Anda di halaman 1dari 34

1

LAPORAN KEGIATAN DAN MANAJEMEN OUTREACH GRIYA ASA


PKBI KOTA SEMARANG DI WILAYAH RESOSIALISASI
ARGOREJO/SUNANKUNING
SEPTEMBER2016
Disusun untuk memenuhi persyaratan dalam menempuh kepaniteraan
Ilmu Kesehatan Masyarakat dan Kedokteran Pencegahan
Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro Semarang

Oleh:
Sandra Juwita W.P
Baiq Cipta Hardianti
Made Saskaprabawanta
Pirsa Hatpri Nur I.

22010115210045
22010115210089
22010115210152
22010114210161

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2016

LEMBARPENGESAHAN
Laporan kunjungan kerja di Klinik IMS Griya Asa Resosialisasi Argorejo/Sunan
Kuning

Semarang

dengan

judul

LAPORAN

KEGIATAN

DAN

MANAJEMEN OUTREACH GRIYA ASA PKBI KOTA SEMARANG DI


WILAYAH

RESOSIALISASI

ARGOREJO/SUNAN

KUNING

SEPTEMBER 2016, telah disajikan di depan pembimbing mahasiswa pada


tanggal 8 September 2016 di Griya Asa PKBI Resosialisasi Argorejo/Sunan
Kuning Semarang guna memenuhi syarat kepaniteraan Ilmu Kesehatan
Masyarakat dan Kedokteran Pencegahan Fakultas Kedokteran Universitas
Diponegoro.

Semarang, 8 September 2016


Disahkan oleh,
Pembimbing I

dr. Bambang Darmawan

Pembimbing II

dr. Dwi Yoga Yulianto

KATAPENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga penyusunan laporan manajemen program outreach PKBI
Semarang di Wilayah Resosialisasi Argorejo/Sunan Kuning dalam rangka
melengkapi tugas kepaniteraan pada Praktik Belajar Lapangan di Departemen
Ilmu Kesehatan Masyarakat dan Kedokteran Pencegahan Fakultas Kedokteran
Universitas Diponegoro dapat terselesaikan dengan lancar.
Dalam kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. dr. Bambang Darmawan dan dr. Dwi Yoga Yulianto selaku Dosen
Pembimbing Lapangan di Griya Asa PKBI Resosialisasi Argorejo/Sunan
Kuning Semarang
2. Ari Istiyadi selaku Koordinator Lapangan di Griya Asa Resosialisasi
Argorejo/Sunan Kuning Semarang
3. Bapak Suwandi selaku Ketua Resosialisasi Argorejo/Sunan Kuning Semarang
4. Ibu I selaku Wanita Pekerja Seks Resosialisasi Argorejo/Sunan Kuning
Semarang
5. Ibu pengasuh Resosialisasi Argorejo/Sunan Kuning Semarang
6. Rekan rekan PBL yang memberikan dukungan
Semoga laporan kegiatan dan manajemen outreach dapat bermanfaat bagi
yang memerlukannya dan dapat menjadi panduan pelaksanaan kegiatan periode
selanjutnya.

Semarang, 8 September 2016

Penulis

DAFTARISI

LEMBAR PENGESAHAN.....................................................................................
KATA PENGANTAR.............................................................................................
DAFTAR ISI...........................................................................................................
DAFTAR GAMBAR................................................................................................
DAFTAR TABEL....................................................................................................
BAB I. PENDAHULUAN.......................................................................................
1.1 Latar Belakang...............................................................................................
1.2 Rumusan Masalah..........................................................................................
1.3 Tujuan Umum dan Khusus.............................................................................
1.4 Sasaran Outreach...........................................................................................
1.5 Target Outreach..............................................................................................
1.6 Indikator Outreach.........................................................................................
1.7 Strategi Outreach...........................................................................................
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA.............................................................................
2.1 Sejarah Resosialisasi Argorejo.......................................................................
2.2 Program Outreach..........................................................................................
2.3 Tren Perilaku Berisiko untuk Transmisi HIV/IMS di
Indonesia..............................................................................................................
2.4 Peranan Skrining dan Pengobatan Infeksi Menular Seksual
dalam Mencegah Transmisi HIV.........................................................................
BAB III. HASIL PENGAMATAN.........................................................................
3.1 Hasil Wawancara dengan Ketua Resosialisasi.............................................
3.2 Hasil Wawancara dengan Provider Outreach...............................................
3.3 Hasil Wawancara Dengan Mucikari/ Pengasuh...........................................
3.4 Hasil Wawancara Dengan Wanita Pekerja Seks...........................................
BAB IV. ANALISIS MASALAH, PEMBAHASAN DAN
PEMECAHAN MASALAH..................................................................
4.1 Permasalahan................................................................................................
4.2 Pembahasan..................................................................................................
4.3 Pemecahan Masalah.....................................................................................
BAB VKESIMPULAN DAN SARAN..................................................................
5.1 Kesimpulan..................................................................................................
5.2 Saran.............................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................
LAMPIRAN DOKUMENTASI KEGIATAN........................................................34

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Alur Skrining .......................................................................................15


Gambar 2. Skema distribusi kondom
..................................................................16

DAFTARTABEL
Tabel 1. Tabulasi Data Wawancara WPS...............................................................26

BAB I
PENDAHULUAN
1.1

Latar Belakang
Jawa Tengah menempati peringkat 6 jumlah kasus HIV-AIDS di
Indonesia dan Kota Semarang sebagai peringkat pertama terdapat 49,07%

kasus yang terdeteksi. Jumlah kasus HIV-AIDS di Propinsi Jawa Tengah


hingga bulan Juni 2014 adalah 12.135 kasus dengan 8.368 kasus HIV,
3.767 kasus AIDS. Kota Semarang terdapat 420 kasus AIDS dan 920 kasus
HIV. Dalam konteks tersebut belum semua kasus terjaring, sehingga
Menteri Kesehatan RI menghimbau untuk menggiatkan Voluntary
Counselling Test (VCT) dan Komisi Penanganan AIDS (KPA) di 35
kabupaten/kota guna surveilens dan penemuan kasus baru di Jawa
Tengah.1
Pemberlakuan wilayah resosialisasi merupakan salah satu bentuk
pengontrolan terhadap penyakit menular seksual khususnya HIV-AIDS,
membantu pemberantasannya yang kala itu makin merebak dan disinyalir
bersumber dari kelompok risiko tinggi seperti WPS. 2 Resosialisasi
Argorejo/Sunan Kuning merupakan resosialisasi yang dibina pemerintah
kota (Disospora) atas tujuan membantu menjaga kesehatan, pengamanan,
dan pengentasan sesuai dengan hasil pertemuan mucikari tahun 2003.3
Outreach adalah kegiatan menyediakan pelayanan kepada populasi
yang mungkin tidak memiliki akses terhadap pelayanan tersebut. Kunci
dari outreach adalah kelompok penyedia layanan dinamis, menemui di
tempat populasi tersebut berada. Pelayanan outreach lebih mengutamakan
kontak langsung dan tatap muka individual maupun kelompok kecil (2-10
orang) secara intensif, yang mempunyai perilaku berisiko tinggi untuk
memberikan informasi, mendistribusikan materi pencegahan, dan media
KIE, mempromosikan perilaku yang lebih aman dan merujuk mereka ke
layanan terkait yang dibutuhkan, dimana individu yang menjadi sasaran
berada di tempat resosialisasi.3-6
Program outreach memudahkan memberikan pembinaan untuk
mengubah perilaku WPS agar selalu mempraktikan seks yang aman
dengan kondom yang mencegah transmisi HIV-AIDS dan IMS, skrining
IMS, dan VCT rutin guna pengendalian transmisi IMS dan HIV-AIDS dari
kelompok risiko tinggi tersebut ke masyarakat umum. IMS menyebabkan
inflamasi serta perlukaan pada organ genital dan saluran reproduksi,

