis intrakranial.
Penggunaan serotonin receptor antagonis dan dexamethasone
direkomendasikan dengan kuat. Yang terbaru, penelitian prospektif
menunjukkan bahwa ondansteron mempunyai efektivitas yang sama dalam
mengendalikan PONV pada populasi kraniotomi. Penggunaan lain yang
menarik adalah metode non-pharmakologik dengan menggunakan
stimulasi transcutaneous electrical acupoint yang tclah menunjukkan
penurunan kejadian mual-muntah dan nyeri pascakraniotomi. Satu
penelitian menunjukkan penggunaan stimulasi acupoint untuk kraniotomi
mempunyai efek analgesik, mengurangi onset PONV dan mungkin
mempunyai efek proteksi neuron.
Summary and recommendations:
Routine use of serotonin receptor antagonists and dexamethasone is
recommended.
Aprepitant’s higher cost and limited effectiveness in decreasing the use of rescue
anti-emetics suggest that it should be reserved for patients at high risk of PONV.
TEAS requires further study scopolamine and promethazine have side effect
profiles that make them undesirable as first line anti-nausea medications.

86 | Dasar-Dasar Neuroanestesi
Evidence level:
Dexamethasone and serotonin antagonists: High.
Aprepitant. TEAS: Low.
Scopolamine, promethazine: Low.
Recommendation grade:
Dexamethasone and serotonin antagonists: Strong for.
Aprepitant, TEAS: Weak for.
Scopoloamine, promethazine: Weak against.

Nutrisi Pascabedah
Disebabkan tingginya level katabolisme dan hipermetabolisme, pasien
membutuhkan kalori yang adekuat untiik menyokong resting energy
expenditure. Pada satu penclitian tentang pengaruh early nutrition pada
mortalitas cedera otak traumatik berat, peneliti mengobservasi bahwa
setiap 10 keal/kg penurunan asupan kalori dihubungkan dengan
peningkatan lajn mortalitas sebesar 30%- 40%. Suatu nitrogen balans
negatif dihubungkan dengan peningkatan risiko terjadinya hospital
acquired infections dan lebih buruknya outcome pada pasien subarachnoid
aneurisma. Kebanyakan dari literatur yang tersedia menunjukkan bahwa
early nutrition menguntungkan untuk populasi bedah saraf dan dapat
membawa kearah pemulihan yang cepat dengan outcome fungsional yang
baik.

Summary and recommendations:


Postoperative artificial nutrition is not typically needed for these patients, with the
exception of patients who are in a prolonged comatose state.
Evidence level: Moderate.
Recommendation grade: Strong for.

Ambulasi Dini (Early ambulation)


Ambulasi dini mencegah terjadinya deep venous thrombosis (DVT) dan
mengurangi lama perawatan. Pengendalian nycri,

Dasar-Dasar Neuroanestesi | 87
PONV dan pemberian nutrisi dini membantu dapat dilakukannya
mobilisasi dini. Bila mungkin penggunaan jalur invasifdan kateter harus
diminimalkan pada pasien pascakraniotomi, tindakan ini berperanan
terhadap mobilisasi dini dan pemulangan pasien.

Strategi di Masa Depan


Konsep bam penggunaan ERAS pada kraniotomi yang disebut sebagai
neurosurgery ERAS value and safety (NERVS) sedang dalam proses
pengembangan, yang juga telah di test pada prosedur microvascular
decompression (MVD) untuk pasien trigeminal neuralgia. Dasarnya
NF.RVS terdiri dari tim multidisiplin, yang memetakan jalan untuk
keselumhan episode penanganan pasien.

Simpulan
Pemakaian ERAS telah merubah praktek perioperatif menjadi lebih lancar
untuk melalui periode perioperatif yang strcs. ERAS adalah pendekatan
multidisiplin yang sedcrhana, yang berefek outcome klinis yang lebih baik.
Pemakaian ERAS pada populasi kraniotomi mempunyai kemungkinan
outcome yang lebih baik. Pada pasien yang dilakukan kraniotomi,
perhatian pada imunonutrien, teknik scalp blok, pilihan non-opiod untuk
managemen nyeri dan memperbaiki outcome dengan minimal invasive
surgery adalah sedikit perbedaan dengan ERAS tradisional. Penggunaan
ERAS untuk kraniotomi dapat memperbaiki outcome pasien, mempercepat
pemulihan fungsional, dan menumnkan lama perawatan. Akan tetapi,
masih dipcrlukan pengujian model ERAS untuk kraniotomi.

5.4. Trik-trik dalam Neuroanestesi


Dalam 10 tahun terakhir, telah diperkenalkan obat dan metoda baru untuk
pemantauan serebral, yang akan mempengamhi pilihan kita dalam
memberikan anestesi pada pasien. Untuk pertimbangan outcome dari
anestesi bedah saraf, obat dan alat pantau yang 97 | Dasar-Dasar
Neuroanestesi
dipakai menjadi pertimbangan kita. Berdasarkan hal tersebut perlu melihat
efck dari obat dan tehnik anestesi tcrhadap perfusi dan metabolisme otak
untuk mcnipcrtimbangkan risiko terjadinya iskemia periopcratif.
Hipotensi (tekanan sistolik < 90 mmHg) atau hipoksia (PaO:<60
mmHg, apnoe atau sianosis) harus betul-betul dihindari dan segera
dikorcksi. Tekanan arteri rerata harus dipertahankan > 90mmHg untuk
mempcrtahankan tekanan perfusi otak 50-70 mmHg.
Dalam trik-trik neuroanestesi ini akan dibahas permasalah tentang:
a. Hipertensi atau hipotensi?
b. I liperventilasi/hipokapnia atau normokapnia
c. Hipertensi intrakranial
d. Herniasi otak

a) Hipertensi atau hipotensi?


Pengelolaan Cairan dan Tekanan Arteri:
Penelitian binatang dan survei klinik menyokong konsep bahwa otak yang
cedera sangat rentan tcrhadap perubahan keeil hipoksia atau hipotensi.
Keterangannya adalah setelah ccdera kepala, pada beberapa pasien
menunjukkan adanya daerah otak yang sangat rendah aliran darahnya,
dengan gangguan autoregulasi. Bila autoregulasi hilang, aliran darah otak
menjadi tergantung dari tekanan darah. Karena itu. pasien cedera kepala
dengan aliran darah otak rendah sangat rentan tcrhadap hipertensi
sistemik. Observasi ini mempunyai akibat dalam lebih besarnya dukungan
pada support tekanan darah yang agresif pada pasien cedera kepala.
Penelitian dengan SJO2 dan transcranial dopier (TCD) menunjukkan
bahwa tekanan perfusi otak rerata < 70 mmHg. The Brain Trauma
Foundation dan American Association of Neurologic Surgeon
.menganjurkan target tekanan perfusi otak adalah 50-70 mmHg pada
pasien ccdera kepala.
Restriksi asupan cairan merupakan cara tradisional untuk terapi
dekompresi intrakranial tetapi sekarang jarang digunakan untuk terapi
menurunkan tekanan intrakranial. Restriksi cairan yang berat dalam
beberapa hari dapat menimbulkan hipovolemia, dan menyebabkan
hipotensi, penurunan aliran darah otak, dan

Dasar-Dasar Neuroanestesi | 89
hipoksia. Kekurang volume intravaskuler harus diperbaiki sebelum
induksi anestesi untuk menccgah hipotensi. Resusitasi dan rumatan cairan
untuk pasien bedah saraf adalah larutan kristaloid iso- osmolar yang bebas
glukosa. Larutan hipo-osmolar misalnya NaCl 0,45% dan RL lebih
meningkatkan air otak daripada larutan iso- osmoler NaCl 0,9%. Larutan
yang mcngandung glukosa dihindari pada semua pasien bedah saraf
dengan metabolisme glukosa yang normal, sebab larutan ini dapat
mengeksaserbasi kerusakan isketnik dengan mempromosi produksi laktat
neuron, yang memperberat cedera seluler. Cairan intravena yang
mcngandung glukosa dan air (dektrosa 5% dalam air atau dektrosa 5%
dalam 0,45% NaCl) juga memperberat edema otak, sebab glukosa
dimetabolisme dan air akan tetap tinggal di ruangan cairan intrakranial.
Studi klinis menunjukkan suatu hubungan yang kuat antara kadar glukosa
plasma dan outcome neurologis setelah stroke dan cedera otak. Karena itu,
glukosa hanya diberikan bila ada risiko hipoglikemia dan kadar glukosa
darah harus dipantau dan dipertahankan pada rentang bawah dari nilai
normal (120 mg%).
Selama resusitasi cairan pasien cedera kepala, sasarannya adalah
untuk mempertahankan osmolalitas serum normal, menghindari penurunan
tekanan koloid osmotik yang besar, dan mengembalikan sirkulasi darah
yang normal. Terapi yang segera adalah langsung pada mencegah
hipotensi dan mempertahankan tekanan perfusi otak di antara 50-70
mmHg. Bila ada indikasi, pasang monitor dan tekanan intrakranial untuk
panduan resusitasi cairan dan mencegah kenaikan tekanan intrakranial.
Kristaloid iso- osmolar, koloid atau keduanya diberikan segera untuk
mempertahankan volume sirkulasi. Pendarahan yang banyak memerlukan
transfusi darah. Hematokrit minimal antara 30-33% dianjurkan untuk
memaksimalkan transportasi oksigen.
Larutan NaCl hipertonik mungkin sangat berguna untuk resusitasi
volume pada pasien cedera kepala dengan peningkatan tekanan
intrakranial dan dapat metuperbaiki aliran darah otak regional. NaCl
hipertonik menimbulkan suatu efck osmotik diuretik sama seperti
mannitol. Dengan penggunaan jangka panjang NaCl hipertonik, ada
kemungkinan terjadi komplikasi dari peningkatan Na serum, penurunan
kesadaran dan kejang.
Tekanan perfusi otak harus dipertahankan 60mmHg (50-70 mmHg).
Tekanan perfusi otak yang didefinisikan sebagai MAP- tekanan
intrakranial, sangat erat hubungan dengan terjadinya iskemia serebral.
Berdasarkan penelitian sebelumnya. adanya dokumen bukti nyata terjadi
vasospasme pascatrauma dan ini jelas mcnunjukkan bahwa resistensi
vascular berubah setelah trauma.

90 | Dasar-Dasar Neuroanestesi
Tekanan perfusi otak yang rendah mungkin membahayakan otak
dengan preexisting iskemi dan memperbesar tekanan hidrostatik
intravascular dengan meningkatkan tekanan perfusi otak dapat menolong
memperbaiki perfusi serebral. Dalam kebanyakan kasus, tekanan perfusi
otak menerima tcrhadap manipulasi klinik dan menaikkan tekanan perfusi
otak dapat menolong mencegah terjadinya iskemia global dan regional.

Mengapa perlu menaikkan tekanan perfusi otak?


Adanya peningkatan jumlah bukti-bukti bahwa aliran darah otak sangat
rendah setelah cedera kepala dan pada banyak kasus hampir mendekati
ambang iskemia. Rendahnya aliran darah otak ini mungkin disebabkan
karena penekanan pembuluh darah serebral oleh massa intrakranial.
penurunan metabolisme serebral pada pasien yang koma, serta adanya
vasospasme pascatrauma (40%). Outcome klinik lebih jelek pada pasien
yang mengalami episode hipotensi sistolik < 90 mmHg pada beberapa jam
pertama atau hari setelah cedera. Suatu hubungan yang bertentangan
adalah pada keadaan hipotensi terjadi kenaikan tekanan intrakranial pada
bagian yang masih baik. Ada suatu penelitian eksperimental bahwa suatu
penurunan tekanan darah bertanggung jawab terhadap peningkatan
tekanan intrakranial yang tiba-tiba, yang dapat dihilangkan bila tekanan
darah dinaikan lagi. Juga ada bukti bahwa autorcgulasi vasodilatasi
sebagai respon terhadap hipotensi adalah kira-kira 65% dari diameter
pembuluh darah.
Karena itu sebagai simpulannya, mempertahankan tekanan perfusi
otak 50-70 mmHg adalah suatu opsi terapi yang dapat menurunkan
mortalitas dan memperbaiki kualitas pasien yang hidup dan memperbesar
perfusi pada region yang iskemik setelah cedera otak berat. Tidak ada
suatu penelitianpun yang menunjukkan bahwa morbiditas atau mortalitas
hipertensi intrakranial meningkat bila sccara aktif kita pertahankan
tekanan perfusi otak di antara 50-60 mmHg, sekalipun ini berarti
menormalkan volume intravaskuler atau dilakukan induce hipertensi
sistemik.
Bagaimana dengan Konsep Lund dan Konsep Rosner?
Walaupun ada pcrbaikan ICU dalam beberapa dckadc terakhir, mortalitas
dan disabilitas permanen setelah cedera otak traumatik masih tinggi.
Outcome merupakan konsekuensi dari cedera primer dan cedera sekunder.
Cedera otak sekunder berkembang dalam jam dan hari setelah cedera
primer dan berkontribusi terhadap pembengkakan otak dan hilangnya
kcmampuan menyelamatkan sel otak. Target utama dari intervensi
terapeutik modem adalah mengurangi cedera sekunder. Berbagai panduan
(guideline) atau protokol telah digunakan untuk terapi cedera otak
traumatik berat telah diperkcnalkan dalam dekade lalu, antara lain Brain
Dasar-Dasar Neuroanestesi | 91
Trauma Foundation dari USA, European Brain Injury Consortium (EBIC)
dan Addenbrooke protokol dari Cambridge.

