NEUROANESTESI
Halaman
1 Pendahuluan 1
2 Neurofisiologi 3
2.1 Aliran Darah Otak 3
2.2 Tekanan intrakranial 10
2.3 Mctabolisme Otak 12
3 Ncurofarmakologi 13
3.1 Anestetika Intravena 13
3.2 Anestetika Inhalasi 23
3.3 Pelumpuh Otot 32
3.4 Narkotik Analgetik 33
3.5 Obat Adjuvan 35
4 Prinsip-prinsip Neuroanestesi: ABODE Neuroanestesi 36
4.1 Pemeriksaan Prabedah 38
4.2 Premedikasi 40
4.3 Monitoring 41
4.4 Induksi 42
4.5 Pemeliharaan Anestesi 44
4.6 Adjuvant Anestesi 47
4.7 Ekstubasi 50
4.8 Pcrawatan Pascabedah 52
5 Hal-hal khusus: 54
5.1 Proteksi Otak 54
5.2 Fast-track Neuroanesthesia 70
5.3 ERAS dalam Neuroanestesi 78
5.4 Trik-trik dalam Neuroanestesi 88
a) Hipcrtensi atau Hipotcnsi? 89
b) Miperventilasi.'l lipokapnia atau Normokapnia? 95
c) Hipertensi Intrakranial 98
d) Hcmiasi Otak 102
5.5 Cedera Otak Traumatika 104
5.6 Tumor Otak 117
5.7 Spinal Coni In jury (SCI) 121
Dal'tar Pustaka 131
Indeks 137
IV
DAFTAR TABEL
v
Tabel 23. Risiko dan Kcuntungan Early v.s Delayed 74 Recovery
Tabel 24. Kondisi sistemik dan sercbral yang 75 menyebabkan pasien
lambat bangun Tabel 25. Aplikasi Klinis Terapi Lund untuk COT Berat
94
Tabel 26. Nilai SJ02. CE02, dan AVD02 97
Tabel 27. Perubahan C'E02, AVD02, SJ02 pada Bcrbagai 98 Keadaan
Tabel 28. Rekomendasi Terapi Brain Trauma Foundation 109 Guideline
2007
Tabel 29. Rekomendasi Terapi Brain Trauma Foundation 111 Guideline
2016
Tabel 30. Rekomendasi Monitoring 114
Tabel 31. Rekomendasi: Ambang (Thresholds) 1 15
Tabel 32. Komplikasi yang dihubungkan dengan posisi 119 pasien pada
operasi fossa posterior Tabel 33. Level SCI dan Fungsi
Pulmonal/Kardiak
12
5
VI
DAFTAR GAMBAR
vii
DAFTAR SINGKATAN
A
AVPU
Alert, response to Verbal stimuli, response to Painful stimuli.
ATP Unresponsive
AVDO: Adenosine Tri Phosphate
AVM arterial venous oxygen difference
AMPA arterio venous malformation
ADH alpha-amino-3-hydroxy-5-methyl-4-isoxazoIe-propionic acid
ARDS anti diuretic hormone
ASIA acute respiratory distress syndrome
American Spinal Injury Association
B
BUB
BB Blood Brain Barricrc Berat Badan
D
DVT
DC
E
EDH
EEC.
EAA
ERAS
EN
viii
F
fCBF = focal cerebral blood flow
FAST-MAG = Field Administration of Stroke Treatment-Magnesium
G
GCS Glasgow Coma Scale
GOS Glasgow Outcome Scale
gCBF global cerebral blood flow'
GABA gamma-aminobutyric acid
GRADI The Grading of Recommendations Assessment. Development and
Evaluation
GDT goal directed fluid therapy
I
ICH Intra Cerebral Hematoma
1CP Intracranial pressure
ICU Intensive Care Unit
IN imunonutrien
1SCO International Standart For Neurological Classification of Spinal
S cord injury
L
LMA = laryngeal mask airway
M
MAC Minimal Alveolar Concentration
MR1 Magnetic Resonance Imaging
MAP Mean Arterial Pressure minimal
MAS access surgery microvascular
MVD decompression
N
NMDA N-methyl-D-aspartate Neurogenic
NPE Pulmonary Edema Nitrous oxyde near
N:0 infrared spectroscopy Non-steroidal
NIRS anti-inflammatory agents Non-invasive
NSAID = cardiac output monitoring neurosurgery
NICOM = ERAS value and safety
NERVS =
o
Osm = Osmolarity
IX
1*
PEEP = Positive End Expiratory Pressure
PaC'O; = Partial pressure of CO2
PaO: = Partial Pressure of O2
PRIS = Propofol Infuse Syndrome
PACU = Post Anesthesia Care Unit
PADSS = Postanesthesia Discharge Scoring System
PONV = Post Operative Nausea and Vomiting
PTS = posttraumatic seizure
PAE = paradoxal air embolism
R
rCBF = mregional cerebral blood How
RCT = randomised control trial
REE = resting energy expenditure
RESCUEicp = Randomised Evaluation of Surgery with
Uncontrollable Elevation ofICP
S
SaO; - Saturation arterial of oxygen
SAH = Subarachnoid Hemorrhage
SJO: = Saturation Jugular Bulb Oxygen
SDH = Subdural hematoma
SOL = Space Occupying Lesion
SpO; = Saturation peripheral of oxygen
SSP = Susunan Saraf Pusat
SAFE = Short Acting Fast Emergence
SCI Spinal Cord Injury
SC BE Spinal Cord Blood Flow
T
TIVA Total Intravenous Anesthesia
PCD = Transcranial Doppler
TOE = train of four
TIK — Tekanan intrakranial
u
UGD — Unit Gawat Darurat
V
VTE _ venous thromboembolism
VAE = venous air embolism
10
BAB I
PENDAHULUAN
Dasar-Dasar Neuroanestesi | I
dilakukan berbagai tindakan dan pemberian obat untuk
mengendalikan tekanan intrakranial, scrta melakukan proteksi otak.
Perdarahan pcrlu dikurangi dcngan cara mcnurunkan tekanan
darah, akan tetapi hams selalu diingat bahwa penumnan tekanan darah
jangan sampai menumnkan tekanan perfusi otak (cerebral perfusion
pressure!C'PP) yang akan menimbulkan terjadinya iskemia otak atau
infark otak. Tekanan perfusi otak (normalnya 80-90 mmHg) adalah
tekanan arteri rerata dikurangi tekanan intrakranial (tekanan perfusi otak
= mean arterial pressure/MAP /tekanan arteri rerata - tekanan
intrakranial). Kcadaan dimana terjadi penumnan tekanan arteri rerata
atau peningkatan tekanan intrakranial dapat menurunkan tekanan perfusi
otak.
Miller (1985) menyatakan bahwa makin tinggi kenaikan
tekanan intrakranial, maka makin tinggi mortalitas.
Tabel 1. Hubungan tekanan intrakranial dcngan mortalitas
Tekanan Intrakranial Tingkat Mortalitas
Rerata (mmHg) (%)
0-20 19
21-40 28
41-80 79
2 Dasar-Dasar Neuroanestesi
BAB 2
NEUROFISIOLOGI
Dasar-Dasar Neuroanestesi I 3
waktu lama, tcrjadi iskcmik neuron yang ireversible gambar
1 dan table 3).
Pasien cedera kepala dengan tekanan perfusi otak
kurang dari 50 mmHg akan mcmpunyai prognosa yang
buruk. Pada tekanan intrakranial yang tinggi, supaya tekanan
perfusi otak adekuat, maka perlu tetap mempertahankan
tekanan darah yang nomial alau sedikit lebih tinggi. Usaha
kita adalah untuk mempertahankan tekanan perfusi otak
normal, oleh karena itu, hipertensi yang memerlukan terapi
adalah bila tekanan arteri rata-rata lebih besar dari 130-140
mmHg.
BRAIN FUNCTION
Oxygenation Perfusion
Gambar 1. Fungsi Otak dihubungkan dengan Pa02, DO 2, Aliran Darah Otak dan Tekanan
Perfusi Otak
4 | Dasar-Dasar Neuroanestesi
Tabel 3. Ambang Aliran Kritis
Aliran darah otak (ml/IOOg//min)
Gambar 2. Interaksi antara Tingkatan dan Lamanya Penurunan Aliran Darah Otak
dengan Fungsi Otak
a. Autoregulasi
Aliran darah otak dipertahankan konstan pada MAP 50-150 mmHg.
Pengaturan ini disebut autoregulasi yang disebabkan oleh
Dasar-Dasar Neuroanestcsi | 5
kontraksi otot polos dinding pcmbuluh darah otak sebagai jawaban
terhadap pcrubahan tekanan transmural. Jika mclebihi batas ini, walaupun
dengan dilatasi maksimal atau konstriksi maksimal dari pcmbuluh darah
otak, aliran darah otak akan mengikuti tekanan pcrfusi otak secara pasif.
Bila aliran darah otak sangat berkurang (MAP < 50 mniHg) bisa terjadi
serebral iskcmia. Jika di atas batas normal (MAP > 150 mmHg), tekanan
akan merusak daya konstriksi pcmbuluh darah dan aliran darah otak akan
naik dengan tiba-tiba. Dengan demikian, tcrjadilah kerusakan sawar darah
otak, yang dapat mcnimbulkan terjadinya edema serebral dan perdarahan
otak (gambar 2).
Berbagai keadaan dapat merubah batas autoregulasi misalnya
hipertensi kronis. Pada hipertensi kronis, autoregulasi bergeser ke kanan
sehingga sudah terjadi serebral iskemia pada tekanan darah yang dianggap
normal pada orang sehat. Autoregulasi dapat hilang/terganggu pada
keadaan serebral iskemia, serebral infark, trauma kepala, hipoksia, abses
otak, diabetes, hiperkarbi berat, edema sekeliling tumor otak, perdarahan
subarakhnoid, aterosklerosis serebrovaskuler. Obat anestesi inhalasi juga
mengganggu autoregulasi. Karena pada cedera kepala autoregulasi
terganggu, adanya hipotensi yang tiba- tiba bisa mcnimbulkan cedera otak
sekunder.
Saat pemberian anestesi supaya efek autoregulasi tetap ada, maka
hams dipertimbangkan penggunaan obat anestesi yang akan tetap
mempertahankan autoregulasi selama pemberian anestesi. Sebagai contoh,
yang disampaikan oleh Gupta et al, Summors et al serta Matta et al bahwa
autoregulasi tetap intact bila diberikan anestesi dengan sevofluran sampai
1,5 MAC, salah satu alasannya adalah efek serebral vasodilatasi
sevofluran < daripada isofluran (MAC sevofluran 2,08) tapi hilang pada
1,5 MAC isofluran, dengan demikian selama anestesi, berikan sevofluran
< 3 vol % atau isofluran < 2 vol%.
I) . PaCCh
Aliran darah otak berubah kira-kira 4% (0,95-1.75 ml/100 gr/menit) setiap
mmHg perubahan PaCO: antara 25-80 mmHg. Jadi, jika dibandingkan
dengan keadaan normokapni, aliran darah otak dua kali lipat pada PaCO:
80 mmHg dan setengahnya pada
PaCO: 20 mmHg (gambar 2). Karena hanya sedikit pcrubahan aliran darah
otak pada PaC02 < 25 mmHg, malahan bisa tcrjadi serebral iskcmia akibat
perubahan biokimia, maka harus dihindari hipcrv'cntilasi yang berlebihan.
Pada operasi tumor otak dipasang pcmantau kapnogram untuk mengukur
6 | Dasar-Dasar Neuroanestesi
end Tidal CO:, umumnya dipertahankan end Tidal CO2, 25-30 mmHg
yang setara dengan PaC02 29-34 mmHg, tetapi pada ccdcra kcpala akut
PaC02 jangan < 35 mmHg.
C. Path
Bila PaO2<50 mmHg, akan terjadi serebral vasodilatasi dan aliran darah
otak akan meningkat. Suatu peningkatan Pa02, hanya sedikit pengaruhnya
terhadap resistensi pembuluh darah serebral. Pada binatang percobaan bila
Pa02 > 450 mmHg terjadi sedikit penurunan aliran darah otak walaupun
tidak nyata. Akan tetapi, pada manusia sclatna operasi otak Pa02 jangan
melcbihi 200mmHg (gambar 2).
Dasar-Dasar Neuroanestesi | 7
menyebabkan edema otak dan peningkatan tekanan intrakranial.
Hal lain yang mempengaruhi aliran darah otak adalah simpatis-
parasimpatis, hematokrit. suhu.
a. Simpatis dan parasimpatis
Stimulasi simpatis menyebabkan vasokonstriksi. Perubahan-
perubahan tersebut pada aliran darah otak tidak lebih dari 5- 10%.
Stimulasi serabut simpatis menimbulkan perubahan pada kurva
autoregulasi. Pada perdarahan terjadi stimulasi simpatis, autoregulasi
akan bergeser ke kanan sehingga batas bawah autoregulasi aliran
darah kc otak (tolcransi terendah yang bisa mcnimbulkan iskemia)
akan bergeser kc kanan. Disamping itu, autoregulasi akan bergeser kc
kanan pada keadaan cemas, sakit, marah, maupun bcrlatih. Hal ini
bermanfaat untuk mclindungi otak dari kenaikan tekanan darah yang
tiba-tiba.
b. Hematokrit
Hematokrit mempengaruhi aliran darah otak secara nyata. Bila
hematokrit meningkat diatas nilai normal, aliran darah otak akan
menurun karena ada peningkatan viskositas darah. Isovolemik alau
hemodilusi hipervolemia (hematokrit 33%) menunjukkan
peningkatan tekanan darah otak tanpa ada gangguan penghantaran
oksigen.
c. Temperatur
Penurunan temperatur tubuh akan memperlambat metabolisme
serebral. Hal ini berarti menurunkan aliran darah otak. Setiap
pemurunan temperatur 1°C, aliran darah otak menurun kira- kira 5%.
Autoregulasi adalah suatu mekanisme yang sangat scnsitif
terhadap cedera dan terganggu setelah ccdcra otak, pemberian
anestetika inhalasi dan stimulasi simpatis. Efek yang segera timbul
pada autoregulasi adalah menurunkan batas atas dari autoregulasi
sehingga pada tekanan darah scdikit di atas normal bisa terjadi
kerusakan sawar darah otak dan edema otak. Pada daerah yang
terganggu (iskemia, trauma, atau neoplasma) terjadi penekanan
fungsi neuron, asidosis laktat, edema, gangguan autoregulasi, dan
kemungkinan juga gangguan reaksi terhadap CO2.
Asidosis jaringan menimbulkan terjadinya dilatasi local arteri
serebral yang meluas ke jaringan normal. Bila autoregulasi hilang,
8 | Dasar-Dasar Neuroanestesi
aliran darah akan bergantung pada tekanan darah sehingga suatu
penurunan tekanan perfusi otak akan menyebabkan penurunan aliran
darah otak secara proporsional. Bila reaksi terhadap CO2 juga hilang,
maka aliran darah bctul-betul tergantung dari tekanan darah.
Keadaan ini disebut cerebral vasoparalisis yang berarti ada paralisis
pembuluh darah otak. Pembuluh darah otak berespon terhadap
perubahan tekanan darah (autoregulasi) dan berespon terhadap
perubahan PaCCh. Pada serebral vasoparalisis artinya respons
pembuluh darah terhadap PaCCh hilang dan autoregulasi juga
hilang. Bila tekanan perfusi adekuat, perfusi pada daerah yang
asidotik akan berlebihan dengan kebutuhan metabolik dan saturasi
oksigen vena tinggi, keadaan ini disebut luxury perfusion. Akan
tetapi, bila tekanan perfusi turun, aliran darah akan berkurang, dan
cepat terjadi iskemia, seperti yang terjadi pada keadaan hipotensi
atau steal phenomena.
Gangguan aliran darah otak dapat berupa adanya cerebral
vasoparalisis. intraserebral steal atau inverse intracerebral steal.
Cerebral vasoparalisis artinya adanya kelumpuhan pembuluh darah
otak. Lumpuh artinya hilangnya autoregulasi dan rekativitas
pembuluh darah otak terhadap CO2. Intracerebral steal adalah ketika
terjadi vasodilatasi serebral global misalnya pada keadaan
hiperkapnia, di daerah otak
Dasar-Dasar Neuroanestesi | 9
yang normal aliran darah otak regional meningkat. Inverse
Intracerebral steal: darah dialirkan ke daerah iskemik dengan adanya
vasokonstriksi pembuluh darah di daerah otak yang normal, misalnya
akibat hipervcntilasi.
10 | Dasar-Dasar Neuroanestesi
Volume intrakranial selalu konstan. Bila volume bertambah,
misalnya karena ada hematoma intrakranial, maka untuk mengurangi
volume, cairan serebrospinal, dan darah juga akan bcrkurang, keluar dari
ruangan intrakranial sehingga tekanan intrakranial akan tetap normal. Bila
batas kompensasi diiewati, tekanan intrakranial akan mcningkat.
Dasar-Dasar Neuroanestesi | I I
laktik asidosis cairan serebrospinal, yang juga akan meningkatkan
tekanan intrakranial.
Isi rongga kranium tcrdiri dari jaringan otak, darah, serta likuor
serebrospinal. Tekanan intrakranial normal 5-15 mmHg. Peningkatan salah
satu komponen isi ronggra kranium akan dikompensasi dengan
mcnurunkan komponen lain dan yang pertama adalah menurunkan volume
likuor serebrospinal, sehingga walaupun ada penambahan komponen
tersebut tekanan intrakranial masih dalam batas normal (pada gambar
adalah dacrah 1 sampai 2). Akan tetapi. bila batas kompensasi dilalui maka
terjadi peningkatan tekanan intrakranial (2 sampai 4).
12 j Dasar-Dasar Neuroanestesi
BAB 3
NEUROFARMAKOLOGI
3.1.1 Propofol
Walaupun efek propofol terhadap tekanan perfusi otak disebabkan oleh
efek yang menurunkan tekanan darah, telah ditunjukkan bahwa efek
hemodinamik yang tidak menyenangkan tersebut dapat dicegah dengan
menghindari efek konsentrasi puncak. Efek propofol terhadap
metabolisme otak dan aliran darah otak sama sepcrti golongan barbiturat.
Pada penclitian manusia, juga diperl ihatkan bahwa propofol menurunkan
aliran darah otak dan metabolisme otak. Pada pasien dengan cedera otak,
anestesia dengan propofol akan menurunkan tckanan perfusi otak.
Dasar-Dasar Neuroanestesi ; 13
Pemeliharaan reaktivitas perfusi serebral terhadap CO2 tetap ada.
Propofol menurunkan aliran darah otak (sebanyak 30%), CMRO2
(30%), dan tekanan intrakranial, akan tetapi tckanan perfusi otak juga
mcnurun disebabkan olch karena propofol rnempunyai efek menurunkan
tekanan darah yang hebat. Pcnelitian lain menyatakan bahwa propofol bisa
menurunkan atau tidak mengakibatkan perubahan pada tekanan tekanan
intrakranial. Satu penelitian menemukan bahwa walaupun tekanan cairan
scrcbrospinal lumbal selama induksi dengan propofol mcnurun 32% dan
tekanan darah sistemik mcnurun, tekanan perfusi otak dipertahankan
diatas 70 mmHg (pada ccdera kcpala 50-70 mmHg). Seperti halnya
hipnotik sedatif yang lain, deprcsi susunan saraf pusat (SSP) yang tcrjadi
bergantung pada dosis.
Propofol mendepresi jantung lcbih kuat daripada tiopental. Tekanan
darah turun 15-30%, yang disertai atau tidak disertai reflex peningkatan
denyut nadi. Propofol lebih cfektif daripada tiopental dan etomidate dalam
mencegah respons hemodinamik pada saat intubasi. Propofol
menimbulkan rasa sakit di tempat suntikan. Suntikan pada vena antecubiti
menimbulkan rasa sakit hebat. Suntikan pada vena dorsum manus atau
vena dipergelangan tangan menimbulkan rasa sakit pada 28,5% pasien,
tetapi hanya 8,2% yang bctul-betul sakit. Untuk mencegah rasa sakit bisa
diberikan 10 mg lidokain yang dicampur dengan larutan propofol, atau
disuntikkan lidokain pada vena yang sama sebclum diberikan propofol
dengan tehnik seperti untuk Bier’s block. Temyata, rasa sakit pada
suntikan vena dorsum manus bisa mcnurun dari 28,5% menjadi 8,8%.
Dosis induksi propofol 2-2.5mg/kgBB intravena.
Autorcgulasi dan respons pembuluh darah otak terhadap CO2 tetap
dipertahankan, propofol sering digunakan untuk awake craniotomy, akan
tetapi penggunaan dosis besar dan lama dapat tcrjadi Propofol Infuse
Syndrome (PR1S). Propofol menurunkan tekanan intrakranial akibat
penurunan metabolisme otak dan vasokonstriksi serebral, menurunkan
MAP, maka efek pada CPP
14 | Dasar-Dasar Neuroanestesi
harus bctul-betul dipantau, menurunkan metabolisme mcdula spinal
ditunjukkan dengan pcngurangan pemakaian glukosa secara lokal. Dosis
induksi 2-2,5 mg/kg BB, dosis pemeliharaan 50-150 pg/kg/menit.
3.1.2 Barbiturat
Barbiturat telah digunakan sejak tahun 1837 untuk menurunkan tekanan
intrakranial. Tiopenton adalah suatu serebral vasokonstriktor yang kuat
bergantung pada dosisnya. Selama anestesi dengan barbiturat, CMRO2
berkurang sesuai dengan dosisnya. Pada titik yang menunjukan EEG
isoelektrik, tidak ada penurunan lebih Ian jut dari CMRO2 walaupun dosis
barbiturat dinaikkan. Akibatnya, pcngurangan aliran darah yang paling
besar adalah pada anestesi yang paling dalam. Maksimal penurunan
CMRO2 oleh tiopenton sekitar 55-60%. Jadi dengan barbiturat, depresi
fungsi bersama-sama dengan penurunan aliran darah otak dan CMRO2,
mendukung bahwa barbiturat juga mengurangi komponen rantai metabolik
terhadap fungsi otak dan hanya menimbulkan efek minimal pada fungsi
metabolik untuk mempertahankan integritas scluler.
Penurunan aliran darah yang sama terjadi pada medulla spinalis.