meningkatkan risiko infeksi HIV menjadi 10 kali lipat.7,8 Program outreach


memiliki indikator keberhasilan yang menjadi patokan keberhasilan tiap
tahunnya. Hal ini mendorong mahasiswa PBL untuk mengetahui
keberhasilan program outreach yang dilakukan oleh Griya Asa PKBI
Semarang di Resosialisasi Argorejo/Sunan Kuning sesuai dengan indikator
keberhasilan yang ditetapkan.
1.2

Rumusan Masalah
1. Apakah ada peraturan dari Resosialisasi tentang pencegahan IMS?
2. Bagaimana pengetahuan petugas outreach tentang komunikasi empati
(informasi, metode, alat bantu KIE, penilaian perubahan perilaku),
penentuan jumlah WPS yang didampingi, dan kegiatan-kegiatan yang
dilakukan?
3. Bagaimana peran mucikari dalam pencegahan IMS?
4. Bagaimana tingkat pengetahuan WPS tentang IMS dan HIV AIDS serta
VCT?

1.3

Tujuan Umum dan Khusus

1.3.1

Tujuan Umum
Mengetahui keberhasilan program outreach dalam mengubah
perilaku Wanita Pekerja Seks (WPS) dari berperilaku seks tidak aman
(unsafe sex) menjadi berperilaku seks aman (safe sex).

1.3.2

Tujuan Khusus
1.
2.

Mengetahui peraturan dari Resosialisasi tentang pencegahan IMS


Mengetahui pengetahuan petugas outreach tentang komunikasi
empati (informasi, metode, alat bantu KIE, penilaian perubahan
perilaku), penentuan jumlah WPS yang didampingi, dan kegiatan-

3.
4.

kegiatan yang dilakukan


Mengetahui peran mucikari dalam pencegahan IMS
Mengetahui tingkat pengetahuan WPS tentang IMS dan HIV AIDS
serta VCT

10

1.4

Sasaran Outreach

1.5

Wanita Pekerja Seks (WPS)


Petugas Resosialisasi/Mucikari

Target Outreach
1.

Penggunaan kondom selama proses praktik pekerja seks dilakukan

2.

oleh 100% WPS di Resosialisasi Argorejo/Sunan Kuning


Skrining Infeksi Menular Seksual (IMS) secara rutin setiap 3 minggu
dilakukan oleh 100% WPS di Puskesmas di kawasan Resosialisasi

3.

Argorejo/Sunan Kuning
Voluntary Counselling Test (VCT) dilakukan secara rutin setiap 3
bulan oleh 100% WPS di Resosialisasi Argorejo/Sunan Kuning

1.6

Indikator Outreach
1. Angka IMS dan HIV/AIDS WPS terkendali
2. 100% WPS melakukan skrining setiap 3 minggu dan VCT setiap 3
bulan secara rutin
3. Penggunaan kondom oleh WPS 100%

1.7. Strategi Outreach


1. Memfasilitasi tersedianya kondom
2. Outreach difokuskan di tempat tinggal WPS
3. Advokasi kepada tokoh masyarakat maupun stake holder untuk
mendukung program penurunan angka IMS dan HIV/AIDS
4. Bekerjasama dengan dinas kesehatan untuk mendukung program
penurunan penyebaran HIV/AIDS

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1

Sejarah Resosialisasi Argorejo


Resosialisasi Argorejo yang terdiri dari satu RW dan enam RT
kelurahan Kalibanteng Kulon, Kecamatan Semarang Barat, Kota

11

Semarang, Jawa Tengah. Resosialisasi Argorejo berdiri sejak tahun 1966


yang pertama kali disebut sebagai lokalisasi Sri Kuncoro, karena terletak
di Jalan Sri Kuncoro. Masyarakat kemudian menyingkat dengan
memanggil SK yang kemudian masyarakat mengenal Sunan Kuning. Di
sekitar lokalisasi terdapat petilasan seorang tokoh penyebar agama Islam
yang namanya terkenal dengan nama Sunan Kuning, sehingga terkenal
dengan nama SK atau Sunan Kuning. Sunan Kuning sendiri nama aslinya
adalah Soen Koen Ing yang berasal dari etnis China. Argorejo itu sendiri
berasal dari nama Argo dan Rejo. Argo berarti gunung, dan rejo berarti
ramai. Jadi Argorejo berarti gunung yang ramai. Dahulu daerah Argorejo
merupakan daerah perbukitan yang berupa hutan dan jauh dari
pemukiman, kemudian tempat ini menjadi ramai setelah diresmikan
menjadi Lokalisasi.
Lokalisasi ini dulu berpindah-pindah dan menyebar di beberapa
tempat di kota Semarang. Sekitar tahun 1960-an para WPS beroperasi di
sekitar jembatan banjir kanal Barat, jalan Stadion, Gang Warung, Gang
Pinggir, Jagalan, Jembatan Mberok, Sebandaran dan lain-lain. Banyaknya
tempat yang menjadi daerah operasional para WPS ini membuat warga
Semarang resah. Menanggapi hal tersebut pemerintah kota Semarang
melokalisasi WPS di daerah karang kembang di sekitar SMA Loyola.
Tahun 1963 pemerintah memindahkan lagi lokalisasi ini di daerah
perbukitan yang dikenal dengan nama Argorejo. Lokalisasi Argorejo
diresmikan oleh Walikota Semarang Hadi Subeno melalui SK Wali Kota
Semarang No 21/15/17/66 dan penempatan resminya pada tgl 29
SEPTEMBER 1966 dan kemudian hari tersebut diperingati sebagai hari
jadi Resosialisasi Argorejo. Tujuan dari lokalisasi resmi ini adalah untuk
memudahkan pengontrolan kesehatan WPS secara periodik, serta
memudahkan usaha resosialisasi dan rehabilitasi para WPS tersebut. Pada
tahun 2003 istilah lokalisasi mengalami perkembangan setelah Bapak
Suwandi sebagai ketua lokalisasi Argorejo mengadakan Seminar Nasional

