Anda di halaman 1dari 29

LAPORAN PRAKTIKUM

ADMINISTRASI DAN MANAJEMEN KESEHATAN LINGKUNGAN


Evaluasi Program Penanggulangan Penyakit Demam Berdarah Dengue di Puskesmas
Puuwatu Kota Kendari Tahun 2016

Dosen Pembimbing :
1. Hadi Suryono, ST, MPMM
2. Imam Thohari, ST, M.MKes

Disusun Oleh :
D4 Semester 7
Kelompok 9
1. Dwi Annarya Ning Tyas (P27833317008)
2. Faizatul Ummah (P27833317009)
3. Nur Afni Febrianti (P27833317015)

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SURABAYA


JURUSAN KESEHATAN LINGKUNGAN
PROGRAM STUDI D-IV KESEHATAN LINGKUNGAN SURABAYA
TAHUN 2020
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr.Wb

Dengan segala puji dan syukur kami panjatkan kepada Allah SWT, Karena berkat rahmat
serta hidayah – Nya akhirnya kami dapat menyelesaikan Laporan Praktikum tentang Evaluasi
Program Penanggulangan Penyakit Demam Berdarah Dengue di Puskesmas Puuwatu Kota
Kendari Tahun 2016 dalam rangka untuk memenuhi tugas mata kuliah Administrasi dan
Manajemen Kesehatan Lingkungan.
Dalam menyelesaikan penyusunan Laporan Praktikum ini tidak terlepas dari bantuan
banyak pihak. Kami menyampaikan ucapan terima kasih yang tak terhingga kepada pihak-pihak
yang telah membantu dalam menyelesaikan Laporan Praktikum ini.
Kami menyadari bahwa pada laporan ini masih terdapat banyak kekurangan mengingat
keterbatasan kemampuan kami. Oleh sebab itu, kami sangat mengharapkan adanya kritik dan saran
yang membangun dari para pembaca sebagai masukan dari kami.
Akhir kata kami berharap Laporan Praktikum ini dapat bermanfaat bagi pembaca pada
umumnya dan kami sebagai penulis pada khususnya. Atas segala perhatiannya kami mengucapkan
banyak terima kasih.

Surabaya, 13 Oktober 2020

Kelompok 9

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................................ ii


DAFTAR ISI ...................................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ................................................................................................................ 1
B. Tujuan ............................................................................................................................. 2
C. Manfaat ........................................................................................................................... 2
BAB II HASIL PRAKTEK
A. Identifikasi Jenis Kegiatan/Program Kesehatan Lingkungan ............................................ 4
B. Identifikasi Perencanaan Program Kesehatan Lingkungan................................................ 4
C. Identifikasi Pengorganisasian dan Staffing Program Kesehatan Lingkungan .................... 6
D. Identifikasi Pelaksanaan / Penggerakan Program Kesehatan Lingkungan ......................... 6
E. Identifikasi Pengawasan Program Kesehatan Lingkungan ................................................ 8
F. Identifikasi Evaluasi dan Pelaporan Kegiatan Kesehatan Lingkungan .............................. 8
BAB III PEMBAHASAN
A. Penyediaan dan Pemanfaatan Sumber Daya ..................................................................... 9
B. Penerapan Fungsi Manajemen ......................................................................................... 12
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan ..................................................................................................................... 24
B. Saran ............................................................................................................................... 24
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................................... 26

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Indonesia merupakan Negara yang beriklim tropis dengan kejadian penyakit demam
berdarah dengue (DBD) kategori jumlah kasus yang tinggi. Penyakit DBD didapatkan
informasi bahwa terjadi peningkatan disetiap tahun karena dipengaruhi oleh jumlah pasien
meningkat dan penyebarannya juga semakin luas sehingga penyakit ini menjadi kegiatan
prioritas nasional pengendalian penyakit menular di Indonesia.
Pengendalian penyakit DBD bisa dilaksanakan didalam rencana program puskesmas
dengan sistem manajemen pelaksanaan program yang baik melalui adanya kegiatan gerakan
Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN), penatalaksanaan penderita DBD dengan meningkatkan
akses terhadap pelayanan kesehatan yang bermutu, memperkuat surveilans epidemiologi dan
sistem kewaspadaan dini Kejadian Luar Biasa (SKD-KLB) DBD, serta memperkuat kapasitas
SDM. Selain itu, puskesmas juga bertujuan sebagai suatu kesatuan organisasi kesehatan
fungsional yang merupakan pusat pengembangan kesehatan masyarakat yang juga membina
peran serta masyarakat di samping memberikan pelayanan secara menyeluruh dan terpadu
kepada masyarakat di wilayah kerjanya dalam bentuk kegiatan menggerakan pembangunan
kecamatan yang berwawasan pembangunan, mendorong kemandirian masyarakat dan
keluarga untuk hidup sehat, memelihara dan meningkatkan pelayanan kesehatan yang
bermutu, merata dan terjangkau serta memelihara dan meningkatkan kesehatan individu,
kelompok, dan masyarakat serta lingkungannya, namun baik atau tidaknya pelayanan yang
diberikan oleh Puskesmas tergantung pada bagaimana pengelolaan manajemen didalamnya
terutama dalam proses manajemen pelayanan kesehatan.
Edris (2015) mengatakan bahwa manajemen merupakan hal yang sering dibicarakan
dalam bidang akademik maupun praktik. Manajemen ialah proses dengan menggunakan
metode ilmu dan seni dalam menerapkan fungsi-fungsi perencanaan, pengorganisasian,
pengarahan dan pengawasan pada kegiatan dari kelompok manusia yang dilengkapi dengan
faktor produksi untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Hatmoko (2006) mengemukakan
bahwa manajemen yang baik dibutuhkan untuk semua tipe kegiatan dalam organisasi, baik
organisasi besar maupun kecil, baik organisasi pemerintah atau swasta, dan baik diterapkan

1
dalam pekerjaan umum, hiburan, kesenian ataupun dalam pelayanan kesehatan dalam rumah
sakit maupun Puskesmas.
Praktik mata kuliah Administrasi dan Manajemen Kesehatan Lingkungan meskipun
dilaksanakan secara online telah memperkenankan kami mendapat pengalaman belajar
terhadap penerapan administrasi dan manajemen dalam berbagai kegiatan kesehatan
lingkungan yang dilaksanakan pada institusi atau perusahaan / industri. Penerapan manajemen
yang dimaksud adalah penerapan fungsi-fungsi manajemen dalam kegiatan/program kesehatan
lingkungan di institusi yang meliputi Planning, Organizing, Actuating, Controlling (POAC)
dengan menggunakan fungsi-fungsi manajemen harus didukung oleh adanya pemanfaatan
sumber daya yang memadai yaitu man, money, material, method, dan machine (5M).

B. Tujuan
1. Mahasiswa dapat mengetahui salah satu program kesehatan lingkungan yang ada di
Puskesmas Puuwatu Kota Kendari.
2. Untuk mengetahui perencanaan program P2 DBD beserta penerapan fungsi manajemen
serta pemanfaatan sumber daya yang dibutuhkan di Puskesmas Puuwatu Kota Kendari.
3. Untuk mengetahui pengorganisasian dan staffing program P2 DBD di Puskesmas Puuwatu
Kota Kendari.
4. Untuk mengetahui pelaksanaan dan penggerakan program P2 DBD di Puskesmas Puuwatu
Kota Kendari.
5. Untuk mengetahui pengawasan program P2 DBD di Puskesmas Puuwatu Kota Kendari.
6. Untuk mengetahui evaluasi dan pelaporan program P2 DBD di Puskesmas Puuwatu Kota
Kendari.
7. Untuk mengetahui sumber daya man, money, material, method, dan machine (5M) yang
ada pada program P2 DBD di Puskesmas Puuwatu Kota Kendari.