Pemberian tiopenton kontinyu telah berhasil dalam pemberian anestesi
pada bedah saraf dengan dosis total rata-rata 1230mg. Tekanan
intrakranial yang menurun dengan barbiturat, mungkin akibat penurunan
aliran darah otak dan volume darah otak. Walaupun masih kontroversial,
efek ini digunakan untuk terapi peningkatan tekanan intrakranial pada
pasien dengan cedera kepala, paling tidak selama operasi otak dengan
tujuan untuk menghentikan atau mengendalikan peningkatan tekanan
intrakranial akut. Barbiturat menghilangkan efek vasodilatasi serebral
akibat N2O dan ketamin sehingga dapat digunakan sebagai suplemen
anestesi. Barbiturat sering digunakan untuk obat neuroanestcsi dengan
scjumlah alasan. Yang paling penting ialah barbiturat mempunyai efek
menurunkan CMRO2 dengan menurunkan aktifitas sel neuron pada
susunan saraf pnsat sehingga akan menurunkan aliran darah otak dan
tekanan intrakranial.
Peningkatan resistcnsi serebrovaskular hanya menurunkan aliran
darah otak pada daerah yang normal. Karena adanya vasomotor paralisis,
pembuluh darah dalam daerah yang cedera atau iskemik gagal untuk
bereaksi dan tctap dilatasi maksimal. Hasilnya adalah shunting darah dari
daerah yang normal ke daerah iskemik (inverse steal) dan tidak ada
pengaruhnya tcrhadap dinamika cairan sercbrospinal.
Efek SSP dcpresan bcrkaitan dengan besamya dosis yang
diberikan, yang dipcrlihatkan oleli electroencephalografi (EEG) yang
Dasar-Dasar Neuroanestesi | 15
melambat secara progresif. C’MR menurun secara maksimal sampai kira-
kira 50% normal, dan pada titik ini kcadaan EEG datar. Dosis barbiturat
yang tinggi tidak mempunyai pengaruh tcrhadap CMRO2. Barbiturat
menurunkan aktivitas radikal bebas dan kemnngkinan menccgah cedera
selanjutnya terhadap daerah iskemik. Barbiturat juga bekerja sebagai
antikonvulsan. Karena sifat ini, barbiturat digunakan untuk proteksi otak.
Untuk neuroanestesia, tiopental merupakan barbiturat yang paling
sering digunakan, tetapi metohexital dan tiamilal juga digunakan di ncgara
lain. Tiopental dimetabolisme di hepar 10- 25% per jam. Tiopental
umumnya diubah menjadi metabolit yang tidak aktif, tetapi sejumlah kecil
menjadi pentobarbital yang bersifat long acting. Tiopental juga
mempunyai hepatic extraction ratio (clearance dibagi hepatic blood flow).
Lambatnya climinasi tiopental menyebabkan terjadinya akumulasi obat
bila diberikan dalam dosis besar.
Pentotal (Tiopental) menurunkan tckanan intrakranial hanya jika
telah ada kenaikan tekanan intrakranial, tetapi pada bedah saraf penting
untuk mengurangi tekanan intrakranial akibat tchnik anestesi, misalnya
pada saat laringoskopi-intubasi dan akibat obat anestesi yang lain. Pentotal
merupakan obat anestesi intravena tcrpilih untuk anestesi operasi otak.
Proteksi otak harus dilakukan sebelum, sclama pemberian anestesi dan
setelah operasi selesai. Pada umumnya dibuat sediaan dengan konsentrasi
2,5%, dosis induksi 4-6mg/kgBB (rata-rata 5mg/kgBB) dan untuk proteksi
otak digunakan pentotal dengan dosis 1-3 mg/kgBB/jam. Mekanismc
pentotal yang bekerja sebagai protektor adalah sebagai berikut:
menurunkan CMRO2, memperbaiki distribusi aliran otak, menekan
seizure, menekan katekolamin yang menyebabkan reaktivitas, anestesia,
imobilisasi, hilangnya tcrmoregulasi, menurunkan tekanan intrakranial,
menurunkan edema serebral, menurunkan sekresi cairan serebrospinal,
pembersih radikal bebas.
stabi I isasi membrane, blockade calsium channel, merubah metabolisme
asam lemak.
Tiopental menurunkan aliran darah otak (cerebral blood /low/CBF)
dan metabolisme otak (cerebral metabolic rate for oxvgen/CMRCh)
paralcl dcngan adanya isoelcktrik scl neuron yang tcrlihat pada EEG. Efck
serebral vasokonstriksi, sekunder dari mcnurunnya metabolisme otak,
tidak mengganggu autoregulasi dan reaktivitas pembuluh darah otak
terhadap CO2, kecuali dosis bcsar.
16 | Dasar-Dasar Neuroanestcsi
3.1.3 Ctomidat
Etomidat adalah senyawa imidazole non barbiturat yang mempunyai cfek
menguntungkan karena sedikit mendepresi kardiovaskuler pada penderita
yang sehat. Bila ada penyakit kardiovaskuler, etomidate sedikit menekan
sistem kardiovaskuler. Kclemahan etomidate adalah timbulnya gerakan
otot involunter serta menekan fungsi adrenokortikal. Kejadian mioklonus
dapal dihilangkan dcngan fentanyl. Peningkatan mortalitas pada pasien
yang disedasi dcngan infus etomidate adalah akibat efeknya pada sintesis
kortisol. Etomidate mcnginhibisi aktivitas enzim 17a- hydroxylase dan 11
[1-hydroxylase yang diperlukan untuk sintesis cortisol, aldosterone, 17-
hydroxyprogcsteron dan kortikosteron. Setelah suatu dosis induksi,
penekanan adrenal menetap untuk 5-8 jam.
Efek etomidate pada serebral sama seperti golongan barbiturat. Hal
ini telah ditemukan pada penelitian anjing. Selama infus etomidate,
CMRO2 menurun sccara progresif sampai EEC isoelektrik, tetapi seperti
halnya tiopenton, peningkatan dosis etomidate setelah EEG datar tidak
menimbulkan penurunan lebih lanjut daripada CMR02dan energi
metabolisme otak tetap normal. Tidak seperti CMRO2, aliran darah otak
menurun curam sekali dcngan dimulainya pemberian infus dan mencapai
maksimal. Hal ini mendukung bah'wa etomidate menimbulkan
vasokonstriksi dcngan suatu mekanisme yang berbeda daripada barbiturat.
Terjadi pula penurunan yang paralel pada tekanan intrakranial dan aliran
daralrotak.
Pada manusia, etomidate menyebabkan penurunan yang paralel dan
aliran darah otak dan CMRO2, dcngan dosis klinis.
Dasar-Dasar Neuroanestesi | 17
dua-duanya menurun kira-kira 30-50%. Rcaktivitas terhadap CO2
dipertahankan selama ancstesi dcngan etomidate. Etomidate efektif
mcnurunkan tekanan intrakranial tanpa menurunkan tckanan perfusi otak.
Pada pasien yang mengalami cedcra kcpala bcrat, etomidate menurunkan
tekanan intrakranial, sedangkan aktivitas elektrokortikal tctap ada dan
tidak efektif bila aktivitas itu ditckan secara maksimal. Hal ini
mcnunjukkan bahwa penurunan tekanan intrakranial mungkin disebabkan
pengurangan aliran darah otak yang dibantu oleh efek dcpresi etomidate.
Etomidat menurunkan C’BF dan CMRO2. Mioclonus efek yang
tidak diinginkan pada pemberian etomidat, dapat disalah interprestasi
sebagai aktivitas seizure. Penggunaan lama dapat menekan respon
adrenoeortical terhadap sties. Dibanding tiopental dan propofol, efek
kardiovaskulemya lebih ringan. Dosis 0,2-0,4 mg/kg. Efek pada
autoregulasi bclum dievaluasi. Reaktivitas terhadap CO2 tetap terjaga.
Menurunkan tekanan intrakranial tanpa menurunkan tekanan perfusi otak.
Efek etomidate pada SSP: merupakan serebral vasokonstriktor yang
menyerupai tiopental, mampu menurunkan tekanan intrakranial. Etomidat
dianjurkan untuk neuroanestesia, karena profil metabolik serebral yang
sama dibandingkan barbiturat tanpa efek samping kardiovaskuler.
Etomidate menurunkan aliran darah otak dan konsumsi oksigen,
serta menumpulkan peningkatan tekanan intrakranial yang dihubungkan
tindakan intubasi. Tidak seperti halnya pcntotal dan propofol, etomidate
mengurangi tekanan intrakranial tanpa menurunkan tekanan darah arterial
dan tekanan perfusi otak.
Etomidate mempunyai efek proteksi otak dengan menurunkan
CMRO2, menurunkan atau redistribusi aliran darah otak, menurunkan
volume darah intrakranial, stabilisasi membran, inhibisi pelcpasan radikal
bebas. Beberapa penelitian pada model hewan coba, etomidate
memberikan proteksi selama iskemi global non komplit dan hipoksemia
bcrat.
3.1.4 Ketamin
Serebral vasodilator meningkatkan aliran darah otak 60/80% dan
menyebabkan kenaikan tekanan intrakranial yang bisa dikurangi dengan
hiperventilasi atau barbiturat. Peningkatan aliran darah otak oleh ketamin
dapat dilawan olch skopolamin, tctapi diperhebat olch CO2 atau
fisostigmin. Ketamin meningkatkan tekanan intrakranial secara hebat.
Efek peningkatan tekanan intrakranial ini dapat dilawan dengan
hipokapnia, pentotal atau benzodiazcpin. Akan tetapi beberapa penelitian
18 I Dasar-Dasar Neuroanestesi
menunjukkan kcgagalan sekobarbital, droperidol, diazepam, atau
midazolam untuk melawan efek kenaikan tekanan intrakranial akibat
ketamin. Ketamin menycbabkan peningkatan resitensi absorpsi cairan
cerebrospinal, yang akan meningkatkan tekanan intrakranial lebih dari
yang ditimbulkan oleh peningkatan darah otak saja. Metabolisme otak
tidak berubah walaupun ada perbedaan secara regional. Jadi ketamin tidak
dianjurkan untuk neuroanestesia, terutama pada pasien dengan
peningkatan tekanan intrakranial atau penurunan komplian intrakranial.
Dosis induksi ketamin menycbabkan peningkatan tekanan darah,
laju nadi, aliran darah otak, dan metabolisme otak. Adanya depresi
respirasi menimbulkan hiperkapni ringan, neuroeksitasi regional/seizure,
peningkatan metabolisme otak. vasodilatasi pembuluh darah screbral.
Autoregulasi dan reaktivitas pembuluh darah otak terhadap CO2 tidak
terganggu. Meningkatkan PaCCh dan tekanan intrakranial pada pasien
normal dan yang sebelumnya sudah ada hipertensi intrakranial. Dosis: 1-2
mg/kg i.v, 5-10 mg/kg i.m. Infus 1-2 mg/kg/jam.
3.1.5 Benzodiazcpin
Dengan diperkenalkannya senyawa midazolam yang larut dalam air,
penggunaaannya untuk induksi anestesi menjadi popular lagi, padahal
dahulu penggunaan benzodiazepin hanyalah untuk memberikan sedasi dan
amnesia saja. Midazolam menycbabkan penurunan aliran darah otak dan
CMRO2 secara paralel dibandingkan dengan pentotal, efek penekanan
metabolisme otak lebih sedikit.
Pada manusia midazolam 0,15 mg/kg menurunkan aliran darah ke
otak kira-kira 30% dengan penurunan CMRO2 dan efek ini dapat dihambat
secara sempurna dengan antagonis benzodiazepin spesifik, yaitu
flumazenil. Midazolam dapat menurunkan tekanan intrakranial atau
tekanan intrakranial tidak berubah. Pada pasien pcndcrita tumor otak,
induksi dengan midazolam 0,25 mg/kg tidak mempunyai pengaruh pada
tekanan intrakranial. Pada pasien yang mcngalami kenaikan tekanan
intrakranial dan yang scdang dianastesi dengan fentanil dan N:0,
pemberian midazolam 0,2 mg/kg menurunkan tekanan intrakranial
walaupun tidak ada pengaruh yang nyata dibandingkan dengan yang
tekanan intrakranialnya normal. Midazolam memberikan hemodinamik
yang lebih stabil daripada tiofenton. Bila diberikan pada pasien tumor
otak, ada sedikit penurunan dan tekanan darah rcrata dan tekanan perfusi
otak cenderung tidak turun.
Dasar-Dasar Neuroanestesi | 19
Efek diazepam pada cairan darah otak dan CMRO: bcrv'ariasi dan
bergantung pada spesiesnya. Pada manusia, diazepam dalam kombinasi
dengan fentanil dan N2O menyebabkan penurunan yang paralel dari aliran
darah otak dan CMRO2 sedangkan rcaktivitas terhadap CO2 tetap
dipertahankan.
Pada pasien yang mengalami eedera kepala, diazepam
menyebabkan penurunan aliran darah otak dan CMRO2 sebanyak 25%.
Bertcntangan dengan asumsi yang menggangap bahwa tekanan
intrakranial akan menurun akibat lebih rendahnya aliran darah otak,
ternyata diazepam 0,25 mg/kg tidak mengubah tekanan intrakranial.
Lorazepam, triazolam, dan flurazepam mempunyai efek yang sama
dengan diazepam dan midazolam.
Bcnzodiazepin adalah suatu hipnotik sedatif, tetapi mempunyai
rentang yang lebih besar, berefek ansiolitik, antikonvulsan, dan amnesia.
Bcnzodiazepin menyebabkan depresi SSP sesuai dengan dosisnya
sehingga terjadi penurunan CMRO2, aliran darah otak, sedangkan terhadap
intrakranial mempunyai efek proteksi otak walaupun kurang dibandingkan
dengan barbiturat. Efek bcnzodiazepin dan penggunaannya terlihat pada
tabel di bawah ini.
(1) Diazepam
Diazepam mcrupakan standar golongan benzodiazepine yang
digunakan untuk premedikasi secara oral. Level puncak dalam darah
dicapai setelah 1 jam (pada dewasa) atau 15-30 menit (pada anak-
anak). Diazepam adalah obat antikonvulsan yang baik dan mcrupakan
obat pertama kali diberikan pada pasien
20 | Dasar-Dasar Ncuroanestesi
dengan status cpilcptikus. Kadang-kadang digunakan sebagai obat
induksi karcna dcpresi kardiovaskuler minimal, meskipun inula kerja
sangat lambat dan pemulihannya sangat lama. Metabolisme di hcpar
menycbabkan dibentuknya metabolik yang bcrsifat long acting, yang
menycbabkan panjangnya lama kerja diazepam. Waktu paruh
memanjang pada usia lua, pemakaian cimetidin dan penyakit hcpar.
Tabel 5. Benzodiazepin
Dasar-Dasar Neuroanestesi j 21
Bila diazepam dipakai sebagai dosis tunggal, efck depresi nafas
minimal, tetapi bila disatukan dengan narkotik bisa terjadi apnoe.
Pemberian diazepam secara intramuskulcr tidak dianjurkan scbab
absorpsinya jelck. Penggunaan diazepam sebagai sedasi selama
pembedahan lebili jarang daripada midazolam, scbab sedasi
midazolam lebih kuat dan tidak sakit bila disuntikan serta waktu
paruhnya yang lebili pendek.
Diazepam 0,2 mg/kg intravena menurunkan aliran darah otak
dan CMRO2 sebanyak 15%.
Kombinasi diazepam dengan 70% N2O menurunkan CMRO2
dan aliran darah otak 40%. Hal ini menunjukkan adanya interaksi
sinergistik antara diazepam dan N2O. Kombinasi diazepam dengan
fentanil menurunkan aliran darah otak dan CMRO2. Pada pasien yang
mcngalami eedera kepala, diazepam menurunkan aliran darah otak
dan CMRO2 sebanyak 20%. Berlawanan dengan perkiraan bahwa
tekanan intrakranial akan menurun karena aliran darah otak menurun,
diazepam 0,25 mg/kg ternyata tidak menurunkan tekanan intrakranial.
(2) Midazolam
Midazolam mcmiliki potensi 3-4 kali diazepam dengan mula kerja
dan pemulihan yang lebih ccpat. Tekanan darah menurun, terutama
bila ada hipovolemia akibat turunnya resistensi perifer dan curah
jantung. Midazolam menyebabkan penurunan aliran darah otak dan
CMRO2 sebanyak 40% dan lebih protektif terhadap otak
dibandingkan dengan diazepam, tetapi kurang jika dibandingkan
tiopental. Midazolam menurunkan aliran darah otak dan metabolisme
sercbral, tetapi lebih menekan aliran darah otak daripada
metabolisme. Pada pasien penderita tumor otak. induksi dengan
midazolam 0,25 mg/kg tidak mempunyai efek terhadap tekanan
intrakranial sebagai antikonvulsi, midazolam lebih baik daripada
diazepam karena tingginya pcnctrasi SSP. Midazolam juga
mendepresi nafas sedikit lebih kuat daripada diazepam, terutama
dalam dosis besar atau bila diberikan bersama-sama narkotika.
Anterograde amnesia sangat menonjol dan berakhir satu jam
setelah pemberian intramuskuler dan berakhir 2 jam setelah
pemberian intravena. Metabolisme terjadi di hepar tanpa dibentuk
metabolik aktif. Bila digunakan untuk sedasi selama pembedahan.
berikan midazolam secara titrasi untuk memperoleh keadaan pasien
22 I Dasar-Dasar Neuroancstesi
tenang, tetapi tidak tidur.
(3) Lorazepam
Pcnelitian pada primata menunjukkan bahwa lorazepam mengurangi
CMRO; dan mcningkatkan resistensi pembuluh darah otak sehingga
akan mengurangi aliran darah otak. Tidak adanya perubahan
metabolisme serebral mendukung pengurangan CMRO; proporsional
dengan atau melebihi penurunan aliran darah otak.
3.2.1 Halotan
Halotan menurunkan CMRO; paling sedikit daripada anestetika inhalasi
lain. Pada konsentrasi 1,5% CMRO; menurun 25%, pada konscntrasi 4,5%
CMRO2 menurun 50%, dan HEG isoelektrik. Akan tctapi, konscntrasi
halotan yang lebih dari 2% mcmpunyai efck metabolik yang toksik akibat
adanya kerusakan initokondria respirasi. Kadar laktatotak mcningkat.
Halotan meningkatkan aliran darah otak dua kali lebih bcsar
dibandingkan dengan enfluran dan isofluran dengan gangguan
autoregulasi yang nyata. Autoregulasi hilang pada dosis lebih dari 1 MAC
dan hilangnya autoregulasi menetap sampai periode pascabedah. Volume
darah otak meningkat 12%. Pembentukan likuor mclambat, tetapi absorpsi
Dasar-Dasar Neuroanestesi | 23
juga dihambat. Kenaikan tekanan intrakranial yang tidak terhindarkan
tidak dapat dikurangi dengan hiperventilasi sebelum pemberian halotan.
Penyebab timbulnya hipertensi intrakranial adalah rusaknya sawar darah
liquor dan sawar darah otak oleh halotan.
Iskemia kurang ditoleransi dengan halotan dibandingkan dengan
enfluran dan isofluran, yang terjadi pada tekanan arteri rerata yang lebih
tinggi. Nilai aliran darah otak kritis selama oklusi arteri karotis lebih tinggi
dengan halotan daripada dengan sevofluran. Halotan meningkatkan air
dalam jaringan otak, memperburuk edema otak yang telah ada, dan
meningkatkan peimeabilitas sawar darah otak. Karena itu, halotan
merupakan kontraindikasi pada eedera kepala berat. Halotan tidak
dianjurkan pada bedah saraf.
Tabel 8. Pengaruh Anestetika Inhalasi pada C’BF, CMRO2 dan IC’P
Anestetika Inhalasi CBF CMRCh ICP
N:0 meningkat 0/meningkat meningkat
Halotan meningkat Menurun meningkat
Enfluran meningkat Menurun meningkat
Isofluran meningkat Menurun meningkat
Desfluran meningkat Menurun meningkat
Sevofluran meningkat Menurun meningkat
Kelerangan: C'BF cerebral blood flow; CMRO;= cerebral metabolic rate for
oxygen; ICP - intracranial pressure.
Dikutip dari: Newfield P. Cottrell JE, cd. Handbook of neuroancsthesia, 4 th ed;
2007
24 | Dasar-Dasar Neuroanestesi
label 9. Pengaruh Anestetika Inhalasi pada CBF, CMRO2 dan ICP
Keterangan: CBF cerebral blood How; CMRO: cerebral metabolic rate for oxygen; IC'P =
intracranial pressure.
Dikutip dari: Cottrell JE, Patel P, ed. Cottrell and Patel's Neuroanesthesia, 6th ed; 2017
Tabcl 10. Pengaruh Anestetika Inhalasi pada Laju Pembentukan CSF, Resistensi
Reabsorpsi CSF, dan ICP
Keterangan: Vr= kecepatan pembentukan CSF; R., rcsistcnsi tcrhadap absorpsi C'SF;
ICP intracranial pressure/tekanan intrakranial 0 = tidak ada perubahan, - = mcnurun, * cfek
tcrgantung dari dosis. ? tidak tcntu. a cfck tcrjadi hanya selama hipokapnia dikombinasikan
peningkatan tekanan C'SF. Dikutip dari: Ncwfield P. Cottrell JE, ed. Handbook of
neuroanesthesia, 4lh cd; 2007
3.2.2 Enfluran
Walaupun merupakan suatu isomer isofluran, enfluran mempunyai efek
yang berbeda tcrhadap SSP. Enfluran menyebabkan kejang pada dosis
sedang, terutama selama hipokapnia. Hal ini menyebabkan obat ini tidak
terpilih untuk neuroanestesi.
Enfluran menuriinkan CMRO2 lebih besar daripada halotan, tctapi
kurang daripada isofluran. Bcbcrapa pcneliti menyatakan terjadi
penurunan 50% pada 2 MAC, sedangkan yang lain mengatakan
penurunan maksimal 30% pada I MAC atau lebih. Dcngan onset kejang,
CMRCB mcningkatkan 400% dengan peningkatan aliran darah otak yang
jauh di atas normal, yang
Dasar-Dasar Neuroanestesi | 25
terlihat dengan enfluran. Kcnyataan, aliran darah otak meningkat sedikit
disebabkan adanya pcnurunan tekanan darah. Pada konsentrasi klinis
enfluran, volume darah otak meningkat kira-kira 15%.