Konsep Rosner
Rosner protokol menyokong hipotesis bahwa suatu peningkatan tekanan
darah akan memperbaiki outcome dengan mengurangi volume darah
intrakranial yang disebabkan autoregulasi vasokonstriksi dan memperbaiki
perfusi otak. Sasaran utama panduan ini adalah mempertahankan CPP
diatas level tertentu, untuk mcncukupi darah yang telah tcroksigenasi
mclalui otak yang bengkak (CPP-targetted therapy). Hal ini mengusulkan
bahwa tekanan arteri rata-rata hams dipertahankan diatas 90 mmHg
dengan minimal CPP 60-70 mmHg, bila dipcrlukan dilakukan dengan
bantuan vasopressor. Osmoterapi (misalnya mannitol) dan dosis tinggi
barbiturat merupakan terapi untuk menurunkan 1CP. Panduan tradisional
tidak spesifik terapi cairan yang mana yang harus digunakan, tapi cairan
kristaloid adalah plasma ekspander utama yang direkomendasikan.

Konsep Lund
Konsep Lund untuk terapi cedera kepala berat, telah dikembangkan di
Rumahsakit Universitas Lund Swedia, diperkcnalkan antara tahun 1992
dan 1994. Karaktcristik utamanya adalah berdasarkan hipotesa yang
berasal dari prinsip fisiologi dasai bcrtalian dengan volume otak dan
perfusi otak.
Konsep Lund adalah suatu pendekatan alternatif untuk terapi cedera
kepala berat, dan berasal dari hipotesis berdasarkan pada prinsip lisiologik
bertalian dengan pengendalian volume otak dan

92 Dasar-Dasar Neuroanestesi
perfusi otak. Ini meliputi bagaimana tentang berbagai komponen seperti
tckanan darah, ventilasi, nutrisi. sedasi, substitusi volume, dan suhu
tubuh.
Pada pasien dengan cedera kepala berat tidak ada terapi
farmakologik untuk memperbaiki sawar darah-otak yang rusak atau
memperbaiki autoregulasi yang terganggu. Terapi ini berdasarkan pada
perkiraan bahwa edema otak ektraseluler yang disebabkan karena
gangguan autoregulasi dan rusaknya sawar darah-otak, merupakan suatu
komponen penting pada pembengkakan otak pascatrauma dan lebih
mudah dilakukan terapi daripada edema intraseluler.
Tujuan terapi adalah untuk mempertahankan tekanan intrakranial
pada tingkatan yang aman sampai tercapainya perbaikan autoregulasi dan
sawar darah-otak untuk mencegah hernia otak dan untuk mengurangi
iskemia akibat cedera sekunder. Walaupun komponen Lund terapi adalah
tindakan standar (menurunkan metabolisme otak, pengaturan glukosa dan
suhu, penurunan volume darah otak dengan hiperventilasi atau barbiturat
koma. mempertahankan tekanan koloid osmotik) penggunaan teknik
hipotensi untuk menurunkan tekanan hidrostatik kapiler dengan tujuan
untuk menurunkan efema serebral merupakan hal yang berlawanan
dengan cara-cara konvensional dalam mempertahankan tekanan perfusi
otak.
Prinsip konsep Lund untuk terapi cedera otak traumatik berat
dengan kombinasi sasaran utama yaitu 1) mengurangi IC’P (ICP-
targeted goal) dan 2) memperbaiki mikrosirkulasi pada daerah
perikontusio {perfusion-targeted goal). Terapi adalah untuk menormalkan
tekanan darah, tekanan onkotik plasma, volume plasma dan eritrosit,
ventilasi, suhu tubuh dan elektrolit, dan penggunaan nutrisi enteral serta
menghindari ovemutrisi, vasopressor dan stres. Cara ini dapat dilakukan
pada semua pasien dengan cedera otak traumatik, tanpa batasan umur,
kapasitas autoregulatori, cedera traumatik lain atau multiple organ failure,
dan hams segera dimulai untuk mclawan kenaikan ICP dan cedera
sekunder lainnya. Sampai sejauh ini tidak ada efek samping dari terapi.
Terapi juga menunjukkan keuntungan untuk organ lain dengan mencegah
acute respiratory distress syndrome (ARDS) berat, iskemia intestinal, dan
gagal ginjal. Penelitian outcome menggunakan prinsip Lund konsep
menunjukkan hasil yang baik.

Dasar-Dasar Neuroanestesi | 93
103 | Dasar-Dasar Neuroanestesi
Akan tetapi, karena tidak ada bukti dari penelitian RCT bahwa
konsep Lund adalah terapi yang lebih baik untuk cedera otak traumatik, dan
hanya dipakai di Swcdia saja serta dibutuhkan penelitian lebih lanjut, maka
metode terapi yang kita gunakan untuk COT berat adalah tetap berdasarkan
panduan dari Brain Trauma Foundation.

b) Hiperventilasi/Hipokapnia atau Normokapnia?


Pengelolaan Ventilasi:
Hiperventi Iasi telah dipakai untuk pengelolaan hipertensi intrakranial akut
dan subakut. CO2 adalah serebrovasodilator kuat dan penurunan CO:
serebrovaskular menurunkan volume otak dengan menurunkan aliran darah
otak melalui elek vasokonstriksi serebral yang cepat. Sctiap perubahan I
mmHg PaCO:. alirah darah otak berubah 1-2 ml/1 OOgr/menit.
Hiperventilasi efektif dalam menurunkan tekanan intrakranial hanya untuk
4-6 jam, bergantung dari pH cairan serebrospinal dan utuhnya reaktivitas
terhadap CO2 pada pembuluh darah otak. Gangguan reaksi terhadap
perubahan PaCO: terjadi di dacrah vasoparalisis, yang dihubungkan dengan
penyakit intrakranial luas seperti iskemia, trauma, tumor, dan infeksi.

Dasar-Dasar Neuroanestesi | 95
Hipcrventilasi dapat bcrbahaya; ada bukti bahvva agrcsif
hipcrventilasi dan vasokonstriksi dapat menimbulkan iskemia, terutama
bila aliran darah otak rendah. Telah ditunjukkan bahwa pertama dan sccara
perlahan meningkat pada 3-6 hari kemudian. Telah diperlihatkan adanya
korelasi langsung dari hiperventilasi agrcsif (PaC’O: < 25 tnmHg) dan
outcome yang lebih buruk setelah cedera kepala berat.
Bila hipcrventilasi dimulai untuk pengendalian hipertensi
intrakranial PaC'O: harus dipertahankan dalam rentang 30-35 mmHg untuk
mencapai pengendalian tekanan intrakranial seraya mengurangi risiko
iskemia. Hiperventilasi untuk mencapai PaCCh kurang dari 30 mmHg
harus dipertimbangkan hanya bila dipcrlukan terapi sekunder (second-tier
therapy) untuk terapi intrakranial yang refrakter.
Pengukuran SJO2 kontinu digunakan dalam praktik klinik untuk
menentukan pasicn mendapatkan hasil yang menguntungkan atau
merugikan akibat hiperventilasi. Pada situasi emergensi, harus dikontinyu
melakukan hiperventilasi bila ada pertimbangan pasien dalam keadaan
hipertensi intrakranial. Akan tetapi, bila situasi klinik tidak memcrlukan
hiperventilasi lebih lama atau ada bukti adanya iskemia serebral, maka
harus dilakukan normoventilasi.
Hiperventilasi dapat menurukan tekanan intrakranial dengan jalan
vasokonstriksi dan selanjutnya terjadi penurunan aliran darah otak.
Penelitian-penelitian yang dilakukan lebih dari 20 tahun lain sccara jelas
menunjukkan bahwa aliran darah otak kurang dari setengahnya sclama 24
jam setelah cedera kepala, dan ada risiko terjadi iskemia serebral bila
dilakukan hiperventilasi agresif. Pcnemuan-penemuan ini dikuatkan dengan
pengukuran SJO2 dan AVDO2. Agresif hiperventilasi (PaCCB < 30 mmHg)
akan mengurangi aliran darah otak tetapi tidak secara konsisten juga akan
menurunkan tekanan intrakranial dan dapat menyebabkan hilangnya
autoregulasi. Walaupun tingkatan aliran darah otak yang menimbulkan
iskemia ireversibel belum ditentukan dengan pasti akan tetapi perubahan
scl iskemik terlihat pada 90% pasicn yang meninggal akibat cedera kepala
berat. Suatu penelitian prospektif menunjukkan bahvva adanya perbaikan
outcome pada 3 bulan dan 6 bulan pasca terapi bila hiperventilasi
profilaksis tidak digunakan

96 | Dasar-Dasar Neuroanestesi
dibandingkan dengan yang menggunakan hiperventilasi profilaksis. Jadi
pembatasan penggunaan hiperventilasi pada pasien cedera kepala berat
akan memperbaiki pemulihan neurologis setclah ccdera atau paling tidak
mencegah iatrogenik iskcmia serebral. Hiperventilasi dilakukan hanya bila
ada tanda- tanda hemiasi atau pemburukan neurologik yang cepat. Yang
menjadi pertanyaan kapan hiperventilasi dilakukan? Jawabannya adalah
bila ada tanda hemiasi otak dan memburuknya neurologis dengan cepat.
Setting klinis adalah: I) hiperventilasi bila ada tanda hemiasi otak dan 2)
beri mannitol bila volume sirkulasi sudah adekuat.
Pengelolaan pasien cedera kepala berat yang
direkomendasikan adalah pengelolaan pasien cedera kepala berat sebelum
dilakukan pemasangan monitoring tekanan intrakanial adalah berdasarkan
bukti klinis adanya hemiasi otak. Tanda hemiasi otak adalah adanya dilatasi
pupil unilateral atau bilateral, reaktivitas pupil asimetris, motor posturing
atau bukti
memburuknya neurologis.
Terapi hiperventilasi pertama kali adalah mencapai PaCO: 30-35
mmHg, akan tetapi. bila tekanan intrakranial masih tinggi, hiperventilasi
dapat diperdalam untuk mencapai PaCO: < 30 mmHg tetapi harus
dilakukan pemantauan jugular venous oxygen saturation (SJO2) atau
cerebral extraction of oxygen (CEO:) atau arterial venous oxygen
difference (AVDO:) untuk melihal adanya komplikasi iskemia otak.
Dengan adanya pemantauan SJO2, CEO: atau AVDO: akan mcnolong
mcndeteksi adanya iskcmia otak schingga terapi dapat segera dilakukan.
Tabel 26. Nilai SJ02. CEO:, dan AVDO:

Dasar-Dasar Neuroanestesi | 106


l abel 27. Pembahan CEO:, AVDO:, SJO: pada Berbagai Kcadaan

Pasicn dengan cedera otak traumatik (COT) berat memerlukan


proteksi jalan nafas definitif disebabkan karena ada risiko aspirasi
pulmonal dan mungkin memerlukan hiperventilasi untuk mengobati
hemiasi otak. Bila pasien COT berat tanpa hemiasi cukup dilakukan
normoventilasi dan PaC’O; dipertahankan antara 35-45 mmHg. Pada
Brain Trauma Foundation edisi ke 3 (2007) rekomendasi vcntilasi sebagai
berikut:
1. Hiperventilasi adalali tindakan sementara untuk penurunkan
peningkatan tekanan intrakranial.
2. Hiperventilasi hams dicegah dalam 24 jam pertama setelah cedera
ketika aliran darah otak berkurang secara kritis.
3. Bila digunakan hiperventilasi, direkomendasikan pemasangan
SJO: atau BtpO: untuk memantau pasokan oksigen.
c) Hipertensi Intrakranial
Kapan dimulainya terapi kenaikan tekanan intrakranial? Pemantauan
tekanan intrakranial perlu dilakukan pada pasien cedera kepala berat
dengan kclainan CT-sean misalnya adanya hematoma, kontusio, edema
atau penekanan sistema basalis. Pemantauan tekanan intrakranial juga
perlu pada pasien cedera kepala berat dengan CT-scan normal bila
memenuhi dua kriteria umur > 40 tahun, sistolik < 90 mmHg atau
unilateral atau bilateral motor posturing.
Terapi kenaikan tekanan intrakranial harus dimulai bila ambang
atas tekanan 20-25 mmHg akan tetapi hemiasi bisa terjadi pada tekanan
intrakranial < 20-25 mmHg dan terjadinya hemiasi bergantung dari lokasi
massa intrakranial. Pada Brain Trauma Foundation Guideline 2007
disebutkan mulai terapi bila tekanan intrakranial > 20 mmHg, sedangkan
pada Brain Trauma Foundation Guideline 2016 disebutkan mulai terapi
bila tekanan intrakranial >22 mmHg. Pada laporan Marshall disebutkan
bahwa pupil abnormal dapat terjadi pada tekanan intrakranial 18 mmHg.