12

dan mengubah istilah lokalisasi menjadi Resosialisasi. Lokalisasi Argorejo


kemudian berubah nama menjadi Resosialisasi Argorejo.
2.2

Program Outreach
Outreach atau pendampingan adalah suatu metode komunikasi
yang bertujuan untuk mengubah perilaku pelanggan menjadi perilaku
yang diharapkan, baik perilaku individual ataupun kelompok. Perubahan
perilaku sesuai teori komunikasi meliputi lima tahapan yaitu awareness,
pemahaman/ pengertian, menentukan sikap, mencoba dan mengadopsi,
dimana

diperlukan

suasana

penuh

empati

selama

komunikasi

berlangsung.3
Pesan yang dikomunikasikan antara lain perilaku-perilaku yang
akan diubah sesuai tujuan dari provider, dalam penanggulangan HIV
adalah perilaku yang memudahkan terjadinya transmisi HIV. Perilakuperilaku tersebut antara lain mempraktikan seks yang aman, misalkan pada
kelompok risiko tinggi tersebut dengan menggunakan kondom. Hal
tersebut dikomunikasikan dalam tiga pesan meliputi pesan inti, pesan
dasar dan pesan tambahan. Pesan ini meliputi HIV-AIDS dan IMS, yaitu
penyebab, gejala, proses penularan, pengobatan, komplikasi dan
pencegahan. Pesan dasar mengenai kesehatan reproduksi, faktor yang
berpengaruh pada organ reproduksi, bagaimana menjaga kesehatannya
agar keturunan yang dihasilkan juga sehat.
Target outreach adalah jumlah WPS yang dijangkau, yang
merupakan populasi yang masih berisiko tertular IMS dan HIV-AIDS.
Jumlah WPS yang akan didampingi adalah jumlah WPS sebagai sasaran
prioritas yang akan diharapkan berubah perilaku yang berisiko. Jumlah
WPS yang diakhiri pendampingannya adalah jumlah WPS yang telah
mengadopsi seks sehat, yaitu WPS yang tidak IMS atau sekali IMS, tidak
HIV dan AIDS, dan menggunakan kondom 100 %.
Provider harus dapat memahami sampai di tingkatan mana tahapan
komunikasi telah dicapai. Pada komunikasi individual ataupun kelompok

13

secara tatap muka, bila sasaran telah mulai bertanya maka tahapan
komunikasi telah melewati tahap awarness, maka dapat dimulai anjuran
dengan diskusi tanya jawab untuk mencoba atau trial, dan seterusnya akan
terjadi adopsi perilaku yang diharapkan. Dalam penanggulangan penyakit
pesan tersebut disusun dalam faktor risiko individual ataupun kelompok
yang disebut sebagai PRI (penilaian risiko individual) dan PRK (penilaian
risiko kelompok).
PRI (penilaian risiko individual) adalah sekumpulan risiko
individual yang akan memudahkan transmisi penyakit, mempersulit
kesembuhan,

menyebabkan

drop-out

pengobatan,

meningkatkan

kemungkinan kecacatan ataupun risiko kematian.


PRK (Penilaian Risiko Kelompok) adalah perilaku

kelompok

dengan ciri yang sama misalnya kelompok waria, kelompok WPS dalam
satu wisma, kelompok IDU dan lain-lain, biasanya ada suatu keadaan yang
menyatukan kelompok tersebut, yang sangat dipengaruhi oleh stake
holder. Untuk WPS stake holder yang paling berpengaruh adalah
Pengasuh/Mucikari/GM, pengurus resosialisasi dan aparat pemerintah RT,
RW, Lurah, Camat, dan petugas Dinas kesehatan.
2.3

Tren Perilaku Berisiko untuk Transmisi HIV/IMS di Indonesia


Indonesia termasuk negara dengan kasus epidemik terkonsentrasi,
yaitu penyebaran dan perkembangannya dipengaruhi oleh sub-populasi
tertentu melalui perilaku mereka yang berisiko. Sub-populasi yang
berisiko tinggi atau Kelompok Risiko Tinggi (KRT) menyebarkan HIVAIDS/IMS

kepada

melakukan/memiliki

pasangan
perilaku

seksualnya
berisiko.

yang

Program

mungkin

tidak

pemerintah

yang

ditujukan untuk menanggulangi HIV-AIDS dalam hal ini transmisi


tentunya akan lebih banyak memberikan intervensi pada kelompok risiko
ini. Surveilans merupakan salah satu kegiatan yang penting dalam
mencegah

dan

mengontrol

epidemik

HIV

terutama

pendokumentasian perubahan tren perilaku berisiko pada KRT.

dalam

14

Di tahun 2007, Kementerian Kesehatan RI mengadakan Integrated


Biological Behavioral Surveillance (IBBS) untuk mengetahui epidemik
HIV di Indonesia. Kelompok risiko tinggi meliputi Wanita Pekerja Seks
(WPS), Waria, Pelanggan Pekerja Seks/Waria, pengguna narkoba suntik
(Penasun), dan lelaki suka lelaki (LSL).7
Lelaki-berisiko tinggi (High-risk men/HRM) merupakan jembatan
transmisi yang penting antara WPS dan masyarakat umum. Mereka
memperoleh infeksi melalui hubungan seksual dangan WPS yang
terinfeksi dan dapat mentransmisikan infeksi kepada isterinya dan
pacarnya. Pria berisiko yang terinfeksi HIV sebaliknya akan menginfeksi
WPS yang belum terinfeksi dan lingkaran setan akan terus terbentuk.
Pemahaman mengenai penularan HIV umumnya sudah diketahui
dengan baik, hanya saja tidak diikuti perubaham perilaku pencegahan
secara signifikan. Masih ada WPS/pelanggan yang tidak menerapkan safe
sex dengan menggunakan kondom. Pengetahuan tentang HIV dan
penyebarannya tidak mempengaruhi perilaku masyarakat. Sehingga
epidemik HIV-AIDS di Indonesia sangat membutuhkan program
penanggulangan yang berbasis perubahan perilaku terutama penerapan
safe-sexual intercourse pada Kelompok Risiko Tinggi.
2.4

Peranan Skrining dan Pengobatan Infeksi Menular Seksual dalam


Mencegah Transmisi HIV
Infeksi menular seksual (IMS) merupakan masalah kesehatan
masyarakat yang signifikan di berbagai belahan dunia. Penelitian risiko
penyebaran menemukan bahwa IMS ditransmisikan di antara atau dari
individi berisiko tinggi dengan angka infeksi yang tinggi dan individu
yang kerap berganti-ganti pasangan seksual.
Skrining dan pengobatan IMS dapat menjadi sarana efektif dalam
pencegahan penyebaran HIV. Penjelasan mengenai hal tersebut adalah,
individu yang terinfeksi IMS memiliki kemungkinan dua hingga lima kali
untuk terinfeksi HIV yang terjadi melalui kontak seksual. Menurut hasil