C. Manfaat
1. Bagi Mahasiswa
Mahasiswa memperoleh ilmu serta pengalaman belajar dalam menilai kegiatan secara
manajerial di bidang program kesehatan lingkungan yang ada di puskesmas melalui fungsi-
fungsi manajemen dan penggunaan sumber daya pendukungnya

2
2. Bagi Puskesmas
Dapat memperoleh manfaat terhadap pengembangan media dan metode promosi kesehatan
baik dari segi kualitas maupun kuantitas untuk menunjang kegiatan pelaksanaan kesehatan
yang disesuaikan dengan sasaran kegiatan
3. Bagi Masyarakat
Masyarakat dapat mengetahui dan berpartisipasi dalam pelaksanaan program puskesmas
demi tercapainya tujuan program penurunan kasus di wilayah kerja puskesmas tersebut.

3
BAB II
HASIL PRAKTEK

A. Identifikasi Jenis Kegiatan/Program Kesehatan Lingkungan


Salah satu jenis kegiatan/program di bidang kesehatan lingkungan yang menjadi
penelitian di Puskesmas Puuwatu Kota Kendari tahun 2016 adalah Program Penanggulangan
Penyakit Demam Berdarah Dengue (P2 DBD). Adapun program penanggulangan DBD di
Puskesmas Puuwatu meliputi :
1. Penyelidikan Epidemiologi (PE)
2. Fogging Fokus
3. Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN)
4. Pemeriksaan Jentik Berkala (PJB)
5. Abatesasi Selektif
6. Penyuluhan Kesehatan

B. Identifikasi Perencanaan Program Kesehatan Lingkungan


1. Sumber Daya Manusia
Tenaga yang khusus menangani program P2 DBD di Puskesmas Puuwatu Kota
Kendari hanya satu orang yang dibantu oleh tenaga Promkes dan tenaga Kesling. Jumlah
keseluruhan tenaga yang melakukan kegiatan program P2 DBD di Puskesmas Puuwatu
berjumlah tujuh orang, untuk pemegang program P2 DBD satu orang, tenaga kesehatan
lingkungan tiga orang dan tenaga promosi kesehatan tiga orang. Pembagian tenaga
kesehatan sudah dilakukan merata pada enam kelurahan yang berada di wilayah kerja
puskesmas Puuwatu.
2. Biaya
Sumber dana program P2 DBD di Puskesmas Puuwatu Kota Kendari didapatkan
dari Bantuan Operasional Kesehatan (BOK), Anggaran Pendapatan Belanja Daerah
(APBD), dan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS). Sedangkan khusus untuk
penganggaran dana dalam kegiatan fogging di Puskesmas Puuwatu berasal dari Dinas
Kesehatan Kota Kendari.

4
3. Sarana dan Prasarana
Jenis sarana dalam program P2 DBD di Puskesmas Puuwatu Kota Kendari yaitu
bubuk abate yang dibagikan pada kegiatan posyandu, sedangkan jenis sarana utama yang
digunakan untuk kegiatan penyuluhan terkait DBD adalah leaflet yang diberikan dari Dinas
Kesehatan. Selain itu, Dinas Kesehatan juga memberikan kendaraan dinas roda dua untuk
masing-masing tenaga yang melaksanakan program penanggulangan DBD dan
memberikan ketersediaan alat fogging untuk kegiatan pengasapan, karena Puskesmas
Puuwatu tidak mempunyai alat fogging. Apabila ketersediaan abate di Puskemas Puuwatu
terbatas, maka Dinas Kesehatan juga membantu penyediaan abate untuk Puskesmas.
4. Metode
Kegiatan program P2 DBD di Puskesmas Puuwatu Kota Kendari berpedoman pada
Standar Operasional Prosedur (SOP) baik dari petugas puskesmas atau jumantik yang
difasilitasi dengan petunjuk teknis/modul untuk menjalankan tugasnya. Namun
ketersediaan petunjuk teknis/modul belum merata pada setiap tenaga pelaksana program
P2 DBD, tetapi para petugas kesehatan dibekali pelatihan yang diadakan langsung oleh
pihak Dinkes Prov/Kota serta mendapatkan arahan dari kepala puskesmas terkait
penyusunan perencanaan waktu di lapangan.
5. Waktu
Perencanaan program P2 DBD di Puskesmas Puuwatu Kota Kendari dilakukan
setiap awal bulan dan selalu ada jadwal kegiatan tersebut yang tertera kapan akan dilakukan
pelaksanaan kegiatan penyuluhan, tempat atau sasaran yang akan diberikan penyuluhan,
dan siapa yang akan bertanggung jawab atau sebagai tenaga pelaksana. Sedangkan jadwal
pelaksanaan kegiatan fogging di puskesmas Puuwatu dibuat oleh petugas dari Dinas
Kesehatan Kota Kendari yaitu oleh koordinator program P2PL DBD. Penjadwalan
dilakukan secara terkoordinasi dengan masyarakat atau perwakilan RT setempat di wilayah
kasus DBD dan pelaksanaan kegiatan dapat dipenuhi dalam jangka waktu 2-3 hari sejak
laporan hasil PE positif diterima.

5
C. Identifikasi Pengorganisasian dan Staffing Program Kesehatan Lingkungan
Dalam jurnal penelitian tentang program P2 DBD di Puskesmas Puuwatu Kota Kendari
tidak dijelaskan dengan detail tentang pengorganisasian dan staffing programnya, tetapi hanya
dijelaskan tentang tugas dari setiap tenaga kesehatan terkait program P2 DBD. Tenaga
pelaksana PE dilakukan oleh pemegang program P2 DBD dan koordinator kesehatan
lingkungan, tenaga fogging berasal dari Dinas Kesehatan, tenaga pemeriksa jentik dan kegiatan
PSN berasal dari koordinator kesehatan lingkungan, kegiatan penyuluhan kesehatan dan
abatesasi berasal dari koordinator tenaga Promkes. Jenis tenaga tersebut sudah memiliki
tanggung jawab tugas yang jelas dan masing-masing juga bertanggung jawab atas wilayah
kerjanya.