Berdasarkan efeknya terhadap cairan sercbrospinal, enfluran
meningkatkan pembentukan dan resistensi terhadap absorpsi, schingga
terjadi peningkatan volume cairan serebrospinal. Hal ini mcrupakan faktor
penting dalam pemakaian jangka lama. Kejang EEG terjadi pada
pemakaian enfluran 2 MAC, terutama jika PaC02< 30 mmHg.
Autoregulasi hilang pada dosis > 1MAC.
3.2.2 Isofluran
Isofluran merupakan anestetika inhalasi yang baik untuk neuroanestesi
yang menuninkan CMRO2 50% pada 2 MAC. Oleh karena efek CMRO2
oleh isofluran disebabkan oleh pcnurunan fungsi neuron, bukan oleh
toksisitas metabolik, dosis isofluran yang lebih tinggi tidak menimbulkan
perubahan seperti thiopental. Hal ini tidak mengherankan bahwa obat-
obat ini tidak memberikan keuntungan selama isketnia berat yang
menimbulkan EEG datar. Untuk incomplete global ischemia, isofluran
kurang efektif dibandingkan pentotal.
Isofluran, sebagai suatu vasodilator serebral, akan mengambil darah
dari daerah iskemia yang mengalami vasomotor paralisis (steal effect).
Scbaliknya, thiopental merupakan suatu cerebral vasokonstriktor yang
dapat mendistribusikan darah ke daerah yang sama (inverse steal).
Dengan isofluran, aliran darah otak juga akan meningkat, tetapi
kurang jika dibandingkan dengan anestetika inhalasi yang lain. Pada
konsentrasi rendah (0,5%), isofluran menurunkan aliran darah otak.
sedangkan pada konsentrasi 0,95% meningkatkan aliran darah otak.
Peningkatan tekanan intrakranial dengan 1% isofluran ini dapat
dihilangkan dengan hipokapnia atau dengan barbiturat.
Autoregulasi terganggu oleh isofluran, tetapi tetap berfungsi
sampai 1,5 MAC. Rcspon terhadap hipokapnia masih baik sampai
2.8 MAC, tetapi pada dosis ini kenaikan PaCCC gagal untuk
mempengaruhi aliran darah otak, karena pembuluh darah otak sudah
berdilatasi maksimal. Dengan isofluran, aliran darah otak meningkat,
tetapi ada penurunan resistensi absorpsi cairan serebrospinal. Dengan
hiperventilasi, pcrubahan tekanan intrakranial minimal.
Pcningkatan tekanan intrakranial akibat isofluran berakhir setelah
30 menit, tetapi akibat halotan/enfluran berakhir lebih dari 3 jam.
26 | Dasar-Dasar Neuroanestesi
Isofluran menurunkan tekanan darah, terutama dengan menurunkan
resistensi perifer. Isofluran juga sering digunakan untuk menurunkan
tekanan darah, terutama pada kasus operasi aneurisma. Tidak ada
hipertensi rebound atau takifilaksis akibat isofluran. Bila ada takikardi
akibat isofluran, hal ini bisa diatasi dengan (3-bloker. Isofluran
mempunyai efek serebral metabolik depresi kuat sehingga mempunyai
efek proteksi otak. Akan tetapi, penelitian terbaru menyatakan bahwa efek
proteksi otak isofluran sebagai antinekrotik, tapi tidak antiapotopik
sehingga secara keseluruhan dianggap isofluran tidak mempunyai efek
proteksi otak. Pada praktik klinis dapat diberikan anestesi dengan
isofluran yang ditambah infus kontinyu pentotal 1 3 mg/kgBB/jam
untuk
proteksi otak.
3.2.3 Sevofluran
Sevofluran adalah suatu obat anestesi inhalasi derivat methyl
isoprophylether dengan kelarutan dalam darah yang rendah (0,63), uptake
dan climinasi cepat.
Induksi inhalasi berlangsung cepat. tanpa iritasi jalan nafas, batuk,
menahan nafas, spasme laring. dengan konsentrasi tinggi sevofluran (8%).
Secara umum anestetika inhalasi menyebabkan dilatasi pcmbuluh darah
serebral. Keseluruhan efek pada aliran darah otak bergantung pada
keseimbangan antara efek vasodilatasi langsung dengan efek tidak
langsung dari penurunan metabolisme otak. Respon autoregulasi tetap
intact sampai 1,5 MAC sevofluran sedangkan dengan 1,5 MAC isofluran
dan desfluran autoregulasi sudah terganggu.
Sevofluran memberikan pemulihan yang lebih cepat dan penilaian
neurologis pascabedah yang lebih cepat daripada isofluran pada kasus
bcdah saraf yang memerlukan operasi yang lama.
Obat anestesi inhalasi pada umumnya menyebabkan vasodilatasi
pembuluh darah serebral, dan meningkatkan aliran darah otak. Bila
dibandingkan antara semua obat anestesi inhalasi yang ada di Indonesia,
efek vasodilatasi serebral sevofluran < isofluran < ethran < halotan. Efek
vasodilatasi serebral sevofluran 0.6 kali efek isofluran. Efek akhir dari
aliran darah otak bergantung pada keseimbangan efek langsung
vasodilatasi dan efek tidak langsung akibat penurunan metabolism otak.
Kcuntungan utama sevofluran adalah kelarutannya yang rendah
sehingga onsetnya cepat, pemulihan cepat. scrta mudah mengatur
Dasar-Dasar Neuroancstesi | 27
kcdalaman anestesi, selain itu mempunyai efek proteksi otak, serta paling
kecil menycbabkan vasodilatasi pembuluh darah otak dibandingkan
dengan obat anestesi inhalasi lainnya.
Sevofluran merupakan obat yang baik untuk ncuroanestcsi karena:
a. Mempcrtahankan autoregulasi serebral
b. Mcnurunkan CMRO2. analog dengan obat anestesi inhalasi
dan intravena
e. Pengaruh terhadap tckanan intrakranial dan respon pada
hipokapnia sama dengan isofluran
d. Tidak mengaktivitasi sistem saraf sirnfatis manusia
e. Tidak menyebabkan aktivitas epileptiform seperti enflurane
f. Kocfisien partai lebih rendah daripada isofluran sehingga
induksi dan pemulihan lebih cepat scrta lebih baik daripada
isofluran bila pasien perlu dibangunkan ketika operasi sedang
bcrlangsung serta mudah menilai fungsi ncurologis
pascabedah.
g. Tidak ada peningkatan denyut jantung, seperti halnya
isoflurane
h. Sensitivitas terhadap katekholamin tidak meningkat
i. Pengaruh pada EEG sama dengan isoflurane
28 1 Dasar-Dasar Ncuroanestcsi
3.2.5 Desfluran
Luti dkk., meneliti pengaruh desfluran pada anjing. Desfluran
menimbulkan penurunan CMRO2 bergantung pada dosisnya. Scpcrti
halnya obat anestesi inhalasi lainnya, desfluran bersifat vasodilator dan
menyebabkan penurunan resistensi pembuluh darah serebral bergantung
pada besarnya dosis yang dibcrikan.
Pada konsentrasi desfluran diatas I MAC (MAC desfluran 6.0),
aliran darah otak mcningkat. Bila tekanan darah menurun dengan
besarnya dosis desfluran, tekanan pcrfusi otak akan turun dan bila turun di
bawah batas bawah autoregulasi, aliran darah otak akan turun. Perubahan
tekanan intrakranial terjadi minimal. Efek vasodilatasi serebral desfluran
lebih besar daripada sevofluran dan isofluran demikian juga peningkatan
tekanan intrakranialnya lebih tinggi desfluran daripada sevofluran dan
isofluran. Pada pemakaian I MAC, C'BF dengan dcsflurane 16% lebih
tinggi daripada isofluran dan lebih besar daripada sevofluran.
Penurunan C'MRO: terbatas sampai 20% mungkin akibat depresi
metabolik maksimal yang dicapai pada konsentrasi >2 MAC. Pada
penelitian lain pada anjing, reaktivitas CO2 dipertahankan pada 1-2 MAC
desfluran. Desfluran mempunyai kelarutan yang sangat rendah sehingga
uptake dan eliminasi terjadi sangat, cepat. Baunya sangat mcrangsang
sehingga bila dilakukan induksi inhalasi kejadian batuk, tahan nafas, dan
spasme laring sangat tinggi. Patel & Goa mengatakan bahvva desfluran
kontra indikasi pada anak uniur < 12 tahun. Kejadian batuk dan menahan
nafas ini menyebabkan desfluran tidak merupakan pilihan pada induksi
untuk anak.
Sepcrti halnya isoflurane, desfluran mcningkatkan denyut jantung
dan menekan kontraksi jantung, letapi lebih ringan dibandingkan dengan
halotan. Seperti halnya isofluran juga, desfluran mempertahankan curah
jantung. Sensitivitas desfluran terhadap katecholamine masih
kontroversial, ada yang mengatakan meningkatkan, tapi ada yang
mengatakan tidak ada pengaruhnya. Tekanan cairan serebrospinal ini
mungkin terjadi akibat peningkatan produksi cairan serebrospinal
tanpa disertai
perubahan kecepatan absorpsi cairan serebrospinal.
Dasar-Dasar Neuroanestesi | 29
3.2.6 NjO
N2O 60% meningkatkan aliran darah otak kira-kira 100%, meningkatan
CMRO2 kurang lcbih dari 20%. Pcningkatan aliran darah otak dapat
dikurangi dengan barbiturat (pcntotal), opioid, hipokapnia. Efek pada
aliran darah otak dan tekanan intrakranial lebih lemah dibandingkan
dengan halotan karena mudah dilawan dengan hipokarbia dan
vasokonstriksi (barbiturat). Hindari pemakaiannya bila ada aerocele atau
sampai 5 hari sctelah operasi atau bila ada resiko emboli udara. Kejadian
Tabel 11. Ef'ek Ancstetika pada Respon Fisiologik dan Level Ion
N;0 0 0 0
Sevofluran - + ?
Keterangan: Vf; kecepatan pembentukan CSF, Ra: resistensi absorpis, +: meningkat. 0:
tidak ada perubahan, menurun, a: efek terjadi saat hipokapnia kombinasi dengan
peningkatan tekanan CSF dan terapi furosemid, b: efek bergantung dosis. ?:
tidak tentu.
Dikutip dari: Cottrell & Young, 2010
30 I Dasar-Dasar Neuroanestesi
Dasar-Dasar Neuroanestesi | 40
3.3 Obat Pelumpuh Ot ot
Secara umum scmua pelumpuh otot tidak menembus sawar darah otak.
Setiap elek pada SSP adalah efck sekunder akibat pelepasan histamin,
perubahan hemodinamik, cfek metabolit, dan perubahan input aferent
serebral. Pelumpuh otot semunya meningkatkan aliran darah otak, tapi
yang paling sedikit meningkatkan aliran darah otak adalan vecuronium
dan rocuronium, sehingga vecuronium dan rocuronium merupakan
relaksan terpilih untuk bedah saraf.
Succinylcholin dapat meningkatkan CBF dan ICP akibat sekunder
dari peningkatan aktivitas muscle spindle yang meningkatkan input aferent
serebral. Perubahan pada ICP adalah sedang dan sclintas. Efck merugikan
adalah meningkatkan pelepasan kalium.
Atracurium
Menyebabkan pelepasan histamin bila diberikan dalam dosis besar.
Laudanosin, metabolit aktif dari atracurium yang dapat menyebabkan
seizure pada hewan coba. Cisatracurium tidak 41 | Dasar-Dasar Neuroanestesi
menycbabkan “histamin release” dan tidak berkaiian dengan
pembentukan metabolik toksik.
Vecuronium
Mctnpunyai keuntungan mcmberi hemodinamik yang stabil vvalau
diberikan dalam dosis besar. Bradikardi terjadi bilamana vecuronium
dikombinasi dengan dosis besar narkotik. Tidak mempengaruhi tekanan
intrakranial ataupun dinamika cairan sercbrospinalis. Merupakan pilihan
popular pada neuroanestesi
Rocuronium
Merupakan vagolitik lemah. Tidak bcrkaitan dengan metabolik aktif.
Mula kerja ccpat, merupakan pilihan pada tindakan intubasi.
Pancuronium
Menurunkan MAC dari anestesi inhalasi. Dosis besar menycbabkan
hipertensi dan takikardi yang dapat meningkatkan aliran darah otak dan
tekanan intrakranial.
43 | Dasar-Dasar Neuroanestesi
3.5 Obat Adjuvan
3.5.1 Dexmedetomidin
Mempunyai efck “anesthesia sparring effect", mempunyai efek sedatif
dan analgetik. Mempunyai efek proteksi otak. Menumpulkan kenaikan
tekanan darah akibat laringoskopi- intubasi. Dosis bolus 0,1 ug/kg
diberikan dalam waktu 10-15 menit, dosis rumatan adalah 0,2-0,7
ug/kg/jam.
Gambar 5.FisioIogi dan patolisiologi intrakranial dalam hubungannya dengan anestetika
Dasar-Dasar Neuroanestesi | 35
BAB 4
PRINSIP-PRINSIP NEUROANESTESI
Prinsip pengelolaan anestesi untuk operasi otak atau operasi lain di luar
otak tctapi pasiennya mempunyai kelainan otak adalah sebagai berikut
dan disebutkan sebagai prinsip ABCDE Neuroancstesi yaitu:
A invay.
Jalan nafas harus bcbas sepanjang waktu, karena bila tcrjadi hipoksia dan
atau hiperkarbia, maka aliran darah otak akan meningkat dan tekanan
intrakranial akan meningkat. Di sini pentingnya dipilih pipa cndotrakhcal
yang non-kinking scrta dipilih pipa sebesar mungkin yang bisa masuk.
Pada pasicn trauma kepala, di bawah ini terliliat tabel kritcria intubasi.
Lakukan intubasi bila sctelah dilakukan resusitasi GCS <8, lebih-lebih
bila disertai parameter lain seperti terliliat pada label dibawah ini.
45 | Dasar-Dasar Neuroanestesi
Gambar 6. Management Airway pada pasien dengan
cedcra otak
Breathing:
Ventilasi kendali untuk mencapai PaCO: 25-30 mmHg untuk opcrasi tumor
otak dan normokapnia (PaC02 35 mmHg) pada cedera kepala, PaO: 100-
200 mmHg. Hindari PaCCh <20 mmHg karena: I) sedikit pengaruhnya
pada aliran darah otak, 2) untuk mencapai PaCO;><20 mmHg dibutuhkan
ventilasi semenit yang tinggi, sehingga tekanan vena sentral mcningkat
yang akan mengganggu drainase vena serebral sehingga akan menyebabkan
peningkatan volume darah otak dan tekanan intrakranial, dan 3) terjadi
serebral vasokonstriksi sehingga dapal tcrjadi iskemia serebral.
,*
Circulation:
Pengendalian tekanan darah merupakan faktor yang penting, karena saat
induksi anestesi dapat terjadi hipotensi. Ilarus diingat bahwa Tekanan
Perfusi Otak = MAP-Tekanan Intrakranial, sehingga jangan sampai terjadi
penurunan tekanan perfusi otak pada saat induksi anestesi. Pada pasien
yang sebelumnya tekanan darahnya normal, lebih disukai sistolik sekitar
90-lOOmmHg. Pada saat laringoskopi intubasi, pemasangan pin, sayatan
Dasar-Dasar Neuroanestesi I 37
kulit, member tulang kepala, atau saat ekstubasi dapat terjadi kenaikan
tekanan darah. Saat-saat tersebut harus diperhatikan karena peningkatan
tekanan darah dapat menyebabkan terjadinya peningkatan aliran darah otak,
volume darah otak, tekanan intrakranial, edema otak, hiperemia, dan
perdarahan otak. Faktor mekanis yang meningkatkan tekanan vena serebral
seperti batuk, mengejan, posisi trendelenburg, obstruksi vena besar di leher,
tekanan pada abdomen, tahanan pengembangan dada, positive end
expiratory pressure (PEEP) yang tidak disengaja (PEEP sampai 15 tidak
menaikkan tekanan intrakranial), kanulasi vena jugularis interna, vena
jugularis eksterna, vena subclavia harus dihindari.
Drugs
Pemilihan obat dan keterampilan dokter anestesi memegang peranan
penting karena cedera sekunder dapat terjadi akibat tindakan dan jenis obat
anestesi yang diberikan. Sebagai contoh, yang merupakan kontraindikasi
pada cedera kepala berat adalah premedikasi dengan narkotik. nafas
spontan, neurolep analgetik, ketamin, halotan, N2O bila ada aerocele, spinal
anestesi. Harus dipakai obat mempunyai efek proteksi otak, misalnya
pentotal, lidokain, sevofluran.
Environment
Pengaturan suhu dengan cara mengatur suhu inti 35°C saat operasi dan
menjadi 36°C pascabedah. Di kamar bedah pengaturan suhu cukup dengan
pengaturan ruangan pada pasien yang awalnya normotermi. Bila
sebelumnya temperatur pasien sudah naik, dapat diberikan kompres dingin
atau infus dingin.
38 | Dasar-Dasar Ncuroanestesi
tekanan intrakranial. Hasil CT-scan yang menunjukkan adanya invasi
tumor kc tulang tcngkorak menunjukkan kemungkinan terjadinya
perdarahan hebat saat mengangkat tulang. Evaluasi prabedah dilakukan
dengan menanyakan riwayat penyakit (anamnesa), pemcriksaan fisik,
pemeriksaan penunjang seperti lab darah, CT-scan, Magnetic Resonance
Imaging (MRI).
Dasar-Dasar Neuroanestesi | 39
Table 18. The Glasgow Coma Scale
Activity Qualification Response Score
Eyes Open Spontaneously 4
To verbal command 3
To pain 2
No response 1
Best motor To verbal Obeys command 6
response To painful Localizes pain 5
stimulus Flexion-withdrawal 4
Flexion-abnormal 3
(Decorticate rigidity)
Extension 2
(Decerebrate rigidity)
No response 1
Best verbal Oriented and converses 5
response Disoriented and converses 4
Inappropriate words 3
Incomprehensible sounds 2
No response 1
Dikutip dari: Teasdale G, et al. Assessment of outcome and impaired consciousness.
Lancet 1974
Tabel 19. Glasgow Coma Scale
4.2. Premedikasi
Hindari narkotik karena dapat menyebabkan peningkatan PaCO? akibat
efek depresi nafas, dan menimbulkan mual muntah, yang keduanya dapat
meningkatkan tekanan intrakranial. Premedikasi sebaiknya dengan
diazepam (0,1-0,2 mg/kg per oral), lorazepam, atau midazolam (0,5-1
mg/kg i.m). Pada anak-anak dapat diberikan midazolam 0,5-0,75 mg/kg per
oral, yang diberikan 30 menit sampai 1 jam sebelum induksi anestesi.
Pasien yang tidak mempunyai tanda kenaikan tekanan intrakranial mungkin
menguntungkan bila diberikan premedikasi per oral dengan dosis kecil
benzodiazepin.
49 | Dasar-Dasar Ncuroatiestesi
Pasien yang tidak mempunyai tanda kenaikan tekanan intrakranial mungkin
menguntungkan bila diberikan premedikasi per oral dengan dosis kccil
benzodiazepin.
- hindari narcotik
- diazepam 0,15 mg/kg po
- midazolam 0,025 - 0,05 mg/kg i.m
- pediatrik: midazolam 0,75 mg/kg po
4.2. Monitoring
Apakah monitoring serebral? Memantau atau memonitor adalah untuk
melihat dan mengobservasi. Implikasinya bukan saja mengumpulkan data,
tapi kemampuan untuk menginterpretasi informasi dan implemcntasi terapi
untuk memperbaiki outcome. Pemantauan serebral kontinyu memerlukan
kombinasi metode pemantauan sistemik rutin dan teknik spesifik khusus
untuk otak.
Pasien dengan pcnyakit neurologik yang dilakukan tindakan
pcmbcdahan meningkatkan risiko terjadinya kerusakan iskemik/hipoksik
SSP. Monitoring neurofisiologik intraoperatif dapat memperbaiki outcome
pasien. Otak dapat dipantau dalam hal: 1) fungsi, 2) aliran darah, 3)
metabolisme.
1. Fungsi serebral: EEC, Evoked potential.
2. Hemodinamik serebral/aliran darah: tekanan arteri rata-ta (mean
arterial pressure! MAP), tekanan intrakranial (intracranial
pressure!ICP), tekanan perfusi serebral (cerebral perfusion
pressure/CPP), transcranial dopier (TC’D), regional cerebral
blood flow (rCBF), global cerebral blood flow (gCBF), focal
cerebral blood flow (fCBF).
3. Metabolisme serebral: SJO2, CEO:, AVDO:, NIRS, BtiO:.
Dasar-Dasar Neuroanestesi j 41
Indikasi dilakukan monitoring oksigenasi sercbral adalah pasien
dcngan risiko sercbral iskemia, hipoperfusi serebrak cedera kepala, bedah
saraf yang kritis, aneurisma sercbral. arterio venous mat formation/ A VM,
subarachnoid hemorrhage (SAH) dan intracerebral hemorrhage (ICH),
bypass cardiopulmonal.
Monitoring sirkulasi dengan EKG, tekanan darah non invasif atau
invasif. Tekanan vena sentral (CVP), arteri line, pulmonary arteri (PA)
kateter hanya bila ada indikasi. Indikasi pemasangan arteri line (tekanan
darah invasif) adalah bila operasi menyebabkan perubahan tekanan darah
yang cepat, resiko perdarahan yang cepat, hipotensi kendali, adanya
penyakit sertaan tertentu, dan bila diperlukan ventilasi pascabedah. Indikasi
pemasangan kateter vena sentral adalah bila ada kemungkinan perdarahan
yang banyak, operasi fossa posterior (untuk mengambil emboli udara, bila
terjadi komplikasi emboli udara), perlu obat vasoaktif, dan untuk menilai
volume cairan.