107 | Dasar-Dasar Neuroanestcsi


Tekanan perfusi otak yang adekuat sccara umum dipertahankan pada
tekanan intrakranial > 20-25 mmllg. Tckunim intrakranial dimana pasien
mulai menunjukkan adanya herniasi kadang-kadang pada tekanan
intrakranial < 20-25 mmllg, karenn ini pada kasus tertentu. tekanan
intrakranial yang akscptabcl adalah dimana tekanan intrakranial masih
dapat dipertahankan tekanan perfusi otak yang adekuat.
Berbagai manuver dan obat digunakan untuk menurunkan tekanan
intrakranial. Sebagai contoh, pemberian diuretika atau steroid,
hiperventilasi, pengendalian tekanan darah sistemik celah digunakan untuk
mengurangi edema serebral dan brain bulk. Dengan demikian akan
menurunkan tekanan intrakranial.

Gambar 9. Patoflsiologi Hipertensi Intrakranial

Pengobatan Hipertensi Intrakranial

Terapi Hipertensi Intracranial pada COT Berat


Pasang ICP monitor, pertahankan CPP 50-70 mmHg.
• First-tier therapy: drainase ventricular (bila tersedia), mannitol 0,25-1
g/kg iv (bisa diulang bila serum osmolaritas < 320 mOsm/L dan pasien
euvolemia), hiperventilasi untuk mencapai nilai PaCO: antara 30-35
mmHg
• Second-tier therapy: Hiperventilasi untuk mencapai PaC02< 30 mmHg,
dosis tinggi terapi barbiturate, pertimbangkan hipotermia,
pertimbangkan terapi hipertensif, pertimbangkan decompressive
craniectomy.
• Terapi untuk Intractable Intracranial hypertension adalah Second-tier
therapy.
Dikutip dari: Brain Trauma Foundation TBI Guideline 2016

Dasar-Dasar Neuroanestesi | 99
Mannitol efektif untuk mengendalikan tekanan intrakranial, dosis
0,25-1 g/kgBB. bolus intermiten lebih efektif daripada kontinyu. Dosis
tinggi barbiturat bisa dipertimbangkan bila hemodinamik stabil untuk
ccdera kepala berat dengan kenaikan intrakranial yang tidak bisa diterapi
dengan terapi medikal dan bedah yang maksimal. Tidak dianjurkan
pemberian
glukokortikoid. Tujuan terapi cairan adalah sirkulasi stabil, normovolemia,
isoosmoler, normoglikemia. Jangan diberi
dextrose, largetnya adalah gula darah jangan >150 mg%, dextrose hanya
bila ada hipoglikemia (gula darah <60 mg%).
SJO2 < 50%
4
— ya Koreksi hipoksemia
->
Sa02 < 95% 1
Tidak
4
— ya Naikkan PaC02

PaC02 < 4,0 kPa 1
Tidak >
4
— ya —> Transfusi
Hb < 10 gr% 1
Tidak
4
— ya -> Naikkan tekanan darah
Tekanan darah rata-rata
rendah
1
Tidak
4
Hipertensi intrakranial — ya -> Mannitol, furosemid, propofol,
pentotal, hipotermi
Gambar 10. Algoritma untuk terapi desaturasi vena jugularis

Posisi:
Untuk kebanyakan pasien bedah saraf, posisi netral head up 15-30°
dianjurkan untuk mengurangi tekanan intrakranial dengan jalan
memperbaiki drainase vena serebral. Posisi netral artinya kepala tidak
miring kekiri atau kckanan, tidak fleksi atau ckstcnsi. Kepala

100 I Dasar-Dasar Neuroanestesi


flcksi atau rotasi dapat menimbulkan obstruksi drainase vena serebral,
sehingga akan menyebabkan peningkatan tekanan intrakranial. Penurunan
posisi kcpala menyebabkan gangguan drainase vena serebral, yang cepat
meningkatkan brain bulk dan tekanan intrakranial.

Obat yang menimbulkan Vasokonstriksi Serebral:


Pcmberian obat yang meningkatkan resistensi pembuluh darah serebral
dapat secara cepat mengurangi tekanan intrakranial. Pentotal dan
pentobarbital adalah obat yang paling banyak digunakan untuk tujuan ini.
Barbiturat menurunkan CMR dan aliran darah otak. Masalah utama dengan
barbiturat adalah adanya penurunan tekanan arteri rerata, yang apabila tidak
dapat dikendalikan dapat menurunkan tekanan perfusi otak. Pada dosis
tinggi (10-55 mg/kg) pentotal dapat menimbulkan EEC isoclektrik dan
menurunkan CMR sampai 50%. Mctabolik efck pentotal yang langsung
adalah menyebabkan konstriksi pembuluh darah serebral. yang
menurunkan aliran darah otak dan karcna itu menurunkan peningkatan
tekanan intrakranial.
Pentobarbital digunakan untuk menurunkan tekanan intrakranial
apabila cara terapi lain gagal. Dosis bolus 10 mg/kg sclama lebih dari 30
menit dilanjutkan dengan dosis 1-1,5 mg/kg dapat menimbulkan koma
(second-tier therapy, barbiturat coma). Level dalam darah sccara periodik
diukur untuk mcnccgah overdosis dan diatur kadamya kira-kira 3 mg/dl.
Pasien mcmerlukan ventilasi mekanis, hidrasi, pemantauan tekanan
intrakranial, pemantauan tekanan arteri invasif dan mungkin vasopresor.
EEC digunakan untuk memantau pola burst supresi sebagai bukti
penckanan adekuat dari aktivitas serebral. Sasaran dari barbiturat koma
adalah pengendalian tekanan intrakranial jangka panjang sampai faktor
yang memperburuk tekanan intrakranial dapat dihijangkan.
Barbiturat mungkin juga memberikan proteksi otak dengan
menurunkan metabolisme Otak. Beberapa dari mekanisme proteksi otak
barbiturat adalah menurunkan metabolisme otak. penurunan Ca influks,
blokade terowongan Na. menghambat pembentukan radlkal bebas,
memperbesar aktivitas GABA, dan menghambat transfer glukosa
menembus sawar darah otak. Semua dari

Dasar-Dasar Neuroanestesi 1 1 0 1
mekanisme ini konsistcn dcngan laporan Goodman dkk bahwa
pentobarbital koma mengurangi laktat. glutamate dan aspartat pada ruangan
ekstraseluler pada pasien cedera kepala dcngan peningkatan tekanan
intrakranial yang hebat. Pada pcnclltian invitro menyokong bahwa tiopcntal
juga mcmperlambat hilangnya perbedaan clcktrik transmembran yang
disebabkan karena aplikasi NMDA dan AMPA. Sayangnya. hanya trial
klinis yang memberikan bukti dari proteksi babiturat.
Pcnelitian binatang dan laporan pendahuluan penggunaan
indomethasin dalam pcngclolaan hipertensi intrakranial.
Indomethasin menyebabkan vasokonstriksi sercbral dan penurunan aliran
darah otak dengan tanpa mempengaruhi CMRO2. Mungkin menurunkan
tekanan intrakranial dengan menurunkan edema serebral, menghambat
produksi cairan serebrospinal dan mengendalikan hipertermia.

Pengendalian Temperatur
Hipotermia ringan telah ditunjukkan untuk mengurangi tekanan intrakranial
pada pasien dengan cedera kepala dcngan menurunkan metabolisme otak,
aliran darah otak, volume darah otak, dan produksi cairan serebrospinalis.
Obat yang menekan menggigil sccara scntral, pelumpuh otot, dan vcntilasi
mekanis diperlukan bila dilakukan teknik hipotenni.

Drainase cairan serebrospinal:


Drainase cairan serebrospinal 10-20 ml dengan tusukan langsung pada
ventrikcl lateral atau dari kateter spinal lumbal dapat mengurangi brain
tension secara cepal. Drainase cairan serebrospinal lumbal hams dilakukan
sccara hati-hati dan hanya dilakukan bila dura terbuka dan pasien dilakukan
hiperventilasi ringan untuk mencegah hernia otak akut.

b) Herniasi Otak
Hemiasi otak adalah satu hal yang paling ditakutkan sebagai akibat
penyakit intrakranial misalnya tumor otak atau cedera kepala. Dari pasien
cedera kepala yang berkembang menjadi hemiasi transtentorial, hanya 18%
mempunyai outcome yang baik yang didetlnisikan sebagai good recovery
atau moderate disability.
Patofisiologi hcrniasi otak mcnjadi lebih jelas dengan adanya CT-
scan dan MRI. Konsep klasik dari kctiga sindroma hcrniasi tiinhul sebagai
konsekuensi dari bukti hasil otopsi. Tiga sindroma ini, uncal, screberal dan
sentral merupakan perpindahan kc bawah. Rapper (1993) menunjukkan
bahwa tingkatan kesadaran pada sindroma hcrniasi paling berhubungan
dengan pergeseran ke lateral dari glandula pineals. Pada konteks ini,
pergerakkan dari batang otak menimbulkan buruknya kesadaran. Tanpa

102 | Dasar-Dasar Neuroanestesi


meniperhatikan hcrniasi disebabkan oleh perpindahan kc lateral atau
vertikal dari struktur otak. onset disfungsi batang otak bagian atas
(disfungsi pupil dan penurunan kesadaran) adalah tanda adanya ancaman
bahaya.
Secara klasik, trias yang dihubungkan dengan hcrniasi transtentorial
yaitu penurunan kesadaran, dilatasi pupil, motor posturing timbul sebagai
konsekuensi adanya massa hemispheric. Tanda pertama dan kctiga akan
hilang bila pasien diancstesi dan yang kedua memerlukan pemantauan
pupil yang scring.
Tiga sindroma hcrniasi yang klasik adalah uncal, central dan
serebelar. Hcrniasi uncal diuraikan sebagai adanya pembesaran pupil pada
sisi massa yang disebabkan karena regangan atau penekanan saraf kranial
tiga. Penekanan pada pcdunkulus scrcbral yang berlawanan kemudian
menyebabkan hemiparesis, kemudian berkembang deserebrasi rigiditas dan
akhirnya mcninggal. Hcrniasi sentral umumnya dimulai dengan penekanan
kesadaran disebabkan karena penekanan reticular activating system di
thalamus. Pupil mula-mula kecil selanjutnya diikuti pernafasan periodik,
refleks Babinski bilateral, dikortikasi, pembesaran pupil dan akhirnya
paralisis flasid dengan pupil midpoint dan terfiksir. Hcrniasi serebelar
ditandai dengan adanya apnoe dan kematian yang tiba-tiba akibat tenaga
tekanan pada serebelar tonsil melalui foramen magnum gejala-gejala ini
kadang-kadang terjadi bersamaan. i
Pengelolaan klinis sindroma hemiasi adalah sama dengan
pengelolaan hipertensi intrakranial yaitu dirancang untuk mengurangi
volume otak dan volume darah otak yaitu dengan cara: berikan mannitol,
hiperventilasi. Tambahan tindakan yang mungkin digunakan adalah posisi
kepala liead-up (supaya drainase vena serebral baik), posisi leher netral
(untuk menghindari penekanan vena jugularis), pola ventilasi yang tepat,
glukokortikoid (hanya untuk tumor atau abses otak. tidak efektif untuk
stroke dan kerusakan akibat hipoksia), sedasi, pelumpuh otot dan terapi
demam (lakukan hipotermi ringan). Bila tekanan darah naik, harus
dikurangi sccara hati-hati karena hipertensi umumnya sckunder bukan
primer (merupakan komponen dari trias Cushing).

Pengelolaan pasiert tanpa adanya tanda klinis hemiasi otak Bila tidak ada
tanda hemiasi transtentorial, sedasi dan pelumpuh otot harus digunakan
selama transportasi pasien untuk kemudahan dan keamanan selama
transportasi. Agitasi. confus sering terdapat pada pasien cedcra kepala dan
memerlukan pertimbangan pembcrian sedasi. Pelumpuh otot mcmpunyai
keterbatasan untuk evaluasi pupil serta dalam pemeriksaan CT-scan.

