Anda di halaman 1dari 43

ANESTESI

----------------------------------------------------------------

BAB 1 | SPGDT
Sistem Penanggulangan Gawat Darurat Terpadu

Skala Musibah

Kegawatan Sehari-hari

Musibah Massal
 Misal: keracunan makanan
 Korbannya hanya orang tanpa ada kerusakan dari infrastruktur

Bencana (Disaster)
 Misal: gempa bumi
 Korban banyak dan ada kerusakan infrastruktur; sehingga jumlahnya
melebihi kapasitas tenaga kesehatan

Kecelakaan alami

Kecelakaan man-made

Kecelakaan kompleks
Tidak tahu mana yang awal. Disamping penanganan fisik tapi juga ada psikologis.

Pengelolaan Evakuasi
Sebagai dokter tidak perlu turun ke lapangan, karena dokter harusnya berposisi sebagai
leader

Pembagian Zona

Daerah bahaya (merah)


 Daerah di sekitar tempat kejadian
 Yang bertugas disitu adalah orang awam khusus yang sudah dibekali
pertolongan pertama (misal: pramuka, PMR, perawat, sopir ambulans)
 Yang dikerjakan: hanya untuk mengevakuasi pasien ke tempat lebih
aman; jika ada fraktur difiksasi, jika ada hemoragik dihentikan saja
pendarahannya.

Memindahkan pasien
 Bersamaan dalam satu garis lurus, tidak boleh melengkung

--------------------------------
Andrian Triwibawanto
ANESTESI
----------------------------------------------------------------
 Hindari cidera tulang belakang  spinal shock syndrome (bradikardi,
hipotensi, cardiac arrest)
 Pake spine board atau brancard yang alasnya datar
 Tidak boleh pake bantal  karena kalo orangnya ga sadar, pangkal lidah
jatuh ke hipofaring
 Leher difiksasi kiri kanan, atau pake sabuk
 Tubuh difiksasi
 Prinsipnya harus DATAR

Fiksasi jalan nafas


 Orofaring lebih disukai karena tidak menimbulkan bleeding pleksus
hasselbach

Daerah triase (kuning)


 Untuk memilih dan memilah pasien sesuai prognosis untuk di rujuk
 Lokasi: puskesmas yang jauh dari TKP; tenda darurat; pos lapangan

Identifikasi Pasien (Triage / Sorting)


 Hijau : Pendarahan kecil, lecet-lecet  ke RS kecil
 Kuning / oranye : Ke RS kabupaten (misal tipe C)
 Merah : trauma capitis, toraks  ke RS besar

Trik korban sedikit


 Yang paling berat ditangani dulu
 Yang ringan ditolong belakangan

Trik korban banyak = fasilitas banyak hancur


 Yang ringan yang diprioritaskan, yang berat belakangan

Terapi cepat

Rujuk cepat

Daerah aman (hijau)


 Daerah rujukan, misal: Rumah sakit berbagai tipe

Sistem Penanggulangan Gawat Darurat Terpadu

Monitoring sambil jalan


 Gunakan alat indera sebaik mungkin, bukan bergantung pada alat bantu
--------------------------------
Andrian Triwibawanto
ANESTESI
----------------------------------------------------------------
 Yang terpenting irama nadi: arteri radialis, arteri carotis, arteri femoralis
 Mendeteksi shock: tangan korban pucat, capillary refill test,

Ambulans yang ideal


 Atap tinggi, pertolongan berdiri
 Dilengkapi peralatan resusitasi + obat-obatan
 Oksigen, ambu bag, ventilator, EKG, DC shock
 Kecepatan tidak boleh > 60 kmph, jangan belok mendadak, jangan rem
mendadak, jangan ambil jalan menurun atau mendaki, jalan berlubang 
cari jalan alternatif
 Kalo ada hipovolemik shock  kaki lebih tinggi daripada kepala, maka
darah akan ke otak
 Kalo ada capitis trauma  kepala lebih tinggi, supaya tekanan intrakraial
tidak meningkat

Intisari
 Minimalisasi gerakan pasien
 Ekstremitas dijaga lurus
 Tenaga petugas seefisien mungkin
 Pengantar sesedikit mungkin
 Mengangkat pasien dengan punggung lurus (hindari risiko HNP)
 Pakailah HT, bukan handphone yang bergantung pada sinyal

Area penerimaan
 Oksigen
 IV line
 Ambu bag no. 24 untuk bayi
 Ambu bag paling besar  untuk dewasa  untuk hypovolemic shock
 Cek keadaan lain
 Triase UGD

Triase UGD

Hijau
Luka ringan

Kuning
Fraktur, internal bleeding,

--------------------------------
Andrian Triwibawanto
ANESTESI
----------------------------------------------------------------
Merah
Resusitasi melibatkan jantung otak

Survey Primer
A-B-C-D-E (tidak sama dengan RJP yang C-A-B) dalam 2 menit

Airway
 Jaw thrust
 Naso / oro-faring
 Intubasi trachea
 Obstruksi potensial (misal pendarahan hidung, lender banyak)  suction
 Muntah  posisikan miring  log roll (recovery position)

Breathing
 Beri oksigen paling sedikit 60%
 Identifikasi tanda distress nafas
- RR > 30 kpm
- Napas tersengal-sengal
- Ada gerak cuping hidung (flaring nostril)
- Cekungan sela iga
 Jika ada distress  beri nafas bantuan atau buatan
- Napas buatan : hanya membantu napas, dengan oksigen > 60%, jika
pasien masih bisa napas sendiri
- Napas bantuan : untuk yang tidak bisa napas sendiri, beri
tekanan positif
 Dekompresi pneumothorax (tension) di midclavicular line ICS 2

Circulation
 Pasang infus  mengatasi shock dan mengalirkan obat
 Pemeriksaan shock
- Perfusi
 Capillary > 2 detik, pucat  jelek
- Nadi
 > 100 kpm
- Tekanan darah

--------------------------------
Andrian Triwibawanto
ANESTESI
----------------------------------------------------------------
Perkiraan tekanan darah
 A. radialis teraba : > 80
 A. femoralis teraba : > 70
 A. carotis teraba : > 60

Evaluasi kesadaran
 AVPU (alert, verbal, pain, unresponsive)

BAB 2 | UPPER AIRWAY

Fungsi
 (tambahan) melembabkan, diperankan oleh hidung

Anatomi hidung
 Vibrissae (bulu-bulu hidung)
 1/3 atas adalah squamous
 2/3 bawah adalah silia  untuk mengeluarkan sekret/mukus
 Konka : superior, medius, inferior  untuk menghindari turbulensi
(udara yang masuk laminer  iritasi minimal)
 Di konka banyak capillary network  pleksus kiesselbach
 Sinus maxilaris  terbesar dan tersering kena infeksi
 Septum deviasi  bukan patologis, tapi anomali

Fisiologi Hidung
 Endotracheal tube  fungsi melembapkan dari hidung dibypass
 Sekresi mukosa juga diproduksi di sinus paranasal, karena ada sel goblet

Anatomi Oral Cavity


 Tonsila palatina  ada di kiri kanan
 Kalo dinding belakang faring tidak terlihat  sulit diintubasi

Faring

Nasofaring
 Batas bawahnya palatum mole
 Ada tuba eustachius  infeksi bisa menyebar ke cavum timpani