Harus diingat bahwa pemasangan CVP lebih disukai di vena sefalika
atau basilica dan hindari pemasangan di vena jugularis intema/ekstema atau
vena subclavia. Alasannya adalah pada pemasangan di vena jugularis
interna ada resiko menusuk arteri karotis sehingga akan menurunkan aliran
darah otak. tusukan pada vena jugularis akan menyebabkan terganggunya
drainase vena serebral, serta pada saat pemasangan posisi pasien
Trendelenburg serta kepalanya miring. Posisi-posisi tersebut akan
menyebabkan terganggunya drainase vena serebral, yang akan
menyebabkan peningkatan volume darah otak dan akhimya peningkatan
tekanan intrakranial. Pemasangan di vena subclavia umumnya dilakukan
dengan bahu diganjal, kepala miring yang mengganggu drainase vena
serebral serta risiko kejadian pneumotoraks yang besar.
Monitoring ventilasi dengan pulse oksimeter, end tidal CO2, gas
darah, konsentrasi O2 inspirasi. Monitoring cairan dengan mengukur
hematokrit atau produksi urin, relaksasi otot dengan train of four (TOF),
dan juga dipasang monitor temperatur.
4.3. Induksi
Berikan oksigen 100% tcrlebih dulu, lain fentanil (narkotik analgetik
terpilih untuk bedah saral) dengan dosis 1-3 mikrogram/kg pelan-pelan
dalam waktu satu menit, jangan sainpai pasien batuk. Berikan 1/10 dosis
pelumpuh otot non depolarizing yang akan dipakai, lalu berikan pentotal 5
mg/kg atau propofol 2-
2,5 mg/kg. Setelah reflex bulu mata negatif (pengecualian yang sudah
42 | Dasar-Dasar Ncuroanestesi
koma/GCS<9), dieoba untuk diventilasi, bila bisa dilakukan vcntilasi
berikan sisa pelumpuh otot (dapat diberikan vecuronium 0,15 mg/kg atau
rocuronium 0,6mg/kg atau atracurium 0,5 mg/kg) lalu diventilasi dengan
O2 100%. Bisa diventilasi dengan O2- sevofluran atau 0:-isofluran dengan
dosis <1,5 MAC. Berikan lidokain 1-1,5 mg/kg intravena 3 menit sebelum
laringoskopi- intubasi. Pentotal ulangan atau propofol ulangan (sctengah
dosis awal) dapat diberikan 30 detik sebelum laringoskopi-intubasi. Selama
induksi tckanan darah terus menerus dipantau (di-x/ar). Succynilcholine
memberikan kondisi intubasi yang baik, akan tetapi, kerugiannya adalah
meningkatkan tekanan intrakranial walaupun hanya selintas, kita tidak
punya waktu untuk mclakukan hiperventilasi yang berguna untuk
menurunkan tekanan intrakranial, ada kemungkinan straining saat pertama
kali mencoba vend Iasi, serta pada dosis besar ada kemungkinan terjadi
penurunan tekanan darah. Succynilcholin dapat dipakai untuk intubasi
pasien dengan cedera kepala berat di emergensi dengan sebelumya diberi
lidokain 1-1,5 mg/kg intravena.
Intubasi dilakukan setelah tekanan darah menurun kira-kira 20% dari
tekanan awal, relaksasi otot adekuat, dan dengan kombinasi obat-obat
tersebut di atas pada umumnya tekanan darah tidak terlalu turun (asal
sebelumnya normovolemia) dan tidak naik saat laringoskopi-intubasi.
Pemasangan oropharyngeal airway harus sesuai dengan ukurannya.
Caranya dengan mengukur dari puncak mulut ke angulus niandibula. Bila
dipasang oropharyngeal airway yang lebih besar dari ukurannya akan
terjadi penekanan pada faring, sehingga terjadi edema faring yang akan
mengganggu pada periode pascabedah, karena adanya nyeri tenggorok dan
batuk. Mata diberi salep mata dan ditutupi dengan plester kertas tiga atau
lima lapis.
Untuk mencegah kenaikan tekanan darah saat laringoskopi dan
intubasi, dalamkan anestesi dengan pentotal atau propofol, fentanil,
lidokain. Jangan didalamkan dengan anestetika inhalasi karena akan
meningkatkan aliran darah otak. Dengan anestetika inhalasi tekanan darah
memang turun, tapi tidak menurunkan tekanan intrakranial. Penurunan
tekanan darah bisa dibantu dengan nitroprusid 100 mikrogram atau gliserin
trinitrat, tetapi kedua obat tersebut bersifat serebral vasodilator, maka tidak
dibcrikan sebelum duramater dibuka.
Bila tcrjadi hipotensi saat induksi, lakukan elevasi tungkai, jangan
trcndclcnburg karena posisi trcndelenburg akan menyebabkan kenaikkan
tekanan intrakranial. Berikan kristaloid kira-kira 500 ml (pada devvasa)
dengan cepat, bila masih tekanan darah masih belum naik, beri koloid.
Vasopressor (efedrin) diberikan bila tekanan arteri rerata dibawah batas
Dasar-Dasar Neuroanestesi | 43
bawah autoregulasi (tekanan arteri rerata < 50 mrnHg).
44 I Dasar-Dasar Neuroanestesi
Relaksasi diperoleh dengan vecuronium untuk mencapai TOF=0.
TOF liarus selalu nol, karena TOF=l tidak menjamin tidak ada gerakan
diafragma yang akan meningkatkan tckanan vena serebral dan tekanan
intrakranial. Apnoe dengan narkotik atau hiperventilasi tidak dianjurkan
karena akan menyebabkan otot abdomen kaku dan menyebabkan kcnaikan
tekanan vena serebral juga.
Tujuan Tujuan tcrapi cairan adalah sirkulasi stabil, eegah
hipovolemia, hipervolemia, hipo-osmolar, hiperglikemia. Pemberian cairan
dengan NaCl 0,9%, batasi pemberian RL, bisa juga diberikan koloid.
Pemeliharaan cairan 1-1,5 ml/kgBB/jam atau ganti 2/3 dari jumlah diuresis.
Hindari laruran hipotonik (dextrose 5%). Lebih disukai NaCl 0,9%
daripada RL karena NaCl 0,9% osmolaritasnya 300 mOsm/lt sedangkan RL
273 mOsm/lt, jadi NaCl 0,9% scdikit hiperosmoler (osmolaritas tubuh kita
290 mOsm/lt). Dextrose hanya diberikan untuk terapi hipoglikemia (bila
kadar gula darah <60 mg%) untuk mempertahankan kadar gula darah <150
mg% karena adanya hiperglikemia bisa menyebabkan eksaserbasi edema
otak. iskemia, dan nekrosis serebral. Terapi dengan insulin bila gula darah
>200 mg%. Bila perdarahan >20% atau Ht<30%, berikan darah dengan
target hematokrit 35%. Berikan mannitol 0,25-0.5 g/kg, perlahan-lahan
selama >20 menit. Bila diuresis belum keluar dan setelah dipcriksa bukan
karena kclainan mekanis, beri furosemide 0,5-1 mg/kgBB.
Dasar-Dasar Neuroanestesi | 45
cairan serebrospinal. Pengurangan volume jaringan otak yang dapat
dilakukan oleh dokter anestesi adalah dengan memberikan osmotic
diuretik (mannitol), loop diuretik (furoseniide), dexamethasone (hanya
untuk mengurangi edema otak akibat tumor otak. Pengurangan aliran
darah otak dapat dilakukan dengan tindakan A, B, C, D, E neuroanestesi
yaitu jalan nafas bebas sepanjang waktu, hipokarbia, tidak hipoksia,
normotensi-sedikit hipotcnsi, obat (pentotal, propofol, etomidate), dan
hipotermia. Pengurangan volume cairan serebrospinal dapat dilakukan
dengan pemberian obat yang menurunkan produksi cairan serebrospinal
dan atau meningkatkan absorpsi cairan serebrospinal.
Hal-hal yang dapat dilakukan anesthesiologist untuk menurunkan
tekanan intrakranial adalah mengatur hal-hal yang meningkatkan aliran
darah otak. dan volume darah otak. Faktor yang menyebabkan
meningkatnya volume darah otak adalah meningkatnya aliran darah otak
dan terganggunya drainasc aliran darah otak. Drainase aliran darah akan
dipengaruhi oleh posisi kcpala, maka posisi kepala harus head up 0-30°
dan dalam posisi netral (leher tidak boleh miring kiri atau miring kanan,
tidak hiperlleksi atau hiperekstensi).
Untuk mencegah tcrjadinya pembengkakan otak atau melakukan
terapi bila sudah terjadi pembengkakkan otak, terlihat pada tabel
dibavvah ini.
Tabel 20. Pencegahan dan Terapi Hipertcnsi Intrakranial dan
Pembengkakkan Otak
55 | Dasar-Dasar Neuroanestesi
Ada istilah yang disebut Konsep Chemical Brain Retractor yaitu
konsep mengurangi atau mencegah pembengkakan otak secara chemical
yaitu dengan cara:
• Hiperosmolaritas ringan (sebclum mcngangkat tulang kepala
bcrikan 20% mannitol 0,5-0.75 mg/kg atau NaCI 7,5% 2-3
mL/kg).
• Hiperventilasi ringan.
• Posisi head-up adekuat (10-20 derajat)
• Anestetika intravena (propofol)
• Normotcnsi atau hipertensi ringan (MAP 100 mmHg).
• Drainase lumbal CSF .
• Drainase vena: vena jugularis bebas.
• Hindari retraktor otak.
Dasar-Dasar Neuroanestesi | 47
besamya dosis dan kecepatan pemberiannya. Vasodilatasi akibat mannitol
dapat menyebabkan peningkatan volume darah otak dan tekanan
intrakranial secara selintas yang simultan dengan penurunan tekanan darah
sistemik. Disebabkan karena mannitol pertama-tama dapat meningkatkan
tekanan intrakranial, maka harus diberikan sccara perlahan (infus > 10
menit) dan dilakukan bersama-sama dengan maneuver yang menurunkan
volume intrakranial (misalnya hiperventiIasi).
Obat hipertonik misalnya harus diberikan secara hati-hati pada
pasien dengan penyakit kardiovaskuler. Pada pasicn ini, peningkatan
selintas volume intravaskuler dapat mempresipitasi gagal jantung kiri.
Furosemid mungkin obat yang lebih baik untuk mengurangi tekanan
intrakranial pada pasien ini. Penggunaan mannitol jangka panjang dapat
menyebabkan dehidrasi, gangguan elektrolit, hiperosmolalitas, dan
gangguan fungsi ginjal. Hal ini terutama bila serum osmolalitas mcningkat
di atas 320 mOsm/kg.
Furosemid mengurangi tekanan intrakranial dengan mcnimbulkan
diuresis, menurunkan produksi cairan serebrospinal, dan memperbaiki
edema sercbral dengan memperbaiki transport air seluler. Furosemid
menurunkan tekanan intrakranial tanpa meningkatkan volume darah otak
atau osmolalitas darah, akan tetapi, tidak seefektif mannitol dalam
menurunkan tekanan intrakranial. Furosemid dapat diberikan tersendiri
dengan dosis 0,5-1 mg/kg atau dengan mannitol dengan dosis yang lebih
rendah (0,15-0,3 mg/kg). Suatu kombinasi mannitol dengan furosemid
lebih efektif daripada mannitol saja dalam mengurangi brain bulk dan
tekanan intrakranial tapi lebih mcnimbulkan dehidrasi dan gangguan
keseimbangan elektrolit. Bila dilakukan kombinasi terapi, diperlukan
pemantauan serum elektrolit dan osmolalitas dan mengganti kalium bila
ada induksi.
NaCl hipertonik, lebih berguna pada pasien tertentu misalnya
hipertensi intrakranial refrakter atau yang memerlukan restorasi
48 | Dasar-Dasar Neuroanestesi
cepat dari volume intravaskuler dan penurunan tekanan
intrakranial. Kerugian utama dari NaCl hipertonik adalah terjadinya
hipernatremia.
Pada sualu penelitian pasien bedah saral' selama operasi elektif
tumor supratentorial, volume yang sama mannitol 20% dan NaCl 7,5%
dapat mengurangi brain bulk dan tekanan cairan serebrospinal, tetapi
serum Na meningkat selama pemberian NaCl hipertonik dan mencapai
puncak 150 meq/lt.
Phenitoin: diberikan bila ada kejang atau untuk profdaksis kejang.
Dosisnya 10-15 mg/kgBB. Bisa diberikan bolus yang dilanjutkan secara
kontinyu. Seizure bisa tcrjadi scbagai akibat dari cedcra otak, penyakit
lainnya, atau dari faktor lainnya secara bersama-sama.
label 21. Dosis dan Kecepatan pemberian anti kejang
Dasar-Dasar Neuroanestesi 49
mempcrbaiki kerusakan sawar darah-otak. Postiilat mekanisme steroid
dapat mcngurangi edema otak adalah dehidrasi otak. perbaikan sawar
darah-otak, pencegahan aktivitas lisosom, mempertinggi transport
elektrolit serebral, merangsang ekresi air dan elektrolit. dan menghambat
aktivitas fosfolipasc A2. Komplikasi yang potensial dari pemberian steroid
yang lama adalah hiperglikemia. ulkus peptikum akut. peningkatan
kejadian infeksi. Walaupun pada tahun 70-an dan permulaan tahun 80-an
digunakan sccara ekstensif untuk tcrapi edema serebral pada cedera kepala
akut, sekarang steroid tidak digunakan pada protokol pengelolaan cedera
kepala.
Antipirctik: sctiap ada kenaikan suhu tubuh diatas normal diberikan
antipiretik, selimut dingin, komprcs es, infus dingin, suhu ruangan dingin,
atau dilakukan lavase lambung melalui pipa nasogastric dengan air es.
Non Steroidal Anti Inflammatory’ Drugs (NSAlDs): Indometasin
telah diteliti pcrannya sebagai inhibitor jalur metabolik asam arachidonik.
Indometasin tidak efektif untuk terapi edema serebral, kemungkinan
disebabkan karena edema otak berhubungan dengan produksi leukotrin
dan tidak berhubungan dengan produksi prostaglandin. Walaupun
ketorolak telah digunakan secara luas untuk pengelolaan nyeri pascabedah
pada kasus bukan bedah saraf, akan tetapi ketorolak hams dihindari
penggunaannya setelah kraniotomi dengan pcrtimbangan efck inhibisi
agregasi platelet. Adanya pcrdarahan intrakranial pascabedah walaupun
sedikit akan memperburuk outcome dan kalau ada peningkatan tekanan
intrakranial, kemungkinan besar harus dilakukan operasi ulang untuk
evakuasi hematoma.
4.6. Ekstubasi
Keputusan untuk dilakukan ekstubasi atau tidak pada periode pascabedah
kadang-kadang sulit. Pada operasi fossa posterior, bila manipulasi
minimal, bisa dilakukan ekstubasi scgera, tapi bila manipulasi dalam,
lebih baik pipa endotrakeal tctap dipertahankan sampai bahaya dilalui
(komplikasi depresi nafas, karena edematous di pusat pemafasan). Pada
operasi supratentorial, bila pasien sudah bangun dan tidak banyak
perdarahan dapat dilakukan
50 i Dasar-Dasar Neuroanestesi
ekstubasi di kamar bedah. Pada pasien cedera kepala, bila GCS <9
scbaiknya tctap terintubasi.
Pada saat ekstubasi bisa terjadi kenaikan tekanan darah yang
berbahaya karcna dapat menimbulkan hiperemia otak. edema otak
bertambah, perdarahan kembali dan kenaikan tekanan intrakranial. Untuk
menanggulanginya dapat diberikan 1 idokain 1-1,5 mg/kgBB intravena.
Terdapat pro dan kontra apakah pasien dibangunkan segera setelah
selesai oprasi atari tidak.
Dasar-Dasar Neuroanestesi | 60
Check List sebelum membangunkan pasien dengan segera. Persiapan yang
harus dilakukan adalah:
• Antisipasi kcbutuhan analgesia terutama bila digunakan
remifentanil.
• Chek keadckuatan propilaksis seizure.
• Pcmberian steroid diteruskan terutama pada tumor ganas.
• Cegah post operative nausea and vomiting (PONV) pada pasien
dengan risiko linggi.
• Siapkan atau berikan infus obat anti hipcrtensi untuk hipertensi
saat ekstubasi.
52 Dasar-Dasar Neuroanestesi
1,5 mg/kg intravena, dapat digunakan untuk tcrapi hipertensi, takikardi
dan stimulasi simpatis yang dihubungkan pada periode sesaat sebelum
ekstubasi. Adanya hipertensi pada periode ini harus ditcrapi karena bisa
terjadi perdarahan otak pada daerah luka operasi.
Bangun dari anestesia harus mulus dan hindari straining atau
bucking akibat adanya pipa endotrakhea, hipertensi arterial dan kenaikan
IC'P. Untuk menghindari bucking saat bangun dari anestesi, pelumpuh
otot jangan di reverse sampai selesai membalut kepala. Lidokain intravena
(1,5 mg/kg) dapat diberikan 90 detik sebelum pengisapan lendir dan
ekstubasi untuk mengurangi batuk, straining dan hipertensi. Adanya
hipertensi saat bangun dari anestesi dapat menimbulkan terjadinya
hematom intrakranial pascabedah.
Pada operasi tumor supratentorial diharapkan pasien segera
bangun dan diekstubasi pada ahir operasi supaya dapat mengevaluasi hasil
pembedahan dan fungsi neurologis
pascabedah. Keuntungan dan kerugian antara segera bangun dan pasien
dibiarkan tidur pascabedah masih diperdebatkan. Faktor diluar obat
anestesi yang menyebabkan pasien lama sadar adalah tumor intrakranial
yang besar, prabedah sudah ada penurunan kesadaran, komplikasi bedah
(kejang, edema serebral, hematoma, pneumosefalus, oklusi pembuluh
darah/iskemia), gangguan elektrolit, dan hipotermi.
Cara baru dalam mencegah hipertensi saat bangun dari anestesi
seraya pasien tetap akan sadar, adalah dengan pemberian alpha-2 agonis
dexmedetomidin yang dimulai 10 menit sebelum ekstubasi, dengan dosis
rerata 0,4 ug/kg/jam.
BAB 5
HAL-HAL KHUSUS
Dasar-Dasar Neuroanestesi | 53
Proteksi otak dapat dilakukan seeara farmakologik, yaitu dengan obat-obat
yang diperkirakan mempunyai efek proteksi otak. Cara lain adalah dengan
hipotermi dan kombinasi farmakologik dengan hipotermia.
Bila terjadi iskemia, dimana pasokan oksigen lebih rendah daripada
kebutuhan, terjadi kaskade iskemi yang diakhiri kematian set neuron
seperti terlihat pada gambar 7 di bawah ini.
Basic Methods:
Dapat dilakukan dengan cara jalan nafas yang bebas, oksigenasi yang
adekuat. ccgah hiperkarbi (selalu dalam normokarbia, hiperventilasi hanya
bila ada herniasi otak dan bila PaCO: < 30 mmHg harus dipasang alat
pantau SJO:), pengendalian tekanan darah (harus normotensi, sistolik
jangan < 90 mmHg), pengendalian tekanan intrakranial (terapi bila
tekanan intrakranial > 20 mmHg, walaupun hcmiasi otak sudah dapat
terjadi pada tekanan intrakranial < 20-25 mmHg). mempertahankan
tekanan perfusi otak (tekanan perfusi otak hams 50-70 mmllg),
pengendalian kejang. Tanpa cara pengobatan yang mendasar ini, metode
yang canggih tidak akan berhasil dengan baik. Proteksi otak dapat
dilakukan secara fisiologis (tindakan dasar) atau dengan obat ancstesi saat
melakukan anestesi umum sehingga prinsip anestesi pada bedah saraf
adalah mcmberikan proteksi otak selama tindakan pembedahan.
Simpulannya: metode dasar ini yang haras dilakukan pertama kali
dalam melakukan proteksi otak.
54 Dasar-Dasar Neuroanestesi
Gambar 7. Cedera lskemik/reperfusi
Dikutip dari: Cottrell JE. Anesthesia and Neurosurgery. 3red.
Dasar-Dasar Neuroanestesi | 55
Hipoterinia
Dalam dekade yang lalu. penelitian menunjukkan bahvva hipotermi ringan
secara nyata mcnurunkan ccdcra pada pasien dcngan iskemia screbral.
Ada risiko sistemik yang nyata dan faktor-faktor yang hams
dipertimbangkan sebclum melakukan tcknik hipotermi. Hipotermi ringan
(sampai suhu 34°C) mempunyai efck proteksi otak. Di klinik digunakan
suhu inti (core temperature) 35°C di kamar operasi dan 36°C di ICU.
Terdapat sejumlah laporan penelitian model hewan coba pada
iskemi serebral global untuk melihat cfek proteksi dengan penurunan
temperatur 1-4°C. Untuk penurunan 3°C, ada penurunan CMRO2
scbanyak 20%. Akan tetapi, efek proteksi otak dengan hipotermia ringan
bukan primer pada cfeknya menumnkan CMRO2 tetapi juga pada
mediator cedera iskemik (misalnya dengan menumnkan pelepasan
excitatory amino acids/EAA). Hipotermia ringan untuk beberapa hari
setelah kliping aneurisma/subarachnoid hemorrhage (SAH) atau cedera
kepala secara nyata mengurangi konsentrasi glutamat pada cairan
serebrospinal. Hipotermia ringan juga mempunyai keuntungan lain dengan
bekerja pada sintesa ubiqitin dan aktivasi protein C kinase atau dengan
stabilisasi membran dan mengurangi konsentrasi kalsium intraseluler.
Peningkatan suhu tubuh akan mcningkatkan CMRO2, yang
menyebabkan ketidakscimbangan antara kebutuhan dan pasokan oksigen.
Beberapa penelitian klinis hipotermia ringan selama 24- 48 jam setelah
cedera kepala berat memperbaiki outcome ncurologis. Beberapa pusat
pendidikan anestesi menggunakan teknik hipotermia ringan (33-35°C)
pada operasi dimana jelas ada risiko cedera iskemi susunan saraf pusat,
misalnya kliping aneurisma serebral.
Pengaturan temperatur pasien yang dirawat di ICU adalah konsep
“/ow normothermia" yaitu pasien dipertahankan dalam temperatur 36°C.