15

penelitian,

keberadaan

IMS

pada

genital

dapat

meningkatkan

kemungkinan transmisi dan terinfeksi HIV. Ada dua faktor yang


menyebabkan hal ini yaitu peningkatan kerentanan dan peningkatkan
tingkat infeksius HIV.
Peningkatan kerentanan dikorelasikan dengan dua mekanisme
yaitu ulserasi genital dan peningkatan jumlah sel target HIV (sel CD4+) di
daerah genital. Perlukaan pada organ genital seperi pada sifilis, herpes dan
chancroid menyebabkan hilangnya pertahanan nonspesifik lini pertama
yaitu barrier epitel. Hilangnya barrier ini menjadi pintu masuk HIV.
Kondisi inflamasi akibat infeksi di alat genital (misalnya Chlamydia,
gonorrhea dan Trichomoniasis) meningkatkan konsentrasi sel-sel radang
di sekret genital, salah satunya adalah sel CD4+. Bila virus dapat langsung
terekspos dengan sel-sel tersebut tentunya akan mempermudah proses
infeksi HIV pada orang tersebut.
Peningkatan tingkat infeksi akibat tingginya kadar virus HIV di
sekret genital seorang HIV positif. Penelitian juga membuktikan ko-infeksi
IMS juga meningkatkan sekresi virus di sekret genital. Konsentrasi HIV di
pria

dengan

gonorrhea

mencapai

10

kali

lipat

dibandingkan

konsentrasinya pada ODHA yang non IMS. Sehingga kemungkinan


transmisi juga meningkat, akibatnya selama proses hubungan seksual
makin banyak virus yang ikut ditransmisikan. Padahal pada orang yang
terinfeksi HIV, virus yang ditransmisikan tersebut menyebabkan
terinfeksinya pasangan.
Pengobatan IMS mengurangi sekresi viral di sekret genital ODHA,
sehingga mengurangi kemungkinan transmisi virus. Pada proses skrining
juga akan terdeteksi siapa yang sedang mengidap IMS jenis apapun
sehingga akan dilakukan pengobatan maupun isolasi untuk mencegah
transimi. Isolasi dapat dilakukan dengan melakukan pelayanan seks
dengan kondom maupun pada kasus lesi di genital dapat dilakukan
abstinensia hingga proses pengobatan selesai.

16

BAB III
HASIL PENGAMATAN
3.1

Hasil Wawancara dengan Ketua Resosialisasi


Wawancara dilakukan dengan Bapak Suwandi selaku Ketua
Resosialisasi Argorejo/Sunan Kuning dan Ketua RW 04, pada hari Sabtu, 3
September 2016 pukul 06.00 WIB.

Wanita Pekerja Seks (WPS) terdaftar (KTA)


Jumlah gang
Wisma
Operator Karaoke
Mucikari/ GM
Peer Educator (PE) RT 01 06

: 540 orang
: 6 gang
: 115 wisma aktif
: 250 orang
: 158 orang
: 12 orang

Komitmen tiga pengurus Resosialisasi Argorejo, Rowosari Atas,


dan Sumberrejo dalam memerangi IMS, HIV-AIDS, dan program
penggunaan kondom 100%, maka dibuatlah regulasi lokal pada tanggal 8
April 2008 di Semarang.
Dasar :
1
2
3

Komitmen Jateng 5 Mei 2006


Instruksi walikota No. 447/3/2005
Pertemuan tanggal 8 April 2008 tentang pemantapan regulasi lokal

Pasal Pertama
a

Pengasuh wajib mendukung program penggunaan kondom 100%.


Tidak membebankan setoran kepada anak asuh yang mengikuti

kegiatan PE
Memberikan cuti terhadap anak asuhnya yang tenggarai terkena

IMS
Mengikuti pertemuan koordinasi yang diselenggarakan oleh

pengurus dalam rangka program kondom 100%


Mengikuti pertemuan wajib menggunakan kondom di wismanya
b Pengasuh wajib menyediakan kondom di wisma masing-masing
Menyediakan subsidi anggaran untuk pembelian kondom

17

Menyediakan tempat kondom yang terlihat dan mudah diambil

oleh tamu
Memberikan informasi jumlah kondom setiap akhir bulan pada

pengurus atau petugas yang ditunjuk


Pengasuh wajib mengingatkan/menganjurkan anak asuh untuk
skrining, VCT dan menggunakan kondom saat hubungan seks
Menyediakan buku kontrol kesehatan bagi anak asuh
Memastikan kondom dalam kamar ditempatkan di tempat yang

mudah terlihat dan mudah dijangkau WPS dan tamu


Menyediakan tempat untuk bekas bungkus dan bekas kondom

terpakai
Pengasuh dianjurkan untuk skrining dan VCT

Pasal Kedua
a
b
c

Anak asuh wajib mendukung program penggunaan kondom 100%.


Anak asuh wajib menggunakan kondom.
Anak asuh wajib menyediakan dan mendapatkan kondom di tempat

yang terlihat dan mudah dijangkau di kamar masing-masing.


Anak asuh wajib mengingatkan/menganjurkan pada pelanggan untuk

skrining, VCT dan menggunakan kondom saat berhubungan seks.


Anak asuh menyediakan dan memberikan media informasi terkait
IMS, dan klinik yang terdapat membantu tamu bila mengalami gejala

IMS setelah melakukan hubungan seks yang beresiko.


Anak asuh wajib menolak bagi tamu/pelanggan yang tidak

menggunakan kondom.
Anak asuh memberikan informasi terkait dengan tamu yang menolak
menggunakan kondom kepada bapak/ibu asuh atau pengurus.

Pasal Ketiga
a

Tamu membayar retribusi masuk dengan mendapatkan minimal satu

buah kondom.
Tamu yang menginap wajib membeli kondom dari pengurus jaga saat

lapor.
Tamu/pelanggan wajib menggunakan kondom saat berhubungan seks.

Pasal Keempat, Penghargaan dan Sanksi


a. Penghargaan
Bapak/ibu asuh

18

Akan mendapatkan sertifikat dai Komisi Penanggulangan AIDS


Kota Semarang bila mendukung kegiatan program penggunaan

kondom 100%.
Akan mendapatkan souvenir menarik dari pengurus.

Anak asuh

Akan mendapatkan sertifikat dai Komisi Penanggulangan AIDS


Kota Semarang bila mendukung kegiatan program penggunaan

kondom 100%.
Akan mendapatkan souvenir menarik dari pengurus.
b. Sanksi
1 Sanksi-sanksi untuk anak asuh
a Teguran lisan diberikan bila tidak memakai kondom selama 3
kali hubungan seksual dan harus cek ulang IMS. Namun jika
membandel akan diperingatkan tertulis 1, 2, dan 3 termasuk
b

bapak/ibu asuhnya, sanksi lebih keras usaha akan ditutup.


Surat peringatan 1: diberikan apabila anak asuh tidak

memakai kondom sama sekali dalam jangka waktu 1 minggu.


Surat peringatan 2: diberikan apabila anak asuh tidak

memakai kondom sama sekali dalam jangka waktu 2 minggu.


Surat peringatan 3: diberikan apabila anak asuh tidak
memakai kondom sama sekali dalam jangka waktu 3 minggu
dan dikeluarkan dari resosialisasi apabila anak asuh tidak

memakai kondom sama sekali dalam jangka waktu 1 bulan.


Yang kost di luar resos harus mengikuti kegiatan, cek
kesehatan, skrining, VCT dan penggunaan kondom. Apabila
tidak mengindahkan aturan 3 kali berturut-turut akan

dikeluarkan dari resosialisasi berdasarkan surat pernyataan.