D. Identifikasi Pelaksanaan / Penggerakan Program Kesehatan Lingkungan


1. Penyelidikan Epidemiologi (PE)
Kegiatan penyelidikan epidemiologi di Puskesmas Puuwatu dilaksanakan oleh
Pelaksana PE yang berasal dari petugas pemegang program P2 DBD dibantu oleh Kader
Jumantik di wilayah penderita yang dilaporkan. Kegiatan penyelidikan epidemiologi di
Puskesmas Puuwatu tidak mengikut sertakan masyarakat dikarena masyarakat memiliki
kesibukan masing-masing sehingga tidak dapat bertartisipasi dalam kegiatan penyelidikan
epidemiologi. Pelaksanaan kegiatan penyelidikan epidemiologi di Puskesmas Puuwatu
dilakukan dengan pelacakan penderita DBD dan pemeriksaan jentik ke rumah-rumah
warga dengan radius 100 meter serta 25 rumah secara acak. Kendala yang dialami selama
kegiatan penyelidikan epidemiologi di Puskesmas Puuwatu adalah informasi laporan kasus
megenai alamat penderita yang tidak lengkap sehingga menyulitkan petugas untuk
melakukan Tindakan PE.
2. Fogging Fokus
Kegiatan fogging fokus di Puskesmas Puuwatu dilaksanakan oleh tenaga
penyemprot dari Dinas Kesehatan bersama petugas puskesmas apabila hasil dari tindakan
PE positif dilaporkan petugas puskesmas atau jumantiknya. Fogging fokus dilakukan
hanya pada rumah penderita DBD dan rumah sekitarnya yang memiliki radius 100-200
meter dari rumah penderita.

6
3. Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN)
Kegiatan PSN di Puskesmas Puuwatu dilakukan setiap jadwal kegiatan Posyandu
selama 17 kali dalam sebulan dan di luar dari kegiatan Posyandu 6 kali dalam sebulan pada
saat musim penularan yang dilakukan bersama-sama dengan kader Jumantik. Kegiatan
tersebut dilakukan dengan mengunjungi rumah-rumah warga untuk memeriksa tempat
perindukan sarang nyamuk sekaligus pemeriksaan jentiknya dan memberikan penyuluhan
kepada warga serta mengajak untuk melakukan kegiatan pemberantasan sarang nyamuk
dengan 3M plus (Menguras, Menutup, Mengubur).
4. Pemeriksaan Jentik Berkala (PJB)
Kegiatan pemeriksaan jentik berkala di Puskesmas Puuwatu termasuk dalam
kegiatan PSN yang dilakukan oleh koordinator kesehatan lingkungan dan jumantik setiap
3 bulan sekali. Hasil pemeriksaan meliputi daftar rumah yang sudah diperiksa dan rumah
yang positif jentik dilaporkan kepada koordinator P2 DBD untuk dihitung Angka Bebas
Jentik (ABJ).
5. Abatesasi Selektif
Kegiatan Abatesasi di Puskesmas Puuwatu dilakukan bersamaan ketika
pemeriksaan jentik dalam rangka kegiatan PSN dan PE. Apabila ditemukan jentik pada
tempat penampungan air yang tidak dapat dikuras maupun dijangkau oleh petugas
puskesmas/kader maka harus menaburkan bubuk abate di tempat tersebut. Penaburan
bubuk abate dilaksanakan 4 siklus (3 bulan sekali) dengan takaran 10 gram abate untuk
100 liter air.
6. Penyuluhan Kesehatan
Kegiatan penyuluhan kesehatan di Puskesmas Puuwatu terdiri dari kegiatan yang
sifatnya terprogram dan tidak terprogram. Penyuluhan terprogram yaitu penyuluhan yang
memerlukan anggaran khusus karena harus mengumpulkan banyak orang sedangkan
penyuluhan tidak terprogram yaitu dilakukan pada saat PSN atau PE karena tidak
memerlukan biaya dan sifatnya door to door secara langsung.

7
E. Identifikasi Pengawasan Program Kesehatan Lingkungan
Dalam jurnal penelitian tentang program P2 DBD di Puskesmas Puuwatu Kota Kendari
tidak dijelaskan dengan detail terkait pengawasan program P2 DBD di Puskesmas Puuwatu,
tetapi hanya dijelaskan tentang tugas dan tanggung jawab dari setiap tenaga kesehatan terkait
program P2 DBD. Tenaga pelaksana PE dilakukan oleh pemegang program P2 DBD dan
koordinator kesehatan lingkungan, tenaga fogging berasal dari Dinas Kesehatan, tenaga
pemeriksa jentik dan kegiatan PSN berasal dari koordinator kesehatan lingkungan, kegiatan
penyuluhan kesehatan dan abatesasi berasal dari koordinator tenaga Promkes.

F. Identifikasi Evaluasi dan Pelaporan Kegiatan Kesehatan Lingkungan


Semua program P2 DBD di Puskesmas Puuwatu Kota Kendari yang telah dilaksanakan
selalu ada pelaporan pada setiap koordinator kegiatan dan dibuatkan hasil laporan tahunan
dengan tujuan untuk mengetahui seberapa besar tingkat perubahan dan perkembangan yang
terjadi.

8
BAB III
PEMBAHASAN

Puskesmas Puuwatu merupakan salah satu wilayah endemis DBD dimana kasus DBD
selalu ada tiap tahunnya. Berdasarkan data Puskesmas Puuwatu, jumlah penderita DBD pada tahun
2013 tercatat sebanyak 22 kasus dan tahun 2014 menurun menjadi 9 kasus. Namun, pada tahun
2015 kembali mengalami peningkatan, yakni sebesar 109 kasus, memasuki tahun 2016 jumlah
kasus DBD di Puskesmas Puuwatu menurun menjadi 51 kasus. Berdasarkan gambaran
peningkatan jumlah kasus beberapa tahun dianggap pelaksanaan program pengendalian penyakit
DBD belum dilakukan secara optimal. Hal ini dipengaruhi oleh manajemen pelaksanaan
programnya, terkait dengan penyediaan dan pemanfaatan sumber daya yaitu man, money, machine,
material, method (5M) dan jenis-jenis kegiatan yang dilakukan. Pelaksanaan kegiatan tersebut
perlu dievaluasi sejauh mana efektifitas dan efisiensi dari kegiatan dan pemanfaatan sumber daya
dalam mencapai tujuan yang ditentukan.