Pada penelitian invitro menunjukkan bahvva hipotermia akan memelihara
ATP, mengurangi Ca influks, memperbaiki pemulihan elcktrofisiologis
dari hipoksia, sedangkan hipertemi akan menghabiskan ATP,
mcningkatkan Ca influks dan mengganggu pemulihan. Adanya demam
pada pasien ncuro dan jantung akan memperburuk outcome, sebagai
contoh 90% pasien
SAH akan mengalami hipertermi sclama perawatan di ICU dan
dihubungkan dengan buruknya outcome.
Pcnclitian pada pasicn yang diberikan raoderat hipotermi (33°C) 1 I
dari 24 pasicn meninggal akibat hcmiasi yang disebabkan peningkatan
tekanan intrakranial sekunder setelah rewarming dan 10 dari 25 pasien
(40%) menderita pneumonia. Kalau keuntungan hipotermi ringan tcrbatas
56 I Dasar-Dasar Neuroanestesi
pada mencegah hipertermi, keuntungan yang lebih baik adalah
mempertahankan pasien dalam low normothermia.
Tcrdapat bukti-bukti ncuroproteksi dari profilaksis hipotermi
ringan. Data yang barn membandingkan normotermi dengan hipotermi
(35,5-36,5 lawan 28-30°C) pasien bypass kardiopulmonal, gagal
menunjukkan keuntungan dari hipotermi. Akan tetapi, sampai bukti-bukti
empiris ada, dianjurkan untuk melakukan hipotermi ringan intraoperatif.
Mekanisme proteksi otak dengan hipotermi adalah menurunkan
metabolisme otak, memperlambat depolarisasi anoksik/iskemik,
memelihara homeostatis ion, menurunkan excitatory neurotransmisi,
mencegah atau mengurangi kerusakan sekunder terhadap perubahan
biokimia.
Simpulannya: di OK suhu pertahankan 34-35°C, pascabedah di ICU 36°C.
Metode farmakologik
1) Tirilazad:
Aplikasi klinis 21-amino steroid tirilazad menjanjikan basil yang baik
akan tetapi penelitian di Amerika Utara gagal menunjukkan keuntungan
yang secara statistik nyata. Review penggunaan tirilazad pada 1757 pasicn
stroke menyimpulkan bahwa tirilazad mesilate meningkatkan kematian
dan morbiditas bila diberikan pada iskemia akut stroke.
i
2) Nimodipin:
Penelitian klinis dan dua meta-analisis menyokong bahwa nimodipin,
nicardipin mengurangi kejadian vasospasme setelah SAH dan rata-rata
memperbaiki outcome. Apakah penurunan tekanan darah akibat blokade
C’a memperbaiki outcome yang relatif terhadap adanya hipertensi,
hipervolemi, hemodilusi masih kontroversial. Dua penelitian yang
memberikan nimodipin dalam 24 jam stroke akut dan satu lagi dalam 6
jam stroke akut, gagal menunjukkan keuntungan pemberian nimodipin.
Ada penelitian yang berlawanan yaitu pemberian nimodipin akan
memperburuk keadaan pasien.
3) Magnesium:
Magnesium mempunyai efek proteksi otak yaitu mengurangi influks Ca
dan memperbaiki aliran darah otak. Suatu penelitian metaanalisis pada
pasien akut iskemik stroke menunjukkan pemberian magnesium akan
memperbaiki outcome. Penelitian FAST-MAG (Field Administration of
Stroke Treatment-
Magnesium) menunjukkan bahwa pemberian bolus 4 gr magnesium akan
Dasar-Dasar Neuroanestesi | 57
menguntungkan dan tanpa komplikasi. Sayangnya, bukti laboratorium
menunjukkan pemberian magnesium lebili berefek proteksi bila diberikan
pada keadaan preiskemik daripada keadaan postiskemik. Hasil penelitian
S3 Universitas Padjadjaran membuktikan bahwa magnesium memberikan
efek proteksi otak pada ccdcra otak traumatik (Sri Rahardjo, Disertasi).
58 | Dasar-Dasar Neuroanestesi
eksperimental sangat kuat dalam menunjukkan efek proteksi barbiturat
pada fokal serebral iskemi. Pada fokal iskemi. aktivitas listrik sinaps
sebagian masih dipertahankan. Olch karena itu, terapi barbiturat akan
menurunkan CMRO:, dan memperbaiki keseimbangan antara kebutuhan
energi dan pasokan. Perbaikan perfusi pada daerah iskemik fokal
bergantung pada sistem kolateral.
Pentotal suatu barbiturat yang bekerja cepat, sering diberikan bila
efek yang diinginkan diperlukan sesegera mungkin (misal selama operasi).
Dalam konteks ini dosis 3-5 mg/kg intravena akan menimbulkan
penekanan selintas (kurang 10 menit) dan kadar pentotal dalam darah
antara 10-30 ug/ml. Bila diperlukan efek proteksi otak yang kontinyu,
infus kontinyu harus segera dimulai. Dosis permulaan dapat diberikan 10-
15 mg/ml/jam dan segera ditumnkan menjadi 2- 5 mg/kg/jam.
Berdasarkan mekanisme kerjanya, barbiturat akan memberikan
beberapa keuntungan bila diberikan setelah terjadinya
Dasar-Dasar Neuroanestesi | 59
iskemi fokal. Jadi, barbiturat mcngurangi ukuran infark bila
diberikan setelah iskemi fokal.
Komplikasi tcrapi barbiturat antara lain penekanan curali jantung
dan tekanan perfusi otak. Pada pasicn hipovolemia atau fungsi
kardiovaskuler yang terbatas mungkin terjadi kolaps kardiovaskuler.
Sebelum terapi dengan barbiturat, hipovolemia harus diperbaiki. Mungkin
diperlukan pemberian inotrop. Efek depresi nafas dapat diantisipasi
dengan nafas buatan. Terapi barbiturat jangka lama (berhari-hari) dapat
menimbulkan terjadinya hipotermia, penekanan respons imun dan infeksi
paru. Evaluasi neurologis pada pasien dengan barbiturat koma sulit
dilakukan. Penggunaan alat pantau tekanan intrakranial dan
elektrofisiologis (misalnya evok potensial) bersama-sama dengan CT-
scan, magnetic resonance imaging (MRI), angiografi dapat menolong
mengidentifikasi perkembangan pasien yang memburuk. Pada saat
pemberian anestesi, proteksi otak dengan pentotal dapat dilakukan dengan
cara: induksi anestesi dengan pentotal 5 mg/kgBB, sebelum intubasi
diberikan setengah dosis induksi dan pemeliharaan 1 - 3 mg/kg/BB/jam
kontinyu.
Simpulannya: lakukan semua metode proteksi otak. Di kamar
bedah untuk induksi anestesi pilihan utama adalah pentotal (selama tidak
ada kontra indikasi pemberian pentotal). Barbiturat menurunkan
metabolisme otak. menurunkan ICP. menurunkan influx Ca, memblok
terowongan Na, menghambat pembentukan radikal bebas, menurunkan
laktat glutamat, aspartat ekstraseluler. Di ICU dapat diberikan magnesium
atau pentotal.
60 Dasar-Dasar Neuroanestesi
Kombinasi N2O/O2 dan isolluran lebih buruk dari pada 02/nitrogen dan
isofluran pada pasien dengan iskemia inkomplit. Pemberian isoflurane/Ch
akan memperbaiki outcome dari pada N2O/O2 walaupun N2O/O2 ♦
isolluran memperburuk outcome bila pi I dapat dikendalikan.
Pada tahun 1938 CD. Courville mempublikasikan “The
pathogenesis of necrosis of the cerebral gray matter following nitrous
oxide anesthesia” suatu artikel yang menunjukkan foto vacuola pada
neuron cortical pada pasien yang meninggal setelah berikan N2O. Enam
puluh tahun kemudian Jevtovic Todorovic dan ko-autor mempublikasikan
bukli yang menunjukkan bahwa N2O menyebabkan vakuolisasi dari
endoplasmik retikulum dan mitokondria neuron pada singulate posterior
dan korteks retrospinal tikus. Apakah kita akan melakukan hal seperti
sekarang apabila laporan Courville mendapat perhatian yang lebih serins?
Mekanisme kerja N2O adalah antagonis reseptor NMDA, dan
seperti halnya antagonis NMDA lainnya, N2O telah menunjukkan
mengurangi kerusakan akibat pelepasan glutamat yang banyak. Akan
tetapi. tidak beruntung sebab NMDA juga mengaktifkan neuron inhibisi,
blokade NMDA menyebabkan inhibisi pelepasan gamma-aminobutyric
acid (GABA), jadi ada disinhibisi menyeluruh. Hal ini mungkin suatu
komponen mekanisme yang mana N2O, seperti NMDA antagonis lainnya
(ketamin, phencyclidine, dcctrophan, MK-801) dapat menyebabkan
kerusakan saraf.
Pada pasien dengan defisiensi asam folat, pemberian tunggal N2O
dapat menyebabkan degenerasi medulla spinalis. Kurang langsung tapi
juga Qgak sering, pemberian N2O menyebabkan peningkatan plasma
homocystein yang dapat meningkatkan koagulasi, menurunkan flow-
mediated vasodilatasi dan meningkatkan miokardial iskemia pascabedah.
Hal-hal itu semua dapat menyebabkan masalah yang kompleks saat
pemulihan di Neuro 1CU. Hyperhomocysteinemia yang lama mcrupakan
suatu laktor risiko terjadinya penyakit serebrovaskuler.
Pertanyaan tentang efek N2O pada neuroprotcksi sebagai obat
anestesi utama telah dilakukan berbagai pcnelitian. Setelah Arnfred dan
Seller menunjukan bahwa pentotal mempunyai waktu survival lebih dari
dua kali pada tikus yang hipoksia sedangkan N2O akan mengurangi
survival, ditemukan bahwa penambahan N2O sesungguhnya akan
menghilangkan protektif efck dari pentotal pada model yang sama. Dua
tahun kemudian Baughman dan koautor menemukan bahwa 0,5 MAC
N2O yang ditambahkan pada 1 MAC atau 0,5 MAC isollurane akan
menghilangkan efek proteksi otak isofluran. Sugaya dan Kitani
sclanjutnya melaporkan bahwa N2O mengurangi efek proteksi isofluran
Dasar-Dasar Neuroanestesi | 61
dalam memelihara protein sitoskeletal neuron yang sangat penting sclama
iskemia forebrain pada otak. Lebih baru lagi, Jevtovic Todorovic dan ko-
autor menemukan bahwa N2O menyebabkan dosis non toksik ketamin
menjadi dosis toksik pada tikus. Bukti-bukti dari penemuan klinis dan
laboratoris menghasilkan adanya efek neurotoksik langsung dari N2O
didukung dengan penemuan yang mana N2O mempengaruhi pemulihan
clektrofisiologis dari hipoksia berat tanpa mempengaruhi parameter
biokimia sepeiii konsentrasi ATP. influks Ca, etluks K dan influks Na.
Disamping neurotoksisitas langsung, N2O meningkatkan
metabolisme otak, aliran darah otak, dan tekanan intrakranial bila
digunakan secara tersendiri, akan tetapi pengaruh ini bervariasi bila N2O
digunakan sebagai tambahan anestetik, dengan atau tanpa hipokapnia,
dengan atau tanpa penekanan LEG. Ada sejumlah penelitian, baik pada
binatang maupun manusia, yang mengkonfimiasikan bahwa N:0
menimbulkan vasodilatasi screbral sebagai ekses dari efek stimulasi pada
metabolisme otak. Suatu peningkatan pada metabolisme sercbral telah
ditunjukkan pada tikus, kambing, dan anjing. Efek vasodilatasi serebral ini
terlihat pada kelinci. kucing, tikus, babi dan manusia.
Penelitian terhadap manusia dilakukan untuk menganalisis aliran
darah otak ke regional. Penelitian tersebut menemukan adanya perubahan
yang heterogen yang bertendensi meningkat di korteks bagian anterior dan
menurun di korteks bagian posterior. Perubahan antero-posterior ini
berbeda dibandingkan dengan perubahan yang ditimbulkan oleh
vasodilator lain, seperti CO2 yang menyebabkan perubahan aliran darah
otak yang seragam di semua bagian korteks. Peningkatan aliran darah otak
dcngan N2O paling nyata terbukti sclama ancstcsi inhalasi. Terjadi
peningkatan aliran darah otak bila N2O ditambahkan pada anestesi dengan
halotan. Secara teoritis, perubahan alirah darah otak dengan N2O bersifat
sekunder terhadap perubahan metabolisme otak atau akibat langsung pada
pcmbuluh darah serebral.
Peningkatan kedalaman anestesi dari 0.5 ke 1 MAC iso 11 uran
menyebabkan penurunan yang nyata pada CMRglu. Scdangkan bila
ditambah 70% (0,5 MAC) pada 0.5 MAC isofluran (1 MAC total)
CMRglu tidak berubah. Tidak adanya perubahan CMR bila 0,5 MAC N2O
ditambah pada 0,5 MAC isofluran menunjukan bahwa elek N:0 pada
aliran darah otak bersifat langsung danjuga oleh faktor lain sclain karena
perubahan metabolisme serebral.
Pada penelitian kelinci temyata walaupun reaktivitas CO2 tetap ada
selama pemberian N2O dihipervcntilasi, tidak meneegah vasodilatasi bila
N2O ditambahkan pada anestetika volatil. Walaupun N2O secara jelas
62 | Dasar-Dasar Neuroanestesi
meningkatkan aliran darah otak dan metabolisme otak, efek ini mungkin
berbeda bila diberikan obat anestesi intravena. Pada penelitian tentang
pengaruh propofol terhadap kera, ditemukan bahwa penambahan udara
dalam campuran udara respirasi dengan 60% N2O tidak mempunyai
pengaruh pada aliran darah otak atau metabolisme otak. N2O adalah suatu
vasodilator yang lebih kuat daripada isofluran pada manusia. Pengaruh
N2O pada tekanan cairan serebrospinal pada pasien tumor otak lebih
penting daripada efek isofluran pada dosis yang equipoten. Pada tahun
1974 sudah dibuktikan bahwa N:0 meningkatkan tekanan intrakranial
pada pasien yang mengalami penurunan komplians otak. N2O 60%
meningkatkan aliran darah otak sekitar 100% dan meningkatkan CMRO2
20% yang dapat dilurunkan dengan pentotal. opioid, dan tehnik
hiperventilasi/hipokapni.
Pemberian reserpin sebelum pemberian N2O tidak mengubah efek
N2O terhadap aliran darah otak dan CMRO2. Hal ini menunjukkan bahwa
efek N2O bukan karena hiperaktif simpatis. Pada bin-bin. N2O
meningkatkan aliran darah otak dan CMRO, tanpa adanya peningkatan
katekholamin plasma. Akan tetapi, peneliti lain mengatakan N2O
menyebabkan peningkatan aktivitas simpatis dengan menimbulkan
konstriksi perifer dan peningkatan
Dasar-Dasar Neuroanestesi | 63
norcpinefrin. Meningkatkan ncurotoksisitas NMDA hewan coba
tikus, potensiasi dcngan kerusakan NMDA. Bila ditambah ketamin lcbih
memperburuk kerusakan neuron. Penambahan dosis nontoksik N:0 pada
anestesi midazolam/isofluran menghasilkan reaksi neurodegenerasi berat
di thalamus dan korteks parietal. N:0 menyebabkan muntah pada 90%
pasien.
Simpulannya: selama anestesi bedah saraf scbaiknya jangan diberikan
N2O.
64 1 Dasar-Dasar Neuroanestesi
kenyataan bahvva isofluran tidak dapat digunakan untuk mcnurunkan
tckanan intrakranial. Dapat terjadi steal phenomena, juga mengurangi
aliran darah pada iskemik penumbra. Keuntungan proteksi otak isofluran
dibandingkan dcngan pentotal adalah lebih kecilnya efek penekanan
isofluran terhadap hemodinamik serta cepat pulihnya isofluran. Tetapi
peneliti lain mengatakan efek vasodilatasi dan penekanan miokard akibat
dosis tinggi pentotal kurang jika dibandingkan dengan dosis 2 MAC
isofluran yang membuat EECi isoelektrik
Bcrdasarkan laporan pertama. isofluran menyebabkan penurunan
yang besar dari CMRO2 pada konsenlrasi klinis. Oleh karena itu. dapat
diperkirakan bahwa isofluran mempunyai efek proteksi otak selama
pembedahan. Isofluran menghambat eksitotoksisitas akibat akumulasi
glutamat pada ruangan ekstraseluler selama iskemia, sebagai antagonis
reseptor gtutamat karena itu mengurangi masuknya kalsium ke dalam sel,
suatu GABA agonis. Bcrdasarkan hal-hal tersebut isofluran dapat
mengurangi kematian sel.
Isofluran menekan aktivitas listrik otak pada titik isoelektrik pada
dosis klinis (2 MAC). Cadangan energi otak dipelihara sestiai tingkatan
depresi metabolisme sama dengan barbiturat. Beberapa penelitian
menyokong efek proteksi otak isofluran, tetapi penelitian yang lain gagal
menunjukkan efek yang nyata atau tidak ada perbedaan jika dibandingkan
obat anestesi yang lain. Nelils dkk., menunjukkan efek proteksi barbiturat
tetapi tidak dengan isofluran pada babon yang dioklusi arteri serebri
medianya. Sebaliknya, bila tckanan darah sama, efek proteksi otak sama
antara barbiturat dan isofluran.
Bukti-bukti klinis menyokong efek proteksi otak isofluran. Pada
pasien karotidenarterectomi, aliran darah otak regional yang EEGnya
menunjukkan iskemi (ischemic ires hold), secara nyata lebih rendah
dengan isofluran (8-10 ml/100 gr/menit daripada yang ditunjukkan halotan
(18-20 ml/100 gr/menit).
Isofluran hanya mempunyai efek proteksi otak selintas melawan
iskemi fokal yang berat. Hanya mempunyai efek antinekrotik tapi tidak
mempunyai efek anti-apoptotik. Karena istilah proteksi otak melingkupi
antinekrotik dan antiapototik, maka disimpulkan isofluran tidak
mempunyai efek proteksi otak. Pendapat ini masih diperdebatkan sehingga
dalam pemakaian untuk neuroanestcsi. isofluran masih ada tempatnya
dengan memherikan dosis tidak boleh lcbih dari 1,5 MAC.
Dasar-Dasar Neuroanestesi | 65
■ Autoregulasi tetap utuh sampai dosis 1,5 MAC.
■ CO 2 respons tetap utuh sampai dosis 2,8 MAC.
■ LCS : produksi tidak berubah, peningkatan absorbsi.
■ Kenaikan tekanan intrakranial: isofluran berakhir 30 menit.
Enfluran/halothan berakhir 3 jam.
66 | Dasar-Dasar Neuroanestesi
yang menilai dinamika autoregulasi. Sebaliknya, 1,5 MAC isofluran
mcnghilangkan autoregulasi serebral. Salah satu alasan penting untuk
perbedaan ini adalah penurunan efek dilatasi dari sevofluran (sedikitnya
75%) dibandingkan dcngan isofluran pada pembuluh darah serebral.
Efek keseluruhan sevofluran pada metabolisme dan aliran darah
serebral bergantung pada keseimbangan vasokonstriksi yang sekunder
(terhadap penurunan metabolisme dan efek vasodilatasi dirck dari obat.
Kebanyakan penelitian pada manusia menunjukkan suatu efek bersamaan
dari penurunan utilisasi oksigen serebral dan aliran darah sampai 40% pada
dosis 1 MAC. Sedikit, peningkatan tekanan intrakrania! yang tidak
signifikan terlihat dengan sevofluran dan isofluran, tetapi tekanan perfusi
otak dipertahankan lebili baik dengan sevofluran.
Stabilitas aliran darah otak secara empiris bernilai khusus jika
kondisi pembuluh darah otak tidak diketahui. Aliran darah otak stabil bila
sevofluran didahului dengan pemberian obat anestesi intravena.
Sebaliknya, desfluran menyebabkan peningkatan aliran darah otak yang
nyata, mungkin sekunder terhadap suatu peningkatan tekanan darah
sistemik dan vasodilatasi serebral. Lagipula, aliran darah otak stabil selama
induksi anestesi dengan sevofluran, tetapi induksi intravena dengan
propofol dapat menurunkan aliran darah otak. Sevofluran memperbaiki
outcome neurologis setelah iskemia serebral incomplete pada tikus coba.
Kalau isofluran tidak mampu mencegah infark serebral setelah iskemia
fokal pada tikus, ternyata sevofluran mempunyai efek antinekrotik dan
antiapoptotik.
Dasar-Dasar Neuroanestesi I 67
1) Efek sercbral vasodilatasi sevofluran lebih kecil dibanding halotan,
enfluran dan isofluran.
2) Efek pada sirkulasi darah lebih kecil dibanding isofluran.
3) Menguntungkan pada tehnik TIVA dengan propofol biaya lebih
hemat
4) Dosis tinggi propofol dihubungkan dengan propofol in fits
syndrome dan propofol memicu apoptotik.
Simpulannya: Bila ada sevofluran, lebih baik menggunakan sevofluran
daripada isofluran.
68 Dasar-Dasar Neuroanestesi
Pada penelitian manusia menunjukkan vclositas aliran darah otak
rata-rata menurun dengan meningkatnya konsentrasi dexmedetomidin
dalam plasma. Hal ini menunjukkan peningkatan resistensi pembuluh
darah serebral. Efek dexmedetomidine pada ICP ditunjukkan pada hewan
coba. ICP menurun bila sebelumnya sudah ada hipertensi intrakranial.
Pada penelitian manusia, tidak mempunyai pengaruh pada tekanan CSF
lumbal pada pasien yang sedang menjalanai reseksi tumor hipofise
transphenoidal. Efek proteksi otak dexmedetomidine antara lain
mcnghambat iskcmia akibat pelepasan norepinephrin, mencegah
kematian sel neuron yang berjalan lambat akibat iskcmia fokal dan
tcrbukti mampu menurunkan volume iskemik total sampai 40%. Secara
keseluruhan dexmedetomidin aman dan dapat ditolerir dengan baik.
Kejadian yang tidak diinginkan (>3%) yaitu hipotensi, hipertensi,
bradikardi, demam, mual, muntah, hipoksia, atrial fibrilasi.