Yang pindah dari resos lain wajib lapor, namun jika anak
asuh tersebut bermasalah (tidak ikut kegiatan, cek kesehatan,

penggunaan kondom, memiliki catatan kriminal) ditolak.


Sanksi-sanksi untuk ibu asuh
a Diberi teguran lisan jika anak asuhnya terinfeksi penyakit
b

menular seksual berdasarkan hasil skrining.


Diberi surat peringatan 1, 2, dan 3 jika anak asuhnya masih
kedapatan IMS berdasarkan hasil skrining.

19

Ditutup

tempat

usahanya

jika

tidak

mengindahkan

peringatan-peringatan yang telah diberikan.


Tidak mendukung anak asuhnya yang kost. Namun, jika
membandel akan diperingatkan lisan tertulis 1, 2, dan 3

termasuk sanksi yang lebih keras usaha akan ditutup.


Yang tidak menghadiri acara yang diadakan oleh resos wajib
membuat

surat

pernyataan

yang

disaksikan

oleh

Babinkantibmas, jika tidak diindahkan akan ditindaklanjuti


ke Binamitra polres masing-masing.
Program kebijakan yang ditetapkan di Resosialisasi Argorejo/
Sunan Kuning memiliki maksud dan tujuan yaitu :
1. Menjadikan masyarakat yang setara
2. Memerangi kemiskinan
3. Memberdayakan kesejahteraan
a. Visi : HARUS KAYA
b. Misi :
1) Kesehatan
2) Pengamanan
3) Pengentasan
1)

Kesehatan
Program kesehatan merupakan upaya pengendalian penularan

infeksi menular seksual, infeksi HIV-AIDS pada populasi WPS dan


pelanggan WPS di resosialisasi. Para WPS diberikan pembelajaran
mengenai kesehatan dalam kelas besar tiap hari Senin, Selasa dan Kamis.
Dalam pengendalian IMS dilakukan dengan mengadakan skrining IMS
setiap 3 minggu. Pengendalian infeksi HIV-AIDS dilakukan dengan
mengadakan VCT setiap 3 bulan. Selain itu dalam Disospora ikut
memantau angka kejadian IMS dan HIV-AIDS di wilayah Argorejo/Sunan
Kuning tiap bulannya. Skrining untuk gang 1, 2 dan 3 dilakukan hari Senin
oleh Puskesmas Lebdosari, skrining untuk anak kos dilakukan pada hari
Selasa juga oleh Puskesmas Lebdosari dan gang 4, 5 dan 6 dilakukan hari
Kamis oleh Puskesmas Lebdosari. Jika pelaksanaan skrining pada hari
Senin dan Selasa belum tuntas maka dilakukan skrining pada hari Rabu

20

dikarenakan keterbatasan waktu dan tenaga, begitu juga dapat dilakukan


skrining pada hari Jumat jika skrining pada hari Kamis belum tuntas.
KETUA RESOSIALISASI

PENGURUS

RT 1

RT 2

RT 3

PUSKESMAS

RT 5

RT 4

RT 6

PUSKESMAS

Gambar 1. Alur Skrining IMS dan VCT


Distribusi Kondom WPS
Kondom yang didistribusikan merupakan kondom yang diberikan
secara gratis oleh pemerintah kota Semarang atau dibeli dari PT. Kondom
Sutra Indonesia oleh Petugas Resosialisasi dengan harga Rp 1.500/buah.
Setiap WPS membeli kondom 20 buah/minggu, dan bila ada kegiatan
pertemuan akan mendapatkan 3 buah/minggu. Total kondom yang dimiliki
masing-masing WPS adalah 23 buah/minggu. Bila dalam 1 minggu
kondom sudah hampir habis, maka WPS akan menghubungi PE, yang
kemudian akan mengantarkan kondom ke wisma-wisma WPS. Dalam
upaya membantu pelaksanaan pengendalian HIV-AIDS dari Komisi
Penanggulangan HIV-AIDS, program pemakaian kondom/ kondomisasi
resosialisasi diberikan kepada WPS 100%. Tetapi, dalam pelaksanaannya
masih mencapai 80% (data survei KPA Nasional 2013, unpublished).
Kondisi ini dipengaruhi terutama oleh faktor pelanggan. Beberapa
pelanggan tidak berkenan menggunakan kondom, meskipun sudah
diedukasi oleh WPS sebelumnya. Umumnya pelanggan tidak mau
menggunakan kondom dengan alasan mengurangi kenikmatan selama
hubungan seksual. Di samping itu, pelanggan yang mabuk berat sebelum

21

berhubungan, penawaran tinggi yang dilakukan pelanggan, serta pacar


WPS yang menolak menggunakan kondom membuat penggunaan kondom
tidak mencapai 100%. Pembuangan limbah kondom masih bercampur
dengan pembuangan sampah yang lain. Hal tersebut dapat meningkatkan
risiko petugas pembuang sampah untuk bersentuhan langsung dengan
cairan tubuh, sehingga meningkatkan risiko petugas pembuang sampah
untuk terkena IMS.
DISTRIBUTOR KONDOM

ANAK ASUH

KETUA RESOS

PEER EDUCATOR (PE)

PENGAWAS LAPANGAN

KORLAP PE

Gambar 2. Skema Distribusi Kondom


Bagi WPS yang tidak mentaati program yang telah dicanangkan,
dikenakan sanksi berupa kuliah malam dari pukul 20.00-03.00. Bagi WPS
yang izin tidak mengikuti kegiatan tersebut karena alasan pulang
kampung, ditarik biaya Rp. 100.000 sebagai jaminan yang akan
dikembalikan setelah kembali dari kampung halaman. Bagi WPS yang
tidak mentaati program selama 1 bulan akan diusir dari Resosialisasi
Argorejo/Sunan Kuning.
2)

Pengamanan
Pengamanan merupakan bentuk penjagaan dari WPS agar lebih

terkendali dan mencegah kejadian/tindak kekerasan pada WPS. Pihak


resosialisasi Argorejo/Sunan Kuning bekerja sama dengan keamanan
kampung setempat dan polisi mulai pukul 14.00.