Dasar-Dasar Neuroanestesi | 103


Karena itu, pcnggunaannya pada pasien tanpa tanda hemiasi otak adalah
bila pembcrian sedatif saja tidak cukup untuk menjamin keamanan dan
kemudahan transportasi pasien. Bila akan digunakan pelumpuh otot,
pakailah yang masa kcrjanya pendek. Tidak perlu mannitol karena dapat
menimbulkan hipovolcmia. Tidak perlu dilakukan hiperventilasi tapi asal
optimal oksigenasi dan normal ventilasi.

Pengelolaan pasien dengan adanya tanda klinis hemiasi otak Bila ada
tanda hemiasi transtentorial atau perubahan progresif dari memburuknya
ncurologis yang bukan disebabkan akibat ekstrakranial, diindikasikan untuk
melakukan terapi agresif peningkatan tekanan intrakranial. Hiperventilasi
mudah dilakukan dengan meningkatkan frekuensi ventilasi dan tidak
tergantung pada sukses atau tidaknya resusitasi volume. Disebabkan
hipotensi dapat menimbulkan memburuknya neurologis dan hipertensi
intrakranial maka pembcrian mannitol hanya bila volume sirkuasi adekuat.
Bila belum adekuat jangan dulu diberi mannitol.

5.5 Cedera Otak Traumatika


Cedcra otak traumatika penyebab utama morbiditas dan mortalitas pada
usia muda. Di USA: 1.5 juta cedera otak traumatika setiap tahun dengan
50.000 pasien meninggal dan 70.000-90.000 cacat permanen. Pcngetahuan
mcngenai neurofisiologi, neurofannakologi dan patofisiologi cedcra kepala
akan sangat menolong dalam pengelolaan pcnderita.
Pengclolaan perioperatif pasien dengan cedera kepala difokuskan
pada stabilisasi pasien dan menghindari insult sistemik dan intrakranial
yang menyebabkan cedera otak sekunder. Insult sekunder ini yang
kemungkinan dapat dicegah dan diterapi. dapat menyulitkan pengelolaan
pasien cedera kepala dan memperburuk outcome.
Cedcra otak primer terjadi pada saat trauma, merupakan efek
biomekanis yang mengenai tulang tengkorak dan otak.
Menimbulkan efek klinis yang segera. manifest dalam waktu milidetik.
Tidak dapat diobati, tapi dapat dicegah. Cedera otak sekunder terjadi dalam
menit, jam, hari setelah cedera otak primer. Menggambarkan proses
penyulit yang dimulai setelah cedera primer berupa iskemia,
pembengkakan dan edema, perdarahan intrakranial, hipertensi intrakranial,
herniasi.
Pengelolaan pasien cedera kepala dengan cepat dan tepat untuk
mencegah terjadinya cedera sekunder akan menurunkan morbiditas dan
mortalitas. Cedera sekunder dapat terjadi saat transportasi ke rumah sakit,

104 ; Dasar-Dasar Neuroanestesi


di unit gawat darurat, prabedah, selama pembedahan, dan pascabedah,
sehingga diperlukan petnantauan dan tindakan yang agresif.
Cedera kepala berat sering disertai hipoksia dan hipovolemi.
Hipotensi (sistolik <90 mmHg) atau hipoksia (apnoe, sianosis, atau PaC>2
<60 mmHg) harus dihindari dan terapi sesegera mungkin. Scpuluh sampai
15% cedera kepala berat sering disertai fraktur cervical, maka harus hati-
hati saat melakukan intubasi. Harus dihindari PaCCh <35 mmHg selama 24
jam pertama setelah cedera kepala berat, targetnya adalah normocapnia.
Tekanan arteri rerata harus dipertimbangkan >100 mmHg, terapi bila
tekanan arteri rerata >130 mmHg. Tekanan perfusi otak harus
dipertahankan 60 mmHg (50-70 mmHg). Tekanan perfusi otak < 50 mmHg
beresiko terjadinya iskemi otak, sedangkan bila >70 mmHg beresiko
terjadinya acute respiratory distress syndrome (ARDS).

Dasar-Dasar Neuroanestesi | 105


Teknik ancstesi untuk pasien ccdera otak traumatik pada umumnya
adalah ABCDE neuroanestesi ditambah masalah- masalah yang terjadi
pada COT. Masalah pada COT adalah adanya hipoksia, hipovolemia,
peningkatan tekanan intrakranial, penurunan skor CCS, hemiasi serebral.
Masalah ABCDF nya bergantung pada apakah COT disertai dengan
masalah-masalah terscbut diatas. Bila ada peningkatan tekanan intrakranial,
dalam pemilihan obat kita akan menghindari anestetika yang mcnyebabkan
vasodilatasi serebral, menambah volume darah otak dan akhirnya
meningkatkan tekanan intrakranial.

115 | Dasar-Dasar Neuroanestesi


Dibawah ini ada diagram tentang teknik anestcsinya.

Gambar 12. Alogaritma Teknik Anestesi untuk Pasien Cedera Kepala


Catalan: Menurut Patel, Dcsfluran kontraindikasi untuk bedah saraf. Di Amerika
dipakai hanya dengan dosis < 0.8 MAC.

Indikasi monitoring tekanan intrakranial adalah: I) cedera kepala


berat dcngan CT-scan abnormal, 2) cedera kepala berat dcngan CT-scan
normal tapi umur >40 tahun, atau sistolik <90 mmHg. Bila tekanan
intrakranial >22 mmHg, tcrapi untuk menurunkan tekanan intrakranial
harus segera dimulai.

Dasar-Dasar Neuroanestesi | 116


Rekomendasi dari Brain Trauma Foundation untuk Pengelolaan
Cedera Kepala Berat Standar bcrdasarkan Bukti Kclas 1
• Bila tckanan intrakranial normal, hindari tcrapi hiperventilasi yang
lama (PaCCE <25 mmHg).
• Tidak dianjurkan pemakaian steroid untuk mcmperbaiki outcome
atau penurunan tckanan intrakranial.
• Pemberian proftlaksis antikonvulsan tidak bisa mencegah terjadinya
kejang pascatrauma.

Standar bcrdasarkan Bukti Kclas 2


• Hindari atau scgera koreksi hipotensi (sistolik <90 mmHg) dan
hipoksia (SaO: <90% atau PaO: <60 mmHg).
• Indikasi pemasangan monitoring tckanan intrakranial adalah GC’S
3-8 dcngan CT-scan abnormal, atau adanya 2 atau lebih kcadaan:
umur >40 tahun, motor posturing, dan tckanan sistolik <90 mmHg.
• Scgera terapi bila tckanan intrakranial >20 mmHg atau lebih.
• Tekanan perfusi otak 50-70 mmHg. Tcrapi agresif untuk
mempertahankan tekanan perfusi otak >70 mmHg harus dihindari
untuk menghindari risiko ARDS.
• Hindari penggunaan profilaksis hiperventilasi (PaCCE <25 mmHg)
selama 24 jam pertama setelah cedera kepala berat.
• Mannitol cfektif untuk mengendalikan tekanan tekanan intrakranial
setelah cedera kepala berat dcngan rentang dosis 0.25-1 g/kg.
• Terapi dosis tinggi barbiturat dipertimbangkan pada pasien dengan
hemodinamik stabil, hipertensi intrakranial yang refrakter terhadap
tcrapi mcdikal dan bedah.
• Berikan dukungan nutrisi (140% dari resting energy
expenditure/REE pada pasien yang tidak paralisis dan 100% REE
pada pasien dengan paralisis) dengan menggunakan formula enteral
atau parenteral yang mengandung paling sedikit 15% kalori adalah
protein dalam 7 hari setelah cedera.

108 | Dasar-Dasar Neuroanestesi


Brain Trauma Foundation Guideline untuk COT Berat 2016, dan
RESCUEicp
Pada bab ini akan dibandingkan panduan pengelolaan pasien cedera
kepala berat yang ditulis dalam Brain Trauma Foundation Guideline
tahun 2007 dan dibandingkan dengan panduan tahun 2016. Akan tetapi.
karena panduan yang dipublikasikan tahun 2016 belum termasuk
penelitian Randomised Evaluation of Surgery with Craniectomy for
Uncontrollable Elevation of ICP (RESCUEicp) maka akan disampaikan
juga laporan dari penelitian RESC'Uicp tersebut.

I. Brain Trauma Foundation Guideline 2007


Bratton S, Bullock MR, Carney N, C’hesnut RM, Coplin W. Ghajar
J, et al. Journal of Neurotrauma 2007; vol 4, supp 1 label 28. Rekomendasi
Terapi Brain Trauma Foundation Guideline 2007

Topik 1 Kckomendasi
Tekanan Darah dan Tekanan darah harus dipantau.
Oksigenasi Hipotensi (tekanan darah sistolik <90 mmHg) harus dihindari.
Oksigenasi harus dipantau dan hipoksia (PaO: <60 mmHg dan SpO;
<90%) harus dihindari.
Terapi Mannitol efcklif dalam mengcndalikan peningkatan ICP dengan dosis
Hiperosmolar 0.25 g-1,0 g/kgbb).
Arterial hipotensi (tekanan darah sistolik <90 ntmHg harus dihindari).
Batasi penggunaan mannitol sebelum pemasangan monitor ICP pada
pasien dengan tanda hemiasi transtentorial atau perburukan neurologik
progresif yang tidak disebabkan oleh penyebab ekstrakraniai.

Profilaksis Data yang dikumpulkan menunjukkan bahwa profilaksis hipotermia tidak


Hipotermia signifikan dihubungkan dengan penurunan mortalitas bila dibandingkan
dengan kontrol normolermi. Akan tetapi, penemuan pendahuluan
mendukung bahwa lebih besar penurunan risiko mortalitas bila target
temperatur dipertahankan lebih dari 48 jam. Profilaksis hipotermi
dihubungkan dengan lebih tingginya skor GOS secara signifikan bila
dibandingkan dengan skor pasien normotermi.
Profilaksis Pemberian antibiotika periprosedur untuk intubasi harus diberikan untuk
Infeksi mengurangi kejadian pneumonia, akan tetapi, tidak mengurangi lama
tinggal di ICU dan mortalitas. Trakheostomi dini harus dilakukan untuk
mengurangi lama dilakukan ventilasi mekanis. Akan tetapi, tidak
merubah mortalitas dan laju kejadian nosokomial pneumonia.
Penggantian kateter ventricular rutin atau penggunaan profilaksis
antibiotika untuk pemasangan kateter ventricular tidak direkomendasikan
untuk menurunkan infeksi.
Ekstubasi segera pada pasien yang memenuhi syarat, dapat dilakukan
tanpa peningkatan risiko pneumonia.

Dasar-Dasar Neuroanestcsi 109


Tabel 28. Rekomendasi Terapi Brain Trauma Foundation Guideline 2007
(Lanjutan)
Topik Rekomendasi
Profilaksis Deep Dianjurkan pemasangan graduated compression stocking atau
Vein Thrombosis intermittent pneumatic compression (IPC) keeuali bila ada cedera
(DVT) ekstrimitas bavvah yang meneegah penggunaanya. Penggunaannya harus
kontinyu sampai pasien bisa ambulatori.
Low molecular weight heparin (LMWH) atau dosis rendah
unfractionated heparin harus digunakan dengan kombinasi profilaksis
secara mekanis. Akan tetapi, ada risiko peningkatan luasnya perdarahan
intrakranial.
Ada kctidakcukupan bukti untuk mendukung rekomendasi tentang obat,
dosis, waktu pemberian farmakologik profilaksis untuk DVT.
Tndikasi ICP harus dipantau pada semua salvageable pasien dengan COT berat
Monitoring ICP (GCS 3-8 setelah resusitasi) dengan CT-scan abnormal (hematoma,
kontusio, swelling, hemiasi, kompresi sistema basalis).
Monitoring ICP indikasi pada pasien COT berat dengan CT-sean normal
akan tetapi mempunyai 2 gambaran berikut atau lebih saat masuk
rumahsakit: umur >40 tahun, unilateral atau bilateral motor posturing,
tekanan darah sistolik < 90 mmHg).
Teknologi Dengan teknologi yang ada saat ini, kateter ventricular adalah yang
Monitoring ICP paling akurat dan murah.
Parenkhim ICP monitor tidak bisa direkalibrasi.
Subarachnoid, subdural, epidural kateter kurang akurat.
Ambang ICP Terapi harus segera dimulai bila ICP >20 mmHg.
Kombinasi nilai ICP, gejala klinis dan CT-scan otak harus jadi panduan
penentuan terapi.
Ambang Perfusi Tindakan agresif untuk mempertahankan CPP >70 mmHg dengan cairan
Otak dan pressor harus dihindari disebabkan risiko terjadinya adult respiratory
distress syndrome (ARDS).
CPP <50 mmHg harus dihindari.
Target CPP antara 50-70 mmHg. Pasien dengan autoregulasi intact,
tolcrans terhadap CPP yang lebih linggi.
Monitoring tambahan untuk parameter serebral termasuk aliran darah,
oksigenasi, atau metabolisme memfasilitasi pcngelolaan CPP.
Monitoring dan SJO2 <50% atau brain tissue oxygen tension <15 mmHg adalah ambang
Ambang terapi.
Oksigenasi Otak SJO2 dan brain tissue oxygen tension adalah untuk mengukur oksigenasi
serebral.
Anestetik, Pemberian barbiturat profilaksis untuk burst supresi EEG tidak di
Analgesik, rekomendasikan.
Sedatif Pemberian dosis tinggi barbiturat direkomendasikan untuk mengontrol
peningkatan tekanan intrakranial yang refractory terhadap maksimum
standar terapi mcdikal dan surgikal. Stabilitas hemodinamik sangat
penting sebeium dan sclama terapi barbiturat. Propofol dianjurkan untuk
mengendalikan ICP. tapi tidak untuk perbaikan outcome mortalitas 6
bulan. Dosis tinggi propofol secara nyata meningkatkan morbiditas.