Dosis dan cara pemberian dexmedetomidine:
1. Dosis bolus I mcg/kg diberikan > 10 menit. Dosis rumatan 0,4
mcg/kg,jam (0.2 -0,7)
2. Harus diberikan melalui infus pump atau syringe pump.
3. Atur dosis untuk level sedasi yang diinginkan
4. Penurunan dosis diperlukan untuk pasien dengan gangguan
fungsi hepar dan ginjal
5. Infus diteruskan/kontinyu pada pasien dengan ventilator pada
saat sebelum ekstubasi, sedang ekstubasi dan setelah ekstubasi.
Dasar-Dasar Neuroanestesi | 69
7) Lidokain Sebagai Protcktor Otak
Lidokain berkerja menghambat tekanan darah dan laju nadi pada saat
laringoskopi-intubasi juga bcrefck proteksi otak dengan cara mcmblok
terowongan Na sehingga menghambat influks Na, mengurangi cedera
pasca nekrotik. Dosis lidokain adalah 1- 1,5 mg/kg BB secara intravena
dilanjutkan dengan infus kontinyu Img/kg BB/jam.
8) Erythopoietin (EPO)
Mcmpunyai efek proteksi langsung pada sel neuron selama iskemia
serebral. Efek tidak langsungnya dengan cara menstimulasi pertumbuhan
pcmbuluh darah otak. Berperan pada pertumbuhan, pemeliharaan,
perlindungan, dan perbaikan sistim saraf. Sebagai proteksi otak melalui
efek antiapoptotik mengurangi eksitotoksisitas neuron, antioksidan,
mengurangi, inflamasi, mengstimulasi neurogenesis dan angiogenesis.
70 | Dasar-Dasar Neuroanestesi
(PAC'U). Saat ini untuk keluardari PACU (ruang pulih fase I)
adalah bila mencapai Aldrete score > 9, dan untuk keluar dari
ruang pulih fase II bila mencapai Postanesthesia Discharge
Scoring System (PADSS) > 9.
3) Menggunakan Short Acting Fast Emergence (SAFE) anestetika
inhalasi.
4) Strategi prolllaksis Post Operative Nausea and Vomiting (PONV).
5) Meningkatkan penggunaan blok saraf perifcr (misalnya pada
awake craniotomy)
6) Memakai alat-alat yang lebih baik, misalnya pemakaian laryngeal
mask airway (LMA), pada saat pasien harus tidur pada awake
craniotomy.
7) Integrasi dengan perawat PACU.
SAFE anestetika
Sevofluran adalah anestetika in halasi derivat methyl isoprophylether
dengan kelarutan yang rendah (0,63), serta uptake dan eliminasi cepat.
Induksi inhalasi berlangsung cepat, tanpa iritasi jalan nafas, batuk,
menahan nafas, spasme laring dengan konsentrasi tinggi sevofluran (8%).
Dasar-Dasar Neuroanestesi | 71
Sevofluran memberikan pemulihan yang lebih cepat dan penilaian
neurologis pascabedah yang lebih ccpat daripada isofluran pada kasus
bedah saraf yang memcrlukan operasi yang lama.
Obat anestesi inhalasi pada umumnya menyebabkan vasodilatasi
pembuluh darah serebral, dan meningkatkan aliran darah otak. Keuntungan
utama sevofluran adalah kelarutannya yang rendah sehingga onsetnya
cepat, pemulihan ccpat, serta mudah mengatur kedalaman anestesi. Selain
itu mempunyai elek proteksi otak, serta paling kecil menyebabkan
vasodilatasi pembuluh darah otak dibandingkan dengan obat anestesi
inhalasi lainnya. Bila dibandingkan antara semua obat anestesi inhalasi
yang ada di Indonesia, sevofluran < isofluran< ethran< halothan. Efck
vasodilatasi serebral sevofluran 0,6 kali efek isofluran. Efck akhir dari
aliran darah otak bergantung pada keseimbangan efck langsung
vasodilatasi dan efek tidak langsung akibat penurunan metabolisme otak.
Respon autoregulasi tetap intact pada konsentrasi sevofluran 1,5 MAC’,
akati tetapi sudah hilang pada 1,5 MAC isofluran dan desfluran. Sevofluran
menunjukan pemulihan dan penilaian neurologis yang lebih cepat daripada
isofluran pada operasi bedah saraf yang lama.
72 i Dasar-Dasar Neuroanestesi
Kejadian PONV pada awake craniotomy lebih rendah daripada
ancstcsi umum. Fast-track neuroanestesi adalah tennasuk teknik anestesi
bcdah otak dengan memakai anestesi lokal, kombinasi anestesi umum
dengan anestesi lokal (Monitored Anesthesia CareIMkC), dan anestesi umum
dengan obat yang bersifat Short Acting Fast Emergence (SAFE).
Cepat pulih dan cepat ekstubasi menyebabkan cepatnya dapat
dilakukan diagnose bila ada komplikasi intrakranial. akan tetapi ekstubasi
cepat dapat menimbulkan agitasi. peningkatan kebutuhan O2, pelepasan
katekolamin, hiperkapnia, hipertensi sistemik yang akan membawa
terjadinya hyperemia serebral, edema serebral, perdarahan serebral.
Ekstubasi dini menguntungkan karena lama tinggal di 1CU akan
lebih singkat. Pada neuroanesthesia yang modem seeing pasien bangun dan
dieksturbasi diakhir yang lama.
Keuntungan cepat bangun dari anestesi adalah lebih cepatnya
pemeriksaan neurologis, lebih cepatnya menentukan diagnosa untuk
pemeriksaan selanjutnya, kejadian hipertensi berkurang, lonjakan
katekolamin kurang, biaya lebih murah.
Kerugian bangun yang cepat adalah meningkatkan resiko
hipoksemia hiperkarbia, sulitnya memanlau respirasi saat tranfer ke lC’U,
masih ada hipotermia karena tidak eukup vvaktu untuk rewarming.
Pasien dapat segera di ekstubasi bila memenuhi persyaratan sebagai
berikut:
Tabel 22. Kondisi untuk early emergence
Dasar-Dasar Neuroanestesi | 82
Tabic 23. Risiko dan Keuntungan Early v.s Delayed Recovery
Keuntungan: Keuntungan:
• Bila diperlukan pemeriksaan dan • Risiko hipoksemia dan atau
intervensi neurologi dapat segera hiperkarbia kurang •
dilakukan Pengendalian respirasi dan
• Indikasi untuk pemeriksaan hemodinamik lebih baik
lanjutan segera diketahui • Lebih mudah ditransfer ke ICU
• Hipertensi kurang, lonjakan • Periode stabilisasi sama dengan
katekolamin kurang • saat pembedahan •
Dikerjakan oleh anesthetist yang Lebih mudah mencapai
mengetahui keadaan pasien: otak normotermi
tidak slack, perdarahan. tindakan
pembedahan dsb • Efek Kerugian:
akibat anestesi dan • Monitoring neurologis kurang
pembedahan dapat dibedakan • Perubahan hemodinamik lebih
• Biaya lebih rendah besar
• Lebih besar pelepasan katekolamin
Kerugian:
• Risiko hipoksemia,
hiperkarbia meningkat
• Pemantauan respirasi sulit
selama ke ICU
• Hipotermia?
74 i Dasar-Dasar Neuroanestesi
l abel 24. Kondisi sistemik dan serebral yang menyebabkan pasien
lambat bangun
Dasar-Dasar Neuroanestesi j 75
pada sebagian bcsar pasien pemulihan dari neuroanestesi berlangsung
dcngan sedikit perubahan metabolik dan hemodinamik. Jadi, pemulihan
yang segera dengan ekstubasi dilakukan di kamar bcdah merupakan metode
yang lebih disukai bila kesadaran prabedali baik dan tindakan bcdah tidak
mengenai daerah otak yang berbahaya. Jika prabedali pasien tidak sadar,
operasi luas atau didaerah otak yang krilis, extubasi cepat kadang- kadang
lebih berisiko. Bila pasien dalam keadaan sadar, akan tetapi tetap
terintubasi, dapat dilakukan dengan pemberaian sedasi, dan evaluasi
neurologis tetap dapat dilakukan. Pada semua kasus monitoring respirasi
dan hemodinamik harus dilakukan dengan ketat.
Komplikasi pascabedah saraf mempunyai efek yang sangat
merugikan yang dapat membawa kearah kematian atau disabilitas berat.
Spesialis anestesi memegang peran kunci untuk mencegah komplikasi ini
scbab banyak faktor yang mempengaruhi aliran darah otak, metabolisme
otak, dan tekanan intrakranial (misalnya PaCh, PaC’CE, tekanan darah,
kejang, sties pascabedah) dalam kendali spesialis anestesi. Spesialis
anestesi juga memegang peranan utama dalam penemuan komplikasi
pascabedah secara dini karena kenyataan evaluasi pascabedah bergantung
pada beberapa faktor antara lain teknik anestesi selama pembedahan.
76 I Dasar-Dasar Neuroanestesi
Penelitian lain menunjukkan adanya menggigil meningkatkan peningkatan
VO: sampai 200-400%. Selanjutnya, dibandingkan dengan pasien yang
normotermi, pasien yang hipotermi ringan selama operasi (temperatur
sentral 35-36°C) mengalami peningkatan konsentrasi norepinefrin lebih
besar, keadaan vasokonstriksi lebih nyata dan tcrdapat peningkatan tekanan
darah pada periodc pascabedah dini. Pasien yang normotermi dan tidak
menggigil peningkatan VO: lebih keeil. Akan tctapi. penelitian baru-bani
menunjukkan perbedaan anatara VO: pasien yang menggigil dan tidak
menggigil hanya sekitar 38%.
Nyeri merupakan stres faktor yang lain yang meningkatkan VO:
pascabedah dan mencetuskan pelepasan katekholamin. Analgesia mcnekan
peningkatan katekholamine plasma selama dan pascabedah dengan adanya
korelasi yang nyata antara skala nyeri dengan konsentrasi noradrenalin
plasma. Operasi intrakranial tidak dipcrtimbangkan sangat sakit pascabedah
dibandingkan dengan operasi abdominal atau torakal. Jadi jumlah besar
analgetik tidak diperlukan untuk mcnekan reaksi metabolik dan
hemodinamik akibat nyeri pascabedah.
Pemulihan mcnuju nafas spontan juga berperanan pada peningkatan
VO: pascabedah dan pelepasan katekholamin. Pasien bcdah saraf umumnya
bebas dari penyakit kardiorespirasi kecuali pasien dengan multitrauma.
Pada individu sehat, keperluan O: untuk bernafas <5% VO: total dan
weaning dari nafas kendali setelah bedah saraf tidak meningkatkan VO:
>10%.
Simpulan Fast-trak neuroanestesia:
1. Pasien bedah saraf saat bangun dari ancstcsi harus mulus,
parameter kardiorespirasi stabil, tanpa batuk.
2. Fast-track anestesi menguntungkan karena dengan cepat dapat
mengetahui bila ada komplikasi neurologis.
3. Pulih dari anestesi dan ekstubasi di kamar bcdah merupakan
metoda yang disukai saat ini.
4. Gunakan obat anestesi inhalasi dan intravena yang berifat Short
acting fast emergence (SAFE) supaya dapat dilakukan teknik Fast-
track.
Dasar-Dasar Neuroanestesi | 77
pendekatan pasien terintegrasi dan mengintegrasikan pengetahuan dasar
dalam satu tindakan yang lebih efesien, yang akhirnya meningkatkan
outcome pembedahan. Dengan kata lain, ini adalah proses perioperative
fast-tracking yang membawa kearah lebih baiknya outcome. Dimulai oleh
Profesor Henrik Kehlet pada tahun 1997, ERAS telah sukses diaplikasikan
pada operasi colorektal, ginekologik, rektal dan pelvis, vascular dan
urologik dengan outcome yang baik. Dibandingkan dengan pengclolaan
perioperatif tradisional, penggunaan protokol ERAS telah diliubungkan
dengan outcome pasien yang lebih baik, lebih singkat lama tinggal
pascabcdah di rumahsakit dan mempercepat pemulihan.
Aplikasi ERAS dalam praktek bedah saraf merupakan konsep yang
rclatif baru. Implementasi ERAS dalam kraniotomi mempunyai pengaruh
yang nyata dalam pengclolaan pasien perioperatif. Dalam bedah saraf,
disebabkan karena morbiditas dan mortalitas yang melekat pada
penyakitnya sendiri, outcome pasien pascabcdah menurun secara eksponen,
kalau pengclolaan perioperatif tidak tepat. Ada kekurangan dalam literatur,
bergantung pada implementasi dari protokol yang kcras seperti ERAS
dalam bedah saraf.
Elemen kunci dari protokol ERAS termasuk konseling prabedah,
nutrisi enteral prabedah dan pemberian imun nutrisi, hindari puasa
prabedah dan pemberian karbohidrat sampai 2 jam prabedah, berikan
anestetika dan analgesia standar, nutrisi enteral
78 | Dasar-Dasar Neuroanestesi
dini dan mobilisasi dini. Pada kraniotomi, beberapa kosnep ERAS
tidak dapat dipakai dan konsep yang lebih baru seperti peran scalp block
dan penggunaan minimal access surgery (MAS), bila dipakai, dapat
memegang peran sangat penting dalam meningkatkan pemulihan sctelah
kraniotomi. Pcranan ERAS dalam oprasi spine major adalah sangat besar
dilihat dari lama tinggal di rumahsakit, nyeri pascabcdah, pemulihan
fungsional. Secara mendasar, komponen kunci ERAS adalah melalui masa
prabedah, pengelolaan intraoperatif dan postoperatif yang detail dan
terpantau. seperti diuraikan pada gambar dibawah ini.
Preoperatif
Konseling
Pendidikan pasien secara nyata mempengaruhi persetujuan pasien dan
meningkatkan kesadaran pasien terhadap outcome pembedahan, termasuk
nyeri dan status fungsional jangka panjang.
Dasar-Dasar Neuroanestesi I 88
Membuat pasicn belajar dengan baik tentang status fungsional jangka
panjangnya, membangun percaya diri mempunyai pcngaruh positif
terhadap outcome nya. Penelitian telah mengusulkan bahwa program
interaktip yang difokuskan pada konseling dan pendidikan berperan dalam
mcmperbaiki pendidikan pasien dan mcningkatkan kenyamanan pasien.
Nutrisi
Status nutrisi prabedah yang buruk adalah predictor pembantu untuk
meningkatnya morbiditas dan lama perawatan pada periode pascabedah.
sebaliknya enteral nutrisi (EN) prabedah akan memperbaiki outcome. Baru-
baru ini, perhatian telah bcrgeser pada kemungkinan adanya keuntungan
dari imunonutrien (IN). Imunonutrien mungkin meningkatkan respons sel
Summary and recommendations:
EN is recommended preoperatively and IN may be important in patients with
cancer although larger studies are needed.
Evidence level:
EN: Moderate.
IN: Moderate.
Recommendation grade:
EN: Strong for.
IN: Weak for.
imun, mengijinkan adaptasi terhadap inflamasi sistemik dan stres oksidatif.
lmunonutricnt mungkin lebih superior daripada enteral nutrisi untuk pasien
dengan cancer karena meningkatkan respons sel imun, menyebabkan lebih
tolerans terhadap stres oksidatif. Akan tetapi, secara umum penelitian ini
bias. Satu penelitian meta- analisis menunjukkan bahwa efek
menguntungkan dalam hal mengurangi lama tinggal di rumahsakit bila
dibcrikan nutrisi enteral yang kaya arginin dibcrikan 5-10 hari prabedah
dan/atau 7- 10 hari pascabedah pasicn cancer kepala dan leher.
89 | Dasar-Dasar Neuroanestesi
Merokok dan Konsumsi Alkohol
Merokok dan mengkonsumsi alkohol merupakan faktor risiko untuk
meningkatnya morbiditas dan mortalitas pascabedah. Bebas dari alkohol
untuk 1 bulan sebelum operasi elektif telah diketahui mampu mengurangi
morbiditas pascabedah diantara para pecandu alkohol. Penghentian
merokok jangka pendek < 4 minggu tidak meningkatkan atau monurunkan
risiko komplikasi paru. Akan tetapi. sedikitnya 4 minggu berhenti dari
merokok mengurangi komplikasi paru, dan bila berhenti merokok 3-4
minggu menurunkan komplikasi penyembuhan luka.
Propilaksis Antitrombotik
Pada kraniotomi pasien bcrisiko tinggi untuk terjadi trombosis arterial dan
vena yang sclanjutnya dapat mengganggu kualitas
Dasar-Dasar Neuroanestesi | 81
hidup. Dalam hal ini. profilaksis antitrombotik mempunyai nilai lebih
besar dengan early discharge. Pada populasi kraniotomi, profilaksis
mekanik (mechano-prophvlaxis) lebih disukai daripada profilaksis dengan
obat (pharmaco-prophylaxis) disebabkan ketakutan terjadi komplikasi
perdarahan yang mempunyai risiko signifikan karena ada didalam tulang
cranium yang rigid, terutama pada pasien pascakraniotomi. Mechano-
prophylaxis termasuk penggunaan stocking kompres dan intermittent
pneumatic compression devices efisien dalam mengurangi risiko venous
thromboembolism (VTE).
Propilaksis Antimicrobial
Pasien bedah saraf mempunyai risiko tinggi untuk terjadi infcksi
pascabedah. Satu protocol berdasarkan proftaksis antibiotic perioperatif
mengurangi infeksi di luka opcrasi tapi tidak untuk kejadian meningitis.
Pendekatan ini tidak hanya menurunkan infeksi di tcmpat dilakukan
opcrasi tapi juga mengurangi infeksi diluar daerah yang dioprasi. Akan
tctapi, penelitian metaanalisis menunjukkan satu penurunan yang nyata
pada kejadian meningitis setelah dilakukan profilaksis antimicrobial.
Kebanyakan memberikan cefazolin sebagai obat pilihan pertama untuk
profilaksis antibiotic untuk kraniotomi yang diberikan 60 menit scbelum
dilakukan insisi kulit.
82 I Dasar-Dasar Neuroanestesi
lebih baiknya pengendalian hemodinamik perioperatif, mengurangi
kebutuhan opioid dcngan sccara nyata lebih rendahnya skor VAS
pascabedah. Meta-analysis scalp block telah menunjukkan penurunan
rata-rata yang signifikan yang terjadi pada periode 1 jam pascabedah.
Walaupun ada suatu kekurangan dari randomised control trial (RCT)
dalam mendukung peranan scalp blok dalam nyeri pascakraniotomi, tapi
scalp block masih merupakan suatu modal itas untuk mengurangi nyeri
pascabedah yang mempunyai pengaruh nyata pada ERAS.
Protokol Anestesia
Pemulihan yang ccpat dari anestesia setelah kraniotomi, mengijinkan
dilakukannya penilaian neurologik dan diagnosa komplikasi intrakranial
pada saat awal, yang mana memungkinkan lebih cepatnya pasien keluar
dari rumah sakit. Beberapa penelitian membandingkan total intravenous
anaesthetic (T1VA) versus anestetika inhalasi (sevoflurane) telah
dilakukan. lelapi lidak ada satupun yang menyimpulkan keuntungan salu
dari yang lainnya. Nitrous oxide (N:0) telah diketahui meningkatkan
cerebral metabolic rate, cerebral blood flow, intracranial pressure dan
kejadian post operative nausea and vomiting (PONV). karena itu N:0
tidak digunakan dalam praktek neuroanestesi.
Peranan magnesium sulphate, dexmedetomidine dan lidocaine
dalam perioperative medicine telah diteliti sebagai adjuvant anestesi
umuin dan sebagai modalitas untuk pengendalian nyeri pascabedah.
Pcnggunaan ketamine dihubungkan dengan adanya beberapa efek
samping yang tidak diharapkan seperti halusinasi, mual-muntah dan
penglihatan kabur yang tidak menyenangkan untuk pasien-pasien yang
dilakukan kraniotomi. Awake craniotomy dihubungkan dengan outcome
yang baik dibandingkan dengan bila opcrasi dilakukan dengan ancstesi
umum dan dipertimbangkan sebagai standar operasi untuk tumor di daerah
eloquent.
Dasar-Dasar Neuroanestesi | 83
Evidence level:
TIVA/short-acting opioids: High.
Intravenous lidocaine, ketamine: High.
Dexmedetomidine: High.
Recommendation grade:
TIVA/short-acting opioids: Weak for.
Intravenous lidocaine, ketamine: Strong against.
Dexmedetomidine: Weak for.
Analgesia
Pada pasien bedah saraf, pemilihan analgesik untuk pengendalian nyeri
perioperatif adalah dengan obat yang mempunyai efck minimal pada
kognitif dan orientasi. Protokol ancstesi hams tidak menggunakan opioid
yang bekerja lama karena adanya cfek samping yang tidak menyenangkan
seperti sedasi, miosis, mual- muntah, yang dapat menghalangi
diketahuinya adanya katastropik intrakranial. Efck depresi respirasi opioid
dapat meningkatkan PaCCH yang dapat menyebabkan perburukan
hemodinamik intrakranial. Dipikirkan penggunaan pregabalin preoperatif
mengurangi anxictas dan menurunkan skor nyeri pascabcdah dan
penggunaan analgesik pascabedah. Gambaran keamanan dan cfek
samping selalu harus menjadi pertimbangan dalam populasi bedah saraf.
Non-steroidal anti-injlammatory agents (NSAID) adalah analgesik yang
efektif, tapi pertimbangan perdarahan membatasi penggunaannya pada
populasi kraniotomi. Karena itu, pemilihan analgesik perioperatif yang
tepat merupakan komponen penling dari ERAS pada pasien kraniotomi.
Dalam hal ini, intravena acetaminophen lebih menjanjikan. Tapi
tidak ada penelitian yang menyokong efektivitas obat ini. Dalam seting
neurocritical care, survey multinasional menemukan bahwa penggunaan
acetaminophen merupakan first-line analgesik, kemudian diikuti oleh
oipoid dan gabapentin.
84 Dasar-Dasar Neuroanestesi
Summary and recommendations:
Gabapentin/pregabalin and tramadol have side effect profiles that arc
unfavorable for craniotomies.
Intravenous acetaminophen has yet to be proven effective in the craniotomy
population. It is possible that there is a place for limited dosing of COX-2
inhibitors and flupirtine in the craniotomy analgesic armamentarium, pending
further research ensuring safety and efficacy.