--------------------------------
Andrian Triwibawanto
ANESTESI
----------------------------------------------------------------
Orofaring
 Batas bawah epiglotis

Laringofaring
 Batas bawah kartilago crycoid

Obstruksi
 Segala sumbatan di atas kartilago crycoid

Manifestasi Klinis

Stridor
 Spasme laring sehingga suaranya keras
 Terjadi saat inspirasi, karena turbulensi udara

Snoring  tidak masuk ke manifestasi


 Ngorok, karena pangkal lidah ada di orofaring

Hoarseness
 Karena ada edema laring
 Misal pada luka bakar, tumor,

Respiratory Distress
 Retraksi suprasternal
 Pada difteri anak  saat menghirup udara, ada cekungan subxyphoid

Batuk
 Bisa karena paru-paru
 Bisa karena laring

Hipoksemia
 Misal: epiglotidis, croup
 Gelisah, cemas, takikardi, pucat, sianosis
 Treatment  trakheostomy

Etiologi

Infeksi
 Croup
 Bacterial trachetis
 Acute epiglotitis (seperti buah cherry)

--------------------------------
Andrian Triwibawanto
ANESTESI
----------------------------------------------------------------
 Difteri
 Retrofaringeal abses (nyeri, sesak)

Noninfeksi
 Benda asing
 Spasmodic laryngitis (tandanya stridor)
 Trauma dan luka bakar, kaustik (edema akan memuncak 24—48 jam) 
terapi intubasi

Lain-lain
 Lidah
 Gigi
 Makanan
 Muntahan
 Blood
 Sekret

Management

Jangan!!!
 Buka mulut / inspeksi orofaring
 IV
 Radiologi
 Blood gas

Lakukan!!!
 Beri Oksigen volume tinggi 10 – 14 liter/menit
 Bawa ke ICU
 Tracheostomy (untuk menyelamatkan airway)

Indikasi untuk memperhatikan airway


 Edema cerebri semakin hebat kalo misal ada cerebral injury; karena O2
menurun, sementara CO2 meningkat  CO2 adalah vasodilator  aliran
ke otak tinggi  edema cerebri
 Penurunan kesadaran

Teknik mengamankan airway


 Suction  bila ada sekret

--------------------------------
Andrian Triwibawanto
ANESTESI
----------------------------------------------------------------
Membuka Airway
 Identifikasi berdasarkan suara
- Gargling
- Snoring
- Stridor
 Cek airway
 JANGAN FINGER SWEEPS
 Head tilt, chin lift  kecuali kalo trauma capitis, fraktur cervical
 Jaw trust  kalau ada kontraindikasi head tilt, chin lift
 Kalo head tilt, chin lift, jaw trust gagal  pakai alat nasofaringeal (GCS
tinggi), atau orofaringeal (GCS rendah)
 Ukuran orofaringeal  puncak bibir – angulus mandibula  harus diputar
kalo dewasa, jangan diputar kalo anak

Evaluasi Airway
 Intubasi  ETT  masuk ke trakhea  mencegah aspirasi
 Yang dipikirkan dari airway
- Kesulitan ventilasi
- Kesulitan intubasi  contoh: dagu yang masuk ke dalam

Bag mask ventilation  untuk memberi udara dan masuk keluar


 Kunci
- Airway paten
- Penutup wajah harus baik
- Ventilasi benar (jangan terlalu besar, dan terlalu kecil); 6-8 cc/kgBB;
10-12 kali per menit

Intubasi
 Harus disiapkan airway, dan ventilasinya, soalnya bakal dianastesi,
takutnya bikin hipoksia

Persiapan
 Airway assesment
 Obat yang dibutuhkan
 Canangkan plan A, plan B

Versi lain

 STOPMAID

--------------------------------
Andrian Triwibawanto
ANESTESI
----------------------------------------------------------------
Preoksigenasi

 Preoksigenasi  ventilasi minimal 5 menit (cukup mengusir gas-gas


nitrogen tidak perlu di paru)
 Jika kondisi pasien preoksigenasinya sudah baik  tidak perlu dibagging
 Berikan saturasi oksigen 95% keatas

Positioning
 Diganjal pakai bantal
 Sniffing position lebih gampang lagi, tapi tidak boleh pada trauma serebri
atau servikal

Plan
 Pakai algoritma

Anestesi
 Midazolam (recommended by dosen)  time effect > 5 menit;
hipotensinya paling ringan
 Etomidate  hipotensi nol; kalo misal buat orang yang syok
 Propofol
 Ketamine
 Thiopental

Blokade neuromuskuler
 Agar pasien tidak kaku ototnya
 Pakai Cisatracurium, Vecuronium

Laringoskop
 Orang dewasa lebih sering pakai yang Machintos  ujungnya di vallecula
 Kalo pakai Miller  ujungnya menekan epiglotis
 Begitu masuk  JANGAN diungkit  tapi DIDORONG ke arah inferior /
caudal
 Grade I – II masih bisa; 3 – 4 tidak bisa

Cricoid pressure
 Untuk menghindari regurgitasi isi lambung, karena di bagian posterior dari
trakhea adalah esofagus yang langsung masuk ke lambung; untuk
meminimalkan aspirasi
 Selain itu untuk memperjelas plica

--------------------------------
Andrian Triwibawanto
ANESTESI
----------------------------------------------------------------
ETT
 Masuknya harus lewat glottis, jangan ke esofagus

Needle cricoid
 Apabila grade III dan IV yang tidak bisa diintubasi
 Ditusuk di membran cricothyroid
 Hanya boleh untuk pasien dewasa, anak-anak tidak boleh
 Prosedur
- Fiksasi laring
- Tusuk pakai jarum spuit diisi cairan ke arah 450 posteroinferior tapi
jangan terlalu dalam  kalo sudah ada udara yang keluar membentuk
gelembung  sudah
- Badan dilepas tinggal jarum  dimasukkan kateter kecil  jarumnya
dilepas  lubang diperlebar sekitar 4 mm  memasukkan alat
mencaplok wire kateter  kateter dilepas, tinggal selongsong

Foreign Body

Efek
 Kematian apabila total

Emergensi
 Heimlich manouver
 Back blow  bisa pada anak atau dewasa
 Chest thrust  untuk ibu hamil dan untuk bayi

--------------------------------
Andrian Triwibawanto
ANESTESI
----------------------------------------------------------------
BAB 3 | Tatalaksana Kegawatan Sirkulasi

Dr. Isngadi – 29 September

Pemberian cairan dalam jumlah besar, waktunya singkat

Kalo terlalu besar  edema paru  kasih ventilator

Syok
Keadaan umum lemah, kulit dingin, basah, pucat, hipotensi, penurunan kesadaran,

Etiologi
gangguan perfusi dan penyampaian oksigen ke jaringan; kemampuan jantung memompa
turun

Fisiologi cairan tubuh


 60% terdiri dari air, intersisiel 15%; intrasel di 5%
 Normal venous return = cardiac output : 5 liter/menit
 Awal dari syok adalah cardiac output 50%
 Batas Cardiac arrest adalah cardiac output 20%  segera diatasi dalam
waktu < 5 menit

Jenis syok

Hipovolemik
 Kehilangan voume cairan (darah)
 Contoh : pendarahan, diare profus, peritonitis (cairan keluar ke rongga
perut)