I 10 | Dasar-Dasar Neuroanestesi
Tabcl 28. Rekomendasi Tcrapi Brain Trauma Foundation Guideline 2007
(Lanjutan)
Topik Rekomendasi
Nutrisi Pasien harus mendapatkan kalori penult dalam 7 Itari pascacedera.
Profilaksis Penggunaan proflaksis fenitoin atau valproate tidak dianjurkan untuk
Antiseizure mencegah late posttraumatic seizure (PTS).
Anticonvulsant indikasi untuk menurunkan kejadian early PTS (dalam 7
hari cedera). Akan tetapi, early PTS tidak dihubungkan dengan outcome
yang lebih buruk.
Hiperventilasi Hiperventilasi profilaksis (PaCOz <25 mmHg) tidak dianjurkan.
Hiperventilasi dianjurkan sebagai tindakan sementara untuk menurunkan
peningkatan ICP.
Hiperventilasi harus dihindari dalam 24 jam pertama setclah cedera
karena CBF menurun secara krisis.
Bila dilakukan hiperventilasi. harus dipasang monitor SJO’, brain tissue
oxygen tension (PB1O2), untuk memantau pasokan oksigen.
Steroid Pentberian steroid tidak dianjurkan unmk memperbaiki outcome atau
menurunkan ICP. Pada pasien dengan COT sedang dan berat. pemberian
dosis tinggi methylprednisolon dihubungkan dengan meningkatnya
mortalitas dan karena ilu merupakan kontraindikasi.

II. Brain Trauma Foundation Guideline 2016


Carney N, Totten AM. O'Reilly C, Ullman JS, Hawryluk GWJ, Bell MJ. et al.
Guidelines for the Management of Severe Traumatic Brain Injury, Fourth l-
dition. Neurosurgery 0:1 10. 2016

Tabcl 29. Rekomendasi Terapi Brain Trauma Foundation Guideline 2016

Dasar-Dasar Neuroanestcsi i II I
Tabel 29. Rekomendasi Terapi Brain Trauma Foundation Guideline 2016
(Lanjutan)

121 | Dasar-Dasar Neuroanestesi


Tabcl 29. Rekomendasi Tcrapi Brain Trauma Foundation Guideline 2016
(Lanjutan)

Dasar-Dasar Neuroanestesi 1 1 1 3
Tabel 30. Rekomendasi Monitoring

Keterangan:
AVDO2, arteriovenous oxygen content difference; CPP, cerebral perfusion pressure; CT.
computed tomography; GCS, Glasgow Coma Scale; ICP. intracranial pressure; SBP,
systolic blood pressure; TBI. traumatic brain injury.

123 1 Dasar-Dasar Ncuroanestesi


Tabel 31. Rekomendasi Ambang (Thresholds)

Keterangan:
CPP, cerebral perfusion pressure; CT, computed tomography; ICP, intracranial pressure;
RESCUEicp trial, Randorrtised Evaluation of Surgery with Craniectomy for Uncontrollable
Elevation of ICP; SBP, systolic blood pressure.

Dasar-Dasar Neuroanestesi 1 1 1 5
I I I . RESCUEicp
Hutchinson P.1, Kolias AG, Timofeev IS, Cortecn EA. Czosnyka M, Timothy Y,
el al. Trial of decompressive craniectomy for traumatic intracranial hypertension.
N Engl J Med 2016;375 (12): 1119-30

RESCUEicp: Penelitian Randomized Evaluation of Surgery with


Craniectomy for Uncontrollable Elevation of Intracranial Pressure (RESCUEicp),
dilakukan pada 408 pasien dcngan refractory TCP (>25 rnmlTg). Penelitian ini
membandingkan dengan pengelolaan refrakter T1K setelah COT yang memakai
tcrapi medical secara kontinyu. Hasil pada 6 bulan setelah decompressive
craniectomy menunjukkan lebih rendahnya mortalitas tapi lebih tinggi laju
vegetative state, lower severe disability dan upper severe disability daripada terapi
medical. Laju moderate disability dan good recovery satna antara 2 kelompok.
(Hutchinson PJ. et al. N Engl J Med 2016:375:1119-30). Skor GOSE terlihat pada
gambar dibawah ini.

1 2 5 , Dasar-Dasar Neuroanestesi
5.6 Tumor Otak
Untuk memberikan anestesi pasien dengan tumor otak ada beberapa hal
yang harus diperhatikan. Suatu pemeriksaan ncurologis lengkap
dilakukan dengan perhatian khusus pada level kesadaran, ada atau tidak
adanya kenaikan tekanan intrakranial, adanya defisit neurologis dan
riwayat kejang. Evaluasi prabedah untuk operasi supratentorial sama
seperti tindakan anestesi lainnya dengan riwayat mcdis lengkap yang
menekankan terhadap fungsi jantung dan paru. Pada prosedur bedah
saraf, seperti halnya prosedur bedah lain, kebanyakan morbiditas dan
mortalitas anestesi perioperatif adalah akibat disfungsi paru atau jantung.

a) Anamnesa
Pasien bedah saraf membutuhkan pertanyaan khusus tentang penyakit
SSP. Gcjala kenaikan ICP harus ditanyakan (sakit kepala, mual, muntah.
penurunan kesadaran, gangguan penglihatan). Adanya kejang dan defisit
neurologis fokal akibat efek penekanan lokal dari tumor. Perdarahan
otak atau cerebrovascular accident sebelumnya dieatat sebagai residu
defisit neurologis. Telaahlah dengan hati-hati basil operasi intrakranial
atau prosedur diagnostik sebelumnya, dan pertimbangkan kemungkinan
pneumocephalus residu atau interaksi anestetik lain.
Telaahlah kembali obat-obatan yang lain dengan lebih
menekankan perhatian kita pada obat obatan yang mempunyai efek pada
periode preoperatif. Terapi obat-obatan pada pasien bedah saraf dapat
menyebabkan penurunan volume intravaskuler. Manitol dan diuretik lain
yang digunakan prabedah untuk mengurangi edema serebral, dapat
menimbulkan hipovolemia dan gangguan keseimbangan elektrolit yang
bisa menyebabkan terjadinya hipotensi berat dan aritmia pada saat
induksi anestesi. Kortikosteroid, yang juga digunakan untuk menurunkan
edema serebral, akan mcningkatkan kadar glukosa darah dengan
stimulasi dukoneogenesis dan" menyebabkan penekanan adrenal secara
langsung yang dapat menyebabkan terjadinya hipotensi dan msufisiensi
kardiovaskuler dengan adanya stres bedah. Obat anti hipertensi dapat
merubah volume intravaskuler. Trisiklik intidcprcsan dan levodopa telah
nyata dapat memicu terjadinya hipertensi intraoperatif dan disritmia
jantung. Benzodiazepin,

Dasar-Dasar Neuroanestesi | 117


phenotiazin dan butirophenon dapat berperan terjadinya hipertensi
perioperatif.

b) Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik prabedah ditujukan pada jalan nafas, paru, sistim
kardiovaskuler dan SSP. Pada pasien-pasicn dengan penyakit sertaan,
pemeriksaan ditujukan terhadap kcmungkinan adanya hipovolemia.
Pasien-pasicn bedah saraf sering somnolen dan asupan oral yang tidak
adekwat yang dapat menyebabkan kcadaan hipovolemi. Juga bisa terjadi
peningkatan diuresis akibat diabetes insipidus, atau pemberian diurctik.
Hipovolemi ringan atau sedang umumnya dapat ditolerir dengan baik,
tetapi hipovolemi yang nyata harus dikoreksi sebelum indtiksi anestesi.
Pemeriksaan neurologis harus dilakukan, tingkat kesadaran dan
setiap defisit sensoris/motoris harus dicatat. Pemeriksaan neurologis
harus diulang di kamar operasi sesaat sebelum dilakukan induksi.
Pemeriksaan tanda-tanda kenaikan ICP, seperti adanya sakit kepala,
mual, muntah, midriasis unilateral, pupil edema, palsi occulomotor atau
abduscen. Bila ICP meningkat lebih jauh, kesadaran pasicn memburuk
dan diikuti dengan disfungsi respirasi dan jantung. Adanya pemafasan
Cheyne Stokes atau bradikardi disertai hipertensi merupakan tanda
penekanan batang otak.
Tujuan dari pcnilaian neurologis adalah untiik mengerti tentang
tipe dan beratnya proses intrakranial. Hal ini penting sebab pengelolaan
anestesi akan tergantung pada volume intrakranial. Untuk mendapatkan
pcnilaian yang tepat pertanyaan pertanyaan dibawah ini harus ditanyakan
pada pasien dengan tumor supratentorial yang akan dilkakan
pembedahan.
1. Bagaimana kondisi pasien saat ini? Gejala kenaikan tekanan
intrakranial termasuk sakit kepala, mual, muntah, penglihatan
blurred, dan somnolen. Gejala penekanan lokal dari tumor
misalnya adanya kejang, dan defisit neurologis fokal.
2. Dimana lokasi tumor?
3. Apa diagnosa tumomya?
4. Apa terapi yang telah diberikan?
5. Apakah pasien pemah dilakukan kraniotomi scbelumnya?

1 1 8 , Dasar-Dasar Neuroancstesi
Masalah anestcsi pada opcrasi tumor infratentorial (fossa posterior) adalah
adanya:
1) Emboli udara vena
2) Stimulasi batang otak, kemungkinan kerusakan pusat vital dan saraf
kranial,
3) Bahaya yang dihubungkan dengan posisi pasien.
4) Teknik monitoring intraoperatif.
Tabel 32.Komplikasi yang dihubungkan dengan posisi pasien pada operasi fossa posterior

Dasar-Dasar Neuroanestesi 1 1 1 9
Oleh karena itu. untuk pcngelolaan anestesi operasi fossa posterior,
ada 6 pertanyaan yang harus disiapkan jawabannya sebagai pcrsiapan
anestesi operasi fossa posterior. Pertanyaan- pertanyaan tersebut adalah:
1. Apakah pada saat prabedah pasien menunjukkan adanya disfungsi
saraf kranial atau batang otak?
2. Apakah ada peningkatan tekanan intrakranial?
3. Bagaimana posisi pasien selama operasi?
4. Adakah resiko venous air embolism (VAE) yang signifikan?
Adakah resiko terjadinya paradoxal air embolism (PAE)?
5. Adakah kemungkinan kehilangan darah yang banyak?
6. Akankan pembedahan memerlukan monitoring susunan sarap
pusat (SSP) intraoperatif?

Operasi fossa posterior sering memerlukan posisi pasien yang tidak


biasa, yaitu posisi prone, lateral, park bench, dan posisi duduk. Tanpa
memandang posisi apa yang digunakan, pengaturan posisi sangat penting
sebab kebanyakan masalah yang diakibatkan oleh posisi dapat dihindari
dcngan memposisikan pasien dengan hati-hati dan mengganjal daerah
yang rcntan terhadap tekanan.

c) Pemeriksaan Laboratorium
Pemcriksaan laboratorium aitin, termasuk jumlah sel darah, kimia serum
dan koagulasi hams dilakukan. Hipervcntilasi dan diuresis akan
menurunkan kadar K serum, jadi pemberian K harus dipertimbangkan.
Bila kadar glukosa scaim >200 mg% diperlukan tcrapi insulin untuk
menurunkan kadar glukosa ke nilai normal yang berguna untuk proteksi
otak dan tekanan osmotik. Osmolaritas serum harus diukur pada pasien
dalam terapi 1CP. Pemeriksaan radiologis prabedah untuk informasi
tentang ukuran tumor atau perdarahan serta lokasinya, edema serebral, dan
midline shift. Mid-line shift 0,5 cm pada magnetic resonance imaging
(MR1) atau CT-scan atau gangguan dari jaringan otak pada sisterna
basalis menunjukkan adanya kenaikan ICP.
d) Pengelolaan Obat
Sekali diagnosa dibuat dan direncanakan untuk tindakan pembedahan,
tujuan prinsip pemberian obat adalah untuk mengendalikan ICP dan
terapi epilepsi. Steroid efektif untuk mcngurangi edema peritumor dan
meningkatkan komplians otak pada pasien tumor ganas dan meningioma.
Dosis umurn deksametason adalah 4 mg 3x sehari bersama-sama dengan
hidrogen reseptor antagonis. Epilepsi diterapi dengan phenitoin 100 mg
120 | Dasar-Dasar Ncuroanestesi
3x sehari. Rentang normal terapeutik adalah 40-100 umol/1.