22

Selain itu, terdapat pengamanan uang hasil kerja para WPS berupa
kewajiban menabung setiap bulan kepada petugas resosialisasi. Tabungan
WPS ini akan dikumpulkan dan dibagikan kembali kepada para WPS
sebagai modal bagi mereka saat alih profesi. WPS diwajibkan

untuk

menabung dengan jumlah yang tidak ditetapkan tiap bulannya di Bank


BRI yang baru dapat diambil ketika bulan puasa.
3)

Pengentasan
Pengentasan merupakan upaya resosialisasi dan alih profesi, yaitu

WPS diharapkan untuk dapat keluar dari resosialisasi setelah bekerja


selama maksimal 3 tahun dengan modal berupa materi atau uang tabungan
dan keterampilan/skill dengan tujuan untuk dapat kembali lagi
bermasyarakat dengan bekal keterampilan yang diberikan selama proses
pembinaan. Keterampilan yang diberikan meliputi merias, tata busana, dan
tataboga.
Data IMS dan HIV/AIDS dari Pihak Resosialisasi
Dari hasil wawancara dengan Ketua Resosialisasi juga didapatkan
bahwa pihak resosialisasi tidak memiliki data detail terkait kejadian IMS
dan HIV/AIDS yang ada di Resosialisasi Argorejo/ Sunan Kuning. Pihak
resosialisasi hanya memperoleh data persentase HIV/AIDS secara
keseluruhan dari pihak KPA Kota Semarang sehingga pihak resosialisasi
tidak mengetahui data WPS dengan HIV/AIDS secara individu. Sedangkan
data WPS yang menderita IMS, pihak resosialisasi memperolehnya dari
Puskesmas Lebdosari dan Klinik Griya Asa.
3.2

Hasil Wawancara dengan Provider Outreach


Wawancara dengan Pak Ari selaku provider outreach dilakukan
pada hari Sabtu, 3 September 2016 pukul 08.15.
Dalam

melakukan

outreach,

provider

diharapkan

mampu

membangun komunikasi empati dengan sasaran outreach. Dalam


membangun komunikasi empati, petugas outreach perlu memahami
tentang informasi terkait permasalahan kesehatan yang ada di Resosialisasi
Argorejo, faktor risiko yang perlu perhatian untuk pendampingan, metode

23

yang digunakan dalam berkomunikasi, cara penggunaan alat bantu KIE,


dan mengetahui tingkat perubahan perilaku sasaran outreach.
1)
Provider

Informasi
mengatakan

perlunya

informasi-informasi

sebelum

melakukan outreach berupa materi kesehatan tentang IMS dan


HIV/AIDS sebagai materi yang akan dikomunikasikan kepada sasaran,
data hasil skrining IMS dan VCT, serta materi peraturan-peraturan
yang berlaku di Resosialisasi Argorejo untuk disampaikan kepada
WPS.
2)

Faktor Risiko
Faktor risiko yang perlu perhatian dalam pelaksanaan outreach yaitu
tidak menggunakan kondom saat berhubungan seks dan kepatuhan
WPS dalam skrining IMS serta pemeriksaan VCT secara rutin. Faktorfaktor risiko tersebut menjadi tujuan provider dalam melakukan

outreach.
3) Metode Komunikasi
Dalam pelaksanaan outreach, metode komunikasi yang dilakukan
berbeda-beda sesuai dengan kondisi dan tujuan dari pendampingan.
Komunikasi dapat berupa face to face, seperti pendampingan terhadap
WPS dengan IMS dan metode kelompok atau massal, seperti
pemberian penyuluhan kesehatan tentang IMS dan HIV/AIDS kepada
seluruh WPS di ruang serba guna Resosialisasi Argorejo.
4) Alat Bantu KIE
Provider menggunakan berbagai macam jenis alat bantu KIE selama
pendampingan. Alat bantu tersebut dapat berupa brosur, leaflet, lembar
balik, dildo, dan juga LCD. Penggunaan alat bantu tersebut
disesuaikan dengan metode komunikasi yang digunakan dan sasaran
WPS yang dilakukan pendampingan.
5) Tingkat Perubahan Perilaku
Dari hasil wawancara, provider belum memahami dan menguasai
tentang penilaian tingkat perubahan perilaku dari sasaran yaitu tahap
awarness, pemahaman, menentukan sikap, mencoba, dan mengadopsi.
Provider menilai perubahan perilaku dengan cara menilai pemahaman

24

sasaran dengan memberikan pertanyaan terkait materi penyuluhan dan


juga melihat dari hasil skrining IMS dan VCT dari WPS sasaran.
Selain membangun komunikasi empati, provider juga harus
menentukan prioritas WPS yang perlu pendampingan. Dari hasil
wawancara, kriteria WPS yang perlu dilakukan pendampingan oleh
provider yaitu:
1) WPS yang tidak pernah mengikuti kegiatan yaitu pembinaan, dan
pemeriksaan kesehatan skrining IMS dan VCT rutin
2) WPS yang menderita IMS
3) WPS dengan hasil VCT reaktif
Provider menentukan WPS tidak perlu pendampingan apabila WPS
tersebut dari hasil skrining tidak menderita IMS dan VCT non-reaktif
selama 3 tahun berturut-turut.
3.3 Hasil Wawancara Dengan Mucikari/ Pengasuh
Wawancara dilakukan pada hari Sabtu, 3 September 2016 pada
pukul 08.15-08.45 WIB, dengan Ny. T di RT 6, membahas mengenai
peranan mucikari dalam pencegahan IMS pada anak asuh (WPS) di
Resosialisasi Argorejo/Sunan Kuning.
Mucikari merupakan pemilik wisma yang ada di resosialisasi. Di
Resosilisasi Argorejo/Sunan Kuning ada 158 mucikari dengan 115 wisma
yang aktif memberikan pelayanan meliputi karaoke, karaoke plus dan
ngamar. Setiap mucikari bertangggung jawab terhadap anak asuhnya di
setiap wisma. Pencatatan anggota wisma (baik tetap maupun kost) wajib
dilaporkan ke ketua resos untuk check and control balance jumlah WPS
dan mencegah penumpangan WPS liar di wilayah resosialisasi. Pembinaan
mucikari dilakukan setiap bulan pada tanggal 25. Pada pembinaan tersebut
diberikan pendidikan mengenai kesehatan seksual, keamanan dan sistem
administrasi yang diterapkan di resosialisasi Argorejo/Sunan kuning.
Setiap pelayanan yang diberikan WPS, mucikari memperoleh Rp. 20.00040.000 untuk biaya penggunaan tempat.
Wisma SP selain memberikan pelayanan kamar juga membuka
usaha karaoke. Terdapat 1 ruangan yang disewakan untuk karaoke. Ny. T

25

memiliki 1 operator yang bertanggung jawab sebagai teknisi peralatan


karaoke. Pendapatan operator dari mucikari sekitar Rp. 1.000.000,perbulan. Operator