A. Penyediaan dan Pemanfaatan Sumber Daya


Berikut adalah analisis pemanfaatan sumber daya (5M) dalam menerapkan fungsi
manajemen yang ada pada program penanggulangan DBD di Puskesmas Puuwatu Kota
Kendari :
1. Tenaga (Man)
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Rita, dkk (2016) diperoleh hasil bahwa
jenis tenaga pelaksana yang terlibat dalam program penanggulangan DBD di puskesmas
Puuwatu diantaranya yaitu tenaga pelaksana PE yang dilakukan oleh pemegang program
P2 DBD dan koordinartor kesehatan lingkungan, tenaga fogging berasal dari dinas
kesehatan, tenaga pemeriksa jentik dan kegiatan PSN berasal dari koordinator kesling
untuk kegiatan Penyuluhan Kesehatan dan Abatesasi koordinatornya tenaga promkes. Jenis
tenaga tersebut sudah memiliki tanggung jawab tugas yang jelas dan masing- masing juga
bertanggung jawab atas wilayah kerjanya.
Tenaga yang memegang program P2 DBD di Puskesmas Puuwatu hanya satu orang
sehingga dianggap masih kurang. Hal tersebut dikarenakan puskesmas Puuwatu sudah
menjadi puskesmas rawat inap sehingga sebagian tenaga harus memberikan pelayanan
9
pengobatan kepada masyarakat. Sedangkan untuk standar idealnya tiap puskesmas harus
memiliki 4 orang yaitu tenaga entomolog, epidemiolog, sanitarian dan penyuluh agar setiap
petugas mampu melaksanakan program pengendalian DBD secara optimal. Sedangkan
untuk jumlah keseluruhan tenaga yang melakukan kegiatan program penanggulangan DBD
di puskesmas Puuwatu berjumlah tujuh orang, untuk pemegang program P2 DBD satu
orang, tenaga kesehatan lingkungan tiga orang dan tenaga promosi kesehatan juga tiga
orang untuk enam kelurahan yang berada di wilayah kerja puskesmas Puuwatu.
Puskesmas Puuwatu tidak pernah mengadakan pelatihan untuk kegiatan program
P2 DBD melainkan pelatihan diadakan oleh Dinas Kesehatan hal tersebut dikarenakan di
Puskesmas Puuwatu memiliki keterbatasan anggaran dan fasilitas untuk mengadakan
pelatihan. Untuk tenaga kesehatan yang pernah mengikuti pelatihan yaitu pemegang
program P2M DBD, koordinator Promkes dan koordinator Kesling. Tenaga yang
mengikuti pelatihan ini adalah tenaga kesehatan yang mempunyai peran dalam kegiatan
program penanggulangan DBD di Puskesmas Puuwatu Kota Kendari. Pelatihan
dimaksudkan juga untuk menyesuaikan diri dengan kebutuhan- kebutuhan baru atas sikap,
tingkah laku, keterampilan dan pengetahuan dengan tuntutan perubahan, misalnya
perubahan teknologi dan metode kerja.
2. Dana (Money)
Sumber dana dari pemeriksaan jentik, pemberian abatesasi dan penyuluhan yang
dilaksanakan oleh tim P2 DBD bersumber dari dana Bantuan Operasional (BOK), APBD
dan BPJS. Bentuk ketersediaan dana pada saat pelaksanaan program P2 DBD diikatakan
kurang karena terdapat potongan yakni kegiatan pemeriksaan jentik, pemberian abatesasi
dan penyuluhan ke masyarakat adalah sebesar RP 75.000 per orang. Sedangkan untuk
penganggaran dana dalam kegiatan fogging di wilayah kerja Puskesmas Puuwatu berasal
dari Dinas Kesehatan Kota Kendari. Dari hasil wawancara yang dilakukan oleh peneliti
diketahui bahwa dana dalam kegiatan-kegiatan program P2 DBD yakni pemberian
abatesasi dan penyuluhan ke masyarakat yang terkesan seadanya. Sehingga dapat
disimpulkan bahwa dana yang tidak mencukupi dapat mengakibatkan program P2 DBD
berjalan lambat dan hasilnya pun kurang efektif.
Penganggaran adalah semua kegiatan dan usaha untuk merumuskan perincian
penentuan kebutuhan dalam suatu skala tertentu, yaitu skala mata uang dan jumlah biaya

10
dengan memperhatikan pengarahan dan pembatasan yang berlaku baginya. Dalam fungsi
penganggaran semua rencana dari fungsi-fungsi perencanaan dan penentuan kebutuhan
dikaji lebih lanjut untuk disesuaikan dengan besarnya pembiayaan dari dana yang tersedia.
Dengan mengetahui hambatan-hambatan dari keterbatasan yang dikaji secara seksama,
maka anggaran tersebut merupakan anggaran yang dapat diandalkan. Semakin besar dan
yang dikeluarkan untuk memperbaiki sebuah program, serta digunakan seefisien mungkin,
maka hasilnya pun akan semakin efektif. Semakin kecil dana yang digunakan untuk sebuah
program, maka program hanya akan berjalan lambat, dan hasilnya pun tidak akan efektif.
3. Peralatan (Machine)
Peralatan yang digunakan dalam melakukan kegiatan di bidang pengendalian
vektor dan binatang pengganggu di Puskesmas Puuwatu adalah alat fogging. Bentuk
ketersediaan alat fogging yang digunakan oleh tenaga kesehatan berasal dari Dinas
Kesehatan. Dalam anggaran tahun 2016 Puskesmas Puuwatu tidak merencanakan
pengadaan penambahan alat fogging. Hal tersebut dikarenakan besarnya anggaran untuk
pengadaan 1 unit alat fogging sedangkan anggaran terbatas dengan yang telah ditetapkan.
Dengan demikian kegiatan fogging fokus yang berjalan selama tahun 2016 dilakukan oleh
Dinas Kesehatan Kota Kendari tetapi masih dapat diusahakan untuk memenuhi kebutuhan
kegiatan fogging di tiap wilayah kerja puskesmas Puuwatu. Selain itu petugas yang
melaksanakan program penanggulangan DBD masing-masing mendapat fasilitas
kendaraan dinas roda dua.
Peralatan merupakan sumber daya yang juga penting selain tenaga dan dana untuk
melaksanakan kegiatan yang telah direncanakan dengan baik. Kinerja petugas sangat
dipengaruhi oleh peralatan maupun teknologi yang mereka pergunakan dalam memberikan
pelayanan. Peralatan dan teknologi yang terbatas untuk digunakan akan berakibat
pelayanan yang diberikan tidak dapat sesuai dengan yang diharapkan.
4. Bahan (Material)
Bahan yang dibutuhkan dalam pelaksanaan kegiatan program P2 DBD yaitu bubuk
abate yang dibagikan pada kegiatan posyandu. Sedangkan untuk kegiatan penyuluhan
kesehatan mengenai DBD bahan yang digunakan adalah leaflet atau brosur. Media promosi
kesehatan akan sangat membantu di dalam melakukan penyuluhan agar pesan-pesan
kesehatan dapat disampaikan lebih jelas, dam masyarakat dapat menerima pesan tersebut

11
dengan jelas dan tepat pula, sehingga dapat memahami fakta kesehatan dan bernilainya
kesehatan bagi kehidupan. Terutama untuk harapan agar masyarakat membudayakan
kegiatan PSN, media promosi yang tepat menjadi penting untuk keberhasilan tujuan
tersebut. Ketersediaan bubuk abate dan leaflet di Puskesmas Puuwatu merupakan bantuan
dari Dinas Kesehatan. Namun terkait dengan ketersediaan Abate jumlahnya masih terbatas.
5. Metode (Method)
Metode adalah cara mengerjakan lebih lanjut dari salah satu langkah (atau beberapa
langkah) yang telah ditetapkan dalam prosedur, metode adalah cara-cara pelaksanaan kerja
yang seefisien mungkin atas suatu tugas dengan mengingat segi-segi tujuan peralatan,
fasilitas, tenaga kerja, dan waktu. Metode yang digunakan dalam kegiatan program P2
DBD di Puskesmas Puuwatu Kota Kendari berpatokan pada SOP baik dari petugas
puskesmas atau Jumantik difasilitasi dengan juklak/juknis seperti buku pedoman atau
modul untuk menjalankan tugasnya. Namun ketersediaan Petunjuk Pelaksanaan (juklak)
dan Petunjuk Teknis (juknis) tidak merata pada setiap tenaga pelaksana program P2 DBD
di Puskesmas Puuwatu Kota Kendari. Juknis yang ada di puskesmas Puuwatu berasal dari
Depkes. Selain itu terdapat arahan dari kepala Puskesmas Puuwatu terkait penyusunan
perencanaan waktu di lapangan. Meskipun ketersediaan juklak/juknis tidak merata, tetapi
para petugas kesehatan dibekali pelatihan yang diadakan langsung oleh pihak Dinkes
Provinsi atau Kota.