Prcmedikasi
Sedasi prabedah merupakan kontraindikasi pada pasien dengan
penurunan kesadaran, jadi pasien lethargi tidak memerlukan
prcmedikasi. Bila premedikasi diperlukan, misalnya pasien yang sadar
dan cemas dapat diberikan ansiolitik seperti benzodiazepin (diazepam,
lorazepam atau midazolam). Diazepam 5-10 mg atari lorazepam 1-2 mg
atari midazolam 5 mg dapat diberikan 1-2 jam prabedah peroral.
Diazepam dan lorazepam mempunyai paruh waktu yang cukup panjang
dan bisa memperlambat bangun pascabedah, karena itu mungkin lebih
baik dengan midazolam jang diberikan intravena, intramuskuler atari
oral.
Bila ada kcraguan tentang level kesadaran pasien, pasien dapat
diberikan sedasi atari analgesi di kamar bedah dibawah pengawasan
spesialis anestesi dan diberikan setelah terpasang jalur vena. Narkotik
harus dihindari karena meningkatkan resiko muntah dan hipoventilasi,
yang keduanya dapat meningkatkan ICP. Akan tetapi, bila akan
memasang alat panlau invasif pada saat prainduksi (CVP, jalur arteri)
dosis kecil narkotik dapat dipertimbangkan untuk menghindari rasa tidak
nyaman ketika menusukkan jamm untuk memasang alat pantau invasif
tersebut.

5.7 Spina! Cord Injury (SCI)


Di USA setiap tahun ada 12.500 kasus SCI baru. Lebih sering pada laki-
laki daripada wanita dengan rasio 4:1. Kcmatian dini sekitar 50% dengan
kurang dari 10% pasien yang selamat mengalami perbaikan neurologik.
Penanganan perioperatif pada fase akut cedera untuk menghindari cedera
sekunder sangat penting.
Protcksi medula spinalis adalah tindakan preemptif dari intervensi
terapi untuk memperbaiki outcome neurologik pada pasien yang bcrisiko
terjadi iskemi medula spinalis. Resusitasi medula spinalis adalah
intervensi terapeutik yang dimulai setelah terjadi iskemi medula spinalis.
Target terapi adalah untuk mengobati iskemia dan mengurangi cedera
neuron.
Opcrasi spine terutama cerv ical merupakan tantangan bagi
spesialis anestesi. Pengelolaan yang optimal bergantung pada pengertian
tentang proses patologis yang berhubungan dengan resiko dan kebutuhan
prosedur pembedahan.
Pasien yang menjalani operasi cervikal spine memerlukan

Dasar-Dasar Neuroanestesi | 121


pertimbangan khusus dalam pengelolaan jalan nalas. Pasien dengan
penyakit cervical spine mempunyai kejadian kesulitan intubasi yang
tinggi. Pada suatu penelitian prospektif pasien yang menjalani operasi
cervikal spine elektif, 20% dengan visualisasi glotis grade 3 atau 4
(hanya melihat epiglotis saja atau tidak mampu ineliha epiglotis) pada
laringoskopi. Kejadian paling tinggi dari intubasi yang sulit dilaporkan
pada pasien dengan penyakit rheumatoid (48%), diikuti dengan pasien
dengan fraktur servikal (23%) dan tumor (24%). Faktor resiko lain untuk
peningkatan kesulitan intubasi termasuk penyakit cervical spine bagian
atas dan bawah dan adanya fiksasi internal dan eksternal. Intubasi
endotrakheal pada pasien dengan penyakit servikal spine mungkin
dihubungkan dengan risiko cedera neurologis.

a) Pengaturan aliran darah medula spinalis


Autoregulasi normal antara MAP 50-150 mmHg. Bila MAP < 50 mmHg
autoregulasi tidak bekerja lagi dan menyebabkan terjadinya iskemi
medula spinalis. Pada MAP >150 mmHg akan menyebabkan terjadinya
edema dan disrupsi jaringan. Perubahan PaCCb dan PaO: merusak
autoregulation medula spinalis. Antara PaCO: 20-80 mmHg, aliran darah
medula spinalis linier terhadap perubahan PaCCh. PaO; <50 mmHg
aliran darah medula spinalis meningkat.

122 | Dasar-Dasar Neuroanestesi


Gambar 14. Ilustrasi efek dari perubahan PaC02, PaOi dan MAP
pada SCBF

Aliran darah medula spinalis (Spinal Cord Blood F/ow/SCBF) 60


ml/lOOg/min sama seperti aliran darah otak (Cerebral Blood Flow
/C'BF). Pengaturan SCBF: dipertahankan dengan baik pada MAP 60-120
nimHg. SCBF decrease apabila tekanan CSF naik dan pada hipotermia.
Respon terhadap PaChdan PaC02 berkurang pada cedera medula spinalis,
tekanan perfusi rendah dan hipoksia.
SCI disebut SCI primer dan SI sekunder. SCI primer disebabkan
karena tenaga mckanis dari trauma, menyebabkan kerusakan neuron
langsung, perdarahan petechial dan hematomyclia. SCI sekunder
disebabkan karena aktivasi biokimia, enzymatic, dan proses
microvascular yang proporsional dengan beratnya lesi awal.

Mekanisme Sekunder Acute SCI


1 Vascular Disfungsi Cclular Perubahan Biokimia
Perdarahan K* Extracellular ! Pelepasan katecholamine T
Hilangnya autoregulasi Ca2+ Intracellular ! Metabolisme asam Araehidonict
Oklusi Arteriolar Na+ Intracellularf Prostaglandin
Vasospasme Inhibisi Na/K-ATPase Thromboxan
Edema Peroxidasi Lipid Lcukotriens
Permeabilitas Vascular! Edema intracellular Radical bebas
Hipotensi meningkat Pelepasan Endogenous opioid |
Kegagalan Mitochondrial EAA r
Pembentukan radikal bebas |

Dasar-Dasar Neuroanestesi | 132


Gambar 15. Kaskade patofisiologi SCI

b) Korelasi klinis dari SCI


SCI komplet: hilangnya fungsi scnsoris dan motoris seara total di bagian
distal dacrah yang ccdera total. Kesempatan untuk pulihnya fungsi
ncurologis sccara total <10%. SCI incomplete: adanya fungsi nonreflex
disebelah distal daerah yang ccdera. Kesempatan untuk pulihnya fungsi
yang hilang antara 59% sampai 75%.

Skala Perburukan berdasarkan American Spinal Inj ury


Association (ASIA)
ASIA Grade Tipe Ccdera Dcfinisi Tipe Cedera

Grade A Complete Tidak ada fungsi sensoris dan motoris


Grade B Incomplete Fungsi Sensoris terjaga tapi tidak fungsi motoris
dibawah level yang, cedera
Grade C Incomplete Fungsi Motoris terjaga, tapi otot dibawah level
neurologik mempunyai muscle grade < 3
Grade D Incomplete Fungsi motoris terjaga, tapi otot dibawah level
neurologik mempunyai muscle grade > 3
Grade E Normal Fungsi Motoris dan sensoris normal

133 I Dasar-Dasar Neuroanestesi


Ada klasifikasi SCI dari gradasi A sampai E inenurut American
SpinaI Injury Association (ASIA). Kelainan pada penderita bisa
dimasukkan dalam skore sehingga akan mendapatkan gambaran
kcrusakan neurologis ( International Standart For Neurological
Classification of Spinal cord injury - ISCOS). Dalam menentukan fungsi
sensorimotor pada ISCOS, diperiksa fungsi motorik pada 10 group otot
dan diukur dalam gradasi O (total paralisis) dan point 5 untuk yang
normal, dan untuk pcmeriksaan sensoris dilakukan pada 28 sensori
dermatom dengan rangsangan pin prick dan rasa raba, dengan nilai score
dari O (tidak ada sensasi) dan 2 untuk normal scnsasion. ASIA
Impairment Scale digunakan untuk idcntifikasi berat ringannya SCI.

Masalah medical dari SCI bisa mengenai berbagai sistem:


• Cardiovascular: dapat terjadi spinal shock, bradicardia,
miokardial kontrakti litas menurun, gangguan irama jantung,
gangguan ventrikel kiri, autonomic hyperreflexia, deep vein
thrmbosis (DVT), hipotermia.
• Rcspiratosi: gangguan pemafasan, kemampuan batuk menurun,
sekret kental.
• Gastrointestinal: atoni, cenderung terjadi aspirasi.
• Genitourinari: distensi kandung kemih, infeksi.
• Elcktrolite: hipercalcemia, hiperphosphatemia, hiponatremia,
hiperkalemia.
Tabel 33. Level SCI dan Fungsi Pulmonal/Kardiak

Dasar-Dasar Neuroanestesi | 125


c) Penanganan pasien segera setelah SCI
1. External splinting dan immobilisasi.
2. Pcngclolaan medical: airway, sistcm pulmonari, suport kardiovascular,
traktus gastrointestinal, genitourinari, pengcndalian tcmperatur, DVT.
3. Pemeriksaan neurologik
4. Evaluasi radiologik
5. Strategi neuroprotektif
Strategi Neuroproteksi dapat dilakukan dengan:
• Spinal alignment', hindari trauma langsung
• Surgical reduction dan stabilisasi
• Terapi fisiologik: Basic method A.B.C (mempertahankan perfusi medula
spinalis)
• Hipothermia: normothermi rendah
• Terapi farmakologik: Corticosteroid, Ca blocker Nimodipine
• Batasi perubahan biokimia
Keadaan saat ini tentang terapi setelah SCI traumatik:
• Keuntungan yang pasti: tidak ada
• Kemungkinan menguntungkan: oprasi dekompresi segera mungkin,
hipotermi sistemik atau lokal, minocycline, prostacycline analogs, NMDA
receptor antagonist, NaCl hipertonik, capsase inhibitor, antioksidan dan
pembersih radikal bebas.
• Sedikit atau tidak ada bukti menguntungkan: methylprednisolone, 21-
aminosteroids, opioid antagonist, calcium antagonis,oksigen hiperbarik.

d) Pengelolaan Anestesi pada Acute SCI


1. Evaluasi prabedah
2. Monitoring
3. Teknik Anesthcsi
4. Pengelolaan cairan
5. Pengaturan temperatur
6. Pengelolaan pascabedah
Preoperative evaluation
Saat Spinal Cord Shock intervensi pembedahan jangan dilakukan dan tunggu ada
perbaikan status hemodinamik dan penilaian akurat dari dcfisit neurologik
segmental. Untuk mempertahankan perfusi medula spinalis adckuat. pertahankan
tckanan artcri rcrata diatas 85 mmHg, diastolik lebih dari 70 mmHg. Tekanan
perfusi lebih penting bila autoregulasi dan reaktivitas pembuluh darah tcrhadap CO 2

126 | Dasar-Dasar Neuroanestesi


hilang akibat ancstesia.

Monitoring Intraoperative pada Acute Cervical Spinal Cord Injury


Electrocardiograph, tekanan darah arterial invasif, katerisasi artcri pulmonari,
somatosensory evoked potential, monitoring curah jantung, temperatur, end-tidal
CO2, pulse oximeter, kateter urinari, blood warmer/external wanner, gas darah
arterial dan vena.