Patofisiologi
 Vaso dan jantung dipengaruhi oleh sistem saraf autonom dan RAAS.
 Yang dominan pembuluh darah untuk vasokonstriksi simpatis melalui
reseptor alfa-1
 Beta-1  frekuensi dan denyut jantung dipercepat (inotropik, kronotropik)
 Pada saat hipovolemik  volume turun  aktivasi baroreseptor di glomus
caroticus  sistem saraf otonom simpatis akan aktif  norepinefrin 
alfa-1  vasokonstriksi  aliran darah ke perifer turun: AKRAL DINGIN
dan PUCAT (didukung karena cairan banyak yang keluar), CAPILARY
REFILL > 2 detik

--------------------------------
Andrian Triwibawanto
ANESTESI
----------------------------------------------------------------
 Kelenjar keringat tereksitasi oleh norepinefrin: BASAH
 Beta-1 teraktivasi  jantung jadi TAKIKARDI
 Dekompensasi: cairan kurang tidak mampu untuk menaikkan tekanan
darah: HIPOTENSI (derajat 1 belum terlalu berubah, 2 – 3 berubah)
 Aliran darah ginjal turun  sistem RAAS  cairan dikembalikan ke
sirkulasi  urin keruh dan produksi urin menurun (< 0,5 cc/kgBB/jam)

Penanganan syok hipovolemik


 Hentikan pendarahan (bebat tekan)
 Shock position : agar darah yang kembali ke jantung banyak
 Infus / transfusi 2 line
 Ambil sampel darah : donor darah dan periksa Hb
 Infus cairan 1000
o NaCl untuk cedera kepala
o No Dextrose

Pemeriksaan
 Pemeriksaan akral
 Raba denyut nadi  untuk tahu secara kasar tekanan darah
- Nadi radialis : sistolik >= 80
- Nadi brachialis : sistolik >= 70
- Nadi carotis : sistolik >= 60

Kardiogenik
 Venous return awalnya normal  akibat gagalnya kerja jantung  cardiac
output turun  venous return turun
 Contoh : dekompensasio cordis, infark miokard luas
 Terapi : inotropik (memacu kekuatan kontraksi); digitalis paling bagus
karena malah menurunkan takikardi + diuretic lag effect (untuk dekom),
tapi terapeutic window sangat sempit; dopamin/dobutamin

Obstruktif
 Gangguan aliran darah masuk dan keluar jantung
 Contoh : pericardial tamponade, pneumothorax
 Pada tension pneumothorax  mediastinum akan bergeser ke arah yang
sehat, gerakan nafas tertinggal yang sakit, suara napas hilang, hipersonor
 JANGAN DIRADIOLOGI  lakukan needle thoracocentesis (jarum paling

--------------------------------
Andrian Triwibawanto
ANESTESI
----------------------------------------------------------------
besar dan ideal 14 G warnanya oranye, alternatif 16 G, ICS 2 MCL di atas
costae 3)
- Setelah dithoracocentesis  pasang thorax drain (dalam 10 menit,
tapi dirujuk); jarak selang di dada botol air: minimal 50 cm
 Tamponade perikardial  karena ada trauma toraks, suara jantung
MENJAUH  lakukan pericardiocentesis,

Distributif
 Distribusi darah ke perifer; sering overlap dengan obstruktif
 patofis : vasodilatasi  darah banyak tersimpan di pembuluh darah 
venous return turun
 Contoh : anafiklaksis, cedera spinal, sepsis, anestesi subarachnoid
block,
 Terapi : vasopressor (norepinefrin), isi kembali volume yang hilang
(infus)

Neurogenik
 Hipotensi, vasodilatasi, bradikardi
 Terapi : beri infus + vasopresor agar vasokonstriksi / sulfas-atropin
(antagonis muscarinik  blokade simpatis, agar takikardi)

Gangguan perfusi
 Kehilangan darah 15 – 20%  oliguria
 Koroner akan mengubah ST elevasi
 Gangguan kesadaran kalo > 30%
 Sucralfat  untuk melindungi luka lambung akibat vasokonstriksi
kompensasi blood flow otak pada syok hipovolemik

Hipoksia
 HIpoksik-hipoksia : gangguan ventilasi dan difusi (COPD, asma, dll)
 Hipoksia stagnan : gangguan perfusi / sirkulasi (pendarahan)
 Hipoksia anemik : anemia (pendarahan, anemia asli)
 Hipoksia histotoksik : keracunan HCN

Kehilangan volume darah


 Volume darah Laki-laki : 75 ml/kgBB  bisa diperkirakan darah yang
hilang
 Hitung % darah yang hilang berdasarkan derajat / kelas
 Hitung volume berdasarkan berat badan dan jenis kelamin
--------------------------------
Andrian Triwibawanto
ANESTESI
----------------------------------------------------------------
 Prinsip resusitasi
- Kristaloid : 2 – 4 kali darah yang hilang; 10 – 30 menit
- Koloid : sama dengan darah yang hilang
- Darah  hanya untuk yang kehilangan > 40%; dan jika belum ada,
terus berikan 2 cairan resusitasi di atas
- Kalo cairan berlebih dan edema paru  furosemid + konsul
 Setelah dilakukan resusitasi cairan  membantu hemodilusi tubuh  Hb
otomatis turun
 Hb turun  cardiac output bisa mengompensasi dinaikkan 3 – 5 kali
normal  untuk hemodilusi juga ada RAAS

--------------------------------
Andrian Triwibawanto
ANESTESI
----------------------------------------------------------------
Bab 4 | Transportasi dan Mobilisasi Pasien Gawat Darurat

Dr. Buyung | 13 Oktober 2015

Persiapan TransMob
 Kenali dulu area TKP
 Kenali tipe bencana (tsunami, gunung meletus, kebakaran pabrik industri,
huru-hara)
 Pengaturan area (zoning)  bagi menjadi 3 area  area grey adalah area
triase pertama (dokter umum di sini)  di area hijau melakukan
stabilisasi, resusitasi, baru dilakukan transmob.
 Penuhi syarat resusitasi
- Pendarahan dihentikan
- Luka ditutup
- Patah tulang difiksasi
- Tempat dan tujuan rujukan sudah jelas
- Kesiapan alat, bahan, model transportasi
- Personil (driver, perawat)
 Penuhi syarat stabilisasi
- A
 Jika ada jejas tulang clavicula ke atas  curiga trauma cervical,
sampai bisa dipastikan tidak
- B
 Flail chest, fractur costae, open / tension pneumothorax, distress
napas
- C
 Lihat tanda syok, cardiac arrest (tanda pasti: tidak terabanya nadi
carotis, bukan EKG lurus)
- Disability
 Bukan pakai GCU, tapi AVPU
 AVPU (awake, verbal response, painful response, unresponsive)
- Exposure
 Lepas semua pakaian pasien
 Lakukan survei primer dan sekunder
 Cari jejas yang tidak nampak
 Hati-hati hipotermia  langsung diselimuti kalo sudah selesai

--------------------------------
Andrian Triwibawanto
ANESTESI
----------------------------------------------------------------
Pemindahan Pasien

Teknik satu penolong


 Saling merangkul
 Tarikan bahu,
 Pakai selimut
 Tarikan kain  dari belakang leher ke depan dada, ke belakang ketiak, ke
atas

Kasus trauma servikal  harus sudah disediakan di ambulans


 Long spine board
 Scoop stretcher
 Cervical colar  lebih murah

Teknik dua penolong

Teknik banyak orang (log roll)