B. Penerapan Fungsi Manajemen


Berikut adalah penerapan fungsi manajemen yang ada pada program penanggulangan
DBD di Puskesmas Puuwatu Kota Kendari :
1. Perencanaan (Planning)
Perencanaan suatu kegiatan secara waktu atau ketersediaan jadwal pelaksanaan
kegiatan dapat menjadi suatu indikator untuk melihat apakah suatu kegiatan sudah
terlaksana sesuai yang direncanakan dan melihat cakupannya. Proses penyusunan rencana
di Puskesmas Puuwatu Kota Kendari dalam program P2 DBD melibatkan pihak-pihak
yang berkompeten dalam menentukan keputusan akhir dalam perencanaan tersebut. Pihak-
pihak ini antara lain kepala puskesmas, tenaga pemegang program P2 DBD, tenaga
Promkes dan tenaga Kesling. Perencanaan merupakan fungsi dasar dari manajemen suatu

12
program yang akan dilaksanakan dengan merencanakan tujuan, target, sasaran, dana,
penjadwalan kegiatan untuk saat ini maupun bulan selanjutnya dengan melibatkan
beberapa orang yang tergabung agar dapat bekerja sama menyamakan tujuan dan kegiatan
yang akan dilaksanakan.
Perencanaan program P2 DBD di Puskesmas Puuwatu dilakukan setiap awal bulan
dengan bentuk penyuluhan kepada masyarakat tentang cara-cara mencegah penyakit DBD
(3M+) dan pemberian bubuk abate secara gratis dengan tujuan mengurangi tingkat
kejadian DBD disekitar wilayah kerja puskesmas. Untuk pembuatan jadwal/waktu
pelaksanaan penyuluhan yang sifatnya diprogramkan sudah sesuai dengan jadwal/waktu
yang ditetapkan. Sedangkan informasi mengenai pelaksanaan fogging berasal dari pihak
Dinas kesehatan.
Sedangkan jadwal pelaksanaan kegiatan fogging di Puskesmas Puuwatu dibuat
oleh petugas dari Dinas Kesehatan Kota Kendari yaitu oleh koordinator program P2PL
DBD. Penjadwalan dilakukan secara terkoordinasi dengan masyarakat atau perwakilan RT
setempat di wilayah kasus DBD dan pelaksanaan kegiatan dapat dipenuhi dalam jangka
waktu 2 sampai 3 hari sejak laporan hasil PE positif diterima. Sedangkan respon time untuk
kegiatan penyelidikan epidemiologi terkadang masih ada yang tidak sesuai dengan yang
sudah ditetapkan (24 jam setelah laporan kasus diterima). Hal tersebut disebabkan
terbatasnya tenaga pelaksana yang ada di puskesmas Puuwatu yang pada umumya hanya
dilakukan oleh satu orang tenaga pelaksana sedangkan jumlah kasus DBD yang dilaporkan
cukup banyak. Keterlambatan pelaksanaan tersebut menyebabkan pula keterlambatan
penanggulangan penyakit DBD karena respon time fogging pun tidak dilakukan dengan
segera. Padahal untuk mencegah perkembangbiakan virus dengue serta nyamuk Aedes
aegypti sebagai vektor penularan DBD harus dilakukan secepatnya untuk memutus mata
rantai penularannya. Oleh karena itu, langkah utama pencegahan kasus DBD diperlukan
kecepatan merespon informasi penularan penyakit.
Kesesuaian antara indikator penerapan manajemen dan administrasi kesehatan
lingkungan pada fungsi perencanaan ini adalah telah terdapat agenda rapat rutin dan
terdapat dokumen perencanaan yang berisi sumber daya yang dibutukan, anggaran dana
dan sarana prasarana yang diperlukan.

13
2. Pengorganisasian (Organizing)
Pengorganisasian puskesmas dipimpin oleh seorang Kepala Puskesmas, juga ada
Wakil Kepala Puskesmas dan meliputi unit fungsional dan unit tata usaha. Program pokok
Puskesmas atau program kesehatan dasar yang harus dilaksanakan di Puskesmas meliputi
: a) promosi kesehatan, b) kesehatan lingkungan, c) kesehatan ibu dan anak, termasuk
keluarga berencana, d) perbaikan gizi, e) pemberantasan penyakit menular, f) pengobatan.
Pengorganisasian tingkat Puskesmas didefinisikan sebagai proses penetapan pekerjaan-
pekerjaan pokok untuk dikerjakan, pengelompokan pekerjaan, pendistribusian
otoritas/wewenang dan pengintegrasian semua tugas-tugas dan sumber-sumber daya untuk
mencapai tujuan puskesmas secara efektif dan efisien. (Habibi, 2017). Demi kejelasan
kedudukan, tugas dan tanggung jawab maka dibentuklah struktur organisasi untuk program
P2 DBD di puskesmas. Struktur Organisasi adalah bagan yang memperlihatkan tata
hubungan kerja antar bagian dan garis kewenangan diantara Kepala Puskesmas,
Penanggung Jawab koordinator UKM Essensial/pengembangan, Koordinator Program dan
pelaksana P2 DBD. Hal tersebut dapat dilihat melalui gambar di bawah ini.

Kepala
Puskesmas

Koordinator
UKM
Essensial

Koordinator
Program P2
DBD

Pelaksana

Gambar Struktur Organisasi Program Penanggulangan Penyakit DBD

Dari hasil keterangan informan tentang cara pembagian tugas, penentuan sumber
daya dan menyusun kelompok kerja, dapat disimpulkan bahwa pembagian tugas,
penentuan sumber daya dan menyusun kelompok kerja, ditentukan berdasarkan
kompetensi masing-masing tenaga kesehatan. Penentuan tenaga pelaksana yang terlibat

14
dalam program penanggulangan DBD di puskesmas Puuwatu diantaranya yaitu tenaga
pelaksana PE yang dilakukan oleh pemegang program P2 DBD dan koordinartor kesehatan
lingkungan, tenaga fogging berasal dari dinas kesehatan, tenaga pemeriksa jentik dan
kegiatan PSN berasal dari koordinator kesling untuk kegiatan Penyuluhan Kesehatan dan
Abatesasi koordinatornya tenaga promkes. Jenis tenaga tersebut sudah memiliki tanggung
jawab tugas yang jelas dan masing- masing juga bertanggung jawab atas wilayah kerjanya.
Kesesuaian antara indikator penerapan manajemen dan administrasi kesehatan lingkungan
pada fungsi organisasi ini adalah adanya struktur organisasi terkait dengan bidang
kesehatan lingkungan yang ditangani