Teknik Anestesi
Jalan nai'as dibebaskan tanpa menyebabkan atau memperburuk SCI. Pada saat
induksi anestesi harus diingat bahwa fungsi simpatetik pasien SCI sulit
dipcrkirakan, induksi dapat dilakukan dengan ketamine 1-2 mg/kg intravena (tapi
tidak dianjurkan bila ada cedcra kepala dengan peningkatan tekanan intrakranial),
etomidate 0,3 mg/kg, propofol 2 mg/kg, tiopentonc 5 mg/kg.Tekanan perfusi
medula spinalis harus dipcrtahankan paling kecil pada 60 mmHg (idealnya 80-90
mmHg). Pasien diposisikan pada posisi prone. Pada umumnya teknik anestesi untuk
pasien dengan gangguan sercbral dan medula spinalis adalah dengan teknik
ABC’DE neuroanesthesia (tentang ABC'DE neuroanestesi bisa dibaca dengan
lengkap pada buku Anestesi untuk Tumor Otak: Supratentorial-Infratentorial).
Secara singkat ABCDE neuroanestesi adalah teknik neuroanesthesia yang
tindakannya sama dengan teknik mclakukan proteksi dan rcsusitasi medula spinalis.
■ A= Airway, Clear airway
■ B= Breathing (Control ventilation) untuk mcncapai normokapnia atau
sedikit hipokapnia
■ C= Circulation (hindari peningkatan atau penurunan tekanan darah, hindari
peningkatan tekanan vena sercbral.
pengelolaan cairan dcngan target normotcnsi, normovolemia, iso-osmoler,
dan normoglikemia.
■ D= Drugs (berikan obat yang mempunyai efck protcksi mcdula spinalis)
■ E= Environment (pcngendalian
temperatur, mild
hipotermia ringan, cegah hipcrterma)

Pengelolaan cairan
Pemberian cairan berdasarkan pada perkiraan defisit cairan prabedah, kehilangan
cairan dan darah intraoperatif, dan pngctahuan tcntang efek level SCI pada fungsi
jantung dan paru.
Apakah menggunakan kristaloid atau koloid kurang penting daripada

Dasar-Dasar Neuroanestesi | 127


menghindari pcnggunaan cairan yang mengandung glukosa karena dapat
mengeksaserbasi SCI. Sangat penting mengetahui osmolaritas airan karena
pemberian cairan
hipoosmoler dapat mcmicu lebih besarnya edema jaringan saraf.

Pengaturan temperatur
Pasicn SCI patients mengalami gangguan termoregulasi dibawah level yang cedera.
Hipotermia mempunyai efek proteksi medula spinalis, tapi dapat meningkatkan
kejadian aritmia dan pemanjangan efek anestesi. Lambat bangun dari anestesi
mcrupakan masalah tersendiri karena mengganggu pemeriksaan neurologik yang
cepat. Hipertennia mengeksaserbasi cedera neurologik.

Komplikasi yang dapat terjadi adalah:


• Defisit Neurologik
• Anterior spinal artery syndrome
• Postoperative visual loss (POVL)
• Epidural hematoma
• Thromboembolisme Vena
• Robckan Dural

Pengelolaan pascabedah: Kriteria Ekstubasi


• Gas darah: pH>7,3, Pa02 >60 mtnHg, PaC02 <50 mmHg, ratio Pa02/Fi02
>200.
• Fungsi paru: maximal negative inspiratory forces <-25 cmFhO, Vital
Capacity < 15 mL/kg, Laju nafas < 25/menit, rasio dead space terhadap
tidal volume <0.6
• Lain-Iain: pasien sadar dan oriented, nafas tidak sulit atau sedikit kesulitan
bernafas, mampu until melakukan batuk, volume sekresi trakhea minimal,
fungsi jantung stabil, volume cairan intravaskular dan status clcktrolit
optimal, tidak ada infeksi.

e) Simpulan
1. Pengertian tentang anatomi, biomckanik spine dan patofisiologi SCI
diperlukan untuk merancang pengelolaan emergensi dan anestesi untuk
pasien dengan SI.
2. Penanganan perioperatif pada fase akut cedcra untuk menghindari cedcra
sekunder mcrupakan hal yang sangat penting.
3. Sasaran utama adalah mencegah terjadinya SCI sekunder, dan memberikan
proteksi medula spinalis.

128 | Dasar-Dasar Neuroanestesi


DAFTAR PUSTAKA

1. Aarabi B, Eisenberg HM, Murphy K, Morrison C, Weinmann M. Traumatic


brain injury: Management and complication. Dalam: Layon AJ, Gabrielli A,
Friedman WA, eds. Textbook of Ncurointensive Care. Philadelphia:
Saunders;2004:771-87.
2. Andrew PJD, Sinclair R. Rodriguez A, Harris BA, Battison CG, Rliodes JKJ,
Murray GD. Hypothermia for intracranial hypertension after traumatic brain
injury. N Engl J Med 2015;373: 2403-12
3. Albin M. Textbook of Neuroanesthesia with Neurosurgical and Neurosicence
Perspective. New York: The Me Graw Hill Co. 1997
4. Bassin SL, Bleck TP. Barbiturates for the treatment of intracranial
hypertension after traumatic brain injury. Critical Care 2008; 12:185
5. Bendo AA. Perioperative management of adult patient with severe head injury.
Dalam: Cottrell JE, Young WL, eds. Cottrell and Young’s neuroanesthesia;
2011,317-25.
6. Bendo AA, Luba K. Recent Changes in the management of intracranial
hypertension. Dalam: Maccioli CiA, ed. International Anesthesiology Clinics-
Current Issues in Anesthesiology. Philadelphia: Lippincott Williams &
Wilkins; 2000. 38(4): 69-85.
7. Bekker AY. Kaufman B, Samir H, Doyle W. The use of dexmedetomidin
infusion for awake craniotomy. Anest Analg 2001:92:1251-3.
8. Bhana N, Goa KL, Me Clellan KJ. Dexmedetomidin. Drugs. Adis International
2000;59(2):263-268.
9. Bisri T. Penanganan Neuroanestesi dan Critical Care: Cedera Otak Traumatik.
Bandung: Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran; 2012
10. Bisri T. Tribute Lecture Joint Symposium Indonesia-Singapore NACC
Surabaya 2018.
11. Bisri T. Penentuan Jugular Bulb Oxygen Saturation (SJO 2) dan Cerebral
Extraction of Oxygen (CEO:) sebagai indikator utama proteksi otak pada
teknik anestesi untuk operasi cedera kepala. Disertasi. Universitas Padjadjaran
2002.
12. Bisri DY. Pemberian Selektif COX-2 Inhibitor Intravena sebagai Protektor
Otak pada Pasien Cedera Kepala Sedang ditinjau dari Skor GCS, Kadar
Interleukin- lp (IL-ipj. Glutamat dan Korelasinya. Disertasi Universitas
Padjadjaran 2016
13. Bisri T. Himendra A. Surahman E. Neuroanestesi. Bandung: Bagian

Dasar-Dasar Neuroanestesi | 131


Anestesiologi& ICU Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran/RS dr. Hasan
Sadikin; 1997
14. Bisri T. Dasar-dasar Neuroanestesi. Bandung: Olah Saga C'itra 2012
15. Bisri DY, Bisri T. Terapi Hipotermi setelah Cedera Otak Traumatik. .INI
2014;3(3): 189-98
16. Bisri T. Pengelolaan Perioperatif Cedera Kepala Akut. Bandung: Bagian/SMF
Anestesiologi & ICU Fakultas Kedokteran Unviersitas Padjadjaran/RS dr.
Hasan Sadikin; 1999.
17. Bisri T. Penentuan jugular bulb oxygen saturation (SJ02) dan cerebral
extraction of oxygen (CE02) sebagai indikator utama proteksi otak pada teknik
anestesi untuk operasi eedera kepala. Disertasi Universitas Padjadjaran,
Pebruari 2002
18. Bisri DY, Bisri T. Pengelolaan Perioperatif Cedera Otak Traumatik. F.disi ke-
4. Bandung: Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran, 2018
19. Blaek S. Anesthesia for spine injury. ASA Annual Meeting Refresher Course,
Orlando, Florida, 2002.
20. Bullock MR, C'hesnut RM. Clifton G, Ghajar J. Marion DW. Guidelines for
the management of severe head injury. Journ of Neurotrauma 1996; 13,
11.693-703.
21. Bruder N. Ravussin P. Recovery from anesthesia and postoperative extubation
of Neurosurgical patients: a review. Personal com, in press 2004.
22. Bratton S. Bullock MR. Carney N. Chesnut RM. Coplin W. Ghajar J. et al.
Guidelines for the management of severe traumatic brain injury 3 rd ed. Brain
Trauma Foundation. J Neurotrauma 2007;24 Supp 1: SI-106
23. Bratton S. Bullock MR. Carney N, Chesnut RM, Coplin W, Ghajar J, et al.
Guidelines for the Management of Severe Traumatic Brain Injury 3rd Edition.
Journal of Neurotrauma 2007; vol 4, supp 1
24. Binder NJ, Ravussin PA. Anesthesia for supratentorial tumor. Dalam:
Newfield P, Cottrell JE.eds. Handbook of Neuroanesthesia, 5th ed,
Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins; 2012,115-35.
25. Bruder N, Ravussin PA. Supratentorial massess: anesthetic consideration.
Dalam: Cottrell JE. Young Wl, eds. Cottrell and Young Neuroanesthesia, 5,h
ed. Philadelphia: Mosby Elsevier; 2010, 184-202
26. Bratton S, Bullock MR, Carney N, Chesnut RM. C'oplin W, Ghajar J, et al.
Guidelines for the management of severe traumatic brain injury 3 rd ed. Brain
Trauma Foundation. J Neurotrauma 2007;24 Supp 1: SI-106
27. Carney N, Totten AM, O'Reilly C, Ullman .IS. Hawryluk GWJ, Bell MJ, et al.
Guidelines for the Management of Severe Traumatic Brain Injury Fourth

132 | Dasar-Dasar Neuroanestesi


Edition. Neurosurgery 0:1-10, 2016
28. Cotrell JE, Young WL. Cottrell and Young’s Neuroanesthesia, 5th ed.
Philadephia: Mosby: 2010.
29. Cottrell JE, Smith DS. Anesthesia and Neurosurgery. 4 th ed. St. Louis: Mosby;
2001.
30. Culley DJ. Crosby G. Anesthesia for posterior fossa surgery. Dalam: Newfield
P, Cottrell JE, eds. Handbook of Neuroanesthesia, 4th ed. Philadelphia: Wolter
Kluwer, Lippincott Williams & Wilkins; 2012,133-42.
31. Edwards N. Principles and practice of neuroanesthesia. London: Chapman and
Hall Medical; 1991, 1-20.
32. Grande PO. The Lund Concept for the treatment of severe head trauma-
physiological principles and clinical application. Intensive Care Medicine
2006, Issue: Aug 22
33. Grande PO. Critical evaluation of the Lund Concept for treatment of severe
traumatic head injury, 25 years after its introduction. Frontiers in Neurology
2017;8
34. Gignac E, Mannmen PH, Gelb AW. Comparison of fentanyl, sufentanil and
alfentanil during aw'ake craniotomy for epilepsy. Can J Anaesth 1993;40;421-
4.
35. Hagan KB, Bhavsar S, Raza SM, Arnold B, Arunkumar R. Dang A, et al.
Enhance recovery after surgery for oncological craniotomies. Jounal of
Clinical Neuroscience 2016;24:10-16
36. Hutchinson PJ, Kolias AG, Timofeev IS, C’orteen EA, Czosnyka M, Timothy
Y. et al. Trial of decompressive craniectomy for traumatic intracranial
hypertension. N Engl J Med 2016;375 (12): 1 119-30
37. Hutchinson PJ, Kolias AG, Timofeev IS, Cortcen EA, Czosnyka M, Timothy
Y, et al. Trial of decompressive craniectomy for traumatic intracranial
hypertension. N Engl .1 Med 2016:375 (12): 1119-30
38. Jiang JY, Xu W, Li WP. Gao GY, Bau YH, Lian YM.et al. Effect of long-term
mild hypothermia on outcome of patients with severe traumatic brain injury.
Journal of Cerebral Blood Flow & Metabolism 2006;26:771-6
39. Kass IS, Cottrell JE. Pathophysiology of Brain injury. Dalam: Cottrell JE,
Smith DS, eds. Anesthesia and neurosurgery, 4 th ed, St Louis: Mosby;
2001,69-79.
40. Kass IS, Cottrell JE. Abramowicz AE, Lei B. Brain metabolism, the
pathophysiology of brain injury, and potential beneficial agents and technique.
Dalam: Cottrell JE, Patel, eds. Cottrell and Patel’s Neuroanesthesia. 6th ed.
Edinburgh: Elsevier; 2017, 1-15.