Jenis pemindahan

Emergensi
Kalo misal mengancam penolong dan pasien

Nonemergensi
Tidak membahayakan (di area hijau), dan korban sudah stabil

Koordinasi pemindahan pasien


 Lakukan segera
 Pemberitahuan ke RS rujukan diberikan sebelum ditransmob
 Rekam medis, dll. dikirimkan bersama pasien

Jenis Transportasi
 Pertimbangkan: situasi medis, jarak tempuh, waktu, prosedur medis,
ketersediaan staff dan sumber daya, ramalan cuaca, transportasi udara
(helikopter)  tapi ada perubahan fisiologis pasien (intrakranial, jantung)
akibat perubahan tekanan atm.
 Standarisasi ambulan
- Oksigen
- Ambubag
- Ventilator
 Jika ada jalanan yang menurun / menanjak  sesuaikan kepala

--------------------------------
Andrian Triwibawanto
ANESTESI
----------------------------------------------------------------
- Pasien syok, kepala harus dapat banyak darah
- Pasien trauma kepala, kepala tidak boleh dapat banyak darah

--------------------------------
Andrian Triwibawanto
ANESTESI
----------------------------------------------------------------
Bab 5 | Special Case Management (Multiple Trauma)

Trauma Kepala
 Komponen Otak : cranium (sebagai wadah); sel otak; pembuluh darah;
CSF.
 Berlaku Hukum Monroe-Kellie  karena tempatnya fix, kalo ada kenaikan
tekanan, maka akan ada pendesakan di struktur lain, pada usia > 1
tahun, karena kalo < 1 tahun, frontanela mayor masih terbuka.
 Komposisi cairan terhadap jaringan pada anak-anak lebih besar (> 80%).
Kalo dewasa (60 – 70%)  anak-anak lebih rentan terhadap shock; selain
itu kompensasi belum maksimal  resusitasinya diganti darah, bukan
kristaloidkoloid kaya di dewasa.
 Kalau tulang kepala sampai pecah  berarti trauma sangat hebat 
pikirkan ada kontusio serebri  edema  peningkatan TIK
 Edema cerebri  ventrikel tidak tampak lagi; gyrus otak tidak tampak lagi
 Klinis: GCS < 8, pupil anisokhor / asimetris, refleks cahaya lambat,
hemiplegia, gejala lain sesuai area mana yang kena.

Lokasi
 Kulit kepala : pendarahan (banyak arteri dan vena) 
melebihi pendarahan di tempat lain. Pendarahan di kepala lebih mudah
membuat shock dan cemas karena langsung ke wajah. Tapi
keuntungannya mempercepat regenerasi.
 Tulang kepala : fraktur (pecah, bukan patah) dan robekan vessel 
pendarahan, putusnya persarafan
 Otak : kontusio serebri (bengkak), pendarahan, edema, TIK
naik
 CSF : kebocoran (paling sering di daerah basis cranii
pada saat fraktur, karena tulangnya sangat tipis)
 Suplai aliran darah terganggu : iskemik

Menilai Kesadaran
 Pada trauma kepala, bukan pakai GCS, tapi AVPU
 Sel otak mampu bertahan tanpa oksigen 2 – 3 menit.
 Tujuan : mengetahui pasien koma atau tidak,

--------------------------------
Andrian Triwibawanto
ANESTESI
----------------------------------------------------------------
AVPU
 A : Awake
 V : Verbal (baru respon kalo ada perintah dan pertanyaan) > 8
 P : Pain (respon terhadap nyeri) = 8
 U : Unresponsif < 8

Pemeriksaan pupil
 Bukaan pupil normal 3 – 4 mm
- Miosis : Morfin, atropinisasi,
- Midriasis :
 Simetrisitas
 Refleks cahaya

GCS
 Untuk meramalkan prognosis
 Yang dinilai adalah pada sisi yang kuat (kanan atau kiri dipilih yang paling
kuat)
 Kalo tidak bisa diperiksa beri tanda X : misal mata bengkak, verbal
terhambat intubasi, motoriknya paraplegi (biasanya pada orang stroke)
 Skor
- <8 : severe  tindakan definitif airway dengan intubasi
- 9 – 12 : sedang
- 13 – 15 : ringan
 Syarat, tidak boleh ada:
- Efek sedatif
- Pelumpuh otot
- Narkotik
- Alkohol
- Hipotermi
- Hipoksia
- Hipotensi
 Hati-hati pada pasien bril hematom  salah satu tanda fr basis kranii
- Hati-hati ketika masukin orofaring  pasang seperti pada anak-anak
- Hindari masang nasogastrik  ganti orogastrik

Peningkatan TIK
 Penyebab
- trauma kepala  edema otak;
- batuk;

--------------------------------
Andrian Triwibawanto
ANESTESI
----------------------------------------------------------------
- peningkatan tekanan intratoraks dan intraabdominal
- obat anastesi (morfin, halothan, ketamin),
- hipoksia dan hiperkarbi  edema otak
- posisi trendelenberg  gravitasi
- muntah  kasih antiemesis pada orang trauma kepala

Penanganan Koma
 jaga jalan nafas
 cegah hipoksia dengan beri oksigen
 cari penyebab
 positioning
- stable neck
- log roll
- stable side
-

Stable neck
Fraktur atau dislokasi vertebrae akan merusak medspin

Klinis :
 tetraplegi (ekstremitas atas dan bawah, kalo cidera di servikal) 
kelumpuhan otot napas (nervus intercostalis, diafragmatica) masuk lewat
servikalis  pasien perlu ventilator; inkontinensia urin dan alvi
 paraplegia (ekstremitas bawah saja, kalo cidera di toraks dan lumbal) 
inkontinensia urin

Dilakukan ketika:
 memindahkan pasien, melakukan log roll, melakukan intubasi,

Log roll
 untuk tujuan eksplorasi
 dilakukan 4 orang
 tangan saling bersilangan, fiksasinya lebih baik,
 serentak  komando ada di kepala
 kiri atas, 900;

Stable side
 memperbaiki sirkulasi, airway, breathing

--------------------------------
Andrian Triwibawanto
ANESTESI
----------------------------------------------------------------
Posisi lain
 posisi leher miring  menjepit vena jugularis  TIK meningkat
 collar brace  kalo ukurannya kecil  pembendungan pemb darah (vena
jugularis, nervus brachialis, a. Carotis
 menurunkan TIK  antitrendelenburg (head up) minimal 15 – 300

Luka Bakar

Yang perlu diperhatikan


 Adanya kulit yang terbakar
 Hawa panas yang terhisap masuk ke paru-paru
 Ada asap uap beracun
 Trauma mekanik (kejatuhan benda)

Ukur
 Luas
- Pada resusitasi cairan dini, lebih penting diketahui luasnya, daripada
derajat.
- Rule of 9
 Derajat (kedalaman luka bakar) – dermis, subdermis, dll
- Superfisial (nyeri, eritema, tanpa bula, pasien teriak-teriak)
- Sedang (nyeri, cairan merembes, ada bula)
- Full thickness (tidak nyeri, kulit putih atau gelap,