Evidence level:
Intravenous acetaminophen: Moderate.
Gabapentin/pregabalin, tramadol: Low.
NSAIDS. flupirtine: Low.
Recommendation grade:
Intravenous acetaminophen: Strong for.
Gabapentin/pregabalin, tramadol: Weak against.
NSAIDS, flutirpine: Weak for.
Dasar-Dasar Neuroanestesi | 85
Summary and recommendations:
Measures to prevent hypothermia should be implemented for all craniotomies.
Evidence level: High.
Recommendation grade: Strong for.
Post-Operatif
Post -operative nausea and vomiting (PONV )
PONV adalah satu pengalaman yang menyusahkan setelah pemulihan dan
berhubungan dengan banyak faktor. Kejadian PONV pascakraniotomi
sekitar 47%. Pengendalian PONV yang cepat dan tepat diperlukan pada
periodc pascabedah karena dapat mengganggu homeostasis intrakranial.
Penggunaan serotonin receptor antagonis dan dexamethasone
direkomendasikan dengan kuat. Yang terbaru, penelitian prospektif
menunjukkan bahwa ondansteron mempunyai efektivitas yang sama dalam
mengendalikan PONV pada populasi kraniotomi. Penggunaan lain yang
menarik adalah metode non-pharmakologik dengan menggunakan
stimulasi transcutaneous electrical acupoint yang tclah menunjukkan
penurunan kejadian mual-muntah dan nyeri pascakraniotomi. Satu
penelitian menunjukkan penggunaan stimulasi acupoint untuk kraniotomi
mempunyai efek analgesik, mengurangi onset PONV dan mungkin
mempunyai efek proteksi neuron.
Summary and recommendations:
Routine use of serotonin receptor antagonists and dexamethasone is
recommended.
Aprepitant’s higher cost and limited effectiveness in decreasing the use of rescue
anti-emetics suggest that it should be reserved for patients at high risk of PONV.
TEAS requires further study scopolamine and promethazine have side effect
profiles that make them undesirable as first line anti-nausea medications.
86 | Dasar-Dasar Neuroanestesi
Evidence level:
Dexamethasone and serotonin antagonists: High.
Aprepitant. TEAS: Low.
Scopolamine, promethazine: Low.
Recommendation grade:
Dexamethasone and serotonin antagonists: Strong for.
Aprepitant, TEAS: Weak for.
Scopoloamine, promethazine: Weak against.
Nutrisi Pascabedah
Disebabkan tingginya level katabolisme dan hipermetabolisme, pasien
membutuhkan kalori yang adekuat untiik menyokong resting energy
expenditure. Pada satu penclitian tentang pengaruh early nutrition pada
mortalitas cedera otak traumatik berat, peneliti mengobservasi bahwa
setiap 10 keal/kg penurunan asupan kalori dihubungkan dengan
peningkatan lajn mortalitas sebesar 30%- 40%. Suatu nitrogen balans
negatif dihubungkan dengan peningkatan risiko terjadinya hospital
acquired infections dan lebih buruknya outcome pada pasien subarachnoid
aneurisma. Kebanyakan dari literatur yang tersedia menunjukkan bahwa
early nutrition menguntungkan untuk populasi bedah saraf dan dapat
membawa kearah pemulihan yang cepat dengan outcome fungsional yang
baik.
Dasar-Dasar Neuroanestesi | 87
PONV dan pemberian nutrisi dini membantu dapat dilakukannya
mobilisasi dini. Bila mungkin penggunaan jalur invasifdan kateter harus
diminimalkan pada pasien pascakraniotomi, tindakan ini berperanan
terhadap mobilisasi dini dan pemulangan pasien.
Simpulan
Pemakaian ERAS telah merubah praktek perioperatif menjadi lebih lancar
untuk melalui periode perioperatif yang strcs. ERAS adalah pendekatan
multidisiplin yang sedcrhana, yang berefek outcome klinis yang lebih baik.
Pemakaian ERAS pada populasi kraniotomi mempunyai kemungkinan
outcome yang lebih baik. Pada pasien yang dilakukan kraniotomi,
perhatian pada imunonutrien, teknik scalp blok, pilihan non-opiod untuk
managemen nyeri dan memperbaiki outcome dengan minimal invasive
surgery adalah sedikit perbedaan dengan ERAS tradisional. Penggunaan
ERAS untuk kraniotomi dapat memperbaiki outcome pasien, mempercepat
pemulihan fungsional, dan menumnkan lama perawatan. Akan tetapi,
masih dipcrlukan pengujian model ERAS untuk kraniotomi.
Dasar-Dasar Neuroanestesi | 89
hipoksia. Kekurang volume intravaskuler harus diperbaiki sebelum
induksi anestesi untuk menccgah hipotensi. Resusitasi dan rumatan cairan
untuk pasien bedah saraf adalah larutan kristaloid iso- osmolar yang bebas
glukosa. Larutan hipo-osmolar misalnya NaCl 0,45% dan RL lebih
meningkatkan air otak daripada larutan iso- osmoler NaCl 0,9%. Larutan
yang mcngandung glukosa dihindari pada semua pasien bedah saraf
dengan metabolisme glukosa yang normal, sebab larutan ini dapat
mengeksaserbasi kerusakan isketnik dengan mempromosi produksi laktat
neuron, yang memperberat cedera seluler. Cairan intravena yang
mcngandung glukosa dan air (dektrosa 5% dalam air atau dektrosa 5%
dalam 0,45% NaCl) juga memperberat edema otak, sebab glukosa
dimetabolisme dan air akan tetap tinggal di ruangan cairan intrakranial.
Studi klinis menunjukkan suatu hubungan yang kuat antara kadar glukosa
plasma dan outcome neurologis setelah stroke dan cedera otak. Karena itu,
glukosa hanya diberikan bila ada risiko hipoglikemia dan kadar glukosa
darah harus dipantau dan dipertahankan pada rentang bawah dari nilai
normal (120 mg%).
Selama resusitasi cairan pasien cedera kepala, sasarannya adalah
untuk mempertahankan osmolalitas serum normal, menghindari penurunan
tekanan koloid osmotik yang besar, dan mengembalikan sirkulasi darah
yang normal. Terapi yang segera adalah langsung pada mencegah
hipotensi dan mempertahankan tekanan perfusi otak di antara 50-70
mmHg. Bila ada indikasi, pasang monitor dan tekanan intrakranial untuk
panduan resusitasi cairan dan mencegah kenaikan tekanan intrakranial.
Kristaloid iso- osmolar, koloid atau keduanya diberikan segera untuk
mempertahankan volume sirkulasi. Pendarahan yang banyak memerlukan
transfusi darah. Hematokrit minimal antara 30-33% dianjurkan untuk
memaksimalkan transportasi oksigen.
Larutan NaCl hipertonik mungkin sangat berguna untuk resusitasi
volume pada pasien cedera kepala dengan peningkatan tekanan
intrakranial dan dapat metuperbaiki aliran darah otak regional. NaCl
hipertonik menimbulkan suatu efck osmotik diuretik sama seperti
mannitol. Dengan penggunaan jangka panjang NaCl hipertonik, ada
kemungkinan terjadi komplikasi dari peningkatan Na serum, penurunan
kesadaran dan kejang.
Tekanan perfusi otak harus dipertahankan 60mmHg (50-70 mmHg).
Tekanan perfusi otak yang didefinisikan sebagai MAP- tekanan
intrakranial, sangat erat hubungan dengan terjadinya iskemia serebral.
Berdasarkan penelitian sebelumnya. adanya dokumen bukti nyata terjadi
vasospasme pascatrauma dan ini jelas mcnunjukkan bahwa resistensi
vascular berubah setelah trauma.
90 | Dasar-Dasar Neuroanestesi
Tekanan perfusi otak yang rendah mungkin membahayakan otak
dengan preexisting iskemi dan memperbesar tekanan hidrostatik
intravascular dengan meningkatkan tekanan perfusi otak dapat menolong
memperbaiki perfusi serebral. Dalam kebanyakan kasus, tekanan perfusi
otak menerima tcrhadap manipulasi klinik dan menaikkan tekanan perfusi
otak dapat menolong mencegah terjadinya iskemia global dan regional.
Konsep Rosner
Rosner protokol menyokong hipotesis bahwa suatu peningkatan tekanan
darah akan memperbaiki outcome dengan mengurangi volume darah
intrakranial yang disebabkan autoregulasi vasokonstriksi dan memperbaiki
perfusi otak. Sasaran utama panduan ini adalah mempertahankan CPP
diatas level tertentu, untuk mcncukupi darah yang telah tcroksigenasi
mclalui otak yang bengkak (CPP-targetted therapy). Hal ini mengusulkan
bahwa tekanan arteri rata-rata hams dipertahankan diatas 90 mmHg
dengan minimal CPP 60-70 mmHg, bila dipcrlukan dilakukan dengan
bantuan vasopressor. Osmoterapi (misalnya mannitol) dan dosis tinggi
barbiturat merupakan terapi untuk menurunkan 1CP. Panduan tradisional
tidak spesifik terapi cairan yang mana yang harus digunakan, tapi cairan
kristaloid adalah plasma ekspander utama yang direkomendasikan.
Konsep Lund
Konsep Lund untuk terapi cedera kepala berat, telah dikembangkan di
Rumahsakit Universitas Lund Swedia, diperkcnalkan antara tahun 1992
dan 1994. Karaktcristik utamanya adalah berdasarkan hipotesa yang
berasal dari prinsip fisiologi dasai bcrtalian dengan volume otak dan
perfusi otak.
Konsep Lund adalah suatu pendekatan alternatif untuk terapi cedera
kepala berat, dan berasal dari hipotesis berdasarkan pada prinsip lisiologik
bertalian dengan pengendalian volume otak dan
92 Dasar-Dasar Neuroanestesi
perfusi otak. Ini meliputi bagaimana tentang berbagai komponen seperti
tckanan darah, ventilasi, nutrisi. sedasi, substitusi volume, dan suhu
tubuh.
Pada pasien dengan cedera kepala berat tidak ada terapi
farmakologik untuk memperbaiki sawar darah-otak yang rusak atau
memperbaiki autoregulasi yang terganggu. Terapi ini berdasarkan pada
perkiraan bahwa edema otak ektraseluler yang disebabkan karena
gangguan autoregulasi dan rusaknya sawar darah-otak, merupakan suatu
komponen penting pada pembengkakan otak pascatrauma dan lebih
mudah dilakukan terapi daripada edema intraseluler.
Tujuan terapi adalah untuk mempertahankan tekanan intrakranial
pada tingkatan yang aman sampai tercapainya perbaikan autoregulasi dan
sawar darah-otak untuk mencegah hernia otak dan untuk mengurangi
iskemia akibat cedera sekunder. Walaupun komponen Lund terapi adalah
tindakan standar (menurunkan metabolisme otak, pengaturan glukosa dan
suhu, penurunan volume darah otak dengan hiperventilasi atau barbiturat
koma. mempertahankan tekanan koloid osmotik) penggunaan teknik
hipotensi untuk menurunkan tekanan hidrostatik kapiler dengan tujuan
untuk menurunkan efema serebral merupakan hal yang berlawanan
dengan cara-cara konvensional dalam mempertahankan tekanan perfusi
otak.
Prinsip konsep Lund untuk terapi cedera otak traumatik berat
dengan kombinasi sasaran utama yaitu 1) mengurangi IC’P (ICP-
targeted goal) dan 2) memperbaiki mikrosirkulasi pada daerah
perikontusio {perfusion-targeted goal). Terapi adalah untuk menormalkan
tekanan darah, tekanan onkotik plasma, volume plasma dan eritrosit,
ventilasi, suhu tubuh dan elektrolit, dan penggunaan nutrisi enteral serta
menghindari ovemutrisi, vasopressor dan stres. Cara ini dapat dilakukan
pada semua pasien dengan cedera otak traumatik, tanpa batasan umur,
kapasitas autoregulatori, cedera traumatik lain atau multiple organ failure,
dan hams segera dimulai untuk mclawan kenaikan ICP dan cedera
sekunder lainnya. Sampai sejauh ini tidak ada efek samping dari terapi.
Terapi juga menunjukkan keuntungan untuk organ lain dengan mencegah
acute respiratory distress syndrome (ARDS) berat, iskemia intestinal, dan
gagal ginjal. Penelitian outcome menggunakan prinsip Lund konsep
menunjukkan hasil yang baik.
Dasar-Dasar Neuroanestesi | 93
103 | Dasar-Dasar Neuroanestesi
Akan tetapi, karena tidak ada bukti dari penelitian RCT bahwa
konsep Lund adalah terapi yang lebih baik untuk cedera otak traumatik, dan
hanya dipakai di Swcdia saja serta dibutuhkan penelitian lebih lanjut, maka
metode terapi yang kita gunakan untuk COT berat adalah tetap berdasarkan
panduan dari Brain Trauma Foundation.
Dasar-Dasar Neuroanestesi | 95
Hipcrventilasi dapat bcrbahaya; ada bukti bahvva agrcsif
hipcrventilasi dan vasokonstriksi dapat menimbulkan iskemia, terutama
bila aliran darah otak rendah. Telah ditunjukkan bahwa pertama dan sccara
perlahan meningkat pada 3-6 hari kemudian. Telah diperlihatkan adanya
korelasi langsung dari hiperventilasi agrcsif (PaC’O: < 25 tnmHg) dan
outcome yang lebih buruk setelah cedera kepala berat.
Bila hipcrventilasi dimulai untuk pengendalian hipertensi
intrakranial PaC'O: harus dipertahankan dalam rentang 30-35 mmHg untuk
mencapai pengendalian tekanan intrakranial seraya mengurangi risiko
iskemia. Hiperventilasi untuk mencapai PaCCh kurang dari 30 mmHg
harus dipertimbangkan hanya bila dipcrlukan terapi sekunder (second-tier
therapy) untuk terapi intrakranial yang refrakter.
Pengukuran SJO2 kontinu digunakan dalam praktik klinik untuk
menentukan pasicn mendapatkan hasil yang menguntungkan atau
merugikan akibat hiperventilasi. Pada situasi emergensi, harus dikontinyu
melakukan hiperventilasi bila ada pertimbangan pasien dalam keadaan
hipertensi intrakranial. Akan tetapi, bila situasi klinik tidak memcrlukan
hiperventilasi lebih lama atau ada bukti adanya iskemia serebral, maka
harus dilakukan normoventilasi.
Hiperventilasi dapat menurukan tekanan intrakranial dengan jalan
vasokonstriksi dan selanjutnya terjadi penurunan aliran darah otak.
Penelitian-penelitian yang dilakukan lebih dari 20 tahun lain sccara jelas
menunjukkan bahwa aliran darah otak kurang dari setengahnya sclama 24
jam setelah cedera kepala, dan ada risiko terjadi iskemia serebral bila
dilakukan hiperventilasi agresif. Pcnemuan-penemuan ini dikuatkan dengan
pengukuran SJO2 dan AVDO2. Agresif hiperventilasi (PaCCB < 30 mmHg)
akan mengurangi aliran darah otak tetapi tidak secara konsisten juga akan
menurunkan tekanan intrakranial dan dapat menyebabkan hilangnya
autoregulasi. Walaupun tingkatan aliran darah otak yang menimbulkan
iskemia ireversibel belum ditentukan dengan pasti akan tetapi perubahan
scl iskemik terlihat pada 90% pasicn yang meninggal akibat cedera kepala
berat. Suatu penelitian prospektif menunjukkan bahvva adanya perbaikan
outcome pada 3 bulan dan 6 bulan pasca terapi bila hiperventilasi
profilaksis tidak digunakan
96 | Dasar-Dasar Neuroanestesi
dibandingkan dengan yang menggunakan hiperventilasi profilaksis. Jadi
pembatasan penggunaan hiperventilasi pada pasien cedera kepala berat
akan memperbaiki pemulihan neurologis setclah ccdera atau paling tidak
mencegah iatrogenik iskcmia serebral. Hiperventilasi dilakukan hanya bila
ada tanda- tanda hemiasi atau pemburukan neurologik yang cepat. Yang
menjadi pertanyaan kapan hiperventilasi dilakukan? Jawabannya adalah
bila ada tanda hemiasi otak dan memburuknya neurologis dengan cepat.
Setting klinis adalah: I) hiperventilasi bila ada tanda hemiasi otak dan 2)
beri mannitol bila volume sirkulasi sudah adekuat.
Pengelolaan pasien cedera kepala berat yang
direkomendasikan adalah pengelolaan pasien cedera kepala berat sebelum
dilakukan pemasangan monitoring tekanan intrakanial adalah berdasarkan
bukti klinis adanya hemiasi otak. Tanda hemiasi otak adalah adanya dilatasi
pupil unilateral atau bilateral, reaktivitas pupil asimetris, motor posturing
atau bukti
memburuknya neurologis.
Terapi hiperventilasi pertama kali adalah mencapai PaCO: 30-35
mmHg, akan tetapi. bila tekanan intrakranial masih tinggi, hiperventilasi
dapat diperdalam untuk mencapai PaCO: < 30 mmHg tetapi harus
dilakukan pemantauan jugular venous oxygen saturation (SJO2) atau
cerebral extraction of oxygen (CEO:) atau arterial venous oxygen
difference (AVDO:) untuk melihal adanya komplikasi iskemia otak.
Dengan adanya pemantauan SJO2, CEO: atau AVDO: akan mcnolong
mcndeteksi adanya iskcmia otak schingga terapi dapat segera dilakukan.
Tabel 26. Nilai SJ02. CEO:, dan AVDO:
Dasar-Dasar Neuroanestesi | 99
Mannitol efektif untuk mengendalikan tekanan intrakranial, dosis
0,25-1 g/kgBB. bolus intermiten lebih efektif daripada kontinyu. Dosis
tinggi barbiturat bisa dipertimbangkan bila hemodinamik stabil untuk
ccdera kepala berat dengan kenaikan intrakranial yang tidak bisa diterapi
dengan terapi medikal dan bedah yang maksimal. Tidak dianjurkan
pemberian
glukokortikoid. Tujuan terapi cairan adalah sirkulasi stabil, normovolemia,
isoosmoler, normoglikemia. Jangan diberi
dextrose, largetnya adalah gula darah jangan >150 mg%, dextrose hanya
bila ada hipoglikemia (gula darah <60 mg%).
SJO2 < 50%
4
— ya Koreksi hipoksemia
->
Sa02 < 95% 1
Tidak
4
— ya Naikkan PaC02
—
PaC02 < 4,0 kPa 1
Tidak >
4
— ya —> Transfusi
Hb < 10 gr% 1
Tidak
4
— ya -> Naikkan tekanan darah
Tekanan darah rata-rata
rendah
1
Tidak
4
Hipertensi intrakranial — ya -> Mannitol, furosemid, propofol,
pentotal, hipotermi
Gambar 10. Algoritma untuk terapi desaturasi vena jugularis
Posisi:
Untuk kebanyakan pasien bedah saraf, posisi netral head up 15-30°
dianjurkan untuk mengurangi tekanan intrakranial dengan jalan
memperbaiki drainase vena serebral. Posisi netral artinya kepala tidak
miring kekiri atau kckanan, tidak fleksi atau ckstcnsi. Kepala
Dasar-Dasar Neuroanestesi 1 1 0 1
mekanisme ini konsistcn dcngan laporan Goodman dkk bahwa
pentobarbital koma mengurangi laktat. glutamate dan aspartat pada ruangan
ekstraseluler pada pasien cedera kepala dcngan peningkatan tekanan
intrakranial yang hebat. Pada pcnclltian invitro menyokong bahwa tiopcntal
juga mcmperlambat hilangnya perbedaan clcktrik transmembran yang
disebabkan karena aplikasi NMDA dan AMPA. Sayangnya. hanya trial
klinis yang memberikan bukti dari proteksi babiturat.
Pcnelitian binatang dan laporan pendahuluan penggunaan
indomethasin dalam pcngclolaan hipertensi intrakranial.
Indomethasin menyebabkan vasokonstriksi sercbral dan penurunan aliran
darah otak dengan tanpa mempengaruhi CMRO2. Mungkin menurunkan
tekanan intrakranial dengan menurunkan edema serebral, menghambat
produksi cairan serebrospinal dan mengendalikan hipertermia.
Pengendalian Temperatur
Hipotermia ringan telah ditunjukkan untuk mengurangi tekanan intrakranial
pada pasien dengan cedera kepala dcngan menurunkan metabolisme otak,
aliran darah otak, volume darah otak, dan produksi cairan serebrospinalis.
Obat yang menekan menggigil sccara scntral, pelumpuh otot, dan vcntilasi
mekanis diperlukan bila dilakukan teknik hipotenni.
b) Herniasi Otak
Hemiasi otak adalah satu hal yang paling ditakutkan sebagai akibat
penyakit intrakranial misalnya tumor otak atau cedera kepala. Dari pasien
cedera kepala yang berkembang menjadi hemiasi transtentorial, hanya 18%
mempunyai outcome yang baik yang didetlnisikan sebagai good recovery
atau moderate disability.
Patofisiologi hcrniasi otak mcnjadi lebih jelas dengan adanya CT-
scan dan MRI. Konsep klasik dari kctiga sindroma hcrniasi tiinhul sebagai
konsekuensi dari bukti hasil otopsi. Tiga sindroma ini, uncal, screberal dan
sentral merupakan perpindahan kc bawah. Rapper (1993) menunjukkan
bahwa tingkatan kesadaran pada sindroma hcrniasi paling berhubungan
dengan pergeseran ke lateral dari glandula pineals. Pada konteks ini,
pergerakkan dari batang otak menimbulkan buruknya kesadaran. Tanpa
Pengelolaan pasiert tanpa adanya tanda klinis hemiasi otak Bila tidak ada
tanda hemiasi transtentorial, sedasi dan pelumpuh otot harus digunakan
selama transportasi pasien untuk kemudahan dan keamanan selama
transportasi. Agitasi. confus sering terdapat pada pasien cedcra kepala dan
memerlukan pertimbangan pembcrian sedasi. Pelumpuh otot mcmpunyai
keterbatasan untuk evaluasi pupil serta dalam pemeriksaan CT-scan.