tinggal di wisma tempatnya bekerja. Dari usaha

karaoke mucikari memperoleh Rp.25.000-35.000 dari pelanggan yang


menyewa kamar karaoke. Pendapatan lain berasal dari penjualan makanan
dan minuman bagi pengguna jasa karaoke.
Mucikari diberikan pengarahan mengenai pentingnya penggunaan
kondom dalam pencegahan transmisi IMS dan HIV-AIDS di kalangan
WPS dan pelanggan setiap 1 bulan sekali. Mucikari mengingatkan WPS
dan pelanggan untuk selalu menggunakan kondom selama melakukan
hubungan seksual. Akan tetapi mucikari tidak memberikan sanksi kepada
pelanggan yang tidak menggunakan kondom. Bila WPS mengalami IMS
akan dapat surat peringatan dari ketua resosialisasi yang diberikan kepada
mucikari dan mucikari mengingatkan kepada anak asuh untuk selalu
skrining dan menggunakan kondom setiap melayani pelanggan. Apabila
anak asuh terkena surat peringatan dari ketua resosialisasi selama 3 kali
maka anak asuh dilarang untuk melayani pelanggan, dalam aturan
resosialisasi harusnya anak asuh yang terkena IMS 3 kali berturut -turut di
istirahatkan atau dipulangkan. Tapi mucikari masih membolehkan anak
asuh untuk melayani tamu di tempat karaoke.
Dari hasil wawancara dengan Ny. T, mucikari juga melaksanakan
tanggung jawab mengingatkan anak asuhnya untuk mengikuti kegiatan
pembinaan, skrining dan senam. Ketika anak asuhya tidak bisa mengikuti
kegiatan, maka mucikari harus mengetahui alasan anak asuhnya tidak
mengikuti kegiatan. Selain itu mucikari harus mengingatkan anak asuhnya
untuk meminta izin kepada ketua resosialisasi. Biasanya WPS diwajibkan
membayar denda ketika tidak mengikuti kegiatan.
Ny. T selalu mengingatkan kepada anak asuh dan pelanggan untuk
menggunakan kondom pada saat berhubungan. Akan tetapi Ny. T tidak
melarang anak asuh apabila ada pelanggan yang tidak mau menggunakan
kondom. Untuk kondom yang telah digunakan oleh WPS atau pelanggan

26

mucikari tidak menggunakan plastik sampah khusus. Kondom tersebut


langsung dibuang ke tempat sampah bersamaan dengan sampah rumah
tangga lainnya, nantinya sampah itu diangkut oleh petugas sampah.
3.4

Hasil Wawancara Dengan Wanita Pekerja Seks

A. Wawancara WPS I
Identitas
WPS bernama Nn. I, berusia 34 tahun dan berasal dari Palembang.
Ia mengaku belum menikah dan anak tunggal dengan ayah sebagai
pendeta dan ibu sebagai ibu rumah tangga. Ia bekerja sebagai WPS karena
ingin mendapatkan kebebasan dari kekangan keluarga dan tuntutan
ekonomi. Nn. I sudah bekerja di Resosialisasi Sunan Kuning/Argorejo
selama 1 tahun dan berawal dari ajakan teman. Sebelum bekerja sebagai
WPS, Nn. I mengaku pernah bekerja sebagai PE di Sunan Kuning selama
3 tahun dan usaha karaoke di Bali. Pendidikan terakhir WPS adalah D3
dan agama yang dianut adalah Kristen. WPS sehari-hari bekerja di wisma
SP dan bertempat tinggal di wisma tersebut.
Pengetahuan IMS, HIV-AIDS, Skrining dan VCT
Informasi mengenai IMS, HIV, skrining IMS, dan VCT sering
diberikan oleh berbagai narasumber di resosialisasi. WPS mengetahui
pencegahan agar tidak menularkan atupun tertular IMS/HIV-AIDS dengan
melakukan seks aman dengan kondom, secara rutin skrining IMS, VCT
dan patuh berobat bila sakit, tidak memakai narkoba jarum suntik bersama
dan tidak membuat tato di tubuh. Dalam 1 tahun ini, WPS selalu
mengikuti kegiatan skrining IMS yang dilakukan 3 minggu sekali dan
VCT tiap 3 bulan sekali. WPS pernah memperoleh obat profilaksis IMS,
Menurut WPS, skrining bertujuan untuk mengetahui kesehatan organ
genitalnya, sehingga dia mengetahui kondisi kesehatan reproduksinya.
WPS menjalani skrining dan VCT terakhir bulan lalu. Saat proses VCT
dijelaskan mengenai penyakit infeksi HIV dan AIDS, faktor risiko, gejala,

27

penyebaran,

penularan,

pengobatan,

akibat/komplikasi

dan

pencegahannya. Keikutsertaan WPS dalam skrining dan VCT sejauh ini


mencapai 100%.
Perilaku berisiko lain
Dari pengakuannya, WPS selalu membilas vaginanya dengan air
hangat pada saat mandi, sebelum tidur dan setiap selesai berhubungan.
WPS tidak membersihkan vagina dengan sabun sirih dan cairan pembersih
vagina lainnya. WPS mengaku tidak merokok dan minum minuman
beralkohol. Penggunaan kondom selama melayani tamu mencapai 100%.
Penggunaan kondom merupakan bagian dari pelayanan pelanggan.
Kondom diperoleh dari WPS sebanyak 20 kondom/minggu. Menurut
sepengetahuan WPS, kondom berfungsi untuk mencegah penularan
penyakit IMS dan HIV-AIDS dari WPS maupun ke pelanggan, serta
merupakan salah satu pencegahan kehamilan. Kondom yang sudah dipakai
lalu dibungkus dengan tisu kemudian dibuang ke tempat sampah yang
sudah disediakan khusus di resosialisasi. Dalam seminggu tidak tentu
penggunaan kondom habis, bervariasi tergantung jumlah pelanggan.
Mucikari di mata WPS
Kontribusi mucikari antara lain dengan memasang poster yang
bertuliskan bahwa pelanggan wajib menggunakan kondom selama proses
pelayanan. Menempelkan tata tertib di ruang tamu wisma. Mucikari tidak
memasang target minimal untuk para WPS, para WPS dibebaskan untuk
melayani berapapun jumlah pelanggan atau tidak melayani sama sekali.
Untuk dukungan skrining dan VCT diberikan dalam bentuk anjuran dan
nasihat.

3.5

Tabulasi Data Wawancara WPS

Tabel 1. Tabulasi Data Wawancara WPS

28

No
Pertanyaan
1
Memperoleh informasi tentang IMS/HIV-

Ya
1

Tidak
0

2
3
4
5
6
7
8
9
10

AIDS/skrining/VCT
Mengetahui cara mencegah penularan IMS/HIV-AIDS
Skrining IMS secara rutin ke Griya Asa/Puskesmas Lebdosari
Mengetahui kegunaan skrining IMS secara rutin
Pernah mendeita IMS selama ini
Melakukan VCT secara rutin
Mengetahui kegunaan VCT secara rutin
Kebiasaan membilas vagina
Kebiasaan minum alkohol
Mengetahui kegunaan penggunaan kondom dalam hubungan

1
1
1
0
1
1
1
0
1

0
0
0
1
0
0
0
1
0

11

seksual
Selalu menggunakan kondom di setiap hubungan seksual

12

(100%)
Pelanggan yang menolak sebagai alasan utama tidak

13
14

menggunakan kondom
Kondom yang diberikan cukup dengan kebutuhan WPS
Pengurus resosialisasi, Koordinator lapangan, Mucikari dan

1
1

0
0

yang lain berperan sebagai pembina WPS terutama mengenai


kesehatan dan pengentasan selama berada di resosialisasi
Sunan Kuning/Argorejo
3.6

Kegiatan Outreach Mahasiswa PBL FK UNDIP


Kegiatan outreach mahasiswa PBL dilakukan pada hari Sabtu, 3
September 2016 pukul 06.00-09.00 bersamaan dengan kegiatan senam pagi
di depan gedung Balai RW Resosialisasi Argorejo/ Sunan Kuning.
Kegiatan outreach dengan WPS meliputi pendekatan, wawancara,
dan mengikuti kegiatan senam pagi. Tujuannya adalah agar memperoleh
kepercayaan dari WPS sehingga mempermudah mendapatkan info yang
dapat digunakan sebagai data.
Dari hasil kegiatan outreach kali ini adalah mahasiswa PBL dapat
melakukan wawancara pada satu orang WPS.
Pencegahan IMS dan HIV-AIDS pada WPS di Resosialisasi
Argorejo/Sunan