Managemen
 ABCDE
 Syok karena kehilangan plasma
 Waspada cedera lain : ledakan, listrik
 Luka bakar mengganggu regulasi suhu (akibat struktur kulit berubah, dan
plasma menurun)
 Komplikasi : infeksi, sepsis,
 Kematian
- Kematian dini :
 obstruksi jalan napas karena trauma inhalasi,
 gagal nafas,
 syok karena kehilangan plasma
--------------------------------
Andrian Triwibawanto
ANESTESI
----------------------------------------------------------------
- kematian lambat
 gagal ginjal, kehilangan plasma berkelanjutan, tidak bisa
memasang infus
 sepsis
 multiple organ failure
-
 Penanganan awal
- Hentikan proses terbakar
 Beri air dingin, tapi bukan es
 Jangan beri lain-lain
- ABCDE
- Infus cukup, kalo perlu dua iv line  kalo tidak bisa pasang vena
sentral (subclavia, femoralis, jugularis access); atau intraosseus
dipasang tibia proksimal 5 – 10 cm pakai IV kateter yang paling besar,
ga boleh lama-lama soalnya osteomyelitis.
- Cairan untuk 24 jam pertama (sejak terjadinya luka bakar)
 RL / RA (ringtjter asetat) / NaCl
 2 – 4 ml x kgBB x % luas
 ½ volume diberikan 8 jam pertama, ½ volume sisanya 12 jam
 Misalnya pasien datang 10 jam setelah kebakaran  beri 6000 +
2 x 400 dalam 2 jam kedua
 Kalo misalnya terlambat  kejar, walaupun diberikan dalam waktu
singkat dan besar  walaupun berisiko edema paru, tidak perlu
takut, karena bisa dikoreksi dengan intubasi.
 Lima akses infus diperbolehkan (4 ekstremitas, + jugulare / vena
sentral)
 Urine output dipertahankan 0,5 – 1 cc / kgBB / jam
 Rehidrasi oral  untuk ringan dan sadar baik
 Kalo pasien hipovolemia (oliguria)  tambah cairan maintenance
40 – 50 mg/kg/24 jam Ringer Dextrose + Dextrose  nutrisi
glukosa
 Eb phase  katabolisme tinggi setelah luka bakar, dan post op 
terjadi pada hari pertama – kedua
- Cedera jalan napas (smoke inhalation)
 Smoke inhalation  alis, bulu hidung, rambut, wajah terbakar 
harus curiga ada kelainan airway sampai tidak ditemukan kelainan
 Jejas di atas clavicula  curiga cervical trauma
 Batuk, stridor, serak
 Bercak jelaga pada sputum

--------------------------------
Andrian Triwibawanto
ANESTESI
----------------------------------------------------------------
 Kalo ada ... melingkar  jeratan jalan napas  bebaskan jalan
napas dan beri napas buatan
- Setelah dicuci, pasien dibungkus kasa seperti mumi
- Escharotomy  merobek kulit untuk mencegah kompartemen
sindrom. Untuk luka bakar full thickness.

Fraktur
 Tujuan fiksasi : mengurangi rasa nyeri, mencegah pendarahan,
 Transportasi
- S

--------------------------------
Andrian Triwibawanto
ANESTESI
----------------------------------------------------------------
Bab 6 | Resusitasi Jantung Paru Otak (RJPO)

Dua hal penting yang dibutuhkan manusia adalah oksigen & glukosa. Fungsi RJPO adalah
mengembalikan suplai dari dua hal tersebut, utamanya di organ-organ vital. Kalo terlambat
dan sudah irreversibel  kecacatan.

 Kecacatan pada stroke bisa kembali kalau keadaan < 24 jam (TIA)
 Dengan latihan yang terus menerus dalam jangka waktu lama  sel-sel di sekitar
jaringan rusak
membentuk sinaps baru

RJPO = BLS + ATLS

Aspek pokok
 Kenali dini henti jantung (bernapas minimal, tidak bernapas sama sekali,
 Aktifkan sistem respon emergensi
 Lakukan CPR secara dini (kedalaman > 5 cm; kecepatan 100 bpm)
 Rapid defibrilation (sebagian besar kasus henti jantung adalah VT atau VF) sel
jantung semakin rusak kalo kebanyakan didefibril)
 ALS yang efektif (kecepatan pas, minimal interupsi, obat, cek rythm tiap 2 menit)
 Perawatan terintegrasi pasca henti jantung (monitor ketat, penurunan segera
diperbaiki)

Guideline
AHA

BLS
 Circulation
 Airway
 Breathing  look, listen, feel
 Kalo pada orang awam  tidak perlu cek nadi carotis
 Kalo 2 penolong  satunya kompresi dada, satunya ventilasi
 Nadi carotis  paling dekat dengan jantung. Dari tengah ke lateral. Tidak boleh lebih
dari 5 detik.
 Bantuan napas hidung ditutup
 30 : 2  kalo misalnya belum di-ETT
 100 bpm  kalo misalnya sudah terpasang ETT (napasnya tiap 6 detik, 10 kali per
menit)
 Posisi recovery position tidak boleh dilakukan kalau trauma servikal

--------------------------------
Andrian Triwibawanto
ANESTESI
----------------------------------------------------------------
 Penyebab cardiac arrest yang berulang  insiden berikutnya semakin buruk
- Hiperkalemia
 Cardiopenia  tiba-tiba jantung berhenti
- Hipotermia

AHA 2015
Hospitalized Cardiac arrest

 Ada kode biru


 Push fast : 100 – 120 bpm
 Push hard : 5 – 6 cm
 Nalokson  antidotenya opioid (morfin), menghilangkan depresi napas dan bisa
menyebabkan cardiac arrest

Bab 7 | Kode biru


 Obstruksi airway tersering adalah karena pangkal lidah
 Distress napas  saturasi oksigen < 90%
 Di RSSA pakai telp 1234
 DPJP (dokter penanggung jawab pasien)

7 titik area kode biru

Teknis
 Telepon 1234
 Sebutkan “code blue”
 Nama dan jabatan
 Pasien (nama, gender, usia)
 Lokasi
 Kondisi

Lain-lain
 Penggunaan vasopresin bersamaan epinefrin tidak dianjurkan
 Kalo pakai epinefrin pakai epinefrin saja, tidak ada dosis maksimal, berikan tiap 3 –
5 menit sekali

--------------------------------
Andrian Triwibawanto
ANESTESI
----------------------------------------------------------------

--------------------------------
Andrian Triwibawanto
ANESTESI
----------------------------------------------------------------
Skill RJPO

Airway
 Alat : mayo (orofaringeal tube) – tepi bibir ke tragus, atau pertengahan bibir
ke angulus mandibulae, nasofaringeal tube --  untuk mengganti triple manouver
 Nonalat : triple manouver  penurunan kesadaran < 8, sehingga pangkal lidah
jatuh ke belakang.
 Cedera servikal
- Diatas clavicula
- Penurunan kesadaran
- Nyeri akibat trauma,
- Tetraparese / paraparese
 Crowing (edema laring) pada luka bakar  kumis terbakar, air liur kehitaman, jelaga
 lakukan intubasi agresif (ETT)
 Stylet  untuk mengkakukan tabung ETT
 Obstruksi jalan napas
- Parsial / total
 Parsial : masih ada suaranya,
 Total
- Di atas / di bawah laring
- Padat
 Keras
 Lunak
- Bentuk
 Bulat  bahaya kalo pakai jepit, bisa pakai finger swab atau kasa
-

--------------------------------
Andrian Triwibawanto
ANESTESI
----------------------------------------------------------------
Bab 8 | Farmakologi Anestesi (Obat Emergensi)