Dasar-Dasar Neuroanestesi | 133


41. Koskinen LOD, Olivecrona M, Grande PO. Severe traumatic brain injury
management and clinical outcome using the Lund Concept. Neuroscience
2014;283:245-55
42. Mishra RK, Kapoor I, Mahajan C, Prabhakar H. Enhanced recovery after
surgery: Neuroanaesthetic perspective. J Neuroanaesthesiol Crit Care
2017;4:17-2
43. Morales MI. Pittman J, Cottrell JE. Cerebral protection and resuscitation.
Dalam: Newfield P. Cottrell JE. Handbook of Neuroanesthesia, 4th ed.
Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkin;2007. 55-72.
44. Muzevic D, Splavski B. The Lund concept for severe traumatic brain injury
(review). Cochrane Database of Systematic Review 2013, Issue 12.
45. Moon JW, Hyun DK. Decompressive caniectomy in traumatic brain injury: a
review article. Korean J Neurotrauma 2017; 13( 1): 1 -8
46. Nickson C. The Lund concept for traumatic brain injury. LIFTI 2013
47. Nordstorm CH. The Lund concept: is this logical? Ncurocrit Care 2005
48. Nordstorm CH. Physiological and biochemical principles underlying volume-
target therapy-the “Lund concept”. Neurocrit Care 2005
49. Nathanson M Sevotlurane an ideal Neuroanesthetic? 12,h WCA. Montreal,
Canada; 2000.
50. Patel SS, Goa KL. Sevotlurane, a review of its pharmacodynamic and
pharmacokinetic properties and its clinical use in general anesthesia. Drugs
1996, 51 (4): 658-700.
51. Patel SS, Goa KL. Desflurane, a review of its pharmacodynamic and
pharmacokinetic properties and its clinical use in general anesthesia. Drugs
1996, 51 (4): 742-67.
52. Pederson DS, Peterfreund RA. Anesthesia for posterior fossa surgery. Dalam:
Newficld P, Cottrell JE, eds. Handbook of Neuroanesthesia, 5th ed.
Philadelphia: Wolter Kluwer, Lippincott Williams & Wilkins; 2012,136-47
53. Phan AD, Bendo AA. Perioperative management of adult patients with severe
head injury. Dalam: Cottrell JE, Patel P, eds. Cottrell and Patel’s
Neuroanesthesia, 6,h ed. Edinburg: Elsevier; 2017, 326- 36
54. Robert 1, Sydenham E. Barbiturate for acute traumatic brain injury (review).
The Cochrane Collaboration; 2012.
55. Sadaka F, Veremakis C. Therapeutic hypothermia for the management of
intracranial hypertension in severe traumatic brain injury: a systematic review.
Brain injury 2012;26(7-8):899-908
56. Stocchetti N, Taccone FS, Citerio G, Pepe PE, Le Roux PD, Oddo M, et al.
Neuroprotection in acute brain injury: an up-to-date review. Critical Care

134 | Dasar-Dasar Neuroanestesi


2015:19:186
57. Skolnick BE, Maas AI, Narayan RK, van der Hoop RG, MacAllister T, Ward
JD, et al. A clinical trial of progesterone for severe traumatic brain injury. N
Engl J Med 2014;371:2467-76
58. Straus KL Antiinflammatory and neuroprotective actions of COX2 inhibitors
in the injured brain. Brain Behav Immun 2008;22(3): 285- 89.
59. Smith DS. Anesthetic management for posterior fossa surgery. Dalam: Cottrell
JE, Young WL, eds. Cottrell and Young’ s Neuroanesthesia. 5th ed.
Philadelphia: Mosby Elsevier; 2010, 203- 15.
60. Stocchetti N, Zanaboni C, Colombo A, Citerio G, Beretta L, Ghisoni L, et al.
Refractory intracranial hypertension and “second- tier” therapies in traumatic
brain injury. Intensive Care Med 2008;34:461-67
61. Tempelhoff R. The Lund concept for management of traumatic brain injury. J
of Neurosurgical Anesthesiology 2011;23(4):357
62. Ohata H, Iida H, Dohi S, Watanabe Y. Intravenous dexmedetomidin inhibits
cerebrovascular dilatation induced by isoflurane and sevoflurane in dogs.
Anesth Analg 1999;89:370-7.
63. van Aken. Anesthetic agent: total intravenous and inhalational anaesthesia.
Dalam: van Aken, cd. Neuroanaesthetic practice. London: BMJ; 1995.91-121.
64. van Hemclrijck J, Fitch W, Matthcusscn M, van Aken II, Piets C’, Lauwers T.
The effect of propofol on the cerebral circulation and autoregulation in the
baboon. Anesth Analg 1991; 71: 49-54.
65. Villela NR, Nascimento P. Dexmedetomidin in Anesthesiology. Rev Bras
Anestesiol 2003;53( 1 ):97-l 13.
66. Wakai A, McCabe A, Roberts I, Schierhout G. Mannitol for acute traumatic
brain injury (review). Cochrane Colaboration 2013
67. Zornow MH, Fleisher JE, Scheller MS, Nakakimura K, Drummond JC.
Dexmedetomidin, an a.2- adrenergic agonist, decreases cerebral blood flow in
isoflurane-anesthetized dog. Anesth Analg 1990;70:624-30.

Dasar-Dasar Neuroanestesi | 135


Indeks

A
ABODE Neuroaneslesi 36.106,127 Adenosine Tri
Phosphate (ATP) 5.56,62,123 ADH 68,94
Airway 36,37,43,119.126,127 Alfentanil 32,34 Aliran
darah otak/CBF 3,17 AMPA 58,102
Anestetika inhalasi/volati 1 23,60 Anestetika Intravena 13
ARDS 93,105.110 ASIA 124 Atracurium 32,33
Autorcgulasi 5 AVDO: 41,96,97,98,114 AVM 42,74

Awake craniotomy 14,71,73,83

B
Barbilurat 12,13,15,16.58,59,60,61.64,65,92.93,94,100.118
Barbiturat Coma 61,101
Benzodiazepin 19,21
Blood Brain Barriere 64
Bradikardi 11,33,39,69.118
Brain Trauma Foundation (BTF) guideline 109,111
Breathing 37

c
Cedera Kepala Berat 11,18,24,34,38,43,56,92,93,96,97,98,100,105,108,109
Cedera Otak Traumatika 104,106 Cedera Primer 92,105
Cedera Sekunder 1,75,92,93,105,106.121,129 Central Venous Pressure
(CVP) 1,21,23,42,46 CF.02 97,98
Cerebral Blood Flow (CBF) 3,17,24 Cerebral Blood Flow (CBF), focal 41
Cerebral Blood Flow (CBF), global 41 Cerebral Perfusion Pressure (CPP)
2,3,41,114 Cerebral Vaso Paralysis 9 Cerebro Spinal Fluid (CSF)
30,31,32,34,39,46
Cerebral Metabolic Rate for Oxygen (CMRCE) 12,14,15,16.17,18.19,20,22,
23.24.25,30.31.34.44,56,59,63,64 '
Chemical brain retractor 47 Circulation 36,37,127
Cr-scan 1,38,39,60,98,103,104,107,108,110,120 Cushing Trias I I

D
Deep vein thrombosis (DVT) 87.110,113.125.126 Decompressive craniectomy
99,111.113,116 Dcsfluran 24.25,29.30.3 I Dexmedetomidine 35,53,68.69,75,83,84
Diuretik 47,59.85.94.95,99,117,118 Diazepam 20,21.49 Dl, diabetes Insipidus 118
DO: 4

Drugs 36.38.128

136 | Dasar-Dasar Neuroanestesi


E
Elcctrocncephalgraphy (EEC) 1,3. 5,16,41,64,65,101,110,112,113
Electro Cardio Graphy 127
Elektrolil 11,48,50,53,93,117,125,129
Ekstubasi 38,50,51,52.53.69,73,74,75.76,78.109.128
Emboli 30,42.119
Enteral nutrisi 80
Enfluran 23,25,65,30,31,64
Environment 38,128
Epidural Hematoma 128
Etomidate 17
ERAS Enhanced Recovery After Surgery 78 Erythropoietin 70 EtCO: 7,42
Evoked Potential 1,41.127 Excitatory Amino Acids 56

F
FAST-MAG; Field Administration of Stroke Treatment-Magnesium 58
Fast-tract 13,70.71.73,77,78
Fentanyl 31,32,34
First-tier 99.111
Fosfokreatin 5
Fossa posterior 42,50,74,119,120 Furosemid 30,45,46,47.48.100
G
GABA 61,65,101 GDT 85
Glasgow Coma Scale (GCS) 39 Glasgow Outcome Scale (GOS)
116 GRADE 79

I lalotan 23,24.25,27,29,30.31.38.44,63,64,65,66,68
l lematokril 2,8,45.52,73,75.90
I lemiasi otak 54,55,89.97,98.102.103,104
1 lipertensi 4,6.53,75,89,96,104.118
Iliperventilasi 97,98,101.113.1 15
Ilipotermia 44.46.47,89,95,96,98,1 I I
1 Iiperosmolar 56,74,75,99.102.123.128
Hipokapnia 109,112
Hipoksemia 18.51,72,73
Hipertcrmia 102.128
Hipotensi 89.119.123

Hipovolemia 2,22,45,60,89,104,105,106,1 17,118

I
ICH 42 Induksi 42
Intracranial Pressure (ICP), tekanan intrakranial 1,41,83,114,115

Dasar-Dasar Neuroanestesi | 137


IN; imunonutrien 80,88
Intracerebral Steal 9,10
Inverse Intracerebral Steal 9,10
lntubasi 36,43,44
I so 11 uran 6,23.26,27.64,72
ISCOS 125

Iskemi 1,2,3,6.24.54.119,122

J
Jugular Bulb Oxygen saturation 1,131,132

K
Karbohidrat 78,81 Ketamin 18,19 Kortikosteroid 49,117

L
Lidokain 30,32.70.75 LMA 7 1
Lorazepam 21.23
Luxury' perfussion 9
Lund’s Therapy 92.93.94.95.96

M
Magnesium 58 Mannitol 45.47,98.100 MAS
79,86
Magnetic Resonance Imaging MRI 1.34,60,120
Mean Arterial Pressure (MAP) 23,41 Minimal
Alveolar Concentration 24,25,26 Midazolam 21.22
Monitoring 41,42 MVD 88

N
Narkotik analgetik 33.42
Na Cl hipertonik 48.90
Near Infrared Spectroscopy N1RS 41
Ncuro ICU 52,61
NERVS 88
Neurogenic Pulmonary Edema (NPE) 11
NICOM 85
Nimodipin 57
NMDA 58.61,64.126
Nutrisi 80,111.113
N:0 30,61
NSAID 50.84
Normokapni 89,95

138 | Dasar-Dasar Neuroanestesi


Opioid 32,63,74.83.84,126 Orophayngeal
airway 43 Osmolaritas 45,47,120,128

P
PACU; Post Anesthesia Care Unit 70,71.75 PaCO:
6.7
PADSS; Postanesthesia Discharge Scoring System
71 PAE: paradoxal air embolism 119,120 PaO : 7
Pemeriksaan prabedah 38 Pemeliharaan anestesi 44
Pancuronium 33
Parasimpatis 2,8 Pascabedah 52 Pelumpuh otot 32 Pentotal 16,30,59 Penumbra 5,65
Penlucida 5 Phenytoin 49,52.113
PONV; Post Operative Nausea and Vomiting 52,71,83,86
Post Traumatic Seizure 111,113
Positive and Expiratory Pressure (PEEP) 38
Premedikasi 40.121
Propofol 13,14
Propofol Infuse Syndrome PRIS 13,14 Proteksi Otak 2,55

R
Resting Energy Expenditure 87, 108
RESC’UEicp; Randomised Evaluation of Surgery with Craniectomy for
Uncontrollable Elevation of ICP 109.116
Robin Hood phenomenon 59
Rosner konsep 92
Rocuronium 32.33.43

S
SaO: 108
SAFE 70,71,72,73,78
SCBF; Spinal Cord Blood Flow 123
SCI; Spinal Cord Injury 121
Second-tier 96,99,101
Seizure 16.18,19,32,49,52.64.1 11,113
Sevofluran 23,27.28,66,67,72
Simpatis 8
SJO: 1,97.98
Slack brain 45
Steal phenomena 9,65
Steroid 111
SpOz75,109
Susunan Saraf Pusat (SSPj 14,16,18.20,22,25.32,41.117.118.120 Succinylcholin
32,33
Sub Arachnoid Flemorrhage (SAII) 4.56,57 Sufentanil 32,34

Dasar-Dasar Neuroanestesi | 139


T
Temperatur 8.9,42,51,56,74,77,102,126,127.128 Tekanan darah 23.109,110,114.115
Tiopental 14,16,17,18,31.94,102
TIVA 66,68,83,84 TOF: train of
four 124 Tirilazad 57
Transranial dopier TCD 41,89
Traumatic Brain Injury 111,113.114
Trias Cushing 11.103 104 Trik-trik
neuroanestesi 88 Tumor otak 117

V
Vasospasme 57,91,123
Vasokonstriksi serebral 14,101,102
VAE; venous air embolism 120
Vecuronium 33, 43
Ventilasi 36,37,95
VTE; venous thromboembolism 82

140 | Dasar-Dasar Neuroanestesi

Anda mungkin juga menyukai