3. Pelaksanaan (Actuating)
Pelaksanaan merupakan proses mengarahkan dan mempengaruhi aktivitas atau
memotivasi karyawan yang berkaitan dengan pekerjaan dari anggota kelompok atau
seluruh organisasi untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Berikut merupakan
rincian pelaksanaan program penanggulangan DBD di Puskesmas Puuwatu :
a. Penyelidikan Epidemiologi
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Rita, dkk (2016) diperoleh hasil
bahwa kegiatan penyelidikan epidemiologi dilaksanakan oleh petugas puskesmas
dibantu oleh masyarakat, dan Kader, Ketua RT/RW, Ketua Lingkungan, Kepala
Dusun, LKMD, dengan menunjukkan rumah penderita/tersangka dan mendampingi
petugas dalam pelaksanaan penyelidikan epidemiologi untuk mengetahui luasnya
penyebaran penyakit dan langkah-langkah untuk membatasi penyebaran penyakit.
Secara keseluruhan kegiatan penyelidikan epidemiologi di puskesmas Puuwatu
sudah sesuai dengan Juklak/Juknis dari modul Pelatihan Bagi Pengelola Pengendalian
Penyakit DBD, namun terdapat ketimpangan terkait dengan pelaksana petugas
puskesmas di Puuwatu tidak mengikut sertakan masyarakat dalam kegiatan
penyelidikan epidemiologi, dikarenakan masyarakat memiliki kesibukan masing-
masing sehingga tidak dapat berpartisipasi dalam kegiatan penyelidikan epidemiologi
tersebut.
Untuk pelaksanaan kegiatan penyelidikan epidemiologi di puskesmas Puuwatu
telah dilakukan pelacakan penderita DBD dan pemeriksaan jentik ke rumah-rumah

15
warga dengan radius 100 meter dan 25 rumah secara random. Tetapi masih terdapat
kendala dalam pelaksanaan kegiatan PE ialah informasi laporan kasus yang terkadang
alamat penderita tidak lengkap sehingga menyulitkan petugas untuk melakukan
tindakan PE. Untuk mengatasi hambatan tersebut, informasi yang tidak lengkap
tersebut dikonfirmasi langsung ke rumah sakit tempat penderita di rawat sehingga
respon untuk kegiatan PE tidak dapat dilakukan dengan segera, atau tidak di tindak
lanjuti untuk kegiatan PE apabila alamat penderita tidak ditemukan.
Hasil capaian pada tahun 2016 untuk kegiatan program penyelidikan
epidemiologi bahwa seluruh laporan yang masuk setelah diselidiki tidak 100%
menggambarkan jumlah kasus DBD yang demikian tinggi di wilayah kecamatan
Puuwatu. Setelah dilakukan PE ternyata yang benar DBD hanya 65%-nya sedangkan
sisanya bukan DBD. Dapat diketahui untuk kegiatan penyelidikan epidemiologi sudah
mencapai terget yaitu 100 meter atau 20 rumah di sekitar rumah penderita DBD.
b. Fogging Fokus
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Rita, dkk (2016) diperoleh hasil
bahwa kegiatan fogging fokus dilakukan oleh tenaga penyemprot dari dinas kesehatan
turun ke wilayah yang akan di fogging bersama petugas puskesmas apabila hasil dari
kegiatan PE positif yang dilaporkan petugas puskesmas atau jumantiknya. Sedangkan
menurut juklak/juknis dari modul Pelatihan Bagi Pengelola Pengendalian Penyakit
DBD semestinya terdapat petugas atau tenaga lain yang telah dilatih yang berada di
suatu puskesmas agar pelaksanaan fogging fokus dapat berjalan maksimal, tidak
tersedianya tenaga fogging tersebut dikarenakan pelaksanaan untuk kegiatan fogging
fokus masih dilaksanakan oleh Dinas Kesehatan. Dalam hal ini yang dilakukan fogging
fokus adalah hanya rumah yang terkena DBD dan rumah/bangunan sekitarnya dalam
radius 100 sampai 200 m dari rumah penderita DBD dan rumah/bangunan sekitarnya
hal tersebut sesuai dengan juklak/juknis yang telah ditentukan. Fogging fokus ini hanya
memberantas.
Capaian kegiatan fogging fokus di Dinas Kesehatan Kota Kendari belum
mencapai target yang ditentukan namun apabila dikaitkan untuk mencegah terjadinya
KLB, kegiatan fogging yang dilakukan dapat dikatakan cukup berhasil mengingat tidak
terjadi KLB untuk tahun 2016. Hal ini menunjukkan fogging yang dilakukan dapat

16
menekan jumah kasus DBD pada tahun 2016. Kegiatan fogging fokus dapat dikatakan
sudah mencapai target yang diharapkan dengan radius 100 meter, namun terkadang
masih ada muncul kasus baru.
c. Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN)
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Rita, dkk (2016) melalui
wawancara diperoleh hasil bahwa kegiatan PSN yang dilakukan setiap jadwal kegiatan
posyandu selama 17 kali dalam sebulan dan diluar dari kegiatan posyandu 6 kali dalam
sebulan pada saat sebelum musim penularan yang dilakukan secara bersama-sama
dengan kader Jumantik. Kegiatan tersebut dilakukan dengan mengunjungi rumah-
rumah warga untuk memeriksa tempat perindukan sarang nyamuk sekaligus
pemeriksaan jentiknya dan memberikan penyuluhan kepada warga dan mengajak untuk
melakukan kegiatan pemberantasan sarang nyamuk dengan 3M Plus.
Sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa Pemberantasan Sarang Nyamuk
(PSN) yaitu kegiatan memberantas jentik nyamuk Aedes aegypti di tempat
berkembangbiaknya dalam bentuk kegiatan 3M plus (Menguras, Menutup, Mengubur)
yakni menguras bak mandi, bak WC, menutup TPA rumah tangga (tempayan, drum
dan lain-lain) serta mengubur atau memusnahkan barang-barang bekas (kaleng, ban
dan lain-lain).
Capaian angka bebas jentik yang dilaporkan dari hasil kegiatan PSN,PJB dan
Abatisasi Selektif pada tahun 2016 sebagian besar mencapai rata-rata 85% hingga 91%.
ABJ tersebut diimbangi jumlah kasus yang menurun untuk tahun 2016 dapat dikatakan
sudah mencapai target yang ditentukan ialah 95% dan target ABJ yang ditetapkan
puskesmas Puuwatu ialah 80%.
d. Pemeriksaan Jentik Berkala (PJB)
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Rita, dkk (2016) melalui
wawancara diperoleh bahwa kegiatan pemeriksaan jentik berkala yang dilakukan ini
termasuk pula dalam kegiatan PSN karena kegiatan pemeriksaan jentik termasuk dalam
kegiatan pemberantasan sarang nyamuk untuk mengendalikan populasi nyamuk Aedes
aegypti. Kegiatan ini dilakukan oleh koordinator kesehatan lingkungan dan Jumantik
yang dilakukan 3 bulan sekali. Setiap setelah kegiatan koordinator kesling dan
Jumantik melaporkan hasil pemeriksaannya meliputi daftar rumah yang sudah