Uterotonik

Oksitosin
 Sering dipakai
 Efeknya meningkatkan dan frekuensi kontraksi ritmis uterus sesuai dengan his
 Sangat cocok untuk:
- induksi persalinan,
- penghentian pendarahan post partum (untuk atonia uteri)
 penyimpanan tidak boleh pada suhu tinggi, tapi tidak boleh membeku (2 – 8 derajat)
 cara pemberian
- intramuskuler
 3 – 5 menit
- intravena  vasodilatasi  takikardi, hipotensi,
 onset langsung
 harus pelan, idealnya diberikan drip (sangat pelan)  sangat nyeri
 supaya tidak nyeri  anestesi
 ES
- Mual, muntah
- Aritmia
- Hipotensi
- Takikardi
- Spasme uterus  aliran darah ke plasenta turun  kondis janin jelek
-
 KI
- DKP (panggul sempit)

Methergine
 Bersifat tetani
 Tidak boleh diberikan pada induksi persalinan karena bisa bikin ruptur uteri
 Efek samping
- Hipertensi
- Nyeri dada
- Kejang
- Diare, nausea, vomitting
- hematuria
 KI
- Preeklamsi

--------------------------------
Andrian Triwibawanto
ANESTESI
----------------------------------------------------------------
- Hipertensi gestasional
- CVA

Magnesium sulfat (MgSO4)


 Mengurangi pelepasan Ach
 Mengurangi kepekaan reseptor terhadap Ach
 Menyebabkan depresi sistem saraf pusat  kejang akan menurun
 Menyebabkan vasodilatasi
 Aliran ke janin baik
 Indikasi
- Preeklamsia (vasokonstriksi global)
- Pencegahan dan pengendalian kejang pada Eklamsia
- Aritmia karena hipokalemia
- Torsade de pointes
- Epilepsi
- Hipomagnesia
- Nefritis
 ES
- Depresi napas
- Hipotensi
- Blok jantung
- Paralisis pernapasan
- Kelumpuhan karena flacid
- Hiporefleks
- Kalo refleks patella (-)  tanda klinis awal intoksikasi magnesium
(kadar serum magnesium 10 – 12 Meq/L)
- Intoksikasi  bantuan pernapasan + diberi antidot: kalsium glukonas
intravena 5 – 10 mEq = 10 – 20 cc konsentrasi 10%

Sulfasatropin
 Efek bifasik  untuk berbagai macam untuk gejala
 Selalu tersedia di RS sekecil apa pun (ruang OK, resusitasi, ruang observasi intensif,
ICU)
 Sering untuk premedikasi

--------------------------------
Andrian Triwibawanto
ANESTESI
----------------------------------------------------------------
 Efek bifasik itu tergantung sama ikatan dengan reseptor tertentu. Tergantung dari
dosis, cara, waktu, dll.
 Sweat glands  saraf otonom yang postganglionnya asetilkolin
 Asetilkolin (agonis M)
- Agonis muscarinic 1  menyebabkan eksitasi (takikardi); afinitas lebih
kuat
- Agonis muscarinic 2  menyebabkan bradikardi.
 Sulfasatropin (antagonis M):
- Pada dosis kecil  antagonis ke M-1 (menyebabkan bradikardi)
- Dosis besar tapi lambat  antagonis ke M-1 dulu baru ke M-2 
bradikardi dulu terus takikardi
- Pada dosis besar, dan langsung cepat  antagonis ke M-2 tanpa
lewat ikatan M-1 (menyebabkan takikardi langsung)
 Cara pemberian
- Intravena cepat
 Onset 30 detik—peak 30 menit
- Intramuskuler
 Dosis
- 5 – 8 mikrogram  antihipersekresi (pada bayi yang ngiler)
- Untuk mengembalikan bradikardi  15 – 70
 Reversal
- Neostigmin (ach esterase inhibitor)  menyebabkan hipersekresi
 Kegunaan lain Sufasatropin:
- Antagonis kolinergik (parasimpatis)  bronkodilatasi (asma),
- relaksasi otot polos bilier, ureter
- intoksikasi organofosfat
- antimotion sickness (termasuk atropin-like seperti dypenhydrinat)
 Sindroma antikolinergik sentral
- Halusinasi
- Somnolen
- Terapi : Physostigmine

Inotropik, vasokonstriktor, antihipertensi

Phenylephrine
 Agonis reseptor alfa-1 (vasokonstriksi)
 Terapi pilihan pada:

--------------------------------
Andrian Triwibawanto
ANESTESI
----------------------------------------------------------------
- Syok sepsis (takikardi, hipotensi, vasodilatasi), setelah normovolemik
 tidak bisa dikasih epinefrin karena ada takikardi (agonis beta-1);
beri phenylephrine  kalo misalnya masih hipotensi  beri dobutamin
karena inotropik poten, dan tidak terlalu meningkatkan HR
- Cardiac arrest  pilih epinephrine
- Asma  bronkokonstriktor terbutalin (beta-2 agonis); isoproterenol
- Epinefrin beta-2 agonisnya lebih kuat dari efedrin
-

Antihipertensi
 Di slide  yang tanda negatif malah berefek, kalo nol nggak
 Propanolol  menurunkan tensi + bronkokonstriksi

Prazosin
 Antagonis alfa-1 (vasodilatasi)
 Efek samping yang diinginkan  prolonged ejaculation

Methyldopa
 Agonis alfa-2 bekerja sentral
 BP turun gradual, bagus untuk janin
 Tidak teratogenik

ACE-i

 Risiko terhadap renal


 KI pada ibu hamil

Sodium nitroprussid

Injeksi
 Diltiazem
 Clonidine intravena
- Alfa-2 agonis
- Dosis bergejolak
- Autorebound hypertension
- Untuk spinal  prolonged
-
 Nitrogliserin
- KI : CVA (karena peningkatan ICP)
 Sodium nitroprussid
--------------------------------
Andrian Triwibawanto
ANESTESI
----------------------------------------------------------------
- Meningkatkan ICP juga, dan penurunan cerebral blood flow,
 Diltiazem
- Tidak ada rebound
- CCB
- Obat antiiskemia, antiaritmia

Nifedipin sublingual
 Tidak boleh diberikan dengan Magnesium sulfat
 Sublingual tidak direkomendasikan lagi  penurunan tekanan darah cepat tidak
terprediksi  iskemik
 ES : tensi turun, takikardi, iskemik, stroke

Bab 9 | Trauma Pediatrik


 Pendarahan > 10% dari EBV  harus sudah diganti
 50 cc pada bayi sudah > 20%
 20 cc = 10%
 ASA 1
 EBV pada bayi  80 cc / kgBB

Mekanisme Trauma
 Mengayun-ayunkan bayi  countercoup trauma di otak  menyebabkan
pendarahan entah EDH, SDH  menyebabkan
 Trauma tumpul  waktu melahirkan bayi kepalanya di daerah fontanela ada
hematom
 Distosia bahu  menarik-narik  trauma
 Kecelakaan lalu lintas (trauma tajam)
 Tidak semua trauma abdomen harus dioperasi (contoh ruptur lien)  selama
kondisinya masih stabil (tensi, Hb series)  hanya diobservasi dan terapi konservatif
(resusitasi, oksigenasi, analgetik) di ICU
 Di RSSA, dimasukkan ke P1 (baik dewasa maupun anak)  ruangan untuk
melakukan resusitasi
 Untuk pasien bayi  risiko hipotermi besar  matikan AC, pakai infant bed
 Karena kalo hipotermi jadi asidosis metabolik berat  semua obat yang diberikan
tidak akan bekerja karena pH berubah (usia 2 bulan pHnya < 12)