Kuning

sudah

berjalan

dengan

adanya

program

29

kondomisasi pada pelanggan yang datang, WPS wajib skrining IMS yang
dilakukan 1 kali/3 minggu dan VCT 1 kali/3 bulan.
Edukasi yang diberikan adalah untuk terus melakukan pelayanan
seks yang aman guna pencegahan penularan IMS dan HIV-AIDS dari dan
ke pelanggan. WPS diedukasi untuk selalu rutin skrining dan VCT, serta
melaksanakan pola hidup yang sehat, makan teratur, beristirahat dan
mengikuti kegiatan yang diadakan di resosialisasi dengan tertib

BAB IV
ANALISIS MASALAH, PEMBAHASAN DAN PEMECAHAN MASALAH

4.1. Permasalahan
1. Hasil wawancara dengan ketua resosialisasi didapatkan belum terdapat
mekanisme limbah kondom secara khusus.
2. Pengurus resosialisasi tidak memiliki data WPS yang memiliki IMS
maupun HIV
3. Kurangnya penguasaan provider mengenai tingkat perubahan perilaku
dari sasaran outreach

30

4.2. Pembahasan
Kondom yang telah dipakai untuk berhubungan seksual akan
bersentuhan langsung dengan cairan tubuh baik dari pria maupun wanita.
Kondom yang telah terkontaminasi cairan tubuh dapat berisiko untuk
menularkan infeksi menular seksual ataupun HIV kepada petugas
pembuang sampah, sehingga dimungkinkan dapat menambah jumlah
penderita IMS dan HIV di luar area Resosialisasi, bila hal itu terjadi maka
penyebaran IMS dan HIV akan sulit dikontrol.
Data detail mengenai penderita IMS dan HIV diperlukan oleh
pengurus resosialisasi untuk digunakan sebagai bahan evaluasi penderita
penyakit IMS dan HIV. Data detail mengenai penderita IMS dan HIV
dapat digunakan oleh pengurus resosialisasi untuk menentukan kebijakan
baru terkait dengan kegatan WPS selama berada di area resosialisasi yang
disesuaikan dengan perkembangan IMS dan HIV di area tersebut.
Dari hasil wawancara, provider belum memahami sepenuhya
tentang penilaian tingkat perubahan perilaku dari sasaran yaitu tahap
awarness, pemahaman, menentukan sikap, mencoba, dan mengadopsi.
Provider menilai perilaku sasaran dengan menggunakan pertanyaan
singkat setelah penyuluhan serta melihat hasil skrining dan VCT.
Pemahaman mengenai perubahan perilaku sangat penting bagi provider
saat menilai tingkat keberhasilan kegiatan pendampingan, sesuai dengan
tujuan dari outreach yaitu perubahan perilaku berisiko menjadi perilaku
yang aman bagi WPS saat melaksanakan kegiatan di resosialisasi
Argorejo.

4.3. Pemecahan Masalah


1. Penyediaan tempat pengumpulan limbah kondom berupa tas plastik
kuning yang ditandai dengan spidol oleh masing-masing wisma. Serta
memberikan edukasi kepada petugas pembuang sampah mengenai
mekanisme penularan IMS dan HIV.

31

2. Pembuatan folder data diri hasil skrining, dan VCT WPS yang disusun
sesuai wisma masing masing.
3. Pelatihan mengenai penilaian perubahan perilaku kepada provider secara
rutin dan berkala.
4. Diperlukan edukasi pada Mucikari dan WPS secara rutin dan berkala
mengenai bahaya IMS dan HIV-AIDS sehingga diharapkan makin
meningkatkan kesadaran Mucikari dan WPS untuk mencegah transmisi.

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1

Kesimpulan
1.

Terdapat program dan peraturan mengenai pencegahan IMS di


resosialisasi Argorejo yang

2.

telah

disesuaikan

dengan tujuan

pemerintah dalam menanggulangi IMS dan HIV/AIDS


Petugas outreach telah mengetahui tentang komunikasi empati, cara
penentuan jumlah WPS yang didampingi, dan telah memiliki program
kegiatan outreach, akan tetapi masih kurang dalam pemahaman

3.

mengenai perubahan perilaku.


Mucikari telah berperan aktif dalam pencegahan penularan IMS dan
HIV/AIDS dengan cara mengingatkan pelanggan untuk menggunakan
kondom, mengingatkan WPS untuk menggunakan kondom, ikut serta
mendukung WPS dalam program skrining, VCT, dan pengasuhan

4.

terhadap WPS yang terkena IMS.


WPS telah ,mengetahui informasi mengenai IMS, HIV, skrining IMS,
dan VCT karena sering diberikan oleh berbagai narasumber di
resosialisasi. WPS mengetahui pencegahan agar tidak menularkan
atupun tertular IMS/HIV-AIDS dengan melakukan seks aman dengan
kondom, secara rutin skrining, VCT dan patuh berobat bila sakit, tidak
memakai narkoba jarum suntik bersama dan tidak membuat tato di
tubuh.

32

5.2

Saran
Perlu diadakan evaluasi hasil kegiatan outreach sesuai dengan tujuan
dan target program yang telah ditetapkan secara rutin dan berkala
mengenai pelaksanaan program outreach di Wilayah Resosialisasi
Argorejo/Sunan Kuning Semarang agar kegiatan dapat disesuaikan
dengan perkembangan IMS dan HIV-AIDS.

33

DAFTAR PUSTAKA
1. Gambaran Umum Resosialisasi Argorejo Semarang. Available from :
http://eprints.undip.ac.id/40711/4/BAB_IV_YUNI.pdf
2. Modul Outreach PKBI Semarang 2014
3. Dewson S, Davis S, Casebourne J. Maximising the Role of Outreach in
Client Engegement, Research Report DWPRR 326. 2006, Depertment for
Work and Pensions.
4. HIV-AIDS Jawa Tengah. Available from: http://www.aidsjateng.or.id
5. Sedyaningsih ER, Gortmaker SL. Determinants of Safer-Sex Behaviors of
Brothel-based Female Commercial Sex Workers in Jakarta, Indonesia. J
Sex Res. 1999 May;36(2):190-7
6. HIV-AIDS and other sexually transmitted infections. Available from:
http://www.who.int/ith/diseases/hivaids/en/
7. Centers for Disease Control and Prevention US. The role of STD
Dectection and Treatment in HIV Prevention CDC Fact Sheet. Available
from: http://www.cdc.gov/std/hiv/stdfact-std-hiv.htm
8. Ministry of Health Republic of Indonesia, HIV/STI Integrated Biological
Behavior Surveillance (IBBS) among Most-At-Risk Groups (MARG) in
Indonesia, 2007

Dokumentasi

34

Anda mungkin juga menyukai