17
diperiksa dan rumah yang positif terdapat jentik kepada koordinator program P2 DBD
untuk dihitung Angka Bebas Jentik (ABJ). Untuk sasaran pemeriksaan jentik tersebut
umumnya masih diprioritaskan pada rumah tangga, sedangkan tatanan yang lainnya
masih hanya sebagian kecil saja.
Secara keseluruhan kegiatan pemeriksaan jentik berkala di puskesmas Puuwatu
sudah sesuai dengan Juklak/Juknis dari modul Pelatihan Bagi Pengelola Pengendalian
Penyakit DBD bahwa kegiatan tersebut dilakukan 3 bulan sekali dengan sasaran
Rumah/bangunan, sekolah dan fasilitas kesehatan di desa/kelurahan endemis dan
sporadis pada tempat-tempat perkembangbiakan nyamuk Aedes aegypti di 100 sampel
yang dipilih secara acak. Namun untuk sasaran pemeriksaan jentik di puskesmas
Puuwatu masih memprioritaskan pada rumah tangga saja, sedangkan tatanan yang
lainnya seperti rumah ibadah, bangunan sekolah dan fasilitas kesehatan masih hanya
sebagian kecil dilakukan pemeriksaan dikarenakan jumlah tenaga yang terbatas dalam
kegiatan tersebut.
Capaian angka bebas jentik yang dilaporkan dari hasil kegiatan PSN,PJB dan
Abatisasi Selektif pada tahun 2016 sebagian besar mencapai rata-rata 85% hingga 91%.
ABJ tersebut diimbangi jumlah kasus yang menurun untuk tahun 2016 dapat dikatakan
sudah mencapai target yang ditentukan ialah 95% dan target ABJ yang ditetapkan
puskesmas Puuwatu ialah 80%.
e. Abatisasi Selektif
Abatisasi Selektif adalah kegiatan pemeriksaan tempat penampungan air (TPA)
baik didalam maupun diluar rumah pada seluruh rumah dan bangunan di
desa/kelurahan endemis dan sporadik dan penaburan bubuk abate (larvasida) yang
dilaksanakan 4 siklus (3 bulan sekali) dengan menaburkan larvasida pada TPA yang
ditemukan jentik. Pemberian serbuk abate dilakukan dua sampai tiga bulan sekali,
dengan takaran 10 gr abate untuk 100 liter air atau 2,5 gram altosoid untuk 100 liter
air.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Rita, dkk (2016) melalui
wawancara diperoleh bahwa kegiatan abatisasi selektif yang dilakukan yaitu
bersamaan ketika pemeriksaan jentik dalam rangka PSN dan PE. Apabila ditemukan
jentik pada tempat penampungan yang tidak dapat dikuras dan tempat penampungan

18
yang tidak dapat dijangkau petugas puskesmas atau kader harus menaburkan bubuk
abate ke tempat tersebut. Selama tahun 2016 tidak dilakukan abatisasi masal karena
tidak terjadi KLB DBD.
Pembagian abate kepada masyarakat yang dilakukan oleh petugas puskesmas
sebagai koordinator Kesling pada saat kegiatan penyuluhan atau PSN. Dan abate juga
diberikan kepada Jumantik untuk diberikan kepada masyarakat pada kegiatan
pemeriksaan jentik. Terkadang persediaan abate di puskesmas terbatas dikarenakan
untuk pemberian abate kepada jumantik secara tidak terjadwal dan tidak ditentukan
jumlahnya tetapi tidak dalam jumlah yang banyak. Pembagian abate dengan
terkoordinasi tersebut dapat menjadi lebih efisien karena baik kader atau petugas dapat
menggunakannya sesuai dengan kebutuhan keadaan wilayahnya. Untuk keseluruhan
kegiatan abatisasi selektif sudah sesuai dengan prosedur yang dilaksanakan 4 siklus (3
bulan sekali) dengan menaburkan larvasida pada TPA yang ditemukan jentik, namun
untuk ketersediaan abate yang terbatas dapat menjadi kendala dalam pelaksanaan
abatisasi di wilayah kerja puskesmas Puuwatu.
Capaian angka bebas jentik yang dilaporkan dari hasil kegiatan PSN,PJB dan
Abatisasi Selektif pada tahun 2016 sebagian besar mencapai rata-rata 85% hingga 91%.
ABJ tersebut diimbangi jumlah kasus yang menurun untuk tahun 2016 dapat dikatakan
sudah mencapai target yang ditentukan ialah 95% dan target ABJ yang ditetapkan
puskesmas Puuwatu ialah 80%.
f. Penyuluhan Kesehatan
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Rita, dkk (2016) melalui
wawancara diperoleh bahwa kegiatan penyuluhan yang dilakukan oleh puskesmas
terdiri dari kegiatan yang sifatnya tidak terprogram dan terprogram. Penyuluhan yang
tidak terprogram yaitu penyuluhan yang dilakukan pada saat PSN atau PE karena
penyuluhan tersebut tidak memerlukan anggaran dan sifatnya lebih door to door secara
langsung. Sedangkan penyuluhan yang terprogram yaitu penyuluhan yang memerlukan
anggaran khusus karena harus mengumpulkan orang banyak seperti penyuluhan
dilakukan untuk murid SD dan penyuluhan juga diadakan pada kegiatan posyandu.
Kegiatan penyuluhan dilakukan oleh tenaga puskesmas sebagai koordinator
Promosi Kesehatan dengan sasaran kegiatan penyuluhan untuk tahun 2016 adalah TK,

19
SD, Posyandu dan masyarakat umum. Namun kegiatan penyuluhan yang telah
dilakukan belum dilakukan evaluasinya terutama bagi murid SD dan TK yang sifatnya
sulit untuk dikontrol perilakunya setelah diberikan penyuluhan. Sedangkan untuk
sasaran yang lain masih dapat diketahui perubahan perilakunya pada saat kegiatan
PSN. Untuk indikator hasil dari kegiatan penyuluhan kesehatan berdasarkan
Juklak/Juknis seperti Modul Pelatihan Bagi Pengelola Pengendalian Penyakit Demam
Berdarah Dengue bahwa untuk target kegiatan penyuluhan kesehatan ialah adanya
peningkatan perilaku hidup bersih dan sehat 100% namun kegiatan penyuluhan
kesehatan yang dilakukan di puskesmas Puuwatu untuk capaian peningkatan wawasan
sekitar 85% sampai 95%, tetapi untuk perubahan perilaku hidup bersih dan sehat belum
dapat mencapai 75%, sehingga belum sepenuhnya mencapai target.
Kesesuaian antara indikator penerapan manajemen dan administrasi kesehatan
lingkungan pada fungsi pelaksanaan ini adalah telah terdapat SOP berupa buku
pedoman atau modul pada setiap pelaksanaan tugas.

4. Pengawasan (Controlling)
Pengawasan sebagai elemen atau fungsi keempat manajemen ialah mengamati dan
mengalokasikan dengan tepat penyimpangan-penyimpangan yang terjadi. Pelaksanaan
program penanggulangan DBD di Puskesmas Puuwatu dilakukan melalui beberapa
kegiatan yaitu penyelidikan epidemiologi, fogging fokus, Pemberantasan Sarang Nyamuk
(PSN), Pemeriksaan Jentik Berkala (PJB), abatesasi selektif dan penyuluhan kesehatan.
Pengawasan program penanggulangan DBD di Puskesmas Puuwatu dilakukan oleh
sanitarian bersama dengan lintas program dan lintas sektor. Lintas sektor yang dimaksud
seperti jumantik, kepala kecamatan, dan berbagai profesi yang telah ditetapkan sebagai
calon mitra. Lintas program yang dimaksud seperti P2 dan promosi kesehatan. Kesesuaian
antara indikator penerapan manajemen dan administrasi kesehatan lingkungan pada fungsi
pengawasan ini adalah adanya dokumen pengawasan terhadap pelaksanaan kegiataan.
Kegiatan pengawasan ini juga dapat melihat laporan tahunan yang ada di Puskesmas
Puuwatu. Dengan adanya laporan tersebut dapat diketahui wilayah kerja mana saja yang
belum mencapai target sehingga perlu mendapatkan pengawasan.