--------------------------------
Andrian Triwibawanto
ANESTESI
----------------------------------------------------------------
Jenis Trauma

Tumpul
 Kecelekaan bermotor
 Paling banyak
 Usia < 8 bulan
 Organ yang sering terkena: lien, ginjal, hepar

Nonaccidental
 Curiga NAT kalo etologi trauma ga jelas, usia < 1 tahun
 Kekerasa pada anak
 Disulut rokok, dicubit, dipukul dibenturkan,
 Trauma kepala
 Trauma abdomen
- Paling sering ditemukan pendarahan subdural  CT scan

Patofisiologi
 Akibat tubuh anak kecil  kalo ada trauma maka efeknya lebih besar, dan lagi
tulangnya masih rentan
 Lokasi sering  supracondylar humerus
 Kalau luka hebat  hipermetabolisme (peningkatan hormon, bahan lain) 
hiperglikemi yang sangat hebat
 PTS (pediatric trauma score) < 9  risiko kematian kecil

Tata laksana
 Resusitasi  RJPO & cairan

Resusitasi prehospital
 Canulasi pembuluh darah (pasang infus)  pada anak lebih sulit
 Akses vena tidak boleh lebih dari 2 kali

Penilaian klinis awal


 Anamnesis
 ABCDE
 Nasofaringeal  hati-hati pada bayi karena adenoidnya masih besar  gampang
pendarahan  pendarahannya susah
 ETT tidak bisa dipasang lewat nasal
 Mending pakai orofaringeal saja

--------------------------------
Andrian Triwibawanto
ANESTESI
----------------------------------------------------------------
 Atau pakai ventilator  karena bayi adalah obligat nasal respiratory (ga bisa napas
lewat mulut)

Airway
 Menggunakan ventilasi bag-valve-mask (bagging)
 Dalam kondisi emergensi, semua orang boleh masang ETT, tapi dokter harus bisa
menangani komplikasinya (kompetensi 4)
 Monitor EtCO2 (En tidal)  untuk mengecek ETT. CO2 turun, dada terangkat 
bagus. = PaCO2  35 – 45
 CO2 tinggi, belum tentu oksigen rendah
 CO2 tinggi  vasodilatasi  TIK meningkat
 CO2 rendah  vasokonstriksi otak  malah hipoksia di otak  tetap koma
 Indikasi intubasi
- Hiperkarbi
- Hipokarbi
- Pupil anisokhor (ada proses di cranial)
- GCS < 9 dan/atau turun ke > 3 (atau berapa pun GCS awal)

Sirkulasi
 Mengukur : HR, BP, kualitas pulsasi sentral (di jugular) dan perifer (CRT)
 Yang dipakai patokan jarang
 Anak lebih dapat mempertahankan tahanan vaskuler sistemik lebih lama dari
dewasa
 Hipotensi Frank (tanda lambat syok) muncul kalo pendarahan 30 – 35%

Neurologi
 Hipertensi intrakranial  herniasi  mengancam jiwa
 Tandanya : refleks oblongata (-)

Akses Vaskuler
 22 pada anak
 24 pada bayi
 Intraoseus pakai jarum 18 atau 20 untuk usia < 6 bulan  karena kalo lebih, tulang
tibia sudah keras
 Oksigenasi > 60% dengan mask  agar tidak rebreathing

Luka Bakar
 Komplikasinya berupa acute mag dilatation  kalo mengenai trakhea atau bronkus

--------------------------------
Andrian Triwibawanto
ANESTESI
----------------------------------------------------------------
Hipoalbuminemia
 Sering terjadi pada trauma mana pun
 Penyangga tekanan onkotik di vaskuler
 Bukan sebagai asam amino
 Kadar normal 3,5 – 4,5
 Keluarnya serum, drainase langsung dari kebakaran,

Komplikasi resusitasi cairan

Hipotermia
 Pakai alat penghangat infus

Hipoglikemia
 Kalo puasa, harus dikasi dextrose

Koagulopathy

ALI

ARDS
 Biasanya pada resusitasi masif

Kompartemen sindrome
 Karena edema

Kalo RJPO di bayi  pakai dua jari doang

Kalo RJPO di anak  pakai dua ibu jari

--------------------------------
Andrian Triwibawanto
ANESTESI
----------------------------------------------------------------
Bab 11 | Essential Pain Management (part 2)
 Nyeri jatuh ke kronis  penatalaksaan lebih susah

Treatment

Nondrug
 Nyeri akut : RICE (rest, icing, compression, elevasi)
 Surgery
 Akupuntur, massage, fisioterapi
 Radioprevensi ablas  untuk memutus sensoris
 Psikologi (penjelasan bahwa itu bisa terjadi pada siapa saja, reassurance.

Drug
 Simple
- Paracetamol (asetaminofen)
 Transduksi, modulasi, persepsi (COX-III)
- Golongan NSAID (8)
 DICARI!!!!
 Opiat
- Ringan
 Kodein  antitusif
- Kuat
 Morfin, petidin, oxycodon
-
 Analgesik Lain  biasanya untuk nyeri kronik
- Tramadol (antiserotonin reuptake inhibitor)
- Trisiklik: analgesik low dose, antidepresan pada high dose
- Antikonvulsan low dose
- Ketamin (injeksi intravena)  untuk debridema kasus kombusio pada
anak-anak
- Anestesi lokal, bekerja di jalur transmisi; onset lidokain 5 menit
- Clonidine (a2 agonis) antihipertensi  efek analgesik
- Dexmetroclonidin  turunan dari clonidin yang biasa digunakan di
UGD saat intubasi

WHO Pain Ladder

Mild
 Skor 0-3

--------------------------------
Andrian Triwibawanto
ANESTESI
----------------------------------------------------------------
Moderate
 Skor 4-6

Severe
 Skor 7-10

Treatment

spinal cord
 Transmisi  local anestesi, akupuntur, massage
 Opioid bisa karena ada reseptornya
 Ketamin  karena bisa di seluruh tahap

Brain
 Psikologis
 Parasetamol, opiat, amiotrptilin, gabapentin, pregabalin, clonidine

Paracetamol
 Murah, aman
 Hepatotoksik untuk dosis 100 mg/kgBB
 Digunakan 4 – 6 kali perhari 4 x 500 mg
 Ceiling effect  dosis maksimal apabila telah tercapai, maka yang terjadi adalah
efek sampingnya
 Efek samping  stress ulcer, gangguan pembekuan darah, perfusi ginjal,
 Orally, rectal, intravena,
 Selalu ada di step ladder WHO, bisa dikombinasikan dengan NSAID atau opiat

NSAID
 Murah, aman
 Sangat bagus untuk nyeri nosiseptif
 Antiinflamasi dan antitransduksi
 Biasanya dikombinasi dengan paracetamil  efek sinergis
 ES : GI, pembekuan darah,