Pengelolaan pasien dengan adanya tanda klinis hemiasi otak Bila ada
tanda hemiasi transtentorial atau perubahan progresif dari memburuknya
ncurologis yang bukan disebabkan akibat ekstrakranial, diindikasikan untuk
melakukan terapi agresif peningkatan tekanan intrakranial. Hiperventilasi
mudah dilakukan dengan meningkatkan frekuensi ventilasi dan tidak
tergantung pada sukses atau tidaknya resusitasi volume. Disebabkan
hipotensi dapat menimbulkan memburuknya neurologis dan hipertensi
intrakranial maka pembcrian mannitol hanya bila volume sirkuasi adekuat.
Bila belum adekuat jangan dulu diberi mannitol.
Topik 1 Kckomendasi
Tekanan Darah dan Tekanan darah harus dipantau.
Oksigenasi Hipotensi (tekanan darah sistolik <90 mmHg) harus dihindari.
Oksigenasi harus dipantau dan hipoksia (PaO: <60 mmHg dan SpO;
<90%) harus dihindari.
Terapi Mannitol efcklif dalam mengcndalikan peningkatan ICP dengan dosis
Hiperosmolar 0.25 g-1,0 g/kgbb).
Arterial hipotensi (tekanan darah sistolik <90 ntmHg harus dihindari).
Batasi penggunaan mannitol sebelum pemasangan monitor ICP pada
pasien dengan tanda hemiasi transtentorial atau perburukan neurologik
progresif yang tidak disebabkan oleh penyebab ekstrakraniai.
I 10 | Dasar-Dasar Neuroanestesi
Tabcl 28. Rekomendasi Tcrapi Brain Trauma Foundation Guideline 2007
(Lanjutan)
Topik Rekomendasi
Nutrisi Pasien harus mendapatkan kalori penult dalam 7 Itari pascacedera.
Profilaksis Penggunaan proflaksis fenitoin atau valproate tidak dianjurkan untuk
Antiseizure mencegah late posttraumatic seizure (PTS).
Anticonvulsant indikasi untuk menurunkan kejadian early PTS (dalam 7
hari cedera). Akan tetapi, early PTS tidak dihubungkan dengan outcome
yang lebih buruk.
Hiperventilasi Hiperventilasi profilaksis (PaCOz <25 mmHg) tidak dianjurkan.
Hiperventilasi dianjurkan sebagai tindakan sementara untuk menurunkan
peningkatan ICP.
Hiperventilasi harus dihindari dalam 24 jam pertama setclah cedera
karena CBF menurun secara krisis.
Bila dilakukan hiperventilasi. harus dipasang monitor SJO’, brain tissue
oxygen tension (PB1O2), untuk memantau pasokan oksigen.
Steroid Pentberian steroid tidak dianjurkan unmk memperbaiki outcome atau
menurunkan ICP. Pada pasien dengan COT sedang dan berat. pemberian
dosis tinggi methylprednisolon dihubungkan dengan meningkatnya
mortalitas dan karena ilu merupakan kontraindikasi.
Dasar-Dasar Neuroanestcsi i II I
Tabel 29. Rekomendasi Terapi Brain Trauma Foundation Guideline 2016
(Lanjutan)
Dasar-Dasar Neuroanestesi 1 1 1 3
Tabel 30. Rekomendasi Monitoring
Keterangan:
AVDO2, arteriovenous oxygen content difference; CPP, cerebral perfusion pressure; CT.
computed tomography; GCS, Glasgow Coma Scale; ICP. intracranial pressure; SBP,
systolic blood pressure; TBI. traumatic brain injury.
Keterangan:
CPP, cerebral perfusion pressure; CT, computed tomography; ICP, intracranial pressure;
RESCUEicp trial, Randorrtised Evaluation of Surgery with Craniectomy for Uncontrollable
Elevation of ICP; SBP, systolic blood pressure.
Dasar-Dasar Neuroanestesi 1 1 1 5
I I I . RESCUEicp
Hutchinson P.1, Kolias AG, Timofeev IS, Cortecn EA. Czosnyka M, Timothy Y,
el al. Trial of decompressive craniectomy for traumatic intracranial hypertension.
N Engl J Med 2016;375 (12): 1119-30
1 2 5 , Dasar-Dasar Neuroanestesi
5.6 Tumor Otak
Untuk memberikan anestesi pasien dengan tumor otak ada beberapa hal
yang harus diperhatikan. Suatu pemeriksaan ncurologis lengkap
dilakukan dengan perhatian khusus pada level kesadaran, ada atau tidak
adanya kenaikan tekanan intrakranial, adanya defisit neurologis dan
riwayat kejang. Evaluasi prabedah untuk operasi supratentorial sama
seperti tindakan anestesi lainnya dengan riwayat mcdis lengkap yang
menekankan terhadap fungsi jantung dan paru. Pada prosedur bedah
saraf, seperti halnya prosedur bedah lain, kebanyakan morbiditas dan
mortalitas anestesi perioperatif adalah akibat disfungsi paru atau jantung.
a) Anamnesa
Pasien bedah saraf membutuhkan pertanyaan khusus tentang penyakit
SSP. Gcjala kenaikan ICP harus ditanyakan (sakit kepala, mual, muntah.
penurunan kesadaran, gangguan penglihatan). Adanya kejang dan defisit
neurologis fokal akibat efek penekanan lokal dari tumor. Perdarahan
otak atau cerebrovascular accident sebelumnya dieatat sebagai residu
defisit neurologis. Telaahlah dengan hati-hati basil operasi intrakranial
atau prosedur diagnostik sebelumnya, dan pertimbangkan kemungkinan
pneumocephalus residu atau interaksi anestetik lain.
Telaahlah kembali obat-obatan yang lain dengan lebih
menekankan perhatian kita pada obat obatan yang mempunyai efek pada
periode preoperatif. Terapi obat-obatan pada pasien bedah saraf dapat
menyebabkan penurunan volume intravaskuler. Manitol dan diuretik lain
yang digunakan prabedah untuk mengurangi edema serebral, dapat
menimbulkan hipovolemia dan gangguan keseimbangan elektrolit yang
bisa menyebabkan terjadinya hipotensi berat dan aritmia pada saat
induksi anestesi. Kortikosteroid, yang juga digunakan untuk menurunkan
edema serebral, akan mcningkatkan kadar glukosa darah dengan
stimulasi dukoneogenesis dan" menyebabkan penekanan adrenal secara
langsung yang dapat menyebabkan terjadinya hipotensi dan msufisiensi
kardiovaskuler dengan adanya stres bedah. Obat anti hipertensi dapat
merubah volume intravaskuler. Trisiklik intidcprcsan dan levodopa telah
nyata dapat memicu terjadinya hipertensi intraoperatif dan disritmia
jantung. Benzodiazepin,
b) Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik prabedah ditujukan pada jalan nafas, paru, sistim
kardiovaskuler dan SSP. Pada pasien-pasicn dengan penyakit sertaan,
pemeriksaan ditujukan terhadap kcmungkinan adanya hipovolemia.
Pasien-pasicn bedah saraf sering somnolen dan asupan oral yang tidak
adekwat yang dapat menyebabkan kcadaan hipovolemi. Juga bisa terjadi
peningkatan diuresis akibat diabetes insipidus, atau pemberian diurctik.
Hipovolemi ringan atau sedang umumnya dapat ditolerir dengan baik,
tetapi hipovolemi yang nyata harus dikoreksi sebelum indtiksi anestesi.
Pemeriksaan neurologis harus dilakukan, tingkat kesadaran dan
setiap defisit sensoris/motoris harus dicatat. Pemeriksaan neurologis
harus diulang di kamar operasi sesaat sebelum dilakukan induksi.
Pemeriksaan tanda-tanda kenaikan ICP, seperti adanya sakit kepala,
mual, muntah, midriasis unilateral, pupil edema, palsi occulomotor atau
abduscen. Bila ICP meningkat lebih jauh, kesadaran pasicn memburuk
dan diikuti dengan disfungsi respirasi dan jantung. Adanya pemafasan
Cheyne Stokes atau bradikardi disertai hipertensi merupakan tanda
penekanan batang otak.
Tujuan dari pcnilaian neurologis adalah untiik mengerti tentang
tipe dan beratnya proses intrakranial. Hal ini penting sebab pengelolaan
anestesi akan tergantung pada volume intrakranial. Untuk mendapatkan
pcnilaian yang tepat pertanyaan pertanyaan dibawah ini harus ditanyakan
pada pasien dengan tumor supratentorial yang akan dilkakan
pembedahan.
1. Bagaimana kondisi pasien saat ini? Gejala kenaikan tekanan
intrakranial termasuk sakit kepala, mual, muntah, penglihatan
blurred, dan somnolen. Gejala penekanan lokal dari tumor
misalnya adanya kejang, dan defisit neurologis fokal.
2. Dimana lokasi tumor?
3. Apa diagnosa tumomya?
4. Apa terapi yang telah diberikan?
5. Apakah pasien pemah dilakukan kraniotomi scbelumnya?
1 1 8 , Dasar-Dasar Neuroancstesi
Masalah anestcsi pada opcrasi tumor infratentorial (fossa posterior) adalah
adanya:
1) Emboli udara vena
2) Stimulasi batang otak, kemungkinan kerusakan pusat vital dan saraf
kranial,
3) Bahaya yang dihubungkan dengan posisi pasien.
4) Teknik monitoring intraoperatif.
Tabel 32.Komplikasi yang dihubungkan dengan posisi pasien pada operasi fossa posterior
Dasar-Dasar Neuroanestesi 1 1 1 9
Oleh karena itu. untuk pcngelolaan anestesi operasi fossa posterior,
ada 6 pertanyaan yang harus disiapkan jawabannya sebagai pcrsiapan
anestesi operasi fossa posterior. Pertanyaan- pertanyaan tersebut adalah:
1. Apakah pada saat prabedah pasien menunjukkan adanya disfungsi
saraf kranial atau batang otak?
2. Apakah ada peningkatan tekanan intrakranial?
3. Bagaimana posisi pasien selama operasi?
4. Adakah resiko venous air embolism (VAE) yang signifikan?
Adakah resiko terjadinya paradoxal air embolism (PAE)?
5. Adakah kemungkinan kehilangan darah yang banyak?
6. Akankan pembedahan memerlukan monitoring susunan sarap
pusat (SSP) intraoperatif?
c) Pemeriksaan Laboratorium
Pemcriksaan laboratorium aitin, termasuk jumlah sel darah, kimia serum
dan koagulasi hams dilakukan. Hipervcntilasi dan diuresis akan
menurunkan kadar K serum, jadi pemberian K harus dipertimbangkan.
Bila kadar glukosa scaim >200 mg% diperlukan tcrapi insulin untuk
menurunkan kadar glukosa ke nilai normal yang berguna untuk proteksi
otak dan tekanan osmotik. Osmolaritas serum harus diukur pada pasien
dalam terapi 1CP. Pemeriksaan radiologis prabedah untuk informasi
tentang ukuran tumor atau perdarahan serta lokasinya, edema serebral, dan
midline shift. Mid-line shift 0,5 cm pada magnetic resonance imaging
(MR1) atau CT-scan atau gangguan dari jaringan otak pada sisterna
basalis menunjukkan adanya kenaikan ICP.
d) Pengelolaan Obat
Sekali diagnosa dibuat dan direncanakan untuk tindakan pembedahan,
tujuan prinsip pemberian obat adalah untuk mengendalikan ICP dan
terapi epilepsi. Steroid efektif untuk mcngurangi edema peritumor dan
meningkatkan komplians otak pada pasien tumor ganas dan meningioma.
Dosis umurn deksametason adalah 4 mg 3x sehari bersama-sama dengan
hidrogen reseptor antagonis. Epilepsi diterapi dengan phenitoin 100 mg
120 | Dasar-Dasar Ncuroanestesi
3x sehari. Rentang normal terapeutik adalah 40-100 umol/1.
Prcmedikasi
Sedasi prabedah merupakan kontraindikasi pada pasien dengan
penurunan kesadaran, jadi pasien lethargi tidak memerlukan
prcmedikasi. Bila premedikasi diperlukan, misalnya pasien yang sadar
dan cemas dapat diberikan ansiolitik seperti benzodiazepin (diazepam,
lorazepam atau midazolam). Diazepam 5-10 mg atari lorazepam 1-2 mg
atari midazolam 5 mg dapat diberikan 1-2 jam prabedah peroral.
Diazepam dan lorazepam mempunyai paruh waktu yang cukup panjang
dan bisa memperlambat bangun pascabedah, karena itu mungkin lebih
baik dengan midazolam jang diberikan intravena, intramuskuler atari
oral.
Bila ada kcraguan tentang level kesadaran pasien, pasien dapat
diberikan sedasi atari analgesi di kamar bedah dibawah pengawasan
spesialis anestesi dan diberikan setelah terpasang jalur vena. Narkotik
harus dihindari karena meningkatkan resiko muntah dan hipoventilasi,
yang keduanya dapat meningkatkan ICP. Akan tetapi, bila akan
memasang alat panlau invasif pada saat prainduksi (CVP, jalur arteri)
dosis kecil narkotik dapat dipertimbangkan untuk menghindari rasa tidak
nyaman ketika menusukkan jamm untuk memasang alat pantau invasif
tersebut.
Teknik Anestesi
Jalan nai'as dibebaskan tanpa menyebabkan atau memperburuk SCI. Pada saat
induksi anestesi harus diingat bahwa fungsi simpatetik pasien SCI sulit
dipcrkirakan, induksi dapat dilakukan dengan ketamine 1-2 mg/kg intravena (tapi
tidak dianjurkan bila ada cedcra kepala dengan peningkatan tekanan intrakranial),
etomidate 0,3 mg/kg, propofol 2 mg/kg, tiopentonc 5 mg/kg.Tekanan perfusi
medula spinalis harus dipcrtahankan paling kecil pada 60 mmHg (idealnya 80-90
mmHg). Pasien diposisikan pada posisi prone. Pada umumnya teknik anestesi untuk
pasien dengan gangguan sercbral dan medula spinalis adalah dengan teknik
ABC’DE neuroanesthesia (tentang ABC'DE neuroanestesi bisa dibaca dengan
lengkap pada buku Anestesi untuk Tumor Otak: Supratentorial-Infratentorial).
Secara singkat ABCDE neuroanestesi adalah teknik neuroanesthesia yang
tindakannya sama dengan teknik mclakukan proteksi dan rcsusitasi medula spinalis.
■ A= Airway, Clear airway
■ B= Breathing (Control ventilation) untuk mcncapai normokapnia atau
sedikit hipokapnia
■ C= Circulation (hindari peningkatan atau penurunan tekanan darah, hindari
peningkatan tekanan vena sercbral.
pengelolaan cairan dcngan target normotcnsi, normovolemia, iso-osmoler,
dan normoglikemia.
■ D= Drugs (berikan obat yang mempunyai efck protcksi mcdula spinalis)
■ E= Environment (pcngendalian
temperatur, mild
hipotermia ringan, cegah hipcrterma)
Pengelolaan cairan
Pemberian cairan berdasarkan pada perkiraan defisit cairan prabedah, kehilangan
cairan dan darah intraoperatif, dan pngctahuan tcntang efek level SCI pada fungsi
jantung dan paru.
Apakah menggunakan kristaloid atau koloid kurang penting daripada
Pengaturan temperatur
Pasicn SCI patients mengalami gangguan termoregulasi dibawah level yang cedera.
Hipotermia mempunyai efek proteksi medula spinalis, tapi dapat meningkatkan
kejadian aritmia dan pemanjangan efek anestesi. Lambat bangun dari anestesi
mcrupakan masalah tersendiri karena mengganggu pemeriksaan neurologik yang
cepat. Hipertennia mengeksaserbasi cedera neurologik.
e) Simpulan
1. Pengertian tentang anatomi, biomckanik spine dan patofisiologi SCI
diperlukan untuk merancang pengelolaan emergensi dan anestesi untuk
pasien dengan SI.
2. Penanganan perioperatif pada fase akut cedcra untuk menghindari cedcra
sekunder mcrupakan hal yang sangat penting.
3. Sasaran utama adalah mencegah terjadinya SCI sekunder, dan memberikan
proteksi medula spinalis.
A
ABODE Neuroaneslesi 36.106,127 Adenosine Tri
Phosphate (ATP) 5.56,62,123 ADH 68,94
Airway 36,37,43,119.126,127 Alfentanil 32,34 Aliran
darah otak/CBF 3,17 AMPA 58,102
Anestetika inhalasi/volati 1 23,60 Anestetika Intravena 13
ARDS 93,105.110 ASIA 124 Atracurium 32,33
Autorcgulasi 5 AVDO: 41,96,97,98,114 AVM 42,74
B
Barbilurat 12,13,15,16.58,59,60,61.64,65,92.93,94,100.118
Barbiturat Coma 61,101
Benzodiazepin 19,21
Blood Brain Barriere 64
Bradikardi 11,33,39,69.118
Brain Trauma Foundation (BTF) guideline 109,111
Breathing 37
c
Cedera Kepala Berat 11,18,24,34,38,43,56,92,93,96,97,98,100,105,108,109
Cedera Otak Traumatika 104,106 Cedera Primer 92,105
Cedera Sekunder 1,75,92,93,105,106.121,129 Central Venous Pressure
(CVP) 1,21,23,42,46 CF.02 97,98
Cerebral Blood Flow (CBF) 3,17,24 Cerebral Blood Flow (CBF), focal 41
Cerebral Blood Flow (CBF), global 41 Cerebral Perfusion Pressure (CPP)
2,3,41,114 Cerebral Vaso Paralysis 9 Cerebro Spinal Fluid (CSF)
30,31,32,34,39,46
Cerebral Metabolic Rate for Oxygen (CMRCE) 12,14,15,16.17,18.19,20,22,
23.24.25,30.31.34.44,56,59,63,64 '
Chemical brain retractor 47 Circulation 36,37,127
Cr-scan 1,38,39,60,98,103,104,107,108,110,120 Cushing Trias I I
D
Deep vein thrombosis (DVT) 87.110,113.125.126 Decompressive craniectomy
99,111.113,116 Dcsfluran 24.25,29.30.3 I Dexmedetomidine 35,53,68.69,75,83,84
Diuretik 47,59.85.94.95,99,117,118 Diazepam 20,21.49 Dl, diabetes Insipidus 118
DO: 4
Drugs 36.38.128
F
FAST-MAG; Field Administration of Stroke Treatment-Magnesium 58
Fast-tract 13,70.71.73,77,78
Fentanyl 31,32,34
First-tier 99.111
Fosfokreatin 5
Fossa posterior 42,50,74,119,120 Furosemid 30,45,46,47.48.100
G
GABA 61,65,101 GDT 85
Glasgow Coma Scale (GCS) 39 Glasgow Outcome Scale (GOS)
116 GRADE 79
I lalotan 23,24.25,27,29,30.31.38.44,63,64,65,66,68
l lematokril 2,8,45.52,73,75.90
I lemiasi otak 54,55,89.97,98.102.103,104
1 lipertensi 4,6.53,75,89,96,104.118
Iliperventilasi 97,98,101.113.1 15
Ilipotermia 44.46.47,89,95,96,98,1 I I
1 Iiperosmolar 56,74,75,99.102.123.128
Hipokapnia 109,112
Hipoksemia 18.51,72,73
Hipertcrmia 102.128
Hipotensi 89.119.123
I
ICH 42 Induksi 42
Intracranial Pressure (ICP), tekanan intrakranial 1,41,83,114,115
Iskemi 1,2,3,6.24.54.119,122
J
Jugular Bulb Oxygen saturation 1,131,132
K
Karbohidrat 78,81 Ketamin 18,19 Kortikosteroid 49,117
L
Lidokain 30,32.70.75 LMA 7 1
Lorazepam 21.23
Luxury' perfussion 9
Lund’s Therapy 92.93.94.95.96
M
Magnesium 58 Mannitol 45.47,98.100 MAS
79,86
Magnetic Resonance Imaging MRI 1.34,60,120
Mean Arterial Pressure (MAP) 23,41 Minimal
Alveolar Concentration 24,25,26 Midazolam 21.22
Monitoring 41,42 MVD 88
N
Narkotik analgetik 33.42
Na Cl hipertonik 48.90
Near Infrared Spectroscopy N1RS 41
Ncuro ICU 52,61
NERVS 88
Neurogenic Pulmonary Edema (NPE) 11
NICOM 85
Nimodipin 57
NMDA 58.61,64.126
Nutrisi 80,111.113
N:0 30,61
NSAID 50.84
Normokapni 89,95
P
PACU; Post Anesthesia Care Unit 70,71.75 PaCO:
6.7
PADSS; Postanesthesia Discharge Scoring System
71 PAE: paradoxal air embolism 119,120 PaO : 7
Pemeriksaan prabedah 38 Pemeliharaan anestesi 44
Pancuronium 33
Parasimpatis 2,8 Pascabedah 52 Pelumpuh otot 32 Pentotal 16,30,59 Penumbra 5,65
Penlucida 5 Phenytoin 49,52.113
PONV; Post Operative Nausea and Vomiting 52,71,83,86
Post Traumatic Seizure 111,113
Positive and Expiratory Pressure (PEEP) 38
Premedikasi 40.121
Propofol 13,14
Propofol Infuse Syndrome PRIS 13,14 Proteksi Otak 2,55
R
Resting Energy Expenditure 87, 108
RESC’UEicp; Randomised Evaluation of Surgery with Craniectomy for
Uncontrollable Elevation of ICP 109.116
Robin Hood phenomenon 59
Rosner konsep 92
Rocuronium 32.33.43
S
SaO: 108
SAFE 70,71,72,73,78
SCBF; Spinal Cord Blood Flow 123
SCI; Spinal Cord Injury 121
Second-tier 96,99,101
Seizure 16.18,19,32,49,52.64.1 11,113
Sevofluran 23,27.28,66,67,72
Simpatis 8
SJO: 1,97.98
Slack brain 45
Steal phenomena 9,65
Steroid 111
SpOz75,109
Susunan Saraf Pusat (SSPj 14,16,18.20,22,25.32,41.117.118.120 Succinylcholin
32,33
Sub Arachnoid Flemorrhage (SAII) 4.56,57 Sufentanil 32,34
V
Vasospasme 57,91,123
Vasokonstriksi serebral 14,101,102
VAE; venous air embolism 120
Vecuronium 33, 43
Ventilasi 36,37,95
VTE; venous thromboembolism 82