20
5. Evaluasi dan Pelaporan
Kegiatan evaluasi merupakan upaya yang dilakukan untuk memastikan sebuah
kegiatan telah sesuai dengan ketentuan atau tidak. Evaluasi dilakukan saat semua kegiatan
telah berlangsung oleh bidang yang ditunjuk sebagai pelaksana yang dituangkan dalam
bentuk laporan kegiatan yang akan dibahas saat rapat bersama. Indikator penerapan
administrasi dan manajemen program kesehatan lingkungan yang baik dapat diperoleh
melalui beberapa aspek, antara lain :

Tabel Indikator Penilaian Penerapan Administrasi dan Manajemen


Program Penanggulangan DBD di Puskesmas Puuwatu
No Kriteria Evaluasi Penilaian yang Keterangan
diperoleh
Terlaksana Tidak
terlaksana
1 Adanya kegiatan rapat ✓
pembahasan tentang
perencanaan dan kebijakan
institusi yang ditandai
adanya dokumen rapat
(daftar hadir, notulen rapat)
2 Adanya dokumen perencanaan
a. Sumber daya ✓ • Tidak dilengkapi dengan
manusia/tenaga yang tenaga entomolog dan
kompeten epidemiolog.
• Tidak pernah mengadakan
pelatihan untuk kegiatan
program P2 DBD
b. Biaya/sumber daya ✓ Besar anggaran yang
keuangan direncanakan merupakan
target kinerja indikator
input kegiatan/program
c. Sarana dan prasarana ✓ Ketersediaan sarana untuk
yang dibutuhkan kegiatan P2 DBD di
puskesmas Puuwatu sudah
dapat dipenuhi secara
jenisnya

21
d. Tersedianya peraturan ✓ Petunjuk Pelaksanaan
perundangan terkait dan (juklak) dan Petunjuk Teknis
Buku pedoman atau (juknis) berupa buku
petunjuk pelaksanaan pedoman dan modul yang
berasal dari Depkes.

3 Adanya uraian tugas dan ✓ Telah dijelaskan pada


wewenang yang jelas pada setiap jabatan yang
setiap program
4 Adanya tenaga penanggung ✓
jawab dan tenaga pelaksana
setiap program
5 Adanya struktur organisasi ✓
terkait bidang kesehatan
lingkungan yang ditangani
6 Adanya dokumen standar ✓
operasional prosedur (SOP)
pada setiap pelaksanaan
tugas
7 Adanya instruksi Kerja (IK) ✓
pada penggunaan peralatan
tertentu yang memerlukan
keahlian
8 Tersedianya surat tugas atau ✓
Surat Keputusan Pelaksanaan
Kegiatan terkait tenaga yang
terlibat program kesling
9 Adanya buku petunjuk ✓
pelaksanaan program atau
dokumen peraturan terkait
kegiatan yang dilaksanakan
baik dari pusat maupun
tingkat daerah
10 Adanya regulasi yang ✓
mengatur kegiatan terkait
program/kegiatan kesehatan
lingkungan yang dipelajari
11 Adanya dokumen pengawasan ✓
terhadap pelaksanaan
tugas/kegiatan
12 Adanya evaluasi /tinjauan ✓
terhadap pelaksanaan dan
capaian program

22
13 Adanya evaluasi tentang ✓
pemanfaatan sumber daya
yang digunakan terhadap
hasil capaian program
14 Target capaian tercapai sesuai ✓ dibuktikan dengan angka
dengan rencana yang telah penderita DBD menurun dari
dibuat tahun sebelumnya
15 Adanya dokumen pelaporan ✓
kegiatan

Terdapat laporan tahunan mengenai program penanggulangan DBD di Puskesmas


Puuwatu. Hal ini dilakukan sebagai bukti bahwa Puskesmas Puuwatu telah melakukan
program-program penanggulangan DBD. Kesesuaian antara indikator penerapan
manajemen dan administrasi kesehatan lingkungan pada fungsi evaluasi ini adalah adanya
evaluasi terhadap capaian program dan adanya pelaporan kegiatan.

23
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Pelaksanaan program penanggulangan DBD di Puskesmas Puuwatu dilakukan melalui
beberapa kegiatan yaitu penyelidikan epidemiologi, fogging fokus, Pemberantasan Sarang
Nyamuk (PSN), Pemeriksaan Jentik Berkala (PJB), abatesasi selektif dan penyuluhan
kesehatan. Penerapan administrasi dan manejem pelaksanaan program penanggulangan DBD
di Puskesmas Puuwatu telah mencangkup fungsi–fungsi dari manajemen yaitu Planning,
Organizing, Actuating, Controlling (POAC) dengan didukung oleh adanya pemanfaatan
sumber daya yang memadai yaitu man, money, material, method, dan machine (5M).
Penerapan administrasi dan manajemen di Puskesmas Puuwatu juga telah memenuhi indikator
penerapan administrasi dan manajemen program penanggulangan DBD yang baik karena
hampir dari tiap kegiatan sudah mencapai terget yang telah ditentukan. Hal tersebut dibuktikan
dengan menurunnya angka penderita DBD di tahun sebelumnya. Akan tetapi ketersediaan
tenaga masih kurang dan kegiatan Penyelidikan Epidemiologi (PE) yang masih terdapat
beberapa kendala salah satunya terkait dengan data penderita yang tidak lengkap.

B. Saran
Adapun beberapa saran yang bisa kami berikan untuk Puskesmas Puuwatu, yaitu :
1. Puskesmas Puuwatu perlu mengusulkan rencana penambahan tenaga, seperti tenaga
entomolog dan epidemiolog karena idealnya tiap puskesmas memiliki 4 orang yaitu tenaga
entomolog, epidemiolog, sanitarian dan penyuluh agar setiap petugas mampu
melaksanakan program pengendalian DBD secara optimal.
2. Dalam kegiatatan Penyelidikan Epidemiologi diharapkan petugas lebih teliti lagi dalam
memasukkan data mengenai penderita sehingga dapat memberikan respon yang cepat dan
juga tepat sasaran.
3. Puskesmas Puuwatu perlu mengembangkan media dan metode promosi kesehatan baik dari
segi kualitas maupun kuantitas untuk menunjang kegiatan pelaksanaan kesehatan P2 DBD
yang disesuaikan dengan sasaran kegiatan, sehingga dapat memberikan manfaat yang lebih

24
baik terhadap peningkatan wawasan perubahan perilaku sasaran peserta dan agar
masyarakat secara mandiri mau membudayakan kegiatan PSN.

25
DAFTAR PUSTAKA

Edris, Mochammad, 2015. Pengantar Manajemen. Fakultas Ekonomi Universitas Muria Kudus.
Habibi dkk. 2016. Gambaran Pengelolaan Pelayanan Kesehatan Berdasarkan Fungsi Manajemen
pada Program Pengendalian Penyakit Menular (P2M) di Puskesmas Tamangapa Makassar
Tahun 2016. Public Health Science Journal 9(1):43-54.
Hatmoko. 2006. Pedoman Kerja Puskesmas. Staf Pengajar IKM Universitas Mulawarman
Makassar.
Zaputri, Rita dkk. 2017. Evaluasi Program Penanggulangan Penyakit Demam Berdarah Dengue
(DBD) di Puskesmas Puuwatu Kota Kendari Tahun 2016. Jurnal Ilmiah Mahasiswa
Kesehatan Masyarakat 2(6):1-14.

26

Anda mungkin juga menyukai