Kodein (opiat)
 Murah, aman
 Jarang distress napas
 ES : konstipasi
 Tidak bisa untuk kronik pain (butuh 10 kali lebih besar dari morfin)
 Minimal penggunaan 6 kali sehari
--------------------------------
Andrian Triwibawanto
ANESTESI
----------------------------------------------------------------
 Selama pasien nyeri  tidak ada efek adiksi, tidak ada dosis minimal
 Berbeda dengan kalau tidak nyeri  karena kalau orang pecandu itu sebenarnya
mengambil efek samping di pusat saraf

Morphine
 Lumayan mahal
 Aman untuk oral
 Kalao intramuskular dan iv bisa distress napas
 Batas efek terapi  di antara nyeri dan sedasi
 2 – 3 dd 1
 ES : konstipasi, depresi napas, kontrol obat
 Untuk cancer

Meperidine
 Harus diberikan lebih sering (tiap 6 jam)
 Norperidine  bisa menyebabkan konvulsi
 Tidak cocok untuk kronik pain

Tramadol
 Weak opioid
 Tidak ada depresi napas
 Dijual bebas
 ES : mual muntah
 Kalo misal dikombinasi, butuh dosis kecil saja, tapi efektivitasnya berlipat ganda

Amytriptilin
 Bekerja di modulasi
 Murah, aman, low dose (10 - 12,5 mg)
 Cocok untuk kronis neuropatik
 Sedasi untuk
 ES : Antikolinergik (kering)

Antikonvulsan
 Bekerja di modulasi
 Cocok chronic pain

Nyeri post partum  padahal seharusnya diberikan strong opiat  monitoring susah, jadi
diberikan tramadol, paracetamol

--------------------------------
Andrian Triwibawanto
ANESTESI
----------------------------------------------------------------
Acute severe  butuh opiat strong

 Bawa ke RS dan diadjusting dose  cari intravenanya  switch ke oral


 Morfin 1 ampul 10 mg dioplos dalam 500 cc habis dalam 5 jam  1 jamnya 100 cc
terdiri dari 2 mg  dalam 1 jam butuh 2 mg, 48 mg dalam 24 jam
 Bioab: dosis Intravena = 2 – 3 x oral
 48 mg intravena  sekitar 100 mg oral dibagi dalam 12 jam
 Kalo misalnya ada efek sedasi  turunkan dosis, apabila dirasa kurang / nanggung
 berikan parasetamol

Bab 11-b | RAT Approach


 Kerangka berpikir untuk mengadjust dan manajemen nyeri

Recognize (R)
 Ada nyeri / tidak  dengan observasi,

Assessment
 Tingkat keparahan  dengan VAS (visual analog score)-NRS (numeric rating scale: 0
– 10); cek dengan wong-beker face scale
 Jenis (akut/kronis/akut on kronik, nosiseptik / neuropatik, kanker / nonkanker)
 Faktor lain (fisik, psikis, sakit)

Terapi
 Nondrug
 Drug

Monitoring
 Reassess
 Kalau belum berhasil: adjusting dose
 Golden period fraktur tulang < 8 jam

Bab 12 | Primary dan Secondary Survey

Primer
 ABCDE cepat berurutan
 Tidak lebih dari 2 menit
 Hipoksia > 3 menit  sel otak mengalami kematian
 Segera terapi apa penyakit yang ada

--------------------------------
Andrian Triwibawanto
ANESTESI
----------------------------------------------------------------
 Monitor
- Resusitasi
- Stabilisasi
 Derajat kegawatan
- 1
- 2
- 3
 Triage  primary dan secondary survei  terapi definitif / rujukan

Airway
 Cek kesadaran
 Cek patensi napas  kalo bisa napas, berarti napasnya paten
 Look, listen, and feel (+ gerak napas tambahan)
- Lihat pengembangan dada
- Suara napas tambahan
- Rasakan hembusan napas
 Stridor, snoring (triple manouver), gargling (suction), crowing,
 Orofaring (GCS < 8),
- Dewasa sliding
- Anak direct
 Nasofaring
- Kanan pakai direct
- Kiri pakai sliding

Breathing
 Look, listen, and feel
-
 Cari tanda distress napas
- Napas bantuan
 Kalo tidak ada napas
- Napas buatan
 Hipoksia
- Diberikan oksigenasi

Tension pneumothorax
 Trakhea deviasi ke yang sehat
 Jugular vein distensi
 Paru-paru napas tertinggal yang sisi sakit
 Listen  suara napas turun di sisi sakit

--------------------------------
Andrian Triwibawanto
ANESTESI
----------------------------------------------------------------
 Perkusi  hipersonor di sisi sakit
 Sonoritas menghilang  di sisi sehat
 Thoracocentesis  ICS 2 mepet ke atasnya costae 3
 Lebih berbahaya daripada pneumothorax terbuka

Hematothorax

Sirkulasi
 Hentikan pendarahan
 Posisi syok
 Sekalian ambil sampel darah  untuk periksa Hb dan golongan darah
 Kristaloid (ringer lactat, PZ / normal saline)
 Waspada lokasi pendarahan
- Paling sering miss dan fatal adalah panggul
- Tanda2 Acute abdomen
- Scalp injury
- Tulang panjang (paling banyak femur)
-

Disability
 Periksa kesadaran pake AVPU (Awake, Verbal, Pain, Unresponsive)
 Periksa pupil

Exposure
 Lepas semua pakaian untuk pemeriksaan menyeluruh  minta izin keluarga
 Cegah hipotermia (AC IGD minimal 18)
 Periksa punggung dengan log roll

Sinar X
 Untuk kasus yang tidak butuh dikirim
 Wajib dilihat C1-C7
 Foto dada (kalau perlu)
 Foto panggul (kalau ada jejas di abdomen)

Sekunder
 Dilakukan jika pasien SUDAH STABIL
 Head to toe (dari kepala sampe kaki)
 Jika ada yang kelewatan di survei primer, ulangi

--------------------------------
Andrian Triwibawanto
ANESTESI
----------------------------------------------------------------
Bab 13 | Triage
 = memilah
 Harus tahu keadaan yang di dalam UGD
 Bisa bolak-balik, dari UGD keluar, atau dari luar ke masuk  tergantung prioritas
 Dewasa: START (Simple Triage and Rapid Treatment)
 Anak: JUMP START

Labelling
 Di RSSA pakai gelang
 Bisa juga pakai pita wana, stiker,
 Disaster  tempel di dahi
 UGD semi-closed  keluarga jangan masuk saat management

Kategori
 Merah
- Obstruksi jalan napas, gagal napas, internal bleeding (pelvis, abdomen),
 Kuning
- Luka mata berat, fraktur (fraktur femur), luka bakar abdomen ekstremitas
- Airway jarang / tidak ada
 Hijau
- Laserasi minor kontusio, sprain, luka bakar parsial
 Hitam
- Mati

START
 Respirasi—patokannya 30
 Perfusi
 Status mental

Contoh kasus

 Pasien 1 hitam
 Pasien 2 (eviserasi lalala) harusnya merah
 Pasien 3 hijau
 Pasien 4 merah

--------------------------------
Andrian Triwibawanto
ANESTESI
----------------------------------------------------------------

KISI-KISI OSCE

 Guideline BLS 1 penolong (cek kesadaran, call for help, nadi carotis, RJP [pijat jantung
2010], cek nadi carotis, cek airway&breathing [look listen feel]; kalo tidak ada napas 
napas buatan.
 Cuci tangan
 Cara masang naso dan oro, serta nilai pernapasan

--------------------------------
Andrian Triwibawanto

Anda mungkin juga